• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik Linear Low Density Polyethyelene

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik Linear Low Density Polyethyelene"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN FILM KOMPOSIT TEPUNG UBI KAYU

TERMOPLASTIK-

LINEAR LOW-DENSITY POLYETHYLENE

(LLDPE)

SUGIARTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

3

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-Linear Low-Density Polyethylene (LLDPE) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

4

RINGKASAN

SUGIARTO. Pengembangan Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-Linear Low-Density Polyethyelene (LLDPE). Dibimbing oleh TITI CANDRA SUNARTI, INDAH YULIASIH, ANI SURYANI, dan SUTRISNO.

Plastik merupakan bahan kemasan yang banyak digunakan saat ini. Plastik memiliki keunggulan dalam hal sifat kekuatannya (kekuatan tarik, ketahanan sobek, dan ketahanan retak), bobotnya ringan, dan ketahanan terhadap bahan kimia, serta kemudahan dalam proses pembuatan kemasan, baik kemasan film maupun kemasan kaku. Sifat plastik juga mudah diatur atau dimodifikasi dengan menambahkan bahan tambahan plastik ataupun dengan mencampurnya dengan plastik jenis lain membentuk kemasan multi layer. Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan dihadapkan pada dua permasalahan penting, yaitu masalah sampah bekas kemasan dan semakin menipisnya bahan baku plastik berupa gas dan minyak bumi.

Pengembangan bahan kemasan berbasis bahan alam yang dapat didegradasi atau bioplastik banyak dilakukan untuk mengatasi masalah sampah plastik. Salah satu bahan terbarukan untuk bioplastik adalah bahan nabati seperti tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu merupakan sumber daya terbarukan dan bersifat dapat terurai secara alami. Penelitian pembuatan bioplastik dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya modifikasi, dan pencampuran dengan bahan nabati seperti pati ubi kayu atau tanaman sumber pati lainnya.

Penambahan tepung ubi kayu ke dalam linear low-density polyethylene (LLDPE) akan dihadapkan pada beberapa masalah. Tepung ubi kayu dan LLDPE merupakan dua bahan yang berbeda polaritasnya sehingga sulit untuk dicampurkan dengan baik. Tepung ubi kayu memiliki sifat mekanis yang rapuh dan kaku terutama saat kehilangan kandungan airnya. Pencampuran dua bahan yang berbeda sifatnya memerlukan bahan lain sebagai bahan penyetara atau kompatibiliser (compatibilize)r atau coupling agent. Penambahan plastisiser seperti gliserol dapat memperbaiki sifat rapuh dan kaku tepung ubi kayu. Dengan demikian pembuatan film komposit tepung ubi kayu-LLDPE memerlukan bahan kompatibiliser dan pemlastis (plasticizer).

Plastisiser ditambahkan untuk memperbaiki sifat mekanis pati dan serat yang ada pada tepung ubi kayu. Penambahan plastisiser akan mengubah tepung ubi kayu menjadi tepung ubi kayu termoplastik. Kompatibiliser dapat meningkatkan ikatan permukaan dan menurunkan tegangan kedua bahan. Kompatibiliser yang banyak digunakan pada berbagai penelitian diantaranya adalah maleic anhydride dengan inisiator dikumil peroksida, asam stearat, atau bahan lain.

(5)

5 Pembuatan tepung ubi kayu termoplastik dilakukan dengan penambahan gliserol 30 atau 40 persen bersama air sampai kadar air campuran 25 persen. Plastisasi dilakukan pada suhu 90 oC selama 15 menit menggunakan kneading-mixing machine pada putaran 52 rpm. Sementara komponding dilakukan dengan rasio tepung ubi kayu:LLDPE sebesar 20:80, 30:70, dan 40:60 pada suhu 190 oC dengan kompatibiliser asam stearat atau palm fatty acid distillate (PFAD) 5 dan 7 persen. Pada tahap formulasi juga ditambahkan polyoxyethylene stearate. Selanjutnya film komposit dibuat dengan teknik film blowing.

Rasio tepung ubi kayu:LLDPE, dosis gliserol dan kompatibiliser pada formulasi komposit tidak berpengaruh terhadap kadar air komposit. Sementara bobot jenis komposit dipengaruhi oleh rasio tepung:LLDPE, semakin banyak tepung ubi kayu maka bobot jenis komposit semakin tinggi, sementara kompatibiliser meningkatkan indeks laju alir komposit yang dihasilkan.

Tebal film komposit dipengaruhi oleh rasio tepung:LLDPE, dan kompatibiliser. Semakin banyak tepung ubi kayu yang digunakan maka film komposit yang diperoleh semakin tebal. Dosis gliserol berpengaruh pada tebal film menggunakan PFAD sebagai kompatibiliser tetapi tidak berpengaruh pada film komposit dengan kompatibiliser asam stearat. Film yang diperoleh dengan kompatibiliser asam stearat bisa lebih tipis yaitu 260 – 310 µm dibandingkan dengan kompatibiliser PFAD 250 – 870 µm.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa film plastik komposit memiliki nilai kuat tarik dan elongasi yang lebih kecil dibandingkan film LLDPE pada semua orientasi. Perlakuan rasio tepung ubi kayu termoplastik terhadap resin LLDPE berpengaruh nyata terhadap nilai kuat tarik dan elongasi pada orientasi machine direction dan transverse direction. Semakin tinggi jumlah tepung ubi kayu maka kuat tarik dan elongasi film komposit menurun. Dosis gliserol berpengaruh nyata terhadap nilai elongasi pada orientasi machine direction dan transverse direction. Peningkatan dosis gliserol mengakibatkan menurunnya nilai elongasi, baik pada rasio pencampuran 30:70 maupun 40:60. Dosis PFAD berpengaruh nyata terhadap nilai kuat tarik dan elongasi film sejajar arah mesin (MD) dan tegak lurus arah mesin (TD) Peningkatan dosis PFAD mengakibatkan penurunan nilai kuat tarik dan elongasi film sementara kuat tarik film komposit dengan kompatibiliser asam stearat hanya dipengaruhi oleh banyaknya tepung ubi kayu yang digunakan. Polyoxyethylene tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kuat tarik dan sifat optis film komposit yang dihasilkan.

Komposit yang dihasilkan memiliki nilai indeks laju alir 3.39 – 5.59 g/10 menit. Film komposit yang dihasilkan memiliki kuat tarik 2.75 - 5.65 MPa dengan perpanjangan putus 21.90 - 396.18 persen pada arah MD dan kuat tarik 1.29 – 4.51 MPa dengan perpanjangan putus 21.90 – 291.09 persen pada TD. Film komposit yang dihasilkan berwarna kecoklatan dan buram.

Perlu dikaji teknik compounding dan pembuatan film komposit yang lebih sesuai untuk formulasi yang ada sehingga dapat dihasilkan komposit dan film komposit yang lebih baik.

(6)

6

SUMMARY

SUGIARTO. Development of Thermoplasticized Cassava Flour-Linear Low-Density Polyethylene Composite Film. Supervised by TITI CANDRA SUNARTI, INDAH YULIASIH, ANI SURYANI, and SUTRISNO.

Plastic packaging material is widely used today. The advantages of plastic usage are its strength properties (tensile strength, tear resistance, and crack resistance), light, and resistant to chemicals, as well as ease to be processed as packaging material. The nature of plastic is also easily adjusted or modified by adding an plastic material additives or by mixing it with other types of plastic to be formed as multi-layer packaging. The use of plastic as a packaging material is faced with two important problems, namely the problem of the waste of used packaging and the depletion of plastic raw materials such as oil and gas.

The development of natural ingredient-based packaging material that can be degraded or bioplastics is done to address the problem of plastic waste. One of it is usage renewable plant materials for bioplastics such as cassava flour. Research in the field of bioplastics manufacturing was done in various ways, including modification and mixing with vegetable materials such as starch cassava starch or other plant sources.

The addition of cassava flour into linear low-density polyethylene (LLDPE) will be faced with several problems. Cassava flour and LLDPE are two materials that have incompatible polarity so it is difficult to be mixed. Cassava flour is brittle and stiff material, especially when they loss of water content. The addition of plasticizers such as glycerol can improve brittle and rigid nature of cassava flour. Mixing of two different materials in nature require other materials compatibilizer or coupling agent. Thus the composite film making cassava flour-LLDPE material requires compatibilizser and plasticizer.

Plasticizers are added to improve the mechanical properties of starch and fiber that is in cassava flour. The addition of plasticizers will transform cassava flour into thermoplastic cassava flour. Compatibilizer can increase the surface bonding and lowers the surface tension of both materials. Compatibilizer are widely used in various studies including the maleic anhydride with dikumil peroxide as initiator, stearic acid, or other ingredients.

Formulation of cassava flour, LLDPE resin, plasticizer and compatibilizer will affect the mechanical properties, and the ability of the composite film formation. It is thus necessary to investigate the influence of formulation on the properties of the composite films. This study aimed to obtain a formula for the of thermoplastic cassava flour-linear low-density polyethylene (LLDPE) composite bag films and the film characteristics.

(7)

7 Cassava flour:LLDPE ratio, glycerol and compatibilizer dosage in the composite formulation did not affect the water content of the composite pellet. While the specific gravity of the composite is influenced by the ratio of cassava flour:LLDPE, the higher cassava flour gave the higher the composite specific gravity, while compatibilizer was increased the melt flow index of the composite pellet.

The composite film thickness was influenced by the flour:LLDPE ratio, and compatibilizer dose. The higher cassava flour gave the thicker composite films. Glycerol dose affected the film thickness that using PFAD as compatibilizer but had no effect on the composite film with stearic acid. Films obtained by using stearic acid as compatibilizer had 260-310 µ m thickness compared to 250-810 µm that using PFAD as compatibilizer.

The test results showed that the composite films had tensile strength and elongation values smaller than LLDPE film at all orientations. Treatment of thermoplastic cassava flour:LLDPE resin significantly affected on tensile strength and elongation values of the films. The higher cassava flour contained composite film will be more rigid and brittle so that the tensile strength and elongasinya also declined. Gycerol Dose significantly affected the elongation of the composite film. Increasing glycerol dosage gave a decreasing on elongation. PFAD dosage significantly affected the tensile strength and elongation of the composite film. Increasing dosage of PFAD gave a decreasing on tensile strength and elongation of the composite film. Polyoxyethylene had no significant effect on tensile strength and optical properties of the composite films.

The composite film had a melt flow index of 3.39 to 5.59 g/10 min, a tensile strength of 2.75 - 5.65 MPa, with elongation at break at 21.90 - 396.18 percent in the direction parallel to the machine direction (MD) and tensile strength of 1.29 to 4.51 MPa with elongation at break at 21.90 - 291.09 per cent in the the machine transverse direction. The composite film produced has a brownish in color and opaque.

Compounding and film making techniques needs to be studied to increase the pellet and film composite characteristics.

(8)

8

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmuah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(9)

9

SUGIARTO

Disertasi

sebagai salah satu untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

PENGEMBANGAN FILM KOMPOSIT TEPUNG UBI KAYU

TERMOPLASTIK-

LINEAR LOW-DENSITY POLYETHYLENE

(10)

10

Penguji pada Ujian Tertutup:

1. Prof (R) Dr Ir Nur Richana, MSi. 2. Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA

Penguji pada Ujian Terbuka:

(11)

11 Judul Disertasi : Pengembangan Film Komposit Tepung Ubi Kayu

Termoplastik-Linear Low-Density Polyethyelene (LLDPE) Nama : Sugiarto

NIM : F361090111

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Indah Yuliasih, STP, MSi. Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi.

Anggota Ketua

Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr.

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Industri Pertanian

Prof Dr Ir Machfud, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr.

(12)

12

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pembuatan bahan kemasan komposit dari bahan nabati dan sintetis dengan judul Pengembangan Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-Linear Low-Density Polyethyelene (LLDPE).

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi., Dr Indah Yuliasih, STP, MSi., Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr., dan Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA, selaku komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan selama penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian dan penyelesaian disertasi.

2. Prof (R) Dr Ir Nur Richana, MSi, dan Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA, selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup serta Dr Asmuwahyu Saptorahardjo, dan Dr Ir Yohanes Aris Purwanto selaku dosen penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan disertasi.

3. Pimpinan Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB, Pimpinan Fakultas Teknologi Pertanian, IPB dan Pimpinan IPB yang telah memberikan ijin melanjutkan studi.

4. Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI atas bantuan beasiswa BPPS dan hibah penelitian melalui skema BOPTN. 5. Bapak Stephanus Adrian, Dr Asmuwahyu Saptorahardjo, beserta Tim R&D

PT Inter Aneka Lestari Kimia dan Ir Dede Purkon (PT Lotte Titan Nusantara Chemical) atas masukan dan saran untuk perbaikan rencana penelitian.

6. PT Inter Aneka Lestari Kimia atas bantuan bahan serta penggunaan fasilitas produksi dan analisis untuk pelaksanaan penelitian

7. PT Smart Tbk. atas bantuan PFAD.

8. Rekan-rekan dosen dan tenaga pendukung di Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB yang telah memberikan dukungan selama penulis melaksanakan tugas belajar.

9. Rivan Juniawan dan Bora Lasian Sianturi atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian.

10.Isteri penulis Hardian Ika Sakti, anak-anak penulis Salsabila Shafa, Farras Abiy, dan Dary Masy’al, ayah dan ibu, ayah dan ibu mertua, serta seluruh keluarga besar Poniso dan Soeharto atas segala dukungan, do’a, dan kasih sayangnya.

11.Rekan-rekan F36109: Ade Iskandar, Andes Ismayana, Christina Winarti, Ervina Meladewi, Faqih Udin, Ike Sitoresmi, Indrani, Juliza Hidayati, Kisroh Dwiyono, Meilita Sembiring, Mersi Kurniaty, Rahman Jaya, Rini Purnawati, Sidik Herman, Suharman, dan Syarifuddin terima kasih atas persaudaraan, kebersamaan, kerjasama, dan dorongan semangatnya.

Penulis menyadari karya ilimiah ini jauh dari sempurna. Kritik dan saran diharapkan untuk perbaikan diri penulis di masa datang. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

13

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

Kebaruan 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Ubi kayu 7

Pati termoplastik dan wood-plastic composite 8

Compatibilizer 9

Plasticizer 10

Antifog 11

3 METODE 13

Bahan 13

Alat 13

Tahapan Penelitian 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Karakteristik Bahan 20

Penentuan Kondisi Proses 22

Karakteristik Pelet Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE 26 Karakteristik Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE 35 Pengaruh formulasi terhadap karakter film komposit 47

5 SIMPULAN DAN SARAN 59

Simpulan 59

Saran 59

(14)

14

DAFTAR TABEL

1. Desain percobaan metoda permukaan respon 19 2. Hasil analisis proksimat tepung ubi kayu lolos ayakan 100 mesh 20

3. Karakteristik asam stearat 21

4. Komposisi PFAD 21

5. Pengaruh suhu terhadap karakter komposit 23 6. Pengaruh urutan pengumpanan terhadap karakter komposit 23 7. Pengaruh rasio tepung ubi kayu:LLDPE terhadap karakter komposit 24 8. Kadar air pelet komposit dengan kompatibiliser PFAD 26 9. Kadar air pelet komposit dengan kompatibiliser asam stearat 27 10. Specific gravity plastik komposit dengan kompatibiliser PFAD 27 11. Specific gravity plastik komposit dengan kompatibiliser asam stearat 28 12. 12 Indeks laju alir komposit (g/10 menit) dengan kompatibiliser PFAD 29 13. Indeks laju alir komposit (g/10 menit) dengan kompatibiliser asam

stearat 29

14. Parameter pengukuran Differential Scanning Calorimeter 34 15. Tebal film komposit (µ m) dengan kompatibiliser PFAD 35 16. Tebal film komposit (µ m) dengan kompatiliser asam stearat 38 17. Yellowness index dan opasitas film komposit dengan kompatibiliser

PFAD 39

18. Yellowness index dan opasitas film komposit dengan kompatibiliser

asam stearat 42

19. Hasil pengujian kuat tarik dan elongasi film komposit dengan

kompatibiliser PFAD 43

20. Hasil pengujian kuat tarik dan elongasi film komposit dengan

kompatibiliser asam stearat 43

(15)

15

DAFTAR GAMBAR

1. Struktur pati (Czigany et al. 200) 7

2. Rumus kimia amilopektin dan amilosa (Czigany et al. 2007) 8 3. Diagram alir pembuatan tepung ubi kayu termoplastik 14 4. Diagram alir proses pembuatan film komposit tepung ubi kayu

termoplastik-LLDPE 16

5. Diagram alir pembuatan film komposit untuk tahap formulasi 18 6. Produk tepung ubi kayu termoplastis dengan gliserol 30% (Juniawan

2014) 22

7. Komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE yang dihasilkan dengan kondisi proses penambahan tepung secara bersamaan (rasio 30:70, gliserol 30%, asam stearat 5%), suhu 190 oC dan waktu

komponding 20 menit (Juniawan 2014) 25

8. Grafik hubungan antara kadar air dengan specific gravity komposit 30 9. Grafik hubungan antara kadar air dengan indeks laju alir komposit 31 10. Grafik hubungan specific gravity dengan indeks laju alir 31 11. Pola kurva DSC tepung ubi kayu dan komposit 33 12. Grafik hubungan antara specific gravity dengan tebal film 36 13. Grafik hubungan antara indeks laju alir dengan tebal film 37 14. Morfologi permukaan film komposit tepung ubi kayu

termoplastik-LLDPE dengan rasio tepung ubi kayu:termoplastik-LLDPE=30:70, gliserol 30 %

dan kompatibiliser asam stearat 40

15. Spektrum FTIR tepung ubi kayu dan komposit tepung ubi

kayu-LLDPE 41

16. Grafik hubungan antara specific gravity dengan kuat tarik film

komposit arah MD 44

17. Grafik hubungan antara specific gravity dengan elongasi film

komposit arah MD 45

18. Grafik hubungan antara tebal dengan kuat tarik film komposit arah

MD 46

19. Grafik hubungan antara tebal film dengan elongasi film komposit

arah MD 46

20. Kekuatan seal film plastik komposit dengan kompatibiliser asam

stearat 47

21. Profil prediksi pengaruh formulasi terhadap indes laju alir komposit 48 22. Kurva permukaan respon dan plot kontur formulasi terhadap indeks

laju alir 50

23. Profil prediksi hubungan antara formulasi dengan kuat tarik 52 24. Kurva permukaan respon pengaruh formulasi terhadap kuat tarik 53 25. Kurva prediksi pengaruh formulasi terhadap modulus Young film

komposit 54

26. Permukaan respon dan plot kontur formulasi terhadap modulus

Young 54

(16)

16

(17)

17

DAFTAR LAMPIRAN

1. Prosedur analisis 67

2. Hasil Analisis Varian (ANOVA) pada parameter pelet komposit 74 3. Hasil Analisis Varian (ANOVA) pada parameter film komposit 77 4. Persamaan Regresi dan koefisien determinasi hubungan antar parameter

pada pelet komposit 84

5. Persamaan regresi dan koefisien determinasi hubungan antara parameter

(18)

18

DAFTAR ISTILAH

Amilopektin : fraksi polimer yang tersusun atas glukosa rantai cabang dengan ikatan α-1,4 glikosida pada rantai lurus dan ikatan α-1,6 glikosida pada percabangannya

Amilosa : fraksi polimer yang tersusun atas glukosa rantai cabang dengan ikatan α-1,4 glikosida

Amorf : struktur sekunder polimer yang tidak

beraturan (acak)

Antifog : bahan tambahan (aditif) yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan air yang menempel pada permukaan film sehingga mencegah terbentuknya kabut pada permukaan film polaritasnya yang tinggi sehingga lebih suka berikatan dengan molekul air

Hidrofobik : sifat suatu bahan yang disebabkan polaritasnya rendah sehingga tidak suka berikatan dengan cenderung menolak atau menahan molekul air

Indeks laju alir : ukuran kemudahan mengalir suatu bahan plastik ketika dipanaskan di atas titik lelehnya

Kompatibiliser (compatibilizer) : bahan aditif yang digunakan untuk memperbaiki interaksi antar muka antara dua yang tidak memiliki kesetaraan polaritas, sering pula disebut sebagai coupling agent.

Komponding : proses pencampuran sedemikian rupa untuk menghasilkan komposit

Kristalin : struktur sekunder polimer yang tersusun secara rapat dan beraturan

Kuat tarik (tensile strength) : ukuran kekuatan suatu bahan ketika menerima gaya tarik

LLDPE : linear low-density polyethylene, polimer polietilen densitas rendah dengan rantai cabang yang pendek

(19)

19 saling bebas dan mudah bergeser tempat (pelumas)

MD : machine direction atau arah sejajar dengan arah pembentukan film plastik pada proses film blowing

Modulus Young : suatu ukuran elastisitas suatu bahan ketika mendapat gaya tarik sebelum mencapai deformasi plastis, dinyatakan sebagai garis lurus dengan kemiringan tertentu

Opasitas : ukuran sifat optis suatu bahan untuk menahan cahaya yang melaluinya, semakin tinggi opasitas maka bahan semakin tidak bertambah panjang ketika mendapat gaya tarik sampai putus

PFAD : palm fatty acid distillad merupakan

campuran asam-asam lemak dan bahan volatil lain yang diperoleh sebagai hasil samping dari proses deodorisasi minyak sawit.

Suhu transisi gelas : suhu ketika terjadi perubahan struktur sekunder suatu bahan dari struktur kristalin menjadi struktur amorf.

Specific gravity : merupakan ukuran perbandingan densitas suatu bahan dengan densitas bahan pembanding

Termoplastik : ukuran suatu bahan mengalami perubahan bentuk (deformasi plastis) ketika mendapat perlakuan panas

Termoplastisasi : proses pengubahan sifat suatu bahan yang kaku menjadi bersifat termoplastik

Titik leleh : suhu yang mengindikasikan material mulai mengalami perubahan struktur dari fase kristalin atau semi kristalin ke fase amorf

TPS : pati yang diproses sedemikian rupa menjadi

bersifat termoplastik

TD : transverse direction atau arah tegak lurus terhadap arah pembentukan film plastik pada film blowing

Transluscent : kemampuan suatu bahan untuk meneruskan gelombang cahaya sehingga apa yang ada di balik film dapat terlihat secara samar Yellowness index : derajat kuning atau tingkat warna

(20)

20

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Plastik merupakan bahan kemasan yang banyak digunakan saat ini. Plastik memiliki keunggulan dalam hal sifat kekuatannya (kekuatan tarik, ketahanan sobek, dan ketahanan retak), bobotnya ringan, dan ketahanan terhadap bahan kimia, serta kemudahan dalam proses pembuatan kemasan, baik kemasan film maupun kemasan kaku (Barnetson 1996). Sifat plastik juga mudah diatur atau dimodifikasi dengan menambahkan bahan tambahan plastik ataupun dengan mencampurnya dengan plastik jenis lain sehingga membentuk kemasan multi layer. Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan dihadapkan pada dua permasalahan penting, yaitu masalah sampah bekas kemasan dan semakin menipisnya bahan baku plastik berupa gas dan minyak bumi. Di Indonesia saja menurut data BPS (2011) setiap tahun orang Indonesia membuang 700 lembar kantong plastik sementara persentase sampah plastik di DKI Jakarta mencapai 7.7 % bobot dari total sampah harian Jakarta yang mencapai 524 ton (Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta 2011).

Pengembangan bahan kemasan berbasis bahan alam yang dapat didegradasi atau bioplastik banyak dilakukan untuk mengatasi masalah sampah plastik. Penelitian penggunaan bahan alami terbarukan diantaranya telah dilakukan diantaranya dari kacang-kacangan oleh Salmoral et al. (2000), pati sagu oleh Yuliasih (2008), gluten oleh Song dan Zheng (2008), pati termodifikasi oleh Rivero et al. (2009), dan pati Pushpadass et al. (2010), dan pati ubi kayu dan onggok Permatasari (2010). Pemanfaatan bioplastik ini selain dapat mengatasi masalah sampah plastik juga dapat mengatasi masalah bahan karena bahan bioplastik merupakan bahan yang terbarukan. Salah satu bahan terbarukan untuk bioplastik adalah bahan nabati seperti tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu merupakan sumber daya yang terbarukan selain juga bersifat dapat terurai secara alami.

Penelitian pembuatan bioplastik dilakukan dengan berbagai cara. Modifikasi plastik sintetis dan pencampuran dengan pati termodifikasi dilakukan oleh Kim dan Lee (2002), Ning et al. (2007), Yuliasih (2008), dan Pushpadass et al. (2010). Pencampuran plastik daur ulang dengan pati jagung dilakukan oleh Pedroso dan Rosa (2005). Pencampuran polietilen dengan campuran tapioka dan onggok dilakukan oleh Permatasari (2010) dan Yuliasih et al. (2010).

Bahan baku yang dapat digunakan sebagai bahan baku bioplastik salah diantaranya adalah pati baik pati ubi kayu, pati jagung, pati sagu dan jenis pati lainnya. Penggunaan pati sebagai bahan baku memiliki keunggulan diantaranya harga yang relatif murah, dapat didegradasi, dan terbarukan (Song dan Zheng 2008) serta dampak lingkungannya rendah (Fang dan Hanna 2001). Pati yang digunakan dapat pula ditambahkan dengan serat dengan tujuan untuk memperbaiki sifat mekanis komposit yang dihasilkan.

(21)

21 tujuan memperbaiki sifat mekanis komposit yang dihasilkan. Dengan alasan tersebut pada penelitian ini dicoba menggunakan bahan berupa tepung ubi kayu tanpa melalui ekstraksi pati sehingga dihasilkan tepung ubi kayu yang mengandung pati dan serat serta bahan-bahan lain yang terkandung di dalam umbi ubi kayu seperti sedikit protein dan lemak. Pemilihan tepung ubi kayu juga didasarkan pada produksi ubi kayu nasional yang cukup tinggi, yaitu mencapai 24 juta ton per tahun (BPS 2011).

Penambahan tepung ubi kayu ke dalam plastik konvensional seperti linear low-density polyethylene (LLDPE) akan dihadapkan pada beberapa masalah. Tepung ubi kayu dan LLDPE merupakan dua bahan yang sifatnya berlainan sehingga sulit untuk dicampurkan dengan baik. Tepung ubi kayu memiliki sifat mekanis yang rapuh dan kaku terutama saat kehilangan kandungan airnya. Penambahan plastisiser seperti gliserol dapat memperbaiki sifat rapuh dan kaku tepung ubi kayu. Pencampuran dua bahan yang berbeda sifatnya memerlukan bahan lain sebagai bahan penyetara atau kompatibiliser (compatibilizer atau coupling agent. Dengan demikian pembuatan film komposit tepung ubi kayu-LLDPE memerlukan bahan pemlastis (plasticizer) dan kompatibiliser.

Plastisiser ditambahkan untuk memperbaiki sifat mekanis pati dan serat yang ada pada tepung ubi kayu. Penambahan plastisiser akan mengubah tepung ubi kayu menjadi tepung ubi kayu termoplastik. Menurut Ishiaku et al. (2002) pati yang ditambahkan plastisiser menjadi lebih tahan terhadap deformasi dapat mengurangi kerusakan. Pati termoplastik juga lebih tahan terhadap temperatur tinggi sampai 160 oC (de Vlieger 2003 di dalam Advenainen 2003). Plastisiser yang ditambahkan membentuk ikatan dengan pati atau serat melalui reaksi antara gugus hidroksil dari plastisiser dengan gugus hidrogen pada pati atau hanya berupa ikatan hidrogen saja. Salah satu plastisiser adalah air yang dapat ditambahkan sebanyak 10-20 % dan secara opsional dapat ditambah dengan pelarut dan aditif lain (Morawietz 2006), diantaranya adalah gliserol (Corradini et al. 2007).

Pencampuran bahan nabati seperti tepung ubi kayu termoplastik dengan resin sintetis seperti LLDPE diharapkan dapat saling menutupi kelemahan sifat mekanis dan sifat lain keduanya (Tena-Salcido et al. 2008 dan Escamilla et al. 2011). Peningkatan LDPE misalnya dapat meningkatkan kuat tarik dan perpanjangan putus film komposit yang dihasilkan (Prachayawarakorn et al. 2010) sementara penambahan pati akan menurunkan indeks laju alir (MFI), kuat tarik, dan perpanjangan putus (elongasi) komposit (Pedroso dan Rosa 2005).

(22)

22

Kedua bahan tersebut tidak tergolong sebagai bahan yang food grade sehingga penggunaannya untuk kemasan pangan seperti kemasan atmosfir termodifikasi akan terkendala regulasi dan alasan keamanan pangan.

Salah satu bahan kompatibiliser yang dapat digunakan adalah asam stearat (Kim et al. 2006). Enriquez et al. (2010) menggunakan asam stearat sebagai compatibilizer untuk membuat plastik komposit dari campuran high density polyethylene dengan sabut kelapa. Asam stearat memiliki keunggulan selain berasal dari sumber nabati yang terbarukan yaitu dihasilkan dari minyak sawit. Asam stearat telah banyak digunakan sebagai salah satu komponen bahan tambahan pangan sehingga penggunaannya sebagai kompatibiliser pada kemasan pangan tidak akan terkendala masalah regulasi keamanan pangan.

Palm fatty acid distillate (PFAD) merupakan hasil samping industri minyak goreng sawit. Komponen PFAD terutama adalah asam-asam lemak minyak sawit dan senyawa lain yang terdapat pada minyak sawit mentah selain trigliserida seperti senyawa keton dan aldehida. Berdasarkan kandungan kimianya, diduga PFAD akan memiliki efek kompatibiliser sebagaimana halnya asam stearat. PFAD juga biasa digunakan sebagai aditif yang bersifat food grade sehingga pada penelitian ini dicoba pula aplikasinya sebagai kompatibiliser.

Penggunaan film plastik LLDPE untuk kemasan buah dan sayur segar dihadapkan pada kendala rendahnya permeabilitas uap air film LLDPE. Permeabilitas uap air yang rendah menyebabkan tertahannya uap air hasil respirasi buah dan sayur pada permukaan dalam film kemasan sehingga terbentuk lapisan seperti kabut. Terbentuknya kabut menyebabkan berkurangnya nilai estetika dari buah dan sayur terkemas serta mendorong peningkatan pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mempercepat kerusakan buah dan sayur.

Pembentukan kabut dapat dikurangi dengan menambahkan bahan antifog berupa surfaktan. Surfaktan ini akan mengikat uap air yang menempel pada permukaan film kemasan kemudian mendifusikannya melalui film kemasan dan melepaskannya ke lingkungan luar. Dengan demikian selain mencegah pembentukan kabut, penambahan surfaktan sebagai antifog juga meningkatkan permeabilitas uap air dari film kemasan sehingga menekan penumpukan air di dalam kemasan dan pada akhirnya dapat memperpanjang umur pajang dari buah dan sayur yang terkemas di dalamnya.

Surfaktan yang sesuai untuk penggunaan sebagai antifog pada film plastik adalah surfaktan non-ionik dengan nilai HLB (hydrophilic-liphophilic balance) rendah, yaitu sekitar 4. Surfaktan dengan HLB rendah akan cenderung bersifat hidrofobik sehingga akan terikat lebih baik pada resin LLDPE yang bersifat hidrofobik dibandingkan dengan air. Dengan demikian surfaktan ini akan tetap tertahan di dalam matriks LLDPE dan tidak terbawa air berdifusi menuju bagian luar kemasan sehingga efek antifog-nya akan tetap terjaga.

Formulasi tepung ubi kayu, resin LLDPE, plastisiser dan kompatibiliser akan mempengaruhi sifat mekanis, permeabilitas gas, dan kemampuan pembentukan film komposit yang dihasilkan. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh formulasi terhadap sifat film komposit yang dihasilkan.

(23)

23 sementara film komposit dibuat menggunakan metoda kempa panas (hot press). Penelitian dilakukan pada skala pilot plant agar diperoleh gambaran pemanfaatan hasil penelitian untuk aplikasi industri plastik. Pembuatan tepung ubi kayu termoplastik dan komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dilakukan dengan menggunakan kneading-mixing machine berkapasitas 4 kg seperti yang digunakan industri plastik untuk membuat masterbatch plastik sementara pembuatan film komposit dilakukan dengan menggunakan film blowing line seperti yang digunakan industri plastik untuk membuat kantong film plastik.

Perumusan Masalah

Pengurangan sampah plastik dan penggunaan plastik sintetis coba dilakukan dengan membuat film komposit tepung ubi kayu-LLDPE. Harapan dari pembuatan film komposit ini adalah didapatnya film komposit dengan sifat mekanis yang baik dan memiliki kemampuan terdegradasi secara biologis sehingga efek negatif sampah plastik bagi lingkungan dapat dikurangi. Kemampuan biodegradasi ini disumbangkan oleh penggunaan tepung ubi kayu di dalam komposit. Adanya kandungan tepung ubi kayu ini diharapkan juga mendorong percepatan degradasi bagian LLDPE-nya sehingga mengurangi efek buruk bagi lingkungan.

Penggunaan tepung ubi kayu diharapkan dapat diperoleh film komposit yang baik karena masih mengandung serat disamping pati sebagai komponen terbesarnya. Serat pada tepung ubi kayu diharapkan dapat memperbaiki kuat tarik film komposit yang dihasilkan. Penggunaan asam stearat atau campuran asam-asam karboksilat dari minyak sawit (PFAD) diharapkan dapat menghasilkan komposit yang memiliki sifat mekanis yang baik sesuai untuk penggunaan sebagai kemasan buah dan sayur, tergolong sebagai bahan kemasan yang food grade atau memenuhi kriteria GRAS (generally recognized as safe), juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan kompatibiliser impor seperti maleic anhydride dan dikumil peroksida. Asam stearat dan PFAD merupakan bahan yang biasa digunakan dalam industri pangan dan kosmetika sehingga penggunaannya sebagai kompatibiliser akan aman untuk kemasan pangan. Keunggulan lain dari asam stearat dan PFAD adalah terbarukan karena keduanya merupakan produk nabati.

Pada komposit ditambahkan surfaktan non-ionik berupa polyoxyethylene stearate dengan nilai HLB 4 untuk meningkatkan permeabilitas uap air film komposit yang dihasilkan. penambahan surfaktan ini untuk mengantisipasi pengembangan dan aplikasi lebih lanjut film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE sebagai kemasan buah dan sayur segar pada kondisi atmosfir termodifikasi.

(24)

24

film blowing. Pengukuran sifat mekanis dan optis bermanfaat untuk menentukan potensi aplikasi film komposit yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula optimum film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dan karakteristiknya. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan kondisi proses pembuatan tepung ubi kayu termoplastik dan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE.

2. Mendapatkan formula (rasio tepung ubi kayu:LLDPE, plastisiser, dan kompatibiliser) film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dan karakteristiknya.

3. Mendapatkan formula optimum untuk menghasilkan film komposit yang memenuhi kriteria sebagai bahan kantong belanja (grocery bag).

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian pembuatan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE ini dibatasi pada:

1. Bahan baku tepung ubi kayu dengan bahan plastisiser gliserol dengan kompatibiliser yang digunakan adalah asam stearat dan PFAD, dan surfaktan polyoxyethylene stearate.

2. Pengujian yang dilakukan meliputi kadar air, specific gravuty, dan indeks laju alir untuk komposit, sementara untuk film komposit meliputi sifat mekanis (kuat tarik dan perpanjangan putus) dan sifat optis (yellowness index dan opasitas).

Kebaruan

(25)

25

2

TINJAUAN PUSTAKA

Polimer konvensional pada umumnya dibuat dari minyak bumi seperti misalnya poliolefin. Plastik berbasis poliolefin banyak digunakan untuk bahan kemasan dan keperluan lain karena murah, kuat, tahan terhadap pelarut, tahan air, dan tahan terhadap physical aging (penurunan sifat fisik). Ketahanan plastik poliolefin tersebut selain menjadi keunggulan ternyata juga menjadi masalah lingkungan jangka panjang. Pada tahun 2002, diduga 41 % produksi plastik digunakan oleh industri kemasan dan 47 %-nya adalah untuk kemasan pangan (Ray dan Bousmina 2005).

Bahan kemasan berbahan baku minyak bumi pada umumnya bersifat non-recycleable atau secara ekonomi tidak layak untuk recycle sehingga menumpuk sebagai sampah yang tidak dapat didegradasi. Mikroba yang terdapat di tanah tidak mampu mendegradasi plastik konvensional (Mueller 2006) sehingga sampah plastik bertahan dalam waktu lama sebagai pencemar lingkungan (Shimano 2001). Penimbunan sampah menyebabkan gangguan pada penduduk di sekitarnya dan semakin mahal dan sulit dilakukan karena penolakan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi TPA (tempat pembuangan akhir).

Pengolahan kembali plastik merupakan salah satu penyelesaiannya. Namun pengolahan kembali plastik memiliki kelemahan berupa penurunan sifat fisik-mekanisnya (Scott 2000). Sampah plastik juga dapat dibakar menggunakan incinerator, namun cara ini menimbulkan masalah emisi gas rumah kaca serta gas-gas beracun yang dihasilkan selama pembakaran, misalnya pada pembakaran PVC dihasilkan furan dan dioksin (Jayasekara et al. 2005).

Pengolahan secara biologis seperti pengomposan dapat menjadi alternatif lain dalam penanganan sampah kemasan. Pada pengolahan secara biologis ini mikroba dimanfaatkan untuk mendegradasi biomassa mengikuti siklus karbon secara alami (Scott 2000). Namun demikian cara ini tidak mungkin dilakukan pada poliolefin dan plastik sintetis lainnya karena sifatnya yang tidak dapat didegradasi secara biologis, bahkan keberadaan sampah plastik dapat menekan perkembangan dan aktivitas mikroba pengurai di dalam tanah. Dengan demikian perlu dilakukan pembuatan plastik yang dapat dikomposkan dengan cara modifikasi secara kimia atau mencampur dengan polimer alami seperti pati, poli asam laktat (PLA), atau selulosa (Vroman and Tighzert 2009) yang dikenal sebagai biopolimer.

(26)

26

Plastik biodegradable dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu campuran, komposit, dan modifikasi material dasar. Campuran merupakan hasil pencampuran dua atau lebih polimer yang mungkin miscible atau immiscible, kompatibel atau tidak kompatibel, misalnya campuran pati dengan polietilen. Komposit adalah matriks polimer yang diberikan bahan pengisi atau fase sekunder seperti partikel silika, karbon atau serat alami yang didispersikan di dalamnya (Maniar 2004). Modifikasi suatu bahan dasar adalah cara yang umum dan dapat dilakukan secara batch menggunakan reaktor atau menggunakan proses ekstrusi, seperti yang dilakukan pada pati. Polimer pati termoplastik dapat dibuat secara ekonomis dari berbagai sumber pati dapat diklasifikasikan sebagai polimer biodegradable.

Ubi kayu

Ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan tanaman sumber pati yang dihasilkan di berbagai daerah di Indonesia. Ubi kayu mudah tumbuh di lahan yang kurang subur dengan produktivitas yang baik sehingga penyebaran penanamannya sangat luas. Produksi ubi kayu Indonesia stabil bahkan sedikit meningkat dari 21.76 ton pada tahun 2008 menjadi 21.99 juta ton pada tahun 2009 (BPS 2011).

Umbi ubi kayu mengandung sekitar 25-28 % pati dan 10 % serat. Pada pengolahan ubi kayu menjadi tapioka, dapat diperoleh sekitar 20-25 % tapioka dan sekitar 11 % onggok (Dziedzic dan Kearsley 1995 dan Supriyati 2009). Umbi ubi kayu juga mengandung sedikit lemak, protein, dan abu, bahkan komponen ini masih terdapat pada tapioka sebagai hasil ekstraksinya, yaitu sebesar 0.08-1.54 % lemak, 0.03-0.06 protein dan 0.02-0.33 % abu (Rickard et al. 1991).

Gambar 1 Struktur pati (Czigany et al. 2007)

Pati tersusun dari dua kelompok polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer glukosa yang memiliki struktur rantai lurus yang terbentuk melalui ikatan glikosida α-(1,4), sementara amilopektin tersusun dari glukosa yang berikatan glikosida α-(1,4) dengan rantai cabang

hilum garis kristal

heliks ganda garis amorf

(27)

27 melalui ikatan glikosida α-(1,6). Struktur pati dan rumus bangun amilosa dan amilopektin ditampilkan pada Gambar 2.

Amilopektin amilosa

Gambar 2 Rumus kimia amilopektin dan amilosa (Czigany et al. 2007)

Serat atau selulosa yang terkandung di dalam onggok juga merupakan karbohidrat yang tersusun dari glukosa sebagai monomernya. Ikatan glikosida yang terdapat pada selulosa adalah ikatan glikosida β-(1,4). Ikatan glikosida yang berbeda ini memberikan karakter selulosa yang berbeda dengan pati. Selain berbeda pada sifat daya cernanya juga berbeda dalam sifat fisik mekanisnya, selulosa lebih kuat dan kaku dibandingkan dengan pati.

Pati termoplastik dan komposit plastik

Penggunaan pati sebagai bahan bioplastik sudah dimulai sejak tahun 1970 (Curvelo et al. 2001). Keunggulan penggunaan pati sebagai bahan bioplastik adalah murah, tersedia dalam jumlah besar, terbarukan, dan terdapat dalam berbagai produk dan hasil samping pertanian. Pati dapat digunakan sebagai bioplastik dalam bentuk pati alami, pati termodifikasi, dan pati termoplastis. Pada berbagai penelitian yang telah dilakukan, pati dapat diproses tersendiri menjadi film pati termoplastik ataupun ditambahkan ke dalam polimer lain untuk membentuk plastik komposit.

(28)

28

struktur pati sehingga memungkinkan terjadinya rekristalisasi yang menyebabkan rapuhnya pati termoplastik (Huneault, Li 2007).

Kandungan amilosa dan waktu aging berpengaruh terhadap Modulus Young, kuat tarik, elongasi dan penyerapan air (Chaudhary et al. 2009). Kadar amilosa yang rendah menghasilkan pati termoplastik dengan Modulus Young yang tinggi dibandingkan dengan pati termoplastik dengan kandungan amilosa tinggi (de Graff et al. 2003)

Beberapa penelitian dilakukan untuk mengatasi kelemahan pati termoplastik, diantaranya adalah dengan pembuatan komposit. Komposit dapat dibuat dengan mencampur pati termoplastik dengan plastik konvensional seperti polietilen densitas rendah, polietilen linier densitas rendah, poli asam laktat (Leadprathom et al. 2010) dengan hasil yang cukup memuaskan. Komposit juga dibuat dengan mencampurkan pati termoplastik dengan serat kapas (Prachayawarakorn et al. 2010), selulosa, onggok, bahkan dengan bahan tambang seperti montmorilonit (Azeredo 2009). Teixeira (2001) membuat film termoplastis dari pati ubi kayu, onggok, dan tepung ubi kayu, sementara Permatasari (2010) membuat komposit dari campuran tapioka-onggok termoplastis dengan polietilen, dan Widyasari (2010) membuat komposit onggok termoplastis dengan polietilen.

Secara umum plastik komposit merupakan komposit antara resin plastik konvensional seperti PP, PE, poli ester, atau plastik lainnya dengan bahan alami baik berupa pati, serat, atau bahan lignoselulosa. Serat alami seperti kayu, jute, sisal dan flax sudah sejak lama digunakan sebagai bahan pengisi pada plastik (Mohanty et al. 2005 dan Saputra et al. 2007). Saat ini, hasil samping kegiatan pertanian seperti jerami rye banyak dimanfaatkan sebagai bahan pengisi plastik.

Pembuatan plastik untuk keperluan struktural dapat menggantikan penggunaan kayu, baik sebagai bahan untuk jendela, bingkai jendela, railing tangga, serta penggunaan lainnya. Dengan demikian penggunaan komposit plastik dapat memanfaatkan limbah kayu dan pertanian, menekan biaya, meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, dan mempertahankan hutan hujan tropis (Lechner 2008).

Pembuatan komposit plastik dengan pati ataupun bahan lignoselulosa memperbaiki sifat biodegradabilitas plastik serta memperbaiki kelemahan pati atau lignoselulosa dalam hal sifat mekanis. Namun demikian pencampuran ini akan dihadapkan pada masalah ketidak setaraan sifat kedua bahan yang dicampurkan. Umumnya plastik konvensional bersifat hidrofobik sementara pati dan lignoselulosa bersifat hidrofilik sehingga sulit untuk dapat dicampurkan dengan sempurna. Pencampuran dua bahan yang tidak setara sifat hidrofilitasnya memerlukan bahan tambahan yang dapat menghubungkan atau menyambungkan keduanya (coupling agent) atau biasa disebut sebagai kompatibiliser (compatibilizer) (Saputra et al. 2007).

Kompatibiliser

(29)

29 pelekatan (adhesion). Penambahan bahan kompatibiliser menghasilkan dispersi yang lebih halus sehingga morfologinya lebih baik. Kompatibiliser bekerja dengan membentuk ikatan intermolekul antara kedua polimer yang tidak setara (Metha dan Jain 2007) sehingga terbentuk ikatan seperti ikatan silang (cross linking) antara keduanya (Lechner 2008). Ketika ikatan silang terjadi maka terbentuklah molekul yang lebih besar dengan kompatibiliser sebagai jembatan yang pada kedua ujungnya mengikat kedua jenis polimer yang tidak setara sifat hidrofilitasnya. Dengan demikian terjadilah penurunan energi permukaan antara kedua polimer sehingga keduanya dapat bercampur dengan lebih baik.

Kompatibiliser berfungsi karena memberikan atau menyediakan gugus hidrofilik pada resin plastik sintetis yang bersifat hidrofobik. Gugus hidrofilik inilah yang akan berikatan dengan pati atau lignoselulosa. Bahan yang dapat digunakan sebagai kompatibiliser untuk komposit pati-plastik ataupun lignoselulosa-plastik di antaranya adalah asam akrilat, etilen asam akrilat, dan maleat anhidrida (Christianty 2009), poli (difenilmetana diisosianat), asam stearat, dan kombinasinya (Saputra et al. 2007), serta berbagai merek dagang yang diproduksi oleh PolyGroup, DuPont, Danisco serta pabrikan lainnya.

Plastisiser

Plastisiser (plasticizer) memegang peranan penting pada pembuatan pati termoplastik dan kompositnya. Plastisiser merupakan bahan organik yang ditambahkan ke dalam polimer untuk memberikan sifat fleksibel dan kemampuan mulur pada polimer. Kedua sifat tersebut diperlukan untuk memudahkan proses pencetakan dan blowing polimer serta menjaga agar film yang dihasilkan tidak mudah retak atau pecah. Penggunaan plastisiser juga memberikan pengaruh yang merugikan, yaitu menyebabkan sifat lunak (soft) dan lemah pada polimer (Kalambur dan Rizvi 2006). Penambahan plastisiser, baik jenis dan jumlahnya pada polimer perlu dipertimbangkan dengan baik untuk mendapatkan manfaat yang diinginkan dan menghindari pengaruh buruk sampai batas tertentu. Pemilihan plastisiser dapat didasarkan pada polaritas, struktur molekul, serta pada kualitas dan sifat produk yang diharapkan, dan biaya yang diperlukan.

Mekanisme kerja plastisiser untuk meningkatkan fleksibilitas polimer adalah dengan meningkatkan volume bebas polimer sebagai akibat dari bobot molekul plastisiser yang lebih rendah dibandingkan polimernya. Adanya plastisiser menyebabkan jarak antara molekul-molekul polimer menjadi lebih jauh (Surdia, Saito 1985) sehingga gerak segmental rantai polimer menjadi lebih baik. Plastisiser dapat mengurangi kekuatan intermolekuler ekstensif dan meningkatkan mobilitas rantai polimer sehingga fleksibilitas polimer meningkat (Song dan Zheng 2008).

Penambahan plastisiser pada plastik dapat meningkatkan daya alir dan sifat termoplastik dengan penurunan viskositas, temperatur transisi gelas, temperatur pelelehan, dan modulus elastisitasnya (Chanda dan Roy 2007). Peningkatan dosis gliserol dari 29 menjadi 40 % pada pati gandum dapat menurunkan temperatur transisi gelasnya.

(30)

30

air, asam laktat, oligosakarida, dan poliol (Cuq et al. 1997 dan Pouplin et al. 1999). Air juga dapat berfungsi sebagai plastisiser tetapi kurang baik daya plasticizing-nya terutama disebabkan karena air mudah menguap pada temperatur operasi sehingga menghasilkan pati termoplastis yang rapuh (Liu et al. 2009).

Penambahan plastisiser menyebabkan penurunan sifat mekanis plastik sehingga menjadi soft dan weak (Kalambur dan Rizvi 2006). Peningkatan dosis gliserol menurunkan Modulus Young (Mali et al. 2005) yang disebabkan matriks film menjadi kurang kuat akibat pergerakan rantai polimer yang lebih bebas (Mali et al. 2005).

Antifog

Penggunaan plastik sebagai kemasan buah segar yang disimpan pada temperatur rendah menyebabkan terbentuknya kabut pada permukaan plastik. Kabut tersebut terjadi akibat adanya uap air yang dihasilkan selama respirasi buah bertemu dengan permukaan plastik yang dingin sehingga terkondensasi. Kabut yang terjadi menyebabkan plastik kehilangan sifat transparan atau translusennya sehingga menurunkan nilai estetikanya. Keberadaan kabut juga dapat meningkatkan peluang kerusakan mikrobiologis produk yang dikemas.

Pembentukan kabut pada permukaan plastik kemasan yang akan digunakan pada temperatur rendah, perlu dicegah dengan penambahan bahan anti kabut. Penambahan bahan anti kabut ini akan menurunkan energi permukaan antara butiran air dengan permukaan plastik. Penurunan energi permukaan ini akan menurunkan sudut kontak antara butiran air dengan permukaan plastik yang berarti meningkatkan sifat wettability dari plastik tersebut (Schneider et al. 2004).

Minimisasi pembentukan kabut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan additif internal dan pelapis luar (external coating). Antifog aditif internal pada umumnya menggunakan surfaktan non-ionik yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan droplet air sehingga sudut kontak droplet air pada permukaan plastik akan turun dan air mudah menyebar pada permukaan plastik sehingga tidak terbentuk kabut. Surfaktan non-ionik merupakan surfaktan yang gugus hidrofiliknya tidak bermuatan tetapi memiliki sifat larut dalam air karena polaritasnya tinggi, seperti polioksietilen (POE atau R—OCH2CH2O—) dan kelompok polialkohol seperti gula (Myers 2006).

Penggunaan surfaktan non-ionik sebagai antifog internal memiliki kelemahan, yaitu sifat polaritasnya. Plastik konvensional kelompok poliolefin umumnya bersifat non polar sehingga surfaktan non-ionik yang digunakan memiliki kecenderungan bermigrasi menuju permukaan plastik. Surfaktan non-ionik lebih cocok digunakan pada plastik yang lebih polar seperti poli ester.

(31)
(32)

32

3

METODE

Bahan

Bahan untuk pembuatan tepung ubi kayu termoplastik adalah tepung ubi kayu yang diperoleh dari petani di Kabupaten Sukabumi, gliserol (refined glicerine) dengan kadar air 0.5 %, dan air industri. Resin linear low density polyethylene (LLDPE) yang digunakan adalah Asrene UF 1810 dengan indeks laju alir 0.8-1.2 g/10 menit dan UI 2420 dengan indeks laju alir 20 g/10 menit yang diperoleh dari PT Chandra Asri Petrochemical Tbk., sementara bahan kompatibiliser yang digunakan adalah palm fatty acid distillate (PFAD) yang diperoleh dari PT Smart Tbk. dan asam stearat Edenor ST 05MMY. Surfaktan yang digunakan adalah polyoxyethylene stearate dengan nilai HLB 4 dari Croda.

Alat

Alat yang digunakan untuk persiapan tepung ubi kayu adalah disc mill dan vibrating screen. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung ubi kayu termoplastik dan film komposit adalah mesin kneading-mixing machine (compression-type kneading and mixing machine) model ML-5L dengan kapasitas 4-5 kg, mesin crusher tipe FBR 7.5, hopper dryer kapasitas 20 kg dan mesin film blowing line produksi CV Varia Kebumen dengan die spesifikasi untuk film LLDPE. Alat-alat analisis yang digunakan yaitu moisture analyzer tipe AND MS-70 untuk analisis kadar air plastik, pengukur melt flow index tipe Frank untuk analisis indeks laju alir, Universal TestingMachine dari Lloyd Instrument untuk analisis kuat tarik (tensile strength) dan elongasi (elongation) film serta spektrofotometer Gretagmacbeth Color i5 untuk pengukuran yellowness index dan opasitas film.

Tahapan Penelitian Persiapan dan Karakterisasi Bahan

Penelitian diawali dengan melakukan pengecilan ukuran pada tepung ubi kayu dengan menggunakan disc mill dan vibrating screen sehingga diperoleh tepung ubi kayu lolos ayakan 100 mesh. Selanjutnya karakterisasi dilakukan pada tepung ubi kayu meliputi kadar air (AOAC 1999), kadar abu (AOAC 1999), kadar lemak (AOAC 1995), kadar protein (AOAC 1995), kadar serat kasar (AOAC 1995), kadar pati (Apriyantono et al. 1989) dan kadar amilosa (AOAC 1994). Prosedur analisis karakterisasi tepung ubi kayu disajikan pada Lampiran 1. Karakterisasi juga dilakukan pada PFAD untuk mengetahui komponen asam lemak penyusunnya dengan menggunakan gas kromatografi, sedangkan komponen asam lemak dari asam stearat berdasarkan certificate of analysis (CoA) dari perusahaan produsennya.

(33)

33 tepung ubi kayu (Permatasari 2010, dan Widyasari 2010), sementara air ditambahkan sampai kadar air awal campuran adalah 25 % . Penambahan air ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Lee (2009) untuk menghasilkan pati termoplastis yang baik dan tidak berwarna gelap. Tepung ubi kayu, gliserol, dan air dicampur menggunakan super mixer agar gliserol dan air dapat tercampur merata dengan tepung ubi kayu sebelum dilakukan proses termoplastisasi 3 jam setelahnya. Skala proses yang digunakan ditetapkan berdasarkan jumlah bobot tepung ubi kayu dan gliserol, yaitu 4 kg. Selanjutnya dilakukan termoplastisasi dengan kondisi proses menurut Permatasari (2010) yang dimodifikasi dengan menggunakan kneading-mixing machine pada temperatur 90 o

C dengan putaran rotor 52 rpm selama 15 menit sampai dihasilkan gumpalan tepung ubi kayu termoplastik. Gumpalan tepung ubi kayu termoplastik yang berbentuk seperti gumpalan karet dikeluarkan dari kneading-mixing machine dan dipotong-potong agar cepat dingin. Setelah mencapai temperatur kamar, gumpalan digiling menggunakan crusher sehingga diperoleh pelet atau chips tepung ubi kayu termoplastik lolos lubang ayakan 5 mm agar mudah diproses selanjutnya. Diagram alir pembuatan tepung ubi kayu termoplastik ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir pembuatan tepung ubi kayu termoplastik (modifikasi Permatasari 2010)

Gliserol 30 dan 40%

Air Tepung ubi kayu

Lolos ayakan 100 mesh

Pencampuran

Supermixer, 1 menit, temperatur kamar

Kadar air campuran 25 %

Termoplastisasi Kneading-mixing machine

52 rpm, 90 oC, 15 menit

Pendinginan dan pengecilan ukuran Temperatur kamar, lolos ayakan  5

mm

(34)

34

Penentuan Kondisi Proses Komponding dan Film komposit

Tahapan penelitian berikutnya adalah penentuan kondisi proses komponding (pembuatan komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE) dan rasio tepung ubi kayu:LLDPE yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya. Kondisi proses komponding dicobakan pada berbagai formulasi tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dan film kompositnya dilakukan dengan rasio tepung ubi kayu:resin LLDPE 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, dan 20:80. Rasio ini dipilih berdasarkan berbagai penelitian sebelumnya (Permatasari 2010, Widyasari 2010, Waryat 2013). Skala proses yang dilakukan ditetapkan berdasarkan jumlah bobot tepung ubi kayu dan resin LLDPE, yaitu 4 kg. Kondisi proses komponding yang dicoba adalah kecepatan putar rotor kneading-mixing machine tetap pada 52 rpm dan temperatur kneading-mixing machine (rotor dan chamber) divariasikan pada temperatur 150 – 190 oC. Komposit yang dihasilkan diamati keseragaman hasil campuran dan warnanya secara visual. Kondisi proses film blowing ditentukan dengan pengoperasian film blowing line dengan variasi temperatur pada ekstruder dan die sehingga dapat dihasilkan film yang paling tipis dan paling lebar. Hasil rasio tepung ubi kayu:resin LLDPE yang terpilih digunakan sebagai perlakuan pada penelitian tahap berikutnya.

Pembuatan Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE

Proses pembuatan kantong plastik komposit diawali dengan mencampurkan resin LLDPE dan tepung ubi kayu termoplastik dengan bahan kompatibiliser (asam stearate atau PFAD) di dalam kneading-mixing machine chamber. Rasio pencampuran antara tepung ubi kayu dan resin LLDPE pada pembuatan plastik komposit adalah rasio terbaik pada tahap sebelumnya, yaitu 20:80 dan 30:70 untuk kompatibiliser asam stearat dan 30:70 dan 40:60 untuk kompatibiliser PFAD. Skala proses yang dilakukan ditetapkan berdasarkan jumlah bobot tepung ubi kayu dan resin LLDPE, yaitu 4 kg. Dosis penggunaan bahan kompatibiliser baik untuk asam stearat maupun PFAD adalah 5 dan 7 % dari bobot resin LLDPE. Hasil dari proses pencampuran yaitu berupa gumpalan komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE. Pengecilan ukuran dilakukan pada gumpalan tersebut setelah kondisinya dingin dan keras dengan menggunakan crusher, sehingga diperoleh pelet komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE lolos ayakan diameter 5 mm.

(35)

35 Karakterisasi Film Komposit Tepung Ubi Kayu Termoplastik-LLDPE

Karakterisasi yang dilakukan pada serpihan plastik komposit meliputi kadar air, specific gravity dan indeks laju alir. Analisa kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture analyzer sesuai standar ISO 787-2 (1995). Analisa specific gravity dilakukan untuk mengetahui densitas bahan sesuai standar JIS K-7112 (1999). Analisis indeks laju alir dilakukan untuk mengetahui laju alir lelehan bahan sesuai standar ASTM D-1238 (1991).

Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE

Karakterisasi Resin LLDPE Pelet tepung ubi kayu

termoplastik Dosis gliserol 30 dan 40 %

Film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE

Pelet komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE Asam stearat

5 dan 7 %

Kompatibilisasi

Kneading-mixing machine

52 rpm, 190 oC, 15 menit

Pendinginan dan pengecilan ukuran

Temperatur kamar, lolos ayakan  5mm

Komponding

Rasio tepung ubi kayu:LLDPE 20:80, 30:70, dan 40:60

Kneading-mixing machine

52 rpm, 190 oC, 15 menit

Pendinginan dan pengecilan ukuran

Temperatur kamar, lolos ayakan  5mm

Pengeringan

Hopper dryer, kadar air ≤ 0.2 %

Pembuatan film

(36)

36

Karakterisasi juga dilakukan pada film plastik komposit meliputi tebal, kuat tarik dan elongasi, morfologi permukaan, yellowness index dan opasitas film. Pengukuran tebal film dilakukan dengan menggunakan alat thickness meter. Pengujian kuat tarik dan elongasi dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine dari Lloyd Instrument untuk mengetahui kuat tarik dan elongasi film pada orientasi sejajar arah mesin (machine direction = MD), tegak lurus arah mesin (transverse direction = TD) dan heat sealing film berdasarkan standar ASTM D-882 (1991). Pengukuran yellowness index serta opasitas film dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer Gretagmacbeth Color i5 berdasarkan standar ASTM E-313 (1991). Pengujian morfologi permukaan film sesuai dengan ASTM E-2015 (1991) dilakukan dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM). Prosedur analisis karakterisasi komposit disajikan pada pada Lampiran 1.

Analisis Data

Data karakter komposit dan film komposit dianalisis menggunakan analisis statistika analisis ragam (ANOVA). ANOVA yang digunakan adalah analisis acak lengkap dengan 3 faktor perlakuan dengan 2 level untuk setiap perlakuan dan dua kali ulangan. Model matematis rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijkl = µ + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk+ Ɛijkl Dengan i = 1, 2; j = 1, 2; k= 1, 2; dan l = 1, 2

dimana :

Yijkl = Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-I faktor B taraf ke-j faktor C taraf ke-k dan ulangan ke-l,

µ = Rataan umum

Ai = Pengaruh faktor rasio tepung ubi kayu:LLDPE taraf ke-i Bj = Pengaruh faktor dosis gliserol taraf ke-j

Ck = Pengaruh faktor kompatibiliser taraf ke-k

(AB)ij = Pengaruh interaksi faktor rasio tepung ubi kayu:LLDPE ke-i dengan dosis gliserol ke-j

(AC)ik = Pengaruh interaksi faktor rasio tepung ubi kayu:LLDPE ke-i dengan dosisasam stearat ke-k

(BC)jk = Pengaruh interaksi faktor dosis gliserol ke-j dengan dosis asam stearat ke-k

(ABC)ijk = Pengaruh interaksi faktor rasio tepung ubi kayu:LLDPE ke-i, dosis gliserol ke-j, dan dosis asam stearat ke-k

Ɛijkl = Pengaruh acak pada perlakuan i,j,k ulangan ke l

Optimasi Pengaruh Formulasi Terhadap Karakter Film Komposit

(37)

37 tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE dilakukan seperti diagram alir pada Gambar 5.

Analisis statistik yang dilakukan adalah menggunakan metoda permukaan respon (RSM) dengan 3 faktor perlakuan untuk setiap kombinasi perlakuan. Tabel desain RSM yang dibangkitkan dari program komputer dengan menggunakan central composite design, full factorial dengan alpha 1.68 ditampilkan pada Tabel 1.

Gambar 5 Diagram alir pembuatan film komposit untuk tahap formulasi Resin LLDPE Pelet tepung ubi kayu

(38)

38

Nilai tengah dosis gliserol untuk tahap formulasi adalah 30% dengan nilai maksimum dan minimum 25 dan 35 %. Dengan nilai α = 1.68 maka dosis gliserol terendah (kode -1.68) adalah 21.6 % dan dosis tertinggi (kode 1.68) adalah 38.4 %. Nilai tengah, maksimum, dan minimum dosis asam stearat yang digunakan adalah 5, 7, dan 9 % sehingga dosis dengan kode -1.68 dan 1.68 adalah 3.64 dan 10.36 %. Sementara nilai tengah, maksimum, dan minimum dosis polyoxyethylene stearate adalah 3, 5, dan 7 % dengan dosis untuk kode -1.68 dan 1.68 adalah 1.64 dan 8.36 %. Urutan pengerjaan secara acak ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Desain percobaan metoda permukaan respon Urutan

pengerjaan

Gliserol (% )

Asam stearat (% )

Polyoxyethylene stearate (% )

1 30 7 8.36

2 38.4 7 5

3 25 9 7

4 35 9 3

5 30 7 5

6 30 7 5

7 35 9 7

8 25 5 7

9 30 7 5

10 30 7 5

11 30 7 1.64

12 30 7 5

13 30 10.36 5

14 25 5 3

15 35 5 3

16 35 5 7

17 30 3.64 5

18 21.6 7 5

19 25 9 3

(39)

39

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan

Tepung ubi kayu dari petani memiliki ukuran relatif kasar sehingga perlu dilakukan penggilingan dan pengayakan untuk mendapatkan ukuran yang homogen. Rendemen tepung ubi kayu halus (100 mesh) yang dihasilkan dari penggilingan dan pengayakan adalah 65 % dari tepung ubi kayu kasar. Setelah digiling dan diayak dilakukan analisis proksimat terhadap tepung ubi kayu halus. Hasil analisis proksimat tepung ubi kayu halus ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik tepung ubi kayu lolos ayakan 100 mesh

Parameter Nilai Metode Analisa

Kadar air (%) 15.87 Gravimetry

Kadar abu (%) 1.48 Gravimetry

Kadar protein (%) 2.83 Kjeldhal (Titrimetry)

Kadar lemak (%) 0.11 Soxhlet

Kadar pati (%) 79.02 Phenol Sulfat

Kadar serat kasar (%) 0.23 Gravimetry

Kadar amilosa (% bobot pati) 27.07 Spectrometry

Tingginya kandungan pati dan rendahnya kandungan serat kasar tepung ubi kayu halus disebabkan perlakuan penggilingan dan pengayakan. Tepung ubi kayu dengan ukuran lebih kasar, yaitu 80 mesh mengandung serat kasar sampai 2.62 % (Bah et al. 2011). Komponen serat kasar sulit dihaluskan sampai mencapai ukuran lolos ayakan 100 mesh sehingga tertahan pada ayakan. Sementara pati dapat dengan mudah dihancurkan sampai didapatkan ukuran partikel kurang dari 100 mesh. Dengan rendahnya kadar serat kasar ini, perbaikan kuat tarik yang disebabkan adanya serat kurang dapat diharapkan.

Pati terdiri dua polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin (Manners,1989). Kandungan amilosa tepung ubi kayu yang digunakan tergolong tinggi karena menurut Bah et al. (2011) kandungan amilosa tepung ubi kayu berkisar mulai sekitar 22 %. Kandungan amilosa yang tinggi diharapkan dapat membentuk struktur film yang baik sebab struktur amilosa sangat stabil dan dapat membentuk film yang lebih padat dan lebih kuat dibandingkan dengan film amilopektin (Lourdin et al. 1995).

(40)

40

Tabel 3 Karakteristik asam stearat Edenor ST 05M MY

Parameter Nilai*

Bilangan asam (mg KOH/g) 206 – 213

Bilangan iod (%, maksimum) 0.5

Titik leleh (oC) 54

Warna (Lovibond, 5 ¼”) R 0.2

Y 2 Distribusi rantai (%)

≤ C12 ≤ 1

C14 ≤ 2

C16 56-62

C18 37-42

≥ C18 ≤ 1

Bilangan penyabunan (mg KOH/g) 206-214

Air (%, maksimum) 0.2

Bahan tak tersabunkan (%, maksimum) 1 *

Emery (2013)

Sementara hasil analisis gas kromatografi PFAD memberikan komposisi seperti ditampilkan pada Tabel 4. Berdasarkan pada Tabel 4 tampak bahwa PFAD juga mengandung komponen bukan asam lemak yang nilainya 22.55 % dari bobot PFAD. Komponen lain tersebut adalah komponen tidak tersabunkan yang kemungkinan adalah berbagai jenis senyawa keton.

Tabel 4 Komposisi PFAD

Komponen Nilai (% bobot)

Asam kaprat (Capric acid) C10:0 0.02

Asam laurat (Lauric acid) C12:0 0.09

Asam tridekanoat (Tridecanoic acid) C13:0 0.92 Asam pentadekanoat (Pentadecanoic acid) C15:0 0.04

Asam palmitat (Palmitic acid) C16:0 36.78

Asam palmitoleat (Palmitoleic acid) C16:1 0.11 Asam heptadekanoat (Heptadecanoic acid) C17:0 0.07

Asam stearat (Stearic acid) C18:0 3.43

Asam oleat (Oleic acid) C18:1 27.54

Asam linoleat (Linoleic acid) C18:2 7.72

Asam arakidat (Arachidic acid) C20:0 0.30

Asam cis-11-eikosenat (Cis-11-eicosenoic acid) C20:1 0.09

Asam linolenat (Linolenic acid) C18:3 0.26

Asam lignoserat (Lignoceric acid) C24:0 0.08

Gambar

Gambar 3  Diagram alir pembuatan tepung ubi kayu termoplastik (modifikasi Permatasari 2010)
Gambar 4  Diagram alir proses pembuatan film komposit tepung ubi kayu termoplastik-LLDPE
Gambar 5 Diagram alir pembuatan film komposit untuk tahap formulasi LLDPE
Tabel 1 Desain percobaan metoda permukaan respon
+7

Referensi

Dokumen terkait

'alu ada #uga ke,i#akan ,aru $ang dikeluarkan direksi perusahaan $aitu melakukan pengurangan ongkos produksi #uga mun(ul gagasan dari Direktur Produksi $aitu untuk

Aplikasi dalam dunia industri pada pengujian metalografi adalah bisa digunakan untuk mengetahiu kadar kekuatan dari suatau material logam dan unsur atau paduan

“The semantics of that data is extremely important, and you have to provide that along with the self-service analytics, to make sure that it’s all being held in a consistent

Informasi mengenai kamar kosong dan jadwal dokter yang terbatas mengakibatkan masyarakat sulit mengetahui informasi tersebut. Pada penelitian ini merancang aplikasi

Kegiatan refleksi yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Pada tahap ini guru pelaksana tindakan dan guru pengamat

Personal Hygiene Habit among school Going Children in Rural Areas of Jaipur, Rajasthan, India.. Plan, Motivated and Habitual Hygiene Behaviour : an Eleven Country

membuktikan bahwa strategi pembelajaran dengan inquiry dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, dan pada akhirnya akan berpengaruh

Pembangunan telah menetapkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan