• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR CERITA MISTERI ALAMING LELEMBUT PADA MAJALAH JAWA PANJEBAR SEMANGAT TAHUN 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRUKTUR CERITA MISTERI ALAMING LELEMBUT PADA MAJALAH JAWA PANJEBAR SEMANGAT TAHUN 2010"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR CERITA MISTERI

ALAMING LELEMBUT

PADA MAJALAH JAWA

PANJEBAR SEMANGAT

TAHUN 2010

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Nama : Deddy Dwi Wijaya NIM : 2102407095

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Satra Jawa Jurusan : Bahasa dan Sastra Jawa

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul Cerita Misteri Alaming Lelembut Pada Majalah Jawa Panjebar Semangat Tahun 2010 telah disetujui untuk diuji dihadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang.

Semarang, Agustus 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Yusro Edy Nugroho, S.S., M.Hum. Drs. Sukadaryanto, M.Hum. NIP. 19651225 199402 1 001 NIP. 19561217 198803 1 003

(3)

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi dengan judul Struktur Cerita Misteri Alaming Lelembut Pada Majalah Jawa Panjebar Semangat Tahun 2010 telah dipertahankan dihadapan sidang panitia Ujian Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.

Pada hari : Senin

Tanggal : 15 Agustus 2011

Panitia Ujian Skripsi

Ketua Panitia, Sekretaris,

Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum Drs. Agus Yuwono, M.Si., M.Pd. NIP 196008031989011001 NIP 19681215 199303 1003

Penguji I,

Dr. Teguh Supriyanto, M.Hum NIP. 19610107199002 1001 Penguji II, Penguji III,

Drs. Sukadaryanto, M.Hum. Yusro Edi Nugroho, S.S, M.Hum. NIP. 19561217 198803 1003 NIP. 19651225 199402 1001

(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi dengan judul Struktur Cerita Misteri Alaming Lelembut Pada Majalah Panjebar Semangat Tahun 2010 ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Agustus 2011

Deddy Dwi Wijaya NIM. 2102407095

(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Hidup dengan melakukan kesalahan akan tampak lebih terhormat daripada selalu benar karena tidak pernah melakukan apa-apa.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang di usahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatannya) yang dikerjakannya. (QS.Al Baqarah: 286).

Persembahan

Rasa syukur atas karya sederhana ini, sebagai wujud baktiku kepada: Bapak dan Ibuku atas segala doa, kasih sayang, cinta kasih, bimbingan dan dukungannya, semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa dan mengasihi mereka.

Kakakku terimakasih atas motivasi dan indahnya tali persaudaraan kita, Kekasihku terimakasih atas dorongan, semangat dan kasih sayangnya.

Generasi penerus dan almamaterku Universitas Negeri Semarang.

(6)

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil „alamin. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang telah memberikan anugerah kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan tugas menyusun skripsi yang berjudul Struktur Cerita Misteri Alaming Lelembut Pada Majalah Jawa Panjebar Semangat Tahun 2010. Penulis meyakini bahwa dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yusro Edy Nugroho, S.S., M.Hum., sebagai pembimbing I dan Drs. Sukadaryanto, M.Hum., sebagai pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan ide, arahan, dan bimbingan dengan penuh kesabaran, serta besarnya perhatian dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis demi selesainya skripsi ini.

2. Rektor Universitas Negeri Semarang selaku pimpinan Universitas Negeri Semarang.

3. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, yang telah memberi izin dalam pembuatan skripsi ini.

4. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, yang telah memberi kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen di Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, yang telah membekali ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk penulisan skripsi ini.

(7)

6. Staf perpustakaan Universitas Negeri Semarang atas peminjaman buku-buku referensi.

7. Ayah dan Ibu atas kasih sayang dan doa yang tak henti-hentinya untuk keberhasilanku.

8. Kakakku Wahyu Aji Wijaya yang telah memberi semangat dalam kehidupanku. 9. Munika Indra Rachmahwati (atas motivasi, perhatian, kesabaran, kasih sayang

dan ketulusan sehingga membentuk kepribadianku yang menjadikanku dewasa dan tegar dalam menghadapi hidup).

10.Teman-teman kos “Ar-Rohman” Aan, Faris, Yudi, Ajik, yang selalu membantuku dan saat-saat yang menyenangkan di kos.

11.Arjuna-Arjuna dan Srikandhi-Srikandhi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa 2007.

12.Semua pihak yang telah membantu baik moral maupun material kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

Semoga semua bimbingan, bantuan, dan dorongan yang telah diberikan mendapat karunia dan kemuliaan dari Allah SWT. Harapan dan doa selalu penulis panjatkan semoga dengan diselesaikannya skripsi ini akan memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan semua pihak pada umumnya.

Semarang, Agustus 2011

Penulis

(8)

ABSTRAK

Wijaya, Deddy Dwi. 2011. Struktur Cerita Misteri Alaming Lelembut Majalah “Panjebar Semangat” pada tahun 2010. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Yusro Edy Nugroho, S.S., M.Hum, pembimbing II : Drs. Sukadaryanto, M.Hum.

Kata kunci: Struktur cerita, cerita misteri.

Cerita misteri diciptakan bertujuan agar karya itu dibaca oleh orang lain, kemudian orang lain yang membaca cerita misteri tersebut dapat memahami maksud dari isi pesan yang disampaikannya. Banyak hal-hal positif yang terdapat pada cerita misteri. Isi dari sebuah cerita misteri mudah dipahami oleh pembacanya, karena berbentuk cerita yang cukup pendek yang bahasanya sering digunakan oleh masyarakat pada umumnya dan kebanyakan menceritakan pengalaman yang pernah dialami. Cerita misteri dapat dibedah isinya melalui unsur pembangun sebuah karya sastra, di mana unsur-unsur intrinsiknya dapat diketahui. Unsur intrinsik tersebut meliputi adanya tokoh dan penokohan, alur, setting atau latar, tema, sudut pandang, dan juga gaya bahasa.

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalah yang muncul dalam skripsi ini adalah bagaimana struktur cerita yang terdapat dalam cerita mistei dalam majalah “Panjebar Semangat”pada tahun 2010? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengungkap struktur yang terdapat pada cerita misteri dalam majalah “Panjebar Semangat” pada tahun 2010.

Teori yang digunakan adalah teori struktural dengan menggunakan pendekatan objektif, yaitu agar mudah dalam membedah suatu teks yang berupa cerita misteri untuk unsur-unsur intrinsik pada cerita misteri dalam majalah “Panjebar Semangat” pada tahun 2010. Unsur-unsur intrinsik tersebut dikemas dalam struktur cerita yang berupa fakta cerita, tema, dan sarana cerita.

Data tersebut dianalisis menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan cara mendeskripsikan data mengenai fakta cerita, tema, dan sarana cerita, untuk mengetahui unsur-unsur intrinsik dari cerita misteri dalam majalah “Panjebar Semangat” pada tahun 2010. Sasaran penelitian adalah unsur-unsur pembangun cerita misteri alaming lelembut tahun 2010. Data yang diperoleh dari sebelas teks cerita misteri yaitu “Thuyul”, “Balekna Dhuwitku” “Siluman Asu”, “Menungsa Tekek”, “Selingkuh karo Lelembut”, “Yuyu Sawah”, “Ula Siluman”, “Misteri Golek Kencana”, “Tikungan Maut”, “Gamelan Nyalawadi”, “ Arwah Gentayangan” pada tahun 2010. Sumber data yang digunakan berasal dari majalah “Panjebar Semangat” tahun 2010.

(9)

Hasil penelitian ini dapat ditunjukkan tokoh dan penokohan, alur atau plot, seting atau latar yang terdapat dalam fakta cerita, kemudian diketahui juga tema serta sudut pandang, dan gaya bahasa yang terdapat pada sarana cerita. Hasil yang ditemukan mengenai tokoh dan penokohan adalah terdapat tokoh misteri, tokoh protagonis (tokoh yang baik) dan tokoh antagonis (tokoh yang jahat). Tokoh misteri diantaranya terdapat pada tokoh tuyul, arwah Sriyanti, siluman asu, Indri, gendruwo, yuyu sawah, ula siluman, golek kencana, arwah wanita cantik, bocah-bocah kecil, Kabul, Sastragandhul, Srikandhi, Pak Godheg, Pak Mardi, Priyamantingan, Pancadrajat, Pak Suraji, David, Muis. Dilihat dari alur, alur yang digunakan dalam cerita misteri alaming lelembut adalah alur lurus dan campuran. Aspek ruang atau lokasi tempat kejadian dalam cerita misteri ini antara lain di pasar Wonosari, warungnya Panut, Nglimpar, rumahnya Wisnu, rumah sakit, di senthong (kamar) Sriyanti, dan di senthong (kamar) Tukiran, di wilayah RT 21, gardhu rondha, pinggir kali luk ula, gang emprit, gumuk Tegal Gunung, di dalam dan di sekitar rumah kontrakan (Indri dan Wisnu), pabrik kaos, kamar tidur, kamar mandi, pos satpam, sawah Pak Mardi, Puskesmas, Kedhung Blangah, rumahnya Pak Suhernala, pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kamar Priyamantingan, tikungan, losmen Dewi Sri, rumah Pak Kyai Amru, kamar Supangat, Jalan Diponegoro 52 Salatiga, gedung balairung, belakang gedung balairung, kantor, gerdhu, warung belakang rumah sakit, dan belakang Polres. Aspek waktu cerita (fable time) dalam cerita misteri alaming lelembut kebanyakan menggunakan waktu di malam hari karena di malam hari merupakan waktu makhluk halus muncul di sekitar tahun 2010an. Tema cerita misteri alaming lelembut adalah bercerita tentang kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari, di mana kemanusiaan tersebut bersangkutan dengan tanggung jawab, kepedulian, percintaan, perselingkuhan, dan usaha. Sudut pandang yang digunakan adalah kata ganti orang pertama “aku” dan menggunakan kata ganti orang ketiga “dia”, atau menyebut nama orang lain dalam cerita. Gaya bahasa yang digunakan, bahasa Jawa ngoko, krama, ada yang menggunakan bahasa Indonesia, ada yang bermakna sebenarnya dan ada juga yang bermakna tidak sebenarnya.

Berdasarkan temuan tersebut di atas, saran yang dapat diberikan yaitu agar penelitian ini dapat menjadi acuan dalam pengembangan teori struktur yang meliputi fakta cerita, tema, dan sarana cerita terhadap penelitian karya sastra Jawa lainnya dalam membedah suatu karya sastra yang berupa cerita misteri.

(10)

SARI

Wijaya, Deddy Dwi. 2011. Struktur Cerita Misteri Alaming Lelembut Majalah “Panjebar Semangat” pada tahun 2010. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Yusro Edy Nugroho, S.S., M.Hum, pembimbing II : Drs. Sukadaryanto, M.Hum:

Tembung Pangrunut: Struktur cerita, cerita misteri.

Cerita misteri diciptakake kanthi duweni ancas supaya karya iku bisa diwaca karo wong liya terus wong liya sing maca cerita misteri kasebut bisa mangerteni maksud saka wosing cerita sing di kandhakake. Akeh babagan positif sing ana sajroning crita misteri. Wosing crita misteri gampang dimangerteni dening sing maca, amarga awujud crita sing rada cekak lan basane lumrah digunakake dening masyarakat saka umume lan akeh-akehe nyritakake lakuning sing tau di rasake. Crita misteri bisa dibabarake wosing migunakake unsur pembangun karya sastra, kang bisa dimangerteni unsur-unsur intrinsiknya. Unsur intrinsik kasebut yaiku anane tokoh lan penokohan, alur, setting utawa latar, sudur pandang, lan gaya bahasa.

Adhedhasar mula bukane kasebut, prekara kang arep diandharake ana skripsi iki yaiku: kepriye struktur cerita misteri ing kalawarti “Panjebar Semangat” taun 2010? Ancase kang pengin digayuh ing panaliten iki yaiku nudhuhake struktur cerita misteri ing kalawarti “Panjebar Semangat” taun 2010.

Teori kang digunakake yaiku teori struktural kanthi migunakake pendekatan objektif, yaiku supaya gampang olehe mbedhah teks cerita misteri kanggo nudhuhake struktur cerita misteri ing kalawarti “Panjebar Semangat” taun 2010. Struktur crita kang ditudhuhake struktur crita kang arupa fakta cerita, tema, lan sarana crita..

Data kasebut dianalisis migunakake analisis deskriptif, yaiku kanthi cara ndheskripsikake data kanthi lewat fakta cerita, tema, lan sarana cerita, kanggo mangerteni unsur-unsur intrinsik crita misteri ing kalawarti “Panjebar Semangat” ing taun 2010. Sasaran panaliten yaiku unsur-unsur sing ngadhekake cerita misteri alaming lelembut tahun 2010. Data dijipuk saka sewelas teks crita misteri yaiku “Thuyul”, “Balekna Dhuwitku” “Siluman Asu”, “Menungsa Tekek”, “Selingkuh karo Lelembut”, “Yuyu Sawah”, “Ula Siluman”, “Misteri Golek Kencana”, “Tikungan Maut”, “Gamelan Nyalawadi”, “ Arwah Gentayangan” ing taun 2010. Sumber data sing dugunakake saka kalawarti “Panjebar Semangat” taun 2010.

Saka kasil panaliten iki bisa nudhuhake tokoh penokohan, alur cerita, latar crita kang ana sajroning fakta crita, tema, sarta sudut pandang lan gaya basa kang ana sajroning sarana crita. Kasil sing ditemokake babagan paraga lan penokohan anane paraga memedi, paraga protagonis (paraga sing apik) lan paraga antagonis (paraga sing ala). Paraga memedi antarane ana ing paraga tuyul, arwahe Sriyanti, siluman asu, Indri, gendruwo, yuyu sawah, ula siluman, golek kencana, arwah wong

(11)

ayu, bocah-bocah cilik, Kho Jiu Lan. Paraga protagonis antarane ana ing paraga Wisnu, Panut, Pak Slamet, Pak Dhadhang, Kyai Muhammad Amru, Kho Jiu Lan (Lany), Pardi, Kyai Saleh, Yanto gering, Jono, Wahyu, Mbok Iyem, Susila, Pak Kyai Ngalim, Mbah Kyai, Pak Mukani, Supangat, Suhernala. paraga antagonis antarane ana ing paraga Lik Warigo Blantik, Bagyo, Jarwa, Pak Pancawirya, Sriyanti, Tukiran, Indri, Pak Wangsa, Pak Kabul, Sastragandhul, Srikandhi, Pak Godheg, Pak Mardi, Priyamantingan, Pancadrajat, Pak Suraji, David, Muis. Dingeti saka alure sing digunakake ing crita misteri alaming lelembut yaiku alur lurus lan alur campuran. Aspek ruang utawa panggonan kedadean ana ing crita misteri yaiku ing pasar Wonosari, warungnya Panut, Nglimpar, rumahnya Wisnu, rumah sakit, di senthong (kamar) Sriyanti, dan di senthong (kamar) Tukiran, di wilayah RT 21, gardhu rondha, pinggir kali luk ula, gang emprit, gumuk Tegal Gunung, di dalam dan di sekitar rumah kontrakan (Indri dan Wisnu), pabrik kaos, kamar tidur, kamar mandi, pos satpam, sawah Pak Mardi, Puskesmas, Kedhung Blangah, rumahnya Pak Suhernala, pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kamar Priyamantingan, tikungan, losmen Dewi Sri, rumah Pak Kyai Amru, kamar Supangat, Jalan Diponegoro 52 Salatiga, gedung balairung, belakang gedung balairung, kantor, gerdhu, warung belakang rumah sakit, dan belakang Polres. Aspek waktu crita (fable time) ing crita misteri alaming lelembut akeh-akehe gunakake wektu ing wayah wengi amarga ing wayah wengi memedi pada ngetokake wujude ing sekitar taun 2010an. Tema crita misteri alaming lelembut yaiku crita babagan kemanungsaan ing keuripan sedina-dina, ing ngendi kemanungsan kasebut gegayutan karo tanggung jawab, kepedulian, percintaan, perselingkuhan lan usaha. Sudut pandang sing digunakake yaiku tembung ganti uwong kapisan “aku” lan gunakake tenbung ganting uwong katelu “dia”, utawa ngundang jeneng wong liya ing sajroning crita. Gaya bahasa sing digunake, basa Jawa Ngoko, Krama, ana uga sing gunake basa Indonesia, ana sing duweni teges sebenere, lan ana uga sing duweni teges ora sebenere.

Adhedhasar kasebut, pituduh kang bisa diwenehake yaiku supaya panaliten iki bisa digunakake kanggo ngembangake teori struktural kanggo panaliten karya sastra sing liya sajroning mbedhah karya sastra arupa crita misteri.

(12)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

SARI (Bahasa Jawa) ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN... ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS 2.1 Kajian Pustaka ... 7

2.2 Strukturalisme ... 8

(13)

2.2.1 Fakta Cerita ... 12

2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan ... 13

2.2.1.1.1 Tokoh ... ... 13

2.2.1.1.2 Penokohan... ... 17

2.2.1.2 Plot atau Alur ... 20

2.2.1.3 Setting atau Latar ... 23

2.2.2 Tema ... 27

2.2.3 Sarana Cerita ... 30

2.2.3.1 Sudut Pandang ... 30

2.2.3.2 Gaya Bahasa ... 33

2.3. Kerangka Berpikir ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 37

3.2 Sasaran Penelitian ... 37

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.4 Teknik Analisis Data ... ... 39

BAB IV FAKTA CERITA, TEMA DAN SARANA CERITA MISTERI ALAMING LELEMBUT 4.1 Struktur Cerita Misteri Alaming Lelembut ... 41

4.1.1 Fakta Cerita... 42

(14)

4.1.1.1 Tokoh dan Penokohan... ... 42

4.1.1.2 Alur atau Plot... ... 60

4.1.1.3Setting atau Latar ... ... 86

4.1.2. Tema Cerita... ... 114

4.1.3 Sarana Cerita ... ... 119

4.1.3.1. Sudut Pandang ... ... 119

4.1.3.2.Gaya Bahasa Cerita ... ... 123

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 131

5.2 Saran ... 132

DAFTAR PUSTAKA ... 133

LAMPIRAN

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Cerita diciptakan oleh pengarang dengan menggunakan unsur-unsur atau struktur. Unsur-unsur pembangun sebuah cerita yang kemudian secara bersama membentuk sebuah kesatuan. Secara garis besar berbagai macam unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, walaupun pembagian ini tidak benar-benar pilah. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang sering dibicarakan maupun dibahas dalam rangka mengkaji atau membicarakan cerita misteri atau karya sastra pada umumnya.

Pengkajian struktur dalam sebuah cerita dimaksudkan agar para pembaca lebih mudah memahami maksud atau pesan dari pengarang, karena pengarang menulis suatu cerita jelas bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain.

Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur secara nyata akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah cerita adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat cerita berwujud atau hidup.

Segi intrinsik karya fiksi itu sendiri mencakup berbagai unsur, yang antara satu dengan yang lain saling berjalin secara koherensif dan mesra sehingga

(16)

membentuk satu kesatuan yang harmonis. Sebuah karya sastra yang jadi adalah sebuah totalitas, sebuah kesatupaduan yang jauh lebih bermakna daripada unsur-unsur pembentuknya secara sendiri dan terpisah.

Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus unsur ekstrinsik dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap kesatuan bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah cerita haruslah tetap dipandang sebagai suatu yang penting.

Cerita dituliskan oleh pengarang menggunakan unsur-unsur cerita baik itu tema, tokoh dan penokohan, plot, latar, sudut pandang, maupun pesan sehingga menjadi suatu karangan yang indah dan menarik untuk dibaca.

Setelah dicoba dijelaskan bagaimana fungsi-fungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antar unsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu, misalnya bagaimana hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lain, kaitannya dengan pemplotan yang tak selalu kronologis, kaitannya dengan tokoh dan penokohan, dengan latar dan sebagainya.

(17)

menegaskan bahwa kesatuan struktural mencakup setiap bagian dan sebaliknya bahwa setiap bagian menunjukan kepada keseluruhan dan bukan yang lain. Struktur karya sastra itu dibangun oleh unsur-unsur yang membangun karya sastra sehingga merupakan satu kesatuan, di mana unsur-unsur tersebut terbagi menjadi tiga yaitu, fakta cerita, tema, dan sarana cerita. Fakta cerita meliputi tokoh penokohan, alur, dan setting atau tempat, sedangkan sarana cerita meliputi adanya sudut pandang dan gaya bahasa.

(18)

Dalam konteks khasanah kesusastraan Jawa tedapat sebuah jenis cerita yang umunnya berupa cerita misteri, “Alaming Lelembut” sebagai karya fiksi, maka cerita tersebut bisa dilihat dari berbagai aspek atau unsurnya. Selain menempatkan cerita ini sebagai karya fiksi cerita misteri juga merupakan salah satu bentuk karya sastra yang berupa rekaan, yang berasal dari imajinasi pengarangnya yang kemudian dituangkan dalam bentuk cerita-cerita. Seorang pengarang menulis dengan tujuan agar tulisannya itu dibaca oleh orang lain, yang kemudian dari pembaca tersebut dapat mengetahui dan memahami isi pesan yang disampaikan oleh pengarang. Selain itu juga dapat menambah pengetahuaannya tentang struktur dalam suatu cerita, dan juga tentang pola kehidupan suatu masyarakat yang disampaikan pengarang melalui cerita.

Di antara majalah berbahasa Jawa yang hingga sekarang masih terbit adalah majalah Panjebar Semangat. Majalah Panjebar Semangat terbit mingguan di Surabaya, Jawa Timur. Terbit setiap satu minggu sekali, yaitu khusus hari sabtu. Panjebar Semangat diterbitkan pertama kali tahun 1933 oleh dr. Soetomo, pendiri Boedi Oetomo. Cerita misteri Alaming Lelembut merupakan salah satu rubrik di majalah Panjebar Semangat.

(19)

yang disebut dengan Jagading Lelembut dan pada majalah Jaya Baya yang disebut dengan Cerita Misteri.

Penulis memilih sebelas cerita misteri Alaming Lelembut pada majalah Panjebar Semangat, sebagai bahan penelitian didasari atas beberapa alasan, yaitu: cerita yang terkumpul dari majalah Jawa Panjebar Semangat menggunakan bahasa Jawa yang bahasanya mudah dipahami, khususnya oleh para pecinta cerita-cerita misteri, jika dilihat dari struktur ceritanya, cerita misteri Alaming Lelembut sangat kompleks dan beragam, secara umum bahasa yang digunakan oleh pengarang adalah bahasa Jawa ngoko, terdapat nilai-nilai atau amanat dalam setiap cerita yang dapat diambil hikmahnya dan dapat ditiru dalam kehidupan sehari-hari, cerita yang terkumpul pengarangnya berbeda-beda, sehingga dapat mengetahui perbedaan dalam penggunaan struktur cerita dari masing-masing pengarang. Dengan mengangkat cerita misteri Alaming Lelembut yang termuat pada majalah Panjebar Semangat sebagai bahan penelitian diharapkan para pembaca nantinya dapat menggunakan sebagai bahan renungan dalam mengambil sikap jika mendapati kejadian sebagaimana yang dipaparkan dalam cerita misteri Alaming Lelembut yang termuat pada majalah Panjebar Semangat. Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil judul “Struktur Dalam Cerita Misteri Alaming Lelembut pada Majalah Panjebar Semangat”.

1.2 Rumusan Masalah

(20)

Panjebar Semangat tahun 2010 yang mencakup tema, plot atau alur cerita, latar, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang penceritaan dalam cerita Misteri Alaming Lelembut.

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengungkap struktur dalam cerita Misteri Alaming Lelembut pada majalah Jawa Panjebar Semangat tahun 2010 yang mencakup tema, plot atau alur cerita, latar, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang penceritaan dalam cerita Misteri Alaming Lelembut.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, adalah. 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam dunia pendidikan khususnya di bidang sastra.

2. Manfaat Praktis

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

Bab ini terdiri atas kajian pustaka, landasan teoretis, dan kerangka berpikir. Kajian pustaka yang dapat dijadikan rujukan dalam penelitian diambil dari penelitian yang relevan dengan topik penelitian. Dalam landasan teoretis dinyatakan teori-teori atau konsep-konsep yang digunakan untuk landasan kerja penelitian. Kerangka berpikir dalam penelitian ini merupakan konsep yang menjiwai penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Kajian mengenai Struktur Cerita Misteri Alaming Lelembut sementara ini diduga belum pernah dilakukan. Penelitian yang dapat dijadikan rujukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Ira Wukti Sayekti (2010) yang berhubungan dengan Alaming Lelembut.

Ira Wukti Sayekti (2010), melakukan penelitian dengan judul Tokoh dan Penokohan dalam cerita Misteri Alaming Lelembut pada Majalah Panjebar Semangat. Hasil penelitian ini adalah dilihat dari segi tokoh dan penokohannya. Berdasarkan analisis, tokoh dan penokohan dalam cerita misteri Alaming Lelembut pada majalah Panjebar Semangat, dari sepuluh cerita misteri yang diteliti sebagian besar tokoh-tokohnya protagonis. Tokoh simple character terdapat dalam enam cerita misteri Alaming Lelembut, tokoh complex character terdapat dalam empat cerita misteri Alaming Lelembut. Penokohan cerita misteri Alaming Lelembut digambarkan

(22)

secara acak. Penggambaran secara acak tersebut yaitu selingkuh, tegas, penggoda, perilaku kasar, penyayang, dan sabar, bertanggung jawab, rajin, baik hari, ramah dan sopan, pandai, jatuh cinta, rasa ingin tahu, suka menolong, tidak mudah putus asa, perasaan kaget dan curiga, perasaan kasihan, berusaha, pengertian, perasaan simpati, rahasia, percaya pada teman, penurut, pemberani, tergoda, buruk sangka, perayu, bingung, jahat, rasa bersalah, karma, perasaan sayang terhadap orang tua, pelupa, perilaku menyimpang, sayang kepada istri, minta tolong, takut, tobat, suka berhutang, bohong, sedih, semangat, memberikan penjelasan, dianiaya, pemuja pesugihan, emosi, sombong, dan pemarah. Penokohan dalam cerita misteri Alaming Lelembut dalam majalah Panjebar Semangat dapat diungkapkan secara dramatik (secara tidak langsung).

2.2 Strukturalisme

(23)

Teori strukturalisme memandang karya sastra sebagai sebuah struktur yang unsur-unsurnya atau bagian-bagiannya saling berjalin erat, saling menentukan keseluruhan. Bagi setiap penelitian sastra, analisis strukturalisme karya sastra yang akan diteliti merupakan suatu prioritas, pekerjaan pendahuluan, sebab karya sastra sebagai “dunia dalam kata” (Desden dalam Teeuw, 1983:60). Berarti bahwa analisis

struktur adalah suatu tahap dalam penelitian sastra yang sukar dihindari, sebab setelah analisis semacam itu baik memungkinkan diungkap pengertian yang lebih mendalam. Sebuah karya sastra merupakan sarana komunikasi dari pengarang atau pujangga kepada penikmat sastra. Karya sastra bukanlah komunikasi yang biasa bahkan memiliki banyak segi aneh dan tidak biasa kalau dibandingkan dengan tindak komunikasi lain, tetapi pemahaman tentang gejala ini sesuai dan tepat tidak mungkin tanpa dengan memperhatikan aspek komunikatifnya atau bisa dikatakan dengan istilah lain tanpa mendekati sastra sebagai suatu tanda, sign atau yang sekarang dikenal dengan gejala semiotik. Ini menunjukkan bahwa sastra merupakan sebuh aktivitas bahasa yang di dalamnya membicarakan tentang sebuah hal akan tetapi justru mempunyai maksud tertentu.

(24)

pada fakta cerita (alur, tokoh dan penokohan, latar), tema, dan sarana cerita (sudut pandang dan gaya bahasa). Dengan demikian, penelitian ini akan menggunakan dasar penelitian struktural sebagai cara untuk membedah cerita misteri Alaming Lelembut pada majalah Jawa Panjebar Semangat.

Strukturalisme sendiri pada dasarnya merupakan sebuah cara berfikir tentang dunia yang berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur. Menurut pikiran kaum strukturalisme, dunia sastra merupakan dunia yang diciptakan oleh pengarang, merupakan sebuah susunan hubungan sehingga unsur penyusunannya tidak mempunyai makna, melainkan ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam unsur itu sendiri Hawkes (dalam Pradopo 2002:119-120).

(25)

Namun juga dapat berupa analisa fungsi dan hubungan antara unsur latar, waktu, tempat dan sosial budaya dalam analisa latar.

Terkait dengan hal tersebut, analisis struktural karya sastra, dalam hal ini adalah cerita fiksi misteri dapat dilakukan dengan beberapa tahapan yakni, dengan mengindentifikasikan, mengkaji, dan mendeskripsikan hubungan fungsi antarunsur intrinsik cerita misteri yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasikan bagaimana tema, alur, latar, dan unsur-unsur intrinsik lainnya dalam cerita, kemudian dicari hubungan antarunsur tersebut. Secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu. Dengan begitu, pada dasarnya analisis struktural mempunyai tujuan memaparkan secara cermat fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan (Nurgiyantoro, 2000:36-37)

Lebih lanjut, Nurgiyantoro (2000:37) juga menyatakan bahwa analisis struktural pada dasarnya bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin fungsi keterkaitan antarunsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah keseluruhan. Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu dari sebuah karya fiksi, namun yang lebih penting adalah menunjukan bagaimana hubungan antarunsur itu dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik serta makna keseluruhan yang ingin dicapai.

(26)

Tema sebuah karya sastra juga masih mempunyai unsur pembangun yang lain, berdasar pemahaman di atas, tema baru akan menjadi makna cerita jika ada dalam keterkaitan dengan unsur lainnya yang disebut sebagai fakta cerita dan sarana cerita.

Menurut Teeuw (1988:135-136) bahwa pada prinsipnya analisis struktural adalah bertujuan untuk membongkar dan memaparkan apa yang ada dianalisis dengan cermat, teliti dan sedail mungkin dan mendalam, mungkin keterkaitan dan keterjalinan dari semua anasir dan aspek dari karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh karena tugas dan tujuan dari analisis struktur yakni mengupas mendalam dari keseluruhan makna yang telah terpadu, oleh karena itu dalam mengkaji dan menganalisis cerita misteri Alaming Lelembut ini digunakan teori struktural agar mengungkap struktur dan makna di dalamnya.

Berdasarkan teori-teori tentang struktural di atas dapat disimpulkan bahwa teori struktural merupakan analisis dari unsur-unsur pembangun karya sastra yang telah terjalin sehingga diperoleh suatu makna yang terpadu dari karya tersebut. Kemudian tahapan dalam anlisisnya dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan.

2.2.1 Fakta Cerita

(27)

sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah satu dengan yang lain. Ketiga unsur yang meliputi fakta cerita seperti karakter (tokoh), plot dan setting akan dijelaskan seperti di bawah ini.

2.2.1.1Tokoh dan Penokohan

Tokoh dan penokohan merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Sebuah cerita misteri Alaming Lelembut tanpa tokoh dan penokohan nyaris mustahil, karena daya tarik cerita misteri Alaming Lelembut terpancar lewat imajinasi kretif si pengarang. Lewat imajinasi pengarang itulah, pembaca dapat berkenalan dengan sejumlah variasi tipe manusia berikut masalah-masalah yang terdapat di dalamnya, serta cara penyelesaiannya yang ada (Rahmanto, 2000:71). Istilah tokoh lebih menunjuk kepada orangnya dan istilah penokohan lebih menuju kepada perwatakan dari tokoh tersebut. Berikut akan dijelaskan mengenai pengertian tokoh dan penokohan.

2.2.1.1.1 Tokoh

(28)

diinsankan. Berdasarkan fungsi, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh sentral (central character) dan tokoh bawahan (periperal character).

Berdasarkan fungsi peranannya, tokoh terdiri atas tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi, yang salah satu jenisnya popular disebut hero. Tokoh ini juga menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita. Tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan konflik cerita itu terjadi. Kebanyakan tokoh antagonis tidak disukai oleh pembaca Altenbernd (dalam Nurgiyantoro 2000:178-179)

Tokoh yang memegang peranan penting disebut tokoh utama atau protagonis (Sudjiman, 1986:61). Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama bukan frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam, melainkan intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita.

Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama (Grimes, 1975:43-44), selain itu tokoh tambahan juga dapat diartikan tokoh yang diperlukan dalam kesempurnaan cerita.

(29)

Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Adapun tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena permunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu (Aminuddin 2002:79).

Dalam menentukan tokoh utama, pembaca dapat menentukannya dengan jalan melihat keseringan pemunculannya dalam suatu cerita. Selain lewat memahami peranan dan keseringan pemunculannya, dalam menentukan tokoh utama dapat juga ditentukan lewat petunjuk yang diberikan oleh pengarangnya. Tokoh utama umumnya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarangnya (Aminuddin 2002:80).

Menurut Nurgiyantoro (2000:177) tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting yang mempengaruhi perkembangan plot. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung. Tokoh utama adalah yang dibuat sinopsisnya, yaitu dalam kegiatan pembuatan sinopsis, sedang tokoh tambahan biasanya diabaikan.

(30)

memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-sifat watak yang tertentu saja. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton yang hanya mencerminkan satu watak saja. Tokoh bulat, kompleks adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya, dan jati dirinya. Tokoh ini menampilkan watak dan tingkah laku yang bermacam-macam bahkan mungkin bertentangan dan sulit diduga. Dibandingkan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan Abrams dalam Nurgiyantoro 2000:181-183).

Berdasrkan kriteria berkembang atau tidaknya, tokoh dapat dibedakan menjadi tokok statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh cerita yang esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh ini memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tidak berkembang secara awal sampai akhir cerita. Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot yang dikisahkan. Sikap dan watak tokoh berkembang akan mengalami perkembangan dan perubahan dari, tengan, dan akhir cerita, sesuai dengan tuntutan koherensi cerita secara keseluruhan Altenbernd (dalam Nurgiyantoro:188)

(31)

individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukkan terhadap orang, atau sekelompok orang yang terikat yang ada di dunia nyata. Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Tokoh ini benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi Altenbernd (dalam Nurgiyantoro 2000:190-191).

(32)

yang tidak menunjukkan adanya perubahan atau perkembangan sejak pelaku itu muncul sampai akhir cerita.

2.2.1.1.2 Penokohan

Istilah penokohan lebih luas pengertiannya dibandingkan dengan tokoh dan perwatakan, karena penokohan mencakup siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya sehingga pembaca dapat menerima gamabaran yang jelas. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh cerita (Nurgiyantoro 2000:166).

Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan yang menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watakk tertentu dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro 2000:165). Jones (dalam Nurgiyantoro 2000:165) juga mengatakan arti dari penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

(33)

berperan untuk mewujudkan tema, menyampaikan pesan atau amanat. Oleh karena itu, penokohan mempunyai peranan sangat penting.

Aminuddin (2002:79) mengartikan penokohan merupakan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku. Penokohan atau perwatakan merupakan pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa: pandangan hidup, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagaimanya (Suharianto 2005:20).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diselaraskan arti dari penokohan yaitu cara pengarang untuk melukiskan atau menggambarkan seorang tokoh dalam cerita yang mempunyai watak-watak tertentu baik lahir maupun batinnya. Dalam penokohan terkandung dua aspek sekaligus yaitu isi dan bentuk. Apa dan siapa tokoh cerita itu sebenarnya tidak begitu penting, selama pembaca dapat mengidentifikasi diri tokoh-tokoh tersebut dikatakan oleh Jones (dalam Nurgiyantoro 1994:166), atau pembaca dapat memahami dan menafsirkan tokoh-tokoh itu sesuai dengan logika cerita dan persepsinya.

(34)

Wujud penggambaran teknik dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yaitu a) teknik cakapan, diketahui sifat tokoh yang bersangkutan melalui percakapan yang dilakukan para tokoh cerita, b) teknik tingkah laku, mengarah pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Apa yang dilakukan oleh orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku dapat dipandang sebagai menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat dirinya, c) teknik pikiran dan perasaan, dapat diketahui pada jalan pikiran serta perasaan yang melintas dan dirasakan oleh para tokoh, d) teknik arus kesadaran, merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh, dimana tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketidaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak, e) eknik reaksi tokoh, dimaksudkan reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan tingkah laku orang lain yang berupa rangsang dari luar diri tokoh yang bersangkutan, f) teknik reaksi tokoh lain, dimaksudkan sebagai reaksi tokoh lain terhadap tokoh utama, g) teknik pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan tokoh, dan h) teknik pelukisan fisik, keadaan fisik berkaitan dengan keadaan kejiwaan.

2.2.1.2Plot / Alur

(35)

dengan memperhatikan sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Alur adalah kontruksi mengenai sesuatu deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan yang dialami oleh pelaku dalam cerita tersebut (Sayuti 1996:27).

Kenny (dalam Nurgiyantoro 2000:113), mengartikan plot adalah sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa tertentu itu berkaitan dengan sebab-akibat. Sedangkan menurut Forster (dalam Nurgiyantoro 2000:113), plot merupakan peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kasualitas. Lebih lanjut Abrams (dalam Nurgiyantoro 2000:113), mengemukakan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struktur peristiwa-peristiwa.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa plot atau latar merupakan urutan atau rangkaian sebuah cerita dimana kejadian-kejadian cerita diperlihatkan secara urut.

Unsur-unsur penting dalam alur adalah konflik. Alur dipengaruhi oleh konflik dan bangunan konflik yang dikemukakan. Konflik menyaran pada sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang dialami oleh tokoh cerita. Konflik yang mencapai intensitas tinggi disebut klimaks. Klimaks merupakan pertemuan antara dua hal yang saling bertentangan dan saat menentukan bagaimana oposisi akan diselesaikan Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000:122).

(36)

berarti hubungan antar pelaku antar pelaku erat. Alur erat dijumpai pada cerita yang memiliki pelaku sedikit. Sedangkan alur longgar berarti hubungan antar pelaku sedikit longgar. Alur ini kita jumpai pada cerita yang jumlah pelakunya banyak (Sayuti 1996:27)

Menurut Nurgiyantoro (2005:153-154) Plot Lurus, Progesif. Plot sebuah novel dikatakan progesif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh (atau: menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian). Jika dituliskan dalam bentuk skema, secara garis besar plot progesif tersebut akan berwujud sebagai berikut.

A B C D E

(37)

peristiwa-peristiwanya dilukiskan secara tidak beruntun. Alur balik dapat menggunakan teknik gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campuran.

Berdasarkan kriteria jumlah, alur dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda, alur tunggal hanya mengikuti perjalanan hidup seorang tokoh utama protagonis yang berupa super hero. Alur ganda terdapat lebih dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan, dan konfliknya. Setelah diuraikan mengenai plot atau alur tersebut di atas, maka selanjutnya akan dibahas mengenai setting/ latar.

2.2.1.3 Setting / Latar

Latar merupakan tempat, saat, dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat tokoh melakukan dan dikenai sesuatu kejadian. Latar bersifat memberikan “aturan” permainan terhadap tokoh. Latar akan mempengaruhi tingkah laku dan cara

berfikir tokoh, dan karenanya akan mempengaruhi pemilihan tema (Nurgiyantoro 2000:75).

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), menyatakan arti latar adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan di karya sastra. Suharianto (2005:22) menyatakan hal yang sama bahwa latar adalah tempat atau waktu terjadinya cerita. Suatu cerita hakikatnya tidak lain adalah gambaran peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa oran tokoh pada suatu waktu di suatu tempat.

(38)

peristiwa-peristiwa yang diceritakan Abrams (dalam Nurgiyantoro 2000:216). Stanton (2007:35) mengartikan latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.

Stanton (dalam Nurgiyantoro 2000:216) mengelompokkan latar, bersama dengan tokoh dan plot, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi, dan diimajinasikan oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi. Atau, ketiga hal inilah yang secara konkret dan langsung membentuk cerita: tokoh cerita adalah pelaku dan penderita kejadian-kejadian yang bersebab akibat, dan itu perlu pijakan, di mana dan kapan.

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca yang demikian, merasa dipermudah untuk “mengoperasikan” daya imajinasinya, di samping dimungkingkan

untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar (Nurgiyantoro 2000:217).

(39)

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diselaraskan arti setting atau latar yaitu waktu ataupun tempat yang terjadi dalm sebuah cerita yang merupakan lukisan peristiwa yang menimpa tokoh.

Menurut Nurgiyantoro (2000:227-236) mengenai pembagian Latar. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

1. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupatempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.

Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.

(40)

2. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa -peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Maslah “kapan” tersebut

biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita.

Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya yang berasal dari luar cerita yang bersangkutan. Adanya persamaan perkembangan dan atau kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu sebagai sungguh-sungguh ada dan terjadi.

Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional jika digarap secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah. Namun, hal itu membawa juga sebuah konsekuensi, sesuatu yang diceritakan harus sesuai dengan perkembangan sejarah.

3. Latar Sosial

(41)

keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual seperti dikemukakan sebelumnya. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat disimpulkan bahwa latar sosial bersangkutan dengan kehidupan masyarakat yang diceritakan yang berhubungan denagn status sosial tokoh yang dimana suasana kedaerahan tentang kehidupan sosial masyarakat terlihat dalam sebuah cerita.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat diketahui bahwa setting atau latar merupakan keterangan yang menunjukkan suatu tempat, waktu dan suasana yang terjadi dalam sebuah cerita yang meliputi fakta di atas, kemudian akan dijelaskan mengenai tema.

2.2.2 Tema

Tema dalam sebuah karya sastra sastra, fiksi, hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah kemenyeluruhan. Bahkan sebenarnya, eksistensi tema itu sendiri amat bergantung dari berbagai unsur yang lain. Hal itu disebabkan tema yang notabene “hanya” berupa makna atau gagasan dasar umum suatu cerita, tak mungkin hadir

(42)

Kejelasan pengertian tema akan membantu usaha penafsiran dan pendeskripsian pernyataan tema sebuah karya fiksi. Tema (theme), menurur Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyantoro 2000:67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita itu, maka masalahnya adalah makna khusus yang mana yang dapat yang dapat dinyatakan sebagai tema itu. Atau, jika berbagai makna itu dianggap sebagai bagian-bagian tema, sub-tema atau tema-tema tambahan. Menurut Scharbach (dalam Aminuddin 1987:91) tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.

Untuk menentukan makna pokok sebuah cerita, kita memiliki kejelasan pengertian tentang makna pokok, atau tersendiri. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan Hartoko & Rahmanto (dalam Nurgiyantoro, 2000:68). Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya sastra yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu.

(43)

Tema, walau sulit ditentukan secara pasti, bukanlah makna yang “disembunyikan”, walau belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit. Tema sebagai

makna pokok sebuah karya fiksi tidak (secara sengaja) disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca. Namun, tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, deng sendirinya ia akan “tersembunyi” di balik

cerita yang mendukungnya (Nurgiyantoro 2000:68)

Pertimbangan penentuan tema utama seperti yang telah dikemukakan diatas juga didasarkan pada pengertian tema menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro 2000:70) yaitu yang mengartikan tema sebagai “makna sebuah cerita yang secara

khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana:. Tema, menurutnya, kurang lebih dapat bersinonim dengan ide utama (central idea) dan tujuan utama (central purpose).

Istilah tema berasal dari bahasa inggris “thema” yang berarti ide yang menjadi pokok suatu pembicaraan atau ide pokok suatu tulisan (Sayuti 1997:25). Selanjutnya, Suharianto (2005:17) juga mengemukakan bahwa “tema sering disebut

juga dasar cerita yakni pokok permasalahan yang mendominasi suatu karya sastra. Tema akan terasa dan mewarnai karya sastra tersebut dari halaman pertama hingga halaman terakhir”.

(44)

jelas dinyatakan oleh pengarangnya. Disebut tersirat apabila tidak secara tegas dinyatakan, tetapi terasa dalam keseluruhan cerita yang dibuat pengarang.

Tema sering disebut juga dasar cerita, yakni pokok permasalahan yang mendominasi suatu karya sastra. Tema merupakan aspek sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan Hartoko (dalam Nurgiyantoro 2002:68).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan atau ide pikiran utama yang mendasari adanya sebuah cerita dalam karya sastra, dimana sebuah tema merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun sebuah cerita.

Suharianto (2005:17-18) membedakan tema menurut jenisnya menjadi dua macam yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayaor adalah tema pokok, yaitu permasalahan yang paling dominan menjiwai suatu karya sastra. Sedangkan, tema minor adalah permasalahan yang merupakan cabang dari tema mayor.

2.2.3 Sarana Cerita

(45)

pembaca melihat fakta sebagaimana yang dilihat pengarang dan merasakan pengalaman seperti yang dirasakan pengarang (Nurgiyantoro 2000:25).

Penelitian ini akan digunakan sarana cerita yang mengangkut sudut pandang, gaya/bahasa seperti apa yang akan diuraikan di bawah ini.

2.2.3.1 Sudut Pandang

Sudut pandang atau pusat pengisahan dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan, atau dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Demikian pemilihan bentuk persona yang dipergunakan, disamping perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga kebebasan dan keterbatasan, ketajaman, ketelitian, dan keobjektifan terhadap hal-hal yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2000:146). Menurut Aminudin (1987:90), sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkan. Sudut pandang diartikan posisi pengarang dalam suatu cerita, atau cara pengarang memandang suatu cerita (Hayati 1990:12).

(46)

Menurut Suharianto (2005:25) suatu cerita hakikatnya adalah lukisan perikehidupan manusia yang ditampilkan melalui tokoh-tokoh tertentu. Untuk menampilkan cerita tentang perikehidupan tokoh itu, pengarang akan menentukan siapa orangnya dan berkedudukan sebagai apa pengarang dalam cerita tersebut. Siapa yang bercerita itulah yang disebut pusat pengisahan atau sudut pandang.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat diselaraskan bahwa sudut pandang merupakan suatu cara pengarang untuk menyampaikan atau menyajikan tokoh. Melalui sudut pandang pengarang menyampaikan makna karya artistiknya agar selalu berhubungan dengan pembacanya.

Ada beberapa jenis sudut pandang atau pusat pengisahan, Suharianto (2005: 25-26) membagi pusat pengisahan menjadi empat, yaitu sebagai berikut:

1. Pengarang sebagai pelaku utama cerita, dalam cerita dengan jenis pusat pengisahan ini, tokoh akan menyebutkan dirinya sebagai “aku”. Seakan-akan cerita tersebut merupakan kisah atau pengalaman diri pengarang.

2. Pengarang ikut bermain tetapi bukan sebagai pelaku utama. Dapat dikatakan sebenarnya cerita tersebut merupakan kisah orang lain tetapi pengarang terlibat di dalamnya.

(47)

4. Pengarang peninjau. Pusat pengisahan jenis ini hampir sama dengan jenis pengarang serba tahu. Bedanya pad cerita dengan pusat pengisahan jenis ini, pengarang seakan-akan tidak tahu apa yang akan dilakukan pelaku cerita atau apa yang ada dalam pikirannya. Pengarang sepenuhnya hanya mengatakan atau menceritakan apa yang dilihat saja.

Sudut pandang atau point of view dalam praktiknya, sering dijumpai karya fiksi yang menggunakan lebih dari sebuah sudut pandang campuran, bahkan ada pula yang menggunakan lebih dari sebuah sudut pandang. Terkait dengan hal tersebut, sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, ataupun siasat yang sengaja dipilih oleh pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Nurgiyantoro (2000:256), mengemukakan pembedaan sudut pandang berdasarkan pembeda umum yang dilakukan orang, yaitu persona tokoh cerita, persona orang ketiga “dia” dan persona orang pertama “aku”. Pengisahan cerita yang menggunakan persona orang ketiga “dia”, narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka.

(48)

2000:262) mengungkapkan bahwa persona pertama adalah sudut pandang yang bersifat internal, maka jangkauannya terbatas.

Sudut pandang campuran digunakan pengarang yang menggabungkan antara persona pertama dan ketiga, antara “aku” dan “dia” sekaligus. Campuran “aku” dan “dia” terjadi secara bergantian, mula-mula cerita dikisahkan dari sudut “aku” terjadi pergantian ke “dia”, namun kemudian kembali lagi ke “aku” (Nurgiyantoro, 2000:268). Sudut pandang di dalam sarana cerita telah diuraikan seperti yang ada di atas, kemudian akan dibahas tentang Gaya/Bahasa.

2.2.3.2 Gaya Bahasa

Gaya dalam istilah sastra yaitu cara pengarang untuk menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intertektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 2002:72). Keraf (2010:112-113) menjelaskan stile atau gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.

(49)

mempergunakan bahasa dalam sastra bermacam-macam, misal dengan majas, diksi, dan tindak ujar yang tersirat dalam dialog antar tokoh, dll. Cara khas yang dilakukan oleh pengarang semata-mata untuk membamgkitkan suasana atau menimbulkan perasaan tertentu, sehingga pembaca akan memberikan tanggapan dalam pikiran pembacanya. Semua cara khas yang dilakukan oleh pengarang menjadi salah satu karya sastra indah dan bernilai seni.

Sejalan dengan uraian pengertian gaya tersebut, Scharbach (dalam

Aminuddin 1987:72) menyebutkan bahwa “gaya sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang

suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai, serta segi perwujudan mansuia itu sendiri”. sementara itu menurut Aminuddin (1987:72) gaya mengandung

pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuasakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intertektuali dan emosi pembaca.

(50)

mencapai tujuan. Jika ingin menganalisis gaya dalam cerita rekaan berarti kita menganalisis bentuk verbal cerita rekaan tersebut , seperti bagaimana pengarang memilih diksi, imaji, susunan kata, dan kalimatnya. Gaya bahasa termasuk pembawaan pribadi pengarang yang bersangkutan sehingga gaya pengarang yang satu tidak akan sama dengan pengarang yang lainnya.

Lebih lanjut, Keraf (2010:140) memilah dan menggolongkan gaya bahasa di dalam sebuah karya sastra menjadi seperti berikut:

1. Personifikasi yaitu gaya bahasa kias yang menggambarkan benda-enda mati yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.

2. Perumpamaan yaitu gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berlainan dianggap sama. Majas ini biasanya menggunakan kata seperti, bagaikan, laksana, bak, dan sebagainya.

3. Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Biasanya mengandung acuan yang menyatakan kepahitan dan celaan yang getir. Sebagai contoh adalah “menggigit bibir karena marah”.

4. Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Misalnya: bunga bangsa, buaya darat, cindera mata, buah hati, dll.

5. Alusio adalah gaya bahasa semacam acuan yang menyugestikan atau menghubungkan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa.

(51)

7. Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi di yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama.

2.3 Kerangka Berpikir

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana struktur cerita misteri Alaming Lelembut yang ada di majalah Jawa Panjebar Semangat tahun 2010. Alasan mengambil penelitian karena ingin tahu bagaimanakah struktur cerita misteri di majalah Jawa PanjebarSemangat tahun 2010

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori strukturalisme, teori ini memandang karya sastra sebagai sebuah struktur yang unsur-unsurnya atau bagian-bagiannya saling berjalin erat, saling menentukan keseluruhan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan objektif dalam metode struktural, pendekatan objektif adalah pendekatan yang erat kaitannya dengan teori sastra yang menggunakan konsep dasar struktur.

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian pada Cerita Misteri Alaming Lelembut pada majalah Jawa Panjebar Semangat tahun 2010 ini adalah pendekatan objektif dalam metode struktural, dimana pendekatan objektif adalah pendekatan yang erat kaitannya dengan teori sastra yang menggunakan konsep dasar struktur. Struktur dalam penelitian ini merupakan penyajian fakta cerita, tema, dan sarana cerita Pendekatan objektif adalah pendekatan yang bertumpu atas karya itu sendiri. Pendekatan objektif memusatkan perhatian hanya pada unsur-unsur yang dikenal dengan analisis intrinsik (Ratna: 2004:73). Pendekatan objektif digunakan dalam penelitian ini karena cerita merupakan jenis karya sastra yang unsur-unsur instrinsiknya dapat diteliti. Unsur-unsur pembangun yang digunakan dalam penelitian ini adanya fakta cerita, tema, dan sarana cerita yang terdapat dalam cerita.

3.2 Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian dalam skripsi ini adalah struktur di dalam cerita misteri Alaming Lelembut yang berupa teks cerita dalam majalah Jawa Panjebar Semangat tahun 2010.

Data dalam penelitian ini berupa sebelas cerita misteri Alaming Lelembut yang terdapat dalam majalah Jawa Panjebar Semangat tahun 2010, penulis

(53)

menganalisis sebelas cerita misteri yang menjadi pusat penelitian. Kesebelas cerita itu digunakan sebagai data penelitian karena dari kesebelas cerita tersebut sudah bermacam-macam strukturnya.

Kesebelas cerita misteri dalam majalah Jawa Panjebar Semangat tahun 2010 yang dimaksud tersebut di atas yaitu sebagai berikut: “Thuyul” karya Gaib Wisnu Prasetya edisi 2 tanggal 9 Januari 2010, “Balekna Dhuwitku” karya Sriyono edisi 5 tanggal 30 Januari 2010, “Siluman Asu” karya Slamet Suroso edisi 9 tanggal 27 Februari 2010, “Menungsa Tekek” karya Pakne Puri edisi 10 tanggal 6 Maret 2010, “Selingkuh karo Lelembut” karya Soegiyono MS edisi 13 tanggal 27 Maret 2010, “Yuyu Sawah” karya Wak Gus edisi 18 tanggal 1 mei 2010, “Ula Siluman” karya Masdi MSD edisi 29 tanggal 17 Juli 2010, “Misteri Golek Kencana” karya Pakne Novie edisi 32 tanggal 7 Agustus 2010, “Tikungan Maut” karya Budiono Dayak edisi 33 tanggal 14 Agustus 2010, “Gamelan Nyalawadi” karya Widi AR edisi 36 tanggal 4 September 2010, “ Arwah Gentayangan” karya Soedarto edisi 40 tanggal 2 Oktober 2010.

Sumber data dalam penelitian ini yang digunakan yaitu majalah Jawa Panjebar Semangat tahun 2010

3.3 Teknik Pengumpulan Data

(54)

1). Membaca Cerita Misteri Alaming Lelembut secara heuristik dan hermeneutik. Membaca heuristik dilakukan untuk menangkap makna secara harfiah yang berupa kode bahasa, melalui pembacaan heuristik dapat diketahui bagaimana jalan ceritanya dan isi secara garis besar. Sedangkan melalui pembacaan hermeneutik penulis mencoba menangkap makna dari Cerita Misteri Alaming Lelembut secara lebih mendalam dan mengungkapkan makna-makna tersirat. 2). Setelah melakukan tahap membaca, diteruskan dengan teknik mencatat atas data

yang sebenarnya, yang sesuai dengan objek dan tujuan penelitian seperti yang tertulis pada kartu data atau kolom data.

3). Kartu data ini nantinya dipergunakan untuk menulis semua data yang berhubungan dengan objek penelitian yang ditemukan dalam pembacaan.

3.4 Teknik Analisis Data

(55)

Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian ini seperti yang diuraikan sebagai berikut :

1. Memahami pengertian-pengertian dasar mengenai unsur pembangun dalam sebuah karya sastra.

2. Membaca teks dalam kumpulan cerita misteri Alaming Lelembut dalam majalah Jawa Panjebar Semangat tahun 2010 secara teliti dan paham dan mengerti isinya.

3. Menganalisis unsur pembangun karya sastra dalam cerita misteri Alaming Lelembut pada penelitian ini.

4. Menganalisis struktur cerita melalui fakta, tema, dan sarana yang terdapat pada kumpulan cerita misteri Alaming Lelembut dalam majalah Jawa Panjebar Semangat tahun 2010.

5. Mencatat semua fakta, tema, dan sarana ke dalam catatan berdasarkan judul cerita dalam cerita Alaming Lelembut dalam majalah Jawa Panjebar Semangat tahun 2010.

6. Mengumpulkan hasil analisis struktur yang terdapat pada cerita Alaming Lelembut dalam majalah Jawa “Panjebar Semangat” tahun 2010.

7. Dengan demikian, akan diketahui unsur-unsur intrinsik cerita misteri Alaming Lelembut dalam majalah Jawa “Panjebar Semangat” pada tahun 2010, yaitu tokoh penokohan, alur, seting atau latar yang terdapat pada fakta cerita, serta sudut pandang dan gaya bahasa yang terdapat pada sarana cerita.

(56)

BAB IV

FAKTA CERITA, TEMA DAN SARANA CERITA MISTERI

ALAMING LELEMBUT

PADA MAJALAH JAWA

PANJEBAR SEMANGAT

TAHUN 2010

Pada bab empat ini akan dibicarakan mengenai struktur cerita misteri Alaming Lelembut yang terdapat pada majalah Jawa Panjebar Semangat yang berjudul “Thuyul” edisi 2 tanggal 9 Januari 2010, “Balekna Dhuwitku” edisi 5 tanggal 30 Januari 2010, “Siluman Asu” edisi 9 tanggal 27 Februari 2010, “Menungsa Tekek” edisi 10 tanggal 6 Maret 2010, “Selingkuh karo Lelembut” edisi 13 tanggal 27 Maret 2010, “Yuyu Sawah” edisi 18 tanggal 1 mei 2010, “Ula Siluman” edisi 29 tanggal 17 Juli 2010, “Misteri Golek Kencana” edisi 32 tanggal 7 Agustus 2010, “Tikungan Maut” edisi 33 tanggal 14 Agustus 2010, “Gamelan Nyalawadi” edisi 36 tanggal 4 September 2010, “Arwah Gentayangan” edisi 40 tanggal 2 Oktober 2010.

Struktur cerita yang digunakan dalam penelitian ini adalah menganalisis unsur-unsur pembangun cerita misteri tersebut berdasarkan adanya fakta cerita, tema, dan sarana cerita. Melalui analisis fakta cerita, tema, dan sarana cerita maka akan diketahui nilai-nilai yang terkandung dalam cerita misteri Alaming Lelembut.

4.1 Struktur Cerita Misteri Alaming Lelembut

Struktur cerita misteri yang digunakan dalam penelitian ini menganalisis unsur-unsur pembangun berdasarkan adanya fakta cerita, tema, dan sarana cerita.

Gambar

gambaran” (PS,-2010 no 9 hlm 42)
gambar cakra, ana sing kaya trisula lan liya-liyane sing aku ora ngerti kuwi
gambar cakra, ada yang seperti trisula dan lain-lainnya yang aku tidak tahu itu gambar apa
gambaran”
+7

Referensi

Dokumen terkait