• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Analisis Formulasi, Mikrostruktur, dan Umur Simpan Produk Makanan Ringan Berbahan Dasar Ikan Kurisi (Nemipterus tambuloides)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Analisis Formulasi, Mikrostruktur, dan Umur Simpan Produk Makanan Ringan Berbahan Dasar Ikan Kurisi (Nemipterus tambuloides)"

Copied!
276
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)

KAJIAN ANAEISIS FORMULASI,

MIKROST'RUKTUR, DAN UMUR SIMPAN PRODUK

MAKANAN RlNGAN BERBAHAN DASAR

I KA

N

KU RISI

(Nemipterus Tamboluoides)

OLEH

M.J. JAN1 AR-NTORINI

PROGRAM

PASCASARJANA

(145)

ABSTRAK

Maria Josephine Jani Arintorini. IPN 9975 1. Kajian Formulasi, Mikrostruktur ,

dan Analisa Umw Simpan Produk Makanan Ringan dari Ikan Kurisi (Nempteru:~ tamboluoides). D I ~ bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS sebaga~ Ketua dan Prof. Dr. Soewarno T. Soekarto sebagai Anggota.

Untuk meningkatkan diversifikasi hasil perikanan, ikan digunakan sebagai~ bahan dasar pembuatan produk perikanan, baik sebagai pendamping makanar~ utama, maupun sebagai makanan selingan. Banyak ikan yang mempunyai nilail ekonomis dan preparasi yang mudah dapat digunakan sebagai bahan dasar.

Dalam pe~nelitian ini dilakukan pembuatan formulasi Kurisi Jishsnach- dengan empat jenis bahan pengikat, dan penambahan bahan lain, seperti bumbu (garam, bawang putih serbuk), soda, sodiumtripolifosfat.dan gelatin yang kemudian dipanas kan dengan uap 1 OOoC selama 30 menit. Pengeringan dilakukan pada suhu (40-50)YC selamd (20-24)jam. Tahap akhir adalah penggorengan pada suhu (1 80-200)"C selama 32 detik

Hasil penelitian memperlihatkan, makanan ringan dengan pat] beramilopektin tinlggi dipilih sebagai formula terbaik berdasarkan kerenyahannya yang berhubungan dengan pengembangan. Formula tersebut mempunyai kadar a i ~ sebelum digoreng yang paling rendah (13,47% b.k) dan berada pada daerah sekunder. Setelah digoreng., formula dengan pati beramilopektin tinggi tersebui mempunyai kadar air paling rendah juga, yaitu 2.81% b.k, dan di bawah nilai BET. Penggunaan gelatin ke dalam adonan dapat mereduksi penyerapan minyak dari 18.42 % b.k menjadi 15.55 % b.k. tetapi tekstur yang dihasilkan kurang bagus.

Sebelum digoreng, kadar air terikat primer, sekunder, dan tersier dari produk tanpa gelatin, beflurut adalah 5.58%, 13.59%, dan 65.09% untuk mengetahui kadar air opti~nurn sebelum digoreng. Untuk produk siap santap berturut-turut adalah 3.78%, 9.92%, 48.44% untuk yang tanpa gelatin dan 4.06%, 13.37%, dan 60.54% untuk penambahan 20% gelatin. Hal ini untuk mengetahui daerah aman selarna penyimpanan. Untuk makanan ringan siap santap, nilai

&,

m,

M, nya berturut-turut adalah 19.49%, 9.77%, dan 2.64% untuk tanpa gelatin dan 21.22%, 12.64%, dan 2.71% untuk penambahan 20% gelatin. Data ini digunakan pada saat penentuan umur simpan dengan Labuza
(146)

ABSTRACT

Maria Josephine Jani Arintorini. IPN 99751. Kajian Formulasi, Mikrostruktur, dan Analisa Umur Simpan Produk Makanan Ringan dari Ikan Kurisi (Nemipterur tamboluoides). Dn bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS sebagai Ketua dan Prof Dr. Soewarno T. Soekarto sebagai Anggota.

To increase of diversification of marine product, fish used as raw material in making some products consumed both as snack and main menu. Lots of lurid:;

of fish have an leconomical value can be used as raw material besides easy preparation.

Kurisi fish was mixed with four kinds of 5% starch, salt, powdered garlic, baking soda, sodillmtripolyphosphate, and gelatine. The mixture was heated then at 100°C for 30 rninutes before drying at (40-50)OC for (20-24) hours. The lasi: step was frying at (1 80-200)OC for 32 detik.

Results showed that the formulation with 5% waxy rice contains high amylopectin gave the best crispiness and expansion. That formula had the lowesi. moisture content, both befcbre (13,47% d.b) in secondary bound water and after fiying (2.81% d.b) below BET value. Using of gelatine could reduce oil adsorption during fiying fro~m 18.42 % d.b to 15.55 % d.b, but it did not a goodl texture.

Before frying, the 131-oduct without gelatine had 5.58%, 13.59%, and 65.09% as the primary, secondary, and tertiary bound water capacity. After frying. the value was 3.78#%, 9.92%, and 48.44% for formula without gelatine and 4.06%. 13.37%, and 60.54% for adlding with 20% gelatine. The Ready to Eat fishsnack without gelatin had 19.499/0, 9.77%, dan 2.64% as

&,

Iv&,

MI and 21.22%, 12.64%, and 2.71941 for adding with 20% gelatine. These value were used for shel- life dating of foods by Labwa method.
(147)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benamya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang be rjudul :

KAJIALN ANALISIS FORMULASI, MIKROSTRUKTUR, DAN

UMUR SIMPALN PRODUK MAKANAN RINGAN

BERBAEAN

DASAR

IKAN

KURISI (NemipterusTamboluoides)

merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingar~ Komisi Pembimb~ng, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diiajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi liain.

Semua data dan informasi yang digunakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya

Bogor, OhoVei: 2002

&*

(148)

KAJL4N ANALISIS FORMULASI,

MIKROSTRUKTUR, DAN UMUR SIMPAN PRODUK

MAKINAN RINGAN BERBAHAN DASAR

IKAN KURISI

(Nemipterus Tamboluoides)

OLEH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

PROGRAM

PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN

BOGOR

(149)

Judul Thesis : IKajian Analisis Formulasi, Mikrostruktur, clan Umur Simpan Produk Makanan Ringan Berbahan Dasar Ikar~ IrCurisi (Nemipterus tambuloides)

Nama ILI. J. Jani Arintorini

Program Studi : 1:lmu Pangan (IPN)

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof Dr. Soewarno T. Soekarto. MSc

Ketua A%gota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Pangan 3. Direktur Program Pascasarjana

/ ? ~ ~ ~ R A J T ~ ~ O ~ J

AN 1003
(150)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 21 Januari 1976, sebagai anal: kedua dari pasangan Dr. Ek'o Wijayanto Sutejo dan Christien Setiawaty.

Tahunl994 penulis lulus dari SMA Katolik Kolese Santo Yusup di Malang dan pada itahun yang sama melanjutkan pendidikan sarjana yang ditempul.1 di Fakultas Teknologi Inidustri (jurusan Tekmk Kimia) Institut Teknologi Nasional Malang, lulus path tahun 1999. Pada tahun 2000, penulis diterima di~ Program Studi Ilrnlu Pangan pada Program Pascasarjana IPB dengan biaya sendiri.

(151)

PRAKATA

Puji dan z;yukur dipanjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena

anugerah, rahmat, dan kas11hNya sehingga thesis sebagai salah satu persyaratari

untuk memperoleh gelar magister sains dengan judul "ffijian Analisis

Formulasi, Milu*ostruktu~*, dan Umur Simpan Produk Makanan Ringan

Berbahan Dasar Ikan Kurisi ( N e q t e r u s tamboluoides)" dapat diselesaikan.

Kegiatan ini merupakan suatu rangkaian dari proses studi selama penulis

memperoleh kesempatan nlengikuti program Pascasarjana di Institut Pertaniar~

Bogor.

Menyadari bahwa kesempatan dan keberhasilan yang diperoleh tidak lepas

dari dukungan be~bagai pihiak,

untuk

itu penulis patut menghaturkan terimakasih

atas bimbingan, diukungan rnoril dan material selama menjalani studi, penelitian.

dan penyusunan th~esis kepatla pihak-pihak yang telah membentu, yakni :

1.

Pembimbing-plembimbir~g,

yakni : Prof Dr. Rizal Syarief, DESS dan Prof Dr. Soewarno T. Soekarto, MSc masing-masing selaku Anggota Komisi

Pembimbing ,yang senimntiasa membantu, membimbing, dan meluangkan

waktu.

2. Dr. Ir. Yadi Haryadi,MSc atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi dan

masukan yang sangat berguna untuk penyempurnaan thesis ini.

3. Pimpinan IPB, khusus~lya Direktur Pascasarjana, dan seluruh staf, staf pengajar, Ketua Program Studi Ilmu Pangan, dan seluruh karyawan atas

kesempatan dan fasilikas yang diberikan hingga pelaksanaan studi dan

(152)

4. Seluruh staf 13.T. INTE!RKEMAS FLEXIPACK atas bantuannya dalam ha1

bahan kemasan yang sangat bermanfaat.

5. Bapak Tarmulji selaku penanggungjawab di laboratoriurn Balai Penelitiar~

Veteriner Bogor.

6. Keluarga tercinta : Papa, Mama, Bambang, atas dukungan doa, moril dan materiil, kesaharan, sert;3 nasehat dan bimbingan yang penuh kasih.

7. Keluarga Eddy K atas doa, nasehat ,dan dukungannya

8. Rekan-rekan s'emasa S1 : Sally, Vonny, Merry, Jimmy, Lely, Yenny, Yuyun, dan Darmawan.

9. Rekan-rekan semasa mi3hasiswa program pascasarjana S2-S3 Ilmu Pangan atas kerjasama, persahalbatan, doa, dukungan dalam suka duka, nasehat, dan

sumbangan pemikiran : Ibu Rafi, Bapak Arpah, Mbak Zita, Kak Lince, Ria,

Rita, Neni, Israwaty, Mery, Mbak Dian, Mbak Rahma, Bapak Mursalin, Bapak Beni, Elapak Edy Prayitno, Bapak Edy Primar, Bapak Halizar, Mbak Eliza, Asep, IDewi F, Bapak Sunar, Iwid, Dodi dan seluruh rekan-rekan angkatan 99

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Bogor, Oktober 2002

(153)

DAFTAR IS1

...

DAFTAR IS1

...

DAFTAR TAIBEL

DAFTAR GAIMBAR

...

...

DAFTAR LAlMPIRAN

I

.

PENDAIIULUAN

...

A

.

Latar Belakang:

...

B

.

Tujuan

...

n

.

TIN JAU AN PUSTAKA

...

A

.

Makanan ringan

...

B

.

Ikan

...

.

...

C Baharl Pengikal:

D

.

Bahark Tambahan Makanan

...

...

.

E Relasi Air

F

.

Penge masan dain Penyimpanan

...

HI

.

METODOLOGI E'ENELITIAN

...

A

.

Lokasi Penelitia~n

...

B

.

Bahan dan Alat

...

C

.

Persiapan

...

D

.

Metodle Penelitian

...

E

.

Metode Pengamiatan

...

IV

.

HASIL DAN PEMBAWSAN

...

...

.

A Pengujian Mutu Ikan Kurisi

...

B

.

Penen tuan Formnulasi Fishsnack Terbaik C.Pengar5uh Penanlbahan Gelatin selama Proses

Penggorengan

...

D

.

Perub, ahan Stru ktur Mikroskopis selama

...

Pengolahan

...

.

E Isoterrnis Sorpsi Air

F

.

Analisis TBA dam Kadar Air selama Penyimpanan

...

dengan~ Tiga Film Kemasan

.

...

G Analisis Umur diimpan

V

.

KESIMPULAN DAN SARAN

...

.

...

A Kesimpulan

...

.

B Saran

(154)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.6.

Komposisi Kimia Ikan Laut

...

Suhu [Gelatinisasi Berbagai Jenis Pati

...

Sifat Irisik dari Beras dan Jagung

.

.

...

Komposrsl Garut

...

...

Preselitase Komposisi Kimia Umbi Garut

...

Larutran Garam Jenuh yang Akan Digunakan dalam Menentukan Kadar Air Keseimbangan

.

. .

. . .

Formulasi Kurisi Fishsnaek dengan Penggunaan Jenis IBahan Pengikat yang Berbeda

...

Larutan Kimia yang Digunakan pada Pewarnaan Hemaitoksilin Eusin

...

Hasil Analisa Proksimat Ikan Kurisi (Nemptems tambu,loides)

.

. .

. .

. . .

.

.

.

. .

. . .

. .

. .

.

.

.

. . .

. . .

. . .

. . .

. .

. . .

. . . .

.

. . .

.

Analisa Kadar Air dan Tekstur dari Empat Formula Fishsnack dari Empat Bahan Pengikat yang EIerbeda

...

Hasil Uji Inderawi Formulasi Kurisi Fishsnack

denga~o Uji Jenjang

...

Hasil Analisa Proksimat Kurisi Fishsnack

...

...

....

Pengalruh Penambahan Gelatin selama

Penggcorengan

. .

.

.

. . .

.

.

. .

. . .

. . .

. .

.

. .

. . .

. . .

. . .

. .

. . . .

. .

. . . .

. .

Hubur~gan Aktivitas Air dengan Kadar Air Keseinobangan dari Kurisi Fishsnack

...

...

...

...

....

Hasil Perhitungan Kapasitas Air Terikat Primer dari Kurisi Fishsnack

...

...

...

...

... ...

...

...

...

...

...

Hasil Perhitungan Kapasitas Air Terikat Sekunder dari Kurisi Fishsnack

... ... ... ...

...

...

...

... ...

...

...

Hasil IPerhitungan Kapasitas Air Terikat Sekunder dari Kurisi Fishsnack

...

Susunan Tiga Daerah Terikat pada Berbagai Formu hsi Fishsnack

. . . .

.

. . . .

.

. . .

.

. . .

.

.

.

.

Perhitlungan Nilai k (Slope)

...

Perhitlungan Laju Transmisi Uap Air,

[image:154.601.210.500.135.668.2]
(155)
[image:155.597.208.515.144.760.2]

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.

Gambar 2.2.

Gambar 2.3.

Gambar 2.4.

Gambar 2.5.

Gambar 2.6.

Gambar 2.7.

Gambar 2.8.

Gambar 2.9.

Gambar 3.1.

Gambar 4.1.

Gambar 4.2.

Gambar 4.3.

Gambar 4.4.

Gambar 4.5.

Gambar 4.6.

Gambar 4.7.

Gambar 4.8.

Gambar 4.9.

Gambar 4.10

Gambar 4.11.

Gambar 4.12

Model Interaksi Protein yang Membentuk Jel dan Bahan Lain yang Membentuk Jel atau Tidak dalam Adonan

...

12

Skema Proses Denaturasi

...

14

...

Skema Komponen Utama dari Emulsi Daging 14

Penampang Jaringan Ikat pada Ikan

...

19

Irisan Melintang Otot dari Endomisium

...

19

...

Skema Sarkomer 20

Diagram Pengaturan Filamen Protein dalam Miofibril Relatif terhadap Keseluruhan Otot

...

20

...

Peta Stabilitas Bahan Makanan sebagai Fungsi aw 34

Isotermis Sorpsi Air suatu Bahan Pangan

...

36

...

Pembuatan Fishsnack 49

Ikan Kurisi (Nempterus tambuloides) sebagai Bahan

...

Dasar Pembuatan Fishsnack 64

Nilai Kadar Air (b.k) Empat Formulasi Fishsnack Siap Santap dari Jenis Bahan Pengikat yang Berbeda 69

Nilai Kadar Air (b.k) Empat Formulasi Fishsnack yang Belum Digoreng dari Jenis Bahan Pengikat yang

...

Berbeda 70

Analisa Tekstur Empat Formula Fishsnack Siap Santap dari Jenis Bahan Pengikat yang Berbeda dengan Instron Universal Testing Machine Tipe Kramer Shear Cell

...

72

Hasil Uji Inderawi Formulasi Kurisi Fishsnack

...

dengan Uji Jenjang 73

Formulasi Dasar Kurisi Fishsnack dengan Empat Jenis Bahan Pengikat yang Berbeda

...

74

Pengaruh Penambahan Gelatin pada Reduksi

...

Penyerapan Minyak dan Tekstur yang Dihasilkan 76

Perubahan Mikrostruktur selama Pengolahan Kurisi Fishsnack di bawah Mikroskop Polarisasi dengan Pewarnaan Hematoksilin Eusin dengan Pembesaran

100 kali

...

78

Perubahan Mikrostruktur selama Pengolahan Kurisi Fishsnack di bawah Mikroskop Polarisasi dengan tanpa Pewarnaan Hematoksilin Eusin dengan Pembesaran 200 kali

...

79

Perubahan Mikrostruktur di bawah Mikroskop Elektron dengan Pembesaran 150 kali

...

<85

Plot Kurva Isotermis Sorpsi Air dari Kurisi Fishsnack '90

(156)
[image:156.601.210.517.87.322.2]

Gambar 4.13 Plot Data untuk Penentuan Analisa Kapasitas Air Terikat Sekunder dari Kurisi Fishsnack Sebelum Digoreng secara Adsorpsi dengan Metode Logaritma 93

Gambar 4.14. Plot Data untuk Penentuan Analisa Kapasitas Air Tersier dari Kurisi Fishsnack Sebelum Digoreng

...

dengan Metode Polinomial 96

Gambar 4.15. Plot Data untuk Penentuan Analisa Kapasitas Air Tersier dari Kurisi Fishsnack Sebelum Digoreng dengan Metode Ekstrapolasi

...

97

Gambar 4.16. Plot Data untuk Hasil Perhitungan Kadar Air Kurisi

Fishsnack Siap Santap tanpa Gelatin selama Penyimpanan dengan Menggunakan Tiga Film Kemasan

...

101

Gambar 4.17. Plot Data untuk Hasil Perhitungan TBA Kurisi

Fishsnack Siap Santap tanpa Gelatin selama Penyimpanan dengan Menggunakan Tiga Film

...

(157)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Kesegaran Ikan dengan Uji Lipat (Folding Test)

...

115 Lampiran 2. Lembar Penilaian Panelis dengan Uji Jenjang

...

116
(158)

I. PENDAHIJLUAN

A. Latar Belakang.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan has11 perikanan, baik ikan laut raupun darat (ikan air tawar). Bentuk dan macam ikan jug21 bervariasi, antara lain : torpedo, panah, pipih, dan ular (Muchtadi dan Sugyono,

1989).

Bidang perikanan akhir-akhir ini banyak dikembangkan, tetapi pemanfaatamya tidak semaksimal di negara lain seperti di Jepang. Tingkat konsumsi ikan nasional masih rendah, sekitar 19 kdkapitdtahun. Angka ini di bawah tingkat konsumsi ikan di berbagai negara, seperti Filipina (41 kgkapidtahun), Malaysia (44 kgkapidtahun), Thailand (20 kgkapitaltahun, atau bahkan Jepar~g (55 kglkapitdtahun) (Peranginangin et al., 1999).

Untuk meningkatkan pola ragam konsumsi ikan, &lam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani, perlu adanya diversifikasi dalam pengolahan ikan gun21 meningkatkan ragam produknya, bahkan dalam rangka diversifikasi tersebut, ikan bukan hanya diolah untuk pendamping makanan utama, tetapi juga sebagai makanan selingan di antara makanan utama.

Produk dari ikan, seperti nugget, akan memberikan daya tarik visual (eye

appeal), aroma, clan rasa ikan dalam bentuk yang baru dan dan &pat dikonsums~l dalam segala situa silsetiap saat (Anonim, 1982).

(159)

tekstur renyah. Makanan ringan yang diperjualbelikan di pasaran sangat beragam (Anonim, 1994),.

Kecendenngan makanan ringan meningkat di pasaran, temasuk pasararl internasional. Dalam persaingan pasar, perusahaan secara konstan mencari

pengenalan produk baru yang mempunyai sasaran konsumen segala usia

(www.stablemicrosystems.comlapmapr99.htm).

Makanan ringan mempunyai

beberapa keistime waan baik prosesnya maupun karakteristik produknya.

Di Jepang,, pembuatan makanan ringan, justru mempergunakan bahan dasar terbanyak adalah ikan, seperti pembuatan Jako Tempura yang hanya

menggunakan 10% pati. Sebagian besar masyarakat di Jepang mengkonsurns~i ikan dan lebih dai-i 90% penangkapan ikan dikonsumsi sebagai makanan, bahkan digunakan sebaga bahan dasar pembuatan berbagai jenis makanan.

Mereka juga memanfaatkan ikan-ikan kecil sebagai bahan dasar. Mereka~ menguasai teknik pemrosesan dan pengawetan ikan. Jenis makanan dengan bahan ikan yang banyak ditemukan di Jepang, adalah Niboshi (perebusan dan~ pengeringan ikan kecil), Gisuke-ni, Tsukudani, dan masih banyak lagi, bahkan~ pembuatan sate juga menggunakan bahan dasar ikan (Shimizu, 1990).

(160)

Pengembangan aneka produk olahan ikan atau yang mengandung ikarl

dapat dijadikan alternatif jitu yang multifungsi. Selain memperbanyak pilihan bagi

konsumen sesuai selera, pengembangan aneka produk juga dapat dijadikan upaya

menumbuhkan ke biasaan makan ikan sejak dini. Upaya ini dapat meningkatkarl

nilai tambah proljuk olahan ikan dan dampak lanjutnya adalah meningkatkarl

pendapatan petani ikardnelayardpengolah ikan (Peranginangin et al., 1999).

Selain sebagai sumber protein hewani, ikan merupakan sumber omega 3, kalsiurn, sodium, dan kalori, sehingga kadangkala masyarakat yang melupakark

makan pagi clapat menggantinya dengan makanan praktis yang mengandung

serealia dan ikan.

B. Tujuan Penelitian

1. Menghasi lkan fishsnack dengan komponen ikan yang tingg untuk; menghasil kan produk kering siap saji/siap makan (Ready To Eat).

2. Melihat pengaruh gelatin terhadap penyerapan minyak selama~ penggoren ganf2shsnack.

3. Mengkaji struktur mikroskopis produkfishsnack.

4. Mengetah1.ii umur simpan produk fishsnack yang dikemas dengan~

(161)

11. TINJAUAN PUSTAKA

A. Makanan Ringan.

Makanan i-ingan me]-upakan makanan selingan yang sudah banyak dikenal

masyarakat sejak lama dan dapat dinikmati oleh berbagai lapisan dan usia. Snaclt banyak ragamnya, baik proses maupun bahan bakunya.

1. Defenisi dan Jenis Makanan Ringan (Snack).

Menurut Booth (1090) dalam Roberts (1999), makanan ringan adalah makanan atau minuman dalam porsi kecil, bahkan sampai tahun 70 an, yang tergolong makanm jenis ini antara lain : keripik kentang, kacang, cookies, kembang gula. Swt ini jerlis makanan ringan semakin luas. Jenis-jenis yang banyak dibicarakim adalah mulai makanan yang digoreng, dipanggang, produk; ekstrusi, kembang gula, cokl at, makanan fermentasi, es knm, yoghurt, hamburger, hotdog, kebab, kroket, dan nlasih banyak lagi, dengan bahan baku yang bervariasi

Menurut Henford ( 1982), pengertian makanan ringan hampir di semuaL negara mencakup antara la~in seperti yang telah disebutkan di atas. Makanan~ ringan dalam bahilsa Inggris adalah makanan sederhana yang dikonsumsi diantara~ makan utama. Dalam bahasa Jerman, diartikan sebagai makanan dalam porsi kecil yang siap santap dengan bahan baku antara lain pati, kentang, terigu, atau buah.

(162)

Menurut I-Iuang (1995), pertumbuhan produksi makanan ringan rendah lemak akan meningkat, karena berhubungan dengan kesehatan. Generasi baru dari makanan ringan terdiri dari : makan ringan rendah lemak, makanan ringan dengar) proses panggang (baking) dan bukan penggorengan Viying), serta makanan ringan kaya serat (high$ ber product).

2. Cara Pengoltthan Makanan Ringan.

Menurut Reilly and Man (1994) dan Burdon (1983), ada beberapa kategori makanan ringan secara umum menurut pembuatannya, yaitu : makanan ringari yang digoreng dengan minyak dalam (Deep Fat Fried) seperti keripik kentang, produk ekstrusi (lktrusion Cooked,), dan panggang (Roasted,) seperti kacang.

Dengan nlenggunakan metode penggorengan cepat, maka kentang atau pati kentang dala~n bentuk pelet yang digoreng dengan suhu tinggi (200°C), waktu yang singkat (15-20 detik) diharapkan memberikan pengembangan dan renyah. Penggorengan merupakan metode yang telah digunakan sejak lama.

Teknologi ekstrusi dengan menggunakan ekstruder bertekanan dan suhu

tinggi serta melalui cetakan (dies) akan menghasilkan produk akhir yang mengembang. Prclduk yang keluar dari ekstruder dikeringkan dan diberi bumbu

Penggorengan merupakan metode pemasakan sederhana yang melibatkari transfer panas ke makanan yang digoreng dengan minyak sebagai mediumnya. Penggorengan dilpat dilakukan baik dengan minyak atau tanpa minyak. Penggunaan miny ak dapat meningkatkan citarasa (Burdon, 1983).

Menurut Ileilly and Man (1994), kualitas niinyak yang digunakan akarl menentukan umui- simpan produk, dan kualitas minyak untuk menggoreng juga ditentukan oleh jmis baharl pangan yang digoreng. Faktor yang mempengaruh~~

(163)

penyerapan minyak antara lain : suhu penggorengan, waktu pengorengan,

ketebalan irisan, tlan spesifik gravity produk (Burdon, 1983).

Penggorer~gan yang tidak memerlukan minyak dapat dilakukan dengall

menggunakan gelombang nnikro (microwave) yang mempunyai berbagai macarri

fungsi, yaitu : menghangatkan, inaktivasi enzim, memanggang, memasak,

sterlisasi/pasteuri:;asi. Keuriggulan metode ini adalah tidak perlu penggunaarl

minyak, cepat dalam operasi, hemat energi, kontrol atau pengaturan yang tepat,

saat memulai dan mengakhiiri yang lebih cepat. Metode ini juga mempertahankari

kualitas produk baik rasa, tekstur, maupun nutrisi. Frekuensi gelombang yang

diijinkan untuk aplikasi makanan adalah 915 dan 2450 Hz (Giese, 1992).

Pada proses pembuatan keripik kentang, setelah kentang mengalamii

pencucian, penlppasan dan pengirisan, dilakukan pencucian untuk:

menghilangkan granula pati yang masih melekat, setelah itu dikeringkan dan~

digoreng. Tahap akhir dari proses yang ada adalah pemberian bumbu.

Pada proses pembuaitan produk ekstrusi, maka digunakan ulir tunggal atau~

ulir ganda. Produk ekstrusi yang ada di pasaran bersifat ringan, mengembang.,

dengan densitas karnba yitng rendah. Tahap akhir setelah proses dilakukan

pemberian bumbu. Bahan baiku yang dimasukkan ke dalam ekstruder, sebelurnnya

dicampur dengan air. Di tlalam alat ekstruder terjadi penekanan. Kombinasi

tekanan dan panas menyebabkan campuran yang ada menjadi viskos. Pada saat

berada di kepala ckstruder, terjadi penguapan uap air clan produk mengembang.

Kadar air (1 - 2)%) akan dicapai dengan dilakukan pengeringan 150°C selama (4 -

(164)

Produk pclpcorn dikluat dengan meletakkan bahan baku pada plat panaz;

yang kedap udara, sehingga jagung dapat mengembang secara tiba-tiba karena pengurangan kada r airnya.

Dua contclh keripik jagung dengan proses pengorengan adalah : tortilla chzps dan corn chips, dimana pada pembuatan tortilla chzps, massa di panggang (dikeringkan) sebelum digoreng, sedangkan corn chips setelah melalui proses ekstrusi dilakuka~l penggorcngan. Pada tahap akhir, keduanya dilakukan aplikasi bumbu.

Keripik s~mulasi ubi jalar dan kentang dibuat dengan pemasakar~ (steammng), penalpasan, dim pengirisan tipis ubi jalar dan kentang. Langkag selanjutnya adala h pengeriiigan dan penghancuran sampai menjadi tepung dar~ ditimbang. Penmlbahan 40% air dilakukan dari berat tepung dan ditambahkarl 2,5% garam, kemudian diaduk sampai rata. Adonan yang ada dicetak dengan teball

% sampai 1 mm, lalu dikeringkan dan digoreng. Pada pembuatan produk-produk: roti (bakery), terdapat tiga. tahapan, yaitu : pencampuran dan pengembangam adonan, aerasi, pe masakan clengan oven (panggang) (Anonim, 2000).

(165)

3. Sifat-sifat Mttkanan Ringan dan Kerusakannya.

Menurut lioberts (1999), berdasakan sifat bahan pangan sehubungar~ dengan penyimpanan, maka bahan pangan mempunyai 3 kategori, yaitu sangalt mudah rusak, mudah rusak, dan tidak mudah rusak.

Bahan makanan yang sangat mudah rusak mempunyai jangka waktu yang singkat dan disinlpan pada suhu rendah (0°C sampai 7°C atau -12°C sampai .-

lg°C), contohnya adalah susu, daging, ikan segar, serta beberapa buah-buahan dari sayuran.

Bahan ma kanan yang mudah rusak mempunyai inhibitor alami, contohnya keju, umbi-umbian, telur, susu pasteurisasi, daging asap, acar, sehingga mempunyai jangka waktu tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat.

Makanan yang tidak mudah rusak mempunyai jangka waktu yang relatiF lama dan dapat disimpan pada suhu ruang, umumnya mempunyai kadar air rendah, contohny~~ adalah keripik, kacang, makanan dalam kaleng, kerupuk, dan makanan sterilisasi. Umur simpannya juga dibatasi karena kerusakan kimia yang dapat terjadi pada suhu ruang. Kemasan sangat mempengaruhi umur simpannya.

Makanan ringan dapat mengalami kerusakan, terutama akibat penyerapan

air dan ketengikan. Makanan ringan umumnya mempunyai kadar air rendah dan renyah. Makanan ringan rentan terhadap penyerapan air selama penyimpanan, sehingga mempe~igaruhi tekstur, meningkatkan oksidasi, dan akan ditolak oleh konsumen.

(166)

Makanan ringan yang mengembang seperti tortilla chps, corn chps, dan stil;

kentang (potato sr ick) mempunyai kadar air kurang

dari

3% (Labuza, 1982). Peningkatan air akan meningkatkan oksidasi. Di atas lapisan monolayer,

a, meningkat, miika reaksi oksidasi diperlambat sampai a, pangan intermediet.

Penyerapan air merupakan fungsi tipe dan jenis bahan pengemas serta

perrneabilitasnya (Labuza, 1982).

Ketengikan dipengaruhi oleh bahan baku dan proses yang digunakari

(menggunakan rninyak/tidak). Bahan baku yang biasa digunakan dalani

pembuatan makanan ringan, antara lain : patiltepung, daginglikan, kacang,

buahibuah kering, coklat, lemak/susu, emulsifier/telur, keju, mentega, penyedap

(gula, garam, bumbu, vanila), dan bahan tambahan lain (soda pengembang,

gelatin).

Ketengikan merupakan kerusakan yang disebabkan oleh penggunaarl

lemak baik sebagai media proses maupun sebagai ingredien. Kerusakan ini

meliputi ketengikan oksidasi dan hidrolisis yang menyebabkan pembentukan bau

dan aroma yang tidak diinginkan.

Ketengika~ hidrolisis menyebabkan flavor soapy dan juga ketengikart

oksidasi. Ketengikan oksidasi dipengaruhi jenis minyak dan banyaknya asam

lemak tidak jenuh (Labuza, 1982 dan Roberts, 1999). Ketengikan hidrolisis dapait

dihambat dengan inengatur kondisi proses dan pengemasannya.

Air dan e z i m menyebabkan lipolisis dari molekul trigliserida menjadi

gliserol dan asant lemak bebas. Suhu lingkungan sebesar 100°F (38OC) akanl

(167)

diinaktivasi dengan menggunakan suhu proses yang tinggi, selain itu kadar air

akhir produk hams diminimalkan (Labuza, 1982).

Ketengikan oksidasi dapat dikontrol dengan melindungi asam lemak tidak

jenuh dari oksigen, panas, sinar, dan logam (Labuza, 1982), dan ditarnbahkari

antioksidan. Unhk makanan yang di goreng, umur simpan tergantung pada

oksidasi lemak. Ketengikan dipercepat dengan adanya air, suhu tinggi, darl

cahaya.

4. Makanan Ringan dari Ikan (Fishsnack).

Fishsnack merupakan produk makanan ringan kering yang terbuat dari pati dan daging ikan dengan penambahan bahan-bahan lain dan mempunyaii

tekstur seperti kerupuk. Hal ini yang membedakan antara kerenyahan kerupuk dar~

keripik. Kerupuk renyah karena berongga sedangkan keripik renyah karena~

ketipisannya Karakteristik yang diharapkan menurut Standard Nasional Indonesia

SNI 0 1 - 27 1 3 - 1992, adalah : kadar air maksimum adalah 12.

Pada pemt~uatan $shsnack, salah satu tahapan penting adalah pemasakanl

denga uap atau piinas yang sangat penting untuk menghasilkan jel (gel). Adanya uaplpanas, pati, & ~ n air, akan mengakibatkan proses gelatinisasi .

Granula pati mentah terdiri dari amilosa dan amilopektin. Penambahan air

akan memecahkarl kristalinitas dan merusak keteraturan bentuk amilosa. Granula

mengembang. Pen gembangan disebabkan karena molekul air berpenetrasi masuk

ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul amilosa-amilopektin.

Penambahan panas menyebabkan granula lebih mengembang, dan amilosa mulai

(168)

dan terlihat dalam struktur rnatriks amilosa membentuk suatu jel (Muchtadi et al. .,

1988).

Dalam pelnbuatan herbagai produk perikanan, ikan dibuat dalam bentuk. lumat, yang preparasinya hampir mendekati preparasi produk berbasis surimi. Surimi merupakm istilah bahasa jepang untuk daging lumat yang telahi mengalami penc~lcian berulangkali dari protein sarkoplasma (16 - 22% total

protein jaringan c~tot) atau protein yang larut air, dan juga sebagian bau, darah. lemak, dan pigmr:n menjadi hllang, selain itu sering ditambahkan bahan untuk meningkatkan elastisitas jel (Peranginangin et al., 1999).

Fraksi protein miofibrillar merupakan bahan awal untuk jel ikan atau produk kamabokcl yang aktn meningkat atau membengkak dua kali lebih besar ketika dicuci derlgan larulan NaCl (Suzuki, 1981 dalam Mackie, 1992 dan Peranginangin et ul., 1999).

Dalam pernbuatan b;shsnack, yang perlu diperhatikan adalah pembuatan adonan dengan mencampuir daging yang telah lumat dengan bahan pengikat, burnbu, dan bahan tambahar~ lain selama (10-20) menit. (Sabtu et al. 1996)

Sebagai tainbahan, gelasi protein merupakan transfonnasi dari bentuk sol ke jel karena parlas. Jel terbentuk karena pemanasan larutan protein. Karena terjadi denaturasi, protein dalam bentuk sol ditransformasi menjadi projel yang merupakan larutan viskos, sehingga protein terbuka dan mengekspos sejurnlah gugus fungsional seperti iksltan hldrogen dan gugus hidrofobik. Tahap setelah itu adalah pembentukan jaringan protein. Selanjutnya ketika projel didinginkan pada

(169)

ikatan gugus fungsional yang stabil. Hal ini disebut dengan gelasi (Fennema,

1996).

Menurut Ziegler and Foegeding (1 99 1 ), ada 5 model interaksi antaria protein yang mt:mbentuk jel dan bahan lain yang membentuk atau buka11

[image:169.597.105.494.224.471.2]

pembentuk jel da: am adonan, yaitu :

Gambar 2.1. Model Interaksi Protein yang Membentuk Jel dan Bahan Lain yang Membentuk Jel atau Tidak dalam Adonan (Ziegler and Foeding, 1991).

Pada gambar 2.1.A dan B merupakan model jel yang terisi sederhana.

Pada garnbar A, ~engisi larut, sedangkan

untuk

B, pengisi terdispersi. Keduanya disebut pengisi pasif

Untuk ganibar 2.1.C dan D, jel terisi secara kompleks. Bahan lain yang ada, berasosiasi clengan komponen utama pembentuk jel (pengisi aktif). Pada

bagian C, bahan kin berasosiasi dengan fraksi protein pembentuk jel, tetapi bukan

(170)

lain, bahan lain kerpolimerisasi dengan fraksi utama pembentuk jel membentuk; jaringan heteroge~l.

Gambar 2 l.E menunjukkan hubungan saling berpenetrasi yang dibentuk: oleh ingredien lain. Merupakan jaringan saling melilit dan dua matriks pembentuk: jel.

Protein miofibrilar berperan penting dalarn pembentukan jel. Pa& awalnya protein nliofibrilar hams dilarutkan dalam larutan garam. Selama tahap pembentukan jel, endomisium dan sarkolema rusak sehingga miofbrilar membengkak. Pellambahan garam akan melarutkan protein miofibrilar sehingga menghasilkan pasta. Hal ini didasarkan bahwa ion klorida menetralkan muatan positif molekul pmtein dart meningkatkan kelarutan protein.

Pada pem anasan untuk membentuk jel, protein hams terdenaturasi sehingga member tuk stnrktur jaringan yang mampu memerangkap air. Protein yang terdenaturasi akan membuka strukturnya dan bagian hidrofobik akan mebuka ke arah luar, seperti pada gambar 2.2. Dalam ha1 ini, protein sarkoplasma hams berkurang. Rantai aktomiosin berinteraksi satu dengan lainnya untuk membentuk jaringan yang dapat memerangkap air bebas, seperti gambar 2.3..

Pada pemanasan I OO°C, jaringan diperkuat tanpa terjadi agregasi dan kehilangan air (Mackie, 1992 dan Fennema, 1995).

(171)
[image:171.597.196.400.92.204.2]

Gambar 2.2. Skema Proses Denaturasi Protein (Winarno, 1989)

: globula lemak

: matriks jel protein

: film protein sekitar

globula lemak

Gambar 2.3. Skcma Komponen Utama dari Emulsi Daging (Aguilera and Stanley, 1999).

Spesies ikan dengan lemak tinggi cenderung menghasilkan surimi berrnutu rendah, gelap, kenlampuan m e n ~ k a t air rendah, dan kurang elastis dibandingkan ikan yang berdaging putih. Ikan juga hams segar, sebaiknya pada fase prerigor atau belum mengalami kekakuan (namun ha1 ini sulit untuk ikan laut), tidak cacat fisik, berrnutu prirna, mutu protein (aktin dan miosin) masih tinggi, dan kapasitas mengikat air masill bagus (Perangnangin et al., 1999).

(172)

cerah, sedikit bei-lendir atau tidak berlendir, tekstur daging pejal, lentur, jika~

ditekan cepat pulih, dan masih bau segar . Cara yang

umum

untuk menguji dagng: lurnat atau surirrli adalah : organoleptik, uji lipat, dan lumiawi, dan secaral mikrobiologis (kandungan bakteri).

Setelah d ilakukan gelatinisasi, untuk menghasilkan produk fishsnack kering, dilakukan pengeringan ( d y n g ) untuk mengurangi kadar air. Produk dengan bentuk lempengan (fi'ake) biasanya menggunakan bahan antara lain :

terigu, jagung, bl:ras, dan oats, dan mempunyai (15-20)% kadar air setelah dikeringkan. Selanjutnya dilakukan pemanggangan lagi atau penggorengan sehingga kadar air akhir lebih rendah (Roberts, 1999).

Dalam pernbuatan keripik, adonan yang telah dibentuk menjadi bentuk tipis dikeringkar~ hingga (8-14)% kadar air dan kemudian dilakukan

penggorengan hingga kandungan airnya (0,2-3)% dengan modifikasi tepung beras untuk memperbaiki tekstur (Matz, 1997).

Pengeringan dilakukan pada suhu 60°C agar terjadi pengembangan. Apabila pengeringan di atas 60°C, fishsnack kehilangan kemampuan untuk mengembang dan cenderung menjadi keras. Pembuatan kerupuk yang telah

dilakukan adalah menggunakan daging ikan dengan campuran maizena dan tapioka dengan jumlah pengikat yang lebih banyak dibandingkan dengan daging ikannya, juga dita~nbahkan bahan penyedap (Shimizu, 1990).

Ikan dengim ukuran kecil dengan panjang kira-kira (3 - 5) cm dapat

diproduksi menjadi G~suken~ di Jepang. Mula-mula bahan dikeringkan atau dikeringkan setelah dilakukan pengukusan dan dibuat menjadi Suboshi atau

(173)

(1 - 2) menit padil(75 - 80)"C. Pengeringan dilakukan sampai kadar air 18%. Hall

ini bertujuan untllk peningkatan konsumsi ikan kecil yang ekonomis (Shimizu., 1990).

Di Jepang juga dikenal makanan Juko Tempura, yaitu jel ikan kering darli ikan kecil. Setelah disortasi, dibersihkan, dihancurkan, dan dicampur bahan-bahara lain, dilakukan penggorengan. Banyak sekali produk-produk perikanan yang diproduksi oleh Jepang, antara lain : Tsukadani, Mirin-boshi, dan Niboshi.

B. Ikan.

Ikan menpakan salah satu kekayaan laut yang seharusnya mendapat

perhatian serius, rnengingat ikan mudah rusak. Ikan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu baha~i pangan yang memperbaiki nilai gizi konsumen karena kandungan protein yang tinggi dan mengandung omega 3 (Grosch, 1999).

1. Jenis dan Klasifikasi Ikan.

Komposisi utama daging ikan adalah air, protein, dan lemak (Mackie 1992). Menurut hfuchtadi dan Sugiyono (1989), komposisi kimia ikan adalah :

air, protein, lemac, karbohidrat (glikogen) dalam jumlah kecil, garam mineral, vitamin, pigmen, dan citarasa. Kandungan karbohidrat ikan, yaitu glikogen

mencapai 0,3% dan lebih rendah dari mamalia (Grosch, 1999).

Ikan dkelc~mpokkan menjadi dua kategori, yaitu : berdasarkan lingkungan tempat hidup, meliputi : ikan air laut, tawar, dan migrasi; dan berdasarkan bentuk, yaitu bulai atau pipih.

(174)

kakap dan hiu, can kelompok kedua adalah ikan permukaan (pelagis), seperti

tongkol dan lemllru. Proses penghancuran daging ikan menyebabkan oksidasi nonenzimatic. Peningkatan gesekanlfiiksi antara ikan dan alat akan menghasilkark panas yang menyebabkan pertumbuhan bakteri (Claus et al., 1994 dan Muchtadi dan Sugiyono, 1939).

Ikan air tiwar biasa hidup dan berkembang biak di air tawar, seperti :

sungai, danau, kol am, sawah, dan rawa. Ikan golongan ini antara lain : mas, tawes, mujair, lele, sepal, gabus, dan patin. Ikan migrasi adalah ikan yang hidup di lault tetapi berkembanl; biak di sungai, seperti : salem.

Berdasarkim bentuknya, ikan ada yang berbentuk torpedo, seperti tuna dan~ salem. Ikan dengain bentuk peluru, panah, pipih terdapat pada ikan terisilkurisi., tenggiri, dan selar. Ada juga yang berbentuk ular, seperti belut (Muchtadi dan~ Sugiyono, 1989).

Ikan Kurisi dalam bahasa Inggris disebut dengan Five -

Lined

Butterfly,

sedangkan di puls~u Jawa disebut dengan Gurisi, Krisi, Jamban. Masyarakat ada yang mengenalnya sebagai ikan Terisi. Dalam bahasa Jepang disebut dengan Itoyorr sp (Sowadr, 1980).

2. Anatomi dan Histologi Daging Ikan.

Ikan mempunyai dua jenis daging, yaitu daging merah di sepanjang tubuh bagian samping baiwah kulit bagian dalam dan daging putih di seluruh tubuh ikan tergantung kandungan mioglobin (Muchtadi dan Sugyono, 1989). Menurut Grosch (1999) bagian ikan yang dapat dimakan lebih kecil dari mamalia.

(175)

dan kelenjar. Pada kulit bagian dalam tertanam jaringan ikat. Banyak sekali jumlah bakteri pa.& kulit yang menyebabkan laju kerusakan menjadi meningkat, ikan juga menga~ldung spora yang tahan suhu rendah yang dapat turnbuh pada --

10°C (psikrofilik). Bakteri juga terdapat dalam usus ikan. (Grosch, 1999). Menurut Muchtaiii dan Sugiyono (1989), kulit berfungsi sebagai pembungkus luar, respirasi, ekskresi, dan osmoregulasi. Tubuh ikan tertutup otot

Menurut ELailey (1989), protein otot berfungsi juga sebagai emulsifier pada produk daging. Ikan mempunyai susunan otot yang jauh lebih sederhana dibandingkan dengan vertebrata lainnya (Muchtadi dan Sugiyono, 1989).

Jaringan otot ikan terdiri dari sel paralel yang panjang, tipis dan dirangkai menjadi ikatan serat. Masing-masing rangkaian serat otot terpisah dan dikelilingi jaringan penghulmng atau jaringan ikat yang disebut endomisium yang

mengelilingi seluruh otot. Semua itu terikat jadi satu dikelilingi perimisium, yaitu~ jaringan penghub~mg atau ikat yang tipis, merupakan: pemisah ikatan serabut otot.

Semuanya terikat jadi satu dengan dikelilingi epimisium, yaitu jaringan~ penghubung yang lebih tebal yang merupakan pembungkus serabut otot danl bagian dari sarkc~lema. Membran sekitar masing - masing serat otot disebut

dengan sarkolema, yaitu bagian jaringan ikat sekeliling serabut yang terdiri dari 3 lapis, yaitu : enaomisium, lapisan tengah yang amorf, clan membran plasma bagian dalarn (Grosch, 1999). Menurut Hams and Shorthose (1988), jaringan ikat mempunyai dua i'ungsi, yaitu mengikat serat daging dan melekatkannya pada kerangka. Gambar 2.4. di bawah ini menggambarkan susunan jaringan ikat dari

(176)

-

Perimisium

Gambar 2.4. Penampang Jaringan Ikat pada Ikan(Agui1era and Stanley.1999)

Apabila bagian endomisum dilihat secara melintang, rnaka akan nampak pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Irisan Melintang Otot dari Endomisium(Agui1era and Stanley,

1999)

Miofibrilar berfungsi melakukan kontraksi otot, berada dalam serat otot dan dikelilinp, : < e m terdapat dalam rnatrik homogen yang disebut dengan sarkoplasma. Pads daging putih jumlah sarkoplasma lebih sedikit dibandingkan dengan miofibrilar, tetapi pada daging merah justru sebaliknya (Grosch, 1999).

Menurut Grosch (1999), unit tunggal miofibrilar yang melakukan kontraksi disebut sarkomer dan mempunyai filamen tebal yang disebut miosin sebesar (50-60)% total protein serta filamen tipis yang disebut aktin sebesar (15 -

(177)
[image:177.588.79.472.39.846.2]

Gambar 2.6. .komer. 1) Filamen Tebal, miosin.

FZ3

Filamen Tipis.

-

Ak tin (Grosch, 1999).

Gambar 2.7. menjelaskan secara rinci susunan komponen otot ikan:, terutama protein r ~iofibrilar

,-

f l " . . l .

.;

- P" --

-

-. 7

-

-

-

--

- - 7 .

.

- ' - - , i;.:,;, , Serat otot

,.-3, "

.

* # # <?%q?3T=T-33i;<*i~3339

-" *>**

--. = - " 8

"=

Serat Tunggal

3

4ktin

Jembatan silang

Gambar 2.7. Diagram Pengaturan Filamen Protein dalam Miofibril Relatif ter hadap Keseluruhan Otot (Wirakartakusumah et el., 1992)

Protein p;ida otot dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu : protein yang melakukan konti-aksi yang dapat diekstrak dengan garam (aktomiosin,

tropomiosin dan troponin), protein yang larut air atau garam (mioglobin dan

enzime), serta prolein yang tidak larut air (jaringan ikat dan membran protein)

Menurut (irosch (1999), kandungan protein sarkoplasma sebesar (16-

(178)

3. Komposisi Kimia Daging Ikan.

Bagian ikan yang dapat dimakan lebih kecil dari hewan berdarah panas. Secara biologis, protein ikan sama dengan hewan darat. Kandungan protein kasar ikan sekitar (17 - 20) %, air sekitar (70 - 80)%, dan kandungan lemak bervariasi.

Menunlt ,Ickman (1 994), ikan dapat digolongkan berdasarkan kandungan lemaknya, yaitu : ikan kurus dengan lemak kurang dari 2%, dimana menurut Grosch (19991, Landungan lemak ikan golongan ini sekitar (0,l - 0,4)%; Ikan lemak rendah (2-4)%; Ikan lemak sedang (4-8)%; ikan gemuk dengan lemak (8-

20)%, dimana mcnurut Grosch (1999) adalah (16 - 26)%.

Kandungan lemak ikan dipengaruhi jenis ikan, maturitas, cuaca, kebiasaan makan. Deposisi lemak terjadi di jaringan otot, liver, dan usus. Ikan merupakan

sumber o- 3 - polyenic acid dengan 5 dan 6 ikatan ganda. Ikan mengandung asam

lemak tidak jenilh yang tinggi dan dengan kandungan tokoferol yang rendah sehingga mudah ~nenjadi tengik (Grosch, 1999).

Salah sat11 faktor yang mempengaruhi ketengikan adalah derajat asarn lemak tidak jenuh. Apabila mengandung banyak sekali asam lemak tidak jenuh akan lebih mudah teroksidasi. Kandungan pigmen (mioglobin, sitokrom) ikan bervariasi meskipun tidak setinggi mamalia, bahkan ikan yang mempunyai pigmen kuat se~crti

tuna

kerusakan pigmen akan menghasilkan diskolorisasi daging, yaitu gretning pada daging tuna kaleng (Grosch, 1999).
(179)
[image:179.593.81.508.215.634.2]

setelah ikan mati) terjadi kekauan daging ikan karena kontraksi yang merupakan hasil interaksi protein aktin dan miosin membentuk aktomiosin dan menyebabkan sarkomer menjad, pendek sehingga daging mengkerut dan kaku (Muchtadi dan Sugiyono, 1989).

Tabel 2.1. Kompc~sisi Kimia Ikan Laut.

Common

1

80

1

18

1

1,4

1

1,l

1

71

Haddock Ling

Red fish

1

:

Turbot (britt) 8 1 79 8 1 78 (northern 18 19 17 19 (baltic sea)

A % yang dapat dimakar .

B % berat seluruh ikan.

*digunakan dalam pembi latan Gisuke-ni

1,3

1,3 1,1

ikan yang ditangkap dan langsung dibunuh akan mengalami rigor yang 0,1 0,6 0,9 3 67 1,3 62 6 1

lebih lambat diba~dingkan apabila mati dengan sendirinya (menggelepar). Ikan 6 5

59

Grosch (1999)

yang menggelepar menyebabkan kekurangan oksigen dan glikogen menjadi 1,1

1,o 1,1 1,4

(180)

rendah sehingga perubahan glikogen menjadi asam laktat selkit dan penurunan pH tidak besar (Muchtadi dan Sugiyono, 1989).

Pada ikan yang telah mati, melemasnya daging ikan setelah mengalami kekauan (fasa post rigor mortis) karena kerusakan struktur jaringan ikan. Selama enzim masih aktif, enzim proteolitik akan merusak dan memecah protein menjadi struktur mikro. Protein merupakan penyusun benang-benang daging dan dinding sel, sehingga kekuatan benang atau dinding sel menurun (Muchtadi dan Sugiono, 1989). Di samping itu terjadi perubahan ATP oleh fosfatase menjadi ADP dan fosfat organik. AIIP akan terurai menjadi ribosa, fosfat amonia, dan hipoksantin. Peruraian ini menyebabkan pH ikan naik menjadi 6,2 - 6,6. Jika jumlah

hipoksantin tinggi ikan makin rusak (Muchtadi dan Sugiono, 1989). Grosch (1999), mengatakan bahwa pH ikan segar adalah 6,O - 6,5. Batas yang dapat

dikonsumsi adalah 6,8, dan ikan yang telah rusak mempunyai pH 7 atau di atasnya.

Setelah fa8;a setelah kekakuan (post rigor), ikan mengalami kerusakan mikrobiologi melalui selaput lendir ikan, insang, dan saluran pencernaan menembus daging serta menguraikan komponen daging dan menyebabkan pembusukan.

Kemampum ikan pada saat setelah kekauan untuk membentuk jel dapat diatasi dengan penambahan fosfat untuk memisahkan kompleks aktin miosin. Penambahan fosfi ~t akan meningkatkan pH jauh dari titik isoelektriknya dan kemampuan mengikat air akan meningkat ketika pH mendekati netral. Kemampuan pembentukan jel yang optimum terjadi pada pH 6,O -6,4 (Fennema,

(181)

C. Bahan Pengilrat.

Bahan pengikat dibutuhkan dalam pembuatan fishsnack. Bahan ini berfungsi sebagai pengikat maupun pengisi di dalam adonan (seperti pada gambar 2.1.). Bahan pengikat mempengaruhi tekstur makanan ringan. Bahan ini berinteraski dengm bahan lain yang ada melalui gugus yang dimiliki oleh bahan pengkat yang digunakan.

1. Bahan Pengikat dari Karbohidrat.

Pada umumnya yang digunakan berupa pati. Pati terdiri dari amilosa (linear) yang ber jifat larut air, berbentuk amorf sebagai molekul individu yang secara acak berada di sela-sela molekul amilopektin (bercabang). Arnilosa

-

amilopektindan tersusun seperti unit semiknstal. Kritalinitasnya antara (1 5 - 45)%

sehingga menimbulkan efek brrefrmngence. Pada saat gelatinisasi, amilosa bebas keluar dan meningkatkan viskositasnya (Aguilera and Stanley, 1999),.

Menurut Iluang (1995) pati berperan dalam mengatur sifat estetika dan organoleptik, mernpengaruhi tekstur, pengisi protein mifibrilar pada produk- produk yang terb~at dari surimi dan sebagai perekat (Lee et al. 1992).

Pemilihan jenis dan level pati yang digunakan tergantung dari efek dari kekuatan jel dan larga. Pati yang dinilai cukup membentuk jel yang kuat adalah kentang, jagung, c an terigu.

Pada penggunaan pati dalam proses pembuatan makanan ringan, sifat mengembang yang diinginkan dapat dicapai dengan merubah rasio amilosa -

(182)
[image:182.595.149.453.172.237.2]

dari makanan ringan adalah menggunakan pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi.

Tabel 2.2. Suhu Gelatinisasi Berbagai Jenis Pati

Hsieh et al. (1993).

1

Jetniry

Pati dengan kandungan amilosa tinggi akan mengurangi penyerapan

Suhu Gelatinisasi

(OC)

68-78

minyak selama pxggorengan karena kemampuannya membentuk film (Huang, 1995). Amilopektin bersifat merangsang pengembangan (pufing), sehingga produk yang dihssilkan lebih renyah. Pati dari serealia, seperti terigulgandum, jagung, dan bera:; memberikan karakteristik ekspansilpengembangan yang baik

(Huber, 1991).

a. Pati Jagung (.Waizena).

Jagung me rupakan bahan dasar pembuatan makanan ringan yang populer di Arnerika (Mat z, 1997), murah, mudah tersedia, dan mudah mengembang. Jagung mengand~lng amilosa dan amilopektin yang sesuai dengan varietasnya. Secara umum rasio amilosa dan amilopektin jagung adalah 25 : 75 (Muchtadi et al., 1988). Sifat fisik dari jagung terdapat pada tabel 2.3.

b. Beras.

(183)

Menurut 14uchtadi dan Sugiyono (1989), amilopektin merupakan fraksi utama pati berm. Berdasarkan kandungan amilosa-amilopektinnya, beras digolongkan menj adi : kandungan amilosa rendah ( 10-20)%, kandungan amilosa menengah (20-25)%, kandungan amilosa tinggilpera (25-33)%.

Tabel 2.3. Sifat Fisik dari Beras dan Jagung.

Brockington and Vincent (1972) mengatakan bahwa rasio amilosa :

(

Densitas Kamba (kglm3)

1

575-600

amilopektin memegang peranan penting dalam pengembangan dan tekstur. Sifat

fisik dari beras (ian jagung rata-rata terdapat pada tabel 2.3.(Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Menurut Brockington and Vincent (1972), pati dengan amilosa rendah mempunyiti konfigurasi pati yang lebih amorf sehingga mempengaruhi

745

pengembangan.

Muchtadi dan Sugiyono (1989).

c. Garut.

Tanaman garut berasal dari St. Vincent, Amerika Tengah, dengan nama latin Maranta arimdinacea, famili Marantaceae. Dikenal dengan arrowroots, karena memiliki akar rimpang yang berbentuk busur panah. Orang melayu menyebut tanaman ini arerut atau arirut, sedangkan orang di pulau Jawa menyebutnya dengan jelarut, larut, arus, erut, irut, angknk. Orang Ternate mengenalnya seba gal hudasula (Rukmana, 2000).

(184)

Ta be1 2.4. Kompc ~sisi Garut Lemak (gram) Ca (mg) P (mg) Fe (mg) Komponen

Rukma na (2000).

Ukuran

Tanaman ini dapat menghasilkan umbi garut pada ketinggian (600 - 900)

m di atas permukimn laut dengan curah hujan minimum 1.500 - 2.000 mmltahun

dan musim kemar au selama 1 - 2 bulan dengan suhu (22 - 32)"C (Villamayor and

Jukena, 1996 dan Rukmana, 2000).

Umbi ganit berbentuk spesifik, yaitu melengkung seperti busur panah dengan panjang ( . j - 40) cm, diameter (2 - 5) cm, putih kemerahan, berdaging

tebal, dan terbung,kus oleh sisik yang saling tumpang tindih. Umbi garut dari St.

Vincent ini mempunyai 2 kultivar, yaitu Creole dengan umbi putih dan Banana

dengan umbi ke merahan. Kultivar Creole memiliki rizoma kurus panjang, menjalar luas, dan menembus tanah, sedangkan kultivar Banana memiliki rizoma pendek, gemuk, dan tumbuh menjalar dekat perrnukaan tanah (Villamayor and Jukena, 1996 clan Rukmana, 2000).

Manfaat yang dapat diambil dari tanaman garut adalah bentuk umbi maupun olahan ba ik tepung maupun pati. Umbi garut telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mendinginkan perut, menawarkan bisa ular, atau lebah, memperbanyak ASI, obat disentri atau eksim, serta menwunkan demam. Pati yang diperoleh me mpunyai rendemen (1 6 - 1 8)% (Villamayor and Jukena, 1996).

(185)
[image:185.595.89.508.106.347.2]

Tabel 2.5. Presentase Komposisi Kimia IJmbi Garut

-

Komposisi

Banana

Villamayor

dan Jukena,

1996

Lingga et al.,

Kultivar Creole

1,ingga et al., 1989

Direktorat

Gizi dan

Kesehatan

RI

d. Tapioka.

Pati 21,7

Protein 1,o

Lemak 0,1

Serat 1,3

69,l

Abu 1,4

Tapioka merupakan pati dari ubi kayu atau lebih dikenal dengan singkong (Manihot esculen,'a Crantz). Pati tapioka didapat dari akar singkong (Manihot utilisma) yang rr erupakan famili Euphorbiaceae. Nama dagang di Amerika adalah tepung tapioka. Ada lebih 75 varietas tanaman manioc yang tinggi rata-rata 12 kaki dengan batang bercabang (Brautlecht, 1953)

Tapioka atau gaplek merupakan bahan setengah jadi. Ubi kayu berbentuk silinder dengan uj mng mengecil, berdiameter (2

-

5) cm dan panjang (20

-

30) cm dan diperdagamgkan dengan bentuk masih berkulit dengan daging berwama putih atau kuning (Muchtadi dan Sugiyono, 1989).

2. Bahan Pengillat dari Protein (Gelatin).

1990

-

2,2 0,1

-

70,O

-

Penambahin gelatin komersial dilakukan untuk mereduksi penyerapan minyak selama pcngorengan. Gelatin merupakan protein dari kolagen jaringan ikat, kulit, dan tul<mg mamalia atau ikan. Gelatin dengan sifat-sifat yang berbeda dapat dihasilkan tergantung sumber, pretreatment dan metode ekstraksi.

28 19,4 7 2 0,1 0,6 72,O 1,3

19,4 - 21,7

1 - 2,2

0,1 0,6 - 1,3

69 - 72

(186)

Gelatin m:rupakan jel termoreversibel yang meleleh pada suhu sekitar

suhu tubuh, sehingga jel surimi yang mengandung gelatin lebih lunak ketika dipanaskan. Ketika suhu tinggi, gelatin meleleh dan akan membentuk jel yang kaku (rigid) ketik;~ didinginkan.

Gelatin adilah protein dari hidrolisis parsial dari kolagen yang melibatkan perlakuan alkali a tau asam dan diikuti dengan pemanasan dengan menggunakan air. Gelatin berbeda dengan protein lainnya karena konfigurasi acak dari rantai polipeptida (Genn adios et al., 1994).

Menurut 1LZatz (1992), ada dua macam gelatin berdasarkan pembuatannya, yaitu tipe A dan

El.

Gelatin tipe A (asam) mempunyai pH (4,7 - 5,O) dengan titik

isoelektrik pada FH (8,3 - 8,7) . Gelatin B (basa) punya pH (5 -7) dengan titik

isoelektrik antara (4,7 - 5,O). Kadar airnya (10 - 15)% dan mempunyai berat

molekul 3.000 sar npai 200.000. Penyemprotan dengan larutan gelatin (1 0 - 20%)

dapat mengurangi penyerapan minyak selama penggorengan. Menurut Jones

(1977), gelatin 1)ada umumnya digunakan sebagai bahan pembentuk jeli, emulsifier (minyal: dalam air), perekat, dan bahan pengkilap.

(187)

D. Bahan Tambr ~han Makanan.

Bahan ta~nbahan makanan terkadang diperlukan dalam pengolahan makanan, terutarna untuk memperbaiki sifat, pengawet, maupun citarasa. Bahan makanan yang ciigunakan luas dan penggunannya mempunyai batas aman tergantung jenis b,lhan makanan yang digunakan.

1. Sodium Trip( ~lifosfat (STPP).

Bahan lain yang ditambahkan adalah polifosfat yang berfung

Gambar

Tabel 2.6.
Gambar 2.1.
Gambar 4.13
Gambar 2.1. Model Interaksi Protein yang Membentuk Jel dan Bahan Lain
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berarti dari hasil ANOVA di atas menunjukkan bahwa ekstrak tunggal, dosis kombinasi ekstrak daun dewandaru dengan metformin yaitu 75, 150 dan 300 mg/200

Dari deskripsi teori dan pendapat yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi program PKL adalah suatu kegiatan untuk menentukan keberhasilan

Pada uji nilai kisaran ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2- 3 gram sebanyak 150 ekor dengan padat tebar 10 ekor/akuarium... Uji

menggabungkan basis pengetahuan dengan mesinin ferensi. Diet adalah serangkaian susunan jumlah dan jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang dari hari

Dengan demikian dapat diartikan bahwa sikap pegawai memberikan pengaruh positif yang signifikan, baik secara langsung terhadap kualitas pelayanan maupun secara tidak

Keterangan: P0 = kontrol; P1 = benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi dengan biomatriconditioning plus agens hayati; P2 = benih diinokulasi Xoo, kemudian diinvigorasi

Mengingat bahwa pelatihan pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi kesenjangan antara kinerja yang ada saat ini