ABSTRAK
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ADVOKAT PELAKU TINDAK PIDANA SUAP
Oleh
JURY AJI STIHALI
Advokat sebagai profesi didasarkan kepada nilai-nilai kehormatan dan kepribadian dan memegang teguh kejujuran, kemandirian, kerahasiaan dan keterbukaan. Nilai-nilai tersebut harus dilaksanakan guna mencegah lahirnya sikap-sikap tidak terpuji dan perilaku kurang terhormat, mempunyai peranan penting dalam penegakan hukum dan keadilan. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap Advokat sebagai pelaku pembantu tindak pidana suap? (2) Apakah faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap Advokat pelaku pembantu tindak pidana suap?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Jaksa pada Kejaksaan Negeri Lampung, Anggota Dewan Kehormatan Peradi Bandar Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Jury Aji Stihali
bersedia untuk menjadi saksi dalam pengadilan. d) Faktor budaya, yaitu adanya nilai dan norma bahwa tindak pidana suap yang dilakukan oleh advokat merupakan pelanggaran terhadap hak milik orang lain yang harus diberi hukuman setimpal sesuai dengan hukum yang berlaku.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Aparat penegak hukum (kepolisian, jaksa dan hakim) hendaknya meningkatkan kerja dalam menangani dan menyelesaikan tindak pidana penyuapan secara cepat, akuntabel dan benar.(2) Kesadaran peran aktif masyarakat harus ditingkatkan dalam membantu kinerja aparat penegak hukum dalam penegakan hukum tindak pidana penyuapan, karena tindak pidana penyuapan ini relatif sulit dibuktikan dan sering lolos dari pengawasan, oleh karena itu diperlukan adanya laporan dari masyarakat. (3) Disarankan kepada advokat untuk konsisten melaksanakan Kode Etik Advokat Indonesia serta menerapkannya ke dalam aktivitasnya di bidang hukum sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimilikinya, serta menghindari perilaku yang dapat merusak citra advokat pada khususnya dan citra penegakan hukum pada umumnya.
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ADVOKAT PELAKU TINDAK PIDANA SUAP
Oleh
JURY AJI STIHALI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal
22 Februari 1986, merupakan putra ketiga dari tiga
bersaudara, buah hati pasangan Bapak Alfian A. Husin, S.H
dan Ibu Sortalina Hutabarat.
Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah TK Tunas Harapan Kota Bumi
selesai pada tahun 1991, Sekolah Dasar (SD) 2 Way Halim Permai Bandar
Lampung diselesaikan pada Tahun 1997, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 25 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2000, Sekolah Menegah Atas
(SMA) Negeri 6 Bandar Lampung diselesaikan pada Tahun 2003. Pada Tahun
2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
PERSEMBAHAN
Penulis persembahkan Skripsi ini kepada :
Papah dan Mamah,
sebagai orang tua penulis tercinta yang telah mendidik, membesarkan dan membimbing
penulis menjadi sedemikian rupa yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus dan
memberikan do’a
yang tak pernah putus untuk setiap langkah yang penulis lewati
Kakak penulis, Jimmy Maruli, S.H.,M.H dan Jeffry Albertli, S.T
yang selalu Mendukung dan Membantu
serta
Keluarga penulis, Kakakku Rosi dan Kakakku Vera, Desy CH’Jeesyme’, Queen
Alkhansa Saihanggum, Akiko Fathiya saihanggum, Queen Malaka Saihanggum,
Yogi J, Abang Sany
Sahabat-sahabat penulis, Gagan Ghautama, S.H, Dek Dedi Dedot, Novi, Hendra,
Fajar, Rendi, Christ, M. Iqbal, S.IP, Ronald, Hengki Dewa, Broe, Bastek, Sam
Simuk, Mas Bims, Popobun, Papaeza, Mas Vick, dan yang tidak dapat disebutkan satu
persatu
yang telah banyak membantu, menemani dan memberikan dukungan
kepada penulis selama ini.
Terimakasih atas persahabatan yang indah yang telah kalian berikan
dan waktu yang telah kalian luangkan
MOTTO
You can walk on the water if you believe you can
(Jury Aji Stihali)
i
SAN WACANA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul: Analisis Penegakan Hukum Pidana Terhadap Advokat Pelaku Tindak
Pidana Suap.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Hukum padaFakultas Hukum Universitas Lampung. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya
skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung
2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung, sekaligus sebagai Pembahas I yang
memberikan saran dan kritik dalam penulisan ini
3. Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung
4. Bapak Prof. Dr. Sunarto D.M., S.H., M.H, selaku Pembimbing I yang penuh
dengan kesabaran memberikan bimbingan, motivasi, jalan, saran dan juga
ii
penyelesaian skripsi ini
6. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H., selaku Pembahas II, masukan dan
saran yang diberikan selama proses perbaikan skripsi ini
7. Seluruh dosenFakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan
ilmu kepada penulis selama menempuh studi.
8. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satupersatu
10.Almamater tercinta Universitas Lampung
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun demikian
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, April 2015 Penulis
DAFTAR ISI
I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10
E. Sistematika Penulisan ... 14
II TINJAUAN PUSTAKA ... 16
A. Penegakan Hukum Pidana... 16
B. Advokat ... 20
C. Pengertian Tindak Pidana Suap ... 28
III METODE PENELITIAN ... 32
A. Pendekatan Masalah ... 32
B. Sumber dan Jenis Data ... 32
C. Penentuan Narasumber... 34
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 34
E. Analisis Data ... 35
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Karakteristik Narasumber ... 36
B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Advokat Sebagai Pelaku Tindak Pidana Suap... 37
B. Saran ... 64
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Advokat menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di
dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan
ketentuan undang-undang. Sebagai profesi hukum, setiap Advokat memiliki
kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang
berpegang teguh kepada kejujuran, kemandirian, kerahasiaan dan keterbukaan, guna
mencegah lahirnya sikap-sikap tidak terpuji dan perilaku kurang terhormat,
mempunyai peranan penting dalam penegakan hukum dan keadilan.1
Posisi Advokat dalam konteks sistem peradilan pidana di Indonesia merupakan
profesi hukum (legal profession), yang berfungsi membela klien yang sedang
diperiksa atau disidik, diinterogasi, didakwa atau dituntut baik di luar maupun di
dalam pengadilan. Profesi Advokat secara akademik diartikan sebagai legal counsel
atau lawyer, yang mempunyai peran dalam membantu tersangka atau terdakwa
dalam membebaskan, meringankan, mengubah dan menghindar dari tuntutan
hukum, penangkapan dan penahanan oleh penegak hukum. 2
1
Fabiana Rima, Mafia Hukum dan Moralitas Penegak Hukum, Pusat Pengembangan Etika Atma Jaya Jakarta.2000, hlm.3
2Ibid
Advokat merupakan profesi bebas dan independen yang tugasnya membela
kepentingan dan hak hukum serta hak asasi manusia kliennya.Tugas Advokat adalah
membela kliennya dan dalam pembelaan harus merahasiakan dan menyimpan
rahasia klien, pembicaraannya dengan klien, strategi dalam pembelaannya, bukti dan
saksi apa yang akan digunakan dan seterusnya.3
Tugas dan fungsi Advokat sebagai pemberi jasa hukum diatur dalam dalam Pasal 1
angka (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, bahwa jasa
hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum,
bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Advokat memiliki kewajiban moral untuk ikut memastikan bahwa prinsip-prinsip
peradilan yang baik harus dipenuhi dalam sistem hukum yang ada, misalnya
Advokat harus memastikan bahwa sistem administrasi yudisial (administration of
justice) memenuhi prinsip peradilan yang cepat, sederhana dan murah. Advokat
dalam menjalankan fungsinya berkewajiban pula untuk mengupayakan peradilan
yang adil dan benar. 4
Pada tataran pelaksanaannya tidak semua Advokat mampu melaksanakan tugas dan
fungsinya tersebut, hal ini berkaitan dengan menurunnya kualitas penegakan hukum
dewasa ini, karena ukuran menguntungkan atau tidak menguntungkan suatu perkara
dipandang hanya dari kacamata politis dan ekonomis dan hal ini dianggap sah
karena mekanisme penentuannya telah memenuhi standar legal formal. Hal yang
3Ibid
, hlm.4
4
3
membuat sistem hukum semakin parah dengan adanya mafia peradilan. Mafia
peradilan merupakan sebutan bagi aparat penegak hukum yang melakukan
praktik-praktik curang dengan secara sistematis dengan tujuan agar pelaku tindak pidana
dapat terlepas dari jeratan hukum atas perkara yang dilakukannya. Praktek-praktek
koruptif yang sering mereka lakukan dapat dikategorikan sebagai judicial
corruption, yang terjadi karena tindakan-tindakan yang menyebabkan
ketidakmandirian lembaga peradilan dan institusi hukum (polisi, jaksa penuntut
umum, Advokat/pengacara dan hakim).5 Tidak dapat dipungkiri bahwa Advokat pun secara langsung maupun tidak langsung turut menciptakan terjadinya praktik
kecurangan tersebut, padahal posisi Advokat dalam sistem hukum mempunyai peran
yang penting, karena Advokat memiliki akses menuju keadilan dan penghubung
antara masyarakat dengan negara melalui institusi hukumnya. Profesi Advokat lebih
dikenal sebagai broker perkara yang menjadi perantara perilaku koruptif antara
kliennya dan aparat penegak hukum (hakim, jaksa dan polisi) sebagai pembeli dan
penjual keadilan. Peran Advokat yang seharusnya memberikan jasa hukum dan
mewakili kliennya diganti dengan peran mendekati aparat penegak hukum agar
perkara yang ditanganinya dapat dimenangkan dengan cara apapun. Advokat yang
seharusnya berperan secara konsisten menjembatani kepentingan masyarakat dalam
sistem peradilan, justru turut terlibat dan menjadi bagian dari mafia peradilan.6
Profesi Advokat ternodai oleh ulah para oknum Advokat yang terjadi dalam praktik
peradilan. Salah satu contoh kasusnya adalah Advokat Susi Tur Andayani yang
tengah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Susi diduga menjadi
5
Fabiana Rima, Op cit, hlm.4
6
perantara suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar dalam
sejumlah sengketa Pilkada. Susi dituntut tujuh tahun penjara karena dianggap
terbukti turut serta melakukan suap. Jaksa penuntut umum pada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa kasus dugaan suap pengurusan
sengketa pilkada Kabupaten Lebak dan Lampung Selatan di Mahkamah Konstitusi
(MK), Susi Tur Andayani alias Uci, dengan pidana penjara selama tujuh tahun.
Menurut jaksa, Uci yang berprofesi sebagai Advokat itu turut serta menerima duit
suap sebesar Rp 1.000.000.000 terkait pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah
Kabupaten Lebak, Banten, pada 2013 dan uang Rp 500.000.000,- terkait sengketa
pilkada Lampung Selatan pada 2010.
Jaksa Edi juga menuntut pidana denda kepada Susi sebesar Rp 250 000.000,- Jika
tidak dibayar, maka dia mesti mengganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Pertimbangan memberatkan Susi adalah praktisi hukum tidak yang seharusnya tidak
menerima suap, dan perbuatannya dianggap mencederai hukum dan lembaga
peradilan, khususnya Mahkamah Konstitusi. Hal meringankan adalah terdakwa
berterus terang, mengakui dan menyesali perbuatan, serta belum pernah dihukum.
Perbuatan pidana Susi dianggap terbukti. Perbuatannya dianggap memenuhi unsur
dimaksud dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana.
Dalam uraian perbuatan dibacakan Jaksa Edi Hartoyo, Susi bersama-sama dengan
Akil disebut menerima uang Rp 1.000.000.000,- dari Komisaris Utama PT Bali
5
Banten Ratu Atut Chosiyah. Uang itu diberikan supaya Mahkamah Konstitusi
mengabulkan permohonan perkara konstitusi diajukan pasangan Amir
Hamzah-Kasmin, yang menggugat kemenangan Iti Octavia Jayabaya-Ade Sumardi dalam
pilkada Lebak 2013. Awalnya Akil meminta Rp 3.000.000.000 kepada Wawan,
Atut, dan Amir melalui Susi jika perkaranya ingin dikabulkan. Tetapi, Wawan cuma
bersedia memberikan Rp 1.000.000.000. Uang itu kemudian diberikan kepada Akil
melalui Susi. Susi Tur Andayani patut diduga mengetahui pemberian uang itu
supaya MK RI mengabulkan permohonan perkara pasangan Amir Hamzah-Kasmin
dan membatalkan kemenangan Iti Octavia Jayabaya-Ade Sumardi dalam pilkada
Lebak.7 Selain Susi masih ada sejumlah Advokat yang terjerat kasus korupsi seperti Mario Cornelio Bernardo. Advokat ini divonis Pengadilan Tipikor Jakarta dengan
pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 200.000.000 karena terbukti
menyuap pegawai Mahkamah Agung (MA), Djodi Supratman. Advokat lainnya
yang pernah masuk dalam bidikan KPK adalah Adner Sirait, Harini Wijoso, dan
Tengku Syaifuddin Popon. Adner ditangkap KPK usai menyuap Hakim Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara (TUN) Ibrahim untuk memuluskan perkara sengketa
tanah seluas 9,9 hektar di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2010.8
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis terhadap advokat Susi
Tur Andayani selama lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 150 juta subsider
tiga bulan kurungan. Majelis hakim menilai Susi Tur Andayani telah terbukti secara
sah dan meyakinkan menjadi perantara suap kepada mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi, M. Akil Mochtar terkait sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten
7
http://www.inilampung.com/archives/6373id/ Diakses 30 Mei 2014
Lebak, Banten, dan Kabupaten Lampung Selatan. Perbuatan Susi dinilai terbukti
melanggar Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP, dan Pasal 13
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang-Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal
64 Ayat (1) KUHP9
Beberapa contoh kasus di atas menunjukkan rentannya profesi Advokat yang sangat
rawan dengan tindak pidana korupsi. Modus yang umumnya dilakukan oleh
Advokat ini adalah ikut terlibat menjadi bagian dalam penyuapan. Para Advokat
tersebut bukan sekedar menjadi perantara suap, tapi menjadi pelaku penyuapan.
Apabila dilihat dari semua kasus yang melibatkan Advokat di KPK, seluruhnya
terkategori tindak pidana suap. KPK belum pernah menjadikan Advokat sebagai
tersangka karena menghalang-halangi penyidikan.
Suap menyuap atau sogok menyogok menjadi modus yang seringkali digunakan
dalam mafia peradilan yang melibatkan Advokat. Para pelaku pelanggaran hukum
atau kejahatan dapat menikmati vonis bebas atau keringanan hukuman yang
menguntungkan dengan praktik dalam penyelesaian perkara seperti itu. Kendati
korupsi dan sogok-menyogok adalah kejahatan atau tindak pidana, tapi para hakim
9
7
dan jaksa maupun pengacara yang diduga kuat terlibat praktik penyogokan, lebih
sering justru menikmati pembebasan dan proses hukum. 10
Menurut catatan Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)
maka diketahui bahwa modus penyuapan sering dilakukan oknum Advokat. Peradi
sangat mendukung dengan penangkapan-penangkapan yang dilakukan terhadap para
Advokat yang menghalalkan penyuapan dalam menjalankan profesinya. Pada
intinya, penyuapan itu dilakukan oknum Advokat untuk mempengaruhi
penyelenggara negara, atau penegak hukum agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang bertentangan dengan kewajibannya. Praktik seperti itu kerap membawa
keuntungan tersendiri bagi oknum Advokat.11 Terjadinya perilaku koruptif yang melibatkan Advokat tersebut sangat bertentangan dengan peran utama Advokat
sebagai profesi hukum memperjuangkan hak-hak para pencari keadilan dan
berpegang teguh dalam penyelenggaraan peradilan yang jujur, adil, dan memiliki
kepastian hukum, sehingga keterlibatan Advokat dalam tindak pidana penyuapan
(korupsi) harus mendapatkan sanksi pidana yang sesuai dengan kesalahannya.
Aspek penting yang menjadi perhatian terkait dengan perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh para Advokat tersebut adalah meningkatkan pengawasan.Tugas
pengawasan ini merupakan tanggung jawab organisasi Advokat karena eksistensi
organisasi Advokat erat kaitannya dengan sejauh mana fungsi-fungsi Advokat
dijalankan sesuai dengan profesi tersebut. Dengan melihat ketentuan tentang
10Ibid.
11
tanggung jawab dan fungsi organisasi Advokat tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa organisasi Advokat juga harus mendukung penegakan hukum.12
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan yang ketat terhadap perilaku
dan etika para Advokat. Dalam konteks inilah peran Kode Etik Advokat yang
menjadi alat monitoring perilaku Advokat untuk memastikan kualitas pelayanan,
integritas dan membela kepentingan masyarakat di bidang hukum dan peradilan.
Untuk tetap mempertahankan kualitas para anggotanya, sebuah organisasi Advokat
harus memperhatikan kompetensi intelektual para anggotanya agar lebih baik lagi
mutu pelayanannya kepada masyarakat.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis akan melaksanakan penelitian
dalam rangka penyusunan Skripsi dengan judul: “Analisis Penegakan Hukum
Pidana Terhadap Advokat Pelaku Tindak Pidana Suap”
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap Advokat sebagai pelaku
pembantu tindak pidana suap?
b. Apakah faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap
Advokat pelaku pembantu tindak pidana suap?
12
9
2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah hukum pidana dan dibatasi pada kajian
penegakan hukum pidana terhadap Advokat pelaku pembantu tindak pidana suap
dan faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap Advokat
pelaku pembantu tindak pidana suap.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui penegakan hukum pidana terhadap Advokat pelaku pembantu
tindak pidana suap
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana
terhadap Advokat pelaku pembantu tindak pidana suap
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun
secara praktis, yaitu sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat berguna untuk menambah
kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berhubungan dengan penegakan
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat berguna sebagai masukan
dan kontribusi positif bagi aparat penegak hukum pada umumnya dan Advokat
pada khususnya dalam menyelenggarakan sistem peradilan pidana yang bersih
dan berpihak pada rasa keadilan masyarakat.
D. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan pengabstraksian hasil pemikiran sebagai kerangka acuan
atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan penelitian ilmiah, khususnya dalam
penelitian ilmu hukum. Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Teori Penegakan Hukum Pidana
Penegakan hukum adalah upaya aparat penegak hukum untuk menjamin kepastian
hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi
saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga
keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan
oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan
yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian
tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem
peradilan pidana.13
13
11
Menurut Joseph Goldstein sebagaimana dikutip Mardjono Reksodiputro, penegakan
hukum sendiri, harus diartikan dalam kerangka tiga konsep, yaitu:14
(1) Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang
menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut
ditegakkan tanpa terkecuali
(2) Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang
menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan
sebagainya demi perlindungan kepentingan individual
(3) Konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang muncul
setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena
keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana-prasarana, kualitas sumber daya
manusianya, kualitas perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi
masyarakat.
Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang
melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui
penegakan hukum. Hukum dalam hal ini merupakan sarana bagi penegakan hukum.
Penegakan hukum mengandung makna bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan
yang dilarang oleh aturan hukum dan disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa
pidana tertentu sebagai pertanggungjawabannya15
14
Ibid, hlm.78.
15
b. Teori Faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum
Penegakan hukum pada dasarnya bukan semata-mata pelaksanaan
perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu
sebagai berikut:16
(1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)
Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi
keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian
hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
(2) Faktor penegak hukum
Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas
atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan
hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa
kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah
suatu kemunafikan.
(3) Faktor sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,
keuangan yang cukup.
(4) Faktor masyarakat
Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan
hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
16
13
mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan
penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran
hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang
baik. Semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin
sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik.
(5) Faktor Kebudayaan
Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat.
Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan
nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak
penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan
masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakannya.
2. Konseptual
Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam
melaksanakan penelitian.17 Berdasarkan definisi tersebut, maka konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penegakan hukum pidana adalah suatu proses yang dapat menjamin kepastian
hukum, ketertiban dan perlindungan hukum dengan menjaga keselarasan,
keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh
nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab.18
b. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar
atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang. Pelaku
17
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.63
18
Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.
tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib hukum dan
terjaminnya kepentingan umum19
c. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam
maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
Undang-Undang [Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
tentang Advokat]
d. Suap atau penyuapan adalah bentuk tindak pidana korupsi yang ditandai adanya
para pelakunya yang memberikan uang atau benda lain oknum-oknum pegawai
negeri, pejabat pemerintahan atau penegak hukum agar si penerima suap
memberikan kemudahan, keringanan, pembebasan dan sebagainya yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.20
E. Sistematika Penulisan
Sistematika yang disajikan agar mempermudah dalam penulisan skripsi secara
keseluruhan diuraikan sebagai berikut:
I PENDAHULUAN
Berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang,
Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian,
Kerangka Teori dan Konseptual serta Sistematika Penulisan.
19
Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. 1998. hlm. 25
20
15
II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan
dengan penyusunan skripsi yaitu pengertian Penegakan Hukum Pidana,
Pengertian Advokat dan Tindak Pidana Suap.
III METODE PENELITIAN
Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, terdiri dari Pendekatan
Masalah, Sumber Data, Penentuan Populasi dan Sampel, Prosedur
Pengumpulan dan Pengolahan Data serta Analisis Data.
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat
terdiri dari penegakan hukum pidana terhadap Advokat pelaku pembantu
tindak pidana suap dan faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum
pidana terhadap Advokat pelaku pembantu tindak pidana suap
V PENUTUP
Berisi kesimpulan yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan
penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang ditujukan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penegakan Hukum Pidana
Penegakan hukum pidana adalah upaya untuk dapat menjamin kepastian hukum,
ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini
dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga
keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan
oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai proses kegiatan yang
meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan,
adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum sebagai sistem peradilan pidana1
Menurut Joseph Goldstein sebagaimana dikutip Mardjono Reksodiputro, penegakan
hukum sendiri, harus diartikan dalam kerangka tiga konsep, yaitu:2
(1) Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang
menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut
ditegakkan tanpa terkecuali
(2) Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang
menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan
sebagainya demi perlindungan kepentingan individual
(3) Konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang muncul
setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena
1
Mardjono Reksodiputro.Op cit. hlm.76
2
17
keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana-prasarana, kualitas sumber daya
manusianya, kualitas perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi
masyarakat.
Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang
melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui
penegakan hukum. Hukum dalam hal ini merupakan sarana bagi penegakan hukum.
Penegakan hukum mengandung makna bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan
yang dilarang oleh aturan hukum dan disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa
pidana tertentu sebagai pertanggungjawabannya
Sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk
menanggulangi kejahatan, dengan tujuan mencegah masyarakat menjadi korban
kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas
bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana dan mengusahakan
mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.3
Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang
menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materil,
hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun demikian
kelembagaan substansial ini harus dilihat dalam kerangka atau konteks sosial.
Sifatnya yang terlalu formal apabila dilandasi hanya untuk kepentingan kepastian
hukum saja akan membawa bencana berupa ketidakadilan. Dengan demikian demi
apa yang dikatakan sebagai precise justice, maka ukuran-ukuran yang bersifat
3
materiil, yang nyata-nyata dilandasi oleh asas-asas keadilan yang bersifat umum
benar-benar harus diperhatikan dalam penegakan hukum.
Pandangan penyelenggaraan tata hukum pidana demikian itu disebut sebagai model
kemudi (stuur model). Jadi kalau polisi misalnya hanya memarahi orang yang
melanggar peraturan lalu lintas dan tidak membuat proses verbal dan meneruskan
perkaranya ke Kejaksaan, itu sebenarnya merupakan suatu keputusan penetapan
hukum. Demikian pula keputusan Kejaksaan untuk menuntut atau tidak menuntut
seseorang di muka pengadilan. Ini semua adalah bagian dari kegiatan dalam rangka
penegakan hukum, atau dalam suasana kriminologi disebut crime control suatu
prinsip dalam penanggulangan kejahatan ini ialah bahwa tindakan-tindakan itu harus
sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 4
Sistem peradilan pidana melibatkan penegakan hukum pidana, baik hukum pidana
substantif, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana, dalam bentuk
yang bersifat prefentif, represif maupun kuratif. Dengan demikian akan nampak
keterkaitan dan saling ketergantungan antar subsistem peradilan pidana yakni
lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
Satu istilah hukum yang dapat merangkum cita-cita peradilan pidana, menurut
Muladi yaitu due process of law yang dalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan
menjadi proses hukum yang adil atau layak. Secara keliru arti dari proses hukum
yang adil dan layak ini seringkali hanya dikaitkan dengan penerapan aturan-aturan
hukum acara pidana suatu negara pada seorang tersangka atau terdakwa. Padahal arti
4
19
dari due process of law ini lebih luas dari sekedar penerapan hukum atau
perundang-undangan secara formil.5
Pemahaman tentang proses hukum yang adil dan layak mengandung pula sikap batin
penghormatan terhadap hak-hak warga masyarakat meski ia menjadi pelaku
kejahatan, namun kedudukannya sebagai manusia memungkinkan dia untuk
mendapatkan hak-haknya tanpa diskriminasi. Paling tidak hak-hak untuk didengar
pandangannya tentang peristiwa yang terjadi, hak didampingi penasehat hukum
dalam setiap tahap pemeriksaan, hak memajukan pembelaan dan hak untuk disidang
di muka pengadilan yang bebas dan dengan hakim yang tidak memihak.6
Konsekuensi logis dari dianutnya proses hukum yang adil dan layak ialah sistem
peradilan pidana selain harus melaksanakan penerapan hukum acara pidana sesuai
dengan asas-asasnya, juga harus didukung oleh sikap batin penegak hukum yang
menghormati hak-hak masyarakat. Kebangkitan hukum nasional mengutamakan
perlindungan hak asasi manusia dalam mekanisme sistem peradilan pidana.7
Perlindungan hak-hak tersebut, diharapkan sejak awal sudah dapat diberikan dan
ditegakkan. Selain itu diharapkan pula penegakan hukum berdasarkan
undang-undang tersebut memberikan kekuasaan kehakiman yang bebas dan
bertanggungjawab. Semua itu hanya terwujud apabila orientasi penegakan hukum
dilandaskan pada pendekatan sistem, yaitu mempergunakan segenap unsur di
dalamnya sebagai suatu kesatuan yang saling interrelasi dan mempengaruhi. Artinya
5
Muladi. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 1997, hlm.62.
6
Ibid, hlm.63.
7
penegakan hukum merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya, karena saling berkaitan dan mempengaruhi.
B. Advokat
1. Pengertian dan Syarat-Syarat Advokat
Pengertuan Advokat menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum,
baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan
ketentuan undang-undang.
Advokat merupakan suatu bentuk profesi terhormat (officium nobile), dalam
menjalankan profesi, seorang Advokat harus memiliki kebebasan yang didasarkan
kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada
kejujuran, kemandirian, kerahasiaan dan keterbukaan, guna mencegah lahirnya
sikap-sikap tidak terpuji dan berperilakuan kurang terhormat.8
Menurut Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI), pengertian Advokat adalah orang
yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang
memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai
Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai
konsultan hukum. Dalam hal ini, seorang Advokat selain memberikan bantuan
hukum di dalam pengadilan, seperti mendampingi, mewakili, membela, atau
menjalankan kuasa demi kepentingan klien, juga dapat memberikan bantuan hukum
diluar pengadilan, berupa konsultasi hukum, negosiasi maupun dalam hal
8
21
pembuatan perjanjian kontrak-kontrak dagang serta melakukan tindakan hukum
lainnya untuk kepentingan hukum klien baik orang, badan hukum, atau lembaga lain
yang menerima jasa hukum dari Advokat.
Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, untuk
dapat menjadi seorang Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Warga Negara Republik Indonesia 2) Bertempat tinggal di Indonesia
3) Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat Negara 4) Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun
5) Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum 6) Lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat
7) Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus-menerus pada kantor Advokat 8) Tidak pernah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih
9) Berprilaku baik, jujur, bertanggungjawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan bahwa
seorang sarjana hukum dapat diangkat sebagai seorang Advokat dan akan menjadi
anggota organisasi Advokat (admission to the bar). Dengan diangkatnya seseorang
menjadi Advokat, maka ia telah diberi suatu kewajiban mulia melaksanakan
pekerjaan terhormat.
2. Fungsi dan Peranan Advokat
Secara garis besar fungsi dan peranan Advokat, sebagai berikut:9 a) Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia; b) Memeperjuangkan hak asasi manusia;
c) Melaksanakan Kode Etik Advokat;
d) Memegang teguh sumpah Advokat dalam rangka menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran;
9
e) Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan,kebenaran dan moralitas);
f) Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat dan martabat Advokat;
g) Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan Advokat terhadap masyarakat dengan cara belajar terus-menerus (continuous legal education) untuk memperluas wawasan dan ilmu hukum;
h) Menangani perkara-perkara sesuai dengan kode etik Advokat, baik secara nasional maupun secara internasional;
i) Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang merugikan masyarakat dengan cara mengawasi pelaksanaan etika profesi Advokat melalui Dewan Kehormatan Asosiasi Advokat;
j) Memelihara kepribadian Advokat karena profesi Advokat yang terhormat (officium nobile);
k) Menjaga hubungan baik dengan klien maupun dengan teman sejawat;
l) Memelihara persatuan dan kesatuan Advokat agar sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi Advokat;
m) Member pelayanan hukum (legal services), nasehat hukum (legal advice), konsultan hukum (legal consultation), pendapat hukum (legal opinion), informasi hukum (legal information) dan menyusun kontrak-kontrak (legal drafting);
n) Membela kepentingan klien (litigasi) dan mewakili klien di muka pengadilan (legal representation)
o) Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada masyarakat yang lemah dan tidak mampu (melaksanakan pro bono publico).
Pembelaan bagi orang tidak mampu, baik di dalam maupun di luar pengadilan
merupakan bagian dari fungsi dan peranan Advokat di dalam memperjuangkan hak
asasi manusia. Advokat pada prinsipnya mempunyai peran penting karena menjadi
akses menuju keadilan dan penghubung antara masyarakat dengan Negara melalui
institusi hukumnya. Dalam menjalankan tugas sebagai profesi hukum, Advokat
mempunyai kode etik sebagai norma yang mengarahkan atau memberi petunjuk
bagaimana seharusnya berbuat sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di
23
bernegara, haruslah ada peran serta dari pemerintah, serta semua kalangan
masyarakat khususnya peran serta dari setiap individu. 10
3. Kewajiban dan Larangan Bagi Advokat
a. Kewajiban Advokat kepada masyarakat
Seorang Advokat tidak saja harus berprilaku jujur dan bermoral tinggi,tetapi
harus juga mendapat kepercayaan publik, bahwa Advokat tersebut akan selalu
berprilakuan demikian. Dengan diangkatnya seorang Advokat, maka ia telah
diberi suatu kewajiban mulia melaksanakan perkerjaan terhormat, dengan hak
eksklusif:
1) Menyatakan dirinya pada publik bahwa ia seorang Advokat;
2) Dengan begitu berhak memberikan nasihat hukum dan mewakili kliennya;
3) Menghadap dimuka sidang pengadilan dalam proses perkara kliennya.11
Hak dan kewenangan istimewa juga menimbulkan kewajiban Advokat kepada
masyarakat,yaitu mMenjaga agar mereka yang menjadi anggota profesi Advokat
yang selalu mempunyai kompetensi pengetahuan profesi untuk itu, dan
mempunyai integritas melaksanakan profesi terhormat serta bersedia
menyingkirkan mereka yang terbukti tidak layak menjalankan profesi terhormat.
Kewajiban Advokat kepada masyarakat tersebut merupakan bagian dari
kewajiban Advokat kepada masyarakat, adalah telah memberi bantuan jasa
hukum kepada mereka yang secara ekonomi tidak mampu (miskin). 12
10
A. Sukris Sarmadi, Advokat, Litigasi dan Non-Litigasi Pengadilan Menjadi Advokat Indonesia Kini, Mandar Maju, Bandung. 2009. hlm.28.
11
Amir Syamsuddin, Tanggung Jawab Profesi dan Etika Advokat. Rineka Cipta. Jakarta. 2006.hlm.7
12
Pasal 3 KEAI menyatakan bahwa seorang Advokat tidak dapat menolak dengan
alasan kedudukan sosial orang yang memerlukan jasa hukum. Pasal 4
menyatakan kalimat mengurus perkara cuma-cuma telah tersirat kewajiban ini.
Asas ini dipertegas lagi dalam Pasal 7 KEAI bahwa Advokat kewajiban untuk
memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (pro deo) bagi orang yang tidak
mampu. Meskipun di Indonesia telah ada lembaga-lembaga yang membantu
kelompok ekonomi lemah ini, khususnya dengan nama Lembaga Bantuan
Hukum (LBH atau yang serupa) dan Biro Bantuan Hukum (BBH atau yang
serupa), namun kewajiban Advokat atau kantor Advokat memberi jasa hukum
kepada klien miskin, tetap harus diutamakan.13
b. Kewajiban Advokat kepada pengadilan
Seorang Advokat (counsel) adalah seorang pejabat pengadilan (officer of the
court) apabila dia melakukan tugasnya di pengadilan. Oleh karena itu seorang
Advokat harus mendukung kewenangan pengadilan dan menjaga kewibawaan
sidang. Untuk memungkinkan keadaan ini, maka Advokat harus patuh pada
aturan-aturan sopan santun yang berlaku dalam melaksanakan tugasnya dan
menunjukkan sikap penghargaan profesional kepada hakim, Advokat lawan
(atau jaksa/penuntut umum), dan para saksi. Dalam hal kewajiban Advokat
kepada pengadilan, perilaku Advokat di muka sidang pengadilan dan dengan
para teman sejawatnya harus bercirikan keterbukaan dan kejujuran. Inti dari asas
ini adalah melarang Advokat berperilaku curang terhadap majelis hakim dan
Advokat lawannya. Memang kewajiban Advokat mempunyai dua sisi: dia
13
25
berkewajiban untuk loyal (setia) pada kliennya, tetapi juga wajib beritikad baik
dan terhormat dalam berhubungan dengan pengadilan.
c. Kewajiban Advokat kepada sejawat profesi
Pasal 5 KEAI mengatur asas-asas tentang hubungan antar teman sejawat
Advokat. Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam kegiatan menjalankan
profesi sebagai suatu usaha, maka persaingan adalah normal, namun persaingan
ini harus dilandasi oleh sikap saling menghormati, saling menghargai, dan saling
mempercayai. Apalagi dalam persaingan melindungi dan mempertahankan
kepentingan klien, sering antara para Advokat, atau Advokat dan jaksa/ penuntut
umum, terjadi pertentangan . Sering pula Advokat terbawa oleh rasa-marah
kepada klien mereka dan kejadian seperti ini harus dicegah. Masalah lain dalam
hubungan antar Advokat ini adalah tentang penggantian Advokat. Advokat lama
berkewajiban untuk menjelaskan pada klien segala sesuatu yang perlu
diketahuinya tentang perkara bersangkutan. Di sini perlu diperhatikan apa yang
diatur dalam Pasal 4 alinea 2 KEAI tentang pemberian keterangan oleh Advokat
yang dapat menyesatkan kliennya.14
Advokat baru sebaiknya menghubungi Advokat lama dan mendiskusikan
masalah perkara bersangkutan dan perkembangannya terakhir. Hal yang perlu
diperhatikan Advokat baru adalah, bahwa klien telah benar-benar mencabut
kuasanya kepada Advokat lama dan klien juga telah memenuhi kewajibannya
pada Advokat lama (Alinea 5 dan 6, Pasal 5 KEAI). Hal yang tidak boleh
dilakukan seorang Advokat adalah berkomunikasi atau menegosiasi masalah
14
perkara, langsung dengan seseorang yang telah mempunyai Advokat, tanpa
kehadiran Advokat orang yang bersangkutan.15
4. Kewajiban Advokat kepada klien
Advokat adalah suatu profesi terhormat (officium nobile) dan mendapat
kepercayaan penuh dari klien yang diwakilinya. Akibat dari hubungan
kepercayaan dan kewajiban untuk loyal pada kliennya, maka berlakulah asas
tentang kewajiban Advokat memegang rahasia jabatan (Pasal 4 alinea 8 KEAI).
Seorang Advokat wajib berusaha memperoleh pengetahuan yang
sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya tentang kasus kliennya, sebelum memberikan
nasihat dan bantuan hukum. Dia wajib memberikan pendapatnya secara terus
terang tentang untung ruginya perkara yang akan dilitigasi dan kemungkinan
hasilnya. Advokat tidak boleh memberikan keterangan yang menyesatkan • dan
tidak menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang
Salah satu tugas utama dari seorang Advokat adalah menjaga agar dirinya tidak
menerima kasus dari klien yang menimbulkan pertentangan atau konflik
kepentingan. Kewajiban untuk loyal kepada klien berakibat bahwa Advokat
dilarang (menerima perkara yang akan merugikan kepentingan kliennya.
Kewajiban Advokat memegang rahasia jabatan dan wajib tetap menjaga rahasia
itu setelah berakhirnya hubungan antar Advokat dan klien.16
15
Ibid. hlm.5.
16
27
Pasal 4 KEAI mengatur beberapa larangan bagi advokat sebagai berikut:
a. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.
b. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.
c. Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.
d. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.
e. Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
f. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa. g. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak
ada dasar hukumnya.
h. Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien itu.
i. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan
j. Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
k. Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien. 17
C. Tindak Pidana Suap
Menurut Victor M. Situmorang adalah kejahatan yang dilakukan oleh pegawai
negeri/pejabat dalam pekerjaannya dan kejahatan mana termasuk salah satu
perbuatan pidana yang tercantum dalam KUHP sebagai berikut: 18
17
Ibid. hlm.44.
18
Pasal 209 Ayat (1) KUHP:
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
a. Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud untuk membujuknya supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; b. Barangsiapa memberi sesuatu kepada seorang pejabat oleh sebab atau
karena pejabat itu dalam jabatannya sudah melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal 210 KUHP:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1. Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan hakim itu tentang perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
2. Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan undang-undang ditentukan menjadi penasihat untuk menghadiri sidang atau pengadilan, dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan tentang perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
(2) Bila pemberian atau janji itu dilakukan dengan maksud agar dalam perkara pidana dijatuhkan pemidanaan, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pengaturan pidana mengenai penerima suap dalam Pasal 419 KUHP sebagai berikut:
Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, seorang pejabat: 2) yang menerima hadiah atau janji, padahal dia tahu bahwa hadiah atau janji
itu diberikan untuk membujuknya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
3) yang menerima hadiah, padahal dia tahu bahwa hadiah itu diberikan kepadanya karena dia telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Tindak pidana suap merupakan salah satu modus tindak pidana korupsi yang dapat
dilakukan oleh pihak-pihak yang pada umumnya memiliki posisi penting dalam
29
pemerintahan daerah atau pejabat Badan Usaha Milik Daerah. Beberapa modus
operandi korupsi yaitu sebagai berikut:19
1) Penggelapan; tindak pidana korupsi penggelapan antara lain ditandai dengan adanya para pelaku, seperti menggelapkan aset-aset harta kekayaan negara atau keuangan negara untuk memperkaya dirinya sendiri atau orang lain. 2) Pemerasan; bentuk tindak pidana korupsi pemerasan antara lain dengan
ditandainya adanya pelaku seperti memaksa seorang secara melaan hukum yang berlaku agar memberikan sesuatu barang atau uang kepada yang bersangkutan.
3) Penyuapan; bentuk tindak pidana korupsi penyuapan antara lain ditandai adanya para pelakunya, seperti memberikan suap kepada oknum-oknum pegawai negeri agar si penerima suap memberikan kemudahan dalam pemberian izin, kredit Bank dll. yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Manipulasi; bentuk tindak pidana korupsi manipulasi antara lain ditandai dengan adanya para pelakunya yang melakukan mark-up proyek pembangunan, SPJ, pembiayaan gedung/kantor, pengeluaran anggaran fiktif. 5) Pungutan Liar; bentuk korupsi pungutan liar antara lain ditandai dengan
adanya para pelakunya yang malakukan pungutan liar di luar ketentuan peraturan. Umumnya pungutan liar ini dilakukan terhadap seseorang/ koorporasi jika ada kepentingan atau berurusan dengan instansi pemerintah. 6) Kolusi dan Nepotisme; yaitu pengangkatan sanak saudara, teman-teman atau
kelompok politiknya pada jabatan-jabatan dalam kedinasan aparat pemerintah tanpa memandang keahlian dan kemampuan.
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ada
beberapa kategori suap menyuap, yaitu sebagai berikut:
Pasal 5:
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
19
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1).
Pasal 6:
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
b. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. (2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud
dalam Ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1).
Berdasarkan pasal-pasal di atas diketahui bahwa dalam perbuatan suap menyuap
terdapat unsur pemberian dan maksud pemberian: 20 a. Memberi atau menjanjikan sesuatu.
(1) Yang termasuk dengan “sesuatu” dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a adalah baik berupa benda berwujud, misalnya mobil, televisi, atau tiket pesawat terbang atau benda tidak berwujud, misalnya hak yang termasuk dalam Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) maupun berupa fasilitas, misalnya fasilitas bermalam di suatu hotel berbintang. Memberi atau menjanjikan sesuatu tersebut dapat dilakukan oleh pelaku tindak pidana korupsi sendiri maupun oleh pihak ketiga demi kepentingan pelaku tindak pidana korupsi.
(2) Unsur “memberikan sesuatu” atau “menjanjikan sesuatu” dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a, dapat dilakukan baik oleh pelaku tindak pidana korupsi sendiri maupun oleh pihak ketiga demi kepentingan pelaku
20
31
(3) Adapun yang dimaksud dengan “janji” adalah tawaran sesuatu yang diajukan
dan akan dipenuhi oleh si pemberi tawaran. Pada waktu menerima “hadiah atau janji”, tidak perlu dilakukan oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara
Negara sendiri, tetapi dapat dilakukan oleh orang lain.
b. Maksud suap
(1) Seorang Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dalam melaksanakan tugasnya dikatakan bertentangan dengan kewajibannya jika terdapat keadaan sebagai berikut : a) Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara telah berbuat sesuatu, padahal berbuat sesuatu tidak merupakan kewajiban yang terdapat atau melekat pada jabatan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang bersangkutan. b) Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara telah tidak berbuat sesuatu, padahal tidak berbuat sesuatu tersebut, tidak merupakan kewajiban yang terdapat atau melekat pada jabatan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang bersangkutan atau dengan perkataan lain justru Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara tersebut harus berbuat sesuatu sesuai dengan kewajiban yang terdapat atau melekat pada jabatan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang bersangkutan.
(2) Unsur “menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan untuk memahami persoalan dengan
tetap berada atau bersandarkan pada lapangan atau kajian ilmu hukum, sedangkan
pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman
dari permasalahan penelitian berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus1.
B. Sumber dan Jenis Data
Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan
penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan responden, untuk
mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber
hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder
dalam penelitian ini, terdiri dari:
1
33
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer dalam penelitian ini bersumber dari:
1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Pemberlakuan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
6) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
Republik Indonesia.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari:
1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
2) Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) Tahun 2002
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan
memahami permasalahan, seperti literatur, kamus hukum dan sumber lain
yang sesuai.
C. Penentuan Narasumber
Penelitian ini membutuhkan narasumber sebagai penyampai informasi yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah:
1). Jaksa pada Kejaksaan Negeri Lampung = 1 orang
2). Dewan Kehormatan Peradi Bandar Lampung = 1 orang
3). Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Lampung = 1 orang +
Jumlah = 3 orang
D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
1. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka (library
research). Studi pustaka adalah pengumpulan data dengan melakukan
serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku
literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan perundang-undangan
yang berkaitan dengan pokok bahasan dan dilakukan pula studi dokumentasi
untuk mengumpulkan berbagai dokumen yang berkaitan dengan penelitian.
2. Prosedur Pengolahan Data
Prosedur pengolahan data dalam penelitian ini meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Seleksi Data. Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui
35
b. Klasifikasi Data. Penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah
ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan
akurat untuk kepentingan penelitian.
c. Penyusunan Data. Penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan
satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sesuai
sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data.
E. Analisis Data
Analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara
sistematis, jelas dan terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh
suatu kesimpulan. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
analisis kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif,
yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan yang
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Penegakan hukum terhadap advokat sebagai pelaku tindak pidana suap
dilaksanakan dengan penegakan hukum yang bersifat total dan penegakan
hukum yang bersifat penuh. Penegakan hukum yang bersifat total dilaksanakan
melalui norma hukum Kode Etik Advokat, dengan sanksi berupa pemberhentian
sebagai advokat. Penegakan hukum terhadap advokat yang melakukan tindak
pidana suap yang bersifat penuh dilaksanakan dengan ketentuan hukum acara
(KUHAP) melalui proses sistem peradilan pidana yang mencakup penyidikan,
penuntutan dan penjatuhan sanksi pidana terhadap advokat pelaku tindak pidana
penyuapan.
2. Faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum terhadap advokat sebagai
pelaku tindak pidana suap adalah sebagai berikut:
a. Faktor penegak hukum, yaitu adanya tidak profesionalisme aparat penegak
hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan advokat dalam
dalam melaksanakan penegakan hukum, tetapi justru terlibat dalam tindak
64
b. Faktor sarana dan fasilitas, yaitu keterbatasan sarana dan fasilitas yang
dibutuhkan dalam penyidikan sampai dengan putusan pengadilan, seperti
komputer, faximili, internet dan sebagainya.
c. Faktor masyarakat, yaitu adanya kesadaran masyarakat yang bermasalah
dengan hukum untuk tidak melakukan penyuapan kepada aparat penegak
hukum dengan menggunakan jasa advokat guna memudahkan proses hukum
yang dijalani dan bersedia untuk melaporkan jika mengetahui adanya tindak
pidana suap serta bersedia untuk menjadi saksi dalam pengadilan.
d. Faktor budaya, yaitu adanya nilai dan norma bahwa tindak pidana suap yang
dilakukan oleh advokat merupakan pelanggaran terhadap hak milik orang
lain yang harus diberi hukuman setimpal sesuai dengan hukum yang berlaku.
B. Saran
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Aparat penegak hukum (kepolisian, jaksa dan hakim) hendaknya meningkatkan
kinerja dalam menangani dan menyelesaikan tindak pidana penyuapan secara
cepat, akuntabel dan professional
2. Peran aktif masyarakat harus ditingkatkan dalam membantu kinerja aparat
penegak hukum dalam penegakan hukum tindak pidana penyuapan.
3. Disarankan kepada advokat untuk konsisten melaksanakan Kode Etik Advokat
Indonesia serta menerapkannya ke dalam aktivitasnya di bidang hukum sesuai
dengan tugas dan fungsi yang dimilikinya, serta menghindari perilaku yang
dapat merusak citra advokat pada khususnya dan citra penegakan hukum pada
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Asosiasi Advokat Indonesia, 2005. UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dan Kode Etik Advokat Indonesia. Jakarta.
Asshiddiqie, Jimly. 2008. Peran Advokat Dalam Penegakan Hukum. Orasi Hukum DPP IPHI. Bandung
Atmasasmita, Romli. 1996. Sistem Peradilan Pidana, Binacipta, Bandung.
Arief, Barda Nawawi.2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Moeljatno, 1993. Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta
Muladi, 1997. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit UNDIP, Semarang.
Mudzhar, M. Atho. 2005. Peradilan Satu Atap dan Profesi Advokat, Puslitbang Kehidupan Beragama, Jakarta.
Reksodiputro, Mardjono. 1994. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta
Rahardjo, Satjipto. 1998. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta.
Rima, Fabiana. 2000. Mafia Hukum dan Moralitas Penegak Hukum, Pusat Pengembangan Etika Atma Jaya Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 1986. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta. Jakarta