HASTUTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI KAJIAN DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa kajian Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir kajian ini.
Bogor, Mei 2008
Hastuti
ABSTRACT
HASTUTI. Strategy to Raise Revenue from Parking Special Place (TKP) Parking Retribution. Under direction of RINA OKTAVIANI and MA’MUN SARMA
The increasing of social-economic activities in Kabupaten Bogor encourages people using more and more vehicles. As the consequence, it increases the demand for parking areas, raises parking retribution, then in turn increases Kabupaten Bogor regional income. But, till now, Parking Special Place (TKP) parking retribution contributes too low the regional income. Based on Bupati Bogor Regulation 24/2006 article 3, parking points can be managed by government (self-managed) which in this case is represented by Transportation Agency. In implementation, cooperation with private party parking is allowed by the regulation. In the middle of 2007, Transportation Agency launched a new management system by involving private party in managing Ciawi general hospital parking area. This research applied Descriptive Analysis, Performance Analysis, Potential Analysis, and Process Hierarchy Analysis. The results suggest, that parking retribution management by private party is more efficient, having higher potential, and more important compare to self management (by the government). Priority of alternative strategies to increase TKP parking retribution in Kabupaten Bogor are (in sequence) : evaluation of tariff policy, the organizer’s human resource efficiency, TKP management monitoring, computerization and wage system improvement.
RINGKASAN
HASTUTI. Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI dan MA'MUN SARMA.
Salah satu sumber pendapatan daerah yang dapat digali dalam rangka peningkatan PAD adalah retribusi daerah. Kabupaten Bogor merupakan daerah yang mempunyai potensi retribusi daerah yang cukup besar sebagai sumber PAD. Salah satu jenis retribusi daerah yang menjadi sumber pendapatan daerah adalah retribusi parkir. Seiring dengan meningkatnya aktivitas sosial ekonomi masyarakat di suatu daerah mengakibatkan peningkatan pada jumlah kendaraan yang digunakan masyarakat. Hal ini tentunya akan mengakibatkan meningkatnya permintaan akan lahan-lahan parkir, dan akhirnya mampu meningkatkan PAD Kabupaten Bogor. Namun kontribusi retribusi parkir TKP Kabupaten Bogor terhadap PAD saat ini masih rendahnya.
Penyediaan fasilitas parkir oleh pemerintah dapat dikelompokkan yaitu (1) parkir di badan jalan (on street parking) atau biasa disebut Parkir Tepi Jalan Umum (TJU) dan (2) parkir diluar badan jalan (off street parking) atau biasa disebut Tempat Khusus Parkir (TKP). Pada parkir TKP dapat dilihat dengan jelas adanya bentuk pelayanan pemerintah terhadap masyarakat dalam perparkiran baik dalam bentuk penyedian lahan parkir maupun ketersediaan petugas pengelola. Potensi penerimaan reribusi parkir di Tempat Khusus Parkir (TKP) dapat dilihat dari banyaknya kendaraan yang menggunakan jasa parkir di titik parkir TKP tersebut.
Berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006 Pasal 3, pengelolaan titik-titik parkir (baik TJU maupun TKP) dapat dilakukan oleh pemerintah atau bentuk swakelola dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan (Dishub) dengan menunjuk Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) dan dalam pelaksaannya relatif dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain yaitu dalam hal ini adalah pihak swasta sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada pertengahan tahun 2007 Dinas Perhubungan bersama dengan UPTD wilayah Tengah Kabupaten Bogor melakukan suatu perubahan dalam sistem penyelenggaraan atau pengelolaan perparkiran di wilayah Kabupaten Bogor, yaitu dengan melibatkan pihak swasta dalam pengelolaan parkir TKP di titik parkir Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD ) Ciawi.
analisis kineja, analisis potensi retribusi Parkir TKP dan Analisis Hirarki Proses (AHP).
Berdasarkan indentifikasi penyelenggaraan dan pengelolaan Tempat Khusus Parkir (TKP) pada bentuk swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor diketahui bahwa penyelenggaraan dan pengelolaan oleh swasta lebih efisien dari pada penyelenggaran dan pengelolaan secara swakelola. Hal ini dapat dilihat berdasarkan analisis deskriptif terhadap beberapa aspek yaitu sistem penyelenggaraan dan pengelolaan parkir TKP, tarif retribusi parkir TKP, dan sumberdaya pengelola parkir TKP.
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa kinerja retribusi parkir TKP Kabupaten Bogor pada tahun 2004-2006 meningkat. Sedangkan pada tahun 2007 besarnya tingkat pertumbuhan bernilai negatif, hal ini menunjukkan adanya penurunan kinerja retribusi parkir TKP. Tingkat efektivitas penerimaan retribusi TKP Kabupaten Bogor pada tahun 2003-2007 masih kurang efektif. Hal ini ditunjukkan oleh persentase rasio efektivitas retribusi parkir TKP yang berada pada range I yaitu dengan nilai efektivitas kurang dari 75 persen. Sedangkan tingkat kontribusi retribusi TKP terhadap PAD maupun terhadap retrbusi daerah cenderung sangat kecil. Berdasarkan hasil perhitungan potensi retribusi parkir TKP Kabupaten Bogor diketahui bahwa potensi penyelenggaran dan pengelolaan retribusi parkir oleh pihak swasta lebih tinggi daripada penyelenggaran dan pengelolaan secara swakelola.
Strategi peningkatan retribusi parkir TKP berdasarkan hasil AHP pada bentuk penyelenggaraan dan pengelolaan retribusi parkir TKP oleh pihak swasta merupakan bentuk penyelenggaraan dan pengelolaan retribusi parkir TKP yang paling penting daripada bentuk penyelenggara pengelolaan retribusi parkir TKP swakelola. Hal ini sesuai dengan penjelasan sebelumnya yaitu dari sisi penyelenggaraan, kinerja dan juga potensi retribusi parkr TKP.
STRATEGI PENINGKATAN PENERIMAAN RETRIBUSI
TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP) KABUPATEN BOGOR
HASTUTI
Tugas Akhir
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Profesional Pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
© Hak Cipta milik IPB Tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Judul : Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor
Nama : Hastuti
NRP : A153040195
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir Rina Oktaviani, MS Dr. Ir. Ma'mun Sarma, MS. MEc
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan kajian yang
berjudul “Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor”. Kajian ini merupakan salah satu syarat kelulusan pada Program Pascasarjana pada Program Studi Magister Manajemen
Pembangunan Daerah (MPD) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penyusunan kajian ini Penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan serta pengetahuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan bantuan yang
telah diberikan dalam penyelesaian kajian ini.
Semua koreksi serta saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat Penulis harapkan. Besar harapan Penulis agar tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Mei 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Desember 1983. Penulis
merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Abdul Rozak dan
Syamsiyah. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di Madrasah Ibtidaiyah
Kebon Baru Tebet Jakarta Selatan tahun 1996, Madrasah Tsanawiyah Tarbiatul
Muta’alimin Tebet Jakarta Selatan pada tahun 1998, dan SMUN 26 Tebet Jakarta
Selatan pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi
Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah menjabat staf
Departemen Kesejahteraan Sosial BEM Fakultas Pertanian IPB 2003-2004, Staf
marketing pada Student Company IPB 2005-2006. Penulis pernah menjadi asisten
mata kuliah Ekonomi Umum pada Program S-1 dan Program Ekstensi Agribisnis
tahun 2006-2007 dan Program Ekstensi Manajemen IPB tahun 2007-2008.
Koordinator mata kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan pada semester ganjil
Pada tahun 2006, Penulis mendapatkan Beasiswa Penuh dari Magister Manajemen
Pembangunan Daerah, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan
pendidikan pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada bulan April 2008. Hingga
saat ini penulis masih menjalankan aktivitas mengajar di kampus, dan telah
menjadi bagian dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas
DAFTAR ISI
2.3. Perbedaan Retribusi dan Pajak Daerah ... 17
2.4. Reribusi Parkir dan Pajak Parkir ... 18
2.4.1. Retribusi Parkir ... 18
2.4.2. Pajak Parkir ... 20
2.5. Strategi Optimalisasi Retribusi ... 21
2.6. Terminologi Parkir ... 22
3.3. Metode Pemilihan Responden... 34
3.4. Analisis Data ... 34
3.4.1. Analisis Kinerja (Angka Pertumbuhan, Efektivitas, serta Kontribusi) TKP Kabupaten Bogor... 35
3.4.1.1. Pertumbuhan Penerimaan Retribusi ... 35
3.4.1.2. Efektivitas Penerimaan ... 36
3.4.1.3. Kontribusi Terhadap PAD ... 37
3.4.2. Analisis Potensi Parkir ... 38
IV GAMBARAN UMUM LOKASI KAJIAN ... 54
4.1. Letak Geografis ... 54
4.2. Kondisi Penduduk ... 56
4.3. Kondisi Ekonomi ... 58
4.4. Kondisi Transportasi Kabupaten Bogor ... 60
V PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP)... 65
5.1. Penyelenggaraan dan Pengelolaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) oleh Swakelola ... 68
5.1.1. Sistem Perparkiran ... 68
5.1.2. Retrbusi Parkir ... 70
5.1.2.1. Tarif Retribusi Parkir TKP ... 70
5.1.2.2. Penentuan Target Retribusi Parkir TKP ... 71
5.1.2.3. Mekanisme Pungutan Tarif Retribusi Parkir TKP ... 73
5.1.3. Sumberdaya Manusia ... 76
5.2. Penyelenggaraan dan Pengelolaan Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) oleh Swasta ... 77
5.2.1. Sistem Perparkiran ... 78
5.2.2. Retribusi Parkir ... 80
5.2.3. Sumberdaya Manusia ... 84
VI KINERJA DAN POTENSI RETRIBUSI PARKIR TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP) KABUPATEN BOGOR ... 86
6.1. Realisasi Kinerja Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor (Rasio Pertumbuhan, Efektivitas dan Kontribusi) ... 86
6.2. Potensi Retribusi Penyelenggaraan dan Pengelolaan Parkir Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor ... 90
6.2.1. Potensi Retribusi pada Penyelenggaraan dan Pengelolaan Parkir TKP oleh Swakelola ... 92
6.2.2. Potensi Retribusi pada Penyelenggaraan dan Pengelolaan Parkir TKP oleh Swasta ... 96
VII STRATEGI OPTIMALISASI RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP) ... 101
7.1. Prioritas Bentuk Penyelenggara Pengelolaan Retribusi Parkir TKP ... 101
7.2. Prioritas Alternatif Strategi dalam Optimalisasi Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor ... 102
7.3. Strategi Optimalisasi Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) oleh Swakelola ... 104
7.3.1 Prioritas Aspek Penyelenggaraan Parkir TKP ... 104
7.3.2.1. Aspek Sistem Penyelenggaraan dan Pengelolaan
Parkir TKP ... 105
7.3.2.2. Aspek Tarif Retribusi Parkir TKP... 106
7.3.2.3. Aspek Sumberdaya Pengelola Parkir TKP ... 108
7.3.3 Prioritas Alternatif Strategi dalam Optimalisasi Retribusi Parkir TKP ... 108
7.4. Strategi Optimalisasi Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) oleh Swasta ... 111
7.4.1. Prioritas Aspek Penyelenggaraan Parkir TKP ... 111
7.4.2. Prioritas Kriteria Penyelenggaraan Parkir TKP ... 113
7.4.2.1. Aspek Sistem Penyelenggaraan dan Pengelolaan Parkir TKP ... 113
7.4.2.2. Aspek Tarif Retribusi Parkir TKP ... 114
7.4 2.3. Aspek Sumberdaya Pengelola Parkir TKP ... 115
7.4.3. Prioritas Alternatif Strategi dalam Optimalisasi Retribusi Parkir TKP ... 116
VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 119
8.1. Kesimpulan ... 119
8.2. Saran ... 120
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Realisasi PAD Kabupaten Bogor Tahun 2000-2006 ... . 2
2. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada APBD Tahun Anggaran 2006 ... . 2
3. Target dan Realisasi Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor Tahun 2003-2006 ... 4
4. Kontribusi Retribusi Parkir Terhadap Retribusi Daerah Tahun 2003-2006 ... 6
5. Rata-Rata Penerimaan dan Laju Pertumbuhan Retribusi Parkir RSUD Ciawi Tahun 2005-2007 ... 8
6. Nilai Skala Banding Berpasangan ... 43
7. Matriks Pendapat Individu ... 44
8. Matriks Pendapat Gabungan ... 44
9. Daftar Nilai Random Indeks ... 47
10. Realisasi Indikator Demografi Kabupaten Bogor Tahun 2004-2006 ... 57
11. Realisasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Bogor Tahun 2004-2006 ... 58
12. Realisasi Indikator Ekonomi Kabupaten Bogor Tahun 2004-2006 ... 60
13. Data Kondisi Jalan Kabupaten Berdasarkan Fungsi Jalan ... 61
14. Target Retribusi Parkir 2007 ... 66
15. Perubahan Target Retribusi Parkir Mulai 1 Mei 2007 dan Potensi Riil Retribusi Parkir ... 67
16. Titik Lokasi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor... 67
18. Pertumbuhan Realisasi Retribusi TKP Kabupaten Bogor Tahun
2003-2007 ... 86
19. Rasio Efektifitas Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP)
Kabupaten Bogor ... 87
20. Kontribusi Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten
Bogor Tahun 2005-2007 ... 89
21. Potensi Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) Swakelola
Berdasarkan Tarif pada Perda No. 12 Tahun 2003 ... 93
22. Potensi Retribusi Parkir Tempat Khusus Parkir (TKP) Swakelola
Sesuai Tarif Di RSUD Cibinong ... 95
23. Potensi Retribusi Tempat Khusus Parkir(TKP) oleh Swasta Berdasarkan Tarif pada Perda No 12 Tahun 2003 di
RSUD Ciawi ... 97
24. Potensi Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP) oleh Swasta sesuai
Tarif di RSUD Ciawi ... 98
25. Hasil Prioritas Alternatif Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor ... 103
26. Hasil Prioritas Alternatif Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi Parkir TKP oleh Swakelola di Kabupaten Bogor ... 109
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran ... 32 2. Hirarki Alternatif Strategi Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor ... 53
3. Peta Kabupaten Bogor Tahun 2006 ... 54 4. Penggunaan Sistem Manual pada Bentuk Penyelenggaraan Parkir
TKP oleh Swakelola ... 69
5. Mekanisme Penentuan Target Retribusi TKP Kabupaten Bogor ... 72
6. Mekanisme Pungutan Retribusi TKP oleh Swakelola Kabupaten
Bogor ... 74
7. Penggunaan Sistem Komputerisasi pada Bentuk Penyelenggaraan
Parkir TKP oleh Swasta ... 79
8. Besaran Tarif Retribusi Parkir TKP RSUD Ciawi pada Bentuk
Pengelolaan Parkir oleh Swasta ... 81
9. Mekanisme Pungutan Retribusi TKP oleh Swasta di Kabupaten
Bogor ... 82
DAFTAR LAPIRAN
Halaman
1. Bagan Hirarki Alternatif Strategi Retribusi Parkir TKP Kabupaten
Bogor ... ... 125
2. Bagan Hirarki Alternatif Strategi Retribusi Parkir TKP oleh
Swakelola Kabupaten Bogor ... 126
3. Bagan Hirarki Alternatif Strategi Retribusi Parkir TKP oleh Swasta
I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih besar bagi daerah
untuk mengatur dan mengurus wilayahnya sendiri. Sejalan dengan kewenangan
tersebut, Pemerintah Daerah harus lebih mampu menggali sumber-sumber
keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan
pembangunan di daerah, yaitu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 dan Nomor 33 Tahun 2004. Pemerintah Daerah harus mampu
mengelola sumber-sumber penerimaan daerah yang salah satunya berasal dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dijadikan sebagai salah satu
indikator kemampuan keuangan daerah. Besarnya kontribusi penerimaan PAD
terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mencerminkan
kemampuan manajerial Pemerintah Daerah dalam mengelolah berbagai sumber
penerimaan daerah, sekaligus mencerminkan potensi perekonomian daerah.
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki potensi PAD yang besar, hal
ini dapat dilihat dari penerimaan PAD Kabupaten Bogor mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Bahkan nilainya mampu melebihi target yang telah
ditetapkan. Pada tahun 2001 besarnya realisasi PAD mencapai sekitar 100 Miliar
Rupiah atau pencapaiannya sebesar 115,84 persen dari target yang telah
ditetapkan. Besarnya PAD Kabupaten Bogor terus meningkat hingga tahun 2006
jumlah realisasinya menjadi sekitar 230 Miliar Rupiah, untuk lebih jelas dapat
Tabel 1. Realisasi PAD Kabupaten Bogor Tahun 2000-2006
Tahun Target PAD (Rp 000) Realisasi PAD (Rp 000) Persentase
2001 86.914.622 100.680.636 115,84 2002 114.750.762 123.310.169 107,46 2003 142.756.041 148.921.782 104,32 2004 155.818.029 166.260.113 106,70 2005 193.644.904 199.424.944 102,72 2006 222.372.952 230.103.979 104,23
Sumber : Dispenda Kabupaten Bogor Tahun 2007
Salah satu sumber pendapatan daerah yang dapat digali dalam rangka
peningkatan PAD adalah retribusi daerah. Kabupaten Bogor merupakan daerah
yang mempunyai potensi retribusi daerah yang cukup besar sebagai sumber PAD.
Jika dirinci besarnya proporsi penyusun PAD sebagai sumber penerimaan
Kabupaten Bogor untuk pendapatan asli daerah, maka pada tahun 2006 share
retribusi daerah sebesar 35,15 persen. Sedangkan share pajak daerah sekitar 52
persen dari PAD. Besarya penerimaan PAD dari retribusi dan sumber lain pada
tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada APBD Tahun Anggaran 2006 (Rp 000)
No Uraian Jumlah Anggaran Jumlah Realisasi
1 Pajak Daerah 115.855.150 120.021.444 2 Retribusi Daerah 79.193.740 80.870.056 3 Laba BUMD 6.831.973 6.878.684 4 Lain-Lain PAD yang Sah 20.492.089 22.333.794 Jumlah 222.372.952 230.103.979
Sumber : Dispenda Kabupaten Bogor Tahun 2007
Salah satu jenis retribusi daerah yang menjadi sumber pendapatan daerah
adalah retribusi parkir. Retribusi parkir dicirikan oleh adanya pelayanan
bentuk penyediaan fasilitas parkir oleh pemerintah terdiri dari parkir di badan
jalan (on street parking) atau biasa disebut parkir Tepi Jalan Umum (TJU) dan
Parkir di luar badan jalan (off street parking) atau biasa disebut Tempat Khusus
Parkir (TKP).
Dalam pengelolaan parkir di Kabupaten Bogor terdapat tiga lembaga yang
terlibat diantaranya Dinas Perhubungan (Dishub) yang mengelolah retribusi parkir
baik pada parkir TKP maupun parkir TJU; PD Pasar mengelolah retribusi parkir
TKP pasar yaitu di lingkungan pasar Kabupaten Bogor; dan Dinas Pendapatan
Daerah (Dispenda) mengelolah pajak parkir, yaitu pungutan atas parkir kepada
badan usaha yang dikelolah oleh swasta, misalnya parkir pada mall, toko, ruko
dan bentuk usaha lainnya.
Seiring dengan meningkatnya aktivitas sosial ekonomi masyarakat di suatu
daerah mengakibatkan peningkatan pada jumlah kendaraan yang digunakan
masyarakat. Hal ini tentunya akan mengakibatkan meningkatnya permintaan akan
lahan-lahan parkir.
Berdasarkan data Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor, tahun 2005
jumlah kendaran pribadi roda dua sekitar 5000 unit, sedangkan kendaraan roda
empat sekitar 4000 unit. Jumlah tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2007
menjadi sekitar 7.813 unit kendaraan roda dua dan 6.250 unit kendaraan roda
empat. Hal ini secara otomatis meningkatkan jumlah kendaraan yang
menggunakan area parkir khususnya di luar badan jalan (off street parking) atau
biasa disebut Tempat Khusus Parkir (TKP).
Pada parkir di badan jalan (on street parking) atau biasa disebut parkir
dengan kelancaran dan ketertiban lalu lintas, karena jenis perparkiran TJU
mengambil badan jalan dalam pelaksanaan perparkirannya. Selain itu pada parkir
TJU bentuk pelayanan pemerintah daerah terhadap masyarakat relatif minim.
Sedangkan pada parkir TKP dapat dilihat dengan jelas adanya bentuk pelayanan
pemerintah terhadap masyarakat dalam perparkiran baik dalam bentuk penyedian
lahan parkir maupun ketersediaan petugas pengelola. Potensi penerimaan reribusi
parkir di Tempat Khusus Parkir (TKP) dapat dilihat dari banyaknya kendaraan
yang menggunakan jasa parkir di titik parkir TKP tersebut.
Berdasarkan fenomena tersebut potensi penerimaan dari retribusi parkir
TKP akan semakin besar. Namun kondisi ini tidak sejalan dengan kondisi realisasi
penerimaan retribusi parkir TKP di Kabupaten Bogor. Berdasarkan data Dinas
Perhubungan Kabupaten Bogor, hasil retribusi parkir TKP Kabupaten Bogor pada
beberapa tahun terakhir tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Pada tahun
2007 relisasi retribusi parkirTKP Kabupaten Bogor hanya mencapai 44,88 persen
dari target yang ditetapkan. Lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Target dan Realisasi Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor Tahun 2003-2006 (Rp 000)
Tahun TKP
Target Realisasi
2003 166.795.200 107.541.784 2004 187.200.000 120.034.675 2005 208.000.000 132.635.000 2006 268.200.000 144.275.000 2007 275.400.000 123.611.350
Sumber: Bappeda Kabupaten Bogor Tahun 2007
Kondisi pencapaian PAD yang selalu mencapai target, dan kondisi share
retribusi daerah yang cukup besar terhadap pencapaian PAD tersebut ternyata
yang telah dijelaskan. Dimana pencapaian retribusi parkir TKP dalam beberapa
tahun tidak mampu mencapai target yang telah ditentukan. Hal ini
mengindikasikan perlu adanya perbaikan dalam pengelolaan dan penyelenggaraan
perparkiran dalam rangka meningkatkan kontribusi retribusi parkir terhadap PAD
Kabupaten Bogor.
Berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006 Pasal 3,
pengelolaan titik-titik parkir (baik TJU maupun TKP) dapat dilakukan oleh
pemerintah atau bentuk swakelola dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan
(Dishub) dengan menunjuk Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) dan
dalam pelaksaannya relatif dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain yaitu
dalam hal ini adalah pihak swasta sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Namun dalam pengelolaan TJU umumnya hanya dikelolah oleh pihak pemerintah
saja.
Berdasarkan hal tersebut, pada pertengahan tahun 2007 Dinas
Perhubungan bersama dengan UPTD wilayah tengah Kabupaten Bogor
melakukan suatu perubahan dalam sistem penyelenggaraan atau pengelolaan
perparkiran di wilayah Kabupaten Bogor. Titik parkir yang menjadi obyek awal
perubahan sistem penyelenggaraan perparkiran tersebut adalah perparkiran
Rumah Sakit Daerah (RSUD ) Ciawi.
Pada dasarnya retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Setiap retribusi atau
pungutan akan menimbulkan suatu beban baik bagi konsumen dalam hal ini
adalah mengguna layanan maupun produsen dalam hal ini adalah penyedia
Kabupaten Bogor, pemerintah harus memperhatikan berbagai faktor internal
maupun eksternal dalam pelaksaananya sehingga retribusi tersebut tidak
menimbulkan beban tambahan (extra burden) yang berlebihan, sehingga akan
merugikan masyarakat secara menyeluruh (dead-weight loss) serta mampu
meningkatkan kontribusi retribusi parkir terhadap PAD Kabupaten Bogor. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu kajian mengenai bagaimana strategi optimalisasi
retribusi parkir Kabupaten Bogor.
1.2 Perumusan Masalah
Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang
penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam upaya
penggalian sumber-sumber retribusi daerah Pemerintah Daerah, seringkali
dihadapkan pada berbagai permasalahan. Retribusi parkir Tempat Khusus Parkir
(TKP) sebagai salah satu sumber retribusi daerah di Kabupaten Bogor memiliki
permasalahan diantaranya dalam hal masih rendahnya kontribusi retribusi parkir
TKP terhadap retribusi daerah, lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kontribusi Retribusi Parkir TKP terhadap Retribusi Daerah Tahun 2003-2007
Tahun
Anggaran Retribusi Daerah
Retribusi parkir TKP
Kontibusi Retribusi Parkir Terhadap Retribusi daerah
2003 73.589.102.696 107.541.784 0,146
2004 56.922.287.683 120.034.675 0,211
2005 73.589.102.696 132.635.000 0,180
2006 80.870.055.890 144.275.000 0,178
2007 94.078.620.000 123.611.350 0,131
Sumber : Bappeda Kabupaten Bogor Tahun 2007
Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa kontribusi retribusi parkir TKP
terhadap retribusi daerah cenderung berfluktuatif. Rata-rata kontribusi retribusi
0,169 persen. Kontribusi retribusi parkir TKP yang relatif kecil terhadap retribusi
daerah dengan kondisi kondisi retribusi daerah yang terus mengalami peningkatan
mengindikasikan adanya komponen-komponen retribusi daerah yang
pertumbuhannnya lebih cepat dari pada pertumbuhan retribusi parkir TKP. Hal ini
disebabkan belum adanya keterpaduan dalam pengelolaan perparkiran di wilayah
Kabupaten Bogor.
Kondisi geografis Kabupaten Bogor yang bukan perkotaan menyebabkan
Kabupaten Bogor lebih potensial untuk mengembangkan parkir TKP daripada
parkir TJU di wilayah Kabupaten Bogor. Sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya bahwa sejak pertengahan tahun 2007, Kabupaten Bogor mulai
melakukan perubahan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran, yaitu
dengan melibatkan pihak swasta dalam penyelenggaraan parkir Tempat Khusus
Parkir (TKP), yaitu pada titik parkir RSUD Ciawi wilayah Tengah Kabupaten
Bogor.
Suatu perparkiran yang dikelolah oleh pihak swasta cenderung bersifat
komersial, sehingga tarif yang dikenakan cenderung tinggi dan hal ini akan
merugikan pengguna jasa parkir. Selain itu pada perparkiran yang dikelolah oleh
pihak swasta umumnya lebih efisien dari sisi tenaga kerja, sehingga menimbulkan
peningkatan jumlah pengangguran di masyarakat. Di sisi lain pengelolaan oleh
pihak swasta yaitu dengan pengelolaan parkir oleh pihak swasta mampu
meningkatkan pencapaian retribusi parkir, sehingga menguntungkan bagi
Pemerintah Daerah, sebagaiman yang telah diuraikan pada Tabel 5, yaitu
mengenai pencapaian RSUD Ciawi setelah pengelolaannya atas kerjasama
penyelenggaraaan pengelolaan parkir TKP Kabupaten Bogor baik dalam bentuk
swakelola maupun swasta, maka hal yang menjadi fokus awal kajian adalah
bagaimana pola penyelenggaran dan pengelolaan Tempat Khusus Parkir (TKP) dengan swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor ?
Sejak pertengahan tahun 2007, titik parkir RSUD Ciawi wilayah Tengah
Kabupaten Bogor pengelolaannya ditangani oleh pihak swasta yaitu oleh PT.
Reims Nusantara. Sejak itu penerimaan retribusi TKP RSUD Ciawi mengalami
peningkatan yang cukup besar, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-Rata Penerimaan dan Laju Pertumbuhan Retribusi Parkir RSUD Ciawi Tahun 2005-2007
Tahun Rata-Rata Penerimaan Retribusi (Rp)
Laju pertumbuhan Retribusi Parkir
2005 700.000
-2006 750.000 7,14
2007 (Semester I) 1.300.000 73,33 2007 (Semester II) 4.000.000 207,69
Sumber : UPTD Wilayah Tengah Kabupaten Bogor Tahun 2007
Pada Tabel 5 terlihat bahwa besarnya penerimaan RSUD Ciawi pada saat
dikelolah oleh pemerintah sendiri atau swakelola dan pada saat dikelolah atas
dasar kerjasama pemerintah dengan pihak swasta (yaitu sejak 2007 semester II).
Penerimaan retribusi parkir RSUD Ciawi mengalami peningkatan laju peneriman
retribusi yang sangat signifikan yaitu sebesar 207,69 persen dari periode
sebelumnya. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa penyelenggaraan dan
pengelolaan parkir dengan melibatkan pihak swasta memiliki potensi yang cukup
besar dalam meningkatkan penerimaan dari sisi retribusi parkir. Berdasarkan
fenomena tersebut hal yang menjadi fokus kajian ini selanjutnya adalah
terkait dengan adanya bentuk pengelolaan parkir oleh swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor?
Besarnya potensi retribusi parkir yang ada menjadi dasar semakin
diperlukanya pengelolaan parkir yang baik di Kabupaten Bogor. Dalam upaya
peningkatan share retribusi parkir terhadap PAD Kabupaten Bogor, dibutuhkan
adanya upaya peningkatan manajemen pengelolaan yang tepat. Upaya
peningkatan manajemen pegelolaan perparkiran dipandang sebagai suatu tindakan
yang secara agregat mampu menggali potensi retribusi daerah. Manajemen
pengelolaan perparkiran harus dilakukan secara tepat, agar penerimaan
pemerintah dari retribusi tersebut tidak menimbulkan dampak yang merugikan
bagi masyarakat dan juga pihak-pihak lain yang terkait.
Pada bentuk pengelolaan retribusi parkir TKP oleh swakelola cenderung
bersifat not profit oriented seperti pada bentuk pengelolaan parkir TKP oleh
swasta, Meskipun demikian, dalam peningkatan PAD dibutuhkan adanya upaya
peningkatan penerimaan retribusi dari kedua bentuk pengelolaan parkir TKP
tersebut berdasarkan potensi yang ada. Maka dalam kajian ini akan dibahas lebih
1.3. Tujuan Kajian
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan dari kajian ini yaitu:
1. Mengidentifikasi penyelenggaran dan pengelolaan Tempat Khusus Parkir
(TKP) dengan bentuk pengelolaan parkir secara swakelola dan swasta di
Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis kinerja dan potensi retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP),
terkait dengan adanya bentuk pengelolaan parkir secara swakelola dan swasta
di Kabupaten Bogor.
3. Merumuskan strategi peningkatan penerimaan retribusi Tempat Khusus Parkir
(TKP) yang tepat bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, terkait dengan
adanya bentuk pengelolaan parkir secara swakelola dan swasta di Kabupaten
Bogor.
1. 4. Manfaat kajian
1. Bagi Pemerintah, hasil kajian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
masukan (pedoman) dalam menetapkan kebijakan penyelenggaraan dan
pengelolaaan retribusi parkir TKP Kabupaten Bogor.
2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil kajian diharapkan dapat
digunakan sebagai referensi yang memperkaya wawasan dan pengetahuan,
khususnya yang terkait dengan perparkiran di suatu wilayah.
1.5. Batasan Kajian
1. Dalam kajian ini akan dilakukan pengambilan sampel kondisi perparkiran di
Tempat Khusus Parkir (TKP) yang dikelolah secara swakelola pada Rumah
dikelola secara swakelola dan RSUD Ciawi ntuk melihat perparkiran saat
dikelola oleh swasta.
2. Secara khusus kajian ini hanya membahas penyelenggaraan parkir yang
dipungut retribusi Tempat khusus Parkir (TKP) oleh Dinas Perhubungan
Kabupaten Bogor. Kajian ini tidak menitikberatkan pada (1) penyelenggaraan
retribusi parkir Tepi Jalan Umum (TJU) (2) parkir yang dipungut pajak yaitu
yang diselenggarakan oleh pihak swasta, yang pemungutannya terkait dengan
Dispenda (3) penyelenggaraan retribusi Tempat khusus parkir (TKP) oleh PD
Pasar yaitu penyelenggaraan parkir di lingkungan pasar wilayah Kabupaten
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendapatan Asli Daerah
Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia
dibentuklah daerah otonom yang terbagi dalam daerah provinsi, daerah Kabupaten
dan daerah kota yang bersifat otonom sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Pengertian "Daerah Otonom" menurut
Undang-Undang tersebut yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
negara kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian daerah otonom dimaksud agar daerah yang bersangkutan
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 mendorong Pemerintah Daerah untuk memacu peningkatan PAD.
Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah dalam mengatur sumber keuangannya. Dalam pasal 79
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sumber-sumber pendapatan daerah terdiri
atas :
a. Pendapatan Asli Daerah yaitu :
1. Hasil pajak daerah
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
b. Dana Perimbangan
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Sumber-sumber pendapatan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 tersebut mengalami perubahan komposisi sebagaimana yang
diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Perubahan tersebut dapat dilihat dari sumber pendapatan daerah yang
menjadi terdiri atas:
a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
1) Hasil pajak daerah;
2) Hasil retribusi daerah;
3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4) Lain-lain PAD yang sah;
b. Dana perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari
pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber di luar
Pendapatan Asli Daerah, karena PAD dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa
dan inisiatif daerah sedangkan bentuk pemberian pemerintah (non PAD) sifatnya
lebih terikat. Dengan penggalian dan peningkatan pendapatan asli daerah
diharapkan pemerintah daerah juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam
penyelenggaraan urusan daerah.
Di sisi lain meningkatnya tugas, kewajiban, tanggung jawab, hak dan
wewenang Daerah kota/kota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien tanpa didukung sumber pembiayaan
menggali, dan mendayagunakan potensi pendapatan daerah secara efektif dan
efisien untuk pencapaian target Pendapatan Asli Daerah.
Menurut Arsyad (1999), hasil riset tentang penggalian potensi PAD
selama ini menunjukkan, daerah masih mempunyai banyak keterbatasan dalam
peningkatan PAD, sehingga tidak seluruh potensi dapat dioptimalkan. Hal ini
disebabkan Pemkot/Pemkab dihadapkan pada berbagai kendala, diantaranya
keterbatasan SDM yang profesional, kesadaran wajib pajak/retribusi yang masih
rendah, belum tersedianya data base sumber-sumber PAD secara lengkap,
penentuan target PAD yang belum menggunakan pola perhitungan baku,
pengelolaan Perusda/BUMD yang belum efisien, manajemen pelayanan dan
pengawasan yang belum optimal, belum diberdayakannya kecamatan dan
desa/kelurahan dalam pengelolaan PAD serta banyaknya perda yang sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan.
Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang potensial untuk
dikembangkan diantaranya adalah retribusi daerah. Oleh karen itu Pemerintah
Daerah perlu memperhatikan pengelolaan retribusi daerah sebagai salah satu
sumber pendapatan daerah.
2.2. Retribusi Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor. 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa retribusi
daerah adalah Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan. Beberapa karakteristik retribusi daerah
a. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang
dan peraturan daerah yang berkenaan.
b. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.
c. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa)
secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.
d. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.
e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu
jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Retribusi daerah sebagai salah satu komponen sumber PAD dimaksudkan
untuk dapat memasukkan dana bebas daerah sebanyak-banyaknya guna
membiayai pengeluaran pembangunan sehingga kestabilan ekonomi yang mantap
dapat tercapai karena laju pertumbuhan ekonomi yang layak dipertahankan
(Suparmoko, 2002). Sebagai instrumen kebijakan fiskal, retribusi daerah
mempunyai beberapa kemampuan strategi yang mencerminkan manfaat dari
retribusi itu sendiri dalam membantu meningkatkan pembangunan daerah,
manfaat tersebut adalah: retribusi daerah dapat meningkatkan kemampuan
penerimaan PAD, dan mendorong laju perumbuhan ekonomi daerah.
Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 dan PP No. 66 Tahun 2001 objek
retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah
daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut
sosial-ekonomi layak dijadikan objek retribusi. Jenis retribusi berdasarkan objek
retribusi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Retribusi jasa umum, yaitu pelayanan yang disediakan atau diberikan
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
2. Retribusi jasa usaha, yaitu pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah
dengan menganut prinsip komersial.
3. Retribusi perizinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan
untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana,
atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan.
Berdasarkan pengelompokan tersebut dapat dilihat bahwa retribusi Tempat
Khusus Parkir (TKP) merupakan jenis retribusi yang ternasuk dalam jenis
retribusi jasa usaha. Sedangkan retribusi pada Tepi Jalan Umum (TJU) merupakan
jenis retribusi jasa umum. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa parkir TJU lebih
mengarah pada pelayanan publik (publik service) kepada masyarakat sehingga
dikelompokkan ke dalam retribusi jasa umum. Sedangkan pada pelaksanaan
pengelolaan parkir TKP bersifat jasa usaha sehingga dimasukkan ke dalam
retribusi jasa usaha. Meskipun demikian, kedua jenis retribusi parkir tersebut tetap
merupakan bagian dari retribusi daerah yang harus ditingkatkan kontribusinya
2.3. Perbedaan Retribusi dan Pajak Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat bersumber dari pajak dan retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD
yang sah. Dalam sejarah pemerintahan di Indonesia, pajak dan retribusi daerah
merupakan sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi daerah.
Di masyarakat pajak daerah sering kali disamakan dengan retribusi daerah.
Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa keduanya merupakan pembayaran
kepada pemerintah. Pandangan ini tidak benar karena pada dasarnya terdapat
perbedaan yang besar antara pajak dan retribusi. Menurut Siahaan (2006)
perbedaan antara pajak dan retribusi adalah:
1. Kontra prestasinya. Pada retribusi kontra prestasinya dapat ditunjuk secara
langsung dan secara individu dan golongan tertentu sedangkan pada pajak
kontra prestasinya tidak dapat ditunjuk secara langsung.
2. Balas jasa pemerintah. Hal ini dikaitkan dengan tujuan pembayaran, yaitu
pajak balas jasa pemerintah berlaku untuk umum, seluruh rakyat menikmati
balas jasa, baik yang membayar pajak maupun yang bebaskan dari pajak.
Sebaliknya, pada retribusi balas jasa negara/pemerintah beraku khusus, hanya
dinikmati oleh pihak yang telah melakukan pembayaran retribusi.
3. Sifat pemungutannya. Pajak bersifat umum, artinya berlaku untuk setiap orang
yang memenuhi syarat untuk dikenakan pajak. Sementara itu retribusi hanya
berlaku untuk orang tertentu, yaitu yang menikmati jasa pemerintah yang
dapat ditunjuk.
4. Sifat pelaksanaanya. Pemungutan retribusi didasarkan atas peraturan yang
5. Lembaga atau badan hukumnya. Pajak dapat dipungut oleh pemerintah pusat
ataupun pemerintah daerah, sedangkan retribusi hanya dapat dipungut oleh
pemerintah daerah.
2.4. Reribusi Parkir dan Pajak Parkir 2.4.1. Retribusi Parkir
Retribusi parkir berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor
20 Tahun 2002 adalah retribusi yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat
parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan
oleh pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk
penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor
yang memungut bayaran. Penerapan kebijakan retribusi parkir dibeberapa daerah
di Indonesia pada umumnya cederung berorientasi pada peningkatan PAD dan
belum menjadi instrumen pengendalian lalu lintas. Selain itu kegiatan perparkiran
sering berbenturan dengan undang-undang lalu lintas. Pada dasarnya penggunaan
badan jalan tidak proporsional jika digunakan sebagai ruang parkir. Selain
bertentangan dengan undang-undang lalu lintas juga menjadi potensi kemacetan.
Dengan demikian penetapan lokasi parkir harus tidak menimbulkan gangguan
akan mempengaruhi besarnya PAD yang akan diperoleh dari kebijakan
penyediaan fasilitas, sistem pengelolaan, besaran tarif parkir, atau pungutan
retribusi parkir dan persentase retribusi parkir kepada pengelola swasta.
Kabupaten Bogor memiliki dua perundang-undangan terkait dengan
retribusi parkir, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 10 Tahun 2003
tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Peraturan Daerah
Nomor 12 tahun 2003 tentang parkir Tempat Khusus Parkir (TKP). Berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 10 tahun 2003 tentang Retribusi
Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, retribusi pelayanan parkir TJU selanjutnya
dinamakan retribusi, yaitu pungutan daerah atas pelayanan parkir di tepi jalan
umum yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan
kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi.
Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut juga ditetapkan bahwa parkir di Tepi Jalan
Umum (TJU) merupakan retribusi jasa umum. Retribusi jasa umum yaitu
pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan
kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan.
Retribusi parkir Tempat Khusus Parkir (TKP) Kabupaten Bogor menurut
Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2003, yaitu pembayaran atas pelayanan tempat
khusus parkir. Tempat Khusus Parkir diartikan sebagai tempat parkir yang khusus
disediakan, dimiliki atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang
disediakan dan dikelola oleh badan dan pihak swasta.
Perparkiran yang disediakan dan dikelola oleh badan dan pihak swasta
dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Lebih lanjut yang dimaksud
dengan pajak parkir.
2.4.2. Pajak Parkir
Menurut Siahaan (2006) yang dimaksud dengan pajak daerah secara
umum adalah pembayaran wajib pajak yang dikenakan bedasarkan
undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang
tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Sedangkan yang dimaksud
dengan pajak parkir menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 20 tahun
2002 adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar
badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan oleh pokok usaha
maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut
bayaran. Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran untuk
pemakaian tempat parkir yang dikelolah oleh swasta. Besaran tarif pajak dihitung
berdasarkan persentase, yaitu 20 persen dari jumlah kendaraan yang parkir total
per bulan. Objek pajak parkir yang tidak terpungut sebagai berikut :
b. Penyelenggaraan tempat parkir oleh bPemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah;
c. Penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan
perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik
sebagaimana berlaku untuk pajak negara;
2.5. Strategi Peningkatan Retribusi
Strategi merupakan rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang
berkaitan dengan keunggulan strategi. Keunggulan strategi dirancang sesuai
dengan tantangan lingkungan sehingga tujuan utama dapat dicapai melalui
pelaksanaan yang tepat oleh daerah (Glueck dan Janch, 1996). Dalam upaya
meningkatkan kontribusi retribusi daerah terhadap PAD Pemerintah Daerah harus
mampu merumuskan perencanaan strategis terkait dengan peningkatan
penerimaan retribusi daerah.
Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah daerah memiliki
kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri,
mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya serta meminimalisasi
ketergantungan kepada bantuan Pusat. Sehingga PAD khususnya retribusi daerah
harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sebagai prasyarat mendasar dalam
sistem pemerintahan negara. Berkaitan dengan hal tersebut, peningkatan
sumber-sumber PAD perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah.
Menurut Sidik (2002) secara umum, upaya yang dapat dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui
strategi peningkatan pemungutan atau retribusi daerah adalah:
a. Memperluas basis penerimaan
Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapat
dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial,
jumlah pembayar retribusi, memperbaiki basis data objek, memperbaiki
penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.
b. Memperkuat proses pemungutan
Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antara
lain mempercepat penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tarif
retribusi dan peningkatan SDM.
c. Meningkatkan pengawasan
Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan
secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan
sanksi terhadap penunggak pungutan.
d. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan.
Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki
prosedur administrasi melalui penyederhanaan admnistrasi retribusi,
meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.
e. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik.
Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi
terkait di daerah.
2.6. Terminologi Parkir
Parkir merupakan sumber pendapatan yang potensial untuk digali
pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006 yang dimaksud
dengan parkir adalah suatu kegiatan menempatkan atau memberhentikan
sementara/jangka waktu tertentu, atau tidak dilarang dengan rambu yang tidak
mengikat.
Sedangkan yang dimaksud dengan fasilitas parkir menurut Waldiono
dalam Darmanto (2006) adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat
pemberhentian kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk melakukan
kegiatan pada kurun waktu tertetu. Kekurangan fasilitas parkir yang tersedia
sesuai dengan permintaan dapat menyebabkan kemacetan.
Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan fasilitas parkir dapat
mengusahakannya sendiri dengan membentu UPTD ataupun dengan diserahkan
kepada pihak ketiga atau swastanisasi. Saat ini beberapa kota besar untuk
penyelenggaraan parkir di kawasan-kawasan yang dimiliki oleh pengembang
sering di serahkan kepada pengelola parkir yang profesional seperti Security
Parking.
Penyediaan fasilitas parkir oleh pemerintah dapat dikelompokkan yaitu :
1. Parkir di badan jalan (on street parking) atau biasa disebut Parkir Tepi Jalan
Umum (TJU)
2. Parkir diluar badan jalan (off street parking) atau biasa disebut Tempat
Khusus Parkir (TKP)
Parkir di badan jalan (On street parking) yaitu kegiatan parkir yang
dilakukan dengan memanfaatkan sebagian lebar jalan yang layak. Aktivitas pakir
dan pengadaan fasilitas parkir di badan jalan yang sesuai dengan pola pengaturan
untuk masing-masing ruas jalan yang diperbolehkan biasanya dilakukan oleh
pihak pemerintah daerah, dalam hal ini DLLAJ atau Dinas Perhubungan.
oleh Pemeritah Daerah, swasta, atau Pemerintah Daerah bekerja sama dengan
swasta. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 10 tahun 2003,
yang dimaksud dengan pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah penyediaan
pelayaan parkir di tepi jalan umum yang ditetukan oleh pemerintah daerah.
Sedangkan parkir di luar badan jalan (off street parking) atau biasa disebut
Tempat Khusus Parkir (TKP) merupakan kegiatan parkir yang dilakukan dengan
memanfaatkan ruang tertentu di luar badan jalan, dapat berupa gedung ataupun
pelataran.
Terwujudnya pengelolaan perparkiran secara efektif dan efisien
selayaknya menjadi visi bagi Pemerintah Daerah. Sedangkan dalam upaya
mewujudkan visi tersebut, diperlukan misi yang harus dicapai seperti yang
dikembangkan oleh Unit Pengelolaan Perparkiran (UPP) Bandung dalam Zaifani
(2006), antara lain :
1. Menata dan mengembangkan lahan perparkiran sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhan di seluruh kota;
2. Menata sistem perparkiran yang berorientasi kepada kenyamanan dan
keamanan bagi pengguna jasa perparkiran;
3. Mendayagunakan aparatur pengelola perparkiran dalam melaksanakan
pelayanan perparkiran kepada pengguna jasa perparkiran;
4. Menata dan mengembangkan sistem pengawasan dan pengendalian
penyelenggaraan perparkiran.
Guna menapai Visi dan misi tersebut, maka diperlukan suatu parameter
1. Meningkatkan sarana dan prasarana (fasilitas) parkir yang memadai sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan daerah;
2. Meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa perparkiran;
3. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan sumberdaya aparatur di bidang
perparkiran;
4. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian pegelolaan perparkiran dalam
rangka penegakkan aturan bidang perparkiran.
2.7. Swakelola dan Swastanisasi dalam Perparkiran
Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1998) pengelolaan
perparkiran dapat dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri dan dapat juga
dilakukan oleh pihak ketiga. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan
perparkiran dapat mengusahakannya sendiri, inilah yang selanjutnya disebut
sebagai swakelola.
Anonim (2007) menyatakan swakelola adalah pekerjaan yang
direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri oleh pelaksana swakelola dengan
menggunakan tenaga sendiri dan/atau tenaga dari luar baik tenaga ahli maupun
tenaga upah borongan. Tenaga ahli dari luar tidak boleh melebihi 50 persen dari
tenaga sendiri.
Swakelola dalam pengelolaan perparkiran mengandung pengertian
bahwa pengelolaan parkir dilakukan oleh pihak pemerintah sendiri, mulai dari
perencanaan, pengerjaaan (pengaturan dan pengendalian) dan pengawasan di
lapangan, yaitu dengan membentuk Unit Pelaksana Teknis daerah (UPTD)
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1998) menyatakan berdasarkan
ketentuan perundang-undangan tanggung jawab pengelolaan dan pengedalian
parkir berada di bawah Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) tingkat II,
dan untuk operasionalnya dibentuk UPTD. Namun belum semua daerah
melaksanakannya seperti yang ditentukan dalam peraturan perundangan yang
berlaku, sebab ada beberapa daerah yang pelaksanaannya dilakukan di bawah
kendali Dinas Pendapatan Daerah dan ada juga yang dilaksanakan oleh pihak
ketiga. Bahkan ada yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan tersendiri ataupun
oleh Dinas Perparkiran.
Menurut Savas dalam Silalahi (1996) yang dimaksud dengan swastanisasi
adalah suatu proses pengurangan campur tangan pemerintah dalam menjalankan
perekonomian, karena kepemilikan aset-aset dialihkan dari tangan pemerintah ke
pihak swasta. Proses pendelegasian tersebut ditujukan untuk mengefisienkan dan
mengefektifkan suatu kegiatan yang menjadi wewenang pemerintah oleh
pemerintah.
Dalam hal perparkiran, swastanisasi dapat diartikan adanya pendelegasian
penyelenggaraan atau pengelolaan perparkiran dari pemerintah kepada pihak
swasta. Hal tersebut juga dilakukan dalam rangka meningkatakan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran. Penyelenggaraan dan
pengelolaan perparkiran tidak dapat mengabaikan kedudukan parkir itu
sendirisebagai sub-sistem lalu lintas. Oleh karena itu, hal yang menjadi sasaran
dalam penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran di wilayah Kabupaten Bogor
Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1998) swastanisasi
merupakan suatu alternatif pengelolaan parkir. Sistem ini biasanya lebih efisien
dan manfaat yang diterima pemerintah daerah lebih besar. Sebelum
diswastanisasikan, Pemerintah Daerah terlebih dahulu menghitung besarnya
potensi pendapatan yang dapat diterima dan biaya yang dikeluarkan untuk
penyelenggaran parkir. Besarnya pendapatan ini dihitung berdasarkan jumlah
ruang parkir yang tersedia, tingkat penggunaan, lamanya parkir dilakukan dan
besarnya tarif. Metode lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan
dasar dari pendapatan parkir sebelum dikontrakkan kepada pihak ketiga.
Sejalan konsep swastanisasi, pelayanan jasa parkir yang dilakukan di
badan atau parkir Tepi Jalan Umum (TJU) tidak dapat dialihkan kepemilikannya
kepada pihak swasta. harus dibangun gedung parkir atau pelataran parkir,
sehingga akhirnya aset tersebut dapat dialihkan ke pihak swasta.
2.8. Hasil Kajian Terdahulu
Kajian mengenai pengelolaan perparkiran pernah dilakukan oleh Silalahi
(1996) melakukan kajian mengenai "Pengelolaan Parkir di Wilayah DKI Jakarta
(Suatu analisis untuk mencari Model pengelolaan parkir yang lebih Efisien dan
Efektif)", menyatakan bahwa pengelolaan perparkiran di DKI Jakarta belum
efisien dan efektif. Hal ini disebabkan kondisi organisasi dan suasana persaingan
yang belum sehat, sehingga pelayanan jasa parkir belum menunjang pada
ketertiban lalu lintas dan perolehan retribusi daerah (melalui retribusi parkir).
Kajian dilakukan dengan metode analisis deskriptif, dan dapat dikategorikan
sebagai penelitian kualitatif. Berdasarkan kajian disarakan beberapa hal
kondisi organsasi dan suasana kompetisi yang sehat; agar tujuan pengelolaan
perparkiran tercapai, maka sasaran atau fungsi pelayanan jasa parkir dapat
diserahka kepada swasta. Swastanisasi pelayanan jasa parkir tidak cukup, harus
didukung dengan dominasi pemegang saham yang kuat dan berpengalaman, dan
juga diperlukan dukungan peraturan perundang-undangan. Dalam kajian tersebut
sudah melihat pengelolaan parkir oleh pihak swasta, namun objek utama yang
menjadi fokus dalam kajian ini adalah Badan Pengelola (BP) Parkir DKI Jakarta.
Susdiyono (2003) melakukan kajian yang berjudul "Kajian Pendapatan
Daerah Propinsi DKI Jakarta Melalui Retribusi Parkir (Menuju Pelaksanaan
retribusi Parkir)". Dalam kajian tersebut dipaparkan mengenai kondisi aktual
penyelenggaraan perparkiran di Propinsi DKI Jakarta berkaitan dengan proses
menuju pelaksanaan retribusi parkir. Selain itu juga mengkaji tentang berbagai
upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta dalam mengoptimalkan
pendapatan daerahnya dari perparkiran. Metode analisis yang digunakan dalam
kajiannya adalah metode deskriptif eksplanatoris (explanatory-decriptive). Dalam
kajian tersebut mengungkapkan fenomena perparkiran di wilayah DKI Jakarta
dengan masih sangat sederhana dan makro. Kajian ini juga tidak menyajikan
bentuk mengujian secara kuantitatif terhadap kajian yang dilakukan.
Dedyanto (2003) melakukan kajian mengenai "Analisis Efektivitas
Pendapatan Retribusi Parkir Propinsi DKI Jakarta". Kajian tersebut memfokuskan
obyek kajiannya pada pengelolaan perparkiran oleh Badan Pengelola Perparkiran
(BPP) Propinsi DKI Jakarta, serta membandingkan pengelolaan parkir yang
dilakukan di Kota Bandung dan Kota Surabaya. Berdasarkan kajian dapat
Perparkiran (BPP) Propinsi DKI Jakarta belum berjalan efektif, dimana realisasi
pendapatan parkir masih jauh di bawah penerimaan parkir yang sebenarnya. (2)
premanisme merupakan faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas pendapatan
retribusi parkir di Propinsi DKI Jakarta (3) pola pengendalian pungutan dilakukan
dengan menggunakn sistem Setoran Wajib Minimum (SWM) dirasa tiak efektif,
parajuru parkir bak resmi maupun tidak hanya membayar kewajiban minimum,
tanpa memperhitungkan hasil yang mereka peroleh. Dalam hanya memfokuskan
pada penyelenggaraan perparkiran oleh Badan Pengelola (BP) Perparkiran
Propinsi DKI Jakarta. Selain itu kajian tersebut juga hanya digunakan metode
deskriptif analisis.
Hal yang membedakan kajian-kajian tersebut dengan kajian ini adalah
pertama kajian ini fokus kepada bentuk parkir Tempat Khusus Parkir (TKP)
dengan wilayah kajian di Kabupaten Bogor. Kedua, kajian ini melihat alternatif
strategi dari peningkatan penerimaan retribusi parkir TKP oleh pihak pemerintah
(swakelola) dan swasta di Kabupaten Bogor. Sehingga dapat dilihat bentuk
penyelenggaraan dan pengelolaan perparkiran secara swakelola atau swasta yang
mampu meningkatkan retribusi perparkiran dalam rangka meningkatkan
kontribusi retribusi parkir TKP terhadap PAD Kabupaten Bogor.
Ketiga, kajian ini juga telah menggunakan alat analisis AHP (Analisis
Hirarki Proses), dimana AHP merupakan alat analisis kuantitatif yang dapat
digunakan dalam memecahkan masalah, keputusan-keputusan yang dihasilkan
adalah angka yang nantinya akan dijelaskan dalam bentuk tulisan. Keempat,
2.9. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Nomor 33
Tahun 2004, Pemerintah Daerah harus mampu mengelolah sumber-sumber
penerimaan daerah yang salah satunya berasal dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD). PAD dapat dijadikan salah satu indikator kemampuan keuangan daerah.
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki potensi PAD yang besar.
Salah satu sumber pendapatan daerah yang dapat digali dalam rangka peningkatan
PAD adalah retribusi daerah. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya Kabupaten
Bogor merupakan daerah yang mempunyai potensi retribusi daerah yang cukup
besar sebagai sumber PAD.
Salah satu jenis retribusi daerah yang menjadi sumber pendapatan daerah
adalah retribusi parkir. Pengelolan retribusi parkir terdiri dari dua jenis yaitu (1)
retribusi Parkir Tepi jalan Umum (TJU) (2) Retribusi Tempat Khusus parkir
(TKP). Dalam kajian ini akan memfokuskan kajian pada retribusi Tempat Khusus
Parkir (TKP).
Berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 24 Tahun 2006 Pasal 3,
pengelolaan titik-titik parkir (baik TJU maupun TKP) dapat dilakukan oleh
pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan (Dishub) dengan menunjuk
Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) dan dalam pelaksaannya dapat
melakukan kerjasama dengan pihak lain yaitu dalam hal ini adalah pihak swasta
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga bentuk penyelenggaraan
dan pengelolaan TJU dan TKP dapat dilakukan secara swakelola dan swasta.
Untuk TJU umumnya hanya dapat dikelolah secara swakelola. Dalam kajian ini
Untuk memberikan gambaran pengelolaan parkir TKP pada bentuk
pengelolaan oleh swakelola dan swasta digunakan analisis deskriptif. Selanjutnya
dalam kajian ini akan dilakukan analisis kinerja yaitu melakukan perhitungan
pertumbuhan, efektivitas dan kontribusi retribusi parkir Kabupaten Bogor
terhadap PAD, analisis potensi parkir yaitu dalam rangka melihat besarnya potensi
pada dua bentuk pengelolaan retribusi parkir di Kabupaten Bogor (yaitu swakelola
dan swasta), dan Analytical Hierarchi Process (AHP) dari penyelenggaraan dan
pengelolaan perparkiran swakelola dan swasta di Kabupaten Bogor. Sehingga
akan diperoleh suatu strategi pengelolaan retribusi perparkiran Kabupaten Bogor.
Strategi Pengelolaan Retribusi Parkir TKP Kabupaten Bogor Retribusi Parkir
Kinerja Otonomi Daerah
Retribusi Merupakan Salah Satu Unsur Penting dari PAD Kabupaten Bogor
Retribusi Tepi jalan Umum ( TJU)
Retribusi Tempat Khusus parkir (TKP)
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
Keterangan :
III. METODE KAJIAN
3.1. Waktu dan Tempat Kajian
Kajian dilaksanakan mulai pada bulan November 2007 hingga Maret
2008. Lokasi kajian dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja (purposive)dengan mengambil sample pada titik parkir
di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong dan RSUD Ciawi wilayah
Tengah Kabupaten Bogor. Pemilihan wilayah kajian tersebut didasarkan pada
kondisi dimana RSUD Cibinong saat ini merupakan titik parkir TKP yang
memiliki potensi besar dari bentuk pengelolaan parkir secara swakelola.
Sedangkan RSUD Ciawi merupakan wilayah yang memiliki potensi retribusi
parkir yang besar dan saat ini merupakan satu-satunya bentuk penyelenggaraan
dan pengelolaan retribusi parkir wilayah Kabupaten Bogor dengan sistem
kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta.
3.2. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam kajian ini untuk memperoleh data primer peneliti melakukan teknik
wawancara dan observasi terhadap sumber informasi yang telah ditentukan,
sehingga dapat memberikan informasi/keterangan terkait dengan retribusi parkir
Kabupaten Bogor, kemudian informasi tersebut dilakukan pencocokan dengan
sumber data lain yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang informasi
tersebut sebagai langkah koreksi untuk menjamin reabilitas dan validitas data
Sedangkan untuk data sekunder diperoleh melalui studi literatur dan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan sesuai dengan
fokus kajian. Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran berbagai referensi,
baik berupa laporan-laporan hasil penelitian, maupun peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang perparkiran Kabupaten Bogor. Data yang
digunakan berasal dari Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas Pendapatan Daerah
(Dispenda), Bappeda, Samsat dan UPTD perparkiran Kabupaten Bogor.
3.3. Metode Pemilihan Responden
Pemilihan responden untuk Analytical Hierarchi Process(AHP) dilakukan
dengan metode Purposive Sampling, yaitu metode pengambilan contoh responden
tidak secara acak tetapi pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan baik
individu atau lembaga sebagai responden yang mengerti permasalahan yang
terjadi dan memiliki pengaruh dalam pengambilan kebijakan baik langsung
maupun tidak langsung pada pelaksanaan kebijakan atau memberi masukan
kepada para pengambil kebijakan yaitu: Staf atau Pejabat Dinas Perhubungan,
UPTD Perparkiran, Koordinator parkir TKP RSUD Ciawi dan anggota DPRD
Kabupaten Bogor Komisi Keuangan dan Investasi Daerah.
3.4. Analisis Data
Analisis data disajikan dengan dua metode analisis yaitu metode analisis
kualitatif (deskripif) dan kuantitatif. Metode analisis kualitatif dimaksudkan untuk
memaparkan seluruh data dan informasi baik primer maupun sekunder yang
berhubungan dengan obyek kajian dalam bentuk persentase, kontribusi dan
secara umum di wilayah Kabupaten Bogor dalam beberapa tahun. Analisis
deskripif lebih rinci terkait dengan kajian yaitu mengenai sistem penyelanggaraan,
retribusi dan sumberdaya pengelola TKP RSUD Ciawi pada saat dikelolah secara
swakelola dan saat pengelolaan pemerintah bekerjasama dengan pihak swasta.
Metode analisis kuantitatif dimaksudkan untuk memaparkan data dan informasi
hasil perhitungan dan olahan data observasi yang berkaitan dengan obyek kajian.
3.4.1. Analisis Kinerja (Angka Pertumbuhan, Efektivitas, serta Kontribusi) TKP Kabupaten Bogor
Berdasarkan hasil kajian Badan Penelitian Pengembangan Pendidikan dan
Pelatihan (BP4) Kota Bogor (2007) angka pertumbuhan, efektivitas, serta
kontribusi dapat menunjukkan peningkatan atau penurunan dari suatu aktifitas
pengelolaan keuangan daerah. Pada analisis angka pertumbuhan, efektivitas, serta
kontribusi retribusi dapat dilihat tingkat keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan pada kurun waktu tertentu, sehingga mampu menggambarkan
kinerja retribusi suatu daerah.
3.4.1.1. Pertumbuhan Penerimaan Retribusi
Tingkat pertumbuhan retribusi akan dilihat dari tahun ke tahun. Hal ini
menunjukan kenaikan/penurunan penerimaan retribusi. Tingkat pertumbuhan
yang positif menunjukan kinerja retribusi yang terus meningkat dan sebaliknya
jika tingkat pertumbuhan bernilai negatif, maka kinerja retribusi menunjukkan
kecenderungan yang semakin menurun. Penilaian kinerja penerimaan retribusi
seperti ini hanya menunjukan peningkatan/penurunan kinerja yang bersifat
indikatif, karena tanpa membandigkan dengan potensi yang sebenarnya. Analisis