• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Ketersediaan Sumber Daya Air di Kota Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Ketersediaan Sumber Daya Air di Kota Tangerang"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR

DI KOTA TANGERANG

OLEH :

DADAN SUHENDAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Ketersediaan Sumberdaya Air di Kota Tangerang. Dibimbing oleh SUNSUN SAEFULHAKIM dan AFFENDI ANWAR.

Perkembangan suatu wilayah tidak terlepas dari pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi, sehingga terjadi konflik terhadap lahan, disatu sisi permintaan terhadap lahan terus meningkat disisi lain luas lahan tetap. Hal ini akan berakibat terhadap perubahan penggunaan lahan terutama dari lahan pertanian menjadi non pertanian. Perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi non pertanian mendorong meningkatnya areal terbangun (built up area), yang berpengaruh terhadap ketersediaan sumberdaya air. Untuk mengetahui seberapa besar dampak dari perubahan penggunaan lahan terhadap ketersediaan sumberdaya air perlu mengerahui barapa besar perubahan penggunaan lahan dari ruang terbuka hijau menjadi built up area setiap tahun atau dalam kurun waktu tertentu secara time series, curah hujan yang jatuh di wilayah penelitian, Evapotranspirasi yang terjadi, Air hujan ang meresap kedalam tanah (infiltrasi) serta berapa air limpasan permukaan (run off). Untuk mengtahui perubahan penggunaan lahan dapat dilkukan dengan pembuatan peta penggunaan lahan secara time series dengan metoda penginderaan jauh (remote sensing) baik melalui citra satelit atau foto udara. Data curah hujan didapat dari hasil pengukuran yang dilakukan Badan Meteorologi stasiun Tangerang, Penghitungan Evapotranspirasi dilakukan dengan menggunakan metoda Turc dan Langbein, infiltrasi dan run off dilakukan dengan pendekatan tipologi wilayah dengan mengacu pada U.S. Forest Service. Dengan meningkatnya areal terbangun mengakibatkan menurunnya air hujan yang mer esap kedalam tanah (infiltrasi) yang menjadi cadangan air tanah dan meningkatkan aliran air permukaan (run off).

(3)

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP

KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR

DI KOTA TANGERANG

DADAN SUHENDAR

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu– ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Tesis : Dampak Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Ketersediaan Sumber Daya Air di Kota Tangerang

Nama : Dadan Suhendar

NRP : P053020131

Program Studi : Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr . Ketua

Prof. Dr. Ir. Affendi Anwar, MSc . Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pe rdesaan

Prof. Dr. Ir. Isang Gonarsja h

Dekan Sekolah Pascasarjana

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cimahi, Jawa Barat pada tanggal 18 Maret 1965 dari ayah Engkus Kusmana (alm) dan ibu Edjeh Mulyati (alm). Penulis merupakan putra ketiga dari enam bersaudara.

Tahun 1984 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bandung dan pada tahun yang sama penulis diterima di Jurusan Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan menamatkannya pada tahun 1992. Kesempatan untuk melanjut kan ke program magister pada program studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pe rdesaan pada Sekolah Pasca Sarjana IPB diperoleh pada tahun 2002. Ijin belajar diperoleh dari Pemerintah Kota Tangerang.

Penulis bekerja pada Pemerintah Kota Tangerang sejak tahun 1994 sebagai pelaksana pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), kemudian promosi sebagai Kepala seksi Industri, Pertambangan dan Energi Bappeda pada tahun 1996, pada tahun 1999 menjabat sebagai Kepala Seksi Tata Ruang dan Tata Guna Lahan pada Bappeda, Kemudian menjadi Kepala seksi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup pada Bappeda pada tahun 2000, Sejak tahun 2001 hingga sekarang penulis menjabat Kasi Pemetaan dan Survey pada Dinas Tata Kota

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2004 ini adalah Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Ket ersediaan Sumberdaya Air di Kota Tangerang.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapa k Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr dan Bapak Prof. Dr. H. Affendi Anwar, M.Sc selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Joewono H, MT Kepala Dinas Tata Kota Kota Tangerang periode tahun 2002 – 2005 dan Ibu Hj. Roostiwie, SKM, M.Si Kepala Dinas Tata Kota periode Tahun 2005 sampai sekarang, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi pasacasarjana S-2, rekan-rekan mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah dan Pedesaan angkatan 2002 serta seluruh jajaran Dinas Tata Kota yang telah membantu penulis dalam penyediaan dan pengolahan data serta dorongan moril. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada rekan seperjuangan Ir. H. Masduki dan Drs. Otong Suhyanto atas bantuan yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Karya ilmiah ini penulis persembahkan kepada istri tercinta Neti Hendrawati serta anakanak tersayang Shabrina ghassani dan Hadyan Adam semoga karya yang telah penulis lakukan menjadi motivasi bagi anak-anakku

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2006

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

PENDAHULUAN ……… Latar Belakang ……… Tujuan Penelitian ………

xi xii xiv 1 1 8

TINJAUAN PUSTAKA ... ... Tata Guna Lahan ... Teori Lokasi ... Teori Land Rent ... Sumberdaya Air ………...…. Daur Hidrologi ... Presipitasi ... Evapotranspirasi ... Infiltrasi ... Limpasan Permukaan ... Keterkaitan Penggunaan Lahan dengan Sumberdaya Air ...

9 9 9 15 24 24 26 28 29 31 32

METODA PENELITIAN ... Perubahan Penggunaan Lahan ... Analisis Hidrogeologi ... Hidrologi ... Analisis Penentuan Harga Air ...

35 37 39 46 50

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... Kondisi Fisik Kota Tangerang ... Kondisi Sosial ... Kondisi Ekonomi ... Kondisi Sarana dan Prasarana ...

52 52 59 65 69

PEMBAHASAN DAN HASIL ... Perubahan Penggunaan Lahan ... Pola Perubahan Sumberdaya Air ... Neraca Air Wilayah Kota Tangerang... Kondisi Hidrogeologi ...

Kondisi DAS Cisadane ... Keterkaitan antara Penggunaan Lahan dengan Sumberdaya Air ... Keterkaitan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Land Rent ... Kondisi Ekonomi Air ………....………..

75 75 89 89 96 98 104 103 106

KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... Saran ...

(8)

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

126

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halam an 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19 20

Nilai Koefisien Air Larian

Hubungan Jenis Batuan dengan Besar Butir, Porositas dan Kelulusan

...

Nilai Tahanan Jenis Batuan ... ...

Jumlah dan Perkembangan Penduduk Kota Tangerang………

Kepadatan Penduduk Kota Tangerang Tahun 2003 ………….……

Jumlah Penduduk Menurut Umur Tahun 2003 ...

PDRB Kota Tangerang Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1998 – 2002

... PDRB Kota Tangerang Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 1998 – 2002

... ... Pertumbuhan PDRB Kota Tangerang Tahun 1999-2002 ...

Perbandingan Luas Lahan Terbangun dengan Ruang Terbuka ...

Penggunaan Lahan Tahun Kota Tangerang Tahun 2000 ...

Data Curah Hujan Stasiun Tangerang Tahun 1994-2003 ...

Data Temperatur Stasiun Tangerang Tahun 1994-2003 ...

Hasil Perhitungan Evapotranspirasi Perioda 1994-2003 ...

Perhitungan Neraca Air Tahun 1959, 1994 dan 2004 ...

Fluktuasi Debit Sungai Cisadane yang Terukur di Stasiun

Pengamatan Pasar Baru Tangerang ...

Analisa Neraca Air DAS Cisadane ...

Perbandingan Ketersediaan Sumberdaya Air dengan

Penggunaan Lahan Tahun 1959, 1994 dan 2004 ...

Perkembangan Perubahan Muka Air Tanah Tahun 1959 dan 2004

Jumlah dan Panjang Sungai di Kota Tangerang ...

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halam an 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36 37. Siklus Hidrologi ………

Efek Negatif Pengaturan Suberdaya Air Tanah yang Tidak Baik ……

Model Tata Guna Lahan Menurut Von Thunen ...

Model Tata Guna Lahan Menurut Burges ...

Model Tata Guna Lahan Menurut Hoyt ...

Pola Penggunaan Lahan Kota Konsep Teori Pusat Lipat Ganda ....

Hubungan antara Land Rent Lokasi pada Berbagai Sektor Ekonomi

Model Tata Guna Lahan Lingkaran Konsentris ...

Pembentukan Kota Inti Secara Berganda ...

Kerangka Pemikiran Perubahan Pengunaan Lahan dan Ketersediaan Sumberdaya Air

... ...

Diagram Alir Metode Penelitian ...

Citra Satelit ...

Foto Udara ...

Material Bahan yang Dilalui oleh Arus Listrik

...

Hubungan antara Tahanan Jenis dan Kadar Garam dalam Air yang Dikandung Batuan

...

Skema Alat Ukur Geolistrik ...

Pengukuran Tahanan Jenis di Lapangan

...

Peta Wilayah Administrasi Kota Tangerang ...

Peta Lokasi Banjir ...

Peta Hidrogeologi Kota Tangerang ...

(11)

38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56.

Peta Geologi Kota Tangerang ...

Prosentase Jumlah Penduduk Tahun 2003 ...

Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2001 – 2003 ...

Grafik Kepadatan Penduduk Tahun 2003 ...

Grafik Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2003 ...

Jumlah Penduduk Kota Tangerang Menurut Jenis Kelamin ...

Peta Tata Guna Lahan Kota Tangerang Tahun 1959 ...

Peta Tata Guna Lahan Kota Tangerang Tahun 2000 ...

Proporsi Tiap Jenis Penggunaan Lahan ...

Perbandingan Luas Pemanfaatan Lahan Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya

...

Peta Sebaran Kegiatan Perdagangan dan Jasa ...

Peta Sebaran Industri ...

Perbandingan Sumbangan Sektor Pertanian Terhadap Total PDRB

Kota Tangerang Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 ...

Perbandingan Sumbangan Sektor Industri Terhadap Total PDRB Kota Tangerang Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 ...

Perbandingan Sumbangan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran terhadap Total PDRB Kota Tangerang Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 ...

Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun Kota Tangerang 1994 – 2003 .

Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun Kota Tangerang 1994 – 2003 .

Distribusi Air Hujan yang Jatuh di Daerah Penelitian ...

Perbandingan Infiltrasi dan Run-Off ……….

Grafik Fluktuasi Debit Sungai Cisadane Tahun 1999 – 2004 …… Grafik Fluktuasi Debit Sungai Cisadane Tahun 1950 – 2000 …… Grafik Varian Debit Sungai Cisadane Tahun 1950 – 2000 ...

(12)

Grafik Rata-rata Tahunan debit Sungai Cisadane ...

Susunan Lapisan Hasil Penafsiran Geolistrik ...

Perubahan Muka air Tanah Dangkal ...

Kondisi Air Tanah DAS Cisadane ………..

Grafik Surpl us dan Defisit Air DAS Cisadane ……….

Grafik Curah Hujan Rata-rata Tahunan Tahun 1994-2000 ……… Grafik Suhu Udara Rata-rata Tahunan Tahun 1994-2000 ……… Grafik Debit Rata-rata Tahunan Sungai Cisadane Tahun 1994-2000

Peta Sebaran Instalasi Pengolahan Air PDAM ...

Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk ...

Grafik Perkembangan Kebutuhan Air ...

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halam an 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Peta DAS Cisadane. ….……….…………

Peta Geologi DAS Cisadane. .….……… Peta Jenis Tanah DAS Cisadane. .….……… Peta Penggunaan Lahan DAS Cisadane. .…...…

Peta Daerah Tangkapan Air DAS Cisadane. ...… Data Debit Bulanan Sungai Cisadane ...

Varian dan Covarian Debit Sungai Cisadane...

Tabel Hasil Penafsiran Pengukuran Geolistrik ...

Perbandingan Kebutuhan dan Ketersediaan Air Bersih Tahun 2004

Data Tahun 2003 dan Korelasi antar Variabel ...

Data Pengambilan Air Bawah Tanah Tahun 2004 ………

Data Pengambilan Air Permukaan Tahun 2004 ………..

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak berdirinya Kota Tangerang pada tahun 1993, telah terjadi

berbagai perkembangan baik eksternal maupun internal yang sangat

berpengaruh terhadap dinamika kota. Kota Tangerang sebagai salah satu

kota di wilayah Metropolitan Jabotabek yang menjadi wilayah penyangga

bagi DKI Jakarta, mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup

pesat.

Lokasi Tangerang yang potensial terutama dinilai dari aksesibilitas

dengan pusat kota Jakarta, Bandara Soekarno-Hatta, Pelabuhan Tanjung

Priuk di Jakarta dan Bojonagara di Cilegon, dan kota-kota lainnya di

Jabotabek, Banten dan Jawa Barat, menyebabkan kota ini sangat menarik

bagi perkembangan kegiatan seperti perumahan, industri dan perdagangan.

Keterbatasan lahan di DKI Jakarta untuk kegiatan industri dan perumahan

mengakibatkan adanya pergeseran kegiatan ke wilayah penyangga

termasuk kota Tangerang. Sejalan dengan perkembangan kedua kegiatan

tersebut berkembang pula kegiatan perdagangan dan pergudangan di

sepanjang koridor jalan utama yang menghubungkan simpul-simpul utama

tranportasi nasional dan internasional dengan DKI Jakarta. Perkembangan

kegiatan-kegiatan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan

penggunaan lahan yang kemudian menimbulkan beberapa masalah bagi

Kota Tangerang.

Proses perubahan penggunaan lahan terjadi seiring pertumbuhan

(15)

Perubahan diharapkan mampu memperluas kesempatan kerja sehingga

memungkinkan terjadinya proses tranformasi pekerja dari sektor pertanian ke

non pertanian. Terjadinya perubahan kegiatan akan memberi tekanan

kepada permintaan lahan diluar sektor pertanian. Dari tahun 1994 sampai

dengan tahun 2003 perubahan lahan dari ruang terbuka hijau menjadi areal

terbangun mencapai 23,6% atau arata-rata 2,36% pertahun. Hal yang

mendasari perubahan penggunaan lahan adalah perkembangan jumlah

penduduk dan perkembangan kegiatan ekonomi. Laju pertumbuhan

penduduk dari tahun 1991 - 2003 mencapai 5,75% dan pertumbuhan

ekonomi dilihat berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993

Pola Perubahan penggunaan lahan yang terjad i cenderung mengikuti

teori ekonomi, yaitu dari lahan yang mempunyai land rent rendah menuju

lahan yang mempunyai land rent tinggi yaitu dari lahan pertanian menjadi

perumahan, industri atau perdagangan atau dari lahan permukiman menjadi

perdagangan atau jasa

Perubahan lahan membawa dampak kepada perubahan sumberdaya

air terutama air tanah, air tanah merupakan penunjang utama disamping air

permukaan dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih bagi penduduk

Kota Tangerang sejak puluhan tahun lalu. Meningkatnya taraf kesejahteraan

penduduk seiring pula dengan meningkatnya penggunaan sumberdaya alam,

sebagaimana halnya dengan sumberdaya air. Pertambahan laju

pertumbuhan penduduk dan laju pembangunan yang sangat pesat

khususnya sektor industri dan perumahan/permukiman, maka masalah

(16)

Kebutuhan air bersih yang sangat tinggi bagi penduduk Kota

Tangerang yang saat ini berjumlah sekitar 1,52 juta jiwa yang tersebar pada

wilayah seluas 18.378 Ha membutuhkan air bersih sebesar 69.261.168 m3

(standar WHO kebutuhan air bersih 125 l/orang/hari).

Perubahan penggunaan lahan selain berpengaruh terhadap air tanah

juga juga berpengaruh pada air permukaan, aliran air permukaan menjadi

tidak terkendali perbedaan aliran air permukaan (surface run off) menjadi

sangat jauh antara musim hujan dan musim kemarau, dimana pada musim

hujan aliran air permukan yang tinggi melebihi kapasitas badan penampung

air sehingga air meluap dan menimbulkan banjir, sedangkan pada musim

kemarau air permukaan menunjukan ketinggian yang sangat rendah bahkan

pada daerah pertanian tidak bisa memberi kontribusi kepada lahan pertanian

yang memerlukan air.

Proses perubahan penggunaan lahan tersebut harus dilakukan, apabila

diinginkan pertumbuhan ekonomi yang memberi dampak terhadap

pendapatan dalam masyarakat. Perubahan diharapkan mampu memperluas

kesempatan kerja sehingga memungkinkan terjadinya proses tranformasi

pekerja dari sektor pertanian ke non pertanian.

Terjadinya perubahan kegiatan akan memberi tekanan kepada permintaan

lahan diluar sektor pertanian, khususnya lahan-lahan pertanian yang

berdekatan dengan kawasan perkotaan

Perubahan penggunaan lahan akan membawa dampak kepada

perubahan sumberdaya air terutama air tanah, air tanah merupakan

(17)

kebutuhan air bersih bagi penduduk Kota Tangerang sejak puluhan tahun

lalu. Meningkatnya taraf kesejahteraan penduduk seiring pula dengan

meningkatnya penggunaan sumberdaya alam, sebagaimana halnya dengan

sumberdaya air. Pertambahan laju pertumbuhan penduduk dan laju

pembangunan yang sangat pesat khususnya sektor industri dan

perumahan/permukiman, maka masalah penyediaan air bersih akan menjadi

sangat besar peranannya.

Perkembangan Kota Tangerang yang semakin maju, baik ditinjau dari

segi fisik, social, ekonomi maupun segi-segi lainnya dapat mengakibatkan

kebutuhan akan air bersih semakin meningkat pesat. Dilain pihak,

pertambahan produksi air bersih oleh PDAM masih sangat terbatas dan

belum dapat memenuhi keperluan akan air bersih, sehingga pengeboran air

tanah di seluruh kawasan Kota Tangerang menjadi semakin banyak dan tak

terkendalikan.

Pesatnya laju penyedotan/penggunaan air tanah yang tidak terkendali

tersebut, akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan daur

geohidrologi bagi Kota Tangerang. Penurunan muka air tanah, dan

penyusupan (intrusi) air laut, serta kemungkinan penurunan permukaan

tanah atau amblesan (land subsidence) dapat terjadi dibeberapa bagian

wilayah Kota Tangerang terutama di daerah dengan tingkat kerapatan jumlah

sumur bor yang sangat tinggi. Penurunan muka air tanah (water table)

diperkirakan akan terus berlangsung sebagai bukti bahwa debit/luah

pengambilan melebihi kecepatan pengisian kembali pada system akifernya

(18)

Perubahan penggunaan lahan selain berpengaruh terhadap air tanah juga

juga berpengaruh pada air permukaan, aliran air permukaan menjadi tidak

terkendali perbedaan aliran air permukaan (surface run off) menjadi sangat

jauh antara musim hujan dan musim kemarau, dimana pada musim hujan

aliran air permukan yang tinggi melebihi kapasitas badan penampung air

sehingga air meluap dan menimbulkan banjir, sedangkan pada musim

kemarau air permukaan menunjukan ketinggian yang sangat rendah bahkan

pada daerah pertanian tidak bias memberi kontribusi kepada lahan pertanian

yang memerlukan air.

Sumberdaya air merupakan suatu siklus, dimana hujan (Precipitation = P)

turun kebumi mengalir dipermukaan (Run-off = RO) sebagian meresap

(Infiltration = F) serta ada yang menguap (Evapotranpirasi = ET) yang

selanjutnya menjadi uap air yang naik kembali keatas dan bila bertemu

dengan inti kondensat akan berubah lagi menjadi hujan dan begitu

seterusnya (Gambar 1). Seperti diketahui bahwa dalam Ilmu hidrologi

dikenal adanya hukum “water balance” yang menerangkan siklus diatas,

yang dapat ditulis dengan rumus dibawah ini (Rumus 1).

P = RO + ET + F ………. ( 1 )

dimana :

P : Curah Hujan/Presipitasi (Presipitation) RO : Air Limpasan Permukaan (Run-Off) ET : Evapotranspirasi (Evapotranspiration) F : Infiltrasi (Infiltration)

Sumber air utama berasal dari air permukaan (non artesis : sungai, danau)

dan air bawah permukaan (artesis : air tanah dangkal dan dalam). Banyak

(19)

sesuai dengan kemampuan akuifer seperti penurunan tanah (land

subsidence), akuifer menjadi dalam, tekanan air tanah berkurang sehingga

(A)

(B)

Sumber : Seyhan diterjemahkan olehSubagyo, 1990 Keterangan :

(A) : Tampak At as (B) : Tampak Samping

Gambar 1. Siklus Hidrologi

Presipitatio

n

EVPT

RO

INF

EVPT PREC IPITATIO N

(20)

intrusi air laut semakin jauh kedaratan. Hal ini terjadi karena pengelolaan air

tanah maupun air permukaan tidak dilakukan dengan baik. Pertumbuhan

penduduk yang pesat disertai perkembangan kegiatan perkotaan yang

menyebabkan meningkatnya kebutuhan air tanah, sehingga terjadi

eksploitasi air tanah secara besar-besaran. Pada kondisi pemompaan air

tanah yang berlebihan (over pumping) akan terjadi penurunan muka air

tanah yang besar, pada kondisi ini pula akan menyebabkan kekeringan

bahkan kematian pada tanaman (Gambar 2).

Sumber : PT. Tatanusa Teknoyasa, Propsal Penelitian Hidrogeologi, 2004 Atas : Kondisi Normal

Bawah : Over pumping

(21)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik Kota Tangerang terkait dengan perubahan

lahan dan ketersediaan sumberdaya air

2. Menganalisis perubahan penggunaan lahan khususnya terhadap pola

dan determinan perubahan tersebut.

3. Menganalisis perubahan ketersediaan sumberdaya air

4. Menganalisis kaitan antara perubahan penggunaan lahan dan

ketersediaan sumberdaya air.

5. Menganalisis dan merumuskan konsekwensi/implikasi strategis dari perubahan penggunaan lahan dan ketersediaan sumberdaya air dan

kaitan antar keduanya.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan

dalam hal ini Pemerintah Kota Tangerang didalam pengendalian

penggunaan lahan dan pengambilan air bawah tanah agar keseimbangan air

(water balance) dapat dipertahankan.

Atas dasar penelitian ini, maka akan dicoba untuk memberikan beberapa

rekomendasi penanganan pengelolaan sumberdaya air, khususnya air tanah,

agar tidak terjadi gangguan keseimbangan lingkungan yang lebih parah,

sebagai akibat ketidak seimbangan antara produksi (eksploitasi) air dan air

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Tata Guna Lahan

Lahan (land) adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat-sifat

tertentu, yaitu dalam hal sifat-sifat atmosfer, geologi, geomorfologi, tanah,

hidrologi, vegetasi, dan penggunaan lahan. Sumberdaya lahan (land

resources) adalah kondisi dari sumberdaya lahan yang dapat dieksploitasi

manusia. Sementara yang dimaksud dengan tanah (soil) adalah bahan

mineral cerai berai pada permukaan bumi yang berfungsi sebagai medium

tumbuh bagi tanaman atau tumbuhan (So epardi, 1977). Lahan merupakan

komoditi ekonomi yang nilainya terus meningkat karena sifat

keterbatasannya, apalagi dilihat dari berbagai sudut pandang lahan

mempunyai banyak nilai tambah. la mempunyai nilai keindahan, nilai politik,

nilai fisik, nilai sosial, nilai spiritual dan sebagainya. Nilai -nilai ini, dimiliki oleh

sumberdaya lahan apabila ia mempunyai manfaat/potensi untuk

menghasilkan pendapatan dan kepuasan sementara jumlah yang ditawarkan

lebih sedikit daripada pemintaannya serta ia mudah untuk dialihkan

penguasaannya (Cahyono, 1982).

(23)

Teori Lokasi Von Thunen, Burges dan Homer Hoyt

Teori Von Thunen dikenal sejak abad 19, Teori ini merupakan model guna lahan sederhana, didasarkan pada satu titik permintaan dalam lingkungan ekonomi pedesaan yang mempunyai struktur pasar sempurna baik pasar output maupun pasar input. Selain itu diasumsikan bahwa seluruh wilayah dapat dijangkau tertapi terisolasi, sehingga tidak ada ekspor impor. Berasumsi tersebut maka lahan akan mengikuti pola kawasan komoditi berbentuk lingkaran (Gambar 3) dengan kota sebagai pusatnya sekaligus sebagai tempat permukiman kemudian areal sawah, tegalan, hingga kebun. Bentuk lingkaran tidak mesti simetris, tetapi tergantung akses yang ada. Misalnya melonjong, mengikuti akse s jalan atau sungai.

Sumber: Adisasmita, 1983 (teori-teori lokasi dan pengembangan wilayah)

Gambar 3 : Model Tata Guna Lahan menurut Von Thunen

Analisis serupa Von Tunen yang digunakan di kawasan perkotaan,

dilakukan oleh Bur ges (Barlowe, 1978). Burges menganalogikan pusat

pasar dengan pusat kota (Central Business District atau CBD). CBD

merupakan tempat yang lebih banyak digunakan untuk gedung kantor, pusat

pertokoan, Bank dan perhotelan. Berbeda dengan Von Thunen yang

menggambarkan pola kawasan untuk berbagai komoditi, bagi Burges pola

O A A L K D C B D’ M

A’ B’ C’ Xi Xm Xj Xn Land rent Pusat Kota Jarak dari Pusat Kota Keterangan :

Xi : Pusat Kota (Permukman) Xj : Areal sawah

Xm : Tegalan Xn : Kebun

(24)

tersebut untuk berbagai kegiatan ekonomi. Asumsi yang dipakai sama,

semakin jauh dengan kawasan CBD, nilai land rent ekonomi kawasan

tersebut semakin kecil, tetapi Burges menekankan pada faktor karak

komutasi ke tempat kerja dan tempat belanja merupakan faktor utama

dalam tata guna lahan di perkotaan. Jadi Burges memusatkan pada tempat

orang bermikim relatip terhadap tempat bekerja dan belanja. Dalam area

konsentrasi Burges, pusat area merupakan CBD, dikelilingi kawasan

industri, kemudian kawasan transisi termasuk didalamnya kawasan kumuh,

tempat bisnis dan pertokoan yang mapan, kemudian kawasan perumahan

kelas rendah. Lingkaran selanjutnya, perumahan menengah dan kelas atas.

Terakhir kawasan pinggiran tempat penglaju (komuter).Untuk lebih jelasnya

lihat Gambar 4.

Sumber: Adisasmita, 1983 (teori-teori lokasi dan pengembangan wilayah)

Gambar 4 : Model Tata guna Lahan menurut Burges

Hoyt (Barlow, 1978) mengemukakan gagasan pengganti konsentrasi

kawasan berdasarkan kedudukan relative tempat kerja dan belanja terhadap

CBD

Industri Transisi Perumahan kelas rendah Perumahan menengah & atas

(25)

tempat permukiman. Pendekatan sektor menggambarkan jaringan

transportasi yang dianggap homogen oleh Burges, diaplikasikan sesuai

dengan keadaan jalan seperti kondisi jalan di amerika serikat pada waktu

itu. Hasil analisis Hoyt adalah system jaringan transportasi seperti keadaan

sebenarnya, Hoyt menyimpulkan bahwa jaringan transportasi tersebut

mampu memberikan jangkauan yang lebih tinggi dan ongkos yang lebih

murah terhadap kawasan lahan tertentu. Kalau digambarkan dalam bentuk

lingkaran kawasan, hampir sama dengan bentuk Burges. Bedanya model

Hoyt lebih menekankan pada peran jaringan transportasi terhadap suatu

lahan. Faktor jaringan transportasi yang baik akan membuat kawasan

perumahan kelas atas bersambung dengan kawasan CBD. Sedang lahan

yang aksesnya kurang baik, akan dihuni oleh kelompok bawah yang

letaknya di luar lingkaran kawasan grosir dan industri (lihat Gambar 5).

Keterangan Gambar :

1. Daerah Pusat Kegiatan (CBD) 2. Zona Industri

3. Zona Permukiman Kelas Rendah 4. Zona Permukiman Kelas Menengah 5. Zona Permukiman Kelas Tinggi

S umber: Adisasmita, 1983 (teori -teori lokasi dan pengembangan wilayah)

Gambar 5 : Model Teori Sektor menurut Hoyt

Teori lain yang dapat menjelaskan mengenai penggunaan lahan kota.

adalah teori pusat lipat ganda (Multi Nuclei Theori) yang dikemukakan oleh

Harris dan Ulman (Daldjoeni, 1992). Menurut teori ini suatu kota terdiri dari

(26)

menurul teori Burgess maupun Hoyt. Seliap pusat inti cendrung diwarnai

oleh satu jenis kegiatan seperti pemerintahan, rekreasi, pendidikan,

perdagangan dan lain-lain. Beberapa pusat/inti mungkin sudah berkembang

sejak awal berdirinya kota dan yang lainnya akan muncul dan berkembang

kemudian, yang dapat dilihat pada gambar teori pusat lipat ganda berikut ini.

(Sumber: Daldjoeni, 1992)

Keterangan : (1) Pusat kota (2) Kawasan niaga

(3) Kawasan tempat tinggal berkualitas rendah

(4) Kawasan bertempat tinggal berkualitas menengah

(5) Kawasan tempat tinggal berkualitas tinggi

(6) Pusat industri berat

(7) Pusat niaga/perbelanjaan lain dipinggiran

(8) Kawasan madyawisma dan adiwisma (9) Kawasan industri

Gambar 6. Pola Penggunaan Lahan Kota Konsep Teori Pusat Lipat Ganda

(27)

Teori Alfred Weber

Teori Weber (Barlow, 1978; Glason, 1977) biasa disebut teori biaya terkecil.

Dalam teori tersebut Weber mengasumsikan : (1) Bahwa daerah yang

menjadi obyek penelitian adalah daerah yang terisolasi. Konsumennya

terpusat pada pusat-pusat kegiatan. Semua unit perusahaan dapat

memasuki pasar yang tidak terbatas dan persaingan sempurna. (2) Semua

sumberdaya alam tersedia secara tak terbatas. (3) Barang-barang lainnya

seperti minyak bumi dan mineral adalah sporadic tersedia secara terbatas

pada sejumlah tempat. (4) Tenaga kerja tidak tersedia secara luas, ada yang

menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya tinggi.

Menurut Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri

yang biaya transportasi, biaya tenaga kerja dan kekuatan aglomerasi. Biaya

transportasi diasumsikan berbanding lurus terhadap jarak yang ditempuh dan

berat barang sehingga titik lokasi yang membuat biaya terkecil adalah bobot

total pergerakan pengumpulan berbagai input dan pendistribusian yang

minimum. Dipandang dari segi tata guna lahan model Weber berguna untuk

merencanakan lokasi industri dalam rangka mensuplai pasar wilayah, pasar

nasional, atau pasar global. Dalam model ini fungsi tujuan biasanya

meminimkan ongkos transportasi sebagai fungsi dari jarak dan berat barang

yang harus diangkut (input dan output). Kritikan atas model ini terutama pada

asumsi biaya transportasi dan biaya produksi yang bersifat konstan, tidak

memperhatikan faktor kelembagaan dan terlalu menekankan pada sisi input.

Teori Land Rent

(28)

Barlow (1978) menggambarkan hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumberdaya lahan diantara berbagai kompetisi penggunaan kegiatan. Sektor -sektor yang komersial dan strategis mempunyai land rent yang tinggi sehingga sektor sektor tersebut berada di kawasan strategis. Sebaliknya sektor -sektor yang kurang mempunyai nilai komersial nilai land rentnya semakin kecil. Land rent disini diartikan sebagai locational rent. Kalau digambarkan secara grafis, sektor-sektor yang strategis fungsinya lebih curam. Sebaliknya sektor yang kurang strategis fungsinya lebih mendatar, seperti tampak dalam Gambar 7.

Sumber : Saefulhakim

Gambar 7. Hubungan antara land rent lokasi pada berbagai sektor ekonomi.

Gambar 5 menjelaskan hubungan antara land rent dengan lokasi

kegiatan ekonomi. Sebagai contoh sektor A paling komersial maka kurvanya

lebih curam, sehingga land rent lebih tinggi yaitu OE. Dalam gambar, lokasi

OP* paling cocok untuk sektor A, sedang daerah lokasi P*P1 bisa saling

bersubstitusi dengan sektor B yang relative kurang komersial dibandingkan

A

B

C

D

Jarak dari Lokasi Pusat(d) Land Rent (R)

Lokasi Pusat

Land use

Land use

B Land use C Land use D

Natural Land Cover

O

E P*

(29)

sektor A itu sendiri. Diluar OP1 tidak cocok untuk sektor A, sebagai contoh

sektor perbankan jelas tidak layak ditempatkan dikawasan yang sepi tetapi

lebih cocok di kawasan komersial dilain pihak didaerah OP* bagi sektor lain

selain sektor A jelas kurang optimal penggunaannya ditinjau dari segi lokasi.

Ilustrasi di atas bias digambarkan dalam betuk model tata guna lahan

lingkaran konsentris (Anwar, 1993) dimana persaingan antara berbagai

kegiatan akan menghasilkan suatu pola tata guna lahan yang berbentuk

lingkaran konsentris seperti tampak dalam Gambar 8 berikut :

Sumber : Yunus, Struktur Tata Ruang Kota, 2001

Gambar 8. Model Tata gunalahan Lingkaran Konsentris

Keterangan :

1. kawasan komersial 2. kawasan industri 3. kawasan perumahan 4. kawasan pertanian

(30)

Lahan dalam kegiatan produksi merupakan salah satu faktor produksi tetap.

Untuk melihat nilai Land Rent dalam teori sumber daya lahan disebut rente

(rent). Menurut Barlow (1978), nilai rente sumber daya lahan dibedakan

menjadi tiga jenis, yaitu sewa kontrak (contrac t rent), sewa lahan (land rent)

dan nilai rente ekonomi dari lahan (economic rent). Economic rent atau rente

ekonomi didefinisikan sebagai surplus ekonomi merupakan kelebihan nilai

produksi total di atas biaya total (Barlow, 1978; Suparmoko, 1989) Economic

rent diartikan pula sebagai surplus pendapatan di atas harga suplai terkecil yang terjadi akibat adanya faktor produksi (Robinson, 1933; Boulding, 1966).

Sedang menurut Nasution (1990), land rent merupakan pendapatan bersih

yang diperoleh suatu pelaku ekonomi melalui kegiatan yang dilakukan pada

suatu unti ruang dengan tingkat teknologi dan efisiensi manajemen tertentu

dan dalam suatu kurun waktu tertentu secara formal.

Saefulhakim (2003) mendefinisikan Land Rent sebagai nilai ekonomi bersih yang diberikan oleh suatu jenis penggunaan lahan (Land Use) tertentu, pada suatu bidang lahan dengan luasan tertentu, dalam periode waktu tertentu. Secara matematis, rumusan sederhana (dengan pendekatan constant return to scale baik dari sisi input maupun output), definisi land rent ini dapat ditulis sebagai berikut: ij ij ij ij ij ij ij t A X c Q p r ∆ − = (2) atau         ∆ =         ∆ = − = ij ij ij ij ij ij ij ij ij ij ij ij ij t A X x t A Q q x c q p r dan : mana di (3)

Notasi dalam rumus Persamaan (2) dan (3) di atas dapat dideskripsikan sebagai berikut:

rij : nilai land rent yang diberikan bila sebidang lahan be rlokasi di i

(31)

pij : harga pasar (dengan patokan harga setempat: farm-gate price) per unit

kuantitas output komoditas barang/jasa yang dihasilkan da ri jenis

penggunaan lahan j pada sebidang lahan berlokasi di i; satuan pengukurannya misalnya dinyatakan dalam Rp.ton-1

Qij : total kuantitas output komoditas barang/jasa yang dihasilkan dari jenis

penggunaan lahan j pada sebidang lahan berlokasi di i; satuan pengukurannya misalnya dinyatakan dalam ton

cij : harga pasar (dengan patokan harga setempat: farm-gate price) per unit

kuantitas input yang diperlukan oleh jenis penggunaan lahan j yang dikembangkan pada sebidang lahan berlokasi di i; satuan pengukurannya misalnya dinyatakan dalam Rp.k g-1

Xij : total kuantitas input yang diperlukan oleh jenis penggunaan lahan j yang

dikembangkan pada sebidang lahan berlokasi di i; satuan pengukurannya misalnya dinyatakan dalam k g

Aij : luas areal bidang lahan di lo kasi i yang dikembangkan dengan jenis

penggunaan lahan j; satuan pengukurannya misalnya dinyatakan dalam ha

tij : periode waktu yang dibutuhkan oleh jenis penggunaan lahan j di lokasi i

untuk menghasilkan output komoditas barang/jasa seperti yang dimaksud di atas; satuan pengukurannya misalnya dinyatakan dalam tahun

qij : rataan produktifitas (yield) komoditas barang/jasa output dari jenis

penggunaan lahan j pada bidang lahan berlokasi di i; satuan pengukurannya misalnya dinyatakan ton.ha-1.tahun-1

xij : rataan penggunaan input oleh jenis penggunaan lahan j pada bidang lahan

berlokasi di i; satuan pengukurannya misalnya dinyatakan k g.ha-1.tahun-1

Dengan menggunakan asumsi: (1) patokan harga di lokasi pasar, (2) pasar output maupun pasar input berada pada lokasi yang sama, (3) antara lokasi pasar dan lokasi lahan i dengan penggunaan lahan j terpisah sejauh jarak dij, maka dengan menggunakan pendekatan bahwa biaya satuan transportasi komoditas output maupun input proporsional terhadap jarak, rumusan land rent di atas dapat dimodifikasi menjadi sebagai berikut:

(

j j ij

)

ij

(

j j ij

)

ij

ij p t d q c d x

r = − ⋅ ⋅ − +τ ⋅ ⋅ (4)

di mana:

pj : harga satuan kuantitas output komoditas barang/jasa yang dihasilkan dari

jenis penggunaan lahan j di lokasi pasar; satuan pengukurannya misalnya dinyatakan dalam Rp.ton-1

cj : harga satuan kuantitas input untuk jenis penggunaan lahan j, di lokasi pasar;

satuan pengukurannya misalnya dinyatakan dalam Rp.k g-1

dij : jarak antara lokasi pasar dan lokasi sebidang lahan i dengan jenis penggunaan

lahan j; satuan pengukurannya misalnya dinyatakan dalam km

tj : biaya satuan transportasi komoditas output penggunaan lahan j; satuan

(32)

τj : biaya satuan transportasi komoditas input penggunaan lahan j; satuan

pengukurannya misa lnya dinyatakan dalam Rp.k g-1.km-1

(

j j ij

)

ij

(

j j ij

)

ij

ij p t d q c d x

r = − ⋅ ⋅ − +τ ⋅ ⋅

Karena pj ≥0, tj ≥0, cj ≥0, τj ≥0, dij ≥0, qij ≥0, dan xij ≥0, maka:

0 ≥ = ∂ ∂ ij j ij q p r

Land Rent meningkat dengan adanya kenaikan harga pasar output (komoditas output menjadi langka di pasar).

0 ≤ ⋅ − = ∂ ∂ ij ij j ij q d t r

Land Rent menurun dengan adanya peningkatan tarif angkutan komoditas output (aksesibilitas transportasi output memburuk).

0 ≤ − = ∂ ∂ ij j ij x c r

Land Rent menurun dengan adanya peningkatan biaya produksi. 0 ≤ ⋅ − = ∂ ∂ ij ij j ij x d r τ

Land rent menurun dengan adanya peningkatan biaya transport input.

(

+

)

≤0

− = ∂ ∂ ij j ij j ij ij x q t d r τ

Land Rent menurun dengan semakin jauhnya jarak lokasi lahan dari pusat pasar. 0 ≥ ⋅ − = ∂ ∂ ij j j ij ij d t p q r

Land Rent meningkat dengan semakin tingginya produktifitas komoditas output.

(

+ ⋅

)

≤0

− = ∂ ∂ ij j j ij ij d c x r τ

Land Rent menurun dengan semakin besarnya kebutuhan input produksi (inefisiensi meningkat).

Kota sebagai Pusat Pertumbuhan dan Konversi Lahan

(33)

menimbulkan penghematan-penghematan intern dan ekstern yang disebabkan terjadinya keuntungan akibat pertukaran, tersedianya berbagai pasar termasuk pasar capital, tenaga kerja dan sebagainya. Pusat-pusat kawasan tersebut merupakan sumber pertumbuhan bahkan merupakan prasarat bagi suatu transisi perekonomian di kawasan pedesaan (rural) yang umumnya didomonasi sektor pertanian kepada suatu perekonomian yang maju, dimana terdapat produktifitas yang tinggi dan aktifitas-aktifitas yang luas.

Aspek kosmopolitikan kota merupakan tempat strategis berbagai

inovasi, input-input vital bahkan merupakan tempat perubahan. Kota

merupakan media penghubung (transmitter) masuknya pemikiran-pemikiran

maupun tindakan yang berasal dari luar.

Sistem transportasi yang dibangun untuk menghubungkan kawasan kota dengan hinterland merupakan faktor pendorong berkembangnya kedua kawasan. Melalui proses waktu semakin berkembangnya kota induk akan mengembangkan kawasan penyangga menjadi kota-kota kecil. Lewat suatu proses aglo-merasi ganda maka antara kota kota induk dan kota-kota kecil tersebut bisa saling menyatu. Hal ini menurut Anwar (1994) terjadi karena faktor transportasi “ketidakmampuan” kota induk memenuhi tuntutan kebutuhan warganya, terutama dalam menyediakan lahan untuk pemukiman tempat tinggal dan tempat mereka bekerja. Sehingga kawasan penyangga menjadi penting baik oleh kemungkinan ketersediaab lahan lingkungan lebih segar dan lahan-lahan dikota induk menjadi langka, sulit dispst dan mahal harganya.

Terjadinya aglomerasi ganda serta bergabungnya dua kota yang

didorong oleh perbaikan system transportasi mendodorng terjadinya tata

guna lahan terutama perubahan tersebut menyangkut pengalihan

lahan-lahan pertnian ke penggunaan non pertanian di pinggiran wilayah urban atau

didekat akses transportasi tersebut. Proses terbentuknya kota inti secara

(34)

JABOTABEK, hingga kota-kota kecil dengan kawasan penyangga

disekitarnya. Proses tersebut sangat penting pengaruhnya terhadap pola

perubahan tata guna lahan termasuk perubahan lahan pertanian menjadi

non pertanian. Proses terbentuknya kota ini digambarkan dalam Gambar 9

berikut ;

[image:34.612.134.520.222.482.2]

Sumber: Adisasmita, 1983 (teori-teori lokasi dan pengembangan wilayah)

Gambar 9 : Pembentukan Kota Inti secara Berganda

Proses aglomerasi kota mendorong terjadinya suatu proses yang disebut

spread effect dan back wash effect. Spread effect menunjuk pada dampak

momentum pembangunan yang merugikan secara sentrifugal dari pusat

pengembangan ekonomi ke wilayah-wilayah lainnya. Dorongan tesebut

berbentuk pertambahan permintaan dari daerah yang kaya terhadap

produksi barang dan jasa seperti hasil pertanian , industri rumah tangga dan

sebagainya dari kawasan hinterland tersebut. Sebaliknya melalui proses

1 2

3

4

Jarak dari pusat Jarak dari pusat

Land Rent

Lokasi Pusat

Keterangan :

1. Kawasan Komersial/Finansial

2. Kawasan Industri

3. Kawasan Perumahan

(35)

back wash effect justru terjadi proses penyedotan berbagai faktor input

seperti tenaga kerja potensial, faktor capital bahkan sumberdaya potensial

lain.

Myrdal berkeyakinan bahwa kawasan maju akan mengalami proses external diseconomics, karena terjadi misorgianisasi, kemacetan lalulintas, kerusakan lingkungan bahkan kriminalitas semakin meningkat karena tekanan penduduk yang tinggi. Akibatnya pemukiman-pemukiman golongan mapan keatas maupun perusahaan membutuhkan kawasan baru yang akan menjadi kawasan pertumbuhan baru pula.

Seluruh rangkaian proses ini memungkinkan terjadinya relokasi lahan

termasuk lahan sawah khususnya disekitar kawasan pertumbuhan. Karena

lahan-lahan seperti lahan sawah yang land rent persatuan luasnya lebih

rendah, dialokasikan ke sektor lain yang nilai land rent per satuan luasnya

lebih tinggi. Tekanan yang semalin besar terhadap lahan khususnya lahan

pertanian di sekitar kawasan pertumbuhan walaupun merupakan proses

yang wajar tetapi tanpa ada aturan yang jelas tentang siapa memperoleh

siapa dan untuk apa jelas akan besar biaya sosialnya..

Sumberdaya Air

Persediaan air hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai

hasil dari penguapan air laut. Proses-proses yang tercakup dalam peralihan

uap dari laut ke daratan dan kembali ke laut lagi membentuk apa yang

disebut daur hidrologi.

Daur Hidrologi

Tahap pertama dari daur hidrologi adalah penguapan air dari laut. Uap ini

dibawa di atas daratan oleh massa udara yang bergerak. Bila didinginkan

(36)

kondisi meteorologis yang sesuai, butiran-butiran air kecil itu akan

berkembang menjadi besar untuk dapat jatuh ke permukaan bumi sebagai

hujan.

Pendinginan massa udara yang besar terjadi karena pengangkatan (lifting).

Berkurangnya tekanan yang diakibatkan akan disertai dengan turunnya

suhu, sesuai dengan hukum tentang gas. Pengangkatan orografis akan

terjadi bila udara dipaksa naik di atas suatu hambatan yang berupa gunung.

Oleh sebab itu, maka lereng gunung yang berada pada arah angin biasanya

menjadi daerah yang berhujan lebat. Udara mungkin pula naik di atas udara

yang lebih dingin. Perbatasan antara massa-massa udara ini disebut

permukaan frontal. Dan proses pengangkatannya disebut pengangkatan

frontal. Akhirnya udara yang dipanaskan dari bawah mungkin naik keatas

dengan berputar menembus udara yang lebih dingin (pengangkatan

pusaran/konvektif) yang menjadi sebab adanya badai pusaran setempat

yang biasa terjadi pada musim panas.

Sekitar 2/3 (dua pertiga) dari presipitasi yang mencapai permukaan

tanah dikembalikan lagi ke udara melalui penguapan dari permukaan air,

tanah dan tumbuh-tumbuhan serta melalui transpirasi oleh tanaman. Sisa

presipitasikembali ke laut melalui saluran -saluran di atas atau di bawah

tanah. Prosentase yang besar dari presipitasi yang menguap sering

menimbulkan bahwa penambahanpenguapan dengan pembangunan waduk

atau penambahan pohon-pohon akan meningkatkan jumlah embun di udara

yang bisa diperoleh untuk presipitasi. Hanya sebagian kecil dari embun yang

melalui suatu titik tertentu dipermukaan bumi yang jatuh sebagai presipitasi.

(37)

merupakan bagian kecil dari keseluruhan air di atmosfir. Daur hidrologi

dilukiskan dalam bentuk bagan pada Gambar 1.

Presipitasi

Definisi presipitasi adalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfet ke

permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di

derah tropis dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang (Asdak,

1995). Menurut Linsley dan Franzini, 1979 presipitasi meliputi semua air

yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi. Presipitasi terjadi dalam

berbagai bentuk yaitu presipitasi cair (curah hujan) dan presipitasi beku

(salju, batu es). Curah hujan yang mengalir segera ke sungai setelah

mencapai tanah, dan menjadi sebab dari sebagian besar banjir. Selain

curah hujan ada tetesan kabut dan embun yang jatuh ke tanah namun

jumlahnya sangat kecil sehingga tidak diperhitungkan.

Tipe Presipitasi

Tipe presipitasi ditentukan atas dasar dua sudut pandang yang berlainan,

yaitu atas dasar genesa (asal mulanya) maupun atas dasar bentuk

presipitasi (Linsley dan Franzini, 1979 dan Seyhan, 1977).

Klasifikasi genetic

Klasifikasi ini didasarkan atas timbulnya presipitasi, faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya presipitasi yaitu : suhu udara yang lembab, inti

kondensasi (partikel debu, kristal garam, dan lain -lain) dan sarana untuk

menaikan udara yang lembab, sehingga kondensasi dapat berlangsung

(38)

ini dibedakan dalam 3 jenis, yaitu pendinginan siklonik, orografik dan

konvektif.

Klasifikasi bentuk

Presipitasi jenis ini dapat dibedakan dalam dua jenis yait vertikal dan

horizontal.

Presipitasi vertikal terdiri dari :

1. Hujan : Air yang jatuh dalam bentuk tetesan yang dikondensasikan

dari uap air di atmosfir

2. Hujan gerimis : Hujan dengan tetesan yang sangat kecil

3. Salju : Kristal -kristal kecil air yang membeku yang secara langsung

dibentuk uap air di udara bila suhunya pada saat kondensasi kurang

dari 0ºC.

4. Hujan batu es : gumpalan es yang kecil, kebulat bulatan yang

dipresipitasikan selama huja badai

5. Sleet : Campuran hujan dan salju.Hujan ini disebut juga glaze (salju

basah).

Presipitasi Horizontal terdiri dari :

1. Es : Salju yang sanga dipadatkan

2. Kabut : Uap air yang dikondensasikan menjadi partikel-partikel air

halus di dekat permukaan tanah.

3. Embun beku : Bentuk kabut yang membeku diatas permukaan tanah

(39)

4. Embun : Air yang diondensasikan sebagai air diatas permukaan tanah

dan vegetasi yang dingin, terutama pada malam hari. Embun ini

menguap pada pagi hari.

5. Kondensasi pada es dalam tanah : Kondensasi juga menghasilkan

presipitasi dari udara basah hangat yang mengalir diatas lembaran es

dan pada iklim sedang didalam beberapa sentimeter bagian atas

tanah.

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah proses kembalinya air hujan yang jatuh

kepermukaan bumi baik dari air hujan yang langsung menguap kembali ke

udara (evaporasi) maupun melalui tanaman yang menyerap ait dari dalam

tanah dan menguapkannya kembali ke udara (transpirasi). Evaporasi yang

terjadi di seluruh permukaan bumi mencapai lebih dari setengahnya dari

curah hujanyang jatuh ke permukaan bumi, bahkan pada daerah yang

gersang evapotranspirasi menghabiskan sebagian besar air yang terdapat

dalam situ/danau (Linsley dan Franzini, 1979).

Faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah radiasi matahari,

terbukanya stomata daun dan kelembaban tanah (Asdak, 1995).

Pengaruh radiasi matahari terhadap evapotranspirasi adalah melalui proses

fotosintesis, dimana dalam mengatur hidupnya tanaman memerlukan

sirkulasi air melalui sistem akar-batang-daun. Sirkulasi perjalanan air dari

bawah (akar) ke atas (daun) dipercepat dengan meningkatnya jumlah radiasi

(40)

dikatakan secara langsung berkaitan dengan intensitas dan lama waktu

radiasi matahari. Namun suhu yang besar pengaruhnya terhadap

evaporanspirasi adalah suhu permukaan daun bukan suhu udara

disekitarnya.

Terbukanya stomata daun juga mempengaruhi besarnya evapotranspirasi,

yaitu pada saat proses tebuka dan tertutupnya stomata, pada waktu stomata

terbuka evapotranspirasi akan berjalan lebih cepat proses lamanya stomata

terbuka dipengaruhi oleh suhu udara sekitarnya, oleh karena itu

evapotranspirasi lebih banyak terjadi pada siang hari.

Kelembaban tanah juga mempunyai peran untuk mempengaruhi terjadinya

evapotranspirasi, dimana evapotranspirasi berlangsung ketika vegetasi yang

bersangkutan sedang tidak kekurangan supali air (Penman, 1956 dalam

Asdak, 1995).

Infiltrasi

Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk

ke dalam tanah. Perkolasi merupakan kelanjutan aliran air tersebut ke tanah

yang lebih dalam (Asdak 1995). Dengan kata lain infiltrasi adalah aliran air

yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah

lateral) dan gravitasi (gerakan air ke arah vertikal). Setelah lapisan tanah

bagian atas jenuh, kelebihan air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam

sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses perkolasi.

(41)

Ketika hujan jatuh di atas permukaan tanah tergantung pada biofisik

permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir

masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses

mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi

dan gaya kapiler tanah. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi

dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Dibawah pengaruh gravitasi,

air hujan mengalir vertikal ke dalam tanah melalui profil tanah.

Mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses yang tidak saling mempengaruhi

(Asdak, 1995) :

1. Prosesnya masuknya air hujan melalui pori -pori permukaan tanah.

2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.

3. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan

atas). Meskipun tidak saling mempengaruhi secara langsung, ketiga

proses tersebut di atas saling terkait.

Faktor-faktor penentu infiltrasi

Proses infiltrasi dipengaruhi beberapa faktor antara lain, tekstur dan

struktur tanah, persediaan air awal (kelembaban awal), kegiatan biologi dan

unsur organik dan tumbuhan bawah atau tajuk penutup tanah lainnya. Tanah

yang remah memberikan kapasitas infiltrasi lebih besar daripada tanah liat.

Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas infiltrasi lebih kecil

dibandingkan dalam keadaan kering. Keadaan tajuk penutup tanah yang

rapat dapat mengurangi jumlah air hujan yang sampai ke permukaan tanah,

dengan demikian mengurangi besarnya air infiltrasi. Sementara sistem

(42)

menaikan permeabilitas tanah, dan dengan demikian, meningkatkan laju

infiltrasi. Laju infiltrasi ditentukan oleh :

1. Jumlah air yang tersedia dipermukaan tanah.

2. Sifat permukaan tanah

3. Kemampuan tanah untuk mengosongkan air di atas permukaan tanah.

Air yang diterima pada permukaan bumi akhirnya, jika permukaannya tidak

kedap air, dapat bergerak ke dalam tanah secara gravitasi dan kapiler dalam

suatu aliran yang disebut infiltrasi. Terjadinya infiltrasi karena tanah yang

merupakan permukaan bumi mempunyai rongga-rongga yang

memungkinkan dilalui air dan mempunyai kapasitas untuk menyimpan air

dari presipitasi. Kemampuan tanah untuk menyimpan air disebut lengas

tanah. Neraca sederhana air dalam tanah menurut Ward, 1967 (dalam

Asdak, 1995) adalah sebagai berikut :

ÄS = f + c – d – Ea + Äw ……… (5)

Dimana :

ÄS = laju perubahan kandungan lengas tanah

f = laju infiltrasi kedalam mintakat air dalam tanah

c = laju kenaikan kapiler dari mintakat jenuh

d = laju drainase kedalam mintakat penjenuhan

Ea = laju evapotranspirasi aktual

Äw = laju perubahan uap air yang berpindah melalui penampang tanah

terutama karena gradien suhu

(43)

Limpasan permukaan adalah bagian presipitasi (juga

kontribusi-kontribusi permukaan dan bawah permukaan) yang terdiri ats gerakan

gravitasi air da nampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen

maupun terputus-putus yang melintas di atas permukaan tanah menuju

saluran sungai (Seyhan, 1977).

Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi volume total limpasan adalah:

- Faktor iklim yang terdiri dari banyaknya presipitasi dan evapotranspirasi

- Faktor DAS yang meliputi ukuran daerah aliran sungai dan tinggi tempat

rata-rata daerah aliran sungai (pengaruh orografis).

Faktor-faktor yang mempengaruhi agihan waktu limpasan adalah :

- Faktor meteorologis yang terdiri dari : Presipitasi (tipe, intensitas, lama

presipitasi, agihan kawasan, agihan waktu, arah gerakan air hujan,

frekwensi terjadinya, presipitasi yang mendahuluinya), radiasi matahari,

suhu, kelembaban, kecepatan angin, tekanan atmosfer, dll.

- Faktor daerah aliran sungai yang meliputi : Topografi (bentuk daerah

aliran sungai, kemiringan daerah aliran sungai) geologi (permeabilitas

dan kapasitas akifer), tipe tanah, vegetasi dan jaringan drainase (tatanan

sungai dan kerapatan drainase).

- Faktor manusiawi, yang terdiri dari : struktur hidrolik, teknik pertanian dan

urbanisasi.

Keterkaitan Pengunaan Lahan dengan Sumberdaya Air

Jenis penggunaan lahan yang berbeda dalam suatu wilayah mempunyai

(44)

jatuh diatas permukaan bumi/tanah, sebagian kembali ke udara melalui

proses evapotranspirasi, sebagian meresap kedalam tanah menjadi aliran air

bawah tanah dn sebagian lagi mengalir dipermukaan untuk masuk kedalam

badan penampung air (sungai, situ dll). Perubahan penggunaan tanah yang

dilihat dari penutup tajuk (land cover) akan mengakibatkan perubahan

terhadap air hujan yang meresap kedalam tanah dan air permukaan, suatu

lahan terbuka yang diguakan untuk pertanian atau ruang terbuka hijau

denganland cover vegetasi akan mengalirkan air hujan yang jatuh ke tanah

sebanyak 20% dan 80% lagi meresap kedalam tanah, ketika lahan tersebut

berubah menjadi perumahan maka aliran air permukaan akan meningkat

menjadi 50% dan 50% lagi meresap kedalam tanah dan ketika lahan terbuka

tersebut berubah menjadi kawasan yang padat industri aliran air permukaan

berubah menjadi 80% dan aliran air permukaan berubah menjadi 20%.

Perlakuan lahan terhadap air hujan yang jatuh kepermukaan bumi di nilai

dengan bearnya koefisien air larian (C). Koefisien air larian adalah bilangan

yang menunjukan perbandingan antara besarnya air larian terhadap

besarnya curah hujan. Misalnya C untuk hutan adalah 0,10, artinya 10

persen dari total curah hujan akan menjadi air larian. Angka koefien air larian

makin besar menunjukanbahwa lebih banyak air hujan yang menjadi air

larian, hal ini kurang menguntungkan dari segi pencagaran sumberdaya air

karena besarnya air yang akan menjadi air tanah berkurang, kerugian lain

adalah dengan semakin besarnya air hujan yang menjadi air larian, maka

ancaman terjadinya erosi dan banjir menjadi lebih besar.

(45)
[image:45.612.129.520.166.483.2]

Tabel 1 . Nilai koefisien Air Larian C, (hasil penelitian U.S. Forest Service 1980)

Tata Guna lahan Koefisien Run -Off (C)

Tata Guna Lahan Koefisien Run -Off (C) Perkantoran

Daerah Pusat Kota Daerah Sekitar Kota

Perumahan

Rumah Tunggal Rumah susun, terpisah Rumah susun, bersambung Pinggiran kota

Daerah Industri

Kurang padat industri Padat industri Tanah Kuburan Tempat Bemain Daerah Stasiun KA Daerah Tak Berkembang

Jalan Raya Beraspal Berbeton Berbatu bata Trotoar Daerah Beratap

0,70 – 0,95 0,50 – 0,70

0,30 – 0,50 0,40 – 0,60 0,60 – 0,75 0,25 – 0,40

050 – 0,80 0,60 – 0,90 0,10 – 0,25 0,20 – 0,35 0,20 – 0,40 0,10 – 0,30

0,70 – 0,95 0,80 – 0,95 0,70 – 0,85 0,75 – 0,85 0,75 – 0,95

Tanah lapang

Berpasir, datar, 2% Berpasir, agak rata, 2-7% Berpasir miring, 7% Tanah berat, datar, 2% Tnh berat,agak rata, 2-7% Tanah berat, miring, 7%

Tanah Pertanian,0–30%

Tanah Kosong Rata

Kasar

Ladang garapan

Tnh berat, tanpa vegetasi Tnh berat, dngn vegetasi Berpas ir, tanpa vegetasi Berpasir, dngn vegetasi Padang Rumput Tanah Berat Berpasir Huta/bervegetasi

Tanah Tidak Produktif, >30%

Rata, kedap air Kasar

0,05 – 0,10 0,10 – 0,15 0,15 – 0,20 0,13 – 0,17 0,18 – 0,22 0,25 – 0,35

0,30 – 0,60 020 – 0,50 0,30 – 0,60 020 – 0,50 020 – 0,25 0,10 – 0,25 0,15 – 0,45 0,05 – 0,25 0,05 – 0,25

0,70 – 0,90 0,50 – 0,70

(46)

METODA PENELITIAN

Daerah penelitian adalah Kota Tangerang, Provinsi Banten dengan

luas wilayah sebesar 183.78 Km². Kota Tangerang secara geografis terletak

antara 6°6’ Lintang Utara sampai dengan 6°13’ Lintang Selatan dan 106°36’ Bujur Timur sampai dengan 106°42’ Bujur Timur dengan batas wilayah :  Sebelah utara dengan Kecamatan Teluk Naga dan kecamatan sepatan

Kabupaten Tangerang.

 Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong dan Kecamatan pondok Aren Kabupaten Tangerang.

 Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.

 Sebelah timur dengan DKI Jakarta.

Kota Tangerang terdiri dari 13 kecamatan yaitu : Kecamatan Tangerang,

Karawaci, Batuceper, Neglasari, Cipondoh, Pinang, Ciledug, Karang Tengah,

Larangan, Jatiuwung, Cibodas, Periuk dan Kecamatan Benda.

Kerangka pemikiran terjadinya perubahan penggunaan lahan yang

terjadi di daerah penelitian dan perubahan potensi sumberdaya air serta

yang menyebabkan terjadinya kedua perubahan tersebut dapat dilihat pada

(47)
(48)

Metoda yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 2 jenis, yaitu : metoda

[image:48.612.132.516.188.288.2]

untuk analisa perubahan tata guna lahan dan sumberdaya air.

Gambar 11. Diagram Alir Metoda Penelitian

Perubahan penggunaan Lahan

Pembuatan Peta Guna Lahan

Tahap persiapan meliputi tahap studi pustaka dan pengumpulan data yang

meliputi data yang berkaitan dengan penggunaan lahan, data penginderaan

jauh (remote sensing) maupun data penunjang dan peralatan penelitian.

Data penginderaan jauh adalah data hasil perekaman obyek dengan

menggunakan sensor buatan berupa citra foto udara skala 1 : 5.000 maupun

citra satelit skala 1 : 25.000.

Tahap Interpretasi dan uji lapang

Interpretasi dilakukan dengan menggunakan Softcopy Photogrametry yaitu

metoda pemetaan dengan melakukan ploting peta dengan dilatar belakangi

photo imagenya, sehingga foto latar belakang merupakan control terhadap

kelengkapan peta. Cara ini bisa digunakan terhadap citra foto udara maupun

(49)

Uji lapang dilakukan setelah selesai menginterpretasi citra foto, ploting peta

dicocokan dengan kondisi dilapangan sehingga peta penggunaan lahan yang

dibuat sesuai dengan kondisi di lapangan.

[image:49.612.150.518.148.430.2]
(50)
[image:50.612.192.469.65.351.2]

Sumber : Peta Foto, Dinas Pertanahan, 2003

Gambar 13. Foto udara (Bagian Wilayah Kota Tangerang) Korelasi antar variabel

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan tabulasi. Untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian/ruang terbuka

hijau secara wilayah dicoba menggunakan korelasi sederhana dengan

menggunakan program Microsoft Exel SPSS versi 12 maupun Statistica versi

6. Korelasi antar variabel dilakukan dengan membuat tabulasi data dengan

variabel-variabel yang diperkirakan mempengaruhi pola perubahan

penggunaan lahan. Hasil dari korelasi tersebut menunjukan apakah

variabel-variabel tersebut mempunyai korelasi yang kuat atau lemah dalam

mendorong terjadinya perubahan lahan pertanian atau uang terbuka hijau

menjadi daerah terbangun (built up area). Adanya hubungan yang kuat antar

variabel ditunjukan dengan nilai korelasi yang tinggi. Variabel yang diamati

(51)

Kepadatan penduduk, Luas wilayah, Luas ruang terbuka hijau (pertanian),

Luas areal terbangun,Jumlah penduduk yang bekerja pada sektor pertanian

dan Jarak lokasi terhadap lokasi pusat (pusat kota)

Analisis Hidrogeologi

Metodologi yang digunakan dalam penelitian air tanah secara umum dibagi

dalam 2 jenis, yaitu :

Penelitian Langsung dan tidak langsung

Penelitian Tidak Langsung (Prospecting)

Metoda penelitian tidak langsung dengan menggunakan metoda geofisika

yang umum digunakan dalam penyelidikan air tanah adalah metoda

geolistrik. Pengukuran geolistrik dilakukan dengan cara memberikan arus

listrik ke dalam bumi dan kemudian mengamati pengaruh yang

ditimbulkannya. Dalam pengukuran resistivity (tahanan jenis), arus listrik

(ampere) dihantarkan ke bumi melalui 2 elektroda, dan beda potensialnya

(volt) dapat diukur antara 2 elektroda yang lainnya (Gambar 14). Dengan

demikian maka pengukuran ini memberikan besaran tahanan bumi (ohm).

Tujuan pengukuran geolistrik adalah mencoba menduga susunan bawah permukaan dengan mempelajari sifat-sifat batuan apabila diberikan arus kepadanya. Ruang pori lapisan yang permeable terisi larutan ionic yang menghantarkan listrik.

Tahanan jenis listrik suatu bahan dapat dapat didefinisikan sebagai berikut :

……… (6)

ñ = Tahanan jenis bahan (ohm meter) R = Tahanan jenis yang diukur (ohm) L = Panjang (meter)

(52)

dimana :

………. (7)

sehingga :

……… (8)

V = Beda Potensial (Volt)

[image:52.612.136.520.72.468.2]

I = Kuat Arus yang melalui bahan (ampere)

Gambar 14

Material/bahan yang dilalui oleh arus listrik

Sedangkan untuk konduktivitas merupakan hantaran jenis yang dinyatakan dengan persamaan berikut :

………..(9)

………..(10)

J = Rapat Arus

ó

= Hantaran Jenis E = Medan Listrik

ó

= 1

ñ

R = V

I

ñ

= V A L I

Ä V

L

I

ó

= J
(53)

………..(11)

………..(12)

Berdasarkan hal yang mempengaruhi besarnya nilai tahanan jenis sebagai berikut :

1. Jenis batuan (sedimen, beku dan metamorf) jika batuan tersebut

mengandung air, maka tahanan jenisnya akan lebih rendah, dan

menjadi makin rendah jika air yang dikandung lapisan batuan

mempunyai kadar garam yang tinggi, hal ini meliputi pula salinitas

(kadar garam).

2. Faktor kondisi geologi setempat yang mengontrolnya, berbeda antara

satu tempat dengan tempat yang lain.

3. Perbedaan lapisan batuan, baik dari segi ketebalan, tekstur dan

komposisinya.

4. Temperatur.

5. Permeabilitas atau kemampuan suatu lapisan (batuan) meluluskan air

yang dicirikan dengan adanya pori-pori yang saling berhubungan.

Tabel 2. Hubungan jenis batuan terhadap besar butir, porositas dan kelulusan

Batuan Butir

(mm)

Porositas (%)

Angka Kelulusan Air (Permeability)

(m³/hari)

Lempung Lanau

Pasir sangat halus Pasir halus Pasir sedang Pasir kasar Konglomerat

0,01 0,01 – 0,04 0,05 – 0,10 0,10 – 0,20 0,25 – 0,45 0,50 – 0,95 1,00 – 5,00

45 – 55 40 – 50

30 – 40

30 - 40

0,01 0,05 – 0,80 1,20 – 40,00 5,00 – 20,00 30,00 – 100,00 125,00 – 450,00 500,00 – 1.200,00 J = I

A

(54)

Sumber : Soewali dkk, 1981

Parameter tahanan jenis (

ñ

) batuan merupakan nilai yang didapat dari hasil pengukuran. Fenomena ini tidak tergantung pada komposisi mineral yang menyusun batuan saja, tetapi lebih tergantung kepada porositas dan kandungan air di dalam pori-pori batuan. Untuk memperoleh gambaran mengenai hal tersebut di atas, berikut disajikan gambar grafis yang memperlihatkan hubungan nilai tahanan jenis dengan kadar garam (Gambar 15)

Sumber : Utomo, E.P dkk, 1981

Gambar 15. Hubungan Antara Tahanan Jenis dan kadar Garam dalam

Air yang dikandung Batuan)

Tabel 3. Nilai Tahanan Jenis batuan

Tahanan Jenis (Ù m) Jenis Tanah dan Batuan

Basah Kering

Soil (Tanah) Lempung Pasir, Kerikil

10 5 50

50 100 1.000

Tahanan Jenis

500

100

10

1,0

0 10 1.00 10.00 Kadar Garam

Air Tawar dalam

Batas Air

[image:54.612.136.507.238.520.2]
(55)

Batugamping, batupasir Konglomerat

Batuan beku 20 – 100 1.000 1.000 500

[image:55.612.180.469.258.475.2]

Sumber : Utomo dkk, 1981

Gambar 16. Skema alat ukur Tahanan Jenis (Geolistrik)

Gambar 17. Pengukuran Tahanan Jenis (Geolistrik) dilapangan

Secara garis besar air tanah dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu air tanah bebas dan air tanah tertekan (artesis).

Air tanah bebas adalah air tanah yang terjadi dimana air hujan yang jatuh dipermukaan tanah sebagian akan meresap melalui pori-pori atau rekahan pada tanah dan batuan sampai pada suatu kedalaman tertentu dimana batuan telah jenuh air. Bagian ini disebut zona penjenuhan (zone of saturation) yang merupakan suatu batas dimana air tanah berkumpul. Batas atasnya sebagai permukaan air tanah.

Masukan informasi yang dibutuhkan berupa kemiringan lahan, kerapatan sungai, ketebalan tanah, jenis batuan dasar dan keadaan air tanahnya. Ketebalan tanah memberikan informasi, bahwa makin tebal tanah makin mempunyai kemungkinan besar untuk keterdapatn air tanah bebas, jika

Alat Permukaan Tanah Arus (I)

(56)

dibandingkan dengan batuan dasar. Jenis batuan akan mempengaruhi adanya air tanah. Batuan sedimen berbutir kasar dan kadang-kadang Batugamping mempunyai kem ungkinan besar untuk dapat mengandung air tanah bebas.

Air tanah tertekan dapat terjadi apabila lapisan pembawa air (akifer) terapit oleh dua lapisan batuan yang kedap air (impermeable).

Terdapatnya artesis tergantung pula padajenis batuan dan struktur geologi

yang mengontrolnya. Batuan yang yang makin bersifat lulus air, maka batuan

tersebut makin tinggi kemungkinan untuk terdapatnya air tanah secara

umum. Penyebaran batuan batuan baik tegak maupun mendatar, struktur

geologi, arah kemiringan lapisan, lipat an dan patahan (sesar) akan

mencerminkan keberadaan air tanah artesis.

Metoda penelitian terhadap a

Gambar

Gambar 9 : Pembentukan Kota Inti secara Berganda
Tabel 1 . Nilai koefisien Air Larian C, (hasil penelitian U.S. Forest Service 1980)
Gambar 11. Diagram Alir Metoda Penelitian
Gambar 12. Citra Satelit (Bagian Wilayah Kota Tangerang)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) SiswaKelas VIII Di SMP N 1 Ketanggungan Kabupaten Brebes. Tujuan dalam proses

Perbedaan yang terjadi antara harga pokok produksi berdasar traditional costing method dan activity based costing method disebabkan karena pembebanan biaya overhead

Meanwhile, nutritional status, sleep duration and smoking are not risk factors for work fatigue.. ​ Conclusion: ​ We found

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada Staf Kepala Bagian Komersial PT Angkasa Pura II saat ini memiliki beberapa permasalahan yaitu sistem yang ada saat ini masih menggunakan

Berdasarkan Tabel 1, tumbuhan obat yang berasal dari famili Asteraceae paling banyak ditemukan di Tahura Wan Abdul Rachman yaitu sebanyak 6 jenis tumbuhan

Perhitungan dilanjutkan dengan uji HSD 5%

 Dengan bimbingan dan arahan guru, siswa mengidentifikasi ciri-ciri (fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan) interaksi menyatakan dan menanyakan tentang

Penelitian ini mengambil lokasi di seputaran kotaSamalanga, pada makam Tengku chik lapan (Cot Batee Glungku) tepatnya di desa Blang Tambue dan makam Abon Abdul