• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAJAS DALAM PUISI PADA KOLOM SASTRA HARIAN LAMPUNG POST EDISI SEPTEMBER 2011 DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAJAS DALAM PUISI PADA KOLOM SASTRA HARIAN LAMPUNG POST EDISI SEPTEMBER 2011 DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

i ABSTRAK

MAJAS DALAM PUISI PADA KOLOM SASTRA HARIANLAMPUNG POSTEDISI SEPTEMBER 2011

DAN RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

Oleh

Anita Paza Paraswati

Masalah dalam penelitian ini adalah majas apa sajakah yang terdapat dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011 dan relevansinya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan majas dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011 dan menentukan relevansinya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi

▸ Baca selengkapnya: sebutkan sedikitnya tiga bentuk puisi bahasa lampung

(2)

ii

Berdasarkan hasil analisis terhadap puisi pada kolom sastra harianLampung Post edisi September 2011, penulis menyimpulkan bahwa majas dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011 meliputi persamaan atau simile, metafora, alegori, personifikasi, sinekdoke pars pro toto, sinekdoke totum pro parte, hipalase, litotes, pleonasme, perifrasis, dan hiperbol. Majas yang paling banyak ditemukan adalah metafora, yakni sebanyak 56 penggunaan. Fungsi majas dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011 adalah membangkitkan suasana bahagia, suasana rindu, suasana romantis, suasana sedih, suasana sepi, kesan bersungguh-sungguh, kesan gelisah, kesan penegasan, kesan penyesalan, kesan percaya diri, kesan putus asa, kesan ramah, kesan rendah hati, kesan sabar, menimbulkan adanya tanggapan indera penglihatan, indera

pendengaran, dan memperindah penuturan itu sendiri.

(3)

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) (Skripsi)

Oleh

ANITA PAZA PARASWATI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

Oleh

ANITA PAZA PARASWATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

xi

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN... v

RIWAYAT HIDUP... vi

PERSEMBAHAN ... vii

MOTO ... viii

SANWACANA... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... ...xiii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Manfaat Praktis ... 6

1.4.2 Manfaat Teoretis ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 7

II. LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Struktural dan Semiotik ... 8

2.1.1 Analisis Struktural... 8

2.1.2 Analisis Semiotik ... 10

2.2 Pembacaan Semiotik ... 13

2.2.1 Pembacaan Heuristik... 14

2.2.2 Pembacaan Retroaktif atau Hermeneutik... 14

2.3 Pengertian Puisi... 15

2.4 Unsur Puisi ... 16

2.5 Unsur Intrinsik Puisi ... 16

2.6 Pengertian Gaya Bahasa... 17

2.7 Jenis-jenis Gaya Bahasa ... 17

2.7.1 Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata ... 18

2.7.2 Gaya Bahasa Berdasarkan Nada yang Terkandung dalam Wacana ... 18

2.7.3 Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat ... 19

2.7.4 Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna ... 19

(6)

xii

2.9 Jenis-jenis Majas ... 21

2.10 Fungsi Majas ... 38

2.11 Pemilihan Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA ... 39

2.11.1 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA Ditinjau dari Aspek Kurikulum... 41

2.11.2 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA Ditinjau dari Aspek Pendidikan Karakter ... 42

III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 45

3.2 Sumber Data... 47

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 50

4.2 Pembahasan... 51

4.2.1 Majas dalam Puisi pada Kolom Sastra HarianLampung Postedisi September 2011 ... 51

4.2.1.1 PuisiKemarau... 52

4.2.1.2 PuisiBelimbing... 64

4.2.1.3 PuisiPengkhianat... 68

4.2.1.4 PuisiLautMu di SajadahMu... 70

4.2.1.5 PuisiPeta Para Penyair... 86

4.2.1.6 PuisiZiarah Waktu... 97

4.2.1.7 PuisiDongeng Malam Sebelum Kau Tidur... 108

4.2.1.8 PuisiDongeng Adelia dan Ibu... 114

4.2.1.9 PuisiDongeng Adelia dan Aku... 119

4.2.2 Fungsi Majas dalam Puisi pada Kolom Sastra HarianLampung Postedisi September 2011 ... 133

4.2.3 Kerelevanan Majas dalam Puisi pada Kolom Sastra HarianLampung Postedisi September 2011 sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA...147

4.2.3.1 Kerelevanan Majas dalam Puisi pada Kolom Sastra HarianLampung Postedisi September 2011 sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA Ditinjaudari Aspek Kurikulum……….147

4.2.3.2 Kerelevanan Majas dalam Puisi pada Kolom Sastra HarianLampung Postedisi September 2011 sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA Ditinjau dari Aspek Pendidikan Karakter……….150

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 160

5.2 Saran... 161

DAFTAR PUSTAKA... ...162

(7)

Halaman Tabel 4.1 Data Majas dalam Puisi pada Kolom Sastra

HarianLampung PostEdisi September 2011... 50 Tabel 4.2 Data Fungsi Majas Membangkitkan Suasana

dan Kesan Tertentu ... ....134 Tabel 4.3 Data Majas yang Merupakan Pencerminan dari Pendidikan

(8)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

(Quran Surat Al Insirah: 6)

”Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang tidak menyadari betapa

dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.”

(Thomas Alfa Edison)

”Hidup ini bagai skripsi, banyak bab dan revisi yang harus dilewati. Tapi, akan

selalu berakhir indah bagi mereka yang pantang menyerah.”

(9)

Berlandasakan haturan syukur kepada AllahSubhanallahuwataala, kupersembahkan karyaku ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku kepada

1. kedua orang tuaku tercinta, Suparman, A.Ma.Pd. dan Asni Hartati, S.Pd. yang selalu memberikan doa dalam setiap sujudnya dan harapan di setiap tetes keringatnya demi tercapainya cita, citra, dan cintaku;

2. adikku tercinta, Lintang Faradianti Suminar yang senantiasa memberikan semangat, doa, dan dukungan;

3. keluarga besarku di Bangunrejo dan di Poncowati yang senantiasa mendoakan dan menantikan keberhasilanku;

4. seseorang yang sangat istimewa, Banu Adi Wisesa, S.Pd. yang senantiasa memberikan semangat, doa, dan cinta.

(10)

Penulis dilahirkan di Bangunrejo, Lampung Tengah pada 5 April 1989, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, putri pasangan Suparman, A.Ma.Pd. dan Asni Hartati, S.Pd.

(11)

ix

Puji syukur bagi AllahSubhanallahuwataalaatas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“Majas dalam Puisi pada Kolom Sastra HarianLampung Postedisi September 2011 dan Relevansinya sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA)”.Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan sebagai Sarjana Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis telah banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam proses penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, sebagai wujud rasa hormat penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu di antara kesibukannya untuk membimbing serta mengarahkan penulis.

2. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing penulis dengan penuh kebijakan dan kesabaran.

(12)

x

5. Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung. 6. Dra. Ni Nyoman Wetty Suliani, M.Pd., selaku dosen pembimbing

akademik yang telah membimbing dan menjadi tempat berkeluh kesah penulis selama menempuh studi di Universitas Lampung.

7. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Lampung.

8. Seluruh sahabatku di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia angkatan 2007 Nonreguler, terima kasih atas kebersamaan yang tak mudah dilupakan.

9. Sahabat-sahabat terbaikku Gandullaz (Ume, Renot, Rate) dan Yona Desni Sagita, Amd.Keb. yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam kebersamaan kita.

10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

Semoga ketulusan dan kebaikan Bapak, Ibu, serta rekan-rekan mendapat pahala dari AllahSubhanallahuwataala(amin ya rabbal alamin). Penulis berharap skripsi dapat bermanfaat untuk kemajuan pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Bandar Lampung, Juni 2012 Penulis,

(13)

Sebagai civitas akademika Universitas Lampung, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

NPM : 0743041005

nama : Anita Paza Paraswati

judul skripsi : Majas dalam Puisi pada Kolom Sastra Harian

Lampung Postedisi September 2011 dan Relevansinya sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA)

program studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

dengan ini menyatakan bahwa :

1. karya tulis ini bukan saduran/terjemahan, murni gagasan, rumusan dan pelak-sanaan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan orang lain, kecuali arahan pembimbing akademik;

2. dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka;

3. saya menyerahkan hak milik atas karya tulis ini kepada Universitas Lampung, dan oleh karena itu Universitas Lampung berhak melakukan pengelolaan atas karya tulis ini sesuai dengan norma hokum dan etika yang berlaku; dan 4. pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari

terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah di-peroleh karena karya tulis ini serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, 25 Juli 2012 Yang membuat pernyataan

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada karya sastra, bahasa yang dipergunakan berbeda dengan karya ilmiah. Dalam karya sastra penggunaan bahasa dihadapkan pada usaha sepenuhnya untuk

pengungkapan isi batin, daya imajinasi pembaca atau perbandingannya, sedangkan karya ilmiah lebih dititikberatkan pada penggunaan bahasa yang merangsang pemikiran pembaca. Bahasa dalam karya sastra sangat penting peranannya karena bahasa merupakan media yang paling utama untuk

mewujudkan karya sastra. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sastra adalah bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

Karya sastra dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yakni puisi, prosa, dan drama. Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra yang menggunakan ciri khas bahasa yang menonjol. Meskipun pada dasarnya semua jenis karya sastra terutama prosa dalam penggunaan bahasa juga harus memperhatikan berbagai aspek estetis, tetapi terlihat jelas perbedaan antara prosa dan puisi dalam hal penggunaan bahasa. Prosa terutama sekali bersifat menerangkan, menceritakan uraian sejelas mungkin, sehingga membutuhkan ruang yang cukup luas. Oleh sebab itu, dalam

(15)

menggambarkan, dan melukiskan sehingga ruangannya relatif lebih kecil atau sempit. Oleh sebab itu, dalam penggunaan bahasanya puisi lebih mengetengahkan kuantitas kata kias atau majas. Jadi, tidak perlu heran lagi jika pada umumnya lebih sulit untuk memahami puisi dibandingkan prosa.

Puisi merupakan sebuah karya yang lahir dari pemikiran dan pengalaman penyair. Puisi umumnya berisi pesan atau ajaran moral tertentu yang hendak disampaikan kepada pembaca dalam bentuk bahasa yang kaya makna. Oleh karena itu, sering kali pembaca dalam memaknai sebuah puisi tidaklah mudah. Banyak tahap yang harus dilalui untuk dapat memahami dan menangkap makna serta memahami isi puisi tersebut. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menangkap makna serta memahami suatu puisi yaitu dengan cara menganalisis unsur intrinsik puisi, salah satunya adalah majas.

Majas merupakan aspek terdekat yang dapat ditempuh oleh pembaca dalam memaknai suatu puisi karena majas merupakan salah satu sarana penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara pengiasan, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Dengan menganalisis majas-majas dalam puisi dan berusaha untuk memahaminya, maka akan dengan mudah pembaca memaknai puisi tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori pengkajian puisi secara strukturalisme-semiotik. Hal ini mengingat bahwa puisi itu merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna.

(16)

Salah satunya adalah kolom sastra yang memuat beberapa karya sastra, seperti cerpen dan puisi. Pemilihan harianLampung Postdiharapkan dapat menjadi pertimbangan sebagai alternatif bahan pengajaran sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) karena sifatnya yang murah dan mudah untuk dijangkau. Hal inilah yang menjadikan alasan penulis menggunakan harianLampung Postsebagai objek

penelitian. Pemilihan edisi September 2011 sebagai waktu penelitian diharapkan edisi tersebut dapat mewakili edisi-edisi lainnya.

Sebelumnya telah ada penelitian-penelitian yang berkaitan dengan penelitian penulis. Penelitian-penelitian tersebut berjudul (1)“Penggunaan Majas dalam NovelPerawanKarya Korrie Layun Rampan dan Implikasinya dalam Pengajaran Sastra Indonesia di SMU”oleh Eli Yani tahun 2002, (2)“Kritik Sosial dalam Kumpulan PuisiAku Ingin Jadi PeluruKarya Wiji Thukol dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra Indonesia di SMA” oleh Rully Widayanti tahun 2006, dan

(3) “Gaya Bahasa NovelBumi CintaKarya Habiburrahman El-Shirazy dan Relevansinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA”oleh Yutriza Permatasari tahun 2010. Dari ketiga penelitian tersebut terdapat beberapa perbedaan dengan

penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penelitian (1) dengan penelitian penulis sama-sama mengkaji mengenai majas, perbedaannya, yakni objek dalam

penelitian (1) adalah majas-majas dalam novel, sementara objek dalam penelitian penulis adalah majas-majas dalam puisi. Penelitian (2) dengan penelitian penulis sama-sama mengkaji unsur intrinsik dalam puisi, perbedaannya, yakni objek dalam penelitian (2) adalah unsur intrinsik kritik sosial dalam puisi, sementara objek dalam penelitian penulis adalah unsur intrinsik majas dalam puisi.

(17)

bahasa dalam karya sastra, perbedaannya, yakni objek dalam penelitian (3) adalah gaya bahasa dalam novel, sementara objek dalam penelitian penulis adalah majas-majas (bagian dari gaya bahasa) dalam puisi.

Mengingat pentingnya bahan ajar sastra sebagai komponen dalam pembelajaran bahasa Indonesia, maka dalam penyeleksian bahan ajar sastra haruslah dilakukan dengan sangat hati-hati. Pada dasarnya dalam memilih bahan ajar tersebut sepenuhnya terletak di tangan guru. Untuk itu, guru bahasa Indonesia di SMA harus lebih teliti dalam memilih bacaan sastra yang akan dijadikan bahan ajar. Akan sangat baik jika karya sastra (puisi) yang hendak dijadikan bahan ajar selain bisa memenuhi tuntutan materi juga bisa membentuk kepribadian siswa yang bermoral.

(18)

bermoral. Dengan demikian, ketelitian guru dalam memilih puisi yang akan dijadikan bahan ajar sastra sangatlah dibutuhkan.

Majas jika dikaitkan dengan pembelajaran sastra di sekolah menengah atas, tidak akan lepas dari ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia, yaitu apresiasi sastra. Kegiatan apresiasi sastra dapat dilakukan dengan dua tinjauan, yaitu tinjauan intrinsik dan tinjauan ektrinsik. Unsur intrinsik puisi terdiri atas unsur fisik dan unsur batin. Unsur fisiknya, yakni berupa diksi, pengimajian, kata konkret, majas, dan tipografi puisi, sedangkan unsur batinnya terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat (Waluyo, 1987: 28). Dalam tinjauan intrinsik inilah termasuk di dalamnya mengapresiasi majas.

Kajian yang penulis lakukan ini sejalan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA). Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terdiri atas dua aspek, yakni aspek kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Aspek kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra masing-masing terbagi ke dalam subaspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

(19)

irama, kata-kata konotasi, dan kata-kata bermakna lambang (KTSP: 2009). Dengan penentuan bahan pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dalam hal ini Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diharapkan pengajaran sastra akan lebih bermakna.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu,“Majas apa sajakah yang terdapat dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011 dan relevansinya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA?”

1.3 Tujuan Penelitian

Peneitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan majas dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011 dan menentukan relevansinya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA.

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik manfaat secara praktis maupun manfaat secara teoretis. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.4.1 Praktis

a. Memberikan informasi kepada pembaca khususnya siswa dan guru bahasa Indonesia di SMA yang akan mengapresiasikan pengajaran sastra

(20)

b. Membantu para guru bahasa Indonesia, khususnya guru di SMA untuk mendapatkan alternatif bahan ajar sastra Indonesia di SMA, khususnya mengenai majas dalam puisi.

1.4.2 Teoretis

Penelitian ini diharapkan menjadi landasan atau dasar dan sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan majas dalam puisi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(21)

II. LANDASAN TEORI

2.1 Analisis Struktural dan Semiotik

Sebelum dilakukan analisis sebuah karya sastra (puisi) perlu dipahami maknanya secara keseluruhan. Hal ini dilakukan karena norma-norma puisi atau unsur-unsur sajak berjalinan secara erat atau berkoherensi secara padu. Makna puisi ditentukan koherensi norma-norma atau unsur-unsur puisi. Untuk memahami makna secara keseluruhan perlulah puisi dianalisis secara struktural. Analisis struktural adalah analisis yang melihat bahwa unsur-unsur struktur puisi itu saling berhubungan secara erat, saling menentukan artinya. Sebuah unsur tidak mempunyai makna dengan sendirinya terlepas dari unsur-unsur lainnya. Di samping itu, karena puisi itu merupakan strukrtur tanda-tanda yang bermakna dan bersistem, maka analisis juga disatukan dengan analisis semiotik.

Berikut ini akan dijelaskan secara rinci mengenai analisis struktural dan semiotik seperti yang dikemukakan oleh Pradopo (2010: 118-123).

2.1.1 Analisis Struktural

(22)

hal-hal atau benda-benda yang beridiri sendiri-sendiri, melainkan hal-hal itu saling terikat, saling berkaitan, dan saling bergantung.

Dalam pengertian struktur ini terlihat adanya rangkaian kesatuan yang meliputi tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri (self-regulation) (Pradopo, 2010: 119).

Pertama, struktur itu merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu. Kedua, struktur itu berisi gagasan transformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis. Struktur itu mampu melakukan prosedur-prosedur transformasial, dalam arti bahan-bahan baru diproses dengan prosedur dan melalui prosedur itu. Misalnya struktur kalimat:Ia memetik bunga. Strukturnya: subjek–predikat–objek. Dari struktur itu dapat diproses: Saya (Siman, Tini, Tuti) memetik bunga. Dapat juga diproses dengan struktur itu: Ia memetik bunga (daun, mawar, melati), atau: Ia merangkai (memasang, memotong, menanam) bunga; begitu seterusnya. Ketiga, struktur itu mengatur diri sendiri, dalam arti struktur itu tidak memerlukan pertolongan bantuan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur transformasinya. Misalnya dalam proses menyusun kalimat:Saya memetik bunga, tidaklah diperlukan dari dunia nyata, melainkan diproses atas dasar aturan di dalamnya dan yang

(23)

itu mempunyai fungsi tertentu berdasarkan aturan dalam struktur itu. Setiap unsur mempunyai fungsi berdasarkan letaknya dalam struktur itu.

Strukturalisme itu pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur seperti tersebut di atas. Menurut pikiran strukturalisme, dunia (karya sastra merupakan dunia yang diciptakan pengarang) lebih merupakan susunan hubungan daripada susunan benda-benda. Oleh karena itu, kodrat tiap unsur dalam struktur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur itu (Pradopo, 2010: 120).

Dengan pengertian seperti itu, maka analisis struktural puisi adalah analisis puisi ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya dalam struktur puisi dan penguraian bahwa tiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur.

2.1.2 Analisis Semiotik

Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Medium karya sastra bukanlah bahan yang bebas (netral) seperti bunyi pada seni musik ataupun warna pada lukisan. Warna cat sebelum dipergunakan dalam lukisan masih bersifat netral, belum mempunyai arti apa-apa; sedangkan kata-kata (bahasa) sebelum dipergunakan dalam karya sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat (bahasa) atau ditentukan oleh

(24)

satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti oleh konvensi masyarakat. Bahasa itu merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi (perjanjian) masyarakat. Sistem ketandaan itu disebut semiotik. Begitu juga ilmu yang mempelajari sistem tanda-tanda itu disebutsemiotik(a)atausemiologi.

Pertama kali yang penting dalam lapangan semiotik, lapangan sistem tanda, adalah pengertian tanda itu sendiri. Dalam pengertian tanda ada dua prinsip, yaitu penanda (signifier) atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda, dan petanda (signified) atau yang ditandai, yang merupakan arti tanda. Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, ada tiga jenis tanda yang pokok, yaitu ikon,indeks, dansimbol.

(25)

Bahasa yang merupakan sistem tanda yang kemudian dalam karya sastra menjadi mediumnya itu adalah sistem tanda tingkat pertama. Dalam ilmu tanda-tanda atau semiotik, arti bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertama itu disebutmeaning (arti). Karya sastra itu juga merupakan sistem tanda yang berdasarkan konvensi masyarakat (sastra). Karena sastra (karya sastra) merupakan sistem tanda yang lebih tinggi (atas) kedudukannya dari bahasa, maka disebut sistem semiotik

tingkat kedua. Bahasa tertentu itu mempunyai konvensi tertentu pula, dalam sastra konvensi bahasa itu disesuaikan dengan konvensi sastra. Dalam karya sastra, arti kata-kata (bahasa) ditentukan oleh konvensi sastra. Dengan demikian, timbullah arti baru yaitu sastra itu. Jadi, arti sastra itu merupakan arti dari arti (meaning of meaning). Untuk membedakannya (dari arti bahasa), arti sastra itu disebutmakna

(significance).

Perlu diterangkan di sini, apa yang dimaksud makna puisi itu bukan semata-mata arti bahasanya, melainkan arti bahasa dan suasana, perasaan, intensitas arti, arti tambahan (konotasi), daya liris, pengertian yang ditimbulkan tanda-tanda

kebahasaan atau tanda-tanda lain yang ditimbulkan oleh konvensi sastra, misalnya tipografi,enjambement, sajak, baris sajak, ulangan, dan yang lainnya lagi.

Meskipun sastra itu dalam sistem semiotik tingkatannya lebih tinggi dari bahasa, namun sastra tidak dapat lepas pula dari sistem bahasa; dalam arti, sastra tidak dapat lepas sama sekali dari sistem bahasa atau konvensi bahasa. Hal ini

(26)

Karena hal-hal yang telah diuraikan itu, mengkaji dan memahami puisi tidak lepas dari analisis semiotik. Puisi secara semiotik seperti telah dikemukakan merupakan struktur tanda-tanda yang bersistem dan bermakna ditentukan oleh konvensi. Memahami puisi tidak lain dari memahami makna puisi. Menganalisis puisi adalah usaha untuk menangkap makna puisi. Makna puisi adalah arti yang timbul oleh bahasa yang disusun berdasarkan struktur sastra menurut konvensinya, yaitu arti yang bukan semata-mata hanya arti bahasa, melainkan berisi arti tambahan berdasarkan konvensi sastra yang bersangkutan. Dengan demikian, teranglah bahwa untuk mengkaji puisi perlulah analisis struktural dan semiotik mengingat bahwa puisi itu merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna.

Begitu pula dalam penelitian ini, untuk menganalisis majas yang terdapat dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011 penulis menggunakan teori analisis strukturalisme-semiotik. Puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011 dianalisis majasnya berdasarkan satuan-satuan tanda yang bermakna dengan tidak melupakan saling hubungan dan fungsi struktural tiap-tiap satuan tanda tersebut.

2.2 Pembacaan Semiotik

Sebelum dilakukan analisis sebuah karya sastra dalam hal ini analisis majas dalam sebuah puisi, perlulah dipahami makna dari karya sastra tersebut. Berdasarkan teori strukturailsme-semiotik, usaha untuk memahami makna karya sastra dapat dilakukan dengan pembacaan semiotik. Pembacaan semiotik itu berupa

(27)

2.2.1 Pembacaan Heuristik

Dalam pembacaan heuristik ini, karya sastra (puisi) dibaca berdasarkan konvensi bahasa sesuai dengan kedudukan bahasa sebagai sistem semiotik tingkat pertama. Puisi dibaca secara linear sebagai dibaca menurut struktur normatif bahasa. Pada umumnya, bahasa puisi menyimpang dari penggunaan bahasa biasa (bahasa normatif). Bahasa puisi merupakan deotomatisasi atau defamiliarisasi:

ketidakotomatisan atau ketidakbiasaan. Ini merupakan sifat kepuitisan yang dapat dialami secara empiris (Pradopo, 2010: 296). Oleh karena itu, dalam pembacaan ini semua yang tidak biasa dibuat biasa atau harus dinaturalisasikan (Pradopo, 2010: 296) sesuai dengan sistem bahasa normatif. Bilamana perlu, kata-kata diberi awalan atau akhiran, disisipkan kata-kata supaya hubungan kalimat-kalimat puisi menjadi jelas. Begitu juga, logika yang tidak biasa dikembangkan pada logika bahasa yang biasa. Hal ini mengingat bahwa puisi itu menyatakan sesuatu secara tidak langsung.

2.2.2 Pembacaan Retroaktif atau Hermeneutik

Pembacaan heuristik baru memperjelas arti kebahasaan sebuah karya sastra, tetapi makna karya sastra (puisi) tersebut belum tertangkap. Oleh karena itu, pembacaan heuristik harus diulang lagi dengan pembacaan retroaktif. Pembacaan retroaktif adalah pembacaan ulang dari awal sampai akhir dengan penafsiran atau

(28)

penulis melakukan pembacaan semiotik terlebih dahulu terhadap puisi yang dikaji.

2.3 Pengertian Puisi

Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani, yaknipoiesisyang bermakna menciptakan, tapi lama kelamaan artipoiesismakin menyempit ruang lingkupnya menjadi hasil seni, yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang menggunakan kata kias (Tarigan, 1984: 4). Pendapat lain menyatakan bahwa puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa berirama (Pradopo, 2010: 5).

Puisi itu mengucapkan sesuatu secara tidak langsung. Ucapan tidak langsung itu ialah menyatakan suatu hal dengan arti yang lain (Pradopo, 2010 :12). Puisi adalah bentuk pengucapan bahasa yang ritmis yang mengungkapkan pengalaman intelektual yang bersifat imajinatif dan emosional (Purba, 2010: 12). Puisi

merupakan ekspresi pengalaman batin (jiwa) penyair mengenai kehidupan manusia, alam, dan Tuhan melalui media bahasa yang estetik yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya dalam bentuk teks (Zulfahnur dkk., 1996: 79-80).

(29)

2.4 Unsur Puisi

Karya sastra disusun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik, tidak terkecuali pada puisi. Unsur intrinsik karya sastra adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur ekstrinsik karya sastra adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan, atau sistem organisme karya sastra (Nurgiyantoro, 1998: 23). Untuk kepentingan penelitian, penulis hanya akan menguraikan unsur-unsur intrinsik puisi.

2.5 Unsur Intrinsik Puisi

Unsur intrinsik puisi terdiri atas unsur fisik dan unsur batin. Unsur fisiknya, yakni berupa diksi, pengimajian, kata konkret, majas, dan tipografi puisi, sedangkan unsur batinnya terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat (Waluyo, 1987: 28). Unsur intrinsik puisi terdiri atas tema, diksi, majas, rima, dan tipografi (Budiono, 2009). Selanjutnya, pendapat lain menyatakan bahwa unsur intrinsik puisi terdiri atas tema, rasa, nada, amanat, diksi, imajinasi, kata-kata kongkret, gaya bahasa, ritme, dan rima (Putralagoma, 2010).

(30)

2.6 Pengertian Gaya Bahasa

Sebelum membahas mengenai majas, terlebih dahulu penulis akan menguraikan tentang pengertian gaya bahasa dan pembagian gaya bahasa tersebut. Gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa) (Keraf, 1986: 113). Gaya bahasa adalah cara yang khas dipakai seseorang untuk mengungkapkan diri (gaya pribadi) (Pradopo, 2010: 264). Gaya bahasa itu susunan perkataan yang terjadi karena perasaan dalam hati pengarang yang dengan sengaja atau tidak, menimbulkan suatu perasaan yang tertentu dalam hati pembaca (Pradopo, 2010: 264). Selanjutnya, pendapat lain menyatakan bahwa gaya bahasa ataustileadalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang penulis berkata mengenai apa pun yang dikatakannya (Pradopo, 2010: 264).

Untuk kepentingan penelitian, penulis mengacu pada pendapat yang menyatakan bahwa gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa) (Keraf, 1986: 113).

2.7 Jenis-Jenis Gaya Bahasa

(31)

bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna (Keraf, 1986: 116). Berikut ini akan dijelaskan mengenai keempat jenis gaya bahasa tersebut.

2.7.1 Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata

Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Gaya bahasa ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa

percakapan.

2.7.2 Gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini akan lebih nyata kalau diikuti sugesti suara dari pembicara, bila sajian yang dihadapi adalah bahasa lisan. Karena nada itu pertama-tama lahir dari sugesti yang dipancarkan oleh rangkaian kata-kata, sedangkan rangkaian kata-kata itu tunduk pada kaidah-kaidah sintaksis yang berlaku, maka nada, pilihan kata, dan struktur kalimat sebenarnya berjalan sejajar, yang satu akan mempengaruhi yang lain. Dengan latar belakang ini, gaya bahasa dilihat dari sudut nada yang

(32)

2.7.3 Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat

Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa. Yang dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah kalimat bagaimanatempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkandalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik, bila bagian yang terpenting atau gagasan yang

mendapatkan penekanan ditempatkan pada akhir kalimat. Ada kalimat yang bersifat kendur, yaitu bila bagian kalimat yang mendapat penekanan ditempatkan pada awal kalimat. Bagian-bagian yang kurang penting atau semakin kurang penting dideretkan sesudah bagian yang dipentingkan tadi. Selanjutnya, jenis ketiga adalah kalimat berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat.

Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat sebagai yang dikemukakan di atas, maka dapat diperoleh gaya-gaya bahasa sebagai berikut.

a. Klimaks b. Antiklimaks c. Paralelisme d. Antitesis e. Repetisi

2.7.4 Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna

(33)

perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksudkan di sini.

Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut sebagai tropeataufigure of speech. Istilahtropesebenarnya berarti “pembalikan” atau “penyimpangan”. Katatropelebih dulu popular sampai dengan abad XVIII. Karena ekses yang terjadi sebelumnya,tropedianggap sebagai penggunaan bahasa yang indah dan menyesatkan. Sebab itu, pada abad XVIII istilah itu mulai diganti denganfigure of speech.

Berdasarkan langsung tidaknya makna yang terkandung di dalamnya, maka gaya bahasa dalam uraian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris yang secara langsung mengungkapkan makna karena gaya bahasa ini semata-mata hanya merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu. Selanjutnya, gaya bahasa kiasan yang mengungkapkan makna secara tidak langsung karena gaya bahasa ini merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna.

2.8 Pengertian Majas

(34)

serta meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda lain atau hal yang lain yang lebih umum (Tarigan, 1984: 112).

Selanjutnya, pendapat lain menyatakan bahwa pemajasan merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan yang maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat (Nurgiyantoro, 1998: 296). Majas (figurative language) adalah bahasa kias, bahasa yang dipergunakan untuk menciptakan efek tertentu. Majas merupakan bentuk retoris, yang penggunaannya antara lain untuk menimbulkan kesan imajinatif bagi penyimak atau pembacanya (Kosasih, 2003: 163). Pendapat lain mengemukakan bahwa majas ataufigure of speechadalah peristiwa pemakaian kata-kata yang melewati batas maknanya yang lazim atau menyimpang dari arti harfiahnya (Sudjiman, 1986: 48).

Dari beberapa pendapat di atas, terdapat kesamaan pengertian mengenai majas, yakni bahwa majas merupakan pemakaian kata-kata yang menyimpang dari arti denotasi atau harfiahnya. Majas lebih memanfaatkan arti konotasi untuk

meningkatkan atau menimbulkan efek tertentu.

2.9 Jenis-Jenis Majas

(35)

a. Persamaan atau Simile

Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya. Contoh:

1) Bibirnya seperti delima merekah. 2) Bagai air di daun talas.

Pada contoh 1), terdapat persamaan secara eksplisit dengan menggunakan kata seperti, yaitu warna bibirnya disamakan dengan warna merah buah delima

yang merekah. Begitu pula pada contoh 2), pendirian seseorang yang selalu berubah-ubah diibaratkan bagai air di daun talas.

b. Metafora

(36)

Contoh:

1) Pemuda adalah seperti bunga bangsa.→ Pemuda adalah bunga bangsa. Pemuda→ bunga bangsa

2) Orang itu seperti buaya darat.→ Orang itu adalah buaya darat. Orang itu→ buayadarat

Pada contoh 1),Pemuda adalah bunga bangsadibentuk dari ungkapan yang berupa similePemuda adalah seperti bunga bangsa,tetapi secara berangsur-angsur keterangan mengenai persamaan dan pokok pertama dihilangkan. Begitu pula pada contoh 2).

Metafora terdiri dari duatermatau dua bagian, yaitu term pokok (principal term) dan term kedua (secondary term). Term pokok disebut jugatenor, term

kedua disebut jugavehicle. Term pokok menyebutkan hal yang dibandingkan, sedang term kedua adalah hal yang untuk membandingkan. Seperti pada contoh di atasPemuda adalah bunga bangsa:pemudaadalah term pokok, sedangbunga bangsaadalah term kedua. Metafora tersebut merupakan

metafora penuh yang menyebutkan term pokok dan term keduanya. Seringkali penyair langsung menyebutkan term kedua tanpa menyebutkan term pokok. Metafora semacam ini disebut metafora implisit.

Contoh:

3) Hidup ini mengikat dan mengurung.

4) ….yang menarik laki-laki jantan dan pertapa ke rawa-rawa mesum ini.

(37)

pembandingnya, tetapi sifat pembandingnya. Pada contoh 4),rawa-rawa mesumadalah kiasan kehidupan yang kotor, yang mesum, kehidupan yang penuh percabulan, merupakan term kedua.

c. Alegori, Parabel, dan Fabel

Bila sebuah metafora mengalami perluasan, maka ia dapat berwujud alegori, parabel, atau fabel. Ketiga bentuk perluasan ini biasanya mengandung ajaran-ajaran moral dan sukar sering dibedakan satu dari yang lain.

Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat. Contoh:

1) Hati-hatilah kamu dalam mendayung bahtera rumah tangga, mengarungi lautan kehidupan yang penuh dengan badai dan gelombang. Apabila suami-istri, antara nahkoda dan juru mudinya itu seia sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya ia akan sampai ke pulau tujuan.

Contoh di atas merupakan ungkapan metafora yang dipeluas dan membentuk suatu cerita singkat. Dalam contoh tersebut mengandung ajaran moral, yaitu kita harus berhati-hati dalam menjalani hidup berumah tangga, antara suami dan istri haruslah sejalan dalam mengarungi biduk kehidupan berumah tangga dan mudah-mudahan akan selalu mendapat kebahagiaan.

(38)

menyebut cerita-cerita fiktif di dalam kitab suci yang bersifat alegoris, untuk menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual.

Contoh:

2) Cerita Adam dan Hawa

Dalam cerita Adam dan Hawa mengandung pelajaran-pelajaran dan nilai-nilai keagamaan.

Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia. Tujuan fabel seperti parabel ialah menyampaikan ajaran moral atau budi pekerti. Fabel menyampaikan suatu prinsip tingkah laku melalui analogi yang transparan dari tindak-tanduk binatang, tumbuh-tumbuhan, atau makhluk yang tak bernyawa.

Contoh:

3) Cerita “Si Kancil”

Dalam cerita Si Kancil, binatang ini digambarkan bertindak seperti manusia. Ajaran moral yang disampaikan dalam cerita Si Kancil adalah agar manusia berlaku cerdik dan jujur.

d. Personifikasi atau Prosopopoeia

(39)

merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia.

Contoh:

1. Angin meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.

2. Hujan memandikan tanaman di siang hari.

Pada contoh 1),angin meraungmerupakan penggambaran angin yang seolah-olah memiliki sifat seperti manusia karena meraung adalah sifat yang dapat dilakukan manusia. Penggambaran yang seolah-olah memiliki sifat seperti manusia juga terdapat pada contoh 2), yakni hujan seolah-olah dapat memandikan tanaman seperti yang dapat dilakukan oleh manusia.

e. Alusi

Alusi adalah semacam acuan yang berusaha menyugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi yang eksplisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya-karya sastra yang terkenal. Contoh:

1) Bandung adalah Paris Jawa.

2) Kartini kecil itu turut memperjuangkan persamaan haknya.

(40)

van Java. Pada contoh 2),kartini kecildimaksudkan untuk seorang gadis kecil yang turut memperjuangkan persamaan haknya.

f. Eponim

Eponim adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.

Contoh:

1) Hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan 2) Hellen dari Troya untuk menyatakan kecantikan

Pada contoh 1),Herculesdipakai untuk menyatakan kekuatan karena seperti yang kita tahu bahwa tokoh Hercules memiliki tubuh yang kuat dan kekar. Begitu pula pada contoh 2),Hellen dari Troyadipakai untuk menyatakan kecantikan karena Hellen dari Troya memang sangat terkenal akan kecantikannya.

g. Epitet

Epitet (epiteta) adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang.

Contoh:

(41)

Pada contoh 1),putri malamsering dipakai untuk menggantikanbulankarena dianggap sama sifatnya dengan seorang putri, bulan terlihat cantik dan

bercahaya pada malam hari. Begitu pula pada contoh 2),raja rimbasering dipakai untuk menggantikansingakarena singa dianggap seperti penguasa di hutan.

h. Sinekdoke

Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau

mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte). Contoh:

1) Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp. 1.000, -2) Dalam pertandingan sepak bola antara Indonesia melawan

Malaysia di Stadion Utama Senayan, tuan rumah menderita kekalahan 3 - 4.

Contoh 1) merupakan sinekdoke pars pro toto,kepaladigunakan untuk menyatakan secara keseluruhan dari orang/jiwa, tetapi hanya disebut bagian kepalanya saja. Contoh 2) merupakan sinekdoke totum pro parte,Indonesia danMalaysiadigunakan untuk menyatakan sebagian dari tim sepak bola Indonesia dan tim sepak bola Malaysia.

i. Metonimia

(42)

menyatakan kulitnya, dan sebagainya. Metonimia dengan demikian adalah suatu bentuk dari sinekdoke.

Contoh:

1) Ialah yang menyebabkan air mata yang gugur. 2) Ia membeli sebuahChevrolet.

Contoh 1) merupakan sebab yang mengakibatkan air mata yang berjatuhan. Pada contoh 2),Chevroletdigunakan untuk menyatakan mobil bermerek Chevrolet.

j. Antonomasia

Antonomasia merupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri.

Contoh:

1) Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini. 2) Pangeran yang meresmikan pembukaan seminar itu.

Pada contoh 1),Yang Muliadipakai untuk menggantikan nama diri seorang raja atau sultan. Pada contoh 2),pangerandipakai untuk menggantikan nama diri seorang putra raja.

k. Hipalase

(43)

adalah suatu kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan.

Contoh:

1) Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah.

2) Ia masih menuntut almarhumah maskawin dari Sinta Puterinya.

Pada contoh 1), yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya. Pada contoh 2),maksudnya Ia masih menuntut maskawin dari almarhumah Siti….

l. Ironi, Sinisme, dan Sarkasme

Ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya.

Contoh:

1) Tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan seluruhnya!

Pada contoh 1) tersebut menyatakan sesuatu yang berkebalikan, pembicara secara tidak langsung menyalahkan lawan bicaranya atas kegagalan

kebijaksanaan terdahulu.

(44)

antara keduanya. Bila contoh mengenai ironi di atas diubah, maka akan dijumpai gaya yang bersifat sinis.

Contoh:

2) Tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan akan lenyap bersamamu!

Pada contoh 2), terlihat pernyataan itu lebih keras dari ironi dengan ungkapan semua kebijaksanaan akan lenyap bersamamu!

Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat saja bersifat ironis, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar.

Contoh:

3) Lihat sang Raksasa itu.

Pada contoh 3),Raksasadimaksudkan untuk si Cebol, sangat berkebalikan maknanya dan menyakiti hati.

m. Satire

(45)

Contoh:

1. Rapi sekali, tak pernah aku melihat kamar kotor seperti ini. 2. Jemu aku dengan bicaramu.

Contoh 1) merupakan penertawaan terhadap kamar yang sebenarnya sangat kotor dan tidak rapi. Contoh 2) merupakan penolakan atas pembicaraan yang sangat membosankan, sehingga pembicara malas untuk mendengarnya.

n. Inuendo

Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu.

Contoh:

1) Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan minum.

2) Ia menjadi kaya raya karena sedikit mengadakan komersialisasi jabatannya.

Contoh 1) mengecilkan kenyataan yang sebenarnya, bahwa terlalu banyak minum akan mengakibatkan seseorang sangat mabuk. Begitu pula pada contoh 2), ia menjadi kaya raya karena sebenarnya tidak hanya sedikit mengadakan komerialisasi.

o. Antifrasis

(46)

atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya.

Contoh:

1) Lihatlah sang Raksasa telah tiba.

2) Engkau memang orang yang mulia dan terhormat!

Antifrasis akan diketahui dengan jelas, bila pembaca atau pendengar

mengetahui atau dihadapkan pada kenyataan bahwa yang dikatakan itu adalah sebaliknya. Pada contoh 1), bila diketahui bahwa yang datang adalah seorang yang cebol, pada contoh 2), bahwa yang dihadapi adalah seorang koruptor atau penjahat, maka kedua contoh itu jelas antifrasis. Kalau tidak diketahui secara pasti, maka ia disebut saja sebagai ironi.

p. Pun atau Paronomasia

Pun atau paronomasia adalah kiasan yang mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya.

Contoh:

1. Tanggal dua gigi saya tanggal dua. 2. “Engkau orang kaya! Ya, kaya monyet!”

(47)

q. Eufemismus

Eufemismus adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau menyugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan.

Contoh:

1) Ayahnya sudah tidak ada di tengah-tengah mereka. 2) Pikiran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir ini.

Pada contoh 1),Ayahnya sudah tidak ada di tengah-tengah mereka

menggantikan acuanmatiyang mungkin dapat menghina atau menyinggung perasaan. Begitu pula pada contoh 2),Pikiran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir inimenggantikan acuangila.

r. Litotes

Litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal tersebut dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya, atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya.

Contoh:

1) Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali.

2) Saya tidak akan merasa bahagia bila mendapat warisan satu milyar rupiah.

(48)

tinggi. Begitu pula pada contoh 2), bahwa sebenarnya pembicara merasa sangat bahagia bila mendapat warisan satu milyar rupiah.

s. Pleonasme dan Tautologi

Pada dasarnya pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Secara praktis kedua istilah itu disamakan saja, namun ada yang ingin membedakan keduanya. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain.

Contoh:

1) Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.

Ungkapan di atas adalah pleonasme karena semua acuan itu tetap utuh dengan makna yang sama walaupun dihilangkan kata dengan telinga saya.

2) Ia tiba pukul 20.00 malam waktu setempat.

Acuan di atas disebut tautologi karena kata berlebihan itu sebenarnya mengulang kembali gagasan yang sudah disebut sebelumnya, yaitu malam sudah tercakup dalam pukul 20.00.

t. Perifrasis

(49)

terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja.

Contoh:

1) Ia telah beristirahat dengan damai.

2) Jawaban dari permintaan saudara adalah tidak.

Pada contoh 1), kalimat tersebut sebenarnya dapat diganti dengan katamati ataumeninggal, sedangkan pada contoh 2), kalimat tersebut dapat diganti dengan kataditolak.

u. Hiperbol

Hiperbol adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal.

Contoh:

1) Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak aki.

2) Jika kau terlambat sedikit saja, pasti kau tidak akan diterima lagi.

Pada contoh 1), terdapat pernyataan kemarahan yang dibesar-besarkan, sehingga diibaratkan seperti meledak aki. Pada contoh 2), pernyataan tersebut dilebih-lebihkan karena tidak mungkin seorang karyawan dipecat hanya karena terlambat sebentar saja.

v. Paradoks

(50)

Contoh:

1) Musuh sering merupakan kawan yang akrab.

2) Ia mati kelaparan di tengah-tengah kekayaannya yang berlimpah-limpah.

Pada contoh 1), kenyataannya sering ditemukan bahwa musuh merupakan kawan kita sendiri yang paling akrab. Pada contoh 2), kenyataannya banyak orang yang mati kelaparan di tengah-tengah kekayaan yang berlimpah, contohnya adalah rakyat Indonesia yang mati kelaparan padahal Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan manusianya.

w. Oksimoron

Oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Dapat juga dikata-katakan,

oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan

mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks.

Contoh:

1) Keramah-tamahan yang bengis. 2) Itu sudah menjadi rahasia umum.

(51)

2.10 Fungsi Majas

Pemakaian majas sebagai sarana pengungkapan dalam dunia sastra sangat sesuai dengan sifat alami sastra itu sendiri yang ingin menyampaikan sesuatu secara tidak langsung. Pemakaian majas dalam sebuah karya sastra dapat berfungsi sebagai berikut:membangkitkan suasana dan kesan tertentu, tanggapan indera tertentu, memperindah penuturan itu sendiri(Nurgiyantoro, 1998: 297). Dengan adanya fungsi-fungsi tersebut dalam sebuah majas, maka majas tersebut dapat menunjang tujuan-tujuan estetis atau keindahan penulisan karya itu sebagai karya seni.

a. Membangkitkan suasana dan kesan tertentu

Majas merupakan susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang dapat membangkitkan suasana dan kesan tertentu dalam hati pembaca. Suka-duka, bahagia-merana, dan tertawa-kecewa dilukiskan secara jelas melalui kiasan-kiasan yang dihasilkan oleh imajinasi penulis.

b. Tanggapan indera tertentu

Melalui majas yang digunakan dalam sebuah puisi, kita sering merasakan indera ikut terangsang: seolah-olah kita ikut melihat, mendengar, atau pun merasakan secara imajinasi apa yang dilukiskan penulis melalui majas yang digunakan dalam puisinya tersebut. Majas dalam sebuah puisi dapat

(52)

imajinasinya, pembaca akan dapat dengan mudah membayangkan, merasakan, dan menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh penulis.

c. Memperindah penuturan itu sendiri

Bahasa puisi menjadi lebih indah dengan adanya majas di dalamnya. Majas merupakan gaya yang sengaja mendayagunakan penuturan dengan

memanfaatkan bahasa kiasan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal yang lain untuk menimbulkan efek estetis, sehingga dapat memperindah penuturan itu sendiri. Majas membuat bahasa puisi terasa lebih indah, menarik, segar, baru, dan kadang-kadang menimbulkan romantisme.

Majas-majas yang digunakan dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Post edisi September 2011 dianalisis fungsinya berdasarkan kriteria fungsi-fungsi majas tersebut.

2.11 Pemilihan Bahan Ajar Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA)

(53)

Puisi, sebagai bagian dari karya sastra merupakan alternatif bahan ajar yang masuk dalam komponen dasar kegiatan pembelajaran di SMA atau sekolah lain yang sederajat. Puisi dalam harian merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam pembelajaran. Pengajaran sastra (khususnya puisi) di sekolah sangatlah penting. Dalam karya sastra (puisi) banyak pelajaran-pelajaran dan nilai-nilai positif yang dapat dijadikan bahan renungan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, pengajaran sastra dapat membantu keterampilan berbahasa apabila dalam pembelajaran sastra guru melibatkan langsung kemampuan berbahasa siswa yang meliputi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Pada dasarnya tujuan pembelajaran sastra adalah untuk menumbuhkan rasa cinta dan kegemaran siswa terhadap sastra, sehingga mampu mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap budaya dan lingkungan, sehingga siswa merasa terdorong dan tertarik untuk membacanya. Pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasikan karya sastra.

(54)

di sekolah. Dengan pemilihan bahan ajar yang tepat diharapkan pembelajaran sastra di SMA dapat lebih bermakna.

Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis kerelevanan majas dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011 dari dua aspek, yaitu (1) kriteria pemilihan bahan ajar sastra Indonesia ditinjau dari aspek kurikulum dan (2) kriteria pemilihan bahan ajar sastra Indonesia ditinjau dari aspek pendidikan karakter.

2.11.1 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) Ditinjau dari Aspek Kurikulum

Untuk menentukan relevan atau tidaknya majas dalam puisi kolom sastra harian Lampung Postedisi September 2011 sebagai bahan ajar sastra di SMA perlu dilakukan analisis kesesuaiannya berdasarkan standar isi yang tercantum dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Standar isi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini mencakup ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai

kompetensi lulusan yang tertuang dalam silabus pembelajaran (Mulyasa, 2009:21).

Dalam silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas X semester I terdapat standar kompetensi yang relevan dengan pembelajaran majas dalam sebuah puisi, yakni standar kompetensi mendengarkan, memahami puisi yang disampaikan secara langsung atau tidak langsung. Selanjutnya, kompetensi dasar yang akan dicapai adalah

(55)

kata-kata konotasi, dan kata-kata bermakna lambang (KTSP: 2009). Dengan penentuan bahan pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dalam hal ini Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diharapkan pengajaran sastra akan lebih bermakna.

2.11.2 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) Ditinjau dari Aspek Pendidikan Karakter

Dalam RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2015), pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila (Kemdiknas, 2011: 1). Hal ini sekaligus menjadi upaya untuk mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan pembukaan UUD 1945. Di samping itu, berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita dewasa ini makin mendorong semangat dan upaya pemerintah untuk

memprioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar pembangunan pendidikan.

Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yakni sebagai berikut.

(56)

Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh untuk melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas Program Kementrian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Kemdiknas, 2011: 1).

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong-royong/bekerja sama, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan

pendidikan karakter tersebut, telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,

bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab (Pusat Kurikulum dalam Kemdiknas, 2011: 3).

(57)

bertanggung jawab, sabar, berhati-hati, tegas, rela berkorban, berani, rendah hati, bekerja keras, disiplin, mampu mengendalikan diri, sportif, tekun, ulet, berhati lembut (Aunillah, 2011: 21).

Dalam penerapan pendidikan karakter, faktor yang harus dijadikan sebagai tujuan adalah terbentuknya kepribadian peserta didik supaya menjadi manusia yang baik. Untuk itu pendidikan karakter sangat dibutuhkan untuk membentuk kepribadian dan watak peserta didik hingga menjadi pribadi yang bermoral. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam menentukan bahan ajar sastra (puisi) yang hendak dijadikan bahan ajar bagi peserta didik hendaknya berisikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai yang dapat membentuk karakter peserta didik, sehingga menjadi pribadi yang bermoral.

Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, maka ketelitian seorang guru dalam memilih puisi yang akan dijadikan bahan ajar sastra sangatlah dibutuhkan. Karya sastra (puisi) yang hendak dijadikan bahan ajar bagi peserta didik hendaknya berisikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai yang harus dipelajari siswa. Keberhasilan dalam pembelajaran akan tercapai apabila dapat membentuk kecerdasan peserta didik dalam mengapresiasi sastra, dan juga dapat membentuk karakter/watak peserta didik sehingga menjadi pribadi yang bermoral.

(58)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan majas yang terdapat dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011. Maka dari itu, perlu digunakan suatu metode untuk mencapai tujuan penelitian tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif diartikan sebagai suatu metode yang bermaksud untuk membuat deskripsi atau gambaran untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain (Moleong, 2005: 6). Dalam metode kualitatif, metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen, seperti memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu maupun kelompok orang.

Dengan metode deskriptif kualitatif, diharapkan peneliti dapat memaparkan, menggambarkan, dan menganalisis secara kritis-objektif permasalahan yang dibahas dengan sedapat mungkin berupaya menghubungkan antara dunia teori dan kenyataan yang ada. Untuk memahami secara umum maksud dan rasional

(59)

Penyajian sebuah masalah: “Apa sajakah majas dalam puisi

pada kolom sastra harian Lampung Postedisi September

2011 dan relevansinya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di

SMA?”

Umpan balik:

Hasil penelitian sangat relevan untuk dijadikan alternatif bahan

ajar sastra Indonesia di SMA karena pembelajaran majas dalam

sebuah puisi tercantum dalam silabus KTSP jenjang SMA dan

majas yang digunakan dapat menunjang pendidikan

berkarakter

Teknik pengumpulan dan analisis data: Teknik analisis teks dengan

model interaktif

Hasil penelitian: Penjabaran hasil temuan dalam

analisis permasalahan: majas-majas dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Post

edisi September 2011 Relevansi sebagai bahan ajar

sastra Indonesia di SMA: kriteria relevansi berdasarkan silabus

KTSP SMA kelas X semester 1 dan pendidikan yang bernilai karakter Pemecahan masalah:

Melakukan analisis majas dalam puisi pada kolom sastra harian Lampung Postedisi September

2011 dan menentukan relevansinya sebagai bahan ajar

sastra Indonesia di SMA.

Tujuan penelitian: Mendeskripsikan majas dalam puisi pada kolom sastra harian Lampung Postedisi September

2011 dan menentukan relevansinya sebagai bahan ajar

(60)

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah puisi yang terdapat pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011 yang berjumlah sembilan puisi. Kesembilan puisi tersebut, yaitu“Kemarau”,“Belimbing”,“Pengkhianat”,

“LautMu di SajadahMu”,“Peta Para Penyair”,“Ziarah Waktu”,“Dongeng Malam

Sebelum Kau Tidur”,“Dongeng Adelia dan Ibu”, dan“Dongeng Adelia dan Aku”.

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan dan analisis data yang digunakan adalah teknik analisis teks. Penulis mengumpulkan dan menganalisis data dengan

menggunakan model interaktif, yaitu upaya menganalisis data secara berkelanjutan dan terus menerus (Emzir, 2010: 135).

Komponen-komponen analisis data: model interaktif Pengumpulan data

Penyajian data

Penarikan/verifikasi kesimpulan

(61)

Langkah-langkah yang digunakan penulis dalam menganalisis data disesuaikan dengan komponen-komponen analisis data model interaktif sebagai berikut.

1. Komponen kesatu adalah pengumpulan data. Pada komponen kesatu ini, data yang dihimpun berupa teks: kata, frasa, kalusa, atau kalimat. Langkah yang dilakukan penulis pada komponen pertama ini adalah mengumpulkan data puisi yang terdapat pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011.

2. Komponen kedua adalah reduksi data. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian pada transformasi “data mentah” yang muncul dari catatan-catatan tertulis dari teks puisi yang terdapat pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011.

Langkah-langkah yang dilakukan penulis pada komponen kedua ini adalah sebagai berikut.

a. Membaca secara heuristik teks puisi yang terdapat pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011.

b. Membaca secara retroaktif teks puisi yang terdapat pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011, selanjutnya diteruskan dengan pembacaan secara hermeneutik.

c. Menandai jika dalam teks puisi tersebut terdapat penyimpangan makna atau majas.

(62)

e. Menganalisis fungsi majas dalam puisi pada kolom sastra harian Lampung Postedisi September 2011.

3. Komponen ketiga adalah penyajian data. Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Langkah-langkah yang dilakukan penulis pada komponen ketiga ini adalah sebagai berikut.

a. Mengelompokkan majas-majas yang sejenis dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011.

b. Menjumlahkan frekuensi setiap jenis majas dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011.

4. Komponen keempat adalah penarikan/verifikasi kesimpulan. Menarik kesimpulan merupakan suatu tinjauan pada catatan-catatan di dalam sebuah puisi atau juga upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. Singkatnya makna-makna yang muncul harus diuji kebenarannya, kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya. Langkah yang dilakukan penulis pada komponen keempat ini adalah sebagai berikut.

a. Menyimpulkan hasil deskripsi majas dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011.

(63)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap puisi pada kolom sastra harianLampung Post edisi September 2011, penulis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut.

1. Majas dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011 meliputi persamaan atau simile, metafora, alegori, personifikasi, sinekdoke pars pro toto, sinekdoke totum pro parte, hipalase, litotes, pleonasme, perifrasis, dan hiperbol. Majas yang paling banyak ditemukan adalah metafora, yakni sebanyak 56 penggunaan.

2. Fungsi majas dalam puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011 adalah membangkitkan suasana bahagia, suasana rindu, suasana romantis, suasana sedih, suasana sepi, kesan bersungguh-sungguh, kesan gelisah, kesan penegasan, kesan penyesalan, kesan percaya diri, kesan putus asa, kesan ramah, kesan rendah hati, kesan sabar, menimbulkan adanya tanggapan indera penglihatan, indera pendengaran, dan memperindah

penuturan itu sendiri.

(64)

jenjang SMA kelas X semester I terdapat materi yang relevan dengan pembelajaran majas dalam sebuah puisi. Selanjutnya, ditinjau dari aspek pendidikan karakter, puisi pada kolom sastra harianLampung Postedisi September 2011 di dalamnya terdapat majas yang merupakan pencerminan dari pendidikan bernilai karakter.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, puisi pada kolom sastra harianLampung Post sangat relevan untuk dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran sastra Indonesia di SMA. Oleh sebab itu, penulis menyarankan kepada guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk dapat menggunakan puisi pada kolom sastra harianLampung Postini sebagai alternatif bahan ajar dalam pembelajaran sastra di sekolah karena di dalamnya terdapat contoh majas persamaan atau simile, metafora, alegori, personifikasi, sinekdoke pars pro toto, sinekdoke totum pro parte, hipalase, litotes, pleonasme, perifrasis, dan hiperbol yang sesuai dengan standar isi mata pelajaran bahasa Indonesia jenjang SMA. Selain itu, puisi pada kolom sastra harian

(65)

Aunillah, Nurla Isna. 2011.Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah.Yogyakarta: Laksana.

Budiono, Ign. Agus. 2009.Analisis Unsur Intrinsik dan Ektrinsik Puisi. http://sanyupacosu.blogspot.com. (Diakses pada tanggal 24 September 2011)

Depdiknas. 2009.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).Jakarta: Depdiknas.

Emzir. 2010.Metode Penelitian Kualitatif:Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers. Keraf, Gorys. 1986.Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Kosasih, H. E. 2003.Ketatabahasaan dan Kesusastraan: Cermat Berbahasa Indonesia. Bandung: Yrama Widya.

Moleong, Lexy Joseph. 2005.Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gramedia.

Mulyasa, H.E. 2009.Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998.Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Permatasari, Yutriza. 2010.Gaya Bahasa Novel Bumi Cinta Karya

Habiburrahman El-Shirazy dan Relevansinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA. Bandar Lampung: FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Lampung.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2010.Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Purba, Antilan. 2010.Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. Putralagoma. 2010.Unsur-unsur Intrinsik Puisi. putralagoma.blogspot.com.

(66)

Sudjiman, P. 1986.Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1984.Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Ramly, Mansyur, dkk. 2011.Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter.

Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.

rizkasafriyani.files.wordpress.com. (Diakses pada tanggal 30 Mei 2012) Universitas Lampung. 2007.Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung:

Universitas Lampung.

Waluyo, Herman J. 1987.Pengkajian Cerita Fiksi. Surakarta: Sebelas Maret Universty Press.

Widayanti, Rully. 2006.Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru Karya Wiji Thukol dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra Indonesia di SMA. Bandar Lampung: FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Lampung.

Yani, Eli. 2002.Penggunaan Majas dalam Novel Perawan Karya Korrie Layun Rampan dan Implikasinya dalam Pengajaran Sastra Indonesia di SMU. Bandar Lampung: FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Lampung.

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. © Indri Fenny Rusmaniarti

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran menulis huruf tegak bersambung dengan menerapkan latihan

Penelitian Pertumbuhan dan perkembangan akar semai mangrove sejati Ceriops tagal (Perr.) C.B.Rob pada berbagai salinitas ini diteliti di rumah kaca, Fakultas Pertanian,

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.. Dependent

Isoterm ini akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat ditentukan efisiensi dari suatu adsorben [10].. 2.2 KALSINASI

4.12 Rekapitulasi Tanggapan Responden Pelaku Umkm di Narogong, Kota Bekasi Tentang Kinerja Usaha .... 4.13 Hasil Pengujian Titik Terpencil Keterampilan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman dalam H 2 O 2 pada prosentase yang berbeda dan lama penyimpanan terhadap mutu teripang ( Holothuria scabra

Hasil analisis ragam (Tabel 1.) menunjukkan bahwa perlakuan ransum pakan berbeda, yang meliputi gaplek dengan ekstrak ikan gabus (isolat albumin dan ekstrak kasar), dan yang