Jurnal
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA
DI LUAR NEGERI
oleh:
Satryo Pringgo Sejati
20141060029
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
1 PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
Satryo Pringgo Sejati
Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk
jangka waktu tertentu dengan menerima upah.Definisi tersebut berasal dari pasal 1 ayat (1) UU
No.39 tahun 2004 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Namun pada kenyataanya masih banyak terdapat kasus-kasus yang menimpa tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri. Sehingga berdasarkan penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya banyak peneliti-peneliti yang mengambil kesimpulan bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia di luar negeri masih lemah. Penelitian ini hadir untuk meneliti mengapa dan bagaimana perlindungan terhadap buruh migran itu masih lemah. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskripsi dan eksplanasi. Lokasi penelitian di lakukan di Yogyakarta, Malang dan Jakarta. Metode pengumpulan data di lakukan secara langsung dan tak langsung. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Lemahnya perlindungan buruh migran ini dikarenakan dua factor utama yaitu factor implementasi dari Undang-Undang perlindungan yang di keuarkan oleh pemerintah tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya, dan faktor kordinasi yang lemah antar stakeholder terkait.
Kata Kunci: Perlindungan, TKI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
kasus-2 kasus yang hilangnya hak-hak TKI baik yang sudah bekerja di luar negeri maupun yang akan berangkat bekerja di luar negeri.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas menegenai terdapatnya perbedaan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Filiphina dalam mengambil kebijakan terhadap perlindungan
buruh migran maka penelitian tersebut mengambil research question “Mengapa
perlindungan buruh migran di Indonesia masih lemah?”
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan riset ini adalah:
a. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan perlindungan buruh migran yang
sudah ada sebelumnya.
b. Untuk mengetahui dan menjelaskan oportunity yang lebih baik terhadap
perlindungan buruh migran Indonesia
c. Untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan yang di pandang kurang dalam
menyikapi permasalahan buruh migran Indonesia.
d. Menguatkan posisi buruh migran Indonesia dalam perlindungan hukum baik pra
pempatan, penempatan dan purna penempatan
1.4. Kajian Pustaka
Ada beberapa kajian pustaka dalam penelitian ini memiliki kesamaan topik yang membahas mengenai pelindungan buruh migran. Namun perbedaan yang ada di antara ke
enamnya adalah fokusnya yang berbeda-beda. Pada literatur pertama yang di tulis oleh
Dr.Hadi Subhan mebahas tentang “Perlindungan Tki Pada Masa Pra Penempatan,Selama
Penempatan Dan Purna Penempatan”. Berikutnya adalah adalah analisa yang di lakukan oleh
Elispeth Guiild pada tahun 1999 di University of Nijmegen Belanda. Elispeth membahas
mengenai The European Convention on The Legal Status of Migrant Workers : An Analysis
3 membahas mengenai “kebijakan perlindungan buruh migran perempuan indonesia pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono”. Penelitian ini secara umum membahas mengenai buruh migran Indonesia sebagai objeknya namun secara khusus tulisan ini lebih menekankan kepada buruh migran perempuan yang merupakan mayoritas dari buruh migran
Indonesia. Yang terakhir adalah yaitu “perlindungan hukum buruh migran indonesia” yang di
tulis oleh saudara Dwi Frihartoma dalam tesisnya tahun 2004 di Universitas Indonesia. Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian studi perbandingan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Filiphina. Kendaki demikian pendekatan-pendeatan yang di ambil berasal dari pendekatan kualitatif, studi pustaka dan yuridif normatif yang mengacu pada norma dalam undang-undangan yang berlaku di kedua negara tersebut.
1.5. Kerangka Teori
Untuk membahas permasalahan buruh migran ini penulis menggunakan model perlindungan buruh migran di Eropa. Di mana perlindungan buruh migtan tersebut diatur dalam Konvensi Eropa pada legal status pekerja buruh migran di Strasbourg, tahun 1977. Konvensi ini berisi tentang definisi buruh migran, sistem perekrutan, tes kesehatan, perjalanan, ijin tinggal, ijin kerja hingga keamanan secara sosial. Walaupun pada tahun 1977 European Union belum terbentuk namun negara-negara di Eropa menjadikan issue ini sebagai issue yang cukup penting untuk menunjang kesejahteraan masyarakatnya dan pembangunan pasca Perang Dunia ke-dua.
Sesuai dengan definisi pasal satu ayat satu dalam konvemsi ini menerangkan bahwa istilah "buruh migran" berarti seseorang dari Pihak yang telah disahkan oleh Pihak lain
untuk tinggal di wilayahnya untuk mengambil pekerjaan yang dibayar[3]. Dari sini dapat di
4 irama musim, atas dasar kontrak untuk jangka waktu tertentu atau untuk pekerjaan
tertentu.[4] Semua kebijakan tersebut tentunya harus mengikuti prosedur yang di tetapkan
oleh konvensi mengenai prosedur pengiriman hingga pemulanganya.
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1. Paradigma Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma alamiah (naturalistic paradigma) yang di mana peneliti bertujuan untuk memahami sebuah fakta atau fenomena secara mendalam.
2.2. Pendekatan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskripsi dan eksplanasi. Metode eksplanasi bertujuan untuk menjawab sebab akibat secara jelas dan keseluruhan. Sedangkan deskripsi bertujuan untuk menjelaskan alur kebijakan negara dari tahun ke tahun selama dua dekade terakhir. Sehingga di harapkan penelitian ini dapat di pahami permasalahnya dari hulu hingga hilir oleh siapa saja termasuk pemerintah maupun para peneliti lain yang ada di Indonesia. Lokasi penelitian di lakukan di Yogyakarta, Malang dan Jakarta. Lokasi ini di pilih berdasarkan pertimbangan kebutuhan akan data-data yang akan di gunakan untuk keperluan pengembangan informasi. Selain menggunakan media internet lokasi secara spesifik dalam penelitian ini adalah laboraturium Hubungan Internasional UMY, perpustakaan UMY, perpustakaan UGM, Invest sebagai organisasi masyarakat yang bergerak dalam bidang kepedulian terhadap buruh migran, Kementrian Luar Negeri, BNP2TKI, Kementrian Ketenagakerjaan dan ILO. Sedangkan pada jangkauan waktunya penelitian ini hanya membatasi waktunya sejak satu dekade yang telah di laui yaitu tepatnya pada tahun 2004 hingga Juni 2015. Walaupun penelitian ini hanya di batasi hingga tahun 2004 namun ada beberapa UU yang di pandang perlu yang di ambil dari sebelum tahun 2004.
2.3. Tehnik Pengumpulan Data
5 kemampuan pada bidang atau salah satu bidang yang di pandang penting dalam riset ini.
Pengumpulan data secara tidak langsung akan di lakukan secara library research yaitu
dengan cara mengumpulkan data-data yang relevan dan menyangkut dengan penelitian yang
sedang di lakukan. library research dalam penelitian ini berupa buku-buku, jurnal
penelitian, laporan instansi terkait, berita cetak dan elektronik, webside resmi pemerintah yang bertanggung jawab dan berbagai sumber lain yang dipandang perlu dalam penelitin ini. Berhubung penelitian ini adalah deskripsi dan ekspalanasi maka validitas harus sangat jelas dalam menampilkan permasalahan yang terjadi baik dari hulu hingga ke hilir. Sehingga dalam hal ini peneliti dapat lebih secara objektif menggali lebih jauh tentang strategi perlindungan buruh migran di Indonesia. Pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut;
a. Dokumen
Dokumen-dokumen yang di kumpulkan adalah dokumen yang menyinggung tentang buruh migran baik berupa kebijakan Undang-Undang atau Peraturan Presiden, jurnal penelitian, berita laporan, surat kabar dan semua informasi yang mendukung dan memberikan kontribusi terhadap penelitian ini.
b. Wawancara
Wawancara telah di selesaikan dalam priode bulan Agustus 2015 – 5 Desember 2015.
Wawancara yang di lalukan memilih informan berdasarkan kapasitas khusus yang di miliki personal atau institusi terkait.
Wawancara kepada mantan TKI, wawancara di BNP2TKI, wawancara di Kementrian Ketenagakerjaan, wawancara di Kementrian Luar Negeri, Wawancara di Infest (LSM).
2.4. Analisis Data
Analisa data menggunakan analisa kualitatif untuk memahami permasalahan-pemasalahan yang terjadi.
BAB III PEMBAHASAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN LEMAHNYA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
6 implemantasi perlindungan ini. Faktor-faktor lain seperti kinerja aktor terkait tentunya sangat berpengaruh terhadap perlindungan ini. Sehingga dengan lemahnya perlindungan tersebut maka penulis berpendapat bahwa pertama, Implementasi mengenai UU no.39 tahun 2004 perlu di kaji kembali, kedua, kordinasi antra stakeholder terkait dan ketiga, kebijakan pemerintah Indonesia yang masih berupa perlindungan secara reactive.
A. Infrastruktur Perlindungan TKI di Luar Negeri
Pada Perjalananya Undang-Undang No 39 tahun 2004 belum mampu memberikan
perlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri1. Hal ini dapat dilihat pada beberapa
infrstruktur yang belum berjalan dengan baik yang di antaranya adalah sebagai berikut:
1. KTKLN yang belum berfungsi di Luar Negeri
KTKLN adalah Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri. Kartu ini berfungsi sebagai Identitas TKI sesuai dengan definisi yang telah di terangkan dalam UU No.39 tahun 2004 dalam pasal 1 ayat (11) yang berbunyi “Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri yang selanjutnya disebut dengan KTKLN adalah kartu identitas bagi TKI yang memenuhi persyaratan dan prosedur untuk bekerja di luar negeri”. KTKLN adalah asuransi yang di kelola dan di keluarkan oleh pemerintah Indonesia sehingga setiap buruh migran Indonesia di wajibkan memiliki KTKLN sebagai persyaratan dan prosedur yang sudah di atur oleh Undang-Undang. Kewajiban ini secara langsung di atur dalam Pasal 62 ayat (1) “Setiap TKI yang ditempatkan diluarnegeri, wajib memiliki dokumen KTKLN yang dikeluarkan oleh Pemerintah”. Di perkuat juga oleh Kepmenakertrans No. 14/2010, Bab 18, Pasal 64, Ayat (2): yang berbunyi “Bagi TKI yang telah meyelesaikan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan ingin bekerja lagi diluar negeri wajib memiliki KTKLN sesuai peraturan menteri ini”2
. Sehingga KTKLN adalah dokumen resmi yang wajib di miliki oleh setiap TKI yang bekerja di luar negeri.
Selain itu KTKLN juga berfungsi sebagai kartu identitas TKI selama masa penempatan TKI di negara tujuan atau dengan kata lain kartu tersebut adalah
1
KTKLN bagi TKI dinilai sebagai bukti lemahnya sistem administrasi dan pengelolaan manajemen kependudukan yang dimiliki pemerintah,
lihat: http://nasional.sindonews.com/read/978580/149/ktkln-bukti-lemahnya-administrasi-pemerintah-1426736617, di akses pada 31 Januwari 2016
2
7 salah satu ID yang di miliki oleh setiap buruh migran Indonesia. Cara untuk mendapatkan kartu tersebut sudah tentu berdasarkan aturan yang sudah di atur di dalam undang-undang yang di antaranya adalah; telah memenuhi persyaratan dokumen penempatan TKI di luar negeri, telah mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan dan telah diikutsertakan dalam perlindungan program asuransi. Pada pasal 63 ayat (2) UU no 39 tahun 2004 itu sendiri menyebutkan bahwa ketentuan mengenai bentuk, persyaratan, dan tata cara memperoleh KTKLN
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri3. Sehingga dengan adanya amanah
yang di berikan oleh UU ini maka tata cara pembuatan KTKLN di atur oleh Peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Nomor: PER.04/KA/V2011 yang menjelaskan bahwa calon TKI Perseorangan mengajukan permohonan penerbitan KTKLN kepada BNP2TKI atau BP3TKI setempat dengan melampirkan paspor, visa kerja dan perjanjian
kerja yang telah ditandatangani oleh Pengguna dan TKI4. Namun pada perjalanya
TKI juga harus menyerahkan bukti pembayaran DP3TKI (Dana Pembinaan Penyelenggaraan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia/Dana Perlindungan) dan asuransi TKI (dapat dibayar di BNP2TKI/BP3TKI) atau ke bank. Tanpa memenuhi persyaratan tersebut artinya adalah KTKLN tidak berhak untuk di berikan kepada calon buruh migran yang akan bekerja di luar negeri.
Data-data yang di simpan di dalam KTKLN adalah data diri buruh migran yang berisi paling sedikit mengenai nama, alamat, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, identitas ahliwaris, dokumen perjalanan, dokumen kerja tki, mitrausaha,
PPTKIS, asuransi dan juga rekening bank5. Sehingga KTKLN pada dasarnya
memiliki tujuan dan fungsi yang sangat baik dalam memberikan pelayanan dan perlindunga terhadap TKI di luar negeri.
Namun pada kenyataan yang terjadi di lapanga adalah TKI mengalami banyak kendala dalam pembuatan KTKLN ini. TKI yang ingin pulang bercuti ke kampung halaman pasti sangat menyusahkan para TKI apalagi para TKI yang
3
UU no 39 tahun 2004 4
http://www.bnp2tki.go.id/ di akses pada 20 januwari 2016 5
KTKLN memuat informasi lengkap TKI,
8
rumahnya jauh dari tempat pembuatan KTKLN dan biayanya juga tidak sedikit6.
Sulitnya pebutan KTKLN pada implementasinya menimbulkan keresahan terhadap calon TKI maupun TKI yang sedang melakukan cuti di daerah asalnya. Pembuatan KTKLN tidak tertib dan terdapat berbagai kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di dalamya. Kasus yang sangat sering terjadi dilapangan adalah masa liburan TKI yang di pandang relative singkat di Indonesia dan harus kembali ke negara tempatnya bekerja terpakasa harus menginap di Jakarta untuk mengurus kartu tersebut setelah mendapatkan visa dari pemerintah negara tujuan. Sementara
itu terdapat kejanggalan lain yang terjadi ketika melakukan medical chek-up.
Salah saru kejanggalan tersebut adalah pemeriksaan darah terhadap ratusan orang sudah dapat di ketahui hasilnya hanya beberapa menit setelah pemerikasaan tersebut. Ketidak profesionalan seperti ini tentunya sangat membebani para TKI kita tidak hanya dari sisi waktu melainkan dari sisi keungan untuk mencari penginapan di Ibu kota Jakarta. Jika dari waktu keberangkatan terdapat banyak permasalah di bandara mengenai KTKLN begitu pula sebalinya dengan para TKI kita yang akan pulang ketanah air dengan tidak memiliki kartu tersebut. Ketidak nyamanan tersebut yang di rasakan oleh TKI seperti ancaman-ancaman pidana dan perdata juga memberikan pengaruh yang sangat serius terhadap psikologi TKI yang ingin kembali lagi bekerja di luar negeri.
2. Peran PPTKIS gagal dalam perlindungan TKI di luar negeri
Pelaksana penempatan TKI swasta adalah badan hukum yang telah memperoleh izin tertulis dari Pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan
penempatan TKI di luar negeri.7 Sehingga dalam hal ini PPTKIS secara teknis
adalah badan yang di lindungi secara hukum dalam mengurusi penempatan TKI di luar negeri. Dengan penjelasan ayat 5 pasal satu ini maka secara tidak langsung menunjukan bahwa pemerintah memiliki keterbatasan dan tidak mampu dalam mengurusi, memfasilitasi dan menyelenggaraan pelayanan penempatan terhadap TKI di luar negeri. Pada perjalanya PPTKIS adalah lembaga yang berada paling
6
Takut pulang cuti karena KTKLN, Lihat http://www.kompasiana.com/dewiemariyana/ktkln-kartu-sakti-yang-buat-tki-takut-pulang-cuti_54f3d979745513992b6c81e1
di akses pada 3 Desember 2015 7
9 depan dalam perekrutan dan banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran baik
dari masa penampungan hingga penempatanya8.
Dikuatkan oleh pasal 20 Ayat (1) UU 39 Tahun 2004 dinyatakan bahwa “Untuk mewakili kepentingannya, pelaksana penampatan TKI swasta wajib
mempunyai perwakilan di negara TKI ditempatkan”. Sedangkan Ayat (2) nya
dikatakan bahwa “Perwakilan pelaksana penempatan TKI swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus berbadan hukum yang dibentuk berdasarkan hukum yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan di negara tujuan”.Dengan begitu banyaknya keterlibatan PPTKIS dalam penyelenggaraanya maka peran PPTKIS ini menjadi lebih dominan di banding peran pemerintah
ketika bersinggungan secara langsung dengan TKI9. PPTKIS juga memiliki
tanggung jawab terhadap kondisi kesehatan, pendidikan, penampungan dan hal-hal lainya yang menyangkut kebutuhan TKI. Tanggung jawab ini termasuk perlindungan terhadap TKI yang di kirimnya sesuai dengan amanah UU No.39
tahun 200410. Selain PPTKIS pemeritah juga bekerjasama dengan agensi (mitra
PPTKIS di luar negeri) yang berada di negara penempatan. Sehingga pada proses pendistribusian tenaga kerja PPTKIS mengirimkan daftar anggotanya kepada pihak agensi yang berada di luar negeri. Dengan penyerahan tersebut maka pihak agensi memiliki tanggung jawab lebih terhadap perlindungan TKI yang bekerja pada pihak-pihak yang memiliki ikatan kerjasama pada pihak agensi di negara tujuanya.
Berdasarkan pengertian di atas mengenai tugas dan tanggung jawab PPTKIS yang harus melindungi perlindungan TKI di luar negeri sangatlah tidak masuk logika secara hukum. Hukum tertinggi adalah hukum yang berlaku di Negara penempatan sehingga pemerintah Indonesia secara legal harus tunduk pada hukum yang berlaku di Negara tersebut. Jika pemerintah yang berdaulat saja
8
Surat Edaran Nomor SE. 03 Tahun 2015 Tentang Tugas, Fungsi dan Kewenangan Kantor Cabang Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS)
9
BNP2TKI Mengapresiasi Diluncurkannya Pemantauan PPTKIS,
lihat:http://www.bnp2tki.go.id/read/9689/BNP2TKI-Mengapresiasi-Diluncurkannya-Pemantauan-PPTKIS, di akses pada 20 Januwari 2016
10
10
tidak memiliki standing position di Negara penempatan maka apakah mungkin
PPTKIS memilikinya?.
Pada dasarnya penempatan BMI di luar negeri adalah hubungan yang mengatur antar negara sehingga sudah menjadi hal yang semestinya jika pemerintah secara langsung untuk mengurusi masalah-masalah penempatan tesebut. Jika kembali pada penegasan pasal 1 ayat 5 ketidak mampuan ini di terlihat dengan menunjuk pihak swasta yang sebaigan pada akhirnya menimbulkan banyak masalah. Pasal ini menunjukan bahwa UU ini memiliki idikasi terhadap penyimpangan Undang-Undang Dasar yang berbunyi “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”11
. Pemerintah seharusnya dapat melindungi warganya baik yang berada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri. Pemerintah seharusya dapat melindungi buruh migran yang berada di luar negeri dan tidak mewakilkanya kepada pihak swasta dalam penempatanya maupun perekrutanya.
Kelemahan-kelemahan dari Undang-Undang inilah yang memberikan desakan dari banyak pihak seperti NGO, mantan TKI dan pihak-pihak lain yang merasa di rugikan kepada pihak pemernintah untuk segera meninjau kembali UU no.39 tahun 2004 ini yang di
pandang sudah usang dan menggantinya dengan RUU yang baru12. Telah banyak
lembaga-lambaga non pemerintah yang mengusulkan draf revisi Undang-Undang 39 tahun 2004 seperti migran care, Infest, solidaritas perempuan dan ormas lainya kepada pemerintah untuk
di kaji13. Namun pada implementasinya rancangan ini hanya berhenti sampai pembahasan
tanpa mengelurakan putusan apapun. Sehinggan ampai dengan Desember 2015 UU 39 tahun 2004 ini masih di gunakan dan belum di gantikan. Dari semua penjelasan sub bab ini bahwa implementasi UU 39 tahun 2004 belum bisa melindungi Tenaga Kerja Indonesia yang
Anggota Komisi IX DPR RI, Amelia Anggraini, mendesak pemerintah untuk merevisi Undang-undang tentang ketenagakerjaan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeris,
lihat: http://www.cnnindonesia.com/politik/20160224115013-32-113137/perlindungan-tki-rendah-dpr-desak-pemerintah-revisi-uu/, di akses pada 20 Mei 2016
13
Revisi UU TKI Dinilai Regulasi Bisnis Buruh Migran,
11
B. Tumpang Tindih Kebijakan
Perlindungan terhadap TKI pada dasarnya merupakan tanggung jawab pemerintah secara umum. Namun secara khusus penanganan ini pada awalnya di kelola oleh Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama-sama dengan Kementrian Luar Negeri. Namun pada perjalananya dengan banyaknya berbagai kebutuhan maka pemerintah berdasarkan kebutuhan untuk membantu tugas perlindungan Tenga Kerja Indinesia di luar negeri berdasarkan UU no.39 tahun 2004 sehingga terbentuklah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang di atur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2006. Sehingga terdapat tiga lembaga Negara yang memiliki keterkaitan dan bersinggungan secara langsung terhadap perlindungan TKI di luar negeri yaitu Kemenlu, Kementrian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi dan BNP2TKI. Walaupun pada kenyataanya menurut salah satu staf BNP2TKI yang bertugas pada deputi bidang perlindungan mengatakan bahwa terdapat 13 stakeholder terkait yang mengurusi masalah tenaga kerja luar negeri seperti Kementrian Luar Negeri, Kementrian Hukum dan HAM, Kepolisian dan kemenrian lainya namun yang paling sering bersinggungan adalah BNP2TKI, Kemenlu dan Kementrian Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi14.
Pada sejarahnya tugas mengenai Tenaga Kerja Indonesia di bebankan kepada salah satu biro di Kementrian Ketenagakerjaan dan Transigrasi. Dengan adanya BNP2TKI maka Tugas kementrian Ketenagakerjaan menjadi berkurang dan tugas tersebut beralih sepenuhnya di bawah tanggung jawab kepada Badan Penempatan dan Perlindungan TKI. Pemindahan tanggung jawab ini secara resmi tercantum lebih detail dalam Peraturan Presiden No.81 tahun 2006 pada pasal 48 dan 49 perihal ketentuan peralihan. Kehadiran BNP2TKI dalam hal ini tidak memiliki arti bahwa semua persoalan menyangkut penempatan dan perlindungan TKI dapat di selesaikan tanpa melibatkan aktor-aktor stakeholder lainya. Sehingga selain BNP2TKI terdapat juga stakeholder penting lainya seperti Kementrian Luar Negeri dan Kementrian Ketenagakerjaan juga sangat berperan dalam membantu masalah TKI Tenga Kerja dalam upaya perlindunganya.
14
12
C.Perlindungan hukum Yang Bersifat reactive
Perlindungan hukum terhadap pekerja migran di Indonesia selama ini masih bersifat reactive15. Perlindungan di lakukan apabila terdapat laporan-laporan yang masuk di perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negeri. Dengan demikian kepala perwakilan wajib
menunjuk dan Pengacara dan/atau Penasehat Hukum.16 Perlindungan hukum terhadap TKI di
luar negeri masih bersifat reactive di karenakan sebagai berikut;
1. Perlindungan TKI Bergantung pada Laporan Kasus
Laporan TKI merupakan informasi yang penting untuk meyakinkan kepada pemerintah apakah TKI yang bekerja mendapatkan perlakuan yang layak atau tidaknya. Menurut BNP2TKI selama Januari - September 2014 menerima 2.967 laporan pengaduan
terkait berbagai permasalahan yang dihadapi TKI.17 Laporan-laporan yang masuk di
kelola oleh Crisis Center BNP2TKI baik yang berada di pusat maupun yang berasal di
daerah. Dengan keterbukaan informasi tersebut tentunya memberikan dampak positif bagi pihak pemerintah maupun pihak TKI itu sendiri. Namun yang menjadi persoalan lain adalah jika perlindungan hanya baru di lakukan setelah adanya laporan, maka jika korban tidak memiliki akses terhadap komunikasi dan dunia luar tentunya tidak dapat melaporkan kasus yang sedang di hadapinya. Begitu banyak kasus penyekapan TKI tanpa akses komunikasi dan interaksi dengan dunia luar yang terjadi baik di dalam maupun di luar negeri. Di luar negeri saja terdapat 1.176 kasus komunikasi yang tidak lancar dari
tahun 2010 hingga tahun 2013.18 Sedangkan pada beberapa kasus juga terdapat
penyekapan-penyekapan TKI baik di dalam maupun di luar negeri.19 Hal ini menunjukan
bahwa perlindungan tidak bisa dilakukan di karenakan korban yang berada dalam posisi tersebut tidak tidak bisa melapor.
15
Anisa Santoso, Sociological Analysis on State Policy Behaviour in the Making of Regional Policy on the Protection of Migrant Workers: the Case of Indonesia and the Philippines in ASEAN, University of Nottingham, 2012
16
Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2008 Tentang Pelayanan Warga Pada Perwakilan Republik Indonesia Di Luar Negeri pasal 12 ayat (5)
17
Laporan Pengaduan Tenaga Kerja Indonesia, BNP2TKI, 2014 18
TKI Bermasalah Menurut Jenisnya, Puslitfo BNP2TKI, 2013 19
TKI Selamat dari Penyekapan di Malaysia, lihat:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/07/21/nrtn3r-14-tki-selamat-dari-penyekapan-di-malaysia
13 Semestinya perlindungan tidak hanya di lakukan menunggu kasus tersebut terjadi. Dari gambaran singkat tersebut maka dapat di katakan bahwa sebenarnya pola perlindungan TKI seperti ini merupakan perlindungan hukum yang masih bersifat reactive di mana setiap kasus di selesaikan apabila telah terjadi pelanggaran dan di laporkan atau berdasarkan laporan kasus yang masuk. Perlindungan terhadap TKI di luar negeri seharusnya lebih bersifat aktif dalam melakukan pencegahan-pencegahan terhadap potensi kasus yang akan terjadi.
2. Dominasi Produk Kebijakan Administratif
Dari 31 kebijakan hanya 5 kebiajakan yang menyinggung secara langsung tentang perlindungan itu sendiri. Lima kebijakan tersebut di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri, Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor SE- 04/MEN/IV/2011 tentang Pengetatan Penempatan Dalam Peningkatan Perlindungan TKI di Luar Negeri, Undang-Undang Republik Indonesia No.6 Tahun 2012 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak- Hak Seluruh Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No.22 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri.
Pruduk kebijakan perlindungan TKI lebih didominasi oleh kebijakan yang bersifat
umum20 (bisa di gunakan tidak hanya kepada TKI saja) seperti Undang-Undang Nomor
37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan lain sebagainya. Di samping itu
kebijakan-kebijakan yang ada juga lebih di dominasi oleh urusan administrasi21 seperti Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor : PER.07/MEN/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor KEP- 262/MEN/XI/2010 tentang Penunjukan Pejabat Penerbit Ijin Penempatan
20
Anita Kristiana, Standarisasi Kompetensi Sebagai Upaya Perlindungan TKI, Universitas Trunojoyo Madura, 2008 21
14 TKI di Luar Negeri untuk Kepentingan Perusahaan Sendiri dan lain sebagainya. Dan yang terakhir adalah kebijakan yang pernah di keluarkan pemerintah lebih di dominasi oleh peraturan tentang aturan dan tata cara seperti Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia Dari Negara Penempatan Secara Mandiri ke Daerah Asal. Dalam hal ini tidak ada pemasalahan produk kebijakan mengenai administrasi hingga kebijakan perijinan yang menyangkut TKI. Yang menjadi masukan adalah jumlah kebijakan yang menyinggung tentang perlindungan TKI di luar negeri secara langsung tersebut tidak sebanding dengan produk kebijakan yang membahas tentang administrasi dan lain-lain. Semestinya adalah kuantitas menyangkut kebijakan perlindungan lebih proporsional dari banyaknya kebijakan yang pernah di keluarkan oleh pemerintah.
3. ICRMW belum mampu melindungi.
Pada dasarnya kebijakan ini bersifat proactive dalam melindungi TKI di luar
negeri. Namun pada kenyataanya sangat sulit untuk diimplementasikan di negara-negara
yang memiliki rapot merah terhadap kasus kekerasan TKI. UN Convention on the
Protection of the Rights of All Migrant Workers and Member of Their Families Desember 1990 (ICRMW) di sahkan untuk di gunakan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.6 Tahun 2012. Konvensi ini memiliki tujuan untuk melindungi
hak-hak pekerja migran seperti hak memperoleh informasi22, hak memperoleh asuransi
perjalanan, hak atas reuni keluarga, hak atas menyewa properti, hak atas mendapatkan
pendidikan kepada keluarganya, hak atas pembukaan rekening untuk keperluan tranfer
dan savings, hak atas keamanan sosial, hak atas memperoleh fasilitas kesehatan, hak atas perlindungan yang sama dalam bekerja seperti pekerja domestik dan hak atas asuransi hidup.
Konvensi ini pada dasarnya memiliki kesamaan dengan “Konvensi Eropa pada
Legal Status Pekerja Buruh Migran” yang di tandatangani di Strasbourg, tahun 1977 dalam melindungi pekerja migran. Namun UN konvensi ini memiliki cakupan yang lebih
22
The Universal Declaration of Human Rights, the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, the International Covenant on Civil and Political Rights, the International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination, the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women and the Convention on the Rights of the Child,and etc.
15
luas tidak hanya di Eropa saja melainkan di banyak negara-negara member PBB lainya23.
Konvensi ini juga lebih di dominasi oleh negara-negara di latin Amerika dan Afrika
Utara24. Walaupun kedua konvensi ini memiliki kesamaan namun tidak selalu sama
dalam implementasinya. European convention pada dasarnya hanya berlaku di negara-nega yang tergabung dalam Uni Eropa sedangkan UN convention memiliki potensi berlaku di seluruh anggota UN jika masing-masing negara mau ratifikasinya. Yang di sayangkan adalah belum semua negara mau meratifikasi UN convention on migran protection ini. Perbedaan yang kedua adalah dalam EU convention negara
memperlakukan buruh migran layaknya warganegaranya sendiri25 namun di dalam UN
convention buruh migran memang memiliki perhatian dari negara namun tidak tertulis secara detail bahwa buruh migran diberi wewenang yang sama layaknya penduduk warganegara.
Seperti yang telah di terangkan sebelumnya bahwa Konvensi ini pada dasarnya memiliki konten yang tidak jauh berbeda dengan “Konvensi Eropa pada Legal Status Pekerja Buruh Migran” Dalam melindungi hak-hak buruh migran. Namun konvensi ini belum bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya karena belum banyak mendapatkan ratifikasi dari Negara-negara maju dan Negara penerima tenaga migran. Konvensi internasional tentang perlindungan hak semua buruh migran dan anggota keluarganya pada umumnya lebih di minati oleh Negara-negara berkembang dan pengirim buruh
migran26. Sementara pada pada Negara-negara penerima buruh migran konvensi ini di
anggap sangat merugikan dan memberatkan kepentingan negaranya terutama Negara-negara di Timur Tengah yang menganut budaya kafalah. Namun jika kovensi ini mau di ratifikasi oleh semua anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa maka perlindungan perlindungan terhadap buruh migran akan menjadi lebih baik. Hal ini di dasarkan karena terjadi kesepahaman bersama di bawah payung hukum yang sama dalam konvensi
How many states have ratified human rights treaties?
Lihat:http://www.institut-fuer-menschenrechte.de/en/topics/development/frquently-asked-questions/ di akses pada 21 Juli 2016
25
Georgia Papagianni, Immigration And Asylum Law and Policy In Europe, Boston, 2006 26
16 tersebut yang harus di patuhi oleh Negara pengirim maupun Negara penerima buruh migran. Sehingga dengan kesamaan itu maka tidak terjadi perbedaan antara hukum yang di anut oleh Negara penerima dan hukum yang di anut oleh Negara pengirim buruh migran.
BAB IV KESIMPULAN
Lemahnya perlindungan buruh migran ini dikarenakan tiga faktor utama yaitu faktor infrastruktur perlindungan TKI di luar negeri yang lemah, terjadi tumpang tindih kebijakan antar
stakeholder terkait dan kebijakan perlindungan hukum yang masih bersifat reactive. Pada faktor
pertama dalam kesimpulan ini menunjukan bahwa KTKLN sebagai infrastruktur terhadap kebutuhan TKI tidak dapat berfungsi di luar negeri dan peran PPTKIS yang gagal dalam memberikan perlindungan. Pada faktor kedua dalam kesimpulan ini adalah tumpang tindih kebijakan antar stakeholder terkait. Yang di maksud dengan stakeholder terkait adalah BNP2TKI, Kementrian Luar Negeri dan Kementrian Ketenagakerjaan. Faktor ini di perkuat dengan argumen bahwa terdapat beberapa aturan hukum yang tumpang tindih. Argumen kedua yang memperkuat faktor kedua ini adalah aturan hukum yang menyangkut tugas dan tanggung jawab yang masih belum profesional. Sedangkan pada faktor ketiga mengapa perlindungan buruh migran itu di katakan lemah karena faktor kebijakan perlindungan hukum yang masih bersifat reactive. Pemerintah selama ini hanya menyelesaikan masalah-masalah yang sudah terjadi namun belum secara total menyelesaikan titik permasalahan di awal sebelum permalalahan itu terjadi.
DAFTAR PUSTAKA Buku dan Jurnal
Ariani, A., & Syakti, L. A. (2013). Sistem Pendukung Keputusan Kelayakan TKI Ke Luar
Negeri Menggunakan FMADM. Jurnal Sistem Informasi, 337-343.
Ashish K. Vaidya. (2006). Globalization: Encyclopedia of Trade, Labor, and Politics.
California: ABC-CLIO.
Asmoro, C. W., & Adityo, A. (2011). Peningkatan Kapasitas Serikat/Organisasi Buruh Migran
Indonesia dan Penguatan Strategi Advokasi. Workshop Buruh Migran Regional (pp. 1-39).
Cimanggis: Institute For National and Democratic Studies (INDIES) Indonesia.
17
BPS. (2010). Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Council of Europe. (1977). European Convention on The Legal Status of Migrant Workers.
Strasbourg: European council.
Farbenblum, B., Taylor-Nicholson, E., & Paoletti, S. (2013). Akses Buruh Migran Terhadap
Keadilan di Negara Asal : Studi Kasus Indonesia. New York: Open Society Foundations.
Fihartoma, D. (2004). Kebijakan Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia Pada Masa
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Jakarta: Universitas Indonesia.
Frihartomo, D. (2004). Perlindungan Hukum Buruh Migran Indonesia. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Guiild, E. (1999). The European Convention on The Legal Status of Migrant Workers : An
Analysis of its Scope and Benefits. Belanda: University of Nijmegen.
Guiild, E. (1999). The European Convention on The Legal Status of Migrant Workers : An
Analysis of its Scope and Benefits. Nijmegen: University of Nijmegen.
Guild, E., & Niessen, J. (2006). Immigration and Asylum Law And Policy in Europe. Boston:
The Netherlands.
Hidayati, N. (2013). Perlindungan Hukum terhadap Buruh Migran Indonesia (BMI). Pengembangan Humaniora, 207-212.
Husna, F. K. (2013). Kajian Kebijakan Pemerintah Dalam Penempatan Dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Husna, F. K. (2014). Kajian Kebijakan Pemerintah Dalam Penempatan Dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
IOM. (2010). Labour Migration from Indonesia. Jakarta: International Organization for
Migration.
Karya, S. (2011). Negara dan Buruh Migran Perempuan. Jakarta: FISISPUI.
Kementerian Kebijakan Nasional BEM KM IPB. (2011). Tenaga Kerja Indonesia, Pahlawan
Devisa Tanpa Perlindungan. Institut Pertanian Bogor, 1-15.
Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. (2011, Januari 15). Diplomasi. Media Komunikasi
dan Interaksi, pp. 1-24.
Komnas Perempuan. (2003). Buruh Migran Pekerja Rumah Tangga Indonesia. Komisi Nasional
Anti Kekerasan Perempuan.
Lemhannas RI. (2013). “Grand Design Pelaksanaan TKI Ke Luar Negeri guna Menjaga Harkat dan Martabat Bangsa dalam Rangka Ketahanan Nasional”. Jurnal Kajian Lemhannas RI, 65-75.
Maladi, S. (2004). Globalisasi dan Implikasinya Bagi Perlindungan Hukum Pekerja Migran.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Maladi, S. (2004). Globalisasi Ekonomi dan Implikasinya bagi Perlindungan Hukum Pekerja
Migran Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Morales, L., & Giugni, M. (2011). Social Capital, Political Participation and Migration in
Europe Making Multicultural Democracy Work? New York: PALGRAVE MACMILLAN.
Rofiah, N., & Nadjib, A. (2010). Mari Kenali Hak-Hak Buruh Migran Indonesia Perspektif
Islam dan Perempuan. Jakarta: PP Fatayat NU.
Sabhana, A. (2004). Kebijakan Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia Pada Masa
18 Sefriani. (2013). Perlindungan HAM buruh Migran Tak Berdokumen Berdasarkan Hukum dan
Hukum HAM Internasional. Jurnal Dinamika Hukum, 246-256.
Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2015, Mei 27). Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Retrieved from www.setneg.go.id: http://www.setneg.go.id
Soerjosoeminar, E. R. (2011). Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia Dalam
Perspektif UU RI No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Semarang: UNDIP.
Subhan, H. (2012). Perlindungan Tki Pada Masa Pra Penempatan, Selama Penempatan Dan
Purna Penempatan. Jakarta: Kementrian Hukum dan Ham.
Sudjatmiko, B. (2010). Kasus TKI Bermasalah Harus Dituntaskan. Jakarta: Suara Karya.
Tati Krisnawaty; Rusdi Tagaroa. (2003). Kerentanan dan Inisiatif-Inisiatif Baru Untuk
Perlindungan Hak Asasi TKW-PRT. KUALA LUMPUR: Komnas Perempuan (Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Solidaritas Perempuan/CARAM.
TIMedia (Director). (2014). KTLN Tidak Berguna [Motion Picture].
Wahyu, F. (2011). Kondisi Buruh Migran Indonesia di Macau. Workshop Buruh Migran
Regional (pp. 24-39). Cimanggis: Institute For National and Democratic Studies (INDIES).
World Bank. (2014). World Development Indicators database. New York: World Bank.
Website
Pemulangan TKI tidak berdokumen lengkap oleh pemerintah Malaysia
http://www.jpnn.com/read/2016/02/05/354884/Dokumen-tak-Lengkap,-Ratusan-TKI-Dipulangkan-Dari-Malaysia, di akses pada 11 November 2015
Inspeksi mendadak oleh Mentri Tenaga kerja ke penampungan TKI.
http://www.fiskal.co.id/berita/fiskal-2/3722/dobrak-pagar,-menaker-bongkar-penampungan-tki-tak-layak#.VzKXR9J97IU, di akses pada 11 November 2015
Komentar Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada tanggal 30 November 2014. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/30/180509726/Jokowi.KTKLN.Dihapus di ambil pada 11 Desember 2015
Publikasi BNP2TKI.
http://www.bnp2tki.go.id/yandu/indeks di ambil pada 10 Oktober 2015 Korban kejahatan seksual menurut BNP2TKI.
http://www.bnp2tki.go.id/hasil_penelitian/indeks di ambil pada 10 Oktober 2015
Kecelakaan dalam bekerja. Lihat
http://www.merdeka.com/peristiwa/kecelakaan-kerja-tki-asal-sragen-meninggal-di-korsel.html di ambil pada 12 maret 2016 Definisi deportasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.
http://kbbi.web.id/deportasi di akses pada 10 April 2016 Deportasi yang di lakukan oleh pemerintah Malaysia.
http://www.suara.com/news/2016/04/09/081630/sepanjang-2016-1489-tki-bermasalah-di-malaysiadideportasi di ambil pada 10 april 2016
Definisi repatriasi meurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. http://kbbi.web.id/repatriasi di akses pada 10 april 2016
19 http://www.bnp2tki.go.id/read/10672/BNP2TKI-Kawal-Pemulangan-TKI-dari-Suriah-ke-Kampung Halamannya, di akses 12 Februari 2016
Terminal Khusus TKI di Bandara Picu Pemerasan
http://www.voaindonesia.com/content/terminal-khusus-tki-di-bandara-picu-pemerasan-/2410036.html diambil pada 15 Maret 2016
Lemahnya perlindungan di Indonesia,
https://nasional.tempo.co/read/news/2012/04/28/173400357/pemerintah-akui-perlindungan-tki-masih-lemah di akses pada 5 Juni 2016
Perlindungan yang TKI masih lemah
http://www.antaranews.com/berita/499908/legislator-nilai-perlindungan-tki-masih-lemah di akses pada tanggal 11 November 2015
KTKLN bagi TKI dinilai sebagai bukti lemahnya sistem administrasi dan pengelolaan manajemen kependudukan yang dimiliki pemerintah,
http://nasional.sindonews.com/read/978580/149/ktkln-bukti-lemahnya-administrasi-pemerintah-1426736617, di akses pada 31 Januwari 2016
KTKLN memuat informasi lengkap TKI,
http://www.tribunnews.com/nasional/2011/11/26/tki-wajib-memiliki-ktkln, di akses pada 20 Januwari 2016
Takut pulang cuti karena KTKLN,
http://www.kompasiana.com/dewiemariyana/ktkln-kartu-sakti-yang-buat-tki-takut-pulang-cuti_54f3d979745513992b6c81e1 di akses pada 3 Desember 2015
Pemerintah Ganti Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri dengan Sidik Jari Biometrik, http://nasional.kompas.com/read/2015/02/12/20235081/Pemerintah.Ganti.Kartu.Tenaga.Ke rja.Luar.Negeri.dengan.Sidik.Jari.Biometrik, di akses pada 20 Januwari 2016
Jokowi: KTKLN Dihapus!
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/11/30/180509726/Jokowi.KTKLN.Dihapus. Di akses pada 20 Januwari 2016
BNP2TKI Mengapresiasi Diluncurkannya Pemantauan PPTKIS,
http://www.bnp2tki.go.id/read/9689/BNP2TKI-Mengapresiasi-Diluncurkannya-Pemantauan-PPTKIS, di akses pada 20 Januwari 2016
Anggota Komisi IX DPR RI, Amelia Anggraini, mendesak pemerintah untuk merevisi Undang-undang tentang ketenagakerjaan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeris, http://www.cnnindonesia.com/politik/20160224115013-32-113137/perlindungan-tki-rendah-dpr-desak-pemerintah-revisi-uu/, di akses pada 20 Mei 2016
Laporan berita Viva, TKI Bermasalah Selalu Diabaikan,
http://www.viva.co.id/ramadan2016/read/289251-laporan-tki-bermasalah-selalu-diabaikan diakses pada 28 Juni 2016
Tugas Crisis Center BNP2TKI
http://halotki.bnp2tki.go.id di akses pada 2 Juli 2016 Sosialisasi Prosedur pengaduan pada Call Center BNP2TKI,
http://www.bnp2tki.go.id/read/9530/Deputi-Perlindungan-BNP2TKI-:-Pengaduan-Kasus-TKI-Dilayani-dengan-Hati di akses pada 21 Juli 2016
TKI Selamat dari Penyekapan di Malaysia
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/07/21/nrtn3r-14-tki-selamat-dari-penyekapan-di-malaysia di akses pada 21 juli 2016
20 http://www.cnnindonesia.com/politik/20160224115013-32-113137/perlindungan-tki-rendah-dpr-desak-pemerintah-revisi-uu/ di akses pada 30 Juni 2016
Menteri Yohana Ungkap 7 Kelemahan UU TKI,
http://www.beritasatu.com/nasional/287806-menteri-yohana-ungkap-7-kelemahan-uu-tki.html di akses pada 30 Juni 2016
How many states have ratified human rights treaties?
http://www.institut-fuer-menschenrechte.de/en/topics/development/frquently-asked-questions/ di akses pada 21 Juli 2016
Ratifications of International Instruments On Migration/Migrants Rights, www.ilo.org/ilolex di akses pada 21 Juli 2016.
Indonesia dinilai belum optimal mengimplementasikan Konvensi ILO Tahun 1990 tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Keluarganya yang sudah diratifikasi lewat UU No 6 Tahun 2012.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50d05a04c2ffc/perlindungan-tki-tak-cukup-dengan-ratifikasi-konvensi di akses pada 21 Juli 2016
Definisi Kafalah,
http://www.arti-definisi.com/Kafalah di akses pada 21 Juli 2016 Sistem Kafalah, Salah Satu Hambatan Perlindungan TKI di Saudi
TESIS
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA
DI LUAR NEGERI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar S-2 Pada
Program Studi Magister Ilmu Hubungan Internasional Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh:
Satryo Pringgo Sejati
20141060029
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUBUNGAN
INTERNASIONAL PASCA SARJANA UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
iv SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ataupun di Perguruan Tinggi lain. Dalam Tesis saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Yogyakarta, 29 Desember 2015
viii DAFTAR ISI
COVER ...i HALAMAN PENGESAHAN……… ... ..iii
PERNYATAAN KEASLIAN………...iv
KATA PENGANTAR………...vi
DAFTAR ISI………...viii DAFTAR TABEL………...xi DAFTAR GAMBAR………....………. xii BAB I ... 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 4 1.4. Kontribusi Penelitian ... 4 1.5. Studi Pustaka ... 5 1.6. Kerangka Teori ... 10 1.7. Hipotesa ... 13 1.8. Metodologi Penelitian ... 13 1.9. Sistematika Penulisan ... 19 BAB II ... 21 HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KERJA INDONESIA ... 21 A. Hak dan Kewajiban TKI menurut UU yang berlaku di Indonesia ... 21 1. Hak TKI menurut UU no.39 tahun 2004 ... 21 2. Kewajiban TKI menurut UU no.39 tahun 2004 ... 26 B. Committee on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and
Members of Their Families ... 28
BAB III ... 37 DINAMIKA PROBLEM PERLDINUNGAN TKI DI LUAR NEGERI ... 37 A. Masalah-Masalah Pada Tahap Pra Penempatan dan Kebijakanya ... 42
ix 1. Pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang di janjikan ... 59 2. Masalah mengenai PHK sepihak ... 62 3. Penganiayaan Oleh Majikan ... 66 4. Gaji yang tidak sesuai dan tidak terbayarkan ... 69 5. Pelecehan Seksual dan di krimanilasikan ... 72 6. Sakit akibat bekerja ... 75 7. Kecelakaan kerja ... 78 C. Masalah-Masalah Pada Tahapan Purna Penempatan dan…………
Kebijakanya………...…….80
1. Pulang dalam keadaan tidak sehat dan meninggal dunia ... 80 2. Repatriasi dan deportsi ... 83 3. Pemerasan di bandara kedatangan ... 84 BAB IV ... 87 FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN LEMAHNYA
x DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Literatur Review... 6
Tabel 2.1. Tabel Kebijakan tahun 2004-Juni 2015... 29
Tabel 3.1. Penempatan TKI Tahun 2010-2013... 37
Tabel 3.2. Kebijakan Mengenai Perlindungan TKI ... 38
Tabel 3.3. TKI Bermasalah Menurut Jenisnya... 42
Tabel 3.4. Penempatan TKI menurut Pendidikan... 47
Tabel 4.1. Tugas Pokok BNP2TKI, Kemenlu dan Menaker Menyangkut
Perlindungan TKI……… 101
Tabel 4.2. Tumpang Tindih Kebijakan antara BNP2TKI dan Menaker….. 105
xi DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Penempatan TKI menurut Pendidikan... 47
xii DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
BMI : Buruh Migran Indonesia
BNP2TKI : Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga kerja Indonesia
ICRMW :UN Convention on the Protection of the Rights of All Migrant
Workers and Member of Their Families
ILO : International Labor Organization
IOM : International Organization Migrant
Kemenlu : Kementrian Luar Negeri
KTKLN : Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri
NGO : Non Goverment Organization
Permen : Peraturan Mentri
PPTKIS : Pelaksana Penempatan TKI Swasta
PP : Peraturan Presiden
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
TKI : Tenaga Kerja Indonesia
UU : Undang-Undang
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Kebijakan adalah peraturan yang di keluarkan oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah pemerintah Indonesia untuk mengatur urusan-urusan yang ada di dalam negara maupun urusan-urusan yang bersifat kerjasama dengan negara-negara lain. Kebijakan pada dasarnya berisi tentang konsep-konsep yang berisikan asas-asas yang di jadikan pedoman dan dasar sebuah rencana terhadap suatu tindakan bagi yang di aturnya. Sedangkan perlindungan adalah upaya-upaya yang di lakukan untuk mengawasi dan menjaga sebuah objek tertentu terhadap gangguan-gangguan yang memungkinkan ada. Sehingga Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja1. Hal ini di perkuat
oleh Undang-Undang perlindungan TKI dalm Bab IV pasal 77 ayat (1) menyebutukan bahwa “Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”2 Di lanjutkan
dengan ayat (2) yang berbunyi “Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan.”3
Sehingga kebijakan perlindungan buruh migran pada dasarnya di bagi menjadi tiga wilayah yaitu; Pertama, perlindungan terhadap buruh migran sebelum keberangkatan yang dalam hal ini mulai perekrutan, pembekalan, karantina, dan segala persiapan keberangkatan lainya. Kedua, Perlindungan yang di lakukan oleh negara pada masa penempatan yang dalam hal ini adalah mengawasi buruh migran yang sedang bekerja di luar negeri dalam keseharianya, memberikan perlindungan hukum bila di perlukan sewaktu-waktu dan membantu segala administrasi yang di butuhkan di negara tempat mereka bekerja. Dan yang terakhir adalah purna penempatan artinya adalah membantu
1
Definisi Perlindungan TKI menurut UU No.39 Tahun 2004 pasal 1 ayat (4) 2
Hak TKI menurut UU No.39 Tahun 2004 pasal 77 ayat (1) 3
2 mengatasi berbagai macam urusan yang di butuhkan pasca perpulangan hingga tiba di tempat asal mereka tinggal.
Dengan adanya tiga wilayah ini perlindungan yang di berikan oleh pemerintah memberikan dampak yang positif terhadap buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri.Sedangkan buruh migran Indonesia sendiri yang dalam bahasa Indonesia di sebut dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah orang-orang atau penduduk yang memiliki kewarganegaraan Indonesia yang bekerja di luar wilayah negara Indonesia. Selanjutnya menurut undang-undang TKI menyebutkan dalam pasal 1 ayat (1) bahwa “Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.”4
Sehingga aktifitas yang di lakukan adalah aktifitas-aktifitas produktif yang bertujuan untuk mendapatkan hasil dari perkerjaanya dan bukan merupakan pekerja paksa dan tanpa memperoleh apapun dari aktifitasnya. Sikap ini sudah sangat jelas seperti yang di jelaskan pada ayat berikutnya yaitu “Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan”5
. Jika merujuk pada pasa tersebut dapat di lihat kerancuan-kerancuan yang terjadi di lapangan bahwa banyak terdapat kasus-kasus mengenai penempatan TKI yang tidak sesuai dengan yang di janjikan sebelum keberangkatan. Terdapat pula kasus-kasus penempatan TKI yang tidak sesuai minat, bakat dan kemampuan yang pada akhirnya berujung pada hal-hal negatif seperti pelanggaran, kekerasan dan berbagai macam kasus lainya.
Sebenarnya telah banyak upaya-upaya yang di lakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mengurangi jumlah kekerasan dan segala pelanggaran-pelanggaran yang menimpa buruh migran. Kebijakan itu muncul pada beberapa kebijakan pemerintah yang tertulis dalam UU, PP, dan peraturan-peraturan mentri
4 Ibid 5
3 lainya. Selain UU No.39 tahun 2004 yang kita kenal sebenarnya ada banyak kebijakan yang muncul setelahnya seperti Instruksi Presiden No.6 tahun 2006. Instruksi ini berisi “Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia”.6
Kebijakan lain yang pernah di keluarkan oleh pemerintah Indonesia adalah Peraturan Presiden No.81 tahun 2006 tentang BNP2TKI, kebijakan mengenai Pelaksanaan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri yang di atur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.14/Men/X/2010, kebijakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.14/Men/X/2010 yang kemudian kemudian di susul oleh Undang-Undang pengesahan internasional konvensi tahun 2012 dan kebijakan Peraturan Presiden No.3 tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Kebijakan-kebijakan tersebut tentunya sangat berperan penting dalam memberikan kontribusi terhadap perlindungan buruh migran di Indonesia yang lebih baik lagi. Namun semua kebijakan-kebijakan tersebut terntunya belum maksimal dalam memberikan perlindunganya terhadap buruh migran kita. Sehingga banyak masyarakat yang berpendapat bahwa perlindungan kepada Tenaga Kerja Indonesia diluar negeri masih lemah. Diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang pernah di kemukaan oleh Dr.Hadi Subhan, S.H. ,M.H dalam tulisanya menyatakan bahwa kebijakan pemerintah yaitu UU yang mengatur tentang perlindungan penempatan TKI terdapat banyak kelemahan-kelemahan yang dapat menyebabkan kontraproduktif bagi calon TKI yang akan bekerja di luar negeri maupun bagi pelaksana
penempatan TKI swsata7. Pernyataan ini juga didukung oleh data-data kasus dan
kejadian tentang hilangya hak-hak TKI yang diperoleh dari BNP2TKI, kementrian terkait serta organisasi-organisasi yang mengurusi tentang perlindungan buruh migran.
6
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
7
4 Walaupun telah banyak kebijakan yang dikeluarkan oleh pemeritah Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia namun pada implementasinya perlindugan yang di buat belum mapu untuk melindungi Tenaga Kerja Indonesia baik pada masa pra penempatan, penempatan dan purna penempatanya. Masih banyak terdapat kasus-kasus yang hilangnya hak-hak TKI baik yang sudah bekerja di luar negeri maupun yang akan berangkat bekerja di luar negeri.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini mengambil research question
“Mengapa perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri masih lemah?”
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan riset ini adalah:
a. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan perlindungan buruh migran
yang sudah ada sebelumnya.
b. Untuk mengetahui dan menjelaskan oportunity yang lebih baik
terhadap perlindungan buruh migran Indonesia
c. Untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan yang di pandang kurang
dalam menyikapi permasalahan buruh migran Indonesia.
d. Menguatkan posisi buruh migran Indonesia dalam perlindungan
hukum baik pra pempatan, penempatan dan purna penempatan
1.4.Kontribusi Penelitian
Adapun kontribusi dari penelitian ini adalah:
a. Sebagai salah satu dasar dari pengambilan keputusan oleh pemerintah
pusat dan instansi terkait.
b. Sebagai salah satu bahan pertimbangan dan masukan kepada
5
c. Memberikan influence terhadap peneliti-peneliti lainnya untuk
melakukan riset-riset lain mengenai buruh migran mengingat masih minimnya penelitian yang khusus membahas tentang kebijakan buruh migran Indonesia. Sehinnga dengan banyaknya riset di harapkan dapat membantu memajukan buruh migran Indonesia
1.5.Studi Pustaka
Pemasalahan mengenai buruh migran tidak hanya menjadi persoalan banyak para buruh migran melainkan melibatkan banyak pihak seperti masyarakat luas pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Kebijakan-kebijakan yang di ambil oleh pemerintah pada dasarnya bertujuan baik untuk membenahi dan mengatasi permasalahan yang berkaitan tentang perlindungan buruh migran itu sendiri. Namun memang pada kenyataanya permasalahan tersebut sangat kompleks dan belum dapat terselesaikan hingga sekarang. Kebijakan-kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah adakalanya mengalami berbagai macam persoalan-persoalan serius yang masih tidak dapat secara langsung di selesaikan di lapangan. Semantara perlindungan terhadap buruh migran sudah barang tentu kebutuhan vital bagi seluruh masyarakat Indonesia yang bekerja pada sektor tersebut. Sehingga pembenahan sistem tersebut sangat wajib di lakukan oleh pihak terkait agar dapat memberikan dampak yang positif tidak hanya kepada para pekerja migran kita melainkan memberi dampak yang lebih luas kepada kepentingan nasional pada umumnya. Sebenarnya pada penelitian yang mengangkat mengenai tema perlindungan buruh migran di Indonesia ini telah banyak telah ada dan memiliki fokus yang berbeda-beda. Maka dalam penelitian ini penulis lebih fokus kepada strategi yang ideal untuk di ambil oleh pemerintah dengan mengambil masukan-masukan dari berbagai penelitian yang ada sebelumnya.
6
membahas mengenai pelindungan buruh migran. Namun perbedaan yang ada di
7
yang di tulis oleh Dr.Hadi Subhan mebahas tentang “Perlindungan Tki Pada Masa
Pra Penempatan, Selama Penempatan Dan Purna Penempatan”. Pada penelitian
yang di publikasikan oleh Kementrian Hukum dan Ham ini Dr.Hadi Subhan memaparkan tentang implementasi kebijakan perlindungan TKI di Indonesia, terutama mengkaji tentang UU no 39 tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan TKI di luar negeri. Dalam penelitian ini Dr.Hadi Subhan menemukan
bahwa perlindunga TKI di Indonesia masih lemah. Pada literature ke dua Faizah
Khotimatul Husna membahas tentang “kajian kebijakan pemerintah dalam
penempatan dan perlindungan tenaga kerja indonesia”. Dalam tesis yang di publikasikan di Universitas Gadjah Mada tahun 2013 ini Saudari Faizah memaparkan bahwa kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan TKI sudah cukup banyak jumlahnya. Akan tetapi masih ditemui banyak permasalahan berkaitan dengan penempatan dan perlindungan TKI. Berdasarkan hasil penelitian, dari masalah-masalah yang dikaji, ditemukan bahwa masih ada permasalahan yang timbul diakibatkan oleh kurang cukupnya peraturan yang ada. Misalnya, tidak adanya regulasi tentang sosialisasi penempatan TKI kepada masyarakat umum. Tidak adanya regulasi tersebut memicu banyaknya masyarakat yang memilih jalur illegal untuk bekerja di luar negeri. Selain itu peraturan tentang komponen dan besaran biaya penempatan TKI belum banyak dibuat. Terutama untuk negara-negara tujuan utama tenaga kerja Indonesia, seperti Malaysia dan Arab Saudi. Sehingga dengan tidak adanya regulasi tersebut banyak dimanfaatkan oleh perusahaan pelaksana penempatan TKI untuk mengeruk keuntungan dengan cara memotong gaji TKI secara berlebihan. Di samping itu saudari Faizah juga menceritakan tentang pungutan-pungutan liar yang berasal dari KTKLN dan berbagai persoalan lainya.
Pada Literatur ke tiga adalah analisa yang di lakukan oleh Elispeth Guiild pada tahun 1999 di University of Nijmegen Belanda. Elispeth membahas
mengenai The European Convention on The Legal Status of Migrant Workers : An
8 mengalami peningkatan member sejak di awal pembentukanya di tahun 1977 karena memberikan proteksi pekerja migran yang lebih baik kepada negara-negara yang menandatangani.
Pada literatur review yang ke empat adalah penelitian yang di lakukan oleh Ana Sabhana Azmy pada Thesisnya di Universitas Indonesia. Saudari Ana membahas mengenai “kebijakan perlindungan buruh migran perempuan indonesia pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono”. Penelitian ini secara umum membahas mengenai buruh migran Indonesia sebagai objeknya namun secara khusus tulisan ini lebih menekankan kepada buruh migran perempuan yang merupakan mayoritas dari buruh migran Indonesia. Tesis yang di tulis oleh saudari Ana di publikasikan pada 2011 sehingga kebijakan pemerintah (Susilo Bambang Yudhoyono) pada saat itu yang di teliti memiliki batasan dari tahun 2004 sampaidengan tahun 2010. Saudari Ana menyampaikan bahwa pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono termasuk masa pemerintahan yang aktif mengeluarkan kebijakan-kebijakan mengenai perlindungan-perlindungan terhadap buruh migran Indonesia. Kualitas perlindungan yang di keluarkan juga berpihak terhadap buruh migran Indonesia. Namun kendaki demikian beberapa di antara kebijakan-kebijakan tersebut menunjukan bahwa kualitas kebijakan perlindungan buruh migran Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan buruh migran sejak tahap prapenempatan hingga purna penempatan secara keseluruhan.
Pada literatur review yang ke lima yaitu “perlindungan hukum buruh
9
Sedangkan pada literatur review yang terakhir berjudul “globalisasi
ekonomi dan implikasinya bagi perlindungan hukum pekerja migran indonesia” yang di tulis oleh sauari Sylvia Maladi pada tesisnya tahun 2004 di Universitas Indonesia lebih keranah ekonomi sebagai subjek utamanya. Penelitian ini secara umum menyampaikan bahwa perlindungan buruh migran itu juga dapat di pengaruhi oleh globalisasi ekonomi. Globalisasi dan liberalisasi telah mencakupi semua sektor kebutuhan manusia mengakibatkan adanya migrasi tenaga kerja secara besar-besaran. Peningkatan migrasi itu jelas di latarbelakangi oleh tujuan untuk mencari kebutuhan hidup yang lebih baik. Adanya globalisasi ekonomi memungkinkan semakin tumbuhnya migrasi pekerja antar negara dalam skala global sehingga sudah semestinya peningkatan terhadap jumlah buruh migran yang begitu besar pada era globalisasi pasar harus di imbangi dengan perlindungan buruh migran yang lebih baik.
10 1.6.Kerangka Teori
Untuk membahas permasalahan buruh migran ini penulis menggunakan model perlindungan buruh migran di Eropa. Di mana perlindungan buruh migtan tersebut diatur dalam Konvensi Eropa pada legal status pekerja buruh migran di Strasbourg, tahun 1977. Konvensi ini berisi tentang definisi buruh migran, sistem perekrutan, tes kesehatan, perjalanan, ijin tinggal, ijin kerja hingga keamanan
secara sosial. Walaupun pada tahun 1977 European Union belum terbentuk
namun negara-negara di Eropa menjadikan issue ini sebagai issue yang cukup penting untuk menunjang kesejahteraan masyarakatnya dan pembangunan pasca Perang Dunia ke-dua.
Sesuai dengan definisi pasal satu ayat satu dalam konvemsi ini menerangkan bahwa istilah "buruh migran" berarti seseorang dari Pihak yang telah disahkan oleh Pihak lain untuk tinggal di wilayahnya untuk mengambil
pekerjaan yang dibayar8. Dari sini dapat di lihat secara umum bahwa terdapatnya
kesepemahaman antara negara pengirim dan negara yang di kirim untuk memperlakukan buruh migran tersebut dengan perlakuan yang sama dengan penduduk setempat dengan warga negara setempat. Namun perbedaan pada keduanya hanya pada status sebagai warga negara yang berbeda namun dengan hak-hak yang sama dengan warga negara setempat. Status tersebut berlaku pada semua buruh migran yang berbeda-beda masa ijin tinggalnya. Seperti yang kita ketahui bahwa pekerja migran di bedakan kedalam beberapa kategori namun terdapat beberapa status yang sangat sering ada di eropa yaitu pekerja musiman. Pekerja musiman adalah mereka yang, menjadi warga negara dari Pihak, dipekerjakan di wilayah Pihak lain dalam suatu kegiatan tergantung pada irama musim, atas dasar kontrak untuk jangka waktu tertentu atau untuk pekerjaan
tertentu.9 Semua kebijakan tersebut tentunya harus mengikuti prosedur yang di
tetapkan oleh konvensi mengenai prosedur pengiriman hingga pemulanganya.
Model perlindungan yang di gagas dalam konvesi tersebut memberikan kesan yang sangat mudah di pahami dan sangat simple. Namun tentunya sebelum
8
European Convention on The Legal Status Of Migrant Workers di Strasbourg, 24.Xi.1977 pada pasal satu ayat satu
9
11 memperoleh hak-hak secara penuh tersebut sudah terjadi kesepakatan di level Goverment to Goverment dan mendapatkan respon yang baik di kalangan penduduknya. Kesepakatan yang terjadi di antra pemerintah memang sudah merupakan hal yang sangat di butuhkan. Kesepakatan ini pada dasarnya dapat terwujud jika kedua belah pihak sama-sama di untungkan dalam kerjasama tersebut. Model perlindungan ini juga di pandang cukup dalam memberikan perlindungan terhadap buruh migran yang bekerja di negara lain. Pekerja migran dapat melindungi dirinya sendiri sama seperti melindungi dirinya sendiri di negaranya. Mengikuti prosedur dan norma sosial yang berlaku sesuai dengan peraturan yang di tetapkan negara.
Berdasarkan Konvesi Eropa tahun 1977 pekerja migran di jamin atas hak-haknya di negara tujuan bekerja berupa hak memperoleh informasi secara detail mengenai pekerjaanya sebelum keberangkatan, peluang bekerja, jaminan pekerjaan, biaya hidup, makan, kebutuhan harian dan semua informasi yang berhubungan tentang pekerjaan itu sendiri. Selain hak informasi convesi ini juga melindungi hak-hak berupa memperoleh asuransi perjalanan, hak atas reuni keluarga, hak atas menyewa properti, hak atas mendapatkan pendidikan yang meliputi banyak hal seperti traning berbahasa dan sekolah kepada pekerja beserta keluarganya. Dengan adanya traning bahasa dan sekolah kepada keluarganya di harapkan para pekerja migran dapat bekerja dengan nyaman tanpa harus memikirkan pendidikan anaknya di negara bekerja. Para keluarga khususnya anak-anak juga memili hak untuk mendapatkan pendidikan khusus dialeg negra tujuan seperti yang di atur pada pasal 15 tentang pendidikan untuk dialeg kepada
pekerja migran. Buruh migran juga memili hak untuk tranfer dan savings pada
bank-bank yang ada di negara tempat mereka bekerja, hak atas keamanan sosial, hak atas memperoleh fasilitas kesehatan ketika sakit, hak atas perlindungan yang sama dalam bekerja seperti pekerja domestik, hak atas asuransi hidup dan hak memperoleh bebes transportasi kepada pekerja yang meninggal di negara tempat mereka bekerja.