FOTOGRAFI DAN MINAT SISWA
(Studi Korelasional Pengaruh Fotografi di Media Cetak Terhadap Minat Siswa di Kelas Fotografi Andi Lubis Medan)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi
Disusun oleh
Anggina Masdalifah
060904102
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul Fotografi dan Minat Siswa (Studi korelasional Pengaruh Fotografi di Media Cetak Terhadap Minat Siswa di Kelas Fotografi Andi Lubis Medan) yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh fotografi di media cetak terhadap minat siswa di Kelas Fotografi Andi Lubis.
Adapun teori yang dianggap relevan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Komunikasi dan Komunikasi Massa, Media Massa, Fotografi, Citra Fotografi, Teori AIDDA dan Minat. Penelitian ini menggunakan studi korelasional, yakni meneliti sejauh mana hubungan antara fotografi di media cetak terhadap minat siswa.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa Kelas Fotografi Andi Lubis dari 7 angkatan yang berbeda. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Arikunto. Karena jumlah populasi tidak sampai 100 orang maka teknik penarikan sampel menggunakan teknik total sampling yaitu jumlah sampel sama dengan jumlah besarnya populasi.
Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu Penelitian Kepustakaan (Library research) dan Penelitian Lapangan (Field
Research).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa tabel tunggal, analisa tabel silang dan uji hipotesa melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank
Order) oleh Spearman, dengan menggunakan aplikasi Statistical Product and System Solution (SPPS) 16. Untuk melihat kuat lemahnya korelasi (hubungan) kedua variabel dalam
penelitian ini digunakan skala Guilford. Untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh variabel X terhadap variabel Y serta mengetahui besar kekuatan pengaruh variabel X terhadap Y masih menggunakan aplikasi SPSS 16.
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya yang berlimpah sehingga penulis
dapat menyelesikan skripsi yang berjudul ”Fotografi dan Minat Siswa (Studi Korelasional
Pengaruh Fotografi di Media Cetak Terhadap Minat Siswa di Kelas Fotografi Andi Lubis)”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir perkuliahan penulis sebagai syarat pendidikan Strata Satu
(S-1). Penulis berharap kedepannya skripsi ini dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa dalam
mengembangkan penulisan. Tentunya skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis senantiasa mengharapkan gagasan baru, kritik serta saran yang
membangun demi perbaikan ke depan.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak yang tanpa itu semua kemungkinan skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua, Ayahanda Ir. H. Makmur dan Ibunda Hj. Ernawati Batubara. Terima
kasih atas kasih sayang, doa, dukungan moral dan material yang telah diberikan.
Terima kasih utuk semua dorongan dan semangat yang diberikan dan mohon maaf
yang sebesar-besarnya atas penantianmu selama ini.
2. Hj fauziah Nst atas motivasi nya agar segera menyelesaikan studi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.si selaku Dekan FISIP USU.
4. Bapak Drs. Amir Purba, MA selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi.
5. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.si selaku Sekretaris Departemen Ilmu komunikasi yang
telah banyak membantu penulis selama selama proses pengerjaan skripsi.
6. Bang Haris Wijaya S.sos M.comm selaku dosen pembimbing sekaligus dosen wali
kasih telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan memberikan
saran-saran sekaligus masukan yang sangat berarti.
7. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik yang telah memberikan pengetahuan
dan ilmu yang berharga.
8. Seluruh pegawai dan staf Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kak Ros, Bang Ria, Kak cut,Kak
Maya, Bang Udin dan staf lainnya di Departemen Ilmu komunikasi.
9. Bang Andi Lubis, Bang Ical dan seluruh staf kelas Fotografi Andi Lubis yang sudah
mau membantu peneliti mendapatkan data-data. Terima kasih atas waktunya dan maaf
karena penulis sudah banyak merepotkan selama beberapa bulan terakhir.
10. Seluruh alumni Kelas Fotografi Andi Lubis karena terlah bersedia menjadi objek
penelitian penulis.
11. Sahabat-sahabat penulis M. Gizhan Tamimi S.sos, Delvin Hamonangan Pasaribu SE,
Khairuna Malik SH atas motivasinya agar penulis terus bersemangat dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk semua saran, nasihat dan semangatnya.
12.Teman-teman angkatan 2006 terutama Bayu Azhari, Putri Wulandari, Pradhani
syahvitri, Ade Ardianta Harahap, Ryan A Juskal, Bayu Juliandra. Terima kasih atas
kebersamaannya selama ini. Semua canda tawa, suka duka yang pernah kita lewati
bersama adalah kenangan terbaik yang pernah penulis punya.
13.Teman seperjuangan Putri Dwi Wulandari atas kebersamaan kita sejak seminar
proposal sampai skripsi ini selesai. Terima kasih untuk suka duka yang telah kita
lewati bersama.
14.Adik-adik angkatan 2007, 2008 khususnya Minarni Subianto, Nurzakia, dan Firda
yang telah banyak membantu penulis selama ini. Terima kasih untuk
15.Pihak lain yang namanya tidak tersebut di atas terima kasih atas motivasi, dorongan,
dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak dan membuka khazanah berfikir
kita mengenai fotografi.
Medan, Desember 2010
Penulis
II.5 Citra Fotografi ... 49
II.6 Teori AIDDA ... 51
II.7 Minat ... 55
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1.1 Sejarah Perkembangan Kelas Fotografi Andi Lubis ... 57
III.1.2 Struktur Pengurus Kelas Fotografi Andi Lubis ... 58
III.2 Metode Penelitian ... 59
III.3 Populasi dan Sampel ... 59
III.4 Teknik Pengumpulan Data ... 60
III.5 Teknik Analisis Data ... 61
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN IV.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 64
IV.1.1 Tahap Awal ... 64
IV.1.2 Pengumpulan Data ... 64
IV.2 Teknik Pengolahan Data ... 65
IV.3 Analisis Tabel Tunggal ... 66
IV.3.1 Karakteristik Responden ... 66
IV.3.2 Fotografi ... 70
IV.3.3 Minat Siswa ... 84
IV.4 Analisis Tabel Silang ... 99
IV.5 Uji Hipotesa ... 104
IV.6 Pembahasan ... 106
BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan ... 109
V.2 Saran ... 110
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul Fotografi dan Minat Siswa (Studi korelasional Pengaruh Fotografi di Media Cetak Terhadap Minat Siswa di Kelas Fotografi Andi Lubis Medan) yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh fotografi di media cetak terhadap minat siswa di Kelas Fotografi Andi Lubis.
Adapun teori yang dianggap relevan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Komunikasi dan Komunikasi Massa, Media Massa, Fotografi, Citra Fotografi, Teori AIDDA dan Minat. Penelitian ini menggunakan studi korelasional, yakni meneliti sejauh mana hubungan antara fotografi di media cetak terhadap minat siswa.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa Kelas Fotografi Andi Lubis dari 7 angkatan yang berbeda. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Arikunto. Karena jumlah populasi tidak sampai 100 orang maka teknik penarikan sampel menggunakan teknik total sampling yaitu jumlah sampel sama dengan jumlah besarnya populasi.
Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu Penelitian Kepustakaan (Library research) dan Penelitian Lapangan (Field
Research).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa tabel tunggal, analisa tabel silang dan uji hipotesa melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank
Order) oleh Spearman, dengan menggunakan aplikasi Statistical Product and System Solution (SPPS) 16. Untuk melihat kuat lemahnya korelasi (hubungan) kedua variabel dalam
penelitian ini digunakan skala Guilford. Untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh variabel X terhadap variabel Y serta mengetahui besar kekuatan pengaruh variabel X terhadap Y masih menggunakan aplikasi SPSS 16.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
Sejak awal kedatangannya, perkembangan fotografi Indonesia selalu mengait dan
mengalir bersama momentum politik perjalanan bangsa ini. Momentum inilah yang
menentukan perkembangan medium ini dalam masyarakatnya dan, pada titik tertentu, juga
turut berperan menciptakan momentum bagi masyarakatnya. Mulai dari momentum
perubahan kebijakan politik kolonial, revolusi kemerdekaan, ledakan ekonomi awal 1980-an,
sampai Reformasi 1998 (http://fotografi. blog. gunadarma.ac.id/?p=1401).
Fotografi kini berkembang dan mempengaruhi hampir segala aspek kehidupan
manusia. Pengaruhnya paling banyak terasa pada perkembangan media massa. Jika pada awal
munculnya media massa hanya berisikan tulisan-tulisan, sekarang hampir seluruh media
massa khususnya cetak dihiasi oleh foto. Berita tak hanya dapat tersampaikan dari sebuah
tulisan, fotopun dapat menyampaikan sebuah berita.
Tak hanya penerapannya, teknologi fotografi juga berkembang pesat. Jika melihat
peristiwanya, fotografi sendiri sudah ditemukan pada sekitar tahun 1000 M. Dikatakan Al
Hazen-lah yang pertama kali menemukan konsep dari fotografi. Pelajar berkebangsaan arab
ini menulis bahwa citra dapat dibentuk dari sebuah cahaya yang melewati sebuah lubang
kecil. Pada sekitar 400 tahun kemudian, Leonardo Da Vinci menulis fenomena yang sama.
Berdasarkan penemuan Da Vinci, Battista Della Porta mempublikasikan sebuah buku yang
membahas tentang Camera Obscura. Istilah ini diambil dari bahasa latin yaitu camera yang
berarti kamar dan obscura yang artinya gelap. Melalui karyanya itu ia dianggap sebagai
penemu prinsip kerja kamera.
Pada awal abad ke-17 muncul sebuah penemuan menarik. Jika pada awal
abad ke-17 ini ditemukan cara untuk merekam citra tersebut. Angelo Sala, seorang ilmuwan
Italia, menemukan bahwa jika serbuk perak nitrat terkena cahaya maka warnanya akan
berubah menjadi hitam. Namun masalah yang dihadapi Angelo adalah meskipun dapat
merekam gambar dengan menggunakan serbuk itu, gambar yang terekam tidak bertahan
lama. Beberapa tahun berikutnya Johann Heinrich Schulze dan Thomas wedgewood juga
melakukan percobaan yang sama namun dengan hasil yang kurang memuaskan pula. Bahkan
percobaan yang dilakukan oleh Schuize sendiri tidak berhubungan dengan bidang fotografi
karena ia merupakan profesor farmasi dari sebuah universitas di Jerman.
Perkembangan teknologi fotografi kemudian merambah ke bidang kesehatan. Pada
tahun 1901, Conrad Rontgen berhasil mengembangkan teknologi fotografi sinar X untuk
pemotretan tembus pandang. Karena kontribusinya di bidang kesehatan, Rontgen kemudian
mendapatkan hadiah nobel bidang kesehatan dan peralatan pemotretan itu kemudian dinamai
dengan nama belakangnya.
Media cetak merupakan salah satu komunikasi yang menggunakan foto sebagai daya
tariknya. “A picture speaks a thousand words”. Kalimat ini amat terasa kebenarannya dalam
pemakaian foto sebagai alat promosi, entah itu untuk iklan media cetak, poster, brosur
ataupun juga website. Pesan atau image yang ingin Anda sampaikan kepada orang lain harus
terlihat dalam foto tersebut. Foto yang ‘berbicara’ akan mengangkat ciri khas produk Anda,
menonjolkan kelebihannya dan menambah nilai jual.
. Media massa berperan sebagai penengah dan penguhubung dalam pengertian bahwa:
media massa seringkali berada diantara kita; media massa dapat saja berada diantara kita
dengan institusi lainnya yang ada kaitannya dengan kegiatan kita; media massa dapat
menyediakan saluran penghubung bagi pelbagi institusi yang berbeda; media juga
menyalurkan pihak lain untuk menghubungi kita, dan menyalurkan kita untuk menghubungi
kita terhadap kelompok dan organisasi lain, serta peristiwa tertentu. Melalui pengalaman
langsung kita hanya mampu memperoleh sedikit pengetahuan.
Media juga menerima sejumlah tanggung jawab untuk ikut aktif melibatkan diri
dalam interaksi sosial dan kadang kala menunjukkan arah atau memimpin, serta berperan
serta dalam menciptkan hubungan dan integrasi. Konsep media sebagai penyaring telah
diakui masyarakat, karena media seringkali melakukan seleksi dan penafsiran terhadap suatu
masalah yang dianggap membingungkan.
Pengembangan pemanfaatan cahaya buatan untuk kegiatan fotografi seperti yang
dikembangkan oleh Rotgen, juga dilakukan oleh Dr. Harold Edgerton. Dibantu oleh Gjon
Mili, ia menemukan lampu yang bisa menyala mati dalam hitungan sepersekian detik.
Teknologi ini sekarang dikenal dengan sebutan lampu flash (blits). Pemanfaatan teknologi
inframerah dalam fotografi juga banyak membantu dalam penelitian. Kabut yang semula
tidak dapat ditembus cahaya, kini dapat ditembus dengan menggunakan teknologi
inframerah. Sehingga pemotretan di daerah yang banyak diselimuti kabut menggunakan
teknologi ini. Dikatakan bahwa perkembangan fotografi semakin pesat, seiring masuknya
fotografi dalam dunia jurnalistik cetak. Pada mulanya sebuah foto hanya dapat disalin melalui
lukisan tangan. Surat kabar pertama yang memuat gambar adalah The Daily Graphic pada 16
April 1877. Gambar yang dimuat adalah gambar sebuah peristiwa kebakaran. Dan kemudian
foto pengeboran minyak Shantytown karya Henry J. Newton adalah foto pertama yang
dimuat oleh media cetak. Foto ini dimuat di surat kabar New York Daily Graphic di Amerika
pada 4 Maret 1880 (http://yudhim.blogspot.com/2008/01/sejarah-fotografi.html)
Fotografi didatangkan sebagai bagian dari tradisi representasi visual baru yang
dimungkinkan oleh teknologi kamera, dalam rangka lebih memperkenalkan tanah jajahan dan
penghuninya: manusia, hewan dan tanaman. Tradisi ini kemudian berkembang sebagai
colonial, yang kemudian dipakai sebagai sertifikat keberhasilan Belanda memperadabkan
tanah jajahan dan dipamerkan di berbagai ekspo kolonial dunia ((http://
yudhim.blogspot.com/2008/01/sejarah-fotografi.html)
Fotografi menurut Amir Hamzah Sulaeman mengatakan bahwa fotografi berasal dari
kata “foto” dan “grafi” yang masing-masing kata tersebut mempunyai arti sebagai berikut:
foto artinya cahaya dan grafi artinya menulis jadi arti fotografi secara keseluruhan adalah
menulis dengan bantuan cahaya, atau lebih dikenal dengan menggambar dengan bantuan
cahaya atau merekam gambar melalui media kamera dengan bantuan cahaya (1982: 94).
Fotografi juga merupakan gambar, fotopun merupakan alat visual efektif yang dapat
menvisualkan sesuatu lebih kongkrit dan akurat, dapat mengatasi ruang dan waktu. Sesuatu
yang terjadi di tempat lain dapat dilihat oleh orang jauh melalui foto setelah kejadian itu
berlalu.
Pada dasarnya tujuan dan hakekat fotografi adalah komunikasi. Komunikasi yang
dimaksud adalah komunikasi antara fotografer dengan penikmatnya, yaitu fotografer sebagai
pengatur atau perekam peristiwa untuk disajikan kehadapan khalayak ramai melalui media
foto. Dari aspek teknik fotografi misalnya, yang dicermati adalah teknik pemotretan. Apakah
cukup tajam dan fokus? Bagaimana pencahayaannya, bagaimana cropping, dan lain-lain.
Dalam melakukan teknik fotografi, ada beberapa aspek yang harus dicermati, yang secara
teknik sangat baik, namun lemah pada aspek aktualitas dan ekpresi, estetika dan kreativitas,
sehingga kurang memberi greget pada penampilannya. Aspek-aspek tersebut antara lain
(Agnes: 2007).
Aspek aktualitas, karena ini adalah foto jurnalistik, maka aspek ini sangat penting.
Apakah momen yang dipilih cukup aktual? Apakah peristiwa yang terjadi cukup baru?
Apakah isu yang dipilih masih relevan? dan lainnya. Meskipun foto itu adalah foto lepas
1. Aspek ekspresi, yang dicermati adalah, antara lain, bagaimana foto tersebut berbicara
dan mnembangkitkan emosi pembacanya. Foto yang bicara, terkadang tidak perlu lagi
diberi judul. Foto itu sudah langsung menggugah perasaan yang melihatnya. Inipun
memerlukan kesabaran, ketelatenan, dan upaya keras .
2. Aspek estetika, yang dicermati dan dinilai adalah bagaimana foto tersebut ditampilkan
dan menunjukkan dan mampu bercerita tentang peristiwa yang terjadi. Bagaimana
komposisinya dapat membangkitkan sisi keindahan sebuah foto. Mengemas sebuah
peristiwa melalui lensa dan warna-warna, sehingga foto itu dapat menggambar sebuah
kejadian secara lengkap.
3. Aspek kreativitas, yang dicermati adalah sikap kejelian dan kegigihan fotografernya
dalam menangkap sebuah peristiwa. Bagaimana memilih angle atau sudut pemotretan
sehingga foto yang dihasilkan sangat unik
(http://www.merdeka.com/berita.php?act=full&id=30&kat=15).
Biasanya media cetak punya fotografer sesuai bidang liputannya masing-masing.
Bidang olahraga harus memotret event-event olahraga. Liputan kriminal mengambil gambar
mereka yang terlibat kasus kejahatan. Bidang politik lain lagi harus meliput peristiwa politik.
Semua tugas diberikan oleh atasan mereka yang disebut redaktur foto.
Karena sekarang persaingan media begitu ketat maka keahlian seorang fotografer pun
dituntut mampu mengambil berbagai peristiwa. Kadang seorang fotografer yang sedang
bertugas di kepolisian tiba-tiba harus pindah ke gedung DPR, atau sedang berada di kantor
kantor menteri harus segera ke lokasi bencana alam. Untuk meliput aktivitas presiden media
cetak selalu menempatkan fotografernya sebagai wartawan istana. Sang fotografer berkantor
di istana agar tak ada momen penting yang lewat, setelah seluruh kegiatan Presiden selesai
Adanya kegiatan fotografer dan hasilnya di media cetak, menimbulkan banyak
apresiasi terhadap minat anak muda untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan fotografi ini.
Sejak memasuki era digital, dunia fotografi telah mengalami revolusi yang sangat signifikan.
Fotografi tidak lagi menjadi profesi yang hanya ditekuni oleh segelintir fotografer, namun
telah menjadi salah satu profesi yang berkembang pesat, baik di dunia maupun tanah air.
Fotografi telah menjadi bagian dari gaya hidup. Hal ini merupakan sebuah fenomena yang
cukup unik. Tidak hanya itu, fotografi juga telah menjadi salah satu hobi yang paling
bergengsi dan digemari saat ini. Komunitas fotografi bermunculan di mana-mana, sehingga
anak-anak muda tersebut tidak mau ketinggalan dalam kegiatan yang bergengsi dan
menyenangkan. Peristiwa itu bisa dilihat dari tingginya minat para pencinta fotografi dan
makin cepatnya perkembangan teknologi (Suara Pembaruan Daily, 2009).
Fotografi baru masuk dan berkembang di Indonesia, kira-kira setelah berkembang
selama hampir satu abad di Barat, tepatnya pada seperempat akhir abad ke-19 sebagai alat
dokumentasi. Dalam perjalanan perkembangan
yang diperlihatkan oleh anak-anak muda di negeri ini. Semakin banyak dari mereka yang
tertarik pada bidang fotografi dan berusaha mendalaminya. Kemudian semakin banyak pula
sekolah at
proses cuci cetak foto.
Saat ini, seiring dengan perkembangan fotografi digital dan sosial media seperti
Facebook, Friendster, blog yang pesat, banyak sekali yang ingin belajar fotografi.
Orang-orang memiliki tujuan yang berbeda-beda. Ada yang ingin belajar untuk keperluan pribadi,
seperti foto acara keluarga dan anak, ada juga yang untuk hobi dan sebagian lainnya untuk
Ada banyak sekolah seni bereputasi mengajar fotografi hari ini. Siswa tidak hanya
belajar semua aspek teknis dari fotografi profesional, tapi juga akan belajar sejarah seni,
sejarah fotografer, teori warna, dan komposisi. Kebanyakan sekolah seni dan fotografi
sekolah juga termasuk kursus dalam praktik bisnis, dalam rangka untuk membuat siswanya
bangun dan berjalan di karir baru sesegera mungkin.
Siswa juga akan menerima bantuan dalam membuat portofolio sendiri untuk
menunjukkan kepada calon pelanggan. Kebanyakan sekolah seni juga membantu mereka
dalam penempatan kerja lulusannya dan konseling karier. Bagaimanapun, itu adalah untuk
keuntungan mereka untuk membantu lulusannya mendapatkan pekerjaan, karena itu adalah
titik program. Cara terbaik untuk mengejar karir di fotografi profesional adalah untuk
mendaftar di sebuah sekolah fotografi. Salah satu sekolah fotografi terbaik yang ada di Kota
Medan adalah sekolah fotografi Andi Lubis.
Andi Lubis seorang fotografer yang berbasic fotografi jurnalistik. Pekerjaannya
sebagai seorang redaktur di sebuah surat kabar di medan . Pengalaman sebagai seorang juru
foto memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan di bidangnya. Sampai pada akhirnya
beliau memutuskan untuk mendirikan sebuah kelas fotografi yang diberi nama Kelas
Fotografi Andi Lubis. Kelas Fotografi Andi Lubis (KFAL) berdiri sejak 15 Des 2009.
Sebenarnya kelas foto ini sudah ada sejak tahun 1998, tapi pada saat itu kelasnya
berpindah-pindah. Selain itu ketertarikan terhadapa fotografi itu masi minim. Saat ini ada 40 orang
yang sudah lulus dari Basic Intensive Class KFAL.
Niatan membuat kelas ini semata ingin membuat orang dapat belajar fotografi dengan
biaya terjangkau. Selain itu, menyiapkan tenaga kerja fotografi ditengah berkembangnya
Industri kreatif di Indonesia . Kelas Fotografi Andi Lubis (KFAL) berada di galeri cinta jalan
Multatuli No. 15 Medan. Kelas fotografi ini terdiri dari Basic, jurnalistik, lighting,
secara umum, pengetahuan/teknis fotografi, bedah jenis kamera, pencahayaan, lensa dan
karakternya, komposisi dan angle, praktek memotret kemudian diskusi dan evaluasi.
Berdasarkan paparan di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
dan pembahasan masalah ini. Adapun judul yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah:
”Fotografi Dan Minat Siswa (Studi Korelasional Pengaruh Fotografi Di Media Cetak
Terhadap Minat Siswa di Sekolah Fotografi Andi Lubis Medan).”
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskan permasalahan
dari penelitian ini adalah: “Bagaimanakah pengaruh fotografi di media cetak terhadap minat
siswa di Sekolah Fotografi Andi Lubis Medan?”
I.3 Pembatasan Masalah
Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, berikut ini penulis
merumuskan pembatasan masalah penelitian. Adapun maksudnya adalah agar permasalahan
yang diteliti menjadi jelas, terarah dan tidak terlalu luas sehingga dapat menghindari
kesalahpahaman.
Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini menggunakan metode korelasi, yaitu metode yang bertujuan merupakan
teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi/hubungan
antara satu variabel dengan variabel lainnya.
3. Objek penelitian ini dibatasi pada siswa dan alumni di sekolah Fotografi Andi Lubis
Medan jalan Multatuli No. 15 Medan
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
I.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fotografi di media cetak terhadap minat
siswa.
b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi minat siswa dalam
bidang fotografi.
I.4.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian tentang minat
siswa.
b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam penerapan hobby fotografi pada anak
muda.
c. Secara praktis, penelitian ini diharapakan menjadi pengetahuan bagi masyarakat yang menjadi
kelompok pencinta fotografi.
I.5 Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan ttitik tolak atau landasan berpikir dalam
memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang
memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan
disoroti (Nawawi, 2001:39).
Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan
relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat,
2004:6). Dalam penelitian ini, teori – teori yang dianggap relevan diantaranya adalah :
1.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa
Menurut Widjaja (1997: 8) istilah komunikasi dalam bahasa inggrisnya disebut
dengan communication atau dari kata communis yang berarti sama atau sama maknanya atau
pengertian bersama, dengan maksud untuk mengubah pikiran, sikap, perilaku, penerima dan
melaksanakan apa yang diinginkan oleh komunikator.
Menurut Effendy (1992: 5) komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberitahukan atau untuk mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media.
Menurut Harold Laswell (dalam Effendy, 1995: 10), komunikasi adalah who says
what in which channel to whom and with what effect. Jadi unsur-unsur yang terdapat dalam
komunikasi menurut paradigma Laswell ada lima yaitu:
1. komunikator (communicator, source, sender)
2. pesan (message)
3. media (channel, media)
4. komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)
5. efek (effect, impact, influence).
Berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
Sedangkan Carl I. Hovland menjelaskan communication is the procces by which an
individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modifay the
behavior of other individuals (communicate). Atau komunikasi adalah proses dengan mana
seorang individu (komunikator) mengoperkan stimuli (biasanya lambang kata-kata) untuk
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan
oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan
gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa
keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya
yang timbul dari lubuk hati. Jadi komunikasi itu akan berhasil apabila pesan yang
disampaikan oleh komunikator tersebut menimbulkan dampak atau efek tertentu pada
komunikan dengan tujuan untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku
dari si komunikan.
Proses ini terdiri dari unsur komunikasi prinsip komunikasi dan tahapan komunikasi.
Unsur komunikasi terdiri dari: Sumber komunikasi yaitu pengirim pesan atau sering disebut
komunikator yaitu orang yang menyampaikan atau menyiapkan pesan. Komunikator dalam
penelitian ini adalah media cetak dan objeknya adalah para siswa pembaca media cetak.
Komunikator memiliki peranan penting untuk menentukan keberhasilan dalam
membentuk kesamaan persepsi dengan pihak lain. Kemampuan komunikator mencakup
keahliaan atau kredibilitas daya tarik dan keterpercayaan merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dan menentukan keberhasilan dalam melakukan komunikasi ( TAN, 1981:104).
Unsur komunikasi selain komunikator, yaitu pesan merupakan salah satu unsur
penting yang harus ada dalam proses komunikasi. Tanpakehadiran pesan, proses komunikasi
tidak terjadi. Komunikasi akan berhasil bila pesan yang disampaikan tepat, dapat dimengerti,
dan dapat diterima komunikan. Moore dalam Rakhmat (1993:297) mengemukakan bahwa
keberhasilan komunikasi sangat ditentukan oleh daya tarik pesan. Effendy (2000:41)
mengatakan bahwa komunikasi akan berhasil bila pesan yang disampaikan memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Pesan harus direncanakan
c. Pesan itu harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima
1.5.2 Media dan Media massa
Beberapa asumsi dasar yang melatarbelakangi kerangka teori tersebut adalah sebagai
berikut. Pertama, institusi media menyelenggarakan produksi, reproduksi dan distribusi
pengetahuan dalam pengertian serangkaian simbol yang mengandung acuan bermakna
tentang pengalaman dalam kehidupan sosial. Pengetahuan tersebut membuat kita mampu
untuk memetik pelajaran dari pengalaman, membentuk persepsi kita terhadap pengalaman
itu, dan memperkaya khasanah pengetahuan masa lalu, serta menjamin kelangsungan
perkembangan pengetahuan kita. Secara umum, dalam beberapa segi media massa berbeda
dengan institusi pengetahuan lainnya (misalnya seni, agama, pendidikan, dan lain-lain):
1. Media massa memiliki fungsi pengantar (pembawa) bagi segenap macam penetahuan.
Jadi, media massa juga memainkan peran institusi lainnya.
2. Media massa menyelenggarakan kegiatannya dalam lingkup publik; pada dasarnya
media massa dapat dijangkau oleh segenap anggota masyarakat secara bebas,
sukarela, umum dan murah.
3. Pada dasarnya hubungan antara pengirim dan penerima seimbang dan sama.
Dia menjangkau lebih banyak orang daripada institusi lainnya dan sudah sejak dahulu
”mengambil alih” peran sekolah, orang tua, agama, dan lain-lain. Peran media massa dalam
kehidupan sosial, terutama masyarakat modern tidak ada yang menyangkal, menurut
McQuail bukunya Mass Communication Theories (2000: 66), ada enam perspektif dalam hal
melihat peran media. Pertama, melihat media massa seabagai window on event and
experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa
yang sedang terjadi di luar sana. Atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui
Kedua, media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and the world,
implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia,
yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola media sering merasa tidak
“bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan berbagai
keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai
refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka.
Ketiga, memandang media massa sebagai filter, atau gatekeeper yang menyeleksi
berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih issue, informasi
atau bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Di sini khalayak
“dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapt perhatian .
Keempat, media massa acapkali pula dipandang sebagai guide, penunjuk jalan atau
interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau
alternative yang beragam
Kelima, melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai
informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkin terjadinya tanggapan dan
umpan balik.
Keenam, media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu
lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya
komunikasi interaktif.
Menurut asumsi dasar di atas, lingkungan simbolik di sekitar (informasi, gagasan,
keperayaan, dan lain-lain) seringkali kita ketahui melalui media massa, dan media pulalah
yang dapat mengaitkan semua unsur lingkungan simbolik yang berbeda. Lingkungan
simbolik itu semakin kita memiliki bersama jika kita semakin berorientasi pada sumber
media yang sama. Meskipun setiap individu atau kelompok memang memiliki dunia persepsi
realitas tertentu sebagai prasyarat kehidupan sosial yang baik. Sehubungan dengan itu,
sumbangan media massa dalam menciptakan persepsi demikian mungkin lebih besar daripada
institusi lainnya.
Peran media dalam kehidupan social bukan sekedar sarana diversion, pelepas
ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan informasi yang disajikan, mempunyai peran yang
signifikan dalam proses sosial. Isi media massa merupakan konsumsi otak bagi khalayaknya,
sehingga apa yang ada di media massa akan mempengaruhi realitas subjektif pelaku interaksi
sosial. Gambaran tentang realitas yang dibentuk oleh isi media massa inilah yang nantinya
mendasari respon dan sikap khalayak terhadap berbagai objek sosial. Informasi yang salah
dari media massa akan memunculkan gambaran yang salah pula terhadap objek sosial itu.
Karenanya media massa dituntut menyampaikan informasi secara akurat dan berkualitas.
Kualitas informasi inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral penyajian media massa
(Afdjani: 2006).
I.5.3 Fotografi
Adi Wicaksono dalam papernya "Realitas dalam makna fotografi" mengatakan bahwa
foto adalah representasi ulang dunia obyek atau kenyataan, menampilkan, mempersembahkan
utuh kenyataan (Kompas: 2001). Memang dalam segi proses karya foto dan karya seni rupa
yang dihasilkan sang seniman sangat berbeda. Karya seni rupa benar-benar upaya dari sang
seniman untuk dapat mentranformasikan apa yang ada baik itu abstrak (perasaan/emosi) atau
kasat mata. Seniman seni rupa lebih berperan dalam proses penciptaan karyanya dari awal
hingga akhir (bersinggungan langsung), ada intens kedekatan antara sang seniman dan
karyanya.
Seni rupa lebih bebas diekspresikan tanpa batasan-batasan, akhirnya karya seni
rupapun berkembang, dari masa klasik, naturalis, ekspresionis, impresionis, dadais, suryalis,
kembali keadaan yang nyata ada (reduplikasi kenyataan) atau menyajikan
kembali/mempresentasikan kembali keadaan yang ada (realistis) kasat mata secara utuh, yang
semua itu terjadi seketika. Maka karya fotogarfi seni lebih bersifat menyimbolkan apa yang
diekspresikan oleh fotografer melalui subyek yang diabadikannya.
Pada proses fotografi, kadang kala seorang fotografer tidak berperan penuh dari awal
hingga terjadinya karya foto, kadang proses finishing seperti cuci dan cetak dikerjakan bukan
oleh dirinya (kecuali apabila ia pun memahami proses darkroom). Hal inilah yang kadang
membuat fotografi diangap telah merusak kesenian, fotografi telah mengancam seniman seni
rupa, "Fotografi telah menodai kesucian kesenian dengan menghapus kesenimanan"
seperti yang dikatakan Rama Surya dalam Fotomedia (1996), berjudul Yang Kuat Yang
Kalah selanjutnya hal sama dikemukakan oleh C.R Badcock dalam bukunya "Kegilaan dan
modernitas", penerbit Arcan, "sejak fotografi muncul .... pelukis secara efektif menjadi
musuh kultur modern dan musuh teknologi yang, dalam bentuk kamera, mengancam dan
menghancurkan raison d'etre artistik". Selanjutnya fotografer pun dimarjinalkan dengan
sebutan seniman instanmatik, tukang.
Dalam kamus bahasa Indonesia pengertian fotografi adalah seni atau proses
penghasilan gambar dan cahaya pada film. Pendek kata, penjabaran dari fotografi itu tak lain
berarti "menulis atau melukis dengan cahaya". Tentunya hal tersebut berasal dari arti kata
fotografi itu sendiri yaitu berasal dari bahasa Yunani, photos (cahaya) dan graphos yang
berarti tulisan.
Melihat pengertian di atas, terlihat ada persamaan antara fotografi dan karya seni
lukis atau menggambar. Yang jelas perbedaannya terletak pada media yang digunakannya.
Bila dalam seni lukis yang dipakai gambar dengan menggunakan media warna (cat), kuas dan
Tanpa adanya cahaya yang masuk dan terekam di dalam kamera, sebuah karya seni fotografi
tidak akan tercipta.
Selain itu, adanya film yang terletak di dalam kamera menjadi media penyimpan
cahaya tersebut. Film yang berfungsi untuk merekam gambar tersebut terdiri dari sebuah
lapisan tipis. Lapisan itu mengandung emulsi peka di atas dasar yang fleksibel dan
transparan. Emulsi mengandung zat perak halida, yaitu suatu senyawa kimia yang peka
cahaya yang menjadi gelap jika terekspos oleh cahaya. Ketika film secara selektif terkena
cahaya yang cukup maka sebuah gambar tersembunyi akan terbentuk. Tentunya gambar
tersebut akan terlihat jika film yang telah digulung ke dalam selongsongnya kemudian dicuci
dengan proses khusus.
Salah satu teknik yang digunakan dalam fotografi adalah fotografi digital. Fotografi
digital memudahkan kita memahami dunia fotografi, hasil jepretan langsung bisa di review
melalui jendela LCD, sehingga kita bisa mengevaluasi hasil jepretan, karena data teknis yg
berkaitan dengan Jepretan tadi terlihat dan terekam, berbeda dengan Fotografi Konvensional,
dimana kita harus mencetaknya dulu baru dapat melihat, me-review dan mengevaluasi hasil
jeperetan, data teknis-nya pun kita harus mencatatnya terlebih dahulu, sehingga butuh banyak
biaya dan waktu yg terbuang untuk bisa memperbaiki kemampuan fotografi kita
(http://fotografi.blog.gunadarma.ac.id/?p=1760)
Aktivitas berkreasi dengan cahaya tersebut tentunya sangat berhubungan dengan
pelakunya (subjek) dan objek yang akan direkam. Setiap pemotret mempunyai cara pandang
yang berbeda tentang kondisi cuaca, pemandangan alam, tumbuhan, kehidupan hewan serta
aktivitas manusia ketika melihatnya di balik lensa kamera. Cara memandang atau persepsi
inilah yang kemudian direfleksikan lewat bidikan kamera. Hasilnya sebuah karya foto yang
Andreas Feininger (1955) pernah menyatakan bahwa "kamera hanyalah sebuah alat
untuk menghasilkan "karya seni". Nilai lebih dari karya seni itu dapat tergantung dari orang
yang mengoperasikan kamera tersebut. Setiap orang dapat saja menjeprat-jepret dengan
kamera untuk menghasilkan sebuah objek foto. Tapi tidak semua orang yang mampu
memotret itu menghasilkan karya imaji yang mengesankan, sebuah foto yang sarat akan nilai
di balik guratan warna dan komposisi gambarnya.
Bila sebuah karya foto adalah hasil kreativitas dari si pemotret, tentu saja ada respon
dari orang yang memandangnya. Almarhum Kartono Ryadi, fotografer kawakan di negeri ini
pernah berkomentar, bahwa foto yang bagus adalah foto yang mempunyai daya kejut dari
yang lain. Menurut Ferry Ardianto (2008) foto yang bagus adalah foto yang informatif yang
mencakup konteks, konten, dan komposisi (tata letak dan pencahayaan). Maksud dia, konteks
berarti ada hal yang ingin divisualkan dengan jelas, misalnya tentang pemandangan. Di sisi
lain, istilah content maksudnya apa yang ingin ditampilkan untuk memenuhi konteks gambar
tersebut.
Seiring dengan perkembangan era digital, media foto juga dilakukan dengan kamera
digital. Berbeda dengan kamera konvensional, fotografi digital tidak lagi memerlukan film,
kamar gelap dan aneka jenis bahan kimia untuk mencuci film. Sebagai pengganti film, di
dalam kamera jenis ini dipakai alat berupa chip yang disebut charge couple device (CCD)
untuk merekam gambar.
Walaupun demikian, persepsi akan definisi dasar bahwa teknik fotografi adalah
"melukis dengan cahaya" belum berubah. Pasalnya fotografi digital telah tercipta melalui
proses kreatif manusia dengan bantuan kamera. Hukum-hukum fotografi yang mencakup
pencahayaan, bukaan diagfragma, kecepatan (speed) dan ruang tajam (depth of field), tidak
mengalami perubahan. Menurut Purwanto (2008) fotografi dalam kedudukannya adalah seni
dengan segala bentuk eksplorasinya tidak boleh keluar dari batasan-batasan fotografi itu
sendiri.
Dalam fotografi yang bermakna seni untuk melihat, menuntut sikap pemotret untuk
selalu mengasah teknik-teknik dasar fotografi itu sendiri. Elemen dasar tersebut berupa
bentuk, tekstur, garis serta pola yang sangat memengaruhi imaji yang akan diabadikan. Bila
elemen tersebut dikombinasikan dengan unsur komposisi, bingkai, sudut bidik serta
pencahayaan yang tepat, tentunya akan menghasilkan foto yang lebih bermakna. Hasil karya
seni memang relatif, bagaimana cara orang memandang, dari sudut mana. Para pembuat foto
tentunya ingin orang lain menikmati dan menghargai hasil bidikannya.
I.5.4 Citra Fotografi
Ada cita rasa tertentu bila kita mengamati hasil sebuah potret. Pertama, ia
membangunkan memori masa lalu kita. Kedua, kita dapat menelusuri angle atau sudut
pandang si juru foto, karena sudut pandang peristiwa atau momen tertentu tentu berbeda bagi
siapa saja, termasuk sudut pandang para fotografer ini. Pertimbangan ini tidak lepas dari cara
seseorang memahami peristiwa, terutama dalam pameran ini adalah pada segi pertimbangan
jurnalistik. Sebagai berita visual, fotografi juga konon mampu mewakili ribuan kata.
Disinilah arti penting fotografi sebagai citra yang berpengaruh.
Kekhasan bidang fotografi terletak pada alat bantu utamanya yaitu kamera berikut
prosesnya. Sejak ditemukannya, camera obscura memang diharapkan untuk merekam realitas
secara persis. Cikal kelahirannya antara lain dilatari keinginan pelukis untuk membuat
gambar yang realis. Susan Sontag dalam In Plato’s Cave mengatakan bahwa fotografi seperti
halnya lukisan, gambar dan tulisan adalah interpretasi dunia. Dulu kamera disambut baik oleh
karena ketepatanya merekam realitas secara statis, namun pada perkembangan wacana,
nampak ada debatan tentang realitas yang diabadikan. Kata kuncinya adalah fotografi bukan
Sontag adalah bentuk interpretasi dunia. Dilain hal, secara unik pameran ini memang hasil
kreasi insan jurnalistik, berbeda dengan fotografi seni, yang tentunya ada pertimbangan segi
estetik untuk mencapai kualitas karya yang personal.
I.5.5 Teori AIDDA
Teori AIDDA disebut A-A Procedure atau from Attention to Action Procedure. Teori
AIDDA dalam Effendy (2003: 204) merupakan akronim dari :
A : Attention (Perhatian)
I : Interest (Minat)
D : Disire (Hasrat/Keinginan)
D : Decision (Keputusan)
A : Action (Tindakan)
Konsep AIDDA menjelaskan suatu proses psikologis yang terjadi pada diri khalayak
(komunikasi) dalam menerima pesan komunikasi.
Tahapan di atas mengandung pengertian bahwa setiap proses komunikasi (baik
komunikasi tatap muka maupun komunikasi massa) hendaknya dimulai dengan
membangkitkan perhatian. Dalam hal ini, sebuah pesan komunikasi harus dapat
menimbulkan daya tarik tersendiri sehingga dapat memancing perhatian komunikannya.
(Jeffkins, 1997: 120).
Dalam membangkitkan perhatian yang berperan penting adalah komunikatornya.
Dalam hal ini komunikator harus mampu menimbulkan suatu daya tarik pada dirinya (source
attractiveness) yang selanjutnya dapat memancing perhatian komunikan terhadap pesan
komunikasi yang disampaikannya. Namun yang harus diperhatikan juga bahwa dalam
membangkitkan perhatiaan khalayak harus dihindari munculnya suatu himbauan yang
Dalam hal ini komunikatornya adalah foto di media cetak, dan yang menjadi
komunikan adalah masyarakat yang menikmati foto hasil seni fotografer di media cetak ini.
Sebuah gambar di media cetak harus mampu membangkitkan perhatian pembacanya, dalam
hal ini media cetak harus mampu membangkitkan perhatian pembaca sehingga akan muncul
minat dalam diri khalayak untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang foto tersebut. Selanjutnya
minat akan melahirkan rasa ingin/hasrat untuk melakukan seperti yang disampaikan oleh foto
tersebut.
Berdasarkan teori AIDDA, penelitian ini hanya sampai pada tahap Desire
(hasrat/keinginan), tidak sampai pada tahap Decision (Keputusan) dan tahap Action
(tindakan), karena hal yang diteliti dalam penelitian ini adalah minat untuk belajar fotografi.
I.5.6 Minat
Seorang komunikator akan dapat melakukan perubahan sikap dan tingkah laku
komunikan apabila antara mereka merasa adanya persamaan. Oleh karena itu, seorang
komunikator harus dapat membangkitkan perhatian komunikan sehingga diantar mereka
timbul persamaan makna akan suatu hal yang akan menjadi langkah awal suksesnya
komunikasi. Apabila perhatian telah dibangkitkan, maka selanjutnya diikuti dengan upaya
menumbuhkan minat.
Minat adalah keinginan yang kuat, gairah, kecenderungan hati yang sangat kuat
terhadap sesuatu.
Minat adalah sikap yang menimbulkan perhatian, rasa ingin tahu lebih rinci dalam diri
seseorang, dan adanya keinginan/ hasrat untuk melakukan sesuatu yang muncul akibat
adanya objek tertentu.
Minat adalah rasa suka/senang dan rasa tertarik pada suatu objek atau aktivitas tanpa
ada yang menyuruh dan biasanya ada kecenderungan untuk mencari objek yang disenangi itu
Sedangkan menurut Hurlock (1978: 115), minat merupakan sumber motivasi yang
mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan.
Menurut Andi (1982: 62), minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu
campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau
kecenderungan-kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu.
Menurut Effendi (2003: 103), minat merupakan kelanjutan dari perhatian yang
merupakan titik tolak timbulnya hasrat untuk melakukan kegiatan. Minat dapat menyebabkan
seseorang giat melakukan sesuatu yang telah menarik perhatiannya.
I.6 Kerangka Konsep
Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat
krtitis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dapat mengantar
penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2001 : 40).
Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan
hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar
konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan
mengubahnya menjadi variabel.
Dalam penelitian ini variabel-variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Variabel Bebas, yaitu sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau
mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur yang lain (Nawawi,
2001: 56). Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah fotografi di media cetak
2. Variabel Terikat, yaitu sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul
dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas (Nawawi, 2001: 57). Variabel
3. Variabel Antara, berada diantara variabel bebas dan variabel terikat, yang berfungsi
sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat
tersebut. Variabel Antara dalam penelitian ini adalah karakteristik responden.
I.7 Model Teoritis
Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk
menjadi suatu model teoritis sebagai berikut :
I.8 Variabel Operasional
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas, maka dapat dibuat
operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, yakni
sebagai berikut:
Tabel I.1 Variabel Operasional
Variabel Teoritis Variabel Operasional
Variabel Bebas (X)
Fotografi di Media Cetak
Variabel Terikat (Y)
Minat siswa
1. Pencahayaan 2. Pemilihan Objek 3. Komposisi gambar 4. Ketajaman sekitar fokus 5. Jarak ke objek
1. Perhatian 2. Minat
Karakter Responden
Ciri khas responden
Variabel Terikat (Y)
Minat siswa
Variabel Bebas (X)
Karakteristik Responden
Defenisi operasional merupakan suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara
untuk mengukur variabel-variabel. Defenisi operasional merupakan sutu informasi ilmiah
yang sangat membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama. Defenisi
operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Bebas (fotografi di media cetak), terdiri dari :
a.Pencahayaan, yaitu Pencahayaan merupakan jumlah cahaya yang jatuh ke media
fotografi (film atau sensor cahaya) selama proses pengambilan gambar.
Pencahayaan dihitung dalam satuan lux detik, dan bisa dihitung dari nilai
pencahayaan /exposure value (EV) dan luminansi latar. Pencahayaan merupakan
kombinasi antara waktu dan terang cahaya yang diterima oleh material sensitif
cahaya. Waktu dikendalikan oleh kecepatan rana dan terang cahaya dikendalikan
oleh diafragma. Kecepatan rana yang lebih rendah (membiarkan medium terkena
cahaya lebih lama) dan diafragma yang lebih lebar (membiarkan cahaya masuk
lebih banyak) menghasilkan pencahayaan yang lebih besar.
b. Pemilihan objek, yaitu pilihan-pilihan yang digunakan fotografer dalam melakukan
pemilihan objek yang akan difoto.
c.Komposisi gambar yaitu: keseimbangan dimensi-dimensi yang berhubungan dengan
dimensi-dimensi fotografi. Aturan komposisi mengacu pada rule-of-thirds (garis dan
Perhatikan juga keseimbangan penempatan objek dan kedalaman dimensi dengan
adanya framing (bingkai) di bagian foreground (umumnya untuk landscape) dan
memperhatikan penempatan horizon. Perhatikan juga aspek lain seperti
Point-of-Interest (PoI) yang kerap membuat foto sederhana justru nampak bagus.
d. Ketajaman sekitar fokus Kedalaman fokus
suatu istilah
subyek
yang berkaitan denga
tolerance. Walaupu
digunakan untuk menjelaskan kedalaman ruang, pada era modern kedalaman fokus
digunakan sebagai ukuran pergesera
dengan mempertahankan ketajaman
e.Jarak ke objek, yaitu jarak antar si fotografer dengan objek yang akan difotonya.
Penentuan jarak ke objek menentukan ketajaman objek yang akan difoto.
2. Variabel Terikat (Minat siswa), terdiri dari :
a. Attention (perhatian) yaitu perhatian siswa terhadap fotografi yang dilihatnya di
media cetak.
b. Interest (kepentingan) yaitu kepentingan siswa yang berhubungan dengan hobinya
dalam hal fotografi
c. Desire (keinginan) yaitu keinginan siswa untuk mengikuti pendidikan setelah melihat
fotografi di media cetak.
d. Decision (keputusan) yaitu keputusan siswa untuk memilih jenis pendidikan yang
didalaminya setelah melihat hasil fotografi yang ada di media cetak.
e. Action (tindakan) yaitu tindakan yang diambil siswa dalam menentukan pilihan untuk
3. Variabel Antara (Karakteristik Responden) terdiri dari :
a. Usia yaitu tingkatan umur para responden.
b. Jenis kelamin yaitu jenis kelamin pria atau wanita yang dijadikan sampel.
c. Pendidikan yaitu tingkatan sekolah terakhir yang dilalui oleh responden.
d. Pekerjaan yaitu jenis mata pencaharian yang dilakukan oleh responden
e. Uang saku / Penghasilan, yaitu faktor ekonomi yang ada pada mahasiswa berupa
jumlah uang yang diterima perbulannya.
I.10 Hipotesis
Hipotesis adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan
karena merupakan instrument kerja dari teori (Singarimbun, 1995: 43). Hipotesis adalah
kesimpulan yang masih belum final, dalam arti masih harus dibuktikan atau diuji
kebenarannya (Nawawi, 2001: 44).
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebgai berikut :
Ho : Tidak terdapat pengaruh Fotografi Di Media Cetak Terhadap Minat Siswa di
Sekolah Fotografi Andi Lubis Medan.
Ha : Terdapat pengaruh Fotografi Di Media Cetak Terhadap Minat Siswa di Sekolah
BAB II
URAIAN TEORITIS II.1 Pengertian Komunikasi
Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia
lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang
terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi.
Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup
bermasyarakat.
Secara etimologis atau menurut asal katanya komunikasi atau communication dalam
bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico,
communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah
pertama (communis) adalah istilah yang paling sering sebagai asal-usul kata komunikasi,
yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan
bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana 2002:41).
Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh
seseorang kepada orang lain. Dari pengertian itu jelas bahwa komunikasi melibatkan
sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Jadi, yang terlibat
dalam komunikasi itu adalah manusia . karena itu, komunikasi yang dimaksudkan disini
adalah komunikasi manusia atau dalam sering kali disebut komunikasi sosial atau social
communication. Komunikasi manusia sebagai singkatan dari komunikasi antarmanusia,
dinamakan komunikasi sosial karena hanya pada manusia-manusia yang bermasyarakat
terjadinya komunikasi.
Secara paradigmatis, komunikasi adalahproses penyampaian suatu pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pandapat, atau
Menurut Harold D. Lasswel, bahwa cara terbaik untuk menjelaskan kegiatan
komunikasi ialah menjawab pertanyaan “who says what in which channel to whom with what
effect?.
Paradigma Laswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur
sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni :
- Komunikator (communicator, source, sender)
- Pesan (message)
- Media (channel, media)
- Komunikan (communicant, communicatee, receiver, recipient)
- Efek (effect, impact, influence)
Jadi berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan
oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu Effendy
(2004: 10).
Adapun fungsi dari komunikasi, adalah sebagai berikut:
a. Menyampaikan informasi (to inform)
b. Mendidik (to educate)
c. Menghibur (to entertain)
d. Mempengaruhi (to influence)
Adapun tujuan dari komunikasi, adalah sebagai berikut:
a. Perubahan sikap (attitude change)
b. Perubahan pendapat (opinion change)
c. Perubahan perilaku (behavior change)
II.2 Komunikasi Massa
Dari berbagai macam cara komunikasi dilaksanakan dalam masyarakat manusia,
salah satunya adalah komunikasi massa. Konsep komunikasi massa itu sendiri pada satu sisi
mengandung pengertian suatu proses dimana organisai media memproduksi dan
menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses dimana
pesan tersebut dicari digunakan dan dikonsumsi oleh audience (Sendjaja, 2002: 21).
Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media
cetak dan elektronik). Sebab awal perkembangannya saja, komunikasi massa berasal dari
pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa). Massa dalam
arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media
massa. Dengan kata lain, massa yang dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan peran
media massa. Oleh karena itu, massa di sini menunjuk kepada khalayak, audience, penonton,
pemirsa atau pembaca.
Pengertian komunikasi massa, merujuk kepada pendapat Tan dan Wright dalam
Liliweri (1991), bahwa komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan
saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikasi secara massal,
berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan
menimbulkan efek tertentu.
Defenisi paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan Bittner (1980), yaitu
komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah
besar orang dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi itu harus menggunakan
media massa. Media komunikasi yang termasuk media massa adalah radio siaran, dan televisi
-keduanya dikenal sebagai media elektronik; surat kabar dan majalah- keduanya disebut
sebgai media cetak; serta media film. Film sebagai media komunikasi massa adalah bioskop.
Sedangkan menurut Jay Black dan Fredrick C. Whitney (1988), komunikasi massa
dalah sebuah proses dimana pesan – pesan yang diperoleh secara masal/tidak sedikit itu
disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim, dan heterogen.
Banyak definisi dari komunikasi massa yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli
komunikasi. Tetapi, dari sekian banyak definisi itu ada benang merah kesamaan definisi satu
sama lain. Melalui definisi itu dapat diketahui karakteristik dari komunikasi massa, yaitu :
1. Komunikator Terlembagakan.
Komunkator dalam komunikasi massa itu bukan satu orang, tetapi kumpulan orang-orang. Artinya, gabungan ntar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga.
2. Pesan Bersifat Umum.
Pesan-pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum.
3. Komunikatornya Anonim dan Heterogen.
Komunikator tidak mengenal komunikasn (anonim), karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. Disamping anonim, komunikasn komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda.
4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan.
Komunikasi massa itu ada keserempakandalam proses penyebaran pesan-pesannya.serempak disini berbarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan.
5. Komunikasi mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan
Dalam komunikasi massa, pesan harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu dan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang akan digunakan. 6. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah
Komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikasn pun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog.
7. Stimuli Alat Indra ”Terbatas”
Dalam komunikasi massa, stimuli alat indra bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran, khalayak hanya mendengar. Sedangkan pada media televisi dan film, menggunakan indra penglihatan dan pendengaran.
8. Umpan Balik Tertunda (Delayed)
Efektivitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan (Ardianto, 2004: 7).
Menurut Wright (1959) dalam buku Teori Komunikasi (Saverin, 2007: 4), perubahan
teknologi baru menyebabkan perubahan dalam defenisi komunikasi yang mempunyai tiga ciri
1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen dan
anonim.
2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa mencapai
sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara.
3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang
kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar.
Fungsi komunikasi media massa sebagai bagian dari komunikasi massa terdiri atas:
1. Fungsi Pengawasan
Berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan
kontrol sosial dapat dilakukan untuk aktivitas preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan. Fungsi persuasif sebagai upaya memberi reward dan punishment
kepada masyarakat sesuai dengan apa yang dilakukannya.
2. Fungsi Sosial Learning
Melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa
bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat dimana komunikasi
massa itu berlangsung.
3. Fungsi Penyampaian Informasi
Yaitu menjadi proses penyampaian informasi kepada masyarakat luas. Yang
memungkinkan informasi dari sebuah institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara
luas dalam waktu cepat.
4. Fungsi Transformasi Budaya
Komunikasi massa menjadi proses transformasi budaya yang dilakukan
5. Hiburan
Komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena
komunikasi massa menggunakan media massa, jadi fungsi-fungsi hiburan yang ada pada
media massa juga merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa.
Adapun efek komunikasi massa oleh Lavidge dan Steiner, 1961 terdiri atas enam
langkah yang dikelompokkan dalam tiga dimensi atau kategori-kategori berikut: kognitif,
afektif, dan konatif. Kognitif berhubungan dengan pengetahuan kita tentang segala sesuatu,
afektif berhubungan dengan sikap kita terhadap sesuatu dan konatif berhubungan dengan
tingkah laku kita terhadap sesuatu (Saverin, 2007: 16).
II.3 Media dan Media Massa
Tidak ada dalam teori media yang telah menyajikan dilema dan perdebatan yang pelik
dalam kajian komunikasi massa selain studi khalayak media atau khalayak (audience). Para
pembuat teori media berada pada posisi yang saling berjauhan mengenai konsensus tentang
bagaimana untuk mengkonseptualkan khalayak dan pengaruh khalayak. Ada dua pandangan
berhadapan tentang sifat khalayak telah melibatkan dua dialektika yang berhubungan.
Media massa adalah perpanjangan alat indera. Dengan media massa, orang
memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang tidak kita alami secara
langsung. Dunia ini terlalu luas untuk kita masuki semuanya. Media massa datang
menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial dan politik. Televisi menjadi jendela
kecil untuk menyaksikan berbagai peristiwa yang jauh dari jangkauan alat indera kita. Apa
yang kita lihat, tergantung ke arah mana pengelola siaran televisi mengarahkan kameranya.
(Hasan Syukur Paradigma Televisi Era Globalisasi, http:/ / www. Pikiran - rakyat.
Pertama adalah adanya pertentangan antara dua gagasan yang menyatakan bahwa
khalayak adalah publik massa dan di sisi yang lain, gagasan yang menyatakan bahwa
khalayak adalah komunitas kecil. Kedua adalah pertentangan antara gagasan yang
menyatakan khalayak adalah pasif dan gagasan yang meyakini bahwa khalayak adalah aktif.
Perdebatan di atas kemudian terlihat dengan jelas mewarnai teori-teori di bawah ini. Ada lima
jenis media masa yang dikenal sebagai "The big five of mass media" yaitu televisi, film,
radio, majalah dan koran dengan fungsi komunikasi yang saling melengkapi yaitu social
function dan Individual Function.
Surat kabar atau biasa disebut juga koran merupakan salah satu kekuatan sosial dan
ekonomi yang cukup penting dalam masyarakat. Koran (dari bahasa Belanda: Krant, dari
bahasa Perancis courant) atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah
dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi
berita-berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya bisa berupa even politik, kriminalitas,
olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat kabar juga biasa berisi kartun, TTS dan hiburan lainnya.
Ada juga surat kabar yang dikembangkan untuk bidang-bidang tertentu, misalnya berita
untuk industri tertentu, penggemar olahraga tertentu, penggemar seni atau partisipan kegiatan
tertentu.
Jenis surat kabar umum biasanya diterbitkan setiap hari, kecuali pada hari-hari libur.
Surat kabar sore juga umum di beberapa negara. Selain itu, juga terdapat surat kabar
mingguan yang biasanya lebih kecil dan kurang prestisius dibandingkan dengan surat kabar
harian dan isinya biasanya lebih bersifat hiburan. Kebanyakan negara mempunyai setidaknya
satu surat kabar nasional yang terbit di seluruh bagian negara. Di Indonesia contohnya adalah
KOMPAS. Pemilik surat kabar, atau sang penanggung jawab, adalah sang penerbit, Orang
yang bertanggung jawab terhadap isi surat kabar disebut editor
Fungsi utama dari surat kabar adalah menyiarkan informasi. Khalayak berlangganan
atau membeli surat kabar karena memerlukan informasi mengenai berbagai peristiwa atau hal
yang terjadi di bumi kita ini. Pada umumnya informasi ini berbentuk berita yang mencakup
peristiwa yang terjadi, apa yang dilakukan orang, apa gagasan atau pikiran orang, apa yang
dikatakan orang, dan sebagainya (Effendi, 1992: 54).
Di negara-negara Barat, pers disebut sebagai kekuatan yang keempat, setelah kaum
agamawan, kaum bangsawan, dan rakyat. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Thomas
Carlyle pada paruhan pertama abad ke-19. Hal ini menunjukkan kekuatan pers dalam
melakukan advokasi dan menciptakan isu-isu politik. Karena itu tidak mengherankan bila
pers sering ditakuti, atau malah "dibeli" oleh pihak yang berkuasa.
Di Indonesia, pers telah lama terlibat di dalam dunia politik. Di masa penjajahan
Belanda pers ditakuti, sehingga pemerintah mengeluarkan haatzai artikelen, yaitu
undang-undang yang mengancam pers apabila dianggap menerbitkan tulisan-tulisan yang
"menaburkan kebencian" terhadap pemerintah
II.4 Fotografi
II.4.1 Pengertian Fotografi
Belajar fotografi bukan sekedar memotret. Tapi bagaimana menangkap sisi estetis
sebuah objek untuk kemudian kita bekukan ke dalam sebuah keabadian berupa potret yang
mampu membangkitkan imajinasi dan apresiasi positif dari orang yang melihatnya di lain
waktu (Det, 2010).
Fotografi telah dirintis manusia sejak zaman Aristoteles, bahkan mungkin
sebelumnya. Aristoteles mengadakan percobaan dengan merentangkan kulit yang diberi
lubang kecil, digelar di atas tanah, dan diberi antara untuk menangkap cahaya
dapat memproduksi gambar ditandai oleh lahirnya collodion yang ditemukan oleh Frederick
Scott Archer Collodion merupakan bahan baku fotografi.
Bahan ini dilapiskan ke kaca dan langsung dipasang pada kamera obscura untuk
menghasilkan gambar. Meskipun kualitas gambarnya belum tajam namun penemuan ini
membuat para fotografer pada zaman itu terkagum-kagum. Pada masa itu cara ini digunakan
untuk memotret di seluruh Eropa dan Amerika. Kamera yang digunakan adalah kamera
obscura. Kemudian ditemukan kamera portable yang pengoperasiannya juga secara manual.
Seorang fotografer harus mempelajari berbagai fungsi anatomi kamera agar dapat
mengoperasikannya secara baik. Kesalahan teknis sedikit dapat menyebabkan kegagalan
fatal. Tidak berputarnya gulungan roll film dapat menyebabkan semua hasil bidikan tidak
terekam, sehingga semua foto tidak dapat tercetak. Kegagalan seperti ini harus dihindari,
apalagi bila peristiwa yang dipotret tidak dapat diulang
Seiring dengan perkembangan peradaban manusia dan kecanggihan teknologi,
fotografi mengalami kemajuan yang pesat. Ditemukannya berbagai peralatan fotografi telah
mendukung peningkatan kualitas karya. Kamera pun jadi makin multi fungsi dengan adanya
tombol-tombol otomatik, misalnya program Shutter speed dan bukaan diafragma. Berbagai
jenis pemotretan, seperti close-up dan lansekap dipermudah dengan fungsi kamera yang
semakin canggih. Penemuan-penemuan baru telah membuat seseorang dapat membidikkan
kameranya ke obyek secara mudah. Sementara itu bahan untuk memproduksi dan
mereproduksi gambar juga semakin berkualitas.
Sejak ditemukannya film gulung (roll film) oleh George Eastman pada tahun 1895,
teknik produksi dan reproduksi fotografi mengalami revolusi teknologi yang cukup pesat.
Berbagai penemuan tersebut telah mempermudah fotografer untuk berkarya. Para fotografer
menjadi lebih kritis untuk membedakan antara karya yang baik dan yang kurang. Usaha