• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Antar Budaya dan Proses Akulturasi Budaya Kaum Urban (Studi Deskriptif Pengaruh Komunikasi Antar Budaya terhadap Pernikahan Adat Aceh sebagai Proses Akulturasi Budaya Kaum Urban Masyarakat Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komunikasi Antar Budaya dan Proses Akulturasi Budaya Kaum Urban (Studi Deskriptif Pengaruh Komunikasi Antar Budaya terhadap Pernikahan Adat Aceh sebagai Proses Akulturasi Budaya Kaum Urban Masyarakat Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia)"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

Komunikasi Antar Budaya dan Proses Akulturasi Budaya Kaum

Urban

(Studi Deskriptif Pengaruh Komunikasi Antar Budaya terhadap Pernikahan Adat Aceh sebagai Proses Akulturasi Budaya Kaum Urban Masyarakat Kelurahan

Helvetia Kecamatan Medan Helvetia)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh :

RIZKI AMELIA

040904054

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

LEMBAR PERSETUJUAN

SKRIPSI INI DISETUJUI DAN DIPERTAHANKAN OLEH :

NAMA : RIZKI AMELIA

NIM : 040904054

DEPARTEMEN : ILMU KOMUNIKASI

JUDUL : KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DAN PROSES AKULTURASI BUDAYA KAUM URBAN (STUDI DESKRIPTIF PENGARUH KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA TERHADAP PERNIKAHAN ADAT ACEH SEBAGAI PROSES AKULTURASI BUDAYA KAUM URBAN

MASYARAKAT KELURAHAN HELVETIA KECAMATAN MEDAN HELVETIA)

DOSEN PEMBIMBING KETUA DEPARTEMEN

Dra. Lusiana A. Lubis, MA Dra. Fatma Wardy Lbs, MA NIP 19670405 199003 2002 NIP 19620828 198601 2001

DEKAN FISIP USU

(3)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul Pengaruh Komunikasi Antar Budaya terhadap Proses Akulturasi Budaya Kaum Urban Masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran bagaimana peranan komunikasi antar budaya terhadap pernikahan adat Aceh sebagai proses akulturasi masyarakat urban/pendatang terhadap masyarakat setempat di Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu berisikan situasi atau peristiwa penelitian dan tidak mencari atau menjelaskan hubungan dan menguji hipotesis

Dalam penelitian ini populasinya adalah masyarakat Kelurahan Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan dimana masyarakatnya berjumlah 13478 jiwa, untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan dengan tingkat kepercayaan 90% maka diperoleh sampel sebanyak 99 orang. Oleh sebab itu teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik Purposive Sampling.

(4)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dah hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Adapun penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dari Departemen Ilmu Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini merupakan hasil terbaik yang telah dilakukan penulis selama duduk di bangku perkuliahan. Dengan penuh kerja keras, pengorbanan serta harapan skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Penulis menyadari masih ada kekurangan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu dengan hati terbukan dan ikhlas penulis menerima kritik, saran, masukan positif dari pembaaca yang nantinya akan berguna di hari yang akan datang.

Dalam menyelesaikan pendidikan dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan dukungan, bantuan, bimbingan, serta motivasi dari banyak pihak. Maka dari itu dengan segala kerendahan hati penulis menucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(5)

3. Ibu Dra. Lusiana A. Lubis, MA sebagai dosen pembimbing sekaligus dosen wali penulis, tempat penulis berkeluh-kesah dalam bidang akademis, juga yang telah memberikan bimbingan serta nasehat-nasehat dan saran-saran yang berarti untuk penulis sehingga skripsi ini selesai sebagaimana mestinya, yang tak mungkin penulis lupakan.

4. Bapak/Ibu Dosen Departemen Ilmu Komunikasi pada khususnya dan dosen-dosen FISIP USU pada umumnya yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

5. Ayahanda Zulkifli SM. Sulaiman dan Ibunda Dini Astaty yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, kesabaran dan segalanya yang tak terhingga dan tidak mungkin dibalas oleh penulis, adikku Sarah Afrina Sari dan Ahmad Zico Fadlansyah, terima kasih untuk semua canda tawa, kasih sayang dan perhatian yang telah kalian berikan kepada penulis. 6. Kak Icut, Kak Ros, Maya serta seluruh staf Departemen Ilmu Komunikasi

pada umumnya yang telah membantu penulis dalam hal administrasi selama ini.

Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini :

1. Fandhy Iffrad Makhmuda, seorang istimewa yang telah memberikan semangat, motivasi, masukan, kesabaran serta menemani penulis dalam suka dan duka selama penulisan skripsi ini.

(6)

tawa, waktu, semangat, dorongan dan kasih sayang yang tak pernah terlupakan.

3. Meirisha Asnita, Erik Mardianto, Putriana Srifidia Kissafaniya, Bebby Meirina, Liya Zadora, Tapi Tenera, Aditya Saputra, serta teman-teman seangkatan 2004 Departemen Ilmu Komunikasi lain yang tak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas hari-hari yang telah diberikan selama kita semua mengikuti perkuliahan.

4. Mirna, Hesty, Mutia, Nadia, Nabila, Ulfa, Anas, Putri, Henny, serta seluruh anggota Tim Kesenian IPTR USU, terima kasih atas dukungan dan pengertian yang telah diberikan kepada penulis.

5. Ozy, Bang Jagad, Irwan, Ari, Andi Chien, Dina, Icha, Prima, Bang Coky, Fuji serta semua teman-teman D’Vasto Basketball Club yang telah membantu penulis menghilangkan penat dengan canda tawa serta perhatian dan dorongan yang diberikan.

6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan tambahan ilmu, memperluas cakrawala dan menjadi masukan bagi seluruh pembaca.

(7)

DAFTAR ISI

I.5 Kerangka Teori……….7

I.5.1 Komunikasi……...………...7

I.5.2 Komunikasi Antar Budaya…………..…………....11

I.5.3 Akulturasi Budaya………..15

I.5.4 Urbanisasi dan Masyarakat Urban………..16

I.5.5 Pernikahan Adat dan Pernikahan Adat Aceh…...17

I.6 Kerangka Konsep………...19

I.7 Model Teoritis………...21

I.8 Operasional Variabel………...22

I.9 Definisi Operasional………....23

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi………...27

II.1.1 Pengertian Komunikasi………....…….27

II.1.2 Unsur – unsur Komunikasi………...…29

II.1.3 Ciri – ciri Komunikasi………..30

II.1.4 Tujuan dan Fungsi Komunikasi…………....……31

II.1.5 Tatanan Komunikasi……….32

II.2 Komunikasi Antar Budaya……….….34

II.2.1 Dimensi Komunikasi Antar Budaya………….….37

(8)

II.2.3 Prinsip – prinsip Komunikasi Antar Budaya…...42

II.2.4 Hambatan Komunikasi Antar Budaya………...….45

II.3 Akulturasi Budaya………....48

II.3.1 Penetrasi Budaya………....49

II.4 Urbanisasi dan Masyarakat Urban………..…….51

II.4.1 Urbanisasi………..….52

II.4.2 Faktor – faktor Penyebab Urbanisasi…….….……54

II.4.3 Masyarakat Urban……….…...54

II.5 Pernikahan Adat dan Pernikahan Adat Aceh…….……..56

II.5.1 Pernikahan Adat Aceh………..……..58

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metodologi Penelitian………..62

III.2 Deskripsi Lokasi Penelitian……….……63

III.2.1 Sejarah Singkat Kelurahan Helvetia…………...63

III.3 Populasi dan Sampel………....65

III.3.1 Populasi………...65

III.3.2 Sampel……….……….65

III.4 Teknik Sampling……….……….66

III.5 Teknik Pengumpulan Data………..….67

III.6 Teknik Analisis Data………....68

III.7 Proses Pengolahan Data………..….68

III.7.1 Penomoran Kuesioner………..….68

III.7.2 Editing………..……68

III.7.3 Coding………..……69

III.7.4 Inventarisasi Variabel………...69

III.7.5 Tabulasi Data………....69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis Tabel Tunggal………....70

IV.1.1 Karakteristik Responden………..70

IV.1.2 Komunikasi Antar Budaya………...75

IV.1.3 Upacara Pernikahan Adat Aceh sebagai Proses Akulturasi Budaya……...93

(9)

BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan………...………....111 V.2 Saran………...………..112 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

Tabel 1 : Operasional Variabel………..22

Tabel 2 : Usia Responden………..…70

Tabel 3 : Jenis Kelamin Responden………...71

Tabel 4 : Tingkat Pendidi………...72

Tabel 5 : Frekuensi Menghadiri Upacara Pernikahan Adat Aceh…………...72

Tabel 6 : Intensitas Menghadiri Upacara Pernikahan Adat Aceh………….….74

Tabel 7 : Intensitas Menghadiri Upacara Pernikahan Adat Aceh di Daerah Tempat Tinggal...75

Tabel 8 : Perbedaan Upacara Pernikahan Adat Aceh di Daerah Tempat Tinggal dan Daerah Asal………...………..….76

Tabel 9 : Intensitas Menghadiri Upacara Pernikahan Adat Aceh yang Berbeda dengan Daerah Asal………...………..….77

Tabel 10 : Perbandingan Perbedaan Upacara Pernikahan Adat Aceh di Daerah Tinggal dan Daerah Asal………....79

Tabel 11 : Intensitas Menghadiri Upacara Pernikahan Adat Aceh di Daerah Tempat Tinggal yang Masih Berbudaya Asli……...………80

Tabel 12 : Intensitas Menghadiri Upacara Pernikahan Adat Aceh yang Digabungkan dengan Budaya Daerah Tinggal…...………....81

Tabel 13 : Penggabungan Budaya Asli dengan Budaya Daerah Tinggal dalam Upacara Pernikahan Adat Aceh di Daerah Tinggal………82

Tabel 14 : Intensitas Menghadiri Upacara Pernikahan Adat Aceh di Daerah Tinggal dengan Bahasa Daerah………...…………...….83

Tabel 15 : Penggunaan Bahasa Daerah dalam Upacara Pernikahan Adat Aceh di Daerah Tinggal…..………..85

Tabel 16 : Pelaksanaan Upacara Pernikahan Adat Aceh di Daerah Tinggal…………...……86

Tabel 17 : Pelaksanaan Setiap Prosesi dalam Upacara Pernikahan Adat Aceh di Daerah Tinggal……….………...87

(11)

Tabel 19 : Pentingnya Setiap Prosesi dalam Upacara Pernikahan Adat Aceh di Daerah Tinggal………....89 Tabel 20 : Makna Pesan dalam Prosesi Upacara Pernikahan Adat Aceh...……..90 Tabel 21 : Kesesuaian Prosesi Upacara Pernikahan Adat Aceh Daerah Tinggal

dengan Budaya Asli……..…...………92 Tabel 22 : Intensitas Menghadiri Setiap Prosesi pada Upacara Pernikahan Adat

Aceh di Daerah Tinggal………...………...93 Tabel 23 : Intensitas Menghadiri Prosesi Preh Linto Baroe di Daerah Tempat

Tinggal…...…95 Tabel 24 : Intensitas Menghadiri Prosesi Tueng Dara Baroe di Daerah Tempat

Tinggal…...96 Tabel 25 : Prosesi yang Sering Dihadiri pada Upacara Preh Linto Baro di Daerah

Tempat Tinggal adalah Seumapa……...………97 Tabel 26 : Prosesi yang Sering Dihadiri pada Upacara Preh Linto Baro di Daerah

Tempat Tinggal adalah Ranup Lampuan…...………98 Tabel 27 : Prosesi yang Sering Dihadiri pada Upacara Preh Linto Baro di Daerah

Tempat Tinggal adalah Peusijuk………...……….99 Tabel 28 : Prosesi yang Sering Dihadiri pada Upacara Preh Linto Baro di Daerah

Tempat Tinggal adalah Jamuan Makan Pengantin...………...101 Tabel 29 : Prosesi yang Sering Dihadiri pada Upacara Tueng Dara Baro di Daerah

Tempat Tinggal adalah Seumapa………....………..102 Tabel 30 : Prosesi yang Sering Dihadiri pada Upacara Tueng Dara Baro di

Daerah Tempat Tinggal adalah Ranup Lampuan……….………….103 Tabel 31 : Prosesi yang Sering Dihadiri pada Upacara Tueng Dara Baro di

Daerah Tempat Tinggal adalah Peusijuk………..104 Tabel 32 : Prosesi yang Sering Dihadiri pada Upacara Tueng Dara Baro di

Daerah Tempat Tinggal adalah Peuraba Dapue………....…………106 Tabel 33 : Prosesi yang Sering Dihadiri pada Upacara Tueng Dara Baro di

(12)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul Pengaruh Komunikasi Antar Budaya terhadap Proses Akulturasi Budaya Kaum Urban Masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran bagaimana peranan komunikasi antar budaya terhadap pernikahan adat Aceh sebagai proses akulturasi masyarakat urban/pendatang terhadap masyarakat setempat di Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu berisikan situasi atau peristiwa penelitian dan tidak mencari atau menjelaskan hubungan dan menguji hipotesis

Dalam penelitian ini populasinya adalah masyarakat Kelurahan Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan dimana masyarakatnya berjumlah 13478 jiwa, untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan dengan tingkat kepercayaan 90% maka diperoleh sampel sebanyak 99 orang. Oleh sebab itu teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik Purposive Sampling.

(13)

BAB I

I.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari. Komunikasi merupakan hal yang membantu manusia dalam bertumbuh dan berkembang serta menemukan pribadinya masing-masing. Ekspresi, keinginan, maksud, tanggapan serta tujuan manusia disampaikan melalui media komunikasi. Komunikasi adalah hal yang menghubungkan interaksi sosial, baik itu secara individu maupun kelompok.

Kebutuhan manusia dalam berkomunikasi tidak terlepas dari perkembangan teknologi informasi dan pertumbuhan ekonomi. Kedua hal tersebut mendorong manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bagi dirinya sendiri, misalnya saja dengan berpindah tempat tinggal, menuju daerah yang kehidupan ekonominya lebih baik dari daerah asal.

Perpindahan penduduk dari daerah asal mereka menuju daerah yang mempunyai daya tarik ekonomi, menyebabkan terjadinya percampuran-percampuran budaya atau akulturasi antara budaya masayarakat setempat dengan masyarakat pendatang atau masyarakat urban. Sering kali hal ini menimbulkan kebiasaan-kebiasaan baru dalam kehidupan bermasyarakat, baik bagi pendatang maupun masyarakat setempat.

(14)

komunikasi antar budaya yang terjadi di masyarakat setempat dan masyarakat pendatang tersebut.

Pencampuran budaya yang terjadi dimulai dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu, misalnya penggunaan bahasa sehari-hari. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa daerah pada kata-kata tertentu, aksen kedaerahan, ataupun nada yang digunakan dalam mengekspresikan sesuatu. Hal ini perlahan bercampur dengan budaya masyarakat setempat, kata-kata dalam bahasa daerah mulai berkurang, aksen yang perlahan menipis atau bercampur dengan aksen masyarakat asli, maupun nada suara berbeda dalam berbicara.

Komunikasi juga merupakan hal yang membuat interaksi-interaksi antara masyarakat pendatang atau masyarakat urban dan masyarakat setempat terjadi lebih dalam lagi. Percampuran budaya tersebut pada akhirnya mencapai elemen-elemen yang lebih besar dalam kehidupan masyarakat pendatang dan masyarakat setempat tersebut. Hal-hal kecil seperti bahasa, aksen dan nada bicara pada akhirnya membawa kebiasaan-kebiasaan yang sudah turun-temurun dilakukan oleh masyarakat setempat mengalami sedikit pergeseran, begitu juga sebaliknya yang terjadi pada masyarakat pendatang. Budaya-budaya lama yang dibawa dari daerah asal oleh masyarakat asal, perlahan-lahan sudah mulai bercampur dengan kebudayaan yang ada di daerah setempat.

(15)

sekitar.. Namun di saat yang sama, masyarakat juga tidak dapat meninggalkan adat yang sudah ada dan dijalankan selama turun-temurun, karena hal tersebut sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan masyarakat tersebut. Hal ini terjadi di kedua belah pihak, baik masyarakat pendatang, maupun masyarakat setempat yang sudah terlebih dahulu tinggal di daerah tersebut. Pola pikir ini juga yang mendorong pencampuran budaya untuk masuk lebih dalam lagi ke dalam kehidupan bermasyarakat.

Budaya-budaya tradisional yang melekat di masyarakat, namun dilaksanakan dengan cara berbeda bagi masing-masing kebudayaan mulai dijalankan dengan cara yang berbeda pula. Acara-acara kemasyarakatan seperti tahlilan, kenduri atau selamatan, peringatan hari-hari besara keagamaan tidak luput dari pencampuran ini. Detail-detail kecil dalam kebiasaan-kebiasaan tersebut menghilang, atau bertambah seiring dengan percampuran budaya. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk suatu kebudayaan baru, yang disebut akulturasi budaya.

(16)

Masyarakat kelurahan Helvetia merupakan masyarakat yang heterogen. Kelurahan Helvetia merupakan kawasan perumahan nasional, dimana di kawasan ini terdapat mobilitas penduduk yang tinggi. Kelurahan Helvetia juga menjadi sasaran bagi masyarakat urban untuk memulai kehidupan baru di tanah yang baru, sebagian besar dikarenakan faktor ekonomi.

Nanggroe Aceh Darussalam merupakan daerah yang sedang berkembang, yang banyak dilanda konflik, baik itu dari segi sosial ekonomi, maupun bencana alam. Pada tahun 1998, gejolak yang terjadi antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mendorong terjadinya mobilitas penduduk dari Nanggroe Aceh Darussalam, ke daerah-daerah lain yang dianggap lebih aman, salah satunya adalah Kelurahan Helvetia, Medan yang secara geografis berada dekat dengan Nanggroe Aceh Darussalam.

Tahun 2004, kembali terjadi bencana yang membuat ratusan bahkan ribuan warga Nanggroe Aceh Darussalam meninggalkan kampung halaman mereka, yaitu tsunami. Ekonomi yang memburuk pada saat itu, ditambah beban psikologis kehilangan sanak-saudara akibat bencana alam, mendorong warga untuk pindah. Kelurahan Helvetia kembali menjadi tujuan masyarakat urban, selain dorongan ekonomi, juga diperkuat dengan faktor sosial, sebagaimana sebelumnya sudah banyak warga NAD yang berdomisili di daerah tersebut.

(17)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh Komunikasi Antar Budaya terhadap Proses Akulturasi Budaya Kaum Urban Masyarakat di Kelurahan Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia.

I. 2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana pengaruh komunikasi antar budaya terhadap upacara pernikahan adat Aceh sebagai proses akulturasi budaya kaum urban masyarakat di Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia?”

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti, yaitu:

1. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu berisikan situasi atau peristiwa penelitian dan tidak mencari atau menjelaskan hubungan dan menguji hipotesis.

(18)

3. Objek penelitian ini adalah masyarakat kelurahan Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia yang berusia 25 tahun – 60 tahun

4. Penelitian dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2010

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui kegiatan komunikasi antar budaya masyarakat pendatang dan masyarakat setempat di Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

b. Untuk mengetahui peranan komunikasi antar budaya terhadap pernikahan adat Aceh sebagai proses akulturasi masyarakat urban/pendatang terhadap masyarakat setempat di Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia c. Untuk mengetahui bagaimana proses akulturasi masyarakat pendatang dan

masyarakat setempat di Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan Helvetia I.4.2 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini akan disumbangkan kepada FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu Komunikasi, sehingga nantinya dapat memperkaya sumber ilmu pengetahuan dan bacaan.

(19)

3. Secara praktis, penelitian ini dapat membantu memperluas ilmu pengetahuan serta menjadi sumber literatur khususnya dalam bidang komunikasi antar budaya dan proses akulturasi budaya.

I.5 Kerangka Teori

Kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir yang menunjukkan dari sudut mana masalah yang telah dipilih akan di soroti ( Nawawi 1995 : 40 ). Menurut Kerlinger teori merupakan himpunan konstruk ( konsep ), defenisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variable, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut(Rakhmat,1999:6). Teori merupakan serangkaian asumsi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Dengan adanya kerangka teori akan mempermudah peneliti dalam menganalisa masalah penelitian. Karangka teori merupakan landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang akan diteliti ( Singarimbun, 1995: 57 ),yang digunakan sebagai pemecahan masalah.

I.5.1 Komunikasi

(20)

terjadinya komunikasi adalah sebagai konsekuensi hubungan social “ ( Effendy 1992 : 3 ).

Komunikasi menurut Berlson dan Steiner ( 1964 ) adalah penyampaian infomasi, idea, emosi, keterampilan dan seterusnya, melalui penggunaan simbol, angka, garfik dan lain-lain ( Arifin, 1998 : 25 ).

Dalam setiap peristiwa komunikasi selalu terdapat beberapa komponen yaitu : a. Komunikator

b. Pesan c. Media d. Komunikan e. Efek

( Effendy , 1992 : 8 )

Berdasarkan model Laswell, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Menurut Wilbur Schramm , untuk menimbulkan tanggapan yang positif , maka isi pesan itu harus memenuhi syarat– syarat sebagai berikut :

1. Pesan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa , sehingga pesan itu dapat menarik perhatian sasaran yang dituju

2. Pesan haruslah menggunakan tanda – tanda yang didasarkan pada pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran sehingga kedua pengertian itu bertemu

(21)

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok dimana kesadaran pada saat itu digunakan untuk memberi jawaban yang dikehendaki ( Effendy , 1992 : 44 )

Dalam proses penyampaian informasi, komunikator menggunakan media dalam melancarkan komunikasinya. Media merupakan alat atau sarana untuk meneruskan pesan komunikasi dengan bahasa. Pentingnya peranan media disebabkan efisiensinya dalam mencapai komunikan. Penyebaran informasi sebagai salah satu aktivitas sosial jelas akan dapat menimbulkan efek, berupa efek yang diinginkan ataupun efek yang tidak diinginkan. Defenisi – defenisi diatas menunjukkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain bisa menggunakan media serta menimbulkan efek. Dalam penerapannya bukan hanya bersifat informatif yaitu orang lain mengerti dan tahu tetapi juga persuasif yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu faham atau keyakinan melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain – lain.

(22)

Komunikasi adalah mekanisme hubungan antarmanusia yang menyebabkan manusia itu bertahan dan berkembang melalui penyampaian simbol pikiran melalui suatu ruang dan waktu tertentu. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi-informasi, pesan-pesan, gagasan-gagasan atau pengertian-pengertian, dengan menggunakan lambang- lambang yang mengandung arti atau makna, baik secara verbal maupun nonverbal dari seseorang atau sekelompok orang kepada seseorang atau sekelompok orang lainnya dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian dan / atau kesepakatan bersama.

Secara ideal, tujuan komunikasi bisa menghasilkan kesepakatan-kesepakatan bersama terhadap ide atau pesan yang disampaikan. Ada dua jenis komunikasi, yaitu verbal dan non verbal, komunikasi verbal meliputi kata-kata yang diucapkan atau tertulis, sedangkan komunikasi non verbal meliputi bahasa tubuh. Menurut Wilbur Schramm, seorang ahli komunikasi kenamaan menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experience and meanings) yang pernah diperoleh komunikan.

(23)

Dengan demikian tingkat keberhasilan (pencapaian tujuan) komunikasi dapat dilihat atau dinilai dari sampai dimana atau sejauh mana saling pengertian dan kesepakatan dapat tercapai oleh pihak-pihak yang melakukan komunikasi itu. Proses komunikasi adalah rangkaian kejadian/ peristiwa atau perbuatan melakukan hubungan, kontak, interaksi satu sama lain berupa penyampaian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna. Proses komunikasi yang baik adalah apabila hubungan/ interaksi dalam rangka penyampaian pesan/ informasi/ berita/ pengertian yang dilakukan tertuju kepada penerima pesan/ informasi itu, dan secara timbal-balik, disampaikan melalui saluran-saluran (media) yang cocok/ tepat/ sesuai dan isi pesan disusun dengan sebaik-baiknya secara jelas, tegas, pasti serta dapat dipahami oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses hubungan penyampaian dan penerimaan pesan itu.

I.5.2 Komunikasi Antar Budaya

(24)

Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi

internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. (Purwasito, 2003 : 123)

Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. (Liliweri, 2003 : 11) Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:

1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;

2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;

3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;

(25)

Unsur-unsur komunikasi ini selalu terdapat dalam peristiwa komunikasi manapun:

1. Sumber merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk

berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang lain. Kebutuhan ini bisa berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain.

2. Meng-encode (encoding) merupakan suatu aktifvitas internal pada sumber dalam menciptakan pesan melalui pemilihan pada simbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan- aturan tata bahasa dan sintaksis yang berlaku pada bahasa yang digunakan.

3. Pesan merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat

simbol-simbol verbal atau non verbal yang mewakili keadaan khusus sumber pada satu dan tempat tertentu.

4. Saluran merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke

penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum.

5. Penerima adalah orang -orang yang menerima pesan dan dengan

(26)

6. Men-decode (Decoding) merupakan kegiatan internal dari penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”, yang harus diubah kedalam pengalaman-pengalaman yang mengandung makna.

7. Respons Penerima yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima

untuk dilakukan terhadap pesan. Respons dapat bervariasi sepanjang dimensi minimum sampai maksimum.

8. Umpan balik (feedback) merupakan informasi bagi sumber sehingga ia dapat menilai efektifitas komunikasi untuk selanjutnya menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.

9. Gangguan (noise), gangguan beraneka ragam, untuk itu harus

didefinisikan dan dianalisis. Noise dapat masuk kedalam sistem komunikasi manapun yang merupakan apa saja yang mengganggu atau membuat kacau penyampaian pesan, termasuk yang bersifat fisik atau psikis.

10. Bidang Pengalaman, komunikasi dapat terjadi sejauh para pelaku memiliki pengalaman- pengalaman yangsama. Perbedaan dapat mengakibatkan komunikasi menjadi sulit, tetapi walaupun perbedaan tidak dapat dihilangkan bukan berarti komunikasi tidak ada harapan untuk terjadi.

(27)

seperti ruangan, halaman dan jalanan, dimensi sosial misalnya adat istiadat, situasi rumah, dan lain-lain, serta dimensi norma yang mencakup ke semua peraturan baik tertulis maupun tidak yang mengatur kehidupan masyarakat.

I.5.3 Akulturasi Budaya

Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsurunsur dari suatu kebudayaan asing, sehingga unsur -unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu. Misalnya, masyarakat pendatang berkomunikasi dengan masyarakat setempat dalam acara syukuran, secara tidak langsung masyarakat pendatang berkomunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu milik mereka untuk menjalin kerja sama atau mempengaruhi kebudayaan setempat tanpa menghilangkan kebudayaan setempat.

(28)

Di dalam akulturasi selalu terjadi proses penggabungan (fusi budaya) yang memunculkan kebudayaan baru tanpa menghilangkan nilai-nilai dari budaya lama atau budaya asalnya. Akulturasi adalah proses jalan tengah antara konfrontasi dan fusi, isolasi dan absorbsi, masa lampau dan masa depan.

Ada empat syarat yang harus dipenuhi supaya proses akulturasi dapat berjalan dengan baik:

• Penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut (syarat persenyawaan/ affinity)

• Adanya nilai baru yang tercerna akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya (syarat keseragaman/ homogenity).

• Adanya nilai baru yang diserap hanya sebagai kegunaan yang tidak penting atau hanya tampilan (syarat fungsi).

• Adanya pertimbangan yang matang dalam memilih kebudayaan asing yang datang (syarat seleksi) (Sachari, 2001:86-87). Apabila dilihat dari definisi tentang akulturasi di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa akulturasi adalah proses penggabungan antara dua kebudayaan atau lebih untuk mencari jalan tengah dimana pada kebudayaan baru yang terbentuk tersebut masih dapat ditemukan karakter asli dari unsur-unsur kebudayaan penyusunnya.

I.5.4 Urbanisasi dan Masyarakat Urban

(29)

kebudayaan, kebudayaan dan masyarakat tidak mungkin hidup terpisah satu sama lain. Di dalam sekelompok masyarakat akan terdapat suatu kebudayaan.

Urbanisasi terjadi apabila sejumlah besar orang meninggalkan daerah-daerah pertanian (desa) dan bertempat tinggal di perkotaan. Proses urbanisasi ini dimulai karena adanya keinginan untuk mencari pekerjaan dan mendirikan rumah-rumah di kota-kota, dikarenakan kesempatan kerja dan lapangan pekerjaan di desa sudah tidak memadai lagi. Urbanisasi juga didorong oleh keinginan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, dengan fasilitas-fasilitas yang tersedia di kota besar yang memang tidak terdapat di desa.

Menurut peneliti dari intensitas aktivitas keseharian tersebut percampuran sering kali tercipta dan memungkinkan dapat terciptanya kebudayaan baru hasil dari percampuran kebudayaan kaum urban dengan kebudayaan setempat. Dalam konteks itulah proses urbanisasi yang menyebabkan terjadinya pertukaran budaya (cultural share), persilangan, dan persenyawaan budaya selalu menarik untuk dilihat. Masyarakat urban adalah sekelompok masyarakat yang meninggalkan daerah asalnya dan mendiami suatu daerah baru yang lebih modern dan pada akhirnya mulai mengatur diri mereka sendiri menjadi suatu unit sosial yang berbeda dari kelompok-kelompok yang lain.

I.5.5 Pernikahan Adat dan Pernikahan Adat Aceh

(30)

adat. Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari Bahasa Arab yaitu kata nikkah yang berarti perjanjian

Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani mmelakukan upacara berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluarga. Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan

kemudian mereka dinamakan

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(31)

satu dan yang lain pada satu bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan hukum pernikahan yang dilaksanakan menurut aturan atau hukum adat dari masing-masing budaya suku yang dimiliki oleh kedua mempelai.

Pernikahan adat Aceh, seperti juga pernikahan-pernikahan adat pada umumnya, didasari oleh hukum adat, perundang-undangan, juga hukum agama. Dalam pernikahan adat Aceh, terdapat beberapa prosesi besar yaitu :

1. Perkenalan antar keluarga

2. Pertunangan menjelang pernikahan (Ba Ranup Kong Haba) 3. Upacara perkawinan (Preh Linto Baroe)

4. Upacara mengunduh/mengantar mempelai wanita (Tueng Dara Baroe) Terdapat banyak lagi prosesi-prosesi kecil yang menjadi bagian dari 4 (empat) prosesi besar yang biasa dilakukan di dalam pernikahan adat Aceh. Seiring berjalannya waktu, prosesi-prosesi yang terdapat di dalam upacara pernikahan itu sendiri nerkurang atau bertambah sebagai akibat dari akulturasi budaya yang terjadi di dalam masyarakat.

I.6 Kerangka Konsep

(32)

menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan lainnya (Singarimbun, 1995 : 32).

Dalam kerangka konsep di rumuskan variabel –variabel dan indikator yang akan diteliti, yaitu :

1. Variabel Bebas (X)

Variable bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur lain. ( Nawawi, 1993 : 56 ). Variable bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Komunikasi Antar Budaya.

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel yang merupakan akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahului ( Rakhmat, 1993 : 12 ). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pernikahan adat Aceh sebagai proses akulturasi budaya kaum urban pada masyarakat di Kelurahan Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

3. Variabel Antara (Z)

(33)

I.7 Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi satu model teoritis sebagai berikut :

Keterangan : X : Variabel Bebas Y : Variabel Terikat Z : Variabel Antara

I.8 Operasional Variabel

Variabel Terikat (Y)

Pernikahan Adat Aceh sebagai Proses Akulturasi

Masyarakat Urban Variabel Bebas (X)

Komunikasi Antar Budaya

Variabel Antara

(34)

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep di atas, maka dibuat operasional variabel untuk membentuk kesatuan dan kesesuaian dalam penelitian, yaitu :

Tabel 1.1 Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasional 1. Variabel Bebas (X)

Komunikasi Antar Budaya

1. Sumber

2. Meng-encode (encoding)

3. Pesan 4. Saluran 5. Penerima

6. Men-decode (decoding)

7. Respons penerima

8. Umpan balik (feedback) 9. Gangguan (noise) 10. Bidang Pengalaman 11. Konteks Komunikasi 2. Variabel Terikat (Y)

Pernikahan adat Aceh sebagai Proses akulturasi budaya masyarakat urban

a. Perkenalan antar keluarga

b. Pertunangan (Ba Ranup Kong Haba) c. Upacara Pernikahan (Preh Linto

Baroe)

(35)

Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Maka variabel yang terdapat dalam penelitian ini perlu didefenisikan sebagai berikut :

1. Variabel Bebas ( X ) Komunikasi antar budaya :

1. Sumber merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk

berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang lain. Kebutuhan ini bisa berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain.

2. Meng-encode (encoding) merupakan suatu aktifvitas internal pada sumber dalam menciptakan pesan melalui pemilihan pada simbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan- aturan tata bahasa dan sintaksis yang berlaku pada bahasa yang digunakan.

3. Pesan merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat

simbol-simbol verbal atau non verbal yang mewakili keadaan khusus sumber pada satu dan tempat tertentu.

4. Saluran merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke

penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum.

5. Penerima adalah orang -orang yang menerima pesan dan dengan

(36)

mendapatkan kontak juga dengan pesan yang dilepaskan oleh sumber dan memasuki saluran.

6. Men-decode (Decoding) merupakan kegiatan internal dari penerima.

Melalui indera, penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”, yang harus diubah kedalam pengalaman-pengalaman yang mengandung makna.

7. Respons Penerima yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima

untuk dilakukan terhadap pesan. Respons dapat bervariasi sepanjang dimensi minimum sampai maksimum.

8. Umpan balik (feedback) merupakan informasi bagi sumber sehingga ia dapat menilai efektifitas komunikasi untuk selanjutnya menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.

9. Gangguan (noise), gangguan beraneka ragam, untuk itu harus

didefinisikan dan dianalisis. Noise dapat masuk kedalam sistem komunikasi manapun yang merupakan apa saja yang mengganggu atau membuat kacau penyampaian pesan, termasuk yang bersifat fisik atau psikis.

(37)

11. Konteks Komunikasi, komunikasi selalu terjadi dalam suatu konteks tertentu paling tidak mempunyai tiga dimensi, antara lain : dimensi fisik merupakan lingkungan konkrit dan nyata tempat terjadinya komunikasi, seperti ruangan, halaman dan jalanan, dimensi sosial misalnya adat istiadat, situasi rumah, dan lain-lain, serta dimensi norma yang mencakup ke semua peraturan baik tertulis maupun tidak yang mengatur kehidupan masyarakat.

2. Variabel Terikat ( Y )

Pernikahan adat Aceh sebagai proses akulturasi budaya indikatornya adalah:

1. Perkenalan antar keluarga

Merupakan tahap diutusnya seseorang yang dituakan ataupun dianggap bijak dari pihak laki-laki untuk membicarakan perjodohan kepada pihak keluarga perempuan.

2. Pertunangan menjelang pernikahan (Ba Ranup Kong Haba)

Merupakan tahap dimana pada hari yang ditentukan orangtua dan keluarga laki-laki datang kepada pihak perempuan untuk melamar dan menentukan tanggal pernikahan, pada saat ini turut dibawa sebagian mahar sebagai tanda pengikat.

3. Upacara perkawinan (Preh Linto Baroe)

(38)

4. Upacara mengunduh/mengantar mempelai wanita (Tueng Dara Baroe)

Merupakan upacara pernikahan yang dilaksanakan di kediaman keluarga pengantin pria.

3. Variabel Antara ( Z )

Karakteristik responden yaitu nilai – nilai yang dimiliki oleh individu – individu yang membedakan dengan individu yang lain. Adapun indikator dari variabel antara adalah :

a. Usia, merupakan tingkatan umur yang dimiliki oleh responden.

b. Jenis Kelamin, merupakan jenis kelamin pria atau wanita dari responden. c. Agama, merupakan agama yang dianut oleh responden.

(39)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II. 1 Komunikasi

II.1.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi-informasi, pesan-pesan, gagasan atau pengertian-pengertian, dengan menggunakan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna, baik secara verbal maupun non-verbal dari seseorang atau sekelompok orang lainnya dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian dan atau kesepakatan bersama. Lambang-lambang yang mengandung arti atau makna, baik secara verbal maupun non-verbal yang penulis maksudkan dalam defenisi diatas mencakup bahasa lisan, bahasa tulisan, gerakan tubuh, gambar, warna, bunyi, dan sebagainya. Berikut ini akan dua defenisi komunikasi menurut pakar lainnya (William Albig, Bernard Barelson dan Barry A. Stainer) :

"Communication is the process of transmitting meaningful symbols between individuals" (Komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan lambang-

lambang yang mengandung makna diantara individu-individu). (William Albig, dikutip dalam Djoernasih, 1991:16).

(40)

pertanyaan : siapa yang menyampaikan (komunikator), apa yang disampaikan (pesan), melalui saluran apa (media), kepada siapa (komunikan) dan apa pengaruhnya (efek)(dalam Effendy,2001:10). Dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh orang (makhluk hidup) untuk menyatakan suatu gagasan atau ide kepada orang lain dengan mengguanakan lambing-lambang berupa bahasa, gambar- gambar atau tanda-tanda yang bermakna serta dapat saling dimengerti. Komunikasi (proses penyampaian pesan/ informasi) memang pada prinsipnya hanya berlangsung diantara makhluk-makhluk hidup yaitu antara manusia dengan manusia. Relatif juga bisa berlangsung antara manusia dengan hewan. Berkat kemajuan teknologi yang semakin canggih belakangan ini, komunikasi pun dimungkinkan berlangsung antara manusia dengan mesin robot, komputer, dan berbagai bentuk rekayasa teknologi sibernetika (cybernetics, cyber technology) lainnya.

(41)

Proses komunikasi adalah rangkaian kejadian / peristiwa atau perbuatan melakukan hubungan, kontak, interaksi satu sama lain (pada umumnya diantara makhluk hidup) berupa penyampaian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna. Proses komunikasi yang baik adalah apabila hubungan/ interaksi dalam rangka penyampaian pesan/ informasi yang dilakukan tertuju kepada penerima pesan/ informasi itu, dan secara timbal balik, disampaikan melalui saluran-saluran (media) yang cocok/tepat dan isi pesan disusun dengan sebaik-baiknya secara jelas, tegas dan pasti serta dapat dipahami oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses hubungan penyampaian dan penerimaan pesan itu.

II.1.2. Unsur-unsur Komunikasi

Menurut Harold Lasswell, dalam setiap proses komunikasi terdapat unsur-unsur (komponen-komponen) sebagai berikut yaitu :

1. Komunikator

Sumber atau komunikator adalah pelaku utama atau pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu komunikasi, bisa seorang individu,kelompok,organisasi,maupun suatu negara sebagai komunikator.

2. Pesan

(42)

mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud dari sumber tersebut. Ada 3 komponen pesan yaitu makna, simbol untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan.

3. Saluran atau media

Saluran atau alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima) baik secara langsung (tatap muka), maupun tidak langsung (melalui media cetak, elektronik).

4. Komunikan atau penerima

Komunikan merupakan seseorang atau kelompok yang menerima pesan dari sumber. Komunikan dapat juga disebut sebagai tujuan (destination), pendengar (listener), khalayak (audience) penafsir ataupun penyandi balik (decoder).

5. Efek atau umpan balik

Efek atau umpan balik merupakan dampak yang terjadi pada komunikan (penerima) setelah menerima pesan dari sumber, seperti perubahan sikap, bertambahnya pengetahuan, dan lain sebagainya.

II.1.3 Ciri-ciri Komunikasi

(43)

komunikasi, antara lain:

1. Komunikasi Verbal (Verbal Comunication) a) Komunikasi Lisan (Oral Comunication)

b) Komunikasi Tulisan/ Cetak (Written/ Printed Communication) 2. Komunikasi Non-Verbal (Nonverbal Communication)

a) Komunikasi Isyarat Badaniah (Gestured Communication) b) Komunikasi Gambar ( Picturial Communication)

3. Komunikasi Tatap Muka ( Face to Face Communication)

4. Komunikasi Bermedia ( Mediated Communication) (Effendy, 1993:33).

II.1.4 Tujuan dan Fungsi Komunikasi

Suatu pesan disampaikan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan agar pesan tersebut dapat dimengerti, memperkuat dan bahkan mampu mengubah orang lain. Dengan kata lain, kegiatan atau proses komunikasi tidak begitu saja diterima oleh komunikan dan menghasilkan efek sesuai dengan keinginan komunikator. Adapun tujuan komunikasi menurut Onong U. Effendy (1993:55), adalah :

1. Mengubah sikap (to change the attitude)

2. Mengubah pendapat atau opini (to change the opinion) 3. Mengubah perilaku (to change the behaviour)

4. Mengubah masyarakat (to change the society)

(44)

mengenai tukar menukar data, fakta dan ide. Adapun fungsi dari kegiatan komunikasi, dibagi atas empat fungsi utama ( Effendy,1999) yaitu :

1. Menyampaikan informasi (to inform) 2. Mendidik (to educate)

3. Menghibur (to entertain) 4. Mempengaruhi (to influence)

II.1.5. Tatanan Komunikasi

Tatanan komunikasi adalah proses komunikasi yang ditinjau dari jumlah komunikan, apakah satu orang, sekelompok orang atau sejumlah orang yang bertempat tinggal secara tersebar. Berdasarkan situasi komunikan seperti ini maka komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi bentuk-bentuk sebagai berikut :

1. Komunikasi Pribadi ( Personal Communication ), yaitu : komunikasi diri sendiri, baik dalam fungsinya sebagai komunikator maupun sebagai komunikan. Komunikasi Pribadi dapat terdiri dari :

a. Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) b. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)

2. Komunikasi Kelompok ( Group Communication ), yaitu : komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang. Komunikasi Kelompok terdiri dari :

(45)

• Diskusi panel (panel discussion)

• Simposium

• Forum • Seminar

• Lain-lain

b. Komunikasi kelompok besar (Large group communication/Public speaking).

3. . Komunikasi Massa (Mass Communication), yaitu : komunikasi yang berlangsung pada masyarakat luas, yang identifikasinya ditentukan oleh ciri khas institusionalnya (gabungan antara tujuan, organisasi dan kegiatan yang sebenarnya). Komunikasi Massa terdiri dari :

a. Komunikasi Media Massa Cetak (Printed mass media communication) • Surat kabar

• Majalah

b. Komunikasi Media Massa Elektronik (Electronic mass media communication)

• Radio • Televisi • Film • Internet

(46)

II.2. Komunikasi Antar Budaya

Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi (Tubbs, Moss:1996). Komunikasi antar budaya memiliki akarnya dalam bahasa (khususnya sosiolinguistik), sosiologi, antropologi budaya, dan psikologi. Dari keempat disiplin ilmu tersebut, psikologi menjadi disiplin acuan utama komunikasi lintas budaya, khususnya psikologi lintas budaya.

Pertumbuhan komunikasi antar budaya dalam dunia bisnis memiliki tempat yang utama, terutama perusahaan – perusahaan yang melakukan ekspansi pasar ke luar negaranya notabene negara – negara yang ditujunya memiliki aneka ragam budaya. Selain itu, makin banyak orang yang bepergian ke luar negeri dengan beragam kepentingan mulai dari melakukan perjalanan bisnis, liburan, mengikuti pendidikan lanjutan, baik yang sifatnya sementara maupun dengan tujuan untuk menetap selamanya.

Satelit komunikasi telah membawa dunia menjadi semakin dekat, kita dapat menyaksikan beragam peristiwa yang terjadi dalam belahan dunia,baik melalui layar televisi, surat kabar, majalah, dan media on line. Melalui teknologi komunikasi dan informasi, jarak geografis bukan halangan lagi kita untuk melihat ragam peristiwa yang terjadi di belahan dunia.

(47)

dulu bebrapa defenisi yang diikutif oleh Ilya Sunarwinadi ( 1993: 7-8 ) berdasarkan pendapat para ahli antara lain :

1. Sitaram ( 1970 ) : Seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan (intercultural communication…the art of understanding and being understood by audience of mother culture ).

2. Samovar dan Porter ( 1972 ) : Komunikasi antarbudaya terjadi manakala bagaian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut membawa serta latar belakang budaya pengalaman yang berbeda yang mencerminkan nilai yang dianut oleh kelompoknya berupa pengalaman, pengetahuan, dan nilai (intracultural communication obtains whenever the parties to acommunications act to bring with them different experiential backgrounds that reflect

along-standing deposit of group experience, knowledge, values).

3. Rich ( 1974 ) : Komunikasi antarbudaya terjadi ketika orang-orang yang berbeda kebudayaan (communication is intercultural when accuring between peoples of different cultures).

4. Stewart ( 1974 ) : Komunikasi antarbudaya yang mana terjadi dibawah suatu kondisi kebudayaan yang berbeda bahasa, norma-norma, adat istiadat dan kebiasaan (interculture communication which accurs under conditions of cultural difference-language, custom, and habits).

5. Sitaram dan Cogdell ( 1976 ) : Komunikasi antarbudaya…interaksi antara para anggota kebudayaan yang berbeda (intercultural communications….interaction between members of differing cultures)

(48)

dan penerimaan pesan-pesan dalm konteks perbedaan kebudayaan yang menghasilkan efek-efek yang berbeda (intercultural communication is the sending and receiving of message within a context of cultural differences producing

differential effects)

7. Young Yun Kim ( 1984 ) : Komunikasi antarbudaya adalah suatu peristiwa yang merujuk dimana orang-orang yang terlibat didalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki latar belakang budaya yang berbeda (intercultural communication…refers the communication phenomenon in which participant, different in cultural background, come into direct or indirect contact

which one another)

Seluruh defenisi diatas dengan jelas menerangkan bahwa ada penekanan pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menetukan dalam berlangsungnya proses komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya memang mengakui dan mengurusi permasalahan mengenai persamaan dan perbedaan dalam karakteristik kebudayaan antar pelaku–pelaku komunikasi, tetapi titik perhatian utamanya tetep terhadap proses komunikasi individu-individu atau kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan dan mencoba untuk melakukan interaksi.

(49)

merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal, dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi lain budaya menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu.

II.2.1 Dimensi-dimensi Komunikasi Antar Budaya

Terdapat pengertian-pengertian operasional dari kebudayaan dan kaitannya dengan KAB. Untuk mencari kejelasan dan mengitegrasikan berbagai konseptualisasi tentang kebudayaa komunikasi antarbudaya, ada 3 dimensi yang perlu diperhatikan (Kim, 1984 : 17-20 ) yaitu :

(1) Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan-partisipan komunikasi. Istilah kebudayaan telah digunakan untuk menunjuk pada macam-macam tingkat lingkungan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan mencakup :

- Kawasan-kawasan di dunia, seperti : budaya timur/ barat

- Sub kawasan-kawasan di dunia, seperti : budaya Amerika Utara/ Asia Tenggara, - Nasional/ Negara, seperti : Budaya Indonesia/ Perancis/ Jepang - Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negara seperti : budaya Orang Amerika Hitam, Budaya Amerika Asia, budaya Cina Indonesia

(50)

Perhatian dan minat dari ahli-ahli KAB banyak meliputi komunikasi antar individu-individu dengan kebudayaan nasional berbeda (seperti wirausaha jepang dengan wirausaha Amerika/ Indonesia) atau antar individu dengan kebudayaan ras-etnik berbeda (seperti antar pelajar penduduk asli dengan guru pendatang). Bahkan ada yang lebih mempersempit lagi pengertian pada "kebudayaan individual" karena seperti orang mewujudkan latar belakang yang unik

(2) Konteks sosial tempat terjadinya komunikasi antar budaya,

KAB dapat juga diklasifikasikan berdasarkan konteks sosial dari terjadinya. Hal yang biasanya termasuk dalam studi KAB :

- Business - Organizational - Pendidikan

- Alkulturasi imigran - Politik

- Penyesuaian Perlancong/ pendatang sementara

- Perkembangan alih teknologi/ pembangunan/ difusi inovasi - Konsultasi terapis.

(51)

proses-proses KAB. Jadi konteks sosial khusus tempat terjadinya KAB memberikan pada para partisipan hubungan-hubungan antar peran. Ekspektasi, norma-norma dan aturan- aturan tingkah laku yang khusus.

(3) Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan komuniksi antar budaya (baik yang bersifat verbal maupun nonverbal).

- Antarpribadi/ interpersonal/ person-person yaitu orang dengan orang secara langsung

- Media massa yaitu melalui radio, surat kabar, TV, Film, Majalah

SALURAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

ANTAR PRIBADI MEDIA MASSA

Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB. Misalnya : orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika akan memilih pengalaman yang berbeda dengan keadaan apabila ia sendiri berada disana dan melihat dengan mata kepala sendiri.

(52)

antarpribadi tidak dapat menyaingi kekuatan saluran media dalam mencapai jumlah besar manusia sekaligus melalui batas-batas kebudayaan. Tetapi dalam keduanya, proses-proses komunikasi bersifat antarbudaya bila partisipan- partisipannya berbeda latar belakang budayanya. Ketiga dimensi diatas dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan, dalam mengkalsifikasikan fenomena KAB khusus. Misalnya : kita dapat menggambarkan komunikasi antara Presiden Indonesia dengan Dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi internasaional, antarpribadi dalam konteks politik, komunikasi antara pengecara AS dari keturunan Cina dengan kliennya orang AS keturunan Puerto Rico sebagai komunikasi antar etnik, antarpribadi dan massa dalam konteks akulturasi migran. Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok konteks sosial dan saluran komunikasi, komunikasi dianggap antar budaya apabila para komunikator yang menjalin kontak dan interaksi mempunyai latar belakang pengalaman berbeda ( Lusiana, 2002:5).

II.2.2 Fungsi-fungsi Komunikasi Antar Budaya 1. Fungsi Pribadi

Fungsi pribadi komunikasi antar budaya adalah fungsi-fungsi komunikasi anatar budaya yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.

• Menyatakan Identitas Sosial

(53)

nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul

maupun tingkat

• Menyatakan intergrasi social

Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan

ant

yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan

komunikasi adalah memberikan

antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi.

• Menambah pengetahuan

Seringkali komunikasi antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing

2. Fungsi Sosial • Pengawasan

Fungsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk me

"perkembangan" tenta

(54)

peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.

• Menjembatani

Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupaka atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks

komunikasi termas

• Sosialisasi Nilai

Fungsi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.

• Menghibur

Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi

antarbudaya. Misalnya menonto

tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.

II.2.3 Prinsip-prinsip Komunikasi Antar Budaya • Relativitas Bahasa

Gagasan umum bahwa

(55)

tahun 1920-an dan disepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa mempengaruhi proses

bahasa-bahasa di

orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.

• Bahasa sebagai cermin budaya

Bahasa me

perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).

• Mengurangi Ketidakpastian

(56)

• Kesadaran diri dan perbedaan antar budaya

Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.

• Interaksi awal dan perbedaan antar budaya

Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun selalu terdapat kemungkinan salah salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.

• Memaksimalkan hasil interaksi

(57)

perilaku mana yang akan menghasilkan hasil positif. Pelaku akan mencoba memprediksi hasil dari, misalnya, pilihan topik, posisi yang diambil, perilaku nonverbal yang ditunjukkan, dan sebagainya. Pelaku komunikasi kemudian melakukan apa yang menurutnya akan memberikan hasil positif dan berusaha tidak melakkan apa yang menurutnya akan memberikan hasil negatif.

II.2.4 Hambatan Komunikasi Antar Budaya

Hambatan komunikasi (communication barrier) dalam komunikasi antar budaya (intercultural communication) mempunyai bentuk seperti sebuah gunung es yang terbenam di dalam air. Dimana hambatan komunikasi yang ada terbagi dua menjadi yang diatas air (above waterline) dan dibawah air (below waterline).

Faktor-faktor hambatan komunikasi antar budaya yang berada dibawah air (below waterline) adalah faktor-faktor yang membentuk perilaku atau sikap

seseorang, hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah:

- persepsi (perceptions), - norma (norms),

- stereotip (stereotypes),

- filosofi bisnis (business philosophy), - aturan (rules),

- jaringan (networks), - nilai (values),

(58)

Terdapat 9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi antar budaya yang berada diatas air (above waterline). Hambatan komunikasi semacam ini lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang berbentuk fisik.

Hambatan-hambatan tersebut adalah: 1. Fisik (physical)

Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.

2. Budaya (cultural)

Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya.

3. Persepsi (perceptual)

Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda. 4. Motivasi (motivational)

Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi. 5. Pengalaman (Experiantial)

(59)

mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu.

6. Emosi (emotional)

Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.

7. Bahasa (linguistic)

Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender)dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda

atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan. 8. Nonverbal

Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi. Contohnya adalah wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada penerima pesan.

9. Kompetisi (competition)

(60)

maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan melalui telepon selularnya secara maksimal.

II.3 Akulturasi Budaya

Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing, sehingga unsur -unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu. Misalnya, masyarakat pendatang berkomunikasi dengan masyarakat setempat dalam acara syukuran, secara tidak langsung masyarakat pendatang berkomunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu milik mereka untuk menjalin kerja sama atau mempengaruhi kebudayaan setempat tanpa menghilangkan kebudayaan setempat. Menurut Koentjaraningrat akulturasi adalah perpaduan kebudayaan yang terjadi bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing yang berbeda sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan sendiri (Koentjaraningrat, 1990:149).

(61)

adalah proses jalan tengah antara konfrontasi dan fusi, isolasi dan absorbsi, masa lampau dan masa depan. Ada empat syarat yang harus dipenuhi supaya proses akulturasi dapat berjalan dengan baik:

• Penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut (syarat persenyawaan/ affinity) • Adanya nilai baru yang tercerna akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya (syarat keseragaman/ homogenity).

• Adanya nilai baru yang diserap hanya sebagai kegunaan yang tidak penting atau hanya tampilan (syarat fungsi).

• Adanya pertimbangan yang matang dalam memilih kebudayaan asing yang datang (syarat seleksi) (Sachari, 2001:86-87). Apabila dilihat dari definisi tentang akulturasi di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa akulturasi adalah proses penggabungan antara dua kebudayaan atau lebih untuk mencari jalan tengah dimana pada kebudayaan baru yang terbentuk tersebut masih dapat ditemukan karakter asli dari unsur-unsur kebudayaan penyusunnya.

II.3.1 Penetrasi Budaya

Berbicara mengenai akulturasi budaya, maka tidak terlepas dari proses penetrasi budaya. Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:

1. Penetrasi damai (penetration pacifique)

(62)

macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat. Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis. bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli. 2. Penetrasi kekerasan (penetration violante)

(63)

II.4 Urbanisasi dan Masyarakat Urban

Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dalam suatu periode waktu tertentu, mendiami suatu daerah dan pada akhirnya mulai mengatur diri mereka sendiri menjadi suatu unit sosial yang berbeda dari kelompok-kelompok yang lain. Setiap anggota-anggota masyarakat menganut suatu kebudayaan, kebudayaan dan masyarakat tidak mungkin hidup terpisah satu sama lain. Di dalam sekelompok masyarakat akan terdapat suatu kebudayaan.

Urbanisasi terjadi apabila sejumlah besar orang meninggalkan daerah-daerah pertanian (desa) dan bertempat tinggal di perkotaan. Proses urbanisasi ini dimulai karena adanya keinginan untuk mencari pekerjaan dan mendirikan rumah-rumah di kota-kota, dikarenakan kesempatan kerja dan lapangan pekerjaan di desa sudah tidak memadai lagi. Urbanisasi juga didorong oleh keinginan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, dengan fasilitas-fasilitas yang tersedia di kota besar yang memang tidak terdapat di desa.

(64)

II.4.1 Urbanisasi

Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.

Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: migrasi penduduk dan mobilitas penduduk, bedanya migrasi penduduk lebih bermakna perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan mobilitas penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara atau tidak menetap.

(65)

Meningkatnya proses urbanisasi tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan pembangunan perkotaan, khususnya pembangunan ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah. Sebagaimana diketahui peningkatan jumlah penduduk akan berkorelasi positif dengan meningkatnya urbanisasi di suatu wilayah. Ada kecenderungan bahwa aktivitas perekonomian akan terpusat pada suatu area yang memiliki tingkat konsentrasi penduduk yang cukup tinggi. Hubungan positif antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan apa yang dikenal dengan nama daerah perkotaan.

Adanya keterkaitan timbal balik antara aktivitas ekonomi dengan konsentrasi penduduk. Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Karena dengan demikian mereka dapat menghemat berbagai biaya, antara lain biaya distribusi barang dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang kepada pusat kegiatan ekonomi karena di tempat itulah mereka akan lebih mudah memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan . Dengan demikian, urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk atau masyarakat.

Gambar

Tabel 2
Tabel 2 menunjukkan data usia responden warga kelurahan Helvetia
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 99 responden, 2 orang (2%) adalah
Tabel 7
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika dibandingkan dengan kriteria kesesuaian lahan sawah irigasi menurut Djaenuddin et al (2003) nilai kejenuhan basa cukup sesuai untuk dijadikan sawah irigasi

Jurnal : Pengaruh Pengetahuan Sistem Automatic Exhange of Information (AEoI) dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar dan Melaporkan Pajak (Studi

Badan ini bersifat otonom dengan jumlah anggotanya sebanyak 23 orang yang terdiri dari para alim ulama yang berdomisili di Provinsi Patani. Anggota majelis ini dipilih

[197] Konferensi pertama menentukan pengembalian teritori Jepang pascaperang, [196] sementara yang terakhir menghasilkan perjanjian bahwa Sekutu Barat akan menyerbu Eropa pada tahun

Mesin las AC/DC merupakan mesin las pembangkit arus AC/DC yang digunakan pada proses las GTAW, Sekarang ini teknologi pengelasan telah berkembang pesat termasuk pada mesin-mesin

Penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana 2016-2021 Renstra ini disusun dengan tujuan agar dapat menjawab dan memfokuskan upaya

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa ekstrak kasar daun dan batang bangun-bangun serta daun dan buah belimbing wuluh bahwa kedua tanaman