• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaran Spasial Habitat Teripang (Holothuroidea) di Perairan Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sebaran Spasial Habitat Teripang (Holothuroidea) di Perairan Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

SEBARAN SPASIAL HABITAT TERIPANG

(HOLOTHUROIDEA) DI PERAIRAN LOMBOK TIMUR,

LOMBOK TENGAH, DAN SUMBAWA BARAT, PROVINSI

NUSA TENGGARA BARAT

WAHIDA SUTIYANI TRISNA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran Spasial Habitat Teripang (Holothuroidea) di Perairan Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Wahida Sutiyani Trisna

(4)

ABSTRAK

WAHIDA SUTIYANI TRISNA. Sebaran Spasial Habitat Teripang (Holothuroidea) di Perairan Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dibimbing oleh VINCENTIUS P. SIREGAR dan D. E. DJOKO SETYONO.

Teripang (Holothuridea) merupakan biota laut yang memiliki fungsi ekonomi dan fungsi ekologis yang penting. Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah salah satu daerah penghasil teripang di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis parameter keberadaan teripang, memetakan sebaran teripang, dan menganalisis pola sebarannya dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) di Perairan Lombok dan Sumbawa dan diinterpolasi menggunakan Inverse Distance Weight (IDW). Parameter yang diamati adalah suhu perairan, salinitas, pH,

Dissolved Oxigen (DO), kedalaman, kecerahan, dan tipe substrat dasar perairan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah yang sangat sesuai untuk habitat teripang adalah Sumbawa Barat bagian barat dengan luasan mencapai 8.5 km2. Sementara itu, perairan Lombok Timur, Lombok Tengah bagian selatan dan Sumbawa Barat bagian selatan wilayah yang sesuai untuk habitat teripang mencapai luasan masing-masing 21.1 km2,8.3 km2, dan 4.4 km2. Berdasarkan Principal Component Analysis (PCA) diketahui bahwa parameter yang berpengaruh terhadap kelimpahan jumlah teripang adalah suhu, salinitas, pH, dan kedalaman.

(5)

ABSTRACT

WAHIDA SUTIYANI TRISNA. Spatial Distribution of Holothurians Habitat in East Lombok, Central Lombok, and West Sumbawa Waters, West Nusa Tenggara Province. Supervised by VINCENTIUS P. SIREGAR and D. E. DJOKO SETYONO.

Holothurians are marine animal that have important economical and ecological functions. West Nusa Tenggara is one of holothurians producing regions in Indonesia. The research was conducted to analyzed parameters of holothurians existence, holothurians spatial distibrution mapping, and distribution patterns in East Lombok and West Sumbawa waters. The data were analyzed by using Geographic Information System (GIS) and interpolated by Inverse Distance Weight (IDW). Parameters that were observed consist of sea temperature, salinity, pH, DO, depth, and type of bottom subtsrate. The result showed that the most suitable area for holothurians habitat was western part of West Sumbawa waters, reached 8.5 km2. Meanwhile, East Lombok, southern part of Central Lombok and southern part of West Sumbawa waters were suitable for holothurians habitat with area reached 21.1 km2,8.3 km2, and 4.4 km2,respectively. Based on Principal Component Analysis (PCA) known that the parameters influenced on the abundance number of holothurians were temperature, salinitas, pH and depth.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

SEBARAN SPASIAL HABITAT TERIPANG

(HOLOTHUROIDEA) DI PERAIRAN LOMBOK TIMUR,

LOMBOK TENGAH, DAN SUMBAWA BARAT, PROVINSI

NUSA TENGGARA BARAT

WAHIDA SUTIYANI TRISNA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLIGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Sebaran Spasial Habitat Teripang (Holothuroidea) di Perairan Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat

Nama : Wahida Sutiyani Trisna

NIM : C54080046

Disetujui oleh

Dr Ir Vincentius P. Siregar, DEA Pembimbing I

Prof Dr Ir D. E. Djoko Setyono, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Sebaran Spasial Habitat Teripang (Holothuroidea) di Perairan Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat” diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua, Bapak Sutrisno dan Ibu Sutinem (Alm), adik Winda Isnaini Trisna serta keluarga besar yang selalu memberikan motivasi dan doa;

2. Bapak Dr Ir Vincentius P. Siregar, DEA selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Prof Dr Ir D.E. Djoko Setyono, MSc selaku Dosen Pembimbing II atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama proses penyelesaian tugas akhir;

3. Bapak Ayi Rahmat, SPi, MSi selaku Dosen Pembimbing Akademik; 4. Bapak Drh Andriyanto, MSi selaku dosen yang telah membimbing dan

memberi semangat selama proses penulisan dan penyelesaian tugas akhir; 5. Pak Wahab, Pak Basir, Pak Nyong, Pak Nurcholis, Pak Wawan, beserta

staf UPT LPBIL Mataram yang telah membantu selama pengumpulan data di lapangan;

6. Jihan, Niki, Nurlaela, Mei yang banyak membantu selama pengumpulan data dan pengolahan data hingga penyelesaian tugas akhir;

7. Teman-teman ITK 45 atas bantuan, saran, dukungan, motivasi, dan semangatnya;

8. Teman-teman WE dan Wisma Kompeten atas dukungan, doa, dan kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

METODE ... 2

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 2

Bahan ... 3

Alat ... 3

Metode Pengambilan Data ... 4

Prosedur Analisis Data ... 4

Inverse Distance Weight (IDW) ... 4

Pengolahan Data Pasang Surut ... 8

Pengolahan Data Angin ... 8

Principal Component Analysis (PCA) ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

Kondisi Umum Habitat Teripang ... 10

Kondisi Pasang Surut dan Angin pada Bulan Maret dan April di Perairan Lombok dan Sumbawa ... 14

Analisis Sebaran Spasial Habitat Teripang dengan Inverse Distance Weight di Perairan Lombok dan Sumbawa... 17

Sebaran Spasial Habitat Teripang di Perairan Lombok Timur (Kayangan dan Teluk Jor) ... 17

Sebaran Spasial Habitat Teripang di Perairan Lombok Tengah bagian Selatan (Gerupuk dan Kute) ... 18

Sebaran Spasial Habitat Teripang di Perairan Sumbawa Barat bagian barat (Kertasari dan Jelenga) ... 19

(12)

Analisis Keterkaitan antara Jumlah Teripang dengan Parameter Fisika dan

Kimia Peraian dengan Metode Principal Component Analysis (PCA) ... 22

Perairan Lombok Timur (Kayangan dan Teluk Jor) ... 23

Perairan Lombok Tengah bagian Selatan (Gerupuk dan Kute) ... 24

Perairan Sumbawa Barat bagian Barat (Kertasari dan Jelenga) ... 25

Perairan Sumbawa Barat bagian Selatan (Sekongkang) ... 26

SIMPULAN DAN SARAN ... 27

Simpulan ... 27

Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

LAMPIRAN ... 30

(13)

DAFTAR TABEL

1 Matriks kesesuaian potensi teripang ... 5

2 Parameter fisik perairan di lokasi ditemukannya teripang ... 13

3 Parameter kimia perairan di lokasi ditemukannya teripang ... 14

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi pengambilan data di Pulau Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat ... 3

2 Diagram alir pengolahan data dengan metode IDW (Inverse Distance Weight) ... 7

3 Diagram alir pengolahan data dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA) ... 9

4 Lokasi penelitian di Teluk Jor (a) dan Kayangan (b) ... 10

5 Lokasi penelitian di Gerupuk (a) dan Kute (b) ... 11

6 Lokasi penelitian di Kertasari (a) dan Jelenga (b) ... 12

7 Lokasi penelitian di Tabiung, Tatar (a) dan Senutup (b) Sekongkang ... 13

8 Wind rose pada bulan Maret 2012 (a) April 2012 (b) ... 15

9 Peta sebaran spasial habitat teripang di Perairan Kayangan dan Teluk Jor Kabupaten Lombok Timur ... 17

10 Peta sebaran spasial habitat teripang di Perairan Gerupuk dan Kute Kabupaten Lombok Tengah ... 18

11 Peta sebaran spasial habitat teripang di Perairan Kertasari dan Jelenga Kabupaten Sumbawa Barat ... 20

12 Peta sebaran spasial habitat teripang di Perairan Sekongkang Kabupaten Sumbawa Barat ... 21

13 Lingkaran korelasi di perairan Kayangan dan Teluk Jor pada sumbu 1 (F1) dan sumbu 2 (F2) ... 23

14 Lingkaran korelasi di Perairan Gerupuk dan Kute pada sumbu 1 (F1) dan sumbu 2 (F2) (a), sumbu 1 (F1) dan sumbu 3 (F3) (b) ... 24

15 Lingkaran korelasi di Perairan Kertasari dan Jelenga pada sumbu 1 (F1) dan sumbu 2 (F2) (a), sumbu 1 (F1) dan sumbu 3 (F3) 1 Teripang yang ditemukan di lokasi penelitian ... 30

2 Biota yang berasosiasi dengan teripang ... 31

(14)

4 Kegiatan masyarakat di sekitar lokasi penelitian ... 32

5 Tabel konstanta pasang surut... 32

6 Proses perhitungan data pasang surut... 33

7 Tipe pasut di Lembar (Labuhan Tinggi) ... 34

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teripang merupakan hewan yang memiliki fungsi ekonomi dan fungsi ekologis. Fungsi ekonominya yaitu sebagai komoditi perikanan/perdagangan. Hewan ini merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan. Harga teripang pasir (Holothuria scabra) di pasaran dapat mencapai Rp 600 000 hingga Rp 1 000 000 per kg/bobot kering (Hartatik 2012). Teripang Indonesia telah diekspor ke berbagai negara, antara lain Hongkong, Malaysia, Singapura, dan Taiwan (Kordi 2010).

Selain sebagai bahan makanan, teripang juga bisa digunakan sebagai bahan obat. Teripang mengandung saponin dan polisakarida yang digunakan sebagai antikanker. Teripang juga berkhasiat sebagai tonik dan suplemen gizi. Selain itu, teripang juga bermanfaat untuk penyakit rematik yang memengaruhi tulang belakang (Arlyza 2009). Berdasarkan penelitian Pranoto et al. (2012), H. scabra

mengandung senyawa alkanoid, saponin, steroid, dan triterpenoid yang dapat digunakan sebagai antijamur. Menurut Albutana et al. (2011), teripang jenis H. leucospilota paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber senyawa bioaktif yang memiliki efek biologi seperti antikanker, antijamur, hemolisis, dan aktivitas kekebalan tubuh.

Teripang merupakan komponen penting dalam rantai makanan karena peranannya sebagai pemakan endapan (deposit feeder) dan pemakan materi tersuspensi (suspension feeder). Secara ekologis, teripang berfungsi membantu proses dekomposisi zat organik yang ada dalam sedimen dan melepaskan/menghasilkan nutrisi ke dalam rantai makanan (Darsono 2003). Hasil pencernaan teripang ini menjadikan sedimen lebih gembur dan mengandung bahan organik yang lebih banyak (Purwati dan Syahailatua 2008).

Mengingat pentingnya fungsi teripang maka diperlukan pengelolaan sumber daya teripang yang baik. Oleh karena itu diperlukan informasi yang memadai yang bisa dipakai untuk pengelolaan teripang secara berkelanjutan. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG). SIG digunakan untuk memetakan kondisi dan peristiwa yang terjadi di muka bumi. Teknologi SIG memiliki kemampuan menghubungkan berbagai lapisan data di suatu titik yang sama pada tempat tertentu, mengombinasikan, menganalisis data tersebut dan memetakan hasilnya (Zainuddin 2006). Penyajian informasi dengan menggunakan peta sebaran spasial akan mempermudah pembaca dalam memahami informasi.

(16)

2

Unit Pelaksana Teknis Loka Pengembangan Bio Industri Laut (UPT LPBIL) LIPI Mataram. Oleh karena itu diperlukan informasi tentang sebaran spasial teripang agar memudahkan dalam mengetahui lokasi penyebarannya sehingga dapat dijadikan indukan untuk kegiatan budidaya secara berkelanjutan. Informasi ini juga dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian habitat teripang untuk pengelolaan sumber daya teripang yang berkelanjutan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis parameter keberadaan habitat teripang, memetakan sebaran habitat teripang secara spasial, dan menganalisis pola sebarannya dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) di perairan Lombok dan Sumbawa Barat sehingga dapat ditentukan cara pengelolaan yang sesuai untuk teripang.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk pengelolaan teripang sehingga pemanfaatan teripang di alam tetap lestari.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai April 2012. Kegiatan pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di Perairan Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Selanjutnya, lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.

(17)

3

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan data di Pulau Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat

Bahan

Data yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini terdiri atas:

1. Peta batimetri Dinas Hidro Oseanografi TNI AL (Dishidros TNI AL) tahun 2008 wilayah Selat Lombok dan Selat Alas dengan skala 1 : 200.000

2. Data hasil pengukuran lapang pada bulan Maret sampai April 2012. Data yang diambil meliputi salinitas, Disolved Oxygen (DO), derajat keasaman (pH), kedalaman, kecerahan, posisi stasiun, dan tipe substrat dasar perairan 3. Data angin pada bulan Maret dan April tahun 2012 yang diambil dari

www.ecmwf.int

4. Data ramalan pasang surut pada bulan Maret sampai April 2012 wilayah Lombok dan Sumbawa yang diperoleh dari Dishidros TNI AL

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas perangkat keras berupa laptop, perangkat lunak untuk menginterpolasi data raster, overlay, dan

(18)

4

Metode Pengambilan Data

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi adalah sistem acak sedangkan metode pengambilan sampel adalah metode koleksi bebas (collect by hand). Metode koleksi bebas dilakukan di daerah rataan terumbu (reef flat) dan dengan cara berenang (snorkling) untuk daerah yang agak dalam, seperti daerah tubir. Pengambilan data teripang dilakukan pada saat surut terendah sehingga pengoleksian teripang dapat dilakukan dengan berjalan kaki. Ketika teripang ditemukan, lokasi tersebut ditandai (tagging) dengan menggunakan GPS. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui posisi keberadaan teripang. Teripang dan biota laut yang ditemukan diidentifikasi dengan menggunakan buku

Commercially Important Sea Cucumbers of The World (Purcell et al. 2012) dan buku Lamun dan Fauna Teluk Kuta, Pulau Lombok (Susetiono 2007) serta diskusi dengan pakar dari LIPI.

Setelah itu, pengukuran parameter fisik dan kimia perairan dilakukan di tempat ditemukannya teripang. Parameter yang diamati adalah suhu air, salinitas, pH, DO, kedalaman, kecerahan, posisi stasiun, dan tipe substrat dasar perairan. Pengukuran parameter fisik dan kimia perairan ini dilakukan secara insitu. Pengukuran suhu perairan dilakukan dengan termometer. Termometer dimasukkan ke air tempat ditemukannya teripang setelah itu dicatat suhunya. Salinitas perairan diukur menggunakan refraktometer. Pengukuran dilakukan dengan cara meneteskan air sampel ke bagian kaca refraktometer. Air yang dimasukkan harus penuh dan jangan sampai ada gelembung udara di dalamnya. Setelah itu, nilai salinitas dilihat dari bagian teropong baca. Pada bagian teropong nilai salinitas dapat diamati. Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter. Cara pengukurannya adalah pH meter dimasukkan ke air sampel tempat ditemukannya teripang. Setelah ditunggu beberapa saat, nilai pH terlihat di layar.

Nilai DO diukur dengan Water Quality Checker. Cara pengukurannya sama dengan cara pengukuran pH, yaitu dengan mencelupkan alat tersebut ke dalam air sampel, ditunggu beberapa saat, dan nilai DO pun muncul di layar. Kedalaman air diukur dengan alat ukur berskala. Kecerahan perairan diukur dengan secchi disk. Pengukuran kecerahan dilakukan dengan memasukkan secchi disk ke dalam perairan. Secchi disk ini digantungkan pada tali yang berskala. Secchi disk

ditenggelamkan sampai tidak terlihat lagi sehingga diperoleh kedalaman (d1). Kemudian secchi disk ditarik ke arah permukaan sehingga mulai terlihat kembali sehingga di peroleh kedalaman (d2). Nilai kecerahan didapat dari hasil merata-ratakan nilai kedalaman secchi disk saat mulai tak terlihat dari permukaan (d1) dengan nilai kedalaman secchi disk saat mulai terlihat kembali dari permukaan (d2).

Prosedur Analisis Data

Inverse Distance Weight (IDW)

(19)

5 masing-masing sel pengolahan. Metode ini mengasumsikan bahwa variabel yang sedang dipetakan berkurang pengaruhnya seiring dengan semakin jauhnya jarak dari lokasi sampel (ESRI 2009).

Data yang diperoleh merupakan hasil pengukuran yang meliputi data parameter fisik (suhu, salinitas, kedalaman, dan kecerahan) dan data parameter kimia (salinitas, pH, dan DO). Data tersebut diinterpolasi dengan metode IDW (Gambar 2) dan diklasifikasikan tingkat kesesuaian wilayahnya. Klasifikasi ini dilakukan dengan membuat matriks kesesuaian yang tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Matriks kesesuaian potensi teripang

Parameter Bobot

Matriks kesesuaian ini dibuat berdasarkan paramater yang sesuai untuk kehidupan teripang. Matriks kesesuaian inilah yang menentukan sesuai atau tidaknya suatu daerah untuk dijadikan habitat hidup teripang. Di matriks kesesuaian ini terdapat tiga skor/bobot nilai. Parameter yang diinterpolasi akan dibagi ke dalam tiga kelas, yaitu sangat sesuai dengan skor 3, sesuai dengan skor 2, dan tidak sesuai dengan skor 1.

Menurut Wahyuningrum (2001), ketiga kelas tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Kelas sangat sesuai (SS)

Daerah perairan ini sangat sesuai bagi kehidupan teripang. Daerah ini tidak memiliki faktor pembatas yang berarti atau memiliki faktor pembatas yang tidak begitu berpengaruh secara nyata terhadap kehidupan teripang.

2. Kelas sesuai (S)

(20)

6

3. Kelas tidak sesuai (TS)

Daerah ini memiliki faktor pembatas yang sangat berat, baik permanen maupun tidak permanen sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut.

Setelah itu, dilakukan pembobotan yang didasarkan kepada studi pustaka untuk menentukan tingkat potensi teripang. Pembobotan didasarkan kepada tingkat kedekatan parameter terhadap keberadaan teripang di lokasi penelitian. Semakin berpengaruh suatu parameter semakin besar bobotnya dan demikian juga sebaliknya. Parameter yang lebih berpengaruh terhadap kehidupan teripang diberikan bobot yang lebih tinggi (Ariyati et al 2007). Hasil interpolasi tersebut dilakukan perhitungan dengan raster calculation pada tool spatial analyst di

ArcGIS 9.3. Secara matematis, perhitungan tingkat kesesuaian teripang dapat ditulis sebagai berikut:

([salinitas]*0.1 + [suhu]*0.1 + [pH]*0.1 + [kecerahan]*0.05 + [kedalaman]*0.05 + [DO]*0.15 + [jumlah teripang]*0.2 + [tipe substrat]*0.2) ... (1)

Proses perhitungan ini mengalikan parameter-parameter yang memengaruhi kehidupan teripang dengan bobot nilainya. Hasil perhitungannya adalah nilai total bobot yang akan digunakan untuk mengelompokkan potensi teripang menurut kelas-kelas kesesuaian. Hasil perhitungan didapatkan nilai bobot tertinggi dan nilai bobot terendah. Bersadarkan kedua nilai tersebut dibuatlah interval kelas. Berdasarkan Aryati et al (2007), interval kelas tersebut dibagi menjadi sub-sub jangkauan dengan ukuran yang sama setiap kelasnya. Penelitian ini akan membagi nilai bobot tersebut menjadi tiga kelas. Perhitungan ini menggunakan persamaan sebagai berikut:

∑ ∑

... (2) Keterangan:

I = interval kelas kesesuaian ai = faktor pembobot

Xn = nilai tingkat kesesuaian

k = jumlah kelas kesesuaian yang diinginkan

Berdasarkan perhitungan menggunakan persamaan 2, interval kelas kesesuaian yang didapat adalah sebagai berikut:

1. Kelas sangat sesuai memiliki interval kelas antara 2.35 – 3 2. Kelas sesuai memiliki interval kelas antara 1.68 – 2.34 3. Kelas tidak sesuai memiliki interval kelas antara 1 – 1.67

(21)

7

Gambar 2 Diagram alir pengolahan data dengan metode Inverse Distance Weight

(IDW)

Buka Program Arc GIS 9.3

Add data parameter perairan teripang yang berformat *.xls

Ubah menjadi data yang berformat *.shp

Interpolasi data dengan IDW (Inverse Distance Weighted)

3D Analyst: Reclassify

Masukkan skor/bobot poin parameter yang akan diinterpolasi

Kalikan hasil reclass dengan skor/bobot poin ([reclass_....]*bobot)+([reclass_....]*bobot)+...dst

Lakukan reklasifikasi dengan equal interval Lalu konversi raster to feature

Periksa GRIDCODE pada attribute and table dan satukan (dissolve) poligon yang masih terpisah

Tentukan warna

(22)

8

Data pengukuran lapang yang telah didapat akan diolah di ArcGIS 9.3. Data yang masih berformat *.xls diubah menjadi data yang berformat *.shp. Lalu, data berformat *.shp diinterpolasi dengan IDW. Data digolongkan menurut bobot poin parameter kehidupan teripang. Bobot poin tersebut akan menentukan potensi teripang untuk hidup daerah tersebut. Setelah hasil perhitungan reclass dengan bobot poin muncul, hasil perhitungan digolongkan kembali agar tampilannya sesuai dengan yang diinginkan. Data diubah dari raster menjadi feature. Selanjutnya, GRIDCODE pada attribute table diperiksa kembali. Jika masih ada poligon yang terpisah, maka poligonnya disatukan dengan dissolve. Kemudian warna ditentukan agar tampilan menjadi menarik.

Pengolahan Data Pasang Surut

Data pasang surut diperoleh dari ramalan pasut berdasarkan metode

Admiralty. Pengolahan data pada admiralty dilakukan dengan mengubah nilai pasut pada admiralty dengan nilai dari Dishidros TNI-AL. Kemudian dari pengubahan nilai tesebut akan didapatkan konstanta pasut, yaitu K1, O1, M2, dan S2. Konstanta pasut yang didapat dari admiralty dimasukkan ke rumus bilangan

Formzhal. Penentuan tipe pasut dapat dilakukan dengan menggunakan rumus

Formzahl sebagai berikut:

... (3)

Keterangan:

F = nilai Formzahl

K1 dan O1 = amplitudo komponen pasut diurnal M2 dan S2 = amplitudo komponen pasut semidiurnal Kisaran nilai Formzahl adalah sebagai berikut:

0.00 < F ≤ 0.25 = tipe pasut semidiurnal (ganda) 0.25 < F ≤ 1.50 = tipe pasut campuran dominan ganda 1.50 < F ≤ 3.00 = tipe pasut campuran dominan tunggal F ≥ 3.00 = tipe pasut diurnal (tunggal)

Pengolahan Data Angin

(23)

9 Principal Component Analysis (PCA)

Principal Component Analysis (PCA) merupakan metode statistik deskriptif yang bertujuan menyajikan informasi maksimum suatu matriks data ke dalam bentuk grafik. Matriks data tersebut terdiri atas stasiun penelitian sebagai individu statistik (matriks baris) serta karakter fisika-kimia air dan sedimen sebagai variabel kuantitatif (matriks kolom). Karena data-data tersebut tidak mempunyai unit pengukuran yang sama, maka data-data ini dinormalisasikan lebih dahulu melalui pemusatan dan pereduksian. Principal Component Analysis pada prinsipnya menggunakan jarak Euclidiean (jumlah kuadrat perbedaan karakteristik fisika-kimia dan sedimen antar stasiun yang berkoresponden) pada data. Semakin kecil jarak Euclidiean antara dua stasiun, maka semakin mirip sifat fisika-kimia air dan sedimen antar kedua stasiun tersebut (Setyobudiandi et al. 2009). Diagram alir pengolahan data menggunakan PCA disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir pengolahan data menggunakan Principal Component

Analysis (PCA)

Data hasil pengukuran lapang diolah menggunakan metode PCA dengan perangkat lunak XLSTAT 2012. Setelah proses pengolahan data selesai, korelasi antarvariebel dilihat hasilnya. Hasil PCA menunjukkan variabel manakah yang berpengaruh terhadap penyebaran teripang di lokasi penelitian.

Mulai

Selesai Data pengukuran

lapang

PCA

(24)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Habitat Teripang

Penelitian ini dilaksanakan di empat lokasi di perairan Lombok dan Sumbawa. Lokasi penelitian di Pulau Lombok terletak di Lombok Timur yaitu Kayangan dan Teluk Jor sedangkan lokasi penelitian Lombok Tengah bagian Selatan yaitu Gerupuk dan Kute. Secara geografis Kabupaten Lombok Timur terletak antara 116 – 117o BT dan 8 – 9o LS (Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, 2013). Lokasi penelitian di Lombok Timur disajikan pada Gambar 4.

(a) (b)

Gambar 4 Lokasi Penelitian di Teluk Jor (a) dan Kayangan (b) (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Penelitian di Lombok Timur terletak di Teluk Jor dan Kayangan. Di Teluk Jor ini terdapat tiga ekosistem perairan, yaitu mangrove, lamun, dan terumbu karang. Oleh karena itu, di lokasi ini memiliki tipe substrat dasar yang bervasiasi mulai dari lumpur berpasir di daerah mangrove, pasir, sampai dengan pasir dengan pecahan karang di daerah terumbu karang. Di perairan Teluk Jor jarang ditemukan teripang. Teripang yang ditemukan hanya H. atra, H. leucospilota, dan teripang yang mempunyai nilai ekonomi rendah seperti Synapta. Teripang biasanya ditemukan di padang lamun karena daerah tersebut memberikan perlindungan terhadap sinar matahari pada siang hari (Purwanti dan Syahailatua 2008). Jenis lamun yang dapat ditemukan di Teluk Jor adalah Enhalus acoroides

dan Thalassia hemprichii. Teripang di Teluk Jor berasosiasi dengan ubur-ubur dan ular laut. Biota yang menjadi kompetitor bagi teripang adalah bulu babi dan bintang laut. Sementara itu, parameter fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Kayangan memiliki tipe substrat pasir, pasir dengan pecahan karang, dan pasir berlumpur sehingga banyak ditemukan teripang H. scabra dan H. atra. Lamun yang ditemukan di perairan ini adalah Enhalus acoroides. Menurut Purwanti dan Syahailatua (2008), H. scabra menyukai daerah yang berlamun sedangkan H. atra menyukai daerah yang bersubstrat keras dan kasar. H. atra

menyelimuti dirinya dengan pasir halus untuk melindungi diri dari sinar matahari. Biota kompetitor teripang di perairan Kayangan adalah bintang laut.

(25)

11

(a) (b)

Gambar 5 Lokasi penelitian di Gerupuk (a) dan Kute (b) (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Lokasi penelitian di Lombok Tengah bertempat di Lombok Tengah bagian selatan yaitu Gerupuk dan Kute. Di perairan Gerupuk hanya terdapat dua ekosistem yaitu ekosistem lamun dan terumbu karang. Hal ini mengakibatkan perairan Gerupuk memiliki substrat dasar yang bervariasi, yaitu batu berpasir, lumpur berpasir, pasir, dan pasir berkarang mati. Bervariasinya tipe substrat menyebabkan beragamnya jenis teripang yang ditemukan. Teripang yang ditemukan diperaian ini adalah H. pardalis, H. fuscogilva, H. atra, H. leucospilota, H. hilla, dan Stichopus. Purwanti dan Syahailatua (2008) menyatakan H. leucospilota lebih senang berlindung di bebatuan atau karang mati. H. hilla yang memiliki kulit tubuh yang lunak dan tipis lebih senang bersembunyi di balik batu. Lamun yang ditemukan di perairan Gerupuk adalah

Enhalus, Thalassia, Syringodium, Halophila, dan Cymodocea. Selain itu, biota asosiasi yang ditemukan adalah makroalga, kima, bintang ular laut, sponge, dan

Cyprea. Biota yang menjadi kompetitor bagi teripang adalah bulu babi dan bintang laut.

Di perairan Kute juga terdapat ekosistem lamun dan terumbu karang. Lamun yang ditemukan adalah Syringodium, Halophila, dan Cymodocea. Tipe substratnya adalah pasir berbatu, batu karang mati, pasir, batu berpasir. Teripang yang ditemukan adalah H. atra, H. leucospilota, H. hilla, dan Stichopus. Biota yang berasosiasi dengan teripang yang ditemukan di Kute yaitu bintang ular laut, sponge, dan abalon. Biota yang menjadi kompetitor bagi teripang adalah kepiting, bulu babi dan bintang laut. Kordi (2010) menyatakan bahwa hama yang dapat mengganggu teripang antara lain bulu babi, bintang laut, dan kepiting. Hama dapat menyebabkan kerusakan fisik pada tubuh teripang dan dapat pula menjadi kompetitor, baik berupa ruang, makanan, dan oksigen.

(26)

12

(a) (b)

Gambar 6 Lokasi penelitian di Kertasari (a) dan Jelenga (b) (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Di perairan Jelenga terdapat tiga ekosistem perairan yaitu ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang. Tipe substrat dasarnya adalah lumpur, pasir berlumpur, dan pecahan karang. Teripang yang ditemukan di Jelenga adalah

H. scabra, H. atra, H. leucospilota, H. nobilis, dan Thelonota ananas. Teripang

H. scabra ditemukan tidak jauh dari ekosistem mangrove. H. scabra banyak terdapat di substrat lumpur dan pasir berlumpur yang ditumbuhi lamun jenis Thalassia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kordi (2010) yaitu H. scabra banyak ditemukan di daerah berpasir atau pasir bercampur lumpur dan sering pula ditemukan di perairan yang dangkal dan banyak ditumbuhi lamun. Sama seperti di perairan yang lain, H. atra ditemukan di daerah berpasir. Sementara itu, H. leucospilota dan Thelonota ananas ditemukan pecahan karang dan karang mati. Teripang di perairan ini berasosiasi dengan makroalga, sponge, ikan, dan gastropoda.

Perairan Kertasari juga memiliki ketiga ekosistem perairan tersebut di atas sehingga tipe substratnya juga beragam. Tipe substrat yang ditemukan di perairan ini adalah lumpur, lumpur berpasir, pasir, dan pecahan karang. Teripang yang ditemukan adalah adalah H. scabra, H. atra, H. hilla, dan Stichopus. Sementara itu, lamun yang terdapat di perairan Kertasari adalah Enhalus, Thalassia,

Syringodium, Halophila, dan Cymodocea. Biota yang berasosiasi dengan teripang di perairan ini adalah makroalga, ular laut, dan sponge. Biota yang menjadi kompetitor bagi teripang adalah bulu babi dan bintang laut.

(27)

13

(a) (b)

Gambar 7 Lokasi Penelitian di Tabiung, Tatar dan Senutup (b) kecamatan Sekongkang

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Selanjutnya, parameter perairan pada keempat kawasan disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

(28)

14

berkisar antara 0 – 3 meter. Kedalaman ini juga dipengaruhi oleh adanya pasang surut. Menurut Kordi (2010), kisaran pasang surut yang cocok adalah 2 – 3 meter. Tipe substrat yang terdapat di lokasi penelitian beragam mulai dari lumpur sampai karang. Berbedanya tipe substrat berakibat pada jenis teripang yang ditemukan. Kordi (2010) menyatakan tipe substrat yang berpasir atau pasir bercampur lumpur lebih disukai oleh teripang pasir (H. scabra). Daerah bebatuan atau karang mati adalah tempat ditemukannya H. leucospilota. H. atra menyukai tempat terbuka yang selalu tergenang pada saat surut yang biasanya bersubstrat keras dan kasar (Purwanti dan Syahailatua 2008).

Tabel 3 Parameter kimia perairan di lokasi ditemukannya teripang

Lokasi Penelitian Berdasarkan Tabel 3, salinitas di lokasi penelitian berkisar antara 31 – 35‰, nilai pH berkisar antara 7.7 – 8.6, dan nilai DO berkisar antara 7.2 – 8.28 mg/L. Nilai yang sesuai untuk parameter salinitas berkisar antara 26 – 33 ‰, pH berkisar antara 6.5 – 8.5, dan DO berkisar antara 4.0 – 8.0 mg/L (Kordi 2010). Di daerah Gerupuk, Kute, Jelenga, dan Sekongkang memiliki nilai salinitas yang lebih tinggi dibandingkan kisaran parameter yang sesuai untuk teripang. Nilai pH di daerah Gerupuk juga lebih tinggi dibandingkan nilai parameter pH yang sesuai dengan teripang. Sementara itu, nilai DO masih termasuk kisaran nilai yang sesuai dengan nilai yang sesuai untuk teripang.

Kondisi Pasang Surut dan Angin pada Bulan Maret dan April 2012 di Perairan Lombok dan Sumbawa

(29)

15 Sementara itu, untuk parameter arus tidak dapat diamati karena pengambilan data dilakukan saat air laut surut. Hal ini mengakibatkan perairan sangat tenang dan terkadang ada daerah yang sama sekali tidak digenangi air. Oleh karena itu, yang dibahas adalah dua faktor pembangkit arus, yaitu angin dan pasang surut pada bulan Maret dan April di Perairan Lombok dan Sumbawa.

Faktor pembangkit arus yang pertama adalah angin. Menurut Nontji (2007) menyatakan bahwa angin yang berhembus di Indonesia adalah angin musim (monsoon). Angin ini terjadi dua kali pembalikan arah dalam setahun, yaitu angin Musim Barat dan angin Musim Timur. Angin Musim Barat adalah angin yang bertiup dari Benua Asia ke Benua Australia. Angin Musim Barat terjadi pada bulan Desember – Januari. Angin Musim Barat banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan di Indonesia. Angin Musim Timur adalah angin yang bertiup dari Benua Australia ke Benua Asia. Angin Musim Timur sedikit mengandung uap air sehingga terjadi musim kemarau di Indonesia. Angin Musim Barat terjadi pada bulan Juni – Agustus. Sementara itu, diantara Musim Barat dan Musim Timur terdapat Musim Peralihan (Pancaroba). Musim Peralihan pertama terjadi pada bulan Maret – Mei sedangkan Musim Peralihan kedua terjadi pada bulan September – November.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret dan April 2012. Bulan-bulan tersebut termasuk musim peralihan dari musim barat ke musim timur. Hasil pengolahan data angin pada bulan Maret dan April 2012 disajikan pada Gambar 8(a) dan Gambar 8(b).

(a) (b)

Gambar 8 Wind rose pada bulan Maret 2012 (a) dan April 2012 (b)

(30)

16

Gambar 8(b) menunjukkan bahwa bulan April 2012 didominasi oleh angin yang bertiup dari arah barat laut menuju ke tenggara. Kecepatan anginnya mencapai 5.7 – 8.8 m/s dengan presentase 5 %. Arah angin lainnya berasal dari barat yang bertiup ke timur. Kecepatannya juga mencapai 5.7 – 8.8 m/s. Selain itu, angin juga bertiup dari utara ke selatan dengan kecepatan yang sama yaitu 5.7 – 8.8 m/s. Angin yang bertiup pada bulan April 2012 didominasi oleh 3 arah.

Berdasarkan Wind rose pada bulan Maret dan April 2012, arah anginnya didominasi oleh beberapa arah angin. Pergerakan anginnya berubah-ubah. Hal ini terjadi karena pada bulan Maret dan April merupakan Musim Peralihan sehingga arah anginnya tidak menentu.

Faktor pembangkit arus yang lain adalah pasang surut. Menurut Nontji (2007) menyatakan pasang surut (pasut) gerakan naik turunnya muka laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan bintang. Berdasarkan pola gerakan muka lautnya, pasang surut di Indonesia dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), pasang surut campuran dominan harian tunggal (mixed tide, prevailing diurnal), dan pasang surut campuran dominan harian ganda (mixed tide, prevailing semidiurnal).

Tipe pasut di perairan Lombok dan Sumbawa diolah dengan metode Admiralty. Data pasut dari DISHIDROS TNI AL diolah dan menghasilkan konstanta pasut dan grafik pasut. Konstanta pasut dihitung dan didapatkan bilangan Formzahl untuk mengetahui tipe pasutnya. Sementara itu, grafik pasut disajikan pada Lampiran 7.

Berdasarkan Lampiran 7, menunjukkan bahwa tipe pasut di perairan Lombok dan Sumbawa di Maret adalah tipe pasut campuran dominan harian ganda. Tipe pasut ini terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi berbeda dalam tinggi dan waktunya (Nontji 2007). Hasil dari perhitungan tipe pasut dengan menggunakan persamaan 3 pada pengolahan data pasut juga mendapatkan hasil yang sama. Perhitungan dengan konstanta K1, O1, M2, dan S2 didapatkan bilangan Formzahl sebesar 1.3632 sehingga tipe pasutnya adalah tipe pasut campuran dominan ganda. Tipe pasut campuran dominan harian ganda ini terjadi di sebagian besar perairan Indonesia bagian timur. Di selat-selat di antara pulau-pulau Nusa Tenggara kekuatannya bisa mencapai 2.5 – 3 m/s pada saat pasang purnama (Nontji 2007).

Sama seperti bulan Maret, tipe pasut di perairan Lombok dan Sumbawa pada bulan April 2012 adalah tipe pasut campuran dominan harian ganda. Hasil perhitungan dengan konstanta pasut K1, O1, M2, dan S2 diperoleh hasil bilangan

(31)

17

Analisis Sebaran Spasial Habitat Teripang dengan Inverse Distance Weight di Perairan Lombok dan Sumbawa

Ketersediaan informasi tentang lokasi menyebaran teripang akan sangat membantu dalam upaya pemanfaatannya. Teripang yang ditemukan dapat dijadikan indukan untuk kegiatan budidaya teripang. Habitat sebaran teripang disajikan dalam bentuk peta tematik dari empat wilayah pengamatan pada Gambar 9 – Gambar 12. Wilayah habitat teripang ini akan diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu sangat sesuai, sesuai, dan tidak sesuai yang direpresentasikan dengan warna biru muda, hijau muda, dan merah muda.

Sebaran Spasial Habitat Teripang di Perairan Lombok Timur (Kayangan dan Teluk Jor)

Peta wilayah habitat teripang di perairan Kayangan dan Teluk Jor diperoleh dengan analisis IDW. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai bobot maksimum dan nilai bobot minimum. Nilai maksimum yang didapatkan untuk perairan Kayangan dan Teluk Jor adalah 1.95 sedangkan nilai minimumnya 1.4. Nilai inilah yang menentukan interval kelas kesesuaian habitat teripang dengan menggunakan Persamaan 2. Berdasarkan nilai maksimum yang didapatkan maka kesesuaian habitat teripang ini dibagi menjadi dua kelas saja, yaitu sesuai dan tidak sesuai. Hasil yang didapat untuk interval kelas sesuai memiliki interval sebesar 1.67 – 1.95. Sementara itu, untuk kelas tidak sesuai interval kelasnya sebesar 1.4 – 1.67. Peta sebaran spasial habitat teripang di Lombok Timur disajikan pada Gambar 9.

(32)

18

Wilayah yang sesuai untuk habitat teripang ini terletak di perairan Kayangan. Luas wilayah ini sebesar 21.1 km2. Wilayah ini diduga sesuai untuk kehidupan teripang karena masih ditemukan teripang hidup di perairan ini. Teripang yang banyak ditemukan di perairan Kayangan adalah H. scabra. Tipe substratnya berlumpur sehingga cocok untuk kehidupan H. scabra (Purwanti dan Syahailatua 2008). Di daerah ini parameter fisik dan parameter kimianya sesuai untuk kehidupan teripang.

Wilayah yang tidak sesuai untuk habitat teripang terletak di perairan Teluk Jor. Di daerah ini parameter fisika dan kimianya tidak sesuai untuk kehidupan teripang. Wilayah yang tidak sesuai untuk teripang seluas 1.2 km2.

Sebaran Spasial Habitat Teripang di Perairan Lombok Tengah Bagian Selatan (Gerupuk dan Kute)

Nilai maksimum yang diperoleh dari hasil analisis spasial sebesar 2.2 sedangkan nilai terendahnya sebesar 1.2. Berdasarkan nilai maksimum yang didapatkan maka kesesuaian habitat teripang di perairan Lombok Tengah bagian selatan juga dibagi menjadi dua kelas saja, yaitu sesuai dan tidak sesuai. Wilayah yang sesuai dengan interval antara 1.67 – 2.2, dan wilayah yang tidak sesuai dengan interval antara 1.2 – 1.67. Peta sebaran spasial habitat teripang di Perairan Lombok Tengah bagian selatan disajikan pada Gambar 10.

(33)

19 Wilayah yang sesuai untuk habitat teripang daerahnya seluas 8.3 km2. Daerah yang berpotensi meliputi daerah Gerupuk, Muluk, dan sedikit di daerah Kute. Berdasarkan Gambar 10, daerah yang berpotensi ini merupakan daerah yang cukup terlindungi walaupun perairan ini langsung berbatasan dengan Samudera Hindia. Teripang yang ditemukan di daerah ini sesuai dengan habitat perairannya yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Oleh karena itu teripang yang ditemuakan adalah H. atra, H. leucospilota, H. hilla, dan Stichopus. H. atra

menyukai tempat terbuka yang selalu tergenang pada saat surut yang biasanya bersubstrat keras dan kasar. H. leucospilota lebih senang berlindung di bebatuan atau karang mati. H. hilla yang memiliki kulit tubuh yang lunak dan tipis lebih senang bersembunyi di balik batu (Purwanti dan Syahailatua 2008).

Sementara itu, untuk wilayah yang tidak sesuai untuk habitat teripang luasnya mencapai 2.3 km2. Daerah tersebut tidak sesuai karena sudah rusak oleh kegiatan manusia. Berdasarkan Gambar 10, daerah yang tidak sesuai untuk habitat teripang terdapat di sekitar Pantai Kute dan Gerupuk. Pantai Kute merupakan salah salah satu objek wisata di Pulau Lombok. Di daerah Kute dan Gerupuk terdapat aktivitas masyarakat yang terdampak negatif terhadap kondisi lingkungan (Lampiran 4). Hal ini sesuai dengan Yusron (2010) yang menyatakan bahwa terjadi degradasi lingkungan di perairan Kute yang disebabkan oleh kegiatan masyarakat mengumpulkan ikan dan jenis biota lainnya dengan akar tuba saat air surut.

Sebaran Spasial Habitat Teripang di Perairan Sumbawa Barat bagian barat (Kertasari dan Jelenga)

(34)

20

Gambar 11 Peta sebaran spasial wilayah potensi teripang di Perairan Kertasari dan Jelenga Kabupaten Sumbawa Barat

Wilayah yang sangat sesuai untuk habitat teripang di perairan ini luasnya mencapai 8.5 km2. Teripang yang ditemukan di Kertasari adalah adalah H. scabra,

H. atra, H.hilla, dan Stichopus. Teripang yang ditemukan di Jelenga adalah H. scabra, H. atra, H. leucospilota, H. nobilis, dan Thelonota ananas. Wilayah ini sangat sesuai untuk habitat hidup teripang karena di perairan ini terdapat tiga ekosistem perairan yang mengakibatkan tipe substratnya beragam sehingga teripang yang ditemukan juga beragam. Selain itu, parameter fisik dan parameter kimianya sangat sesuai.

Wilayah yang sesuai untuk habitat teripang di perairan Kertasari dan Jelenga luasnya mencapai 12 km2. Daerah memiliki parameter fisika dan kimia yang sesuai untuk kehidupan teripang.

(35)

21

Sebaran Spasial Habitat Teripang di Perairan Sumbawa Barat bagian selatan (Sekongkang)

Berdasarkan perhitungan secara spasial diperoleh nilai maksimum sebesar 2.1 dan nilai minimum sebesar 1.4 sehingga hanya didapatkan dua kelas, yaitu sesuai dan tidak sesuai. Wilayah yang sesuai untuk habitat teripang memiliki interval antara 1.67 – 2.1 sedangkan wilayah yang tidak sesuai untuk habitat teripang memiliki interval antara 1.4 – 1.67. Peta sebaran spasial habitat teripang di Perairan Sekongkang disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Peta sebaran spasial habitat teripang di Perairan Sekongkang Kabupaten Sumbawa Barat

Berdasarkan Gambar 12, terdapat dua kelas habitat teripang, yaitu sesuai dan tidak sesuai. Wilayah sesuai luasnya mencapai 4.4 km2. Wilayah yang sesuai untuk kehidupan teripang ini terletak di Tanaman dan Tabiung Desa Tatar. Keadaan daerah Sekongkang serupa dengan daerah Gerupuk dan Kute karena berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Hal ini menyebabkan jenis teripang yang ditemukan pun berbeda dengan daerah yang terlindung. Teripang yang ditemukan di Perairan Sekongkang adalah H. atra, H. leucospilota, H. hilla, dan Stichopus. Hal ini sesuai dengan Purwanti dan Syahailatua (2008) yang menyatakan daerah bebatuan atau karang mati adalah tempat ditemukannya H. leucospilota. H. atra menyukai tempat terbuka yang selalu tergenang pada saat surut yang biasanya bersubstrat keras dan kasar.

(36)

22

antara 26 – 33 oC (Kordi 2010). Faktor penting yang menghalangi penyebaran teripang adalah salinitas dan suhu (Aziz 1996).

Setelah dilakukan analisis spasial dengan metode IDW, ternyata luasan tertinggi yang sesuai sebagai habitat adalah di Perairan Lombok Timur dan Sumbawa Barat bagian barat. Wilayah yang sesuai untuk habitat teripang di perairan Lombok Timur sebesar 21.1 km2 sedangkan untuk wilayah yang sangat sesuai sebagai tempat hidup teripang tidak ada. Sementara itu, untuk Sumbawa Barat bagian barat memiliki wilayah yang sesuai untuk habitat teripang sebesar 12 km2 dan wilayah yang sangat sesuai untuk habitat teripang memiliki luas sebesar 8.4 km2. Di perairan ini bukan hanya parameter fisik dan kimianya saja yang mendukung, tipe substratnya juga sesuai untuk kehidupan teripang. Teripang yang banyak ditemukan di daerah ini adalah H. scabra.

Sementara itu, di perairan Lombok Tengah bagian selatan wilayah yang sesuai untuk kehidupan teripang luasnya mencapai 8.3 km2. Di perairan Sumbawa Barat bagian selatan wilayah yang sesuai untuk kehidupan teripang luasnya mencapai 4.4 km2. Perairan Lombok Tengah bagian selatan dan Sumbawa Barat bagian selatan tidak ditemukan teripang H. scabra tetapi ditemukan teripang jenis

H. atra, H. leucospilota, dan Stichopus. Hal ini disebabkan karena substratnya pasir dan berbatu sehingga cocok untuk habitat teripang tersebut (Purwanti dan Syahailatua 2008).

Analisis Keterkaitan antara Jumlah Teripang dengan Parameter Fisika dan Kimia Peraian dengan Metode Principal Component Analysis (PCA)

Principal Component Analysis memungkinkan adanya suatu reduksi terhadap dimensi dari ruang-ruang ini agar dapat lebih mudah dibaca dengan menghilangkan informasi sesedikit mungkin. PCA bertujuan untuk mendeterminasi sumbu-sumbu optimum tempat diproyeksikannya individu-individu dan/atau variabel-variabel. Pemilihan terlalu banyak sumbu akan memberikan kesulitan sehingga beberapa pakar memberikan patokan untuk memilih sumbu tidak lebih dari 3 sumbu (Bengen 2000).

Masing-masing parameter dianalisis hubungannya dengan matriks korelasi. Nilai positif yang mendekati satu pada matriks korelasi menandakan hubungan yang berbanding lurus antarvariabel. Nilai negatif yang menandakan hubungan yang berbanding terbalik antarvariabel. Sementara itu, nilai yang mendekati nol menandakan bahwa hubungan antara variabel tidak berpengaruh nyata.

(37)

23

Perairan Lombok Timur (Kayangan dan Teluk Jor)

Hasil PCA di perairan Kayangan dan Teluk Jor memperlihatkan bahwa informasi penting terhadap sumbu, terpusat pada 2 sumbu utama yaitu F1 dan F2 dengan kontribusi masing-masing sumbu sebesar 47.16 dan 27.99 %. Parameter pH, suhu, dan jumlah teripang mencirikan sumbu 1 (F1). Parameter DO, salinitas, dan kedalaman mencirikan sumbu 2 (F2). Hal ini menunjukkan pH, suhu, dan jumlah teripang berkorelasi erat dengan sumbu 1. Parameter DO, salinitas, dan kedalaman berkorelasi erat dengan sumbu 2. Lingkaran korelasi di perairan di perairan Kayangan dan Teluk Jor disajikan pada Gambar 13.

Berdasarkan Gambar 13, jumlah teripang memiliki korelasi yang negatif dengan parameter suhu, pH, salinitas, dan DO karena arahnya berlawanan dan membentuk sudut tumpul. Jumlah teripang tidak memiliki korelasi dengan parameter kedalaman karena membentuk sudut siku-siku (Mattjik dan Sumertajaya 2011).

Gambar 13 Lingkaran korelasi di perairan Kayangan dan Teluk Jor pada sumbu 1 (F1) dan sumbu 2 (F2)

(38)

24

Perairan Lombok Tengah bagian selatan (Gerupuk dan Kute)

Gambar 14(a) dan Gambar 14(b) menunjukkan lingkaran korelasi di Perairan Gerupuk dan Kute. Hasil PCA memperlihatkan bahwa informasi penting terhadap sumbu terdapat pada 3 sumbu utama, yaitu F1, F2, dan F3 dengan kontribusi masing-masing sumbu sebesar 25.17, 22.01, dan 19.39 %. Sumbu 1 dicirikan parameter pH, jumlah teripang, salinitas, dan DO. Sumbu 2 dicirikan parameter suhu dan kedalaman. Hal ini menunjukkan parameter pH, jumlah teripang, salinitas, dan DO memiliki memiliki korelasi yang erat dengan sumbu 1. Parameter suhu dan kedalaman berkorelasi erat dengan sumbu 2.

(a) (b)

Gambar 14 Lingkaran korelasi di Perairan Gerupuk dan Kute pada sumbu 1 (F1) dan sumbu 2 (F2) (a), sumbu 1 (F1) dan sumbu 3 (F3) (b)

Menurut lingkaran korelasi pada Gambar 14, jumlah teripang berkorelasi positif dengan parameter suhu, pH, dan DO karena arahnya sama atau membentuk sudut sempit. Sementara itu, korelasi negatif terjadi antara jumlah teripang dengan salinitas dan kedalaman karena arahnya berlawanan dan membentuk sudut tumpul (Mattjik dan Sumertajaya 2011).

Berdasarkan matriks korelasi pada Lampiran 8, jumlah teripang memiliki korelasi positif dengan suhu, pH, dan DO, yang masing-masing nilainya 0.026, 0.366, dan 0.065. Hal ini menunjukkan bahwa suhu dan DO tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah teripang karena nilainya yang rendah. Jumlah teripang di perairan Gerupuk dan Kute berkorelasi sedang dengan pH. Jika nilai pH naik maka jumlah teripang meningkat. Biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH karena pH memengaruhi proses bio-kimiawi perairan (Effendi 2003).

(39)

25

Perairan Sumbawa Barat bagian barat (Kertasari dan Jelenga)

Hasil PCA di perairan Kertasari dan Jelenga didapatkan 3 sumbu utama yaitu F1 yang memberikan kontribusi informasi sebesar 43.24 %, F2 yang memberikan kontribusi informasi sebesar 21.73 %, dan sumbu 3 berkontribusi sebesar 15.26 %. Pemilihan 3 sumbu ini disebabkan oleh sumbu-sumbu yang mampu menjelaskan informasi sebesar 70% dari keseluruhan informasi dianggap cukup (Bengen 2000, Mattjik dan Sumertajaya 2011). F1 dan F2 hanya mampu memberikan informasi sebesar 64.97 % sehingga diperlukan sumbu ketiga yaitu F3 membantu. Sumbu 1 dicirikan oleh parameter kedalaman, suhu, salinitas, dan jumlah teripang. Sumbu 2 dicirikan oleh parameter DO dan pH. Hal ini menandakan kedalaman, suhu, salinitas, dan jumlah teripang berkorelasi erat dengan sumbu 1. Sementara itu, parameter DO dan pH berkorelasi erat dengan sumbu 2. Lingkaran korelasi di perairan Kertasari dan Jelenga disajikan pada Gambar 15(a) dan Gambar 15(b).

(a) (b)

Gambar 15 Lingkaran korelasi di Perairan Kertasari dan Jelenga pada sumbu 1 (F1) dan sumbu 2 (F2) (a), sumbu 1 (F1) dan sumbu 3 (F3) (b)

Gambar 15 menunjukkan bahwa jumlah teripang berkorelasi positif dengan suhu dan DO karena arahnya sama atau membentuk sudut sempit. Sementara itu, korelasi negatif terjadi antara jumlah teripang dengan pH, salinitas, dan kedalaman karena arahnya berlawanan dan membentuk sudut tumpul (Mattjik dan Sumertajaya 2011).

Matriks korelasi pada perairan Kertasari dan Jelenga disajikan pada Lampiran 8. Matriks korelasi menunjukkan bahwa jumlah teripang berkorelasi positif dengan parameter suhu dan DO, dengan nilai masing-masing sebesar 0.207 dan 0.199. Nilai korelasi ini termasuk rendah sehingga parameter tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah teripang di Perairan Kertasari dan Jelenga.

(40)

26

berpengaruh terhadap perilaku teripang. Surut yang rendah digunakan oleh teripang untuk membenamkan diri ke dalam pasir ataupun bersembunyi di bawah batu agar tidak terekspos ke permukaan. Saat pasang memberikan kesempatan bagi teripang untuk berpindah tempat ataupun mendapatkan nutrisi segar agar dapat bertahan hidup (Purwanti dan Syahailatua 2008).

Perairan Sumbawa Barat bagian selatan (Sekongkang)

Lingkaran korelasi di perairan Sekongkang dapat dilihat pada Gambar 16(a) dan Gambar 16(b). Hasil PCA di perairan Sekongkang diperoleh 3 sumbu utama yaitu sumbu 1 (F1) yang memberikan kontribusi informasi sebesar 32.81 %, sumbu 2 (F2) memberikan kontribusi sebesar 23.21 %, dan sumbu 3 (F3) berkontribusi sebesar 17.25 %. Parameter pH, suhu, dan jumlah teripang mencirikan sumbu 1. Parameter kedalaman dan salinitas mencirikan sumbu 2 sedangkan parameter DO mencirikan sumbu 3. Hal ini menandakan parameter pH, suhu, dan jumlah teripang berkorelasi erat dengan sumbu 1. Parameter kedalaman dan salinitas memiliki korelasi yang erat dengan sumbu 2 sedangkan parameter DO memiliki korelasi yang erat dengan sumbu 3.

(a) (b)

Gambar 16 Lingkaran korelasi di perairan Sekongkang pada sumbu 1 (F1) dan sumbu 2 (F2) (a), sumbu 1 (F1) dan sumbu 3 (F3) (b)

Gambar 16 menunjukkan bahwa jumlah teripang berkorelasi positif dengan kedalaman dan salinitas karena arahnya sama atau membentuk sudut sempit. Sementara itu, korelasi negatif terjadi antara jumlah teripang dengan suhu, pH, dan DO karena arahnya berlawanan dan membentuk sudut tumpul (Mattjik dan Sumertajaya 2011).

(41)

27 Korelasi negatif terjadi antara jumlah teripang dengan suhu, pH, dan DO dengan nilainya masing-masing -0.551, -0.143, dan -0.215. Parameter pH dan DO tidak berpengaruh nyata terhadap keberadaan teripang karena nilainya yang rendah. Sementara itu, suhu berkorelasi terbalik dengan keberadaan teripang. Jika terjadi peningkatan suhu maka keberadaan teripang akan berkurang dan begitu pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aziz (1996) yang menyatakan bahwa salah faktor penting yang menghalangi penyebaran teripang adalah suhunya.

Hasil dari analisis dengan PCA menghasilkan bahwa tidak semua parameter berpengaruh dengan jumlah teripang di suatu perairan. Parameter suhu, salinitas, pH, dan kedalaman berpengaruh terhadap jumlah teripang. Sementara parameter lainnya, seperti DO dan kecerahan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah teripang di lokasi penelitian. Parameter kecerahan tidak dapat ditampilkan karena nilainya sama sehingga korelasi antarparameternya tidak terlihat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Wilayah yang sesuai untuk habitat teripang di perairan Lombok dan Sumbawa dianalisis dengan menggunakan metode IDW. Berdasarkan sebaran spasial parameter fisik dan kimianya, perairan yang sangat sesuai untuk habitat teripang terdapat di perairan Kertasari dan Jelenga, Kabupaten Sumbawa Barat bagian barat. Sementara itu, di Lombok Timur (Kayangan dan Teluk Jor), Lombok Tengah (Gerupuk dan Kute), dan Sumbawa Barat bagian selatan (Sekongkang) tidak terdapat wilayah yang sangat sesuai untuk habitat teripang. Di ketiga wilayah ini hanya terdapat perairan yang sesuai untuk habitat teripang. Teripang yang banyak dijumpai di perairan Lombok Timur dan Sumbawa Barat bagian barat adalah teripang jenis H. scabra. Sementara itu, perairan Lombok Tengah bagian selatan dan Sumbawa Barat bagian selatan ditemukan teripang jenis H. atra, H. leucospilota, dan Stichopus. Parameter yang berpengaruh terhadap kelimpahan jumlah teripang adalah suhu, salinitas, pH, dan kedalaman.

Saran

(42)

28

DAFTAR PUSTAKA

Albutana A, Yasman, Wardhana W. 2011. Uji toksisitas ekstrak empat jenis teripang suku Holothuridea dari Pulau Penjaliran Timur, Keulauan Seribu, Jakarta. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 3(1):65–72.

Ariyati RW, Sya’rani L, Arini E. 2007. Analisis kesesuaian perairan Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan sebagai lahan budidaya rumput laut menggunakan sistem informasi geografis. J Pasir Laut. 3(1):27–45.

Arlyza IS. 2009. Teripang dan bahan aktifnya. Oseana. 34(1):9–17.

Aziz A. 1996. Makan dan cara makan berbagai jenis teripang. Oseana. 26(4):43– 59.

Aziz A. 1997. Status Penelitian Teripang Komersial di Indonesia. Oseana. 22(1):9–19.

Bengen DG. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Bogor: PKSPL–IPB.

Darsono P. 2003. Sumberdaya teripang dan pengelolaannya. Oseana. 28(2):1–9. [ESRI]. 2009. Inverse Distance Weight (IDW). [Internet]. [diunduh 2011

Desember 1] Tersedia pada:

http://help.arcgis.com/en/arcgisdesktop/10.0/help/index.html#/IDW/009z00 00006m000000/.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Linkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Gultom CPW. 2004. Laju pertumbuhan dan beberapa aspek bio-ekologi teripang pasir (Holothuria scabra) dalam kolam pembesaran di Laut Pulau Kongsi, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hartatik. 2012 November 13. Diburu, Teripang Terancam Punah. Suara Merdeka

[Internet]. [diunduh 2013 Agustus 7]. Tersedia pada: http://suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2012/11/13/205317/Diburu-Teripang-Terancam-Punah.

Kordi MGH. 2010. Cara Gampang Membudidayakan Teripang. Yogyakarta (ID): ANDI.

Lewerissa YA. 2009. Pengelolaan teripang berbasis sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Matjjik AA, Sumertajaya IM. 2011. Sidik Peubah Ganda dengan Menggunakan

SAS. Wibawa GNA, Hadi AF, editor. Bogor (ID): Departemen Statistika FMIPA–IPB.

[Menteri Negara Lingkungan Hidup]. 2004. Salinan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.

Nontji A. 2007. Laut Nusantara. Ed revisi. Jakarta (ID): Djambatan.

[Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah]. 2009. Geografi (Geographical). [Internet]. [diunduh 2013 November 20] Tersedia pada: www.lomboktengahkab.go.id/download/Geografi.pdf.

[Pemerintah Kabupaten Lombok Timur]. 2011. Letak Geografis. [Internet].

[diunduh 2013 November 20] Tersedia pada:

(43)

29 [Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat]. 2013. Letak Geografis dan Luas Wilayah. [Internet]. [diunduh 2013 November 20] Tersedia pada:

http://sumbawabaratkab.go.id/x/index.php/profil-ksb/geografis/letak-geografis-dan-luas-wilayah.

Pranoto EN, Ma’ruf WF, Pringgenies D. 2012. Kajian aktivitas bioaktif ekstrak teripang pasir (Holothuria scabra) terhadap jamur Candida albicans. J Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 1(1):1–8.

Purcell SW, Samyn Y, Conand C. 2012. Commercially Important Sea Cucumbers of The World. Roma: FAO.

Purnawati BI. 2003. Disttribusi teripang kelas Holothuroidea di perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Purwati P. 2005. Teripang Indonesia: komposisi jenis dan sejarah perikanan.

Oseana. 30(2):11–18.

Purwati P, Syahailatua A. 2008. Timun Laut Lombok Barat. Jakarta (ID): Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI).

Setyobudiandi I, Sulistiono, Yulianda F, Kusmana C, Hariyadi S, Damar A, Sembiring A, Bahtiar. 2009. Sampling dan Analisis Data Perikanan dan Kelautan: Terapan Metode Pengambilan Contoh di Wilayah Pesisir dan Laut. Bogor (ID): Makaira-FPIK.

Susetiono. 2007. Lamun dan Fauna Teluk Kuta, Pulau Lombok. Bogor (ID): LIPI Press.

Wahyuningrum PI. 2001. Studi evaluasi kesesuaian wilayah perairan Teluk Lampung untuk budidaya rumput laut Eucheuma dengan pemanfaatan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Yusron E. 2003. Beberapa catatan fauna Ekhinodermata dari perairan Teluk Sekotong, Lombok Barat, Nusa Tenggara Timur. Biota. 8(2).

Yusron E. 2010. Penelitian kajian diversitas biota laut di perairan Lombok dan sekitarnya, Nusa Tenggara Barat. Jakarta (ID): LIPI.

(44)

30

Lampiran 1 Teripang yang ditemukan di lokasi penelitian

H. scabra H. atra

H. leucospilota H. hilla

Stichopus Synapta

H. pardalis H. fuscogilva

(45)

31 Lampiran 2 Biota yang berasosiasi dengan teripang

Cyprea Bintang ular laut

Anadara Turbo

Lambis-lambis Abalon

Sumber: (Wahida 2012) dan (LIPI 2012)

Lampiran 3 Biota yang menjadi kompetitor teripang

(46)

32

Kepiting

Sumber: (LIPI 2012)

Lampiran 4 Kegiatan masyarakat di sekitar lokasi penelitian

Budidaya Rumput laut Eksploitasi biota laut oleh masyarakat

Keramba Jaring Apung Budidaya ikan

Sumber: (LIPI 2012)

Lampiran 5 Tabel Konstanta Pasang Surut

(47)

33

Lampiran 6 Proses Perhitungan Data Pasang Surut

Sementara itu, untuk perhitungan hasil Atmiralty pada bulan Maret dan

Tipe pasang surut di perairan Lombok dan Sumbawa pada bulan Maret adalah tipe pasut dominan ganda.

(48)

34

Lampiran 7 Tipe Pasut di Lembar (Labuhan Tinggi) Bulan Maret

(49)

35 Lampiran 8 Tabel Korelasi Matriks Pearson (Principal Component Analysis) Perairan Kayangan dan Teluk Jor

Correlation matrix (Pearson (n))

Variables Suhu pH Salinitas DO Kedalaman Jumlah Teripang

Suhu 1 0.470 0.201 0.283 0.880 -0.425

pH 0.470 1 0.265 0.278 0.450 -0.288

Salinitas 0.201 0.265 1 0.399 -0.013 -0.944

DO 0.283 0.278 0.399 1 -0.157 -0.323

Kedalaman 0.880 0.450 -0.013 -0.157 1 -0.243

Jumlah

Teripang -0.425 -0.288 -0.944 -0.323 -0.243 1

Perairan Gerupuk dan Kute Correlation matrix (Pearson (n))

Variables Suhu pH Salinitas DO Kedalaman Jumlah Teripang

Suhu 1 -0.207 -0.263 -0.148 0.006 0.026

pH -0.207 1 -0.266 -0.199 0.146 0.366

Salinitas -0.263 -0.266 1 0.124 -0.052 -0.002

DO -0.148 -0.199 0.124 1 0.112 0.065

Kedalaman 0.006 0.146 -0.052 0.112 1 -0.190

Jumlah

Teripang 0.026 0.366 -0.002 0.065 -0.190 1

Perairan Kertasari dan Jelenga Correlation matrix (Pearson (n))

Variables Suhu pH Salinitas DO Kedalaman Jumlah Teripang

Suhu 1 -0.496 -0.533 -0.104 -0.676 0.207

pH -0.496 1 0.043 0.192 0.480 -0.195

Salinitas -0.533 0.043 1 -0.027 0.417 -0.376

DO -0.104 0.192 -0.027 1 -0.320 0.199

Kedalaman -0.676 0.480 0.417 -0.320 1 -0.387

Jumlah

(50)

36

Perairan Sekongkang

Correlation matrix (Pearson (n))

Variables Suhu pH Salinitas DO Kedalaman Jumlah Teripang

Suhu 1 0.528 0.080 -0.029 -0.019 -0.551

pH 0.528 1 0.449 0.102 -0.054 -0.143

Salinitas 0.080 0.449 1 0.291 0.199 0.084

DO -0.029 0.102 0.291 1 0.047 -0.215

Kedalaman -0.019 -0.054 0.199 0.047 1 0.044

Jumlah

(51)

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 31 Agustus 1990 dari ayah Sutrisno dan ibu Sutinem (alm). Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2008, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cawas dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif dalam kegiatan organisasi sebagai pengurus anggota divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (Himiteka) pada tahun 2010 – 2011, anggota Keluarga Mahasiswa Klaten di Bogor pada tahun 2008 – sekarang. Selain itu, penulis juga pernah berperan sebagai panitia pelaksana Marine Gathering Day Himiteka pada tahun 2010 – 2011, bendahara Malam Kelautan pada tahun 2010, panitia divisi acara Java Cup pada tahun 2010.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan data di Pulau Lombok dan Sumbawa,
Tabel 1 Matriks kesesuaian potensi teripang
Gambar 2 Diagram alir pengolahan data dengan metode Inverse Distance Weight
Gambar 4 Lokasi Penelitian di Teluk Jor (a) dan Kayangan (b)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Harga kebutuhan Game dibagi menjadi 3 kategori, yaitu Murah, Sedang, dan Tinggi yang disajikan dengan grafik pada Gambar 9. Harga

Berdasarkan ketentuan di atas dengan adanya suatu bentuk perjanjian yang di tuangkan dalam Surat Perintah Kerja harus di sertai dengan perjanjian khusus yang

Hasil menunjukkan bahwa pengetahuan dan ketrampilan dua variasi pola disain dan satu model disain corak bunga kelom geulis berbobot ringan dan pembuatan asap cair dan

Hasil estimasi dengan pendekatan model ADL menunjukkan bahwa dari ketiga variabel bebas, hanya variabel pendapatan (GDP) yang berpengaruh signifikan dan positif

Sementara yang tidak setuju dengan argumen MK yang kebanyakan pegiat jender berdalih bahwa dalam sistem pemilu dengan suara terbanyak yang didalamnya ter- kandung

Beberapa ahli tersebut memiliki definisi yang serupa, maka pengertian asertif dapat disimpulkan sebagai kemampuan untuk mengemukakan perasaan, pikiran, pendapat secara langsung,

Dalam hal ini terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak yang belum genap berusia 18 (delapan belas tahun) dilakukan upaya diversi yang

Untuk mendukung sebuah gagasan yangada, mahasiswa perlu diberikan pendidikan literasi informasi agar mahasiswa mengetahui kebutuhan informasi dan menyeleksi informasi