• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian terhadap Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Implikasi terhadap Produksi Mentimun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian terhadap Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Implikasi terhadap Produksi Mentimun"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONDISI LAHAN PERTANIAN

TERHADAP KELIMPAHAN SERANGGA PENYERBUK:

IMPLIKASI TERHADAP PRODUKSI MENTIMUN

BAYU AJI PAMUNGKAS

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian terhadap Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Implikasi terhadap Produksi Mentimun adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

BAYU AJI PAMUNGKAS. Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian terhadap Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Implikasi terhadap Produksi Mentimun Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI.

Serangga penyerbuk berperan penting dalam penyerbukan berbagai jenis tanaman, termasuk tanaman mentimun. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh kondisi lahan pertanian terhadap kelimpahan serangga penyerbuk serta mengetahui pengaruh kelimpahan serangga penyerbuk terhadap produksi mentimun. Penelitian dilakukan pada enam lokasi dengan jarak yang berbeda dari habitat alami. Tiga lokasi terkategori dekat dengan habitat alami serangga penyerbuk, yaitu kurang dari 200 m. Tiga lokasi berikutnya terkategori jauh dari habitat alami serangga penyerbuk dengan jarak 1000 m. Pengamatan kelimpahan serangga penyerbuk dilakukan dengan cara menghitung jumlah serangga penyerbuk yang hinggap pada bunga sebanyak 100 unit bunga yang dilakukan pada empat titik yang berbeda. Penghitungan jumlah serangga penyerbuk dilakukan pada empat waktu yang berbeda dan dilakukan pada empat hari yang berbeda. Penghitungan parameter produksi mentimun dilakukan dengan menghitung berat timun, jumlah biji, berat kering biji, panjang buah dan lebar buah yang diambil pada empat titik yang berukuran 1 m x 1 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan serangga penyerbuk dipengaruhi oleh kondisi lahan pertanian, yaitu dengan keberadaan habitat alami dan semi alami disekitar lahan pertanian. Kelimpahan serangga ditemukan paling tinggi pada pagi dan sore hari, yaitu pukul 09.00, 11.00 dan pukul 15.00. Tidak ada korelasi antara jumlah individu dengan produksi mentimun.

(6)
(7)

ABSTRACT

BAYU AJI PAMUNGKAS. The Influences of Agricultural Land to Insect Pollinator Abundance: Implication to Cucumber Production. Supervised by DAMAYANTI BUCHORI.

Insect pollinators play an important role in pollination on various plants, including cucumber. This research aims to study the influence of natural habitat toward the abundance of insect pollinator and its effect on cucumber production. This research was conducted at six locations with various distances to natural habitat. Three locations were categorized as locations near natural habitat, i.e. less than 200 m. The other three locations were categorized as locations far from natural habitats, i.e. 1000 m. The observations of insect pollinator abundance were conducted by counting the number of insect pollinator that perched on 100 units flower in four different spots. The observations were conducted at four different times. Several variables were observed, i.e. the weight of cucumber, amount of seeds, dried weight of seeds, length and width of cucumber, on four different subplots sized 1 m x 1 m. The results showed that the presence of natural and seminatural habitats surrounding agricultural land, influence the abundance of insect pollinators. Whereas time of the highest numbers of insects pollinating the flower were at 9 am, 11 am and 3 pm. There is no correlation between the numbers of individuals with cucumber production.

(8)
(9)

©

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

PENGARUH KONDISI LAHAN PERTANIAN TERHADAP

KELIMPAHAN SERANGGA PENYERBUK: IMPLIKASI

TERHADAP PRODUKSI MENTIMUN

BAYU AJI PAMUNGKAS

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Judul Skripsi : Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian terhadap Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Implikasi terhadap Produksi Mentimun Nama : Bayu Aji Pamungkas

NIM : A34090056

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc. Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. Ketua Departemen Proteksi Tanaman

(14)
(15)
(16)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas

akhir yang berjudul “Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian terhadap Kelimpahan

Serangga Penyerbuk: Implikasi terhadap Produksi Mentimun”. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor dari bulan April sampai September 2013.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Sutarso, Mamak Lasiyem, Mamas, Mba Ria dan Mas Danang yang selalu memberi semangat, doa dan dukungan dalam belajar. Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, MSc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan dan penjelasan dalam penyelesaian tugas akhir; Dr. Efi Toding Tondok, SP., Msc selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran; Dr. Ir. Giyanto, MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing selama berkuliah di Departemen Proteksi Tanaman, Keluarga Laboratorium Pengendalian Hayati Mas Jalu, Mba Laras, Mba Adha, Mba Ratna, Mba Nika, Mba Manda, Mba Yane, Kak Kidung, Dika, Winda, Cici, Mba Nita, Pak Ucup dan teman-teman angkatan 46 yang telah memberikan motivasi dan dukungan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Oleh karena penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat untuk penulisan skripsi yang sesungguhnya.

(17)
(18)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Bahan dan Alat 3

Metode Penelitian 3

Penetuan Lokasi Penelitian 3

Budidaya Tanaman Mentimun dan Penentuan Titik

Pengambilan Contoh 4

Pengambilan Contoh Serangga Penyerbuk 4

Pengamatan Parameter Produsi Mentimun 5

Identifikasi Serangga Penyerbuk 5

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kelimpahan Serangga Pada Pertanaman Mentimun 6

Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian 7 Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Pengaruh Waktu Pengamatan 8 Hubungan Kelimpahan Serangga Penyerbuk dengan Produksi Mentimun 9

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12

(19)
(20)

DAFTAR TABEL

1 Lokasi, pemilik serta luas lahan penelitian 4

2 Kelimpahan serangga pada pertanaman mentimun 6

3 Vegetasi yang ditemukan disekitar lahan mentimun 8 4 Produksi mentimun pada lokasi yang jauh dari habitat alami (J) dekat

dengan habitat alami (D) 10

5 Pearson Korelasi antara jumlah individu Famili Apidae (log) dengan

produksi mentimun (log) 10

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di kabupaten bogor, jawa barat 3 2 Budidaya mentimun, titik pengamatan kelimpahan serangga

penyerbuk dan produksi mentimun 8

3 Jumlah spesies serangga yang terdapat pada lokasi yang jauh dari habitat alami dan yang dekat dengan habitat alami, dan yang

terdapat pada kedua lokasi 7

4 Jumlah individu serangga penyerbuk utama dengan serangga penyerbuk lainnya pada lokasi dekat dengan habitat alami (D)

dan jauh dari habitat alami (J) 8

5 (a) Perbandingan jumlah individu serangga penyerbuk pada waktu pengamatan yang berbeda pada lokasi yang jauh dari habitat alami (J), dihubungkan dengan garis rata-rata (F1,10=22.15, P=0.186),

(b) Perbandingan jumlah individu serangga penyerbuk pada waktu

pengamatan yang berbeda pada lokasi yang dekat dengan habitat alami (D), dihubungkan dengan garis rata-rata (F1,10=22.15, P=0.0008) 10

6 Korelasi antara kelimpahan Apidae dengan jumlah biji 12 7 Korelasi antara kelimpahan Apidae dengan panjang mentimun 12

DAFTAR

LAMPIRAN

1 Kondisi lahan pertanaman mentimun yang diamati 17 2 Beberapa serangga penyerbuk dari Famili Apidae yang ditemukan

di lapangan 18

3 Kelimpahan serangga yang didapatkan pada pertanaman mentimun 19

(21)
(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Serangga penyerbuk merupakan bagian yang penting di suatu ekosistem. Kevan (1999) melaporkan bahwa serangga penyerbuk adalah faktor utama yang menentukan produksi pertanian. Keberadaan serangga penyerbuk mempengaruhi ketersediaan pangan bagi penduduk di dunia (Kearns et al. 1998). Menurut Gallai et al. (2009) nilai ekonomi polinasi di seluruh dunia mencapai Rp. 2 470 triliun (153 milyar Euro)/tahun, yang setara dengan 9.5 % nilai produksi pertanian untuk mencukupi kebutuhan makan manusia di tahun 2005. Lebih lanjut, Gallai et al. (2009) melaporkan bahwa di Amerika, lebah dapat membantu penyerbukan lebih dari 130 spesies tanaman pertanian dengan nilai ekonomi mencapai 147.3 triliyun rupiah/tahun. Apituley et al. (2012) menyatakan bahwa kehadiran serangga penyerbuk pada tanaman juga dapat membantu proses penyerbukan silang dan dapat meningkatkan produksi tanaman.

Kondisi lahan pertanian telah diketahui dapat memberikan pengaruh terhadap keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk, salah satunya adalah keberadaan habitat alami. Menurut FAO (2011) habitat alami merupakan area yang memiliki luasan minimal 5000 m2 serta didalamnya terdiri dari berbagai jenis tanaman tahunan yang tidak dimanfaatkan oleh petani untuk lahan pertanian. Beberapa tipe habitat alami adalah hutan, padang rumput, semak belukar dan habitat semi alami. Proporsi dan keanekaragaman tipe habitat menjadi faktor penting bagi keberadaan serangga penyerbuk (Steffan-Dewenter dan Tscharntke 1999). Nurtjahjaningsih et al. (2012) menyatakan bahwa kelimpahan serangga penyerbuk memiliki perbedaan di setiap lokasi tergantung pada kondisi pertanaman, sistem budidaya, ketinggian lokasi dan bentuk bentang alam. Steffan-Dewenter et al. (2002) juga menyatakan bahwa fragmentasi habitat menyebabkan menurunnya jumlah spesies (spesies richness) dan kelimpahan individu (abundance).

Hasil studi yang dilakukan oleh Klein et al. (2002) menyatakan bahwa serangga penyerbuk memiliki kelimpahan yang lebih tinggi pada lokasi yang dekat dengan hutan daripada lokasi yang jauh dari hutan. Selanjutnya Klein et al. (2003) melaporkan bahwa jumlah spesies lebah sosial berkurang seiring dengan bertambahnya jarak dari hutan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Steffan-Dewenter et al. (2002) yaitu kelimpahan Bumble bees semakin rendah dengan meningkatnya jarak dari habitat alami.

Kelimpahan serangga penyerbuk di dalam habitat alami akan berpengaruh terhadap komposisi serangga penyerbuk di ekosistem sekitarnya, hal ini berkaitan dengan aktifitas pencarian makan (foraging). Habitat alami dengan keanekaragaman tumbuhan yang tinggi dapat mencukupi kebutuhan serangga penyerbuk akan kebutuhan nektar dan serbuk sari, serta dapat dijadikan sebagai tempat berlindung saat terjadi keadaan yang tidak menguntungkan (Thomas dan Marshall 1999).

(23)

2

di daerah tropis, jarak terdekat dengan hutan memberi dampak terhadap kelimpahan serangga penyerbuk. Kunjungan serangga penyerbuk pada masing-masing jenis tanaman tergantung pada ketersediaan nektar dan morfologi bunga. Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Rianti (2009) yang menyatakan peningkatan populasi serangga penyerbuk dipengaruhi oleh tingginya ketersediaan nektar dan serbuksari.

Serangga penyerbuk sangat penting bagi proses penyerbukan pada berbagai jenis tanaman hortikultura, salah satunya adalah tanaman mentimun (Liferdi 2008). Tanaman mentimun termasuk tanaman berumah satu, artinya bunga jantan dan betina letaknya terpisah, tetapi masih dalam satu tanaman. Hal inilah yang menyebabkan diperlukannya peranan serangga penyerbuk dalam proses penyerbukan tanaman mentimun, karena mentimun merupakan tanaman yang tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri. Mentimun menjadi model tanaman yang tepat untuk menarik serangga penyerbuk. Hal ini dikarenakan bunga mentimun memiliki warna kuning bila sudah mekar (Sumpena 2001).

Liferdi (2008) menyatakan bahwa proses penyerbukan oleh serangga penyerbuk merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam sistem budidaya tanaman untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Di Indonesia penelitian yang berhubungan dengan adanya keterkaitan antara pengaruh kondisi lahan pertanian dengan kelimpahan serangga penyerbuk serta pengaruh serangga penyerbuk terhadap produksi pertanian masih sangat terbatas. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh kondisi lahan pertanian terhadap kelimpahan serangga penyerbuk serta mengetahui pengaruh kelimpahan serangga penyerbuk terhadap produksi mentimun.

Manfaat Penelitian

(24)

3

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan April hingga September 2013. Pengamatan dilakukan pada enam lokasi pertanaman mentimun di Kabupaten Bogor (Gambar 1), sedangkan identifikasi serangga penyerbuk dan penghitungan produksi mentimun dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, sedangkan alat yang digunakan diantaranya kamera digital, alat tulis, GPS (Global Position System), tabung eppendorf, mikroskop stereo, penghitung tangan (hand counter), plastik, botol film dan buku identifikasi.

Metode Penelitian Penentuan Lokasi Penelitian

Kriteria pemilihan kondisi lahan dibedakan berdasarkan jarak lahan dengan habitat alami. Tabel 1 menunjukkan enam lokasi dengan tiga lokasi terkategori memiliki jarak dekat dengan habitat alami (D) yaitu sekitar <200 m dan tiga lokasi terkategori memiliki jarak jauh dari habitat alami (J) yaitu sekitar >1000 m. Jarak antar lokasi pengamatan yang satu dengan lokasi pengamatan lainnya adalah sekitar 1500 m. Habitat alami dalam hal ini adalah area yang memiliki luasan minimal 5000 m serta didalamnya terdapat berbagai jenis tanaman tahunan yang tidak dimanfaatkan sebagai lahan pertanian (FAO 2011).

J2

D3

J3

J1

(25)

4

Tabel 1 Lokasi, pemilik serta luas lahan penelitian

Lokasi Desa Pemilik lahan Luas lahan

J1 Semplak Barat Pak Mulya 47 m x 50 m

Keterangan : J (jauh dari habitat alami), D (dekat dengan habitat alami)

Budidaya Tanaman Mentimun dan Penentuan Titik Pengambilan contoh

Luasan lahan untuk satu lokasi pengamatan adalah 50 m x 25 m (Gambar 2). Budidaya tanaman mentimun terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: pengolahan tanah, pemberian pupuk kandang, penanaman, pemasangan ajir serta dilakukan perawatan tanaman. Jarak tanaman mentimun yang diterapkan pada lokasi pengamatan adalah 0.6 m x 0.6 m. Biji mentimun ditanam di setiap bedengan dengan ukuran panjang 0.1 m – 0.2 m, lebar 1 m – 1.2 m dan tinggi 0.4 m.

Pengamatan kelimpahan serangga penyerbuk dilakukan di empat titik pada setiap lokasinya, dimana untuk setiap pengamatannya dilakukan pada titik yang berwarna hijau, sedangkan untuk mengetahui produksinya digunakan titik yang berwarna kuning. Demikian Layout penempatan titik pengamatan kelimpahan serangga penyerbuk serta penempatan titik pengambilan contoh produksi mentimun.

Gambar 2 Budidaya mentimun, titik pengamatan kelimpahan serangga penyerbuk dan produksi mentimun

Pengambilan Contoh Serangga Penyerbuk

Pengamatan dan pengambilan contoh serangga penyerbuk pada setiap lokasi dilakukan dengan cara transek lurus secara bersamaan pada masing-masing titiknya. Pada masing-masing titik tersebut dilakukan penghitungan jumlah serangga penyerbuk yang hinggap pada bunga yang sudah mekar dengan menggunakan handcounter pada tangan kiri, serta penghitungan jumlah unit bunga yang diamati dengan menggunakan handcounter pada tangan kanan.

(26)

5 Jumlah unit bunga yang diamati adalah 100 unit bunga, sedangkan koleksi serangga dilakukan dengan cara menangkap serangga yang hinggap pada bunga mentimun dengan plastik. Pengamatan pada satu titik penelitian dilakukan pada empat hari yang berbeda dengan empat waktu yang berbeda pula yaitu pukul 09.00, 11.00, 13.00 dan pukul 15.00.

Pengamatan Parameter Produksi Mentimun

Untuk mengetahui hubungan antara kelimpahan serangga penyerbuk dengan produksi mentimun dilakukan pengambilan buah mentimun pada empat titik dimana setiap titik memiliki ukuran 1 m x 1 m. Kemudian dilakukan penghitungan dan pengukuran jumlah buah, berat buah, panjang buah, jumlah biji dan berat biji kering.

Identifikasi Serangga Penyerbuk

Serangga koleksi yang diperoleh dari lapangan diidentifikasi di laboratorium dengan menggunakan buku The Insects of Australia, Hymenoptera of the world: An identification guide to Families dan www.planthealthaustralia. com.au.

Analisis Data

(27)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelimpahan Serangga pada Pertanaman Mentimun

Jumlah serangga total yang didapatkan sebanyak 705 individu, yang terdiri dari enam ordo dengan 23 famili (Tabel 2). Kelompok serangga yang ditemukan adalah kumbang (Coleoptera), lalat (Diptera), kepik (Hemiptera), lebah dan semut (Hymenoptera), ngengat dan kupu-kupu (Lepidoptera) serta trips (Thysanoptera). Kelimpahan serangga tertinggi ditemukan pada Famili Apidae yaitu sebanyak 245 individu dan Famili Formicidae sebanyak 158 individu. Dominasi Famili Apidae dalam studi ini karena Apidae merupakan kelompok serangga penyerbuk yang efektif dalam proses penyerbukan pada banyak spesies tanaman (Apituley et al. 2012), ukuran tubuhnya yang relatif kecil, memiliki banyak rambut d itubuhnya, memiliki probosis yang panjang serta mempunyai korbikula (pollen basket) pada permukaan luar tibia tungkai belakang yang berfungsi sebagai pengangkut serbuk sariGulland dan Cranston (2005).

Tabel 2 Kelimpahan serangga pada pertanaman mentimun

Ordo Famili D J Peranan Serangga

(28)

7 Jumlah spesies serangga yang didapatkan pada lokasi yang dekat dengan habitat alami adalah 20 spesies, pada lokasi yang jauh dari habitat alami adalah 14 spesies, sedangkan jumlah spesies serangga yang didapatkan pada kedua lokasi adalah 16 spesies. Kelimpahan serangga yang diperoleh pada saat pengambilan contoh di lapangan sangat beragam, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ketersediaan makanan dan tempat tinggal (Jumar 2000). Adapun faktor lainnya yang mempengaruhi adalah warna dan bentuk bunga, kadar gula, serta faktor abiotik lainnya seperti lingkungan, suhu, intensitas cahaya matahari dan tipe suatu lanskap pertanian yang dapat mempengaruhi tingginya keragaman serangga penyerbuk pada bunga (Faheem et al. 2004; Hoehn et al. 2008).

Gambar 3 Jumlah spesies serangga yang terdapat pada lokasi yang jauh dari habitat alami dan yang dekat dengan habitat alami, dan yang terdapat pada kedua lokasi penelitian

Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Pengaruh Kondisi Lahan Pertanian

Kelimpahan serangga penyerbuk yang diperoleh dari lapangan menunjukkan bahwa serangga yang paling banyak ditemukan adalah Famili Apidae dengan spesies Apis mellifera, Apis cerana, Xylocopa confusa dan Xylocopa sp.1. Tingginya Famili Apidae yang ditemukan di lapangan dikarenakan serangga ini merupakan penyerbuk yang efektif dalam membantu proses penyerbukan tanaman. Famili Apidae memiliki beberapa sifat diantaranya aktif dalam mengumpulkan serbuk sari dan nektar, serta memiliki banyak rambut yang dapat membantu mengumpulkan serbuk sari (Atmowidi et al. 2007). Kondisi lahan pertanian berpengaruh terhadap keberadaan Apidae. Hal ini terutama jika dilihat dari jarak terhadap habitat alami (t=2.43, P=0.03). Keberadaan habitat alami berpengaruh terhadap kelimpahan serangga penyerbuk dari Famili Apidae dan penyerbuk lainnya seperti Syrpidae, Hesperiidae, Nymphalidae, Noctuidae, Pyralidae dan Pieridae (t=2.39, P=0.04). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat dilihat bahwa kelimpahan serangga penyerbuk pada lokasi yang jauh dari habitat alami lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi yang dekat dengan habitat alami (Gambar 4). Hasil ini tidak sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Klein et al. (2002) yang melaporkan bahwa kelimpahan serangga penyerbuk pada lokasi yang jauh dari habitat alami lebih rendah dibandingkan dengan lokasi yang dekat dengan habitat alami.

16

20 14

(29)

8

Perbedaan hasil penelitian yang didapat dengan studi Klein et al. (2002) dapat diduga terjadi karena ditemukannya habitat semi alami pada lokasi pengambilan contoh yang jauh dari habitat alami. Selain habitat alami ada faktor lain yang dapat berperan dalam peningkatan jumlah individu serangga penyerbuk diantaranya habitat semi alami. Atmowidi et al. (2007) menyatakan bahwa habitat semi alami dapat bertindak sebagai penyumbang makanan bagi serangga penyerbuk, sehingga tidak mengherankan jika di lokasi yang jauh dari habitat alami justru ditemukan jumlah individu serangga penyerbuk yang tinggi dibanding yang dekat dengan habitat alami. Selain habitat semi alami, ada atau tidaknya sarang disekitar lokasi pengamatan juga dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kelimpahan serangga penyerbuk di suatu lokasi pengamatan. (Khairiah et al. 2012) menyatakan bahwa serangga umumnya terbang tidak terlalu jauh dari sarangnya pada saat mencari makan, misalnya A. cerana. Serangga penyerbuk ini cenderung mengunjungi jenis tanaman berbunga yang paling dekat dengan sarangnya.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kelimpahan serangga penyerbuk tidak hanya dipengaruhi oleh keberadaan habitat alami saja, namun juga dipengaruhi oleh adanya keberadaan habitat semi alami yang ada disekitar lahan pertanian.

Gambar 4 Jumlah individu serangga penyerbuk utama dengan serangga

penyerbuk lainnya pada lokasi dekat dengan habitat alami (D) dan jauh dari habitat alami (J)

Adapun faktor lain yang menyebabkan tingginya kelimpahan serangga penyerbuk pada lokasi yang jauh dari habitat alami selain yang telah disebutkan di atas adalah karena adanya pertanaman lain yang ada disekitar pertanaman mentimun yang diamati. Pada lokasi yang dekat dengan habitat alami terdapat berbagai jenis tanaman berbunga seperti tanaman jagung, tanaman ubi jalar dan tanaman kacang panjang (Tabel 3), hal ini dapat menyebabkan kunjungan serangga penyerbuk untuk melakukan aktifitas penyerbukan tanaman mentimun

(30)

9 menjadi berkurang. Berbeda halnya dengan lokasi yang dekat dengan habitat alami, pada lokasi yang jauh dari habitat alami tidak ada tanaman berbunga di sekitar pertanaman mentimun yang di amati, hanya terdapat beberapa jenis pohon tahunan seperti pohon mangga dan pohon rambutan (Tabel 3). Keadaan ini dapat mempengaruhi tingginya jumlah kunjungan serangga penyerbuk pada lokasi yang jauh dari habitat alami. Hasil ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Liferdi (2008) yang menyatakan bahwa salah satu hal yang mempengaruhi kunjungan serangga penyerbuk pada tanaman mentimun adalah adanya keanekaragaman tanaman berbunga di sekitar tanaman mentimun, seperti tanaman hortikultura, perkebunan, kehutanan dan rumput yang merupakan sumber pakan serta menghasilkan nektar dan serbuk sari bagi serangga penyerbuk. Selain itu, struktur habitat juga berpengaruh terhadap pencarian makan serangga penyerbuk. Jumlah kunjungan serangga penyerbuk pada bunga di struktur habitat yang sederhana lebih tinggi dibandingkan dengan struktur habitat yang lebih kompleks (Steffan-Dewenter dan Tscharntke 1999).

Tabel 3 Vegetasi yang ditemukan disekitar lahan mentimun

Nama lokal Nama ilmiah Jauh Dekat

Keterangan: -(tidak ada), +*(ada dan berbunga), +(ada tidak berbunga) pada saat pengambilan contoh

Kelimpahan Serangga Penyerbuk: Pengaruh Waktu Pengamatan

Kelimpahan serangga penyerbuk disuatu habitat berkaitan dengan dengan sumber pakan terutama serbuk sari dan nektar, serta faktor lingkungan. Berdasarkan data yang tersaji pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa perbandingan jumlah individu serangga penyerbuk pada lokasi yang jauh dari habitat alami dan dekat dari habitat alami tidak berbeda nyata (F1,23=0.96, P=0.34). Namun, jika

(31)

10

faktor penarik bagi serangga penyerbuk. Kondisi lingkungan yang optimal di pagi hari yaitu dengan rerata suhu 22oC, kelembaban 63 % dan intensitas cahaya 5900 lux juga merupakan faktor lainya yang menyebabkan tingginya serangga penyerbuk pada pagi hari (Atmowidi et al. 2007; Klein et al. 2002).

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa waktu yang efektif bagi serangga penyerbuk dalam melakukan kegiatan penyerbukan tanaman mentimun adalah pagi dan sore hari (Gambar 5). Serangga mempunyai mekanisme fisiologis yang dikenal sebagai jam biologis (Apituley et al. 2012). Jam biologis ini berkaitan dengan kemampuan serangga dalam menentukan waktu untuk melakukan aktivitas dan istirahat. Menurut Jumar (2000) aktifitas serangga penyerbuk akan tinggi pada suhu tertentu, namun pada suhu lain akan berkurang atau mengalami penurunan. Salah satu serangga serangga penyerbuk yang aktif pada pagi hari adalah spesies X. confusa (Hoehn et al. 2008).

Gambar 5 (a) Perbandingan jumlah individu serangga penyerbuk pada waktu pengamatan yang berbeda pada lokasi yang jauh dari habitat alami (J), dihubungkan dengan garis rata-rata (F1,10=22.15, P=0.186), (b)

Perbandingan jumlah individu serangga penyerbuk pada waktu pengamatan yang berbeda pada lokasi yang dekat dengan habitat alami (D), dihubungkan dengan garis rata-rata (F1,10=22.15,

P=0.0008)

Hubungan Kelimpahan Serangga Penyerbuk dengan Produksi Mentimun

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4 tampak bahwa rata-rata produksi mentimun baik untuk berat mentimun, berat kering biji, panjang buah dan lebar buah pada lokasi jauh dari habitat alami (J) lebih tinggi produksinya dibanding dengan yang dekat dengan habitat alami (D), namun untuk jumlah biji rataan yang diperoleh lebih tinggi pada lokasi yang dekat dengan habitat alami dibandingkan dengan lokasi yang jauh dari habitat alami. Namun demikian, produktivitas mentimun antara lokasi yang dekat dengan habitat alami dan jauh dari habitat alami tidak berbeda nyata (Tabel 4).

Dalam protokol yang disusun oleh (FAO 2011) dinyatakan bahwa penyerbukan yang efektif dapat dipengaruhi oleh waktu, penerimaan stigma dan penuaan bakal biji. Jika serangga penyerbuk melakukan aktifitas penyerbukan di

(32)

11 luar periode waktu penyerbukan yang efektif, maka akan terjadi gangguan pada saat peletakan serbuk sari kedalam stigma (kepala putik) dan produksi serbuk sari tidak mencukupi. Hal ini berarti, waktu penyerbukan dapat mempengaruhi produksi mentimun. Serangga penyerbuk harus melakukan penyerbukan secara teratur dalam aktifitas penyerbukan tanaman untuk meningkatkan hasil produksi (Wallace et al. 2002). Lebih lanjut, Atmowidi et al. (2007) menyatakan bahwa bunga umumnya memerlukan lebih dari satu kunjungan serangga penyerbuk untuk memenuhi kebutuhan dalam pembentukan biji yang optimal

Tabel 4 Produksi mentimun pada lokasi jauh dari habitat alami (J) dan dekat dengan habitat alami (D)

Produksi J( ̅±sd) D( ̅±sd) Beda nyata

Berat mentimun (g) 283.4±45.0 255.4±38.7 t=1.81, P=0.11

Lebar buah (cm) 6.2±0.2 5.4±0.3 t=3.02, P=0.01

Panjang buah (cm) 21.2±1.2 19.5±1.3 t=1.32, P=0.21 Jumlah biji 199.46±13.04 200.66±26.67 t=0.05, P=0.48 Berat kering biji (g) 3.3±1.1 3.0±0.4 t=0.73, P=0.47 Keterangan: ̅±sd (rataan produksi±standar deviasi), t (uji t), P (nilai probabilitas)

Untuk mengetahui korelasi antara jumlah individu serangga penyerbuk dengan produksi mentimun maka dilakukan pengujian matrik korelasi pada variabel-variabel produksi mentimun baik untuk berat mentimun, lebar buah, panjang buah, jumlah biji maupun berat kering biji. Berdasarkan hasil uji matrik korelasi yang dilakukan diperoleh data yang menunjukkan adanya hubungan adalah jumlah biji dan panjang buah, sehingga dilakukan analisis korelasi antara jumlah individu serangga penyerbuk dengan jumlah biji dan panjang buah (Tabel 5).

Berdasarkan hasil analisis korelasi yang dilakukan antara jumlah individu serangga penyerbuk dengan jumlah biji dan panjang buah diperoleh hasil yang menunjukkan tidak adanya korelasi antara spesies A. mellifera, A. cerana, X. confusa, Xylocopa sp.1 dan Famili Apidae total dengan jumlah biji dan panjang buah (Tabel 5, Gambar 6 dan 7). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan studi yang dilaporkan oleh Gingras et al. (1999) yang menyatakan bahwa jumlah kunjungan lebah berpengaruh terhadap buah mentimun yang dihasilkan. Tanaman yang dikunjungi lebah menghasilkan buah tiga kali lebih banyak dibandingkan dari tanaman yang tidak dikunjungi lebah. Kunjungan lebah sebanyak enam kali meningkatkan lebih dari 50 % buah, sedangkan kunjungan kurang dari satu kali menyebabkan tanaman menghasilkan sedikit buah.

Tabel 5 Pearson Korelasi antara jumlah individu Famili Apidae (log) dengan produksi mentimun (log)

Spesies Jumlah biji (log) Panjang buah (log)

Apidae total r=-0.38; P=0.46 r=0.78; P=0.07

(33)

12

Jum lah bij i Jauh * Total Apidae Jauh Jum lah bij i Dekat * Total Apidae Dekat

Kelimpahan Apidae

Panjang buah Jauh * Total Apidae Jauh Panjang buah Dekat * Total Apidae Dekat

Gambar 6 Korelasi antara kelimpahan Apidae dengan jumlah biji

Gambar 7 Korelasi antara kelimpahan Apidae dengan panjang mentimun

(34)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi lahan pertanian terutama keberadaan habitat alami dan semi alami berpengaruh terhadap kelimpahan serangga penyerbuk. Kelimpahan serangga penyerbuk tinggi pada lokasi yang jauh dari habitat alami dibandingkan dengan lokasi yang dekat dengan habitat alami. Kelimpahan serangga penyerbuk tinggi pada waktu pagi dan sore hari, yaitu pukul 09.00, 11.00 dan 15.00. Tidak ada korelasi antara jumlah individu penyerbuk dengan produksi mentimun.

Saran

(35)

14

DAFTAR PUSTAKA

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2011. Protocol to detect and assess pollination deficits in crops: a hand book for its use. Roma (IT) Food and Agriculture Organization.

Atmowidi T, Buchori D, Manuwoto S, Suryobroto B, Hidayat P. 2007. Diversity of pollinator insects in relation of seed set of Mustard (Brassica rapa L.: Cruciferae). HAYATI Journal of Biosciences. 4(14):155-161.

Atmowidi T, Riyanti P, Sutrisna A. 2008. Pollination effectiveness of Apis cerana Fabricus and Apis mellifera Linnaeus (Hymenoptera: Apidae) in Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). BIOTROPIA. 15(2):129-134.

Apituley FL, Leksono AS, Yanuwiadi B. 2012. Kajian Komposisi Serangga Serangga penyerbuk Tanaman Apel (Malus Sylvestris Mill) Di Desa Poncokusumo Kabupaten Malang. Kajian Komposisi Serangga. Hlm 85-96. Faheem M, Aslam M, Razaq M. 2004. Pollination ecology with special reference

to insects a review. Journal of Research Science.15(4):395-409.

Gallai N, Salles JM, Settele J, Vaissière BE. 2009. Economic valuation of the vulnerability of world agriculture confronted with pollinator decline. Ecological economics. 68(3):810-821.

Gingras D, Gingras J, Oliveira D. 1999. Visit of honey bees (Hymenoptera: Apidae) and their effects on cucumber yields in the fields. Journal of Economics Entomology. 92:435-438.

Goulet H, Huber JT, editor. 1993. Hymenoptera Of The World: An Identification Guide To Families. Canada: Agriculture Canada Publication.

Gulland PJ, Cranston PS. 2005. The Insect: An Outline of Entomology. Ed ke-3. London: Blackwell Science, 505 pp.

Hoehn P, Tscharntke T, Yylianakis JM, Steffan-Deweneter I. 2008. Functional group diversity of bee pollinators increases crop yield. Proceedings of The Royal Society of London B. 275:2283-2291.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta.

Kevan PG. 1999. Pollinators as bioindicators of the state of the environment: species, activity and diversity. Agriculture Ecosystems and Environment. 74:373-393.

Kearns CA, Inouye DW, Waser NM. 1998. Endangered mutualisms: the conservation of plant pollinator interactions. Annual Review of Ecology and Systematics. 29:83-112.

Khariah N, Dahelmi, Syamsuardi. 2012. Jenis-jenis serangga pengunjung bunga pacar air (Impatiens balsamina Linn.: Balsaminaceae). Jurnal Biologi Universitas Andalas. 1(1): 9-14.

Kremen C, Williams NM, Thorp RW. 2002. Crop pollination from native bees at risk from agricultural intensification. PNAS. 99(26):16812-16816.

Klein AM, Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2002. Predator-prey ratios on cocoa along a landuse gradient in Indonesia. Biodiversity and Conservation. 11(1):683-693.

(36)

15 Liferdi L. 2008. Lebah serangga penyerbuk utama pada tanaman hortikultura.

Iptek Hortikultura. 4:1-5.

Nurtjahjaningsih ILG, Sulistyawati P, Widyatmoko AYPBC, Rimbawanto A. 2012. Karakteristik pembungaan dan sistem perkawinan nyamplung (Calophyllum inophyllum) pada hutan tanaman Di watusipat, gunung kidul. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 6(2):65-80.

Rianti P. 2009. Keanekaragaman, Efektifitas, dan Frekuensi kunjungan Serangga Penyerbuk pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L: Euphorbiaceae). [thesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Sahari B, Rizali A, Buchori D. 2010. Insect pollinator communities under changing land-use in tropical landscapes: implications for agricultural management in Indonesia. In: Tscharntke T, Leuschner C, Veldkamp E, Faust H, Guhardja E, Bidin A (eds) Tropical Rainforests and Agroforests under Global Change: Ecological and Socio-economic Valuations. Springer-Verlag. Berlin. pp 97-114

Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 1999. Effects of habitat isolation on pollinator communities and seed set. Oecologia. 121:432-440.

Steffan-Dewenter I, Munzerberg U, Burger C, Thies C, Tscharntke T. 2002. Scale dependent effect of landscape context on three pollinator guilds. Ecology. 83(5):1421-1432.

Sumpena U. 2001. Budidaya Mentimun. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Thomas CFG, Marshall EJP. 1999. Arthropod abundance and diversity in differently vegetated margins of arable fields. Agriculture Ecosystem and Environment. 72:131-144.

(37)

16

(38)

17 Lampiran 1 Kondisi lahan pertanaman mentimun yang diamati

(39)

18

Lampiran 2 Beberapa serangga penyerbuk dari Famili Apidae yang ditemukan di lapangan

(40)

Lampiran 3 Kelimpahan serangga yang didapatkan pada pertanaman mentimun

Ordo Famili Spesies Dekat Jauh Keberadaan

Jumlah individu Jumlah spesies Jumlah individu Jumlah spesies Dekat Jauh

Coleoptera Chrysomelidae Aulocophora nigripennis 16 3 2 3 * *

Aulocophora similis 20 20 * *

Chrysomelidae a 5 3 * *

Coccinelidae Coccinelidae b 6 3 0 *

Coelophora sp.1 2 *

Verania lineata 6 *

Elateridae Elateridae sp.1 0 1 1 *

Nitidulidae Tenebrionidae sp.1 5 1 *

Diptera Diptera Diptera a 1 1 0 *

Drosophilidae Drosophilidae sp.1 2 1 12 1 * *

Syrphidae Syrphidae sp.1 12 1 6 1 * *

Tephritidae Bactrocera cucurbitae 1 1 0 *

Tephritidae sp.2 0 1 1 *

Hemiptera Cicadelidae Cicadelidae sp.1 6 1 0 *

Coreidae Coreidae sp.1 0 1 1 *

Pentatomidae Nezara viridula 18 1 6 2 * *

Pentatomidae sp.2 2 *

Hymenoptera Apidae Apis cerana 3 5 13 5 * *

Apis mellifera 19 127 * *

Xylocopa confusa 21 22 * *

Xylocopa latipes 19 21 * *

Trigona sp.1 29 16 * *

Formicidae Anoplolepis gracilipes 12 7 8 7 * *

Formicidae b 2 *

Formicidae sp.1 26 *

Formicidae sp.2 1 *

lepisiota sp.1 16 *

Monomorium sp.1 16 *

(41)

2 Paratrechina sp.2 5 *

Paratrechina sp.4 9 *

Pheidole sp.1 14 5 * *

Pheidole sp.2 4 *

Tetramorium sp.1 5 *

Tetramorium sp.3 35 *

Vespidae Apodynerus troglodites 4 2 0 *

Polystes tenebricosus 5 *

Scoliidae Campsomeris leefmansi 0 1 2 *

Campsomeris sp.2 2 *

Sphecidae Tachytes sp 1 1 *

Hymenoptera Hymenoptera a 2 1 *

Scelionidae Scelionidae sp.1 2 1 0 *

Tiphiidae Tiphiidae sp. 1 0 4 1 *

Trichogramatidae Trichogramatidae sp.1 15 1 8 1 * *

Lepidoptera Hesperidae Parnara sp.1 1 2 0 *

Taractrocera archias 1 *

Noctuidae Spodoptera litura 9 1 0 *

Nymphalidae Hypolimnas bolina 6 1 0 *

Pieridae Eurema sp. 0 3 1 *

Pyralidae Croccidolomia sp. 7 1 5 1 * *

Thysanoptera Thysanoptera Thysanoptera sp.1 4 1 23 1 * *

Keterangan: * didapatkan pada lokasi penelitian

(42)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 08 Desember 1991 dari ayah Sutarso, SPd dan ibu Lasiyem, SPd. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus SMA Negeri 10 Bandar Lampung dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Insitut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.

Gambar

Gambar 1   Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Tabel 1  Lokasi, pemilik serta luas lahan penelitian
Tabel 2  Kelimpahan serangga pada pertanaman mentimun
Tabel 3  Vegetasi yang ditemukan disekitar lahan mentimun
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dilakukan analisis hidrologi untuk mendapatkan debit rencana berdasarkan data curah hujan yang telah diperoleh,dilanjutkan dengan analisis hidrolika untuk mencari

dengan segala kewenangan yang terbagi dalam dua lembaga besar di sector perbankan itu, Bank Indonesia memiliki kewenangan dalam mennerbitkan peraturan (PBI) yang

Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.. Dalam

Pimpinan perusahan dapat mewakilkan kehadirannya selama proses pembuktian kualifikasi kepada pengurus perusahaan yang namanya tercantum dalam akte pendirian/perubahan

Didalam hal ini peneliti akan mengamati bagaimana bentuk serta faktor ± faktor yang mempengaruhi masyarakat di dalam Program Sanitasi Berbasis Masyarakat di

Hasil observasi pada siklus pertama dan kedua serta setelah hasil penilaian ke tiga observer dirata-rata dengan kriteria nilai 86 – 100 = amat baik, nilai 71 – 85

Dari segi sumber, hadits Aisyah yang juga diriwayatkan oleh Ummu Salamah, nilai kompetensinya lebih tinggi dibanding- kan dengan hadits Abu Hurairah, karena kedua mereka

Selain memberikan koefisien penyerapan yang relatif bagus pada frekuensi rendah, campuran daging sabut dan serat pada proses pembuatan peredam juga akan lebih