• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Penggunaan Khamir Dan Kitosan Untuk Pengendalian Busuk Buah Lasiodiplodia theobromae (Pat) Griffon & Maubl Pada Buah Mangga Selama Penyimpanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Penggunaan Khamir Dan Kitosan Untuk Pengendalian Busuk Buah Lasiodiplodia theobromae (Pat) Griffon & Maubl Pada Buah Mangga Selama Penyimpanan"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Griffon & Maubl. (syn. Botryodiplodia theobromae Pat.) PADA BUAH

MANGGA SELAMA PENYIMPANAN

DWI SUGIPRIATINI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Penggunaan Khamir dan Kitosan untuk Pengendalian Busuk Buah Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griffon & Maubl. (syn. Botryodiplodia theobromae Pat.) pada Buah Mangga selama Penyimpanan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

(3)

DWI SUGIPRIATINI. Potencial Use of Yeast and Chitosan for Control of Mango Stem End Rot Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griffon & Maubl. (syn.

Botryodiplodia theobromae Pat.) during Storage. Supervised by WIDODO and

SURYO WIYONO.

Infection rate of stem end rot on fruit mango caused by Lasidiplodia theobromae (Pat.) Griffon & Maubl. (syn. Botryodiplodia theobromae Pat.) reach 54% of the total volume of export. This is becoming a serious problem of the exported mango of Indonesia. An integrated biological treatment during storage process can alternatively be proposed to substitute the use of fungicides for controlling diseases. This research aims to study the potency of yeasts and chitosan in controlling stem end rot mango in storage.

Cryptococcus albidus var aerius IPB1, C. albidus var aerius IPB2, Candida edax IPB, C. terreus A IPB, C. luteolus, C. edax 13, and C. albidus var aerius 6 have antagonistic activity against L. theobromaein vitro. C. albidusvar aerius IPB1 is the most effective isolate for inhibiting pathogen compared to the control and other yeasts tested. The chitinolytic activity was only performed by Buleromyces albus 7 and C. edax 13 as shown by the appearance of clearing zone at day-7 on the media that contain colloidal chitin. The most effective chitosan concentration that inhibits the growth of pathogen is 2% (v/v) at day-3 incubation with relative inhibiton level 89,74%. Through the in vivo

test, five potential yeasts for biological control are found, i.e. C. albidus var aerius IPB1,

Pichia guilliermondi A1, Debaryomyces hansenii C12, Rhodotorulaglutinis, and C. edax

13 suppress disease C. albidus var aerius IPB1 is the most effective isolate for inhibiting pathogenic compared to the other tested. The most effective chitosan and thiram concentration in inhibiting the pathogeni growth respectively is 2% (4 day) with relative inhibiton level 89,74% compared to the other test. The combination of C. albidus var

aerius 1, R. glutinis, D. hansenii C 12, C. edax 13 and chitosan to provided higher inhibiting effect against disease than individual treatment.

(4)

RINGKASAN

DWI SUGIPRIATINI. Potensi Penggunaan Khamir dan Kitosan untuk Pengendalian Busuk Buah Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griffon & Maubl. (syn. Botryodiplodia theobromae Pat.) pada Buah Mangga selama Penyimpanan. Dibimbing oleh WIDODO dan SURYO WIYONO.

Infeksi busuk buah pada buah mangga buah disebabkan oleh Lasidiplodia theobromae (Pat.) Griffon & Maubl. (syn. Botryodiplodia theobromae Pat.) mencapai 54% dari total volume ekspor. Hal ini menjadi masalah utama dalam ekspor mangga Indonesia. Pengendalian hayati terpadu selama penyimpanan digunakan sebagai alternatif penggunaan fungisida dalam pengendalian penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi khamir dan kitosan dalam pengendalian busuk buah mangga selama penyimpanan.

Perlakuan tunggal secara in vitro dilakukan dengan uji antagonis, uji kitinolitik khamir, perlakuan kitosan (konsentrasi 0,1%, 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% v/v), dan perlakuan thiram (konsentrasi 0,001%, 0,01%, 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7%, dan 1% b/v). Perlakuan secara in vivo dilakukan dengan pencelupan isolat uji khamir (20 isolat) , kitosan (0,01%, 0,025%, 0,05%, 0,1%, 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% v/v), dan thiram (konsentrasi 0,1% dan 0,3% b/v) pada buah mangga. Perlakuan kombinasi secara in vivo dengan pencelupan khamir dan kitosan dalam menekan penyakit busuk buah dan mempertahankan penampilan fisik buah. Penelitian ini disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan dengan uji berjarak Duncan (DMRT).

Cryptococcus albidus var aerius IPB1, C. albidus var aerius PB2, Candida edax

IPB, C. terreus A IPB, C. luteolus, C. edax 13, dan C. albidus var aerius 6 mempunyai aktivitas penghambatan terhadap B. theobromae secara in vitro. C. albidus var aerius

IPB1 paling efektif dalam menghambat patogen dibandingkan perlakuan khamir lainnya dan kontrol. Aktivitas kitinolitik hanya ditunjukkan oleh Buleromyces albus 7 dan C. edax 13 dengan adanya zona bening pada koloidal kitin agar pada hari ke-7 inkubasi. Konsentrasi kitosan paling efektif dalam menghambat pertumbuhan patogen adalah 2% (v/v) pada hari ke-3 inkubasi dengan tingkat hambatan relatif sebesar 89,74%. Pada uji in vivo, C. albidus var aerius IPB1, Pichia guilliermondi A1, Debaryomyces hansenii C12, Rhodotorula glutinis, dan C. edax 13 mampu menghambat patogen. C. albidus var

aerius IPB1 paling efektif dalam menghambat dibandingkan perlakuan khamir lainnya. Konsentrasi kitosan dan thiram paling efektif dalam menghambat pertumbuhan patogen adalah 2% (4 hari setelah inkubasi) dengan tingkat hambatan relatif sebesar 89,74% dibandingkan pengujian lainnya. Kombinasi C. albidus var aerius IPB 1, R. glutinis, D. hansenii C 12, C. edax 13 dan kitosan menunjukkan pengaruh penghambatan lebih tinggi terhadap penyakit daripada perlakuan tunggal

Kata kunci : Mangga, Botryodiplodia, pengendalian hayati, khamir, kitosan.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

POTENSI PENGGUNAAN KHAMIR DAN KITOSAN UNTUK

PENGENDALIAN BUSUK BUAH Lasiodiplodia theobromae (Pat.)

Griffon & Maubl. (syn. Botryodiplodia theobromae Pat.) PADA BUAH

MANGGA SELAMA PENYIMPANAN

DWI SUGIPRIATINI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Entomologi/Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis : Potensi Penggunaan Khamir dan Kitosan untuk Pengendalian Busuk Buah Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griffon & Maubl. (syn. Botryodiplodia theobromae Pat.) pada Buah Mangga selama Penyimpanan

Nama Mahasiswa : Dwi Sugipriatini

NIM : A451064134

Disetujui : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Widodo, MS Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr

Ketua Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Entomologi/Fitopatotogi

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodipuro, M.S

(9)

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Ramat dan karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “ Potensi Penggunaan Khamir dan Kitosan untuk Pengendalian Busuk Buah Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griffon & Maubl. (syn. Botryodiplodia theobromae Pat.) pada Buah Mangga selama Penyimpanan” sebagai prasyarat dalam menyelesaikan pendidikan pascasarjana pada Program Entomologi/Fitopatologi di Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada Dr. Ir. Widodo, MS dan Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc atas bimbingan, kesabaran, pengkayaan wawasan, saran, kritik dan dukungan moril yang sangat besar peranannya dalam penyelesaian penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA, Dr. Ir. Eliza S. Rusli, Dr. Ir Catur Putra Budiman M.Agric. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program magister di IPB.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Ummu Salamah Rustiani, M.Si yang bersedia menjadi Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Bambang Hesti, M.Sc. (mantan Kepala Stasiun Karantina Tumbuhan Kelas I Cirebon) beserta staf atas bantuannya selama survai di Kabupaten Cirebon.

Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada rekan-rekan di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian Ir. Riza Desnurvia, M.Sc., Dra. Tuti Murdiati, Ariningsih Salji Endah, Ade Syah Putra, Nurjanah, Rumenda Ginting, Jati Adiputra, R. Yudiarto dan Yani Dawy atas persahabatan dan kerjasamanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Dadang dari Laboratorium Cendawan dan mbak Ati dari Klinik Tanaman IPB atas bantuannya selama penelitian.

Rasa hormat yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Muhammad Hasanudin (alm), Ibunda Hj. M. Sudarmi dan Keluarga Besar di Bogor dan di Klaten yang telah mencurahkan kasih sayang, doa, dorongan semangat, dan bantuan moril selama ini. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis ucapkan kepada suami tercinta Katiryawan dan ananda tercinta Dieta Wisesa Setiyani atas kesabaran, kasih sayang dan dukungannya.

Akhir kata saya haturkan terima kasih kepada semua pihak dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk bidang perlakuan pascapanen terutama untuk perlakuan karantina pertanian di Indonesia.

Bogor, 12 Februari 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 29 Oktober 1974 sebagai putra keenam dari dari enam bersaudara dari Ayah H. Muhammad Hasanudin (Alm) dan Ibu Hj. M. Sudarmi. Penulis menikah dengan Katiryawan dan dikaruniai seorang putri, Dieta Wisesa Setiyani.

Pada tahun 1993 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 2, Bogor dan melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Program Undangan Seleksi Masuk IPB. Pada tahun 1998, penulis lulus sebagai Sarjana Biologi, FMIPA IPB. Penulis pernah bekerja sebagai honorer di Puslitbang Mikrobiologi LIPI, Bogor pada tahun 1997 sampai tahun 1999. Pada tahun 2000 sampai 2002, penulis bekerja sebagai honorer di Laboratorium Penelitian Kedokteran, Bagian Radioterapi RSUPN-CM, Jakarta. Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai tenaga Calon Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan di Laboratorium Karantina Pertanian Balai Besar Uji Standar, Jakarta. Pada tahun 2007, penulis memperoleh beasiswa dari Badan Karantina Pertanian untuk melanjutkan pendidikan Program Studi Entomologi dan Fitopatologi, Program Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(11)

Halaman Penyakit Busuk Pangkal Buah Mangga ... Gejala ... Morfologi dan Daur Penyakit ... Penyakit Pascapanen ... Pengendalian Penyakit Pascapanen ... Khamir (Agen Hayati) ... Kitin dan Kitosan ... Thiram ... Perlakuan Kombinasi ... Perlakuan Karantina ...

BAHAN DAN METODE ... Tempat dan Waktu Penelitian ... Metode Penelitian ...

Isolasi Khamir dan L. theobromae dari Buah Mangga di Lapangan ... Identifikasi Khamir ... Potensi Penggunaan Khamir, Kitosan, dan Thiram dalam Pengendalian L.theobromae secara in vitro ......

Uji Kitinolitik ... Perlakuan Antagonis Khamir, Kitosan dan Thiram ... Preparasi Khamir dan Patogen untuk Perlakuan secara in vivo Potensi Penggunaan Khamir, Kitosan, dan Thiram dalam Pengendalian L. theobromae pada Buah Mangga secara in vivo ...

Analisa Data ...

HASIL DAN PEMBAHASAN ... Isolasi dan Identifikasi L. theobromae ... Isolasi dan Identifikasi Khamir ... Potensi Penggunaan Khamir, Kitosan, dan Thiram dalam Pengendalian L.theobromae secara in vitro ...

(12)

Perlakuan Tunggal Khamir, Kitosan, dan Thiram ... Perlakuan Kombinasi ...

SIMPULAN DAN SARAN ... Simpulan ...

Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

30 37

40 40 40

41

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1

2

3

4

5

Berbagai jenis perlakuan mangga terhadap daya simpan ...

Hasil identifikasi khamir dari buah mangga dengan metode BIOLOGTM...

Uji kitinolitik beberapa khamir secara kualitatif pada media kitin 0.2% selama 7 hari inkubasi...

Diameter koloni dan persentase tingkat hambatan relatif L. theobromae dengan penggunan beberapa konsentrasi kitosan dan thiram pada media PDA selama 12 hari inkubasi ...

Jumlah sel khamir dengan turbidimeter pada tiga konsentrasi ...

14

24

25

27

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gejala serangan L. theobromae) pada buah mangga berwarna hitam (sumber : Affandi 2005) ...

Makroskopis dan mikroskopis L. theobromae (sumber : CAB

Internastional 2007) ...

Struktur kitosan (Yoshioka et al. 1995) ... Struktur thiram (Tomlin 1998) ……...

Teknik cawan tuang dengan dilakukan pengenceran berseri untuk isolasi khamir asal buah mangga ...

Bagan uji antagonis khamir terhadap L. theobromae pada media PDA ...

Inokulasi L. theobromae pada buah mangga yang telah diberi perlakuan ...

Pengamatan L. theobromae (a) Gejala pada buah mangga; (b) pembentukan chirus pada pengamatan makroskopis; (c) miselia seperti wool (abu-abu gelap); (d) konidia bersekat satu (sudah masak) ...

Uji kitinolitik beberapa khamir secara kualitatif pada media koloidal kitin 0.2% selama 7 hari inkubasi ...

Lebar zona hambatan beberapa khamir terhadap pertumbuhan koloni L. theobromae pada media PDA pada 5, 10, dan 15 hari setelah inkubasi (HSI) ...

Pengaruh beberapa konsentrasi kitosan dan thiram terhadap pertumbuhan L. theobromae pada media PDA selama 7 hari inkubasi ...

Persentase kejadian penyakit dan tingkat hambatan relatif L. theobromae dengan penggunaan beberapa khamir secara in vivo selama 4 hari inkubasi (Th : thiram, KP : kejadian penyakit, THR : tingkat hambatan relatif) ...

Pengaruh beberapa khamir dalam menekan penyakit busuk buah pada irisan kulit buah mangga selama 4 hari inkubasi ...

Persentase kejadian penyakit dan tingkat hambatan relatif L. theobromae dengan penggunaan beberapa konsentrasi kitosan dan thiram secara in vivo selama 4 hari inkubasi (Ki : kitosan, Th : thiram, KP : kejadian penyakit, THR : tingkat hambatan ...

(15)

15

16

17

Pengaruh beberapa konsentrasi kitosan dan thiram dalam menekan penyakit busuk buah pada irisan kulit buah mangga selama 4 hari masa inkubasi ...

Persentase kejadian penyakit dan tingkat hambatan relatif L. theobromae dengan kombinasi penggunaan khamir dan kitosan 2% secara in vivo selama 4 hari inkubasi (Ki : kitosan, Th : thiram KP : kejadian penyakit, THR : tingkat hambatan relatif) ...

Pengaruh kombinasi khamir dan kitosan 2% dalam menekan penyakit busuk buah pada irisan kulit buah mangga selama 4 hari masa inkubasi ...

37

38

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Komposisi media Martin Agar, Potato Dextrose Agar, dan koloidal kitin agar ...

Proses preparasi untuk identifikasi khamir dengan metode BIOLOGTM ...

Pembacaan dengan Biolog MicroStation Reader untuk identifikasi khamir ...

Lebar zona hambatan beberapa khamir terhadap pertumbuhan patogen pada media PDA pada 5, 10, dan 15 hari inkubasi ...

Analisis ragam persentase penghambatan beberapa khamir terhadap pertumbuhan patogen secara in vitro ... Uji antagonis beberapa khamir terhadap pertumbuhan patogen pada media PDA dengan masa inkubasi 5 hari ...

Analisis ragam pengaruh perlakuan beberapa konsentrasi kitosan terhadap diameter koloni L. theobromae setelah 12 hari inkubasi secara in vitro ... Pengaruh perlakuan beberapa konsentrasi thiram terhadap diameter koloni L. theobromae setelah 18 hari inkubasi secara in vitro ……...….

Persamaan regresi beberapa khamir untuk perlakuan in vivo …….

Penggunaan beberapa khamir dalam menekan penyakit busuk buahsecara in vivo selama 5 hari inkubasi ...

Analisis ragam penggunaan beberapa khamir dalam menekan penyakit busuk buah secara in vivo ...

Pengaruh penggunaan beberapa konsentrasi kitosan dan thiram menekan penyakit busuk buah secara in vivo selama 5 hari inkubasi ....

Analisis ragam pengaruh penggunaan beberapa konsentrasi kitosan dan thiram terhadap pertumbuhan L. theobromae secara

in vivo ...

(17)

Latar Belakang

Mangga (Mangifera indica L.) merupakan salah satu produk hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan potensi pasar yang baik. Mulai 2003

mangga sebagai target ekspor. Salah satu varietas anjuran komersial komoditas

mangga adalah Gedong Gincu (Direktorat Budidaya Tanaman Buah 2006). Sejak

tahun 1981 mulai dipasarkan ke luar negeri, walaupun masih dalam skala kecil

sebagai promosi dagang. Salah satu sentra terbesar di Jawa Barat penghasil

mangga Gedong Gincu adalah Kabupaten Cirebon (Ditlinhorti 2006). Namun

perkembangan ekspor tersebut sangat lambat karena masih kalah bersaing

dalam hal mutu dengan negara lain yang menerapkan standar mutu tinggi.

Banyak faktor yang mempengaruhi mutu mangga. Salah satunya adanya

serangan penyakit.

Penyebab utama mutu mangga masih rendah karena adanya serangan

penyakit yang menyerang saat prapanen sampai pascapanen. Dalam rangka

menghadapi tantangan era perdagangan bebas melalui AFTA (Asean Free Trade Agreement), perlu dilakukan langkah-Iangkah dalam mengantisipasi muncul dan berkembangnya penyakit sehingga mutu dapat lebih baik.

Kerusakan pascapanen buah mangga Arumanis di tingkat Pasar Induk

Jakarta cukup tinggi sebesar 31% disebabkan oleh serangan mikroorganisme

(Dasuki 1989). Sedangkan kerusakan pascapanen tersebut pada buah mangga

Gedong Gincu sampai saat ini belum ada. Keadaan ini karena pada umumnya

buah mangga setelah dipanen, dikumpulkan, dan dipilah untuk kemudian

dilakukan pengepakan tanpa perlakuan, sehingga setelah transportasi dan

penyimpanan pada suhu kamar mengalami serangan patogen pascapanen

cukup tinggi. Dua jenis busuk buah yang mendominasi kerusakan mikrobiologis

pada mangga adalah Colletotrichum gloeosporioides dan Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griffon & Maubl. (syn. Botryodiplodia theobromae Pat.). Yulianingsih et al. (1990) menyebutkan bahwa serangan L. theobromae pada mangga Arumanis mencapai 54% dan Sepiah (1986) dalam salah satu

penelitiannya pada mangga Arumanis di Malaysia mengemukakan bahwa

persentase serangannya mencapai 50,2% pada suhu kamar. Pordesimo et al. (1984) juga menyatakan bahwa penyakit busuk pangkal buah pada mangga

(18)

2

Ekspor mangga Indonesia juga telah mengalami hambatan non tarif berupa

peraturan karantina tujuan ekspor dengan mensyaratkan adanya pest list beserta informasi tambahan mengenai OPT untuk digunakan oleh negara tujuan ekspor

untuk melakukan analisis risiko OPT (PRA). Pest list dapat dijadikan pedoman untuk pengambilan keputusan pengendalian dan pencegahan penyebaran

patogen tersebut (Ditlinhorti 2006).

Penyebab penyakit busuk pangkal buah pada buah mangga Gedong Gincu

adalah Botryodiplodia theobromae Pat. bersifat laten dan berkembang jauh setelah buah matang (Semangun 2004). Patogen ini mampu menyerang selama

penyimpanan dan transportasi. Patogen tersebut mempunyai mode of action yang berbeda sehingga memerlukan perlakuan yang sesuai.

Perlakuan pascapanen dapat dilakukan pengelolaan pada saat

penyimpanan dan lingkungan abiotik serta penggunaan fungisida. Pengemasan

yang kurang baik dapat menimbulkan kontaminasi misalnya : Aspergillus rot dan stem end rot. Penggunaan benomyl dilakukan segera setelah panen (Prabawati et al. 1993). Menurut Bhuiyan (2005) bahwa perlakuan fungisida dilakukan 24 jam setelah panen dengan merendam buah mangga rendam dalam carbendazim atau air panas selama 5 menit (52±0,5oC) atau prochloraz (45%) pada 55

mL/100L air pada suhu ruangan. Namun penggunaan fungisida banyak

berdampak terhadap lingkungan dan adanya residu pestisida yang tidak

dikehendaki oleh konsumen. Sehingga diperlukan pengendalian hayati sebagai

alternatif. Salah satunya dengan penggunaan khamir dan kitosan.

Strategi umum pengendalian hayati adalah penggunaan mikroorganisme

antagonis dalam pengendalian penyakit pascapanen dan prapanen (Janisiewicz

& Korsten 2002). Beberapa mikroba antagonis telah dilaporkan untuk

mengendalikan beberapa patogen pada berbagai sayur-mayur dan buah-buahan

(Mari & Guizzardi 1998). Salah satunya dengan menggunakan khamir. Khamir

umumnya tidak menghasilkan spora alergenik atau mikotoksin seperti cendawan

miselial (Droby & Chalutz 1994), kebutuhan nutrisi sederhana, dan dapat tumbuh

dengan cepat dengan menghasilkan sel dalam jumlah besar (Druvefors 2004).

Tindakan pengendalian hayati dengan khamir memiliki sedikit resiko terhadap

konsumen (Arras et al. 1999). Sel khamir juga mengandung vitamin, mineral, dan asam amino penting telah dimanfaatkan dalam makanan dan pakan

(19)

menekan kejadian penyakit C. capsici yang menginfeksi cabai sampai dengan 6,5%. Perlakuan khamir tersebut lebih efektif dibandingkan perlakuan

konvensional dengan klorin (Chanchaichaovivat et al. 2007).

Pelapisan kitosan pada buah mangga menunjukkan bahwa konsentrasi 2%

mampu menghambat perkembangan penyakit antraknosa sehingga dapat

menunda pematangan (ripening), mengurangi respirasi, menghambat produksi etilen, dan mengurangi kerusakan berat (Wang et al. 2007). Selain itu pula dapat menginduksi β 1,3-glukanase yang berhubungan dengan pertahanan sistemik tanaman (Vasyukova 2001).

Kombinasi teknik perlakuan efektif digunakan dalam pengendalian penyakit

cendawan pascapanen (Mari & Guizzardi 1998). Aplikasi pengendalian ini harus

bersifat murah, mudah diperoleh, efektif, dan ramah lingkungan. Selain itu juga

perlu diperhatikan aspek keamanan hayati sehingga buah mangga mampu

mengakses pasar ekspor. Hingga saat ini penelitian tentang pengendalian hayati

dengan khamir dan kitosan belum ada.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi penggunaan khamir dan

kitosan dalam pengendalian busuk buah L. theobromae pada buah mangga selama penyimpanan.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menemukan metode perlakuan

yang efektif sehingga mampu meningkatkan mutu buah mangga selama

penyimpanan untuk tujuan ekspor.

Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah penggunaan kombinasi khamir dan

kitosan efektif dalam menghambat perkembangan L. theobromae pada buah mangga selama penyimpanan sehingga buah mangga mampu mengakses pasar

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Busuk Pangkal Buah Mangga

Salah satu penyakit yang terdapat pada buah mangga adalah penyakit

busuk pangkal buah (stem end rot) yaitu Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griffon & Maubl. Sinonim : B. theobromae Pat. L. theobromae, dulu dikenal dengan nama D. natalensis P. Evans. Patogen penyebab penyakit pada buah mangga yang lainnya adalah Phomopsis mangiferae Ahmad, Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Penz. & Sacc., Cytosphaera mangiferae Died., Aspergillus niger Trech., Pestalotiopsis mangiferae (Henn.) Steyaert (Ploetz et al. 1994). Menurut Chen & Liang (1980) klasifikasi penyakit busuk buah ini yaitu :

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

Kelas : Ascomycetes

Ordo : Dothideales

Marga : Botryosphaeriaceae.

Cendawan penyebab busuk pangkal buah terjadi pada jaringan

tangkai/ranting yang tua. Cendawan membentuk koloni pada perbungaan dan

akhirnya mencapai tangkai buah (peduncle dan pedicel) beberapa minggu setelah pembungaan. Penyakit busuk pangkal buah menjadi lebih nyata apabila

umur kebun mangga semakin tua dan penyakit antraknosa tidak muncul karena

dilakukan pengendalian dengan fungisida di lapangan (Ditlinhorti 2005).

Gejala

Gejala bervariasi terjadi pada bagian pangkal buah pada saat buah masak.

Infeksi yang disebabkan oleh L. theobromae menimbulkan gejala kebasahan yang meluas dari ujung tangkai buah menyebar menjari kemudian secara cepat

menghitam dan menyatu membentuk bercak di sekeliling pangkal buah. Bercak

nekrotik terdapat pada lapisan kutikula dan dapat menjalar ke dalam daging buah

dalam waktu 7 hari atau kurang jika suhu kurang dari 25oC. Selanjutnya, miselia

akan muncul di sekitar tangkai buah, cairan berwarna coklat keluar dari pangkal

buah atau permukaan tangkai buah (Ploetz et al. 1994).

Infeksi pada pangkal buah tidak menjalar sampai buah masak. Tidak

(21)

terbentuknya antifungal resorcinol. Spektrum cendawan yang menyebabkan busuk pangkal buah dipengaruhi oleh suhu, cekaman kelembaban, dan nutrisi

dari inang. Gejala busuk pangkal buah nampak 3-7 hari setelah panen pada

suhu 25oC, tetapi gejala tersebut dapat tertunda menjadi 7-12 hari pada suhu

13oC (Ploetz et al. 1994).

L. theobromae juga dapat menginfeksi buah melalui tangkai buah pada saat panen, terutama pada saat buah dibalik ke arah tanah untuk menghilangkan

getah. Pada saat panen, infeksi melalui tular tanah berkembang lebih awal

daripada infeksi melalui ranting. Penularan dari buah ke buah dapat terjadi

melalui kontak fisik atau melalui eksudat yang keluar dari buah yang busuk

(Ditlinhorti 2005).

Cendawan ini menyerang pangkal batang dan cabang-cabang besar yang

menghadap sinar matahari penuh misalnya karena pemangkasan yang berat.

Gejala yang terlihat dari luar yaitu getah pohon yang mengalir dari lubang pada

batang. Bila semakin parah serangannya maka warna getahnya akan semakin

coklat kelam. Pada buah menyebabkan hancurnya jaringan bagian dalam

sehingga daging buah lunak. Mula-mula bercak berwarna ungu kemudian coklat

tua dan akhirnya hitam (Gambar 1).

Morfologi dan Daur Penyakit

Beberapa cendawan menyebabkan busuk pangkal buah. L. theobromae terjadi pada daerah panas. L. theobromae adalah anamorph dari Botryosphaeria spp. Cendawan tersebut dalam proses sporulasi (menghasilkan spora)

memerlukan cahaya ultraviolet (Ditlinhorti 2005).

(22)

6

Menurut Ploetz et al. (1994), koloni L. theobromae pada agar oatmeal dan Potato Dextrose Agar (PDA) berlimpah, berwarna abu-abu gelap sampai hitam, miselia seperti wool. Secara makroskopis dapat dilihat struktur sirrus (putih saat

masih muda dan coklat tua saat masak). Konidia pada awalnya bening, tidak

bersepta (aseptate), bulat; bulat telur sampai elips (jorong), dan berdinding tebal. Konidia yang sudah masak berukuran 20-30 x 10-15 µm, bersepta satu (satu

sekat), berwarna coklat (Gambar 2).

Perkembangan dan tingkat serangan penyakit dipengaruhi oleh basah

sehingga menjadi rentan. Bertambahnya umur tanaman tertentu meningkat

ketahanannya tetapi pada jenis lain bisa menurun ketahanannya. Kekeringan

yang terjadi secara tiba-tiba, pembuahan yang terlalu lebat dan pelukaan pada

tanaman merupakan kondisi yang baik untuk berkembangan patogen. Di

Indonesia penyakit ini terdapat diSumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi Selatan. Di

luar negeri penyakit ini terdapat di India, Cina, Thailand, Filipina, Pakistan,

Meksiko, Nigeria dan Brazil (Ditlinhorti 2005).

Gambar 2 Makros dan mikroskopik L. theobromae (sumber : CABI 2007)

Penyakit Pascapanen

Penyakit pascapanen dapat menyerang buah mangga ketika masih di

tanaman atau setelah dipanen. Serangan yang terjadi pada buah yang masih

berada di pohon, berupa infeksi laten, yaitu baru terlihat gejalanya setelah buah

dipanen dan diperam. Infeksi setelah panen terjadi karena adanya luka pada

saat penanganan pascapanen yang tidak hati-hati, yaitu : tangkai buah yang

dipatahkan sewaktu dipanen, memar, lecet, dan pecah karena terjatuh. Luka

tersebut merupakan gerbang masuknya mikroba perusak. Mikroba penyebab

infeksi laten penyakit busuk pangkal buah (stem end rot) adalah L. theobromae. Mikroba penyebab penyakit ini masuk ke dalam buah melalui luka pada tangkai

(23)

dibelah terlihat daging buah dan kulit biji yang menghitam dan membusuk

(Ditlitbanghorti 2005).

Penanggulangan penyakit pascapanen pada saat pascapanen dengan

penggunaan air panas, fungisida, penyimpanan pada suhu rendah atau

kombinasi dari perlakuan tersebut (Sepiah 1986).

Pengendalian Penyakit Pascapanen

Salah satu teknik pengendalian pascapanen yang saat ini sedang

dikembangkan adalah pengendalian hayati. Strategi umum pengendalian hayati

adalah penggunaan organisme hidup untuk mengendalikan yang lain (Druvefors

2004). Pengendalian hayati telah dikembangkan sebagai suatu alternatif

perlakuan fungisida sintetik dan dipertimbangkan digunakan untuk

memanfaatkan mikroorganisme antagonis dalam pengendalian penyakit

pascapanen dan prapanen (Janisiewicz & Korsten 2002). Penggunaan agen

hayati perlu dipertimbangkan keamanan pangan dan dan penerimaan

masyarakat (Wilson & Pusey 1985). Beberapa mikroba antagonis telah

dilaporkan untuk mengendalikan beberapa patogen pada berbagai sayuran dan

buah-buahan (Mari & Guizzardi 1998).

Salah satu agen hayati yang digunakan untuk pengendalian penyakit

pascapanen tersebut adalah khamir dan pelapis produk untuk memperpanjang

masa simpan buah. Pelapis digunakan untuk memperpanjang masa simpan

produk segar dan melindungi kerusakan buah dari pengaruh lingkungan yang

tidak menguntungkan misalnya serangan mikroorganisme (Greener & Fennema

1994).

Fungsi pelapis ini dapat bersifat aditif, yaitu merupakan tambahan pelapis

apabila permukaan produk telah mempunyai lapisan alami, atau sebagai

pengganti apabila lapisan alami hilang atau berkurang akibat pencucian,

sehingga diharapkan resistensi akan meningkat. Salah satu yang dipergunakan

sebagai dasar pemilihan pelapis adalah sifatnya yang tidak membahayakan

kesehatan misalnya pelapis edibel (edible coating) (Nurrachman 2004).

Pelapis edibel adalah suatu lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang

dapat dimakan dan digunakan sebagai pelapis produk makanan. McHugh &

Krochta (1994) menyatakan kemampuan pelapis dalam memberikan tahanan

terhadap transpirasi, CO2, dan O2, tergantung pada jenis pelapis itu sendiri.

(24)

8

dengan cara pencelupan (dip application), penyemprotan (spray application), pembuihan (foam application ), dan penetesan (drip application). Sifat lain yang harus diperhatikan adalah pelapisan tidak memberikan pengaruh buruk serta

harus bersifat biodegradable (Greener & Fennema 1994).

Pelapis edible mengalami peningkatan penggunaan karena lebih praktis dibandingkan dengan penggunaan kemasan lain seperti plastik. Salah satu yang

mempunyai potensi baik sebagai pelapis edibel maupun sebagai fungisidal adalah kitosan yang berasal dari turunan polisakarida (El-Ghaouth et al. 1992).

Khamir (Agen Hayati)

Khamir adalah kelompok mikroorganisme uniseluler termasuk dalam filum

Ascomycota (Kelas Hemiascomycetes) dan Basidiomycota (Gandjar et al. 2006). Pada lima belas tahun yang lalu, pengendalian hayati untuk penyakit

pascapanen secara ekstensif menggunakan khamir dan bakteri sebagai

antagonis (Filnonow et al. 1996).

Khamir memiliki banyak kegunaan yaitu biasanya tidak menghasilkan

spora alergenik atau mikotoksin seperti cendawan miselial (Droby & Chalutz

1994), dapat tumbuh dengan cepat substrat yang murah dalam fermentor dan

menghasilkan dalam jumlah besar (Druvefors 2004). Tindakan pengendalian

hayati dengan khamir memiliki sedikit resiko terhadap konsumen (Arras et al. 1999). Sel khamir juga mengandung vitamin, mineral, dan asam amino penting

digunakan dalam makanan dan pakan (Hussein et al. 1996).

Warnasuriya et al. (1985) melaporkan di Sri Lanka isolat khamir berhasil diisolasi dari buah segar dan produk olahan buah – buahan sebanyak 36 strain

yang diidentifikasi menggunakan karakterisasi morfologi dan biokimia. Khamir

tersebut dikelompokkan dalam 6 genus yaitu : Candida (6 strain), Kloeckera (9 strain), Hanseniaspora (3 strain), Pichia (4 strain), Saccharomyces (3 strain), Torulopsis (1 strain). Paling banyak ditemukan adalah Candida krusei (10 strain). Kesempatan untuk memperoleh agen antagonis yang efektif akan lebih

besar dengan mencari sebanyak mungkin jumlah calon agen antagonis (Baker &

Cook 1974).

Khamir antagonis digunakan untuk pengendalian penyakit antraknosa pada

(25)

cabai sampai dengan 6,5%. Perlakuan khamir tersebut lebih efektif dibandingkan

perlakuan konvensional dengan klorin (Chanchaichaovivat et al. 2007).

Beberapa spesies Cryptococcus digunakan dalam pengendalian penyakit busuk pascapanen pada buah apel dan pear (Roberts 1990). Parasitisme

khamir telah diusulkan sebagai mekanisme penghambatan cendawan. P. guilliermondii mampu menghambat pertumbuhan Botrytis cinerea (Wisniewski et al. 1991). Cryptococcus albidus mampu menghambat Penicillium glabrum pada strawberi (Helbig 2002). Rhodotorula glutinis mampu menghambat pertumbuhan Penicillium expansum pada buah apel (Lima et al. 1998). Jijakli dan Lepoivre (1998) juga menunjukkan bahwa P. anomala strain K mampu menghasilkan enzim β 1,3-glukanase yang mampu menurunkan kandungan dinding sel cendawan. Produk komersil Yield Plus® mengandung C. albidus sebagai antagonis aktif yang telah diperkenalkan di Afrika Selatan pada tahun 1997

dengan nama Anchor Yeast. Yield Plus® digunakan sebagai produk pengendalian hayati terhadap Botrytis, Penicillium dan Mucor pada buah apel dan buah pear (Druvefors 2004). Strain khamir C. laurentii digunakan untuk pengendalian hayati penyakit busuk kapang abu-abu pada apel (Roberts 1990),

busuk kapang abu-abu dan biru pada pear (Zhang et al. 2005), dan penyakit pascapanen pada buah (strawberi, kiwi, dan anggur) (Lima et al. 1998).

Kompetisi makanan untuk melihat mekanisme beberapa organisme

pengendali hayati seperti : P. guilliermondii dan Debaromyces hansenii terhadap P. digitatum pada buah anggur (Droby et al. 1997).

Penggunaan khamir dapat menunda pemasakan buah saat penyimpanan.

Hal ini terjadi akibat adanya aktivitas antagonis yang mampu merangsang respon

pertahanan buah mangga seperti pada perlakuan K1 (P. guilliermondi A). P. guilliermondii dapat merangsang produksi etilen (Droby et al. 1997), produksi fitoaleksin (Rodov et al. 1994), dan kadar fenilalanin amonia liase (Wisniewski & Wilson 1992) pada buah jeruk.

Konsentrasi suspensi khamir yang digunakan di laboratorium umumnya

sebesar 107cfu/ml (Myrto et al. 2004). Suspensi sel khamir pada konsentrasi rendah yaitu 106 sampai 107 cfu/ml efektif dalam menghambat perkembangan

(26)

10

Kitin dan Kitosan

Kitin adalah polimer berantai lurus yang tersusun atas residu

N-asetilglukosamina melalui ikatan ß-(1,4). Secara umum kitin banyak terdapat

pada eksoskeleton atau kutikula serangga, crustacea, dan jamur (Tsigos et al. 2000). Lebih dari 80.000 metrik ton kitin diperoleh dari limbah laut dunia per

tahun (Patil et al. 1999), di Indonesia limbah kitin yang belum dimanfaatkan sebesar 56.200 metrik ton per tahun (DKP 2003). Menurut Abidin (2007)

melaporkan bahwa kulit udang putih (Penaeus penicillatus) mengandung protein (25-40%), CaCO3 (40-50%) dan kitin atau poli-N asetiglukosamina (15–30%),

dan glukosamina.

Koloidal kitin merupakan salah satu substrat (sumber karbon) yang dapat

digunakan untuk menginduksi kitinase pada bakteri, cendawan, dan

aktinomisetes. Kitinase berguna dalam produksi kitooligosakarida.

Kitooligo-sakarida berperan sebagai pertahanan tanaman. Kitinase digunakan dalam

pertanian sebagai pengendalian cendawan patogen tanaman. Organisme ini

memiliki kitin pada penutup tubuhnya sehingga dapat didegradasi oleh enzim

tersebut (Patil et al. 1999).

Zona bening ini merupakan salah satu karakteristik aktivitas kitinolitik yang

mudah dikenali. Kitinase dihasilkan oleh khamir dengan menghidrolisis kitin

menjadi monomer N-asetil glukosamina sebagai sumber karbon. Biasanya

mikroorganisme menghasilkan kitinase untuk menghidrolisis berbagai bentuk

kitin yang terdapat di alam dan dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber

karbon (Yanai et al. 1992). Penambahan kitosan asal kulit udang pada media PDA mampu menghambat pertumbuhan C. musae baik secara vegetatif maupun reproduktif (Rogis et al. 2007). Biasanya mikroorganisme menghasilkan kitinase untuk menghidrolisis berbagai bentuk kitin yang terdapat di alam dan

dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber karbon (Yanai et al. 1992).

Kitosan adalah kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya menyisakan

gugus amina bebas yang menjadikannya bersifat polikationik dan merupakan

polimer rantai linier glukosamin dengan rumus (C6H11NO4)n (Gambar 3). Berat

molekul kitosan sekitar 1,036 x 105 dalton tergantung proses pembuatannya.

Kitosan mudah mengalami degradasi secara biologi, tidak beracun, dan tidak

larut pada pH di atas 6,5 (Kurt et al. 1991). Kitosan mempunyai gugus fungsional amina yang bersifat non polar. Gugus ini dapat mengikat ion positif

(27)

1989). Sifat polar dan non polar dari kitosan menyebabkan kitosan menjadi

fleksibel, dapat mengikat air dan minyak sehingga dapat membentuk konfirmasi

kompak dan memanjang. Sifat ini bermanfaat untuk meningkatkan daya guna

dalam penggunaannya. Kitosan pertama sekali ditemukan Routget pada tahun

1859 (Abidin 2007) dengan struktur seperti pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur kitosan (Yoshioka et al. 1995)

Pelapis kitosan digunakan untuk menunda pemasakan dan

memper-panjang masa simpan buah mangga pada suhu 15±1°C dan 85-90% RH selama

35 hari. Perlakuan buah mangga dengan kitosan (2%) efektif dalam mengurangi

timbulnya kebusukan dan kerusakan berat, dan menunda perubahan warna, pH

dan keasaman hasil titrasi saat penyimpanan sehingga dapat meningkatkan

mutu mangga (Wang et al. 2007).

Perlakuan kitosan dengan konsentrasi 0, 0,5, 1,0, dan 2,0% (b/v) yang

dilisis dengan asam asetat 0,5% (b/v) diujikan pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Hasil menunjukkan bahwa kitosan dengan konsentrasi 2,0% adalah

konsentrasi terbaik dalam menghambat pertumbuhan miselia dan spora

perkecambahan C. musae (Rogis et al. 2007).

Penurunan jumlah kitin pada dinding hifa akibat adanya penambahan

kitosan pada media PDA mempengaruhi warna miselium Colletotrichum musae menjadi lebih terang dibandingkan dengan yang tanpa perlakuan kitosan

Penambahan kitosan asal kulit udang pada media PDA mampu menghambat

pertumbuhan C. musae baik secara vegetatif maupun reproduktif (Rogis et al. 2007).

Pelapisan kitosan pada mangga dapat menunda pematangan (ripening), mengurangi respirasi, produksi etilen, kerusakan berat, kadar asam askorbat dan

kadar keasaman hasil titrasitetapi tidak dapat mempertahankan kekerasan buah

mangga (Pumchai et al. 2005). Kitosan larut air dengan berat molekul rendah (5 kDa) berasal dari kulit udang menunjukkan aktivitas elisitor dengan merangsang

(28)

12

terhadap serangan Phytophthora infestans. Kitosan tersebut merangsang akumulasi fitoaleksin jaringan tanaman inang, kitinase, β glukanase, dan lipoksigenase (Vasyukova et al. 2001). Kitosan juga memiliki aktivitas antimikroba dan telah dilaporkan efisien dalam pengendalian kebusukan

buah-buahan pascapanen (Wang et al. 2007).

Menurut Baldwin et al. (1999) mengemukakan bahwa penggunaan pelapis polisakarida pada buah mangga mampu menurunkan konsentrasi O2 internal

buah dibanding dengan lilin carnuaba. Pelapis kitosan yang digunakan pada tomat dengan konsentrasi 1% (b/v) dan 2% (b/v) dapat menurunkan tingkat

produksi CO2 sebesar 20% dan 25% dibanding dengan kontrol. Kitosan

menurunkan konsentrasi oksigen internal sebesar 30% dan 17% serta

meningkatkan CO2 internal 2- 4 kali (El-Ghaouth et al. 1992). Menurut Zhang &

Quantrick (1997) perlakuan kitosan 1% (b/v) dan 2 % (b/v) dapat mengakibatkan

penurunan suplai oksigen pada buah leci.

Sebagai alternatif, produksi kitosan secara enzimatis kini tengah menjadi

perhatian. Di samping ramah lingkungan, kitosan sudah dimanfaatkan secara

luas dalam industri, pertanian, peternakan, maupun kesehatan. Kitosan di

bidang pertanian digunakan juga sebagai pelapis benih sehingga dapat tahan

terhadap jamur tanah, serta meningkatkan viabilitas benih. Penggunaan kitosan

pada pelapisan buah -buahan dapat menghambat difusi oksigen ke dalam buah

sehingga proses respirasi dapat dihambat (Hirano 1989).

Thiram

Gambar 4 Struktur thiram (Tomlin 1998)

Fungisida untuk mengendalikan penyakit tanaman dibagi menjadi dua

(29)

protektan dengan aktivitas multisite dengan bahan kimia organik kelompok dithiocarbamate mengandung bahan aktif thiram (Zwieten et al. 2007).

Salah satu fungisida yang digunakan untuk perlakuan pascapanen produk

buah–buahan dan sayuran adalah thiram. Thiram yang biasa digunakan adalah

TIFLO 80 WG (nama dagang) yang mengandung bahan aktif thiram (80%).

Thiram termasuk fungisida kontak ini dalam mengendalikan penyakit antraknosa

(Colletotrichum spp) pada tanaman cabai merah. Izin tetap pada tanggal 6 Agustus 2007 (Direktorat Sarana Produksi 2006). Penyakit antraknosa ini juga

sering terjadi di Pantai Utara Selandia Baru. Saat ini, perlakuan thiram efektif

digunakan untuk mengedalikan penyakit antraknosa (Dirou & Stovold 2005).

Fungisida nonsistemik yang digunakan adalah tembaga oksiklorida

(blitox-50% WP), mancozeb (indofil M-45 75% WP), propineb (antracol 70% WP),

thiram (thiram 75% WP) dan zineb (indofil Z-78 75% WP). Perlakuan thiram

(Granuflo 80 WP) sebesar 0,3%, 0,2%, dan 0,1% efektif dalam menghambat

pertumbuhan miselia A. alternata. Menurut CABI (2003) konsentrasi thiram yang digunakan untuk pengendalian Diplodia sp. sebesar 0.25%. Thiram 80 WG juga mampu mengendalikan penyakit antraknosa dan kudis pada buah mangga

(Sopina 1988).

Menurut standar keamanan pangan di Singapura menyatakan bahwa batas

maksimum residu untuk thiram dalam mengendalikan penyakit pada buah–

buahan (apel, pisang, strawberry, dan tomat) sebesar 7 ppm (Anonim 2000).

Selain untuk perlakuan pascapanen produk buah – buahan, thiram juga

dapat dilakukan untuk mengendalikan infeksi penyakit pada benih. Varietas

unggul sangat peka terhadap penyakit rebah kecambah (damping-off) yang disebabkan oleh Pythium sp, dan penyakit layu yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum.

Perlakuan Kombinasi Kitosan dan Khamir Antagonis

Kombinasi teknik perlakuan efektif digunakan dalam pengendalian penyakit

cendawan pascapanen. Kombinasi kitosan dengan beberapa khamir antagonis

dikaitkan dengan keamanan bagi manusia dan efeknya terhadap kualitas

(30)

14

Perlakuan Karantina

Buah mangga banyak diekspor ke Singapura, Hong Kong, Timur Tengah

dan Eropa. Beberapa negara mengenakan batasan karantina yang amat ketat

terhadap pengimporan buah mangga. Sebelum diekspor ke Amerika Serikat,

Jepang, Australia, dan New Zealand, buah tersebut harus dilakukan perlakuan

karantina tertentu bagi memastikan tidak adanya penyakit stem end rot pada buah tersebut.

Perlakuan karantina bagi mangga Gedong Gincu telah dikembangkan.

Buah yang dipetik pada peringkat kematangan yang betul (12 minggu selepas

keluar putik) direndam dengan air panas pada suhu 46,5°C dan kelembaban

relatif 50% selama 20 menit. Buah yang diberi perlakuan segera diberi perlakuan

dingin selama satu jam sebelum dibungkus dalam karton papan beralun.

Perlakuan suhu pada saat penyimpanan bertujuan memperpanjang daya

tahannya pada suhu tertentu (15oC) agar dapat dikonsumsi dalam keadaan baik.

Daya tahan simpan beberapa jenis mangga dengan berbagai perlakuan seperti

pada Tabel 1.

Tabel 1 Berbagai jenis perlakuan mangga terhadap daya simpan

(31)

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Cendawan Balai Besar Uji Standar

Karantina Pertanian (BBUSKP), Jakarta mulai Juli 2008 sampai Januari 2009.

Bahan

Bahan yang digunakan yaitu : kitosan koloid (asal kulit udang diperoleh dari

Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan) bersifat larut dalam

air (water soluble) memiliki berat molekul belum diketahui (unidentified), fungisida (thiram 80 WP), kit BIOLOGTM, isolat khamir (khamir berwarna kuning, oranye,

putih 1, dan putih 2 asal bawang merah dari Laboratorium Klinik Tanaman,

Departemen Proteksi Tanaman, IPB dan asal buah mangga Gedong Gincu dari

lapang), akuades steril, Media Martin Agar (MA), rose bengal, streptomycin,

media Potato Dextrose Agar (PDA), natrium hipoklorit (NaClO) dengan konsentrasi 1%, D-glucose, asparagine, agar (Bacto), Tween 20, alkohol 70%,

dan buah mangga Gedong Gincu asal Cirebon.

Metode Penelitian

Pengambilan Sampel Buah Mangga dari Lapangan

Lokasi pengambilan contoh yaitu di Desa Munjul, Kabupaten Cirebon,

Jawa Barat merupakan sentra mangga Gedong Gincu dengan metode purposif untuk mengetahui ada atau tidak ada serangan stem end rot pada buah mangga. Survei dilaksanakan di sentra perkebunan mangga di Desa Munjul, Kabupaten

Cirebon, Jawa Barat dengan ketinggian tempat berkisar dari 0 m dpl sampai

dengan 30 m dpl terletak. Selain itu pula dilakukan pengambilan buah mangga

sehat belum matang untuk isolasi agen hayati khamir asal buah mangga dari

lapangan dan beberapa perlakuan di laboratorium. Buah mangga Gedong Gincu

dipetik pada tingkat belum matang dari lapangan (umur 120 hari dari buah mekar

(32)

16

Isolasi L. theobromae dan Khamir dari Buah Mangga di Lapangan

L. theobromae diisolasi dari buah mangga yang terinfeksi di lapangan dengan menggunakan media PDA. Kemudian dilakukan isolasi sampai diperoleh

biakan murni. Khamir asal mangga sehat (belum matang) dari lapang diisolasi

dengan menggunakan media MA ditambahkan dengan streptomycin 150 ppm dan rose bengal.

Khamir diisolasi dari buah mangga sehat dicuci dengan akuades steril.

Kemudian buah mangga dimasukkan ke dalam plastik dan diletakkan di atas

shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam. Kemudian diambil

supernatan diencerkan berseri mulai dari : 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6 dan 10-7.

Setiap pengenceran diambil suspensi sebanyak 50 µl dan disebarkan pada

media MA yang mengandung streptomycin (150 ppm) lalu diratakan

menggunakan glassrod. Lakukan pada setiap seri pengenceran dengan cara yang sama (Gambar 5).

Hasil pengenceran tersebut diinkubasikan pada suhu 25 - 30oC selama 3–7

hari (tergantung cepat atau lambatnya pertumbuhan khamir). Media agar yang

digunakan yaitu : MA (Lampiran 1). Pemurnian khamir dari koloni yang tumbuh

(ambil khamir dari koloni tunggal), lalu gores pada media PDA dan inkubasikan

kembali. Apabila isolat khamir sudah murni, diremajakan kembali pada media

PDA. Isolat murni berumur 3 sampai dengan 5 hari siap diuji untuk identifikasi

sampai tingkat spesies dengan metode BIOLOGTM .

Identifikasi Khamir

Isolat khamir (khamir berwarna putih 1, putih 2, kuning, dan orange asal

Laboratorium Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman IPB serta isolat

khamir dari buah mangga) diidentifikasi secara morfologi. Kemudian identifikasi

dilakukan secara fisiologis dan biokimiawi dengan menggunakan metode

BIOLOGTM (MicroLogTM System, Release 4.2) sampai penentuan tingkat spesies.

Persentase probability dan umur inkubasinya masing – masing isolat khamir dicatat.

Koloni isolat murni khamir berumur 3 sampai dengan 5 hari diambil

menggunakan cotton swab steril, kemudian suspensikan dalam tabung reaksi yang berisi akuades steril sebanyak 10 ml (hati-hati jangan sampai terbentuk

gelembung udara). Turbiditas suspensi khamir diukur dengan BIOLOG

(33)

47% (Lampiran 2). Mikroplate BIOLOG yang digunakan adalah jenis YT untuk

yeast/khamir. Suspensi khamir dimasukkan ke dalam mikroplate tersebut sebanyak 100 µl tiap sumuran dengan mikropipet multichannel (8 lubang). Inkubasikan pada temperatur sesuai petunjuk pada tabel selama 24, 48, 72, atau

96 jam. Pembacaan dengan BIOLOG Microstation Reader (Lampiran 3). Identifikasi sampai tingkat spesies ditunjuk-kan berdasarkan persentase

probability dan similarity.

Gambar 5 Teknik cawan tuang dengan dilakukan pengenceran berseri untuk isolasi khamir asal buah mangga

Potensi Penggunaan Khamir, Kitosan, dan Thiram dalam Pengendalian L. theobromae secara in vitro

Uji Kitinolitik. Pengujian potensi kitinolitik beberapa isolat khamir

dilakukan pada media koloidal kitin agar 0,2%. Adapun pembuatan koloidal kitin

mengikuti metode Arnold & Solomon (1986) yaitu sebanyak 20 gram kitin

(C8H13NO5)n diperoleh dari kulit udang (C717O practical grade sigma) dilarutkan

(34)

18

dingin. Setelah disaring menggunakan glass wool, filtrat ditambah 200 ml akuades dingin. Tambahkan kira – kira 500 ml 10 N NaOH hingga diperoleh pH

7,0 (setelah 350 ml penambahan selanjutnya setetes demi setetes). Filtrat

kemudian disentrifugasi pada kecepatan 7.000 rpm selama 10 menit. Setelah

pelet diresuspensi (aduk–aduk) dengan akuades dingin. Kemudian dilakukan

sentrifugasi lagi. Pelet koloidal kitin harus disimpan pada suhu 4oC. Pembuatan

media kitin agar tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Semua isolat khamir uji

dengan umur isolat 7 hari ditanam pada media kitin. Kemudian diinkubasikan

pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan setiap hari. Khamir kitinolitik yang

muncul, yaitu khamir yang memiliki zona bening pada tepi koloni.

Perlakuan Antagonis Khamir, Kitosan dan Thiram. Uji antagonis

beberapa khamir dilakukan terhadap L. theobromae. Khamir uji digoreskan pada media PDA tepat di tengah petri (diameter 9 cm) secara transversal

sebanyak 1 lup inokulasi. Setelah itu pada media PDA tersebut ditumbuhkan

cendawan B. theobromae yang berasal dari biakan murni berumur 14 hari dengan menggunakan bor gabus (diameter 5 mm) yang diletakkan di tepi kiri dan

kanan goresan tersebut. Adapun jarak masing – masing patogen terhadap

khamir adalah 3 cm (Gambar 6). Inkubasikan pada suhu kamar. Pengamatan

lebar zona bening dan persentase tingkat hambatan relatif terhadap patogen

dilakukan setiap 5 hari inkubasi sampai hari ke-15 inkubasi. Persentase tingkat

hambatan relatif terhadap patogen dihitung dengan rumus Hadiwiyono (1999)

sebagai berikut :

THR = dk - dp x 100%

dk

THR = Persentase tingkat hambatan relatif terhadap pertumbuhan patogen dk = Diameter koloni pertumbuhan patogen tanpa perlakuan khamir (kontrol) dp = Diameter koloni pertumbuhan patogen yang diberi perlakuan khamir

(r1+r2)

Perlakuan kitosan digunakan yaitu pada 5 taraf konsentrasi yaitu 0,1%,

0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% (v/v). Perlakuan dilakukan dengan cara menuangkan

senyawa alami kitosan sesuai konsentrasi perlakuan masing – masing sebanyak

400 µl/cawan petri untuk setiap taraf perlakuan (Wilson et al. 1994). Selanjutnya pada masing – masing cawan petri dituangkan PDA cair (suhu 40oC) sebanyak

10 ml. Kemudian petri digoyang – goyang agar kitosan tercampur rata dengan

(35)

kitosan) disiapkan sebagai pembanding. Masing – masing perlakuan dilakukan

dengan 3 ulangan.

Gambar 6 Bagan uji antagonis khamir terhadap L. theobromae pada media PDA

Media PDA tersebut ditumbuhkan cendawan L. theobromae (berumur 14 hari) dengan menggunakan bor gabus (diameter 5mm) yang diletakkan tepat di

tengah cawan petri. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang. Pengamatan

dilakukan secara periodik terhadap diameter koloni dan persentase tingkat

hambatan relatif terhadap patogen L.theobromae mulai hari 1 sampai hari ke-12 setelah tanam dengan interval waktu pengamatan 3 hari.

Perlakuan thiram sebagai pembanding digunakan yaitu pada 7 taraf

konsentrasi yaitu 0,001%, 0,01%, 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7%, dan 1% (b/v).

Perlakuan dilakukan dengan cara menuangkan thiram sesuai konsentrasi

perlakuan masing–masing sebanyak 400 µl/cawan petri untuk setiap taraf

perlakuan. Selanjutnya pada masing–masing cawan petri dituangkan PDA cair

(suhu 40oC) sebanyak 10 ml. Kemudian petri digoyang–goyang sampai thiram

tercampur rata dengan PDA. Campuran PDA dan thiram dibiarkan beku.

Kontrol (tanpa perlakuan kitosan) disiapkan sebagai pembanding.

Setelah itu pada media tersebut ditumbuhkan cendawan L. theobromae yang berasal dari biakan murni berumur 14 hari dengan menggunakan bor gabus

(diameter 5mm) yang diletakkan tepat di tengah cawan petri. Inkubasi dilakukan

pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan secara periodik terhadap diameter

koloni dan persentase tingkat hambatan relatif terhadap patogen L.theobromae mulai hari ke-1 sampai hari ke-18 setelah tanam dengan interval waktu

pengamatan 3 hari.

r1 r2

Bt Bt

Khamir

(36)

20

Preparasi Khamir dan Patogen untuk Perlakuan secara in vivo

Persentase turbidity suspensi beberapa khamir uji diukur dengan BIOLOG Turbiditimeter sampai nilai suspensi tiap isolat khamir dan patogen tersebut

mencapai 25%, 50%, dan 75%. Ketiga turbidity dari masing – masing khamir tersebut dilakukan penghitungan jumlah spora per ml dengan hemasitometer

(Neubauer Improved, Germany dengan kedalaman 0,1 mm). Hasil penghitungan

tersebut dibuat kurva standar dan persamaan regresinya. Adapun rumusan

untuk penentuan jumlah spora per ml adalah sebagai berikut :

A (OD) = 2 – log %T A = Absorbans

OD = Optical Density /Rapat Optis (spora/ml) T = Transmitans

Penentuan konsentrasi suspensi masing – masing khamir yang digunakan

untuk perlakuan in vivo yaitu sebanyak 107 spora per ml (disesuaikan dengan persamaan regresi). Konsentrasi tersebut dikonversikan ke dalam persen

Transmitans (%T) dengan menggunakan BIOLOG Turbiditimeter.

Potensi Penggunaan Khamir, Kitosan, dan Thiram dalam Pengendalian L. theobromae pada Buah Mangga secara in vivo

Perlakuan secara in vivo dilakukan dengan menggunakan khamir, kitosan, dan thiram pada buah mangga. Buah mangga direndam dalam larutan natrium

hipoklorit (NaClO) 1% selama 2 menit (Zhang et al 2007). Kemudian buah tersebut dicuci sebanyak 2 kali dengan akuades steril dan dikeringanginkan.

Buah mangga tersebut dicelupkan ke dalam suspensi khamir (20 isolat khamir

dengan konsentrasi 107 spora per ml) yang mengandung Tween 20 (konsentrasi

0,006%, v/v), larutan kitosan (0,01%, 0,025%, 0,05%, 0,1%, 0,5%, 1%, 1,5%,

dan 2%), dan thiram (0,1% dan 0,3% b/v). Larutan perangsang perkecambahan

spora L. theobromae ditambahkan pada suspensi tiap bahan perlakuan dengan menggunakan D-glucose (0,04%) dan Asparagin (0,008%).

Buah tersebut ditiriskan dan dikeringanginkan selama 2 jam pada suhu kamar.

Buah dikupas dengan pisau steril dan kulitnya diiris sebanyak 8 irisan. Irisan

tersebut diletakkan di atas penyangga/sedotan plastik steril dengan alas tisu

yang telah dilembabkan dengan akudes steril pada nampan plastik steril. Masing

(37)

hari) pada tiga titik yaitu : tepi kanan,tengah, dan tepi kiri tiap irisan tersebut

(Gambar 7). Tutup dengan plastik wrap untukmenjaga kelembaban. Inkubasikan selama 24 jam pada kondisi gelap kemudian pindahkan kondisi tidak gelap

selama 6 hari. Kontrol (tanpa perlakuan) disiapkan sebagai pembanding.

Pengamatan tiap 3 hari sampai hari ke-6 inkubasi dengan menghitung

persentase kejadian penyakit. Kejadian penyakit diamati dengan cara mencatat

irisan kulit buah tersebut yang menunjukkan gejala stem end rot tiap satuan percobaan. Selanjutnya persentase kejadian penyakit (KP) dihitung dengan

menggunakan rumus :

KP = n x 100%

N

n = Jumlah irisan yang menunjukkan gejala stem end rot N = Jumlah irisan yang diamati

Gambar 7 Inokulasi L. theobromae pada buah mangga yang telah diberi perlakuan

Apabila hasil perlakuan tunggal secara in vivo yang menunjukkan potensi yang baik maka dilakukan perlakuan kombinasi dalam optimalisasi pengendalian

L. theobromae pada buah mangga. Adapun tujuan perlakuan tersebut untuk mengurangi tingkat kerusakan buah mangga selama penyimpanan. Kombinasi

yang dilakukan yaitu perlakuan khamir (hasil seleksi in vitro dan in vivo) dan kitosan 2% dan disiapkan pula kontrol (tanpa perlakuan) sebagai pembanding

Analisis Data

Pengujian in vitro maupun in vivo menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan. Perlakuan mencakup penggunaan khamir, kitosan, thiram,

dan kontrol dengan model statitikanya sebagai berikut :

Yij = µ + Ai + εij Keterangan :

Yij : nilai pengamatan dari pengaruh perlakuan ke-i pada ulangan ke-j µ : nilai rata – rata

Ai : pengaruh perlakuan jenis agens pengendali ke-i

(38)

22

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program Minitab 15.

Pengaruh perlakuan dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat beda nyata

(39)

Isolasi dan Identifikasi L. theobromae

Gejala yang tampak pada buah mangga selama penyimpanan sebelum diisolasi

adalah berupa busuk pangkal buah. Mikroba penyebab penyakit ini masuk ke dalam

buah melalui luka pada tangkai ditandai dengan noda warna hitam pada kulit di sekitar

pangkal buah. Bila dibelah terlihat daging buah dan kulit biji yang menghitam dan

membusuk. Koloni L. theobromae menunjukkan pada media PDA berlimpah, berwarna

abu-abu gelap sampai hitam, miselia seperti wool. Pengamatan secara mikroskopis

ditemukan konidia pada awalnya bening, tidak bersepta (aseptate), bulat; bulat telur

sampai elips (jorong), dan berdinding tebal. Konidia yang sudah masak berukuran 20

-30 x 10 - 15 µm, bersepta satu (satu sekat), dan berwarna coklat (Gambar 8).

(a) (b) (c) (d)

Gambar 8 Pengamatan L. theobromae (a) Gejala pada buah mangga; (b) pembentukan

chirus pada pengamatan makroskopis; (c) miselia seperti wool (abu-abu gelap); (d) konidia bersekat satu

Isolasi dan Identifikasi Khamir

Khamir adalah kelompok mikroorganisme uniseluler termasuk dalam filum

Ascomycota dan Basidiomycota. Hasil identifikasi isolat khamir uji dengan metode

BIOLOGTM menunjukkan spesies yang berbeda–beda. Parameter identifikasi metode

BIOLOGTM ini berdasarkan persentase probability (Tabel 2). Hasil isolasi dari buah

mangga segar diperoleh 20 isolat khamir. Identifikasi isolat khamir tersebut dengan

metode BIOLOGTM diperoleh spesies seperti : Bulleromyces albus, Candida edax,

Candida mexicana, Cryptococcus albidus var aerius, Cryptococcus terreus A,

Cryptococcus luteolus, Cryptococcus amylolentus, Debaryomyces hansenii C, Pichia

guilliermondi A, Rhodotorula aurantiaca A, Rhodotorula glutinis dan tidak teridentifikasi

(40)

24

pengendali hayati untuk pengendalian L.theobromae dalam uji in vitro maupun in vivo.

Kesempatan untuk memperoleh agen antagonis yang efektif akan lebih besar dengan

mencari sebanyak mungkin jumlah calon agen antagonis (Baker & Cook 1974).

Warnasuriya et al. (1985) melaporkan di Sri Lanka berhasil diisolasi isolat khamir

dari buah segar dan produk olahan buah – buahan sebanyak 36 strain yang

diidentifikasi menggunakan karakterisasi morfologi dan biokimia. Khamir tersebut

dikelompokkan dalam 6 genus yaitu : Candida (6 strain), Kloeckera (9 strain),

Hanseniaspora (3 strain), Pichia (4 strain), Saccharomyces (3 strain), Torulopsis (1

strain). Paling banyak ditemukan adalah Candida krusei (10 strain).

Tabel 2 Hasil identifikasi khamir dari buah mangga dengan metode BIOLOGTM

No. Kode Isolat Jenis Spesies Khamir Probability (%) Umur Inkubasi (hari)

12. K8 Rhodotorula glutinis 100 4

13. K9 Pichia guilliermondii A 99 3

14. K10 Cryptococcus albidus var aerius 99 5

15. K11 Rhodotorula aurantiaca A 99 2

16. K12 Debaryomyces hansenii C 98 3

17. K13 Candida edax 99 3

18. K14 Pichia guilliermondii A 99 3

19. K15 Candida mexicana 99 3

20. K16 Cryptococcus amylolentus 84 6

21. K17 Debaryomyces hansenii C 99 6

Potensi Penggunaan Khamir, Kitosan, dan Thiram dalam Pengendalian

L.theobromae secara in vitro

Uji Kitinoltik

Pengamatan pengujian aktifitas kitinase dari khamir hasil isolasi pada media agar

kitin yang dilakukan secara kualitatif hampir semua isolat khamir tidak memiliki potensi

kitinolitik kecuali isolat khamir L. albus 7dan C. edax 13 (Gambar 9 dan Tabel 3). Isolat

(41)

merupakan salah satu karakteristik aktivitas kitinolitik yang mudah dikenali dan diduga

mampu menghasilkan kitinase. Kitinase dihasilkan oleh khamir dengan menghidrolisis

koloidal kitin asal kulit udang menjadi monomer N-asetil glukosamina sebagai sumber

karbon.

Biasanya mikroorganisme menghasilkan kitinase untuk menghidrolisis berbagai

bentuk kitin yang terdapat di alam dan dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber

karbon (Yanai et al. 1992). Penambahan kitosan asal kulit udang pada media PDA

mampu menghambat pertumbuhan C. musae baik secara vegetatif maupun reproduktif

(Rogis et al. 2007). Sehubungan potensi kitinolitik kedua isolat tersebut baik, keduanya

dapat digunakan sebagai acuan untuk aplikasi in vivo dalam pengendalian L.

theobromae pada buah mangga (in vivo).

Gambar 9 Uji kitinolitik beberapa khamir secara kualitatif pada media koloidal kitin 0,2% selama 7 hari inkubasi

Tabel 3 Uji kitinolitik beberapa khamir secara kualitatif pada media kitin 0,2% selama 7 hari inkubasi

Keterangan : + = ada zona bening; - = tidak ada zona bening No. Isolat Khamir Uji Kitinolitik

(42)

26

Perlakuan Antagonis Khamir, Kitosan, dan Thiram

Lebar zona bening dan tingkat hambatan relatif beberapa khamir terhadap

pertumbuhan koloni L. theobromae pada media PDA (secara in vitro) menunjukkan

pengaruh yang berbeda – beda (Gambar 10). C. albidus var aerius IPB1, C. albidus var

aerius IPB2, C. edax IPB, C. terreus A IPB, C. luteolus, C. edax 13, dan C. albidus var

aerius 6 memiliki daya penghambatan (lebar zona bening dan tingkat hambatan relatif)

yang stabil/tidak berubah sampai dengan 15 hari inkubasi. Penggunaan C. albidus var

aerius IPB1 paling efektif dalam penghambatan pertumbuhan koloni L. theobromae

dibandingkan khamir uji lainnya dan kontrol (beda nyata pada taraf 5%, Lampiran 4, 5,

dan 6) pada semua waktu inkubasi. Hal ini terjadi persaingan ruang antara patogen dan

antagonis. C. albidus var aerius IPB1 dapat digunakan sebagai acuan untuk perlakuan

uji in vivo. Beberapa spesies Cryptococcus digunakan dalam pengendalian penyakit

busuk pascapanen pada buah apel dan pear (Roberts 1990).

0

Gambar 10 Lebar zona hambatan beberapa khamir terhadap pertumbuhan koloni L.

(43)

Zona hambatan yang dibentuk diduga adanya mekanisme enzimatik yang

dihasilkan oleh kelima khamir tersebut sehingga terjadi kompetisi makanan oleh

antagonis terhadap patogen (Gambar 10 dan Lampiran 6). Enzim tersebut mampu

mendegradasi dinding sel patogen dengan merangsang proses hidrolisis kandungan

kitin (poli β-1,4-(acetamido-2-deoxy)-D-glucoside yang merupakan komponen terbesar

penyusun dinding sel cendawan (Chet & Henis 1975).

Perlakuan beberapa konsentrasi kitosan terhadap L. theobromae secara in vitro

menunjukkan hasil yang berbeda–beda (Tabel 4). Konsentrasi kitosan efektif dalam

menghambat pertumbuhan L. theobromae mulai hari ke-3 sampai ke-12 inkubasi adalah

2% (berbeda nyata pada taraf 5%, Lampiran 7 dan 8).

Hal tersebut ditunjukkan dengan pertumbuhan diameter koloni L. theobromae

pada hari ke-3 inkubasi paling rendah (0,67 cm) sedangkan tingkat hambatan relatif

paling tinggi (89,74%). Pemberian kitosan akan menghambat pertumbuhan miselia

cendawan patogen dengan adanya aktivitas kitinase, glukanase, serta senyawa

antifungal lain yang dikandung oleh kitosan. Menurut Pumchai et al. (2005) konsentrasi

terbaik kitosan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) adalah 2,0% dalam

menghambat pertumbuhan miselia dan spora perkecambahan C. gloeosporioides.

Konsentrasi ini dapat merangsang aktivitas kitinase dan β-1,3-glukanase yang terlibat

dalam mekanisme sistemik pertahanan tanaman. Semakin tinggi konsentrasi yang

diberikan semakin besar pula peng-hambatan terhadap diameter koloni L. theobromae.

Tabel 4 Diameter koloni dan persentase tingkat hambatan relatif L. theobromae dengan

penggunan beberapa konsentrasi kitosan dan thiram pada media PDA selama 12 hari inkubasi

No. Perlakuan Diameter koloni (cm) dan persentase tingkat hambatan relatif L. theobromae inkubasi hari ke-

3 6 9 12 Keterangan : nilai rataan yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf

Gambar

Gambar 1   Gejala serangan L. theobromae   pada buah mangga berwarna hitam   (sumber : Affandi 2005)
Gambar 2  Makros dan mikroskopik L. theobromae (sumber : CABI 2007)
Gambar 3  Struktur kitosan (Yoshioka et al. 1995)
Gambar  4  Struktur thiram (Tomlin 1998)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, kerugian pascapanen buah cabai akibat penyakit antraknosa pada masa yang akan datang diharapkan dapat ditekan dengan menggunakan kitosan dan

Eksplorasi khamir dari buah avokad dilakukan untuk mengidentifikasi jenis-jenis khamir antagonis yang efektif sebagai agens hayati yang dapat mengendalikan penyakit

Eksplorasi khamir dari buah avokad dilakukan untuk mengidentifikasi jenis-jenis khamir antagonis yang efektif sebagai agens hayati yang dapat mengendalikan penyakit