• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Vitamin E (Α Tokoferol) Terhadap Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris Marmorata)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Vitamin E (Α Tokoferol) Terhadap Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris Marmorata)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN E (

α

-TOKOFEROL)

TERHADAP KINERJA REPRODUKSI IKAN BETUTU

(Oxyeleotris marmorata)

DENNY WAHYUDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-tokoferol) Terhadap Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)

RINGKASAN

DENNY WAHYUDI. Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-tokoferol) Terhadap Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata). Dibimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR, DAN MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI

Ikan betutu dapat memijah sepanjang tahun, tetapi memiliki tingkat kematian yang tinggi pada fase perkembangan larva. Hal ini menjadi kendala dalam budidaya ikan betutu. Kematian yang tinggi pada tahap awal perkembangan larva ikan betutu diduga karena kualitas telur yang kurang baik, sehingga menyebabkan cadangan energi pada kuning telur habis sebelum ikan mampu mencari makanan dari luar. Salah satu penentu kualitas kuning telur adalah asupan nutrisi pada pakan induk. Berdasarkan hal tersebut, perlu upaya untuk meningkatkan kualitas telur dengan penambahan nutrien pada pakan induk ikan betutu. Salah satu nutrien yang dapat diberikan pada pakan induk untuk memperbaiki kinerja reproduksi dan kualitas telur adalah vitamin E. Vitamin E atau biasa disebut α-tokoferol memiliki fungsi utama sebagai antioksidan yang mencegah oksidasi asam lemak tak jenuh. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian vitamin E terhadap kinerja reproduksi ikan betutu.

Ikan betutu yang digunakan pada penelitian ini memiliki bobot 100-275 gr. Ikan diberi pakan cacing tanah yang memiliki bobot 1-1,5 gram ekor-1 secara at Parameter uji yang diukur antara lain konsentrasi estradiol darah, diameter telur, gonadosomatic index (GSI), histologi gonad, vitamin E gonad, konsentrasi kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) darah, konsentrasi kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) darah, total kolesterol darah, dan trigliserida darah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vitamin E memberikan pengaruh terhadap peningkatan konsentrasi kolesterol, konsentrasi estradiol darah, konsentrasi kolesterol HDL darah, trigliserida, dan konsentrasi kolesterol LDL darah untuk setiap perlakuan pada hari ke-30. Ukuran diameter telur pada perlakuan D (1,20-1,39 mm) memiliki frekuensi tertinggi dibandingkan dengan perlakuan A, B, C, dan E. Gonadosomatic index (GSI) pada percobaan B menunjukkan hasil yang terendah. Hal ini selaras dengan hasil histologi gonad yang menunjukkan bahwa perkembangan gonad perlakuan B lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan C, D, dan E. Konsentrasi vitamin E gonad pada perlakuan D menunjukkan hasil tertingi dibandingkan perlakuan A, B, C dan E. Jadi dapat disimpulkan vitamin E yang diberikan kepada induk ikan betutu mampu meningkatkan kinerja reproduksi ikan betutu. Penambahan vitamin E sebesar 800 mg vit. E kg cacing tanah-1 mampu mempercepat proses pematangan gonad ikan betutu.

(5)

SUMMARY

DENNY WAHYUDI. Effect of Dietary Vitamin E (α-tocopherol) on The Reproduction Performance of Marble Goby (Oxyeleotris marmorata). Supervised

by MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR, DAN MUHAMMAD AGUS

SUPRAYUDI

Marble goby can spawn throughout the year, but it has high mortality rate at the larval development stage. This problem becomes one of the main constraint in culture of marble goby. High mortality at the early development stage of marble goby larvae allegedly due to poor egg quality, causing energy reserves in the yolk decreased before the fish is able to seek food from outside. One determinant of egg yolk qualities are nutrients derived from food intake from broodstock feed. Some efforts are needed to improve eggs quality with the addition of nutrients to marble goby broodstock feed. One of nutrients that can be given to the broodstock feed to improve reproduction performance and eggs quality is vitamin E. Vitamin E or α-tocopherol has a function as an antioxidant that prevents oxidation of unsaturated fatty acids. This study aimed to evaluate the effect of vitamin E on the reproduction performance of marble goby.

Marble goby used in this study has a weight of 100-275 gr. The fish were fed earthworms weighing 1-1.5 gr individual-1 by at satiation, in which they have been previously injected with vitamin E with different doses. The treatment doses given included control (A), 200 mg vitamin E kg-1 earthworms (B), 400 mg vitamin E kg-1 earthworms (C), 800 mg vitamin E kg-1 earthworms (D) and 1600 mg vitamin E kg-1 earthworms (E). Treatments were given for 60 days and each treatment was repeated three times. The parameters measured were blood estradiol concentration, egg diameter, gonadosomatic index (GSI), gonads histology, gonads vitamin E, concentration of blood HDL (High Density Lipoprotein) cholesterol, concentration of blood LDL (Low Density Lipoprotein) cholesterol, total cholesterol of blood, and blood triglycerides.

The results showed that administration of vitamin E giving an effect to improvement of cholesterol concentration, blood estradiol concentration, concentration of blood HDL cholesterol, triglycerides, and concentration of blood LDL cholesterol for each treatment on day 30. The eggs diameter in treatment D (1.20 to 1.39 mm) had the highest frequency compared to treatment A, B, C, and E. gonadosomatic index (GSI) in treatment B showed the lowest value. This was in line with gonads histology results showed that gonadal development of treatment B was slower than treatment C, D, and E. The concentration of gonads vitamin E in treatment D showed the highest value compared to treatment A, B, C and E. So, it can be concluded that vitamin E given to marble goby broodstock was able to improve the reproduction performance of marble goby. The addition of 800 mg vitamin E kg-1 earthworms were able to accelerate gonadal maturation process of marble goby.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN E (

α

-TOKOFEROL)

TERHADAP KINERJA REPRODUKSI IKAN BETUTU

(Oxyeleotris marmorata)

DENNY WAHYUDI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-Tokoferol) Terhadap Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata)”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2015 bertempat di Laboratorium Produksi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Nutrisi, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, dan Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa selesainya tesis ini tidak lepas dari segala bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik ide, pemikiran, tenaga, moril maupun material. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Muhammad Zairin Junior, MSc, Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, Msi, selaku komisi pembimbing atas waktu dan bimbingannya mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan tesis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Mia Setiawati, Msi sebagai dosen penguji tamu dan Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi Msi sebagai wakil ketua program studi Ilmu Akuakultur SPS IPB yang telah memberikan saran dan masukan dalam ujian sidang tesis ini.

Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada ayahanda Sadikin dan Ibunda Sri Wahyuni, serta adik atas do’a, bantuan, dukungan, dan semangatnya. Terima kasih kepada seluruh rekan-rekan S2 Ilmu Akuakultur angkatan 2012 atas kebersamaannya dalam menempuh studi, Upmal Deswira, Retno Cahya Mukti, Muhammad Faizal Ulkhaq, Ibnu BS, Yeni Elisdiana, Darmawan SB, Fajar Maulana, Rangga Garnama, Hasan Nasrullah, Ahmad Musa Said, Diah Ayu dan Tika Lina Putri.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan umumnya dan perikanan khususnya.

Bogor, September 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 2

Manfaat 2

2 METODE PENELITIAN 3

Waktu dan Tempat 3

Materi Uji 3

Pengambilan Contoh Darah 4

Parameter Uji 4

Analisis Data 6

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Hasil 7

Pembahasan 13

4 SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 18

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Konsentrasi total kolesterol dalam darah ikan betutu 7

2 Konsentrasi estradiol dalam darah ikan betutu 8

3 Konsentrasi HDL dalam darah ikan betutu 8

4 Konsentrasi trigliserida dalam darah ikan betutu 9

5 Konsentrasi LDL dalam darah ikan betutu 9

6 Kandungan vitamin E gonad ikan betutu pada minggu ke-10 10 7 Pengaruh vitamin E terhadap ukuran diameter telur ikan betutu pada

minggu ke-8 11

8 Pengaruh pemberian vitamin E terhadap nilai gonadsomatic index

(GSI) ikan betutu pada minggu ke-8 11

9 Histologi gonad ikan betutu pada minggu ke-8 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Metode pengukuran konsentrasi estradiol darah ikan uji 18

2 Metode histologi gonad ikan uji 19

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan betutu merupakan ikan air tawar bersifat karnivora dan mampu hidup pada perairan payau. Ikan ini dapat tumbuh hingga lebih dari 1 kg dan panjang maksimum hingga 65 cm (Chew et al. 2009). Luong et al. (2005) menyatakan bahwa harga pasar ikan betutu di Asia Tenggara mencapai US$ 12 kg-1, dan di Indonesia berkisar antara Rp. 120.000–200.000 (KKP 2013). Namun demikian, budidaya ikan betutu masih mengalami kendala, yaitu ketersediaan benih yang tidak berkelanjutan, dan masih mengandalkan tangkapan dari alam. Tingkat kematian pada fase perkembangan larva yang cukup tinggi, menjadi salah satu kendala dalam tahap pembenihan ikan betutu.

Kematian yang tinggi pada tahap awal perkembangan larva ikan betutu diduga karena kualitas telur yang kurang baik, sehingga menyebabkan cadangan energi pada kuning telur habis sebelum ikan mampu mencari makanan dari luar. Salah satu penentu kualitas kuning telur adalah asupan nutrisi pada pakan induk. Selain itu, Roy dan Mollah (2009) menyatakan bahwa nutrisi pada pakan induk dapat memberikan pengaruh pada perkembangan gonad, fekunditas, dan perkembangan embrio. Berdasarkan hal tersebut, perlu upaya untuk meningkatkan kualitas telur dengan penambahan nutrien pakan induk ikan betutu.

Salah satu nutrien yang dapat diberikan pada pakan induk untuk memperbaiki kinerja reproduksi dan kualitas telur adalah vitamin E. Vitamin E atau biasa disebut α-tokoferol memiliki fungsi utama sebagai antioksidan yang mencegah peroksidasi asam lemak terutama PUFA (polyunsaturated fatty acid). PUFA merupakan nutrien esensial yang terdapat pada dinding sel dan sub-seluler, serta di dalam telur ikan yang berperan penting dalam perkembangan awal ikan. Martinez-Alvarez (2005) menyatakan bahwa untuk mencegah proses peroksidasi asam lemak dapat menggunakan vitamin E sebagai suplemen dalam pakan.

Arfah et al. 2013 menyatakan bahwa penambahan vitamin E pada pakan ikan komet (Carassius auratus auratus) dapat meningkatkan kinerja reproduksi ikan tersebut seperti meningkatkan diameter telur, gonadosomatic index (GSI), fekunditas dan germinal vesicle breakdown (GVBD). Mehrad et al. (2012) menyatakan bahwa penambahan vitamin E sebesar 1000 mg kg-1 pakan dapat meningkatkan sintasan larva ikan zebra (Danio rerio). Selain pada ikan, penambahan vitamin E juga dapat meningkatkan daya tetas, dan kesuburan pada udang vanamei (Du et al. 2004). Sementara itu, kekurangan vitamin E dalam pakan dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ovarium pada ikan mas (Watanabe dan Takashima 1977).

(14)

Rumusan Masalah

Ikan betutu memiliki fekunditas dan derajat penetasan telur yang tinggi, namun tingkat kematian pada fase larva juga masih tinggi. Kematian yang tinggi pada tahap awal perkembangan larva ikan betutu diduga karena kualitas telur yang kurang baik. Hal tersebut terjadi karena cadangan energi pada kuning telur habis sebelum ikan mampu mencari makanan dari luar. Kualitas telur salah satunya ditentukan oleh asupan nutrisi pada pakan induk. Berdasarkan hal tersebut, perlu upaya untuk meningkatkan kualitas telur dengan penambahan nutrien pada pakan ikan betutu. Salah satu nutrien yang dapat diberikan pada pakan untuk memperbaiki kinerja reproduksi dan kualitas telur adalah vitamin E.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian vitamin E pada pakan terhadap kinerja reproduksi ikan betutu.

Manfaat

(15)

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014-Agustus 2014. Pemeliharaan ikan dilakukan di Laboratorium Produksi Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisa hormon estradiol dilakukan di Laboratorium Nutrisi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok, dan analisa kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Uji

Ikan betutu yang digunakan diperoleh dari petani, kemudian dipilih dalam kondisi matang gonad, yaitu dengan melihat ciri-ciri sekunder melalui lubang urogenital, dan memiliki bobot 100-275 gr. Sebelum induk diberi perlakuan, telur yang sudah matang dikeluarkan dengan cara pengurutan, dan diasumsikan gonad ikan betutu betina dalam kondisi kosong. Ikan dipelihara pada bak fiber dengan dimensi 1m x 1m x 1,5m, dan diberi sarang yang terbuat dari paralon, serta diberi aerasi. Ikan yang digunakan selama perlakuan sebanyak 90 ekor.

Selama pemeliharaan ikan diberi pakan berupa cacing tanah (Eisenia fetida) yang memiliki bobot 1-1,5 gr-1 ekor. Pakan diberikan satu kali sehari yaitu pada sore hari sebanyak 16 gram setiap ulangan. Cacing tanah disuntik dengan vitamin E (dl-α-tocopherol acetate; ZHEJIANG MEDICINE CO, LTD) dengan perlakuan dosis yang berbeda. Setiap cacing disuntik sebanyak 0,2 ml vitamin E yang telah dilarutkan dengan minyak ikan. Komposisi kimia cacing tanah ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia cacing tanah

Komponen Komposisi*

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Adapun perlakuan penambahan vitamin E pada pakan ikan betutu adalah sebagai berikut:

A : cacing tanah + minyak ikan (kontrol)

(16)

Pengambilan Contoh Darah

Contoh darah diambil dari tiga ikan dari masing-masing ulangan. Mekanisme pengambilan contoh darah adalah sebagai berikut:

1. Ikan yang diambil contoh darahnya dibius terlebih dahulu dengan menggunakan obat penenang ikan dengan merk dagang Ocean Free Special Arowana Stabilizer.

2. Ikan yang telah pingsan, diambil darahnya sebanyak 1 ml pada bagian pangkal ekor dengan menggunakan syringe dengan kapasitas 3 ml yang telah diberi anti koagulan (3,8% natrium sitrat).

3. Contoh darah yang telah diambil dimasukkan ke dalam microtube untuk kemudian disentrifusi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. 4. Supernatan plasma darah hasil sentrifusi diambil dan dimasukan ke

dalam microtube baru dan disimpan dalam freezer pada suhu -4 °C. Contoh plasma darah yang diperoleh, disimpan pada freezer -20 °C, dan selanjutnya akan digunakan untuk analisa konsentrasi estradiol darah dan analisa kimia darah (total kolesterol, trigliserida, kolesterol HDL, kolesterol LDL).

Parameter Uji

1. Konsentrasi Estradiol Darah

Pengukuran hormon estradiol pada darah dilakukan pada awal penelitian, minggu ke-2, ke-4, ke-6, dan ke-8. Pengamatan sebelum perlakuan dilakukan pada 15 ekor ikan uji, sedangkan pengamatan setiap dua minggu dilakukan pada tiga ekor ikan pada setiap perlakuan. Pengukuran konsentrasi hormon estradiol pada darah menggunakan metode Enzyme-linked Imunosorbent Assay (ELISA) dengan kit bermerk BIOMATIK. Metode pengukuran estradiol darah dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Diameter Telur

Diameter telur diukur menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer dengan pembesaran 4x10 (40 kali). Jumlah telur yang diamati berjumlah 300 telur dari tiga gonad pada setiap perlakuan. Hasil pengukuran telur menggunakan lensa okuler (µm) dikalikan dengan pembesaran 4x10 (40 kali), kemudian hasil perkalian dalam satuan µm dibagi 1000, maka diperoleh ukuran diameter telur yang sebenarnya dalam satuan mm.

3. Histologi Gonad

(17)

4. Gonadosomatic index (GSI)

Pengamatan indeks kematangan gonad atau gonadosomatic index (GSI) dilakukan pada minggu ke-8. Contoh gonad yang diamati diambil dari tiga gonad pada setiap perlakuan. Pengukuran bobot gonad menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gr. Untuk mengetahui nilai GSI dapat dihitung dengan

Prosedur analisis vitamin E (α-tocopherol) gonad ikan, menggunakan metode acuan National Food Safety Standard, National Standard For Food Safety of The People’s Republic of China dan AOAC Method 2002.05 (Lampiran 3). Gonad ikan yang dianalisis kandungan vitamin E berjumlah tiga gonad dari setiap ikan kemudian dicampur, dan gonad diambil pada minggu ke-10.

6. Kolesterol High Density Lipoprotein (HDL)

Pengukuran kolesterol HDL darah dilakukan pada minggu ke-0, ke-4, dan ke-8. Contoh plasma darah diperoleh dari tiga ikan pada setiap ulangan sebanyak 100 µl dari setiap ikan, kemudian dicampur dalam microtube. Pengukuran HDL dilakukan menggunakan kit cholesterol liquicolor (precipitant and standard; HUMAN). Untuk mengetahui konsentrasi total HDL kolesterol dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

HDL=

absorbansampel

absorbanstandar x 200mg/dL

7. Kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL)

Pengukuran kolesterol LDL darah dilakukan pada minggu ke-0, ke-4, dan ke-8. Contoh plasma darah diperoleh dari tiga ikan pada setiap ulangan sebanyak

100 µl dari setiap ikan, kemudian dicampur dalam microtube. Kadar kolesterol

LDL darah tidak dianalisis secara enzimatis menggunakan test kit. Menurut Friedwald et al. (1972), kadar kolesterol LDL dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

LDL =TK−HDL− TG

5

8. Total Kolesterol Darah

Pengukuran total kolesterol darah dilakukan pada minggu ke-0, ke-4, dan ke-8. Contoh plasma darah diperoleh dari tiga ikan pada setiap ulangan sebanyak

100 µl dari setiap ikan, kemudian dicampur dalam microtube. Pengukuran

(18)

TK=

absorbansampel

absorbanstandar x 200mg/dL

9. Trigliserida Darah

Pengukuran trigliserida darah dilakukan pada minggu ke-0, ke-4, dan ke-8. Contoh plasma darah diperoleh dari tiga ikan pada setiap ulangan sebanyak 100 µl dari setiap ikan, kemudian dicampur dalam microtube. Pengukuran kolesterol dilakukan menggunakan metode GPO-PAP (enzymatic colorimetric test for triglycerides with lipid clearing factor) dengan kit cholesterol liquicolor, merk HUMAN.

TG=

absorbansampel

absorbanstandar x 200mg/dL

Analisis Data

(19)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Total Kolesterol Darah

Hasil perhitungan total kolesterol darah ikan betutu (Gambar 1) menunjukkan bahwa konsentrasi total kolesterol pada darah mengalami peningkatan dari awal pemeliharaan hingga minggu ke-4 pada setiap perlakuan. Pada minggu ke-8, konsentrasi kolesterol pada perlakuan A, B, dan E mengalami penurunan. Sementara pada perlakuan C dan D, konsentrasi kolesterol mengalami peningkatan pada minggu ke-8.

Gambar 1. Konsentrasi total kolesterol dalam darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200 mg vit. E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800 mg vit. E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).

2. Konsentrasi Estradiol Darah

(20)

Gambar 2. Konsentrasi estradiol darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200 mg vit. E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800 mg vit. E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).

3. Kolesterol HDL Darah

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh konsentrasi HDL darah secara umum mengalami peningkatan dari awal perlakuan hingga minggu ke-8 (Gambar 3). Nilai HDL tertinggi pada minggu ke-4 diperoleh pada perlakuan C, kemudiaan diikuti pada perlakuan D, E, A, dan B. Pada minggu ke-8, konsentrasi HDL pada perlakuan C, D, dan E mengalami penurunan, sementara pada perlakuan A, dan B mengalami peningkatan.

Gambar 3. Konsentrasi HDL dalam darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200 mg vit. E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800 mg vit. E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).

4. Trigliserida Darah

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh konsentrasi trigliserida darah ikan betutu mengalami peningkatan dari awal pemeliharaan hingga minggu ke-4, dan mengalami penurunan pada minggu ke-8 pada setiap perlakuan (Gambar 4). Konsentrasi trigliserida tertinggi pada minggu ke-4 terdapat pada perlakuan A, dan diikuti oleh perlakuan B, D, E, dan C.

(21)

Gambar 4. Konsentrasi trigliserida dalam darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200 mg vit. E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800 mg vit. E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).

5. Kolesterol LDL Darah

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui konsentrasi LDL darah selama penelitian mengalami peningkatan dari awal perlakuan hingga minggu ke-4 pada setiap perlakuan (Gambar 5). Pada minggu ke-8, konsentrasi LDL pada perlakuan A, B, dan E mengalami penurunan, sementara pada perlakuan C, dan D mengalami peningkatan.

(22)

6. Konsentrasi vitamin E Gonad

Kandungan vitamin E gonad disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa pada perlakuan D memiliki kandungan vitamin E yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain, yaitu sebesar 4,43 mg 100 gr-1 gonad.

Gambar 6. Kandungan vitamin E gonad ikan betutu pada minggu ke-10.

7. Diameter Telur

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai diameter telur ikan betutu memiliki kisaran dari 0,9-1,39 mm pada setiap perlakuan (Gambar 7). Pada perlakuan A, diketahui nilai diameter telur antara 1,10-1,29 mm memiliki frekuensi yang paling banyak. Pada perlakuan B dan C, nilai diameter telur antara 1,00-1,19 mm memiliki frekuensi yang paling banyak. Pada perlakuan D, diketahui nilai diameter telur antara 1,20-1,39 mm memiliki frekuensi yang paling banyak, dan pada perlakuan E nilai diameter telur antara 1,00-1,29 mm memiliki frekuensi yang paling banyak.

1.26

1.57 1.51

4.43

1.89

0 1 2 3 4 5

0 200 400 800 1600

V

it. E Gonad (mg/ 100g)

(23)

Gambar 7. Pengaruh vitamin E terhadap ukuran diameter telur ikan betutu pada minggu ke-8.

8. Gonadosomatic Index (GSI)

Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa nilai GSI tertinggi adalah pada perlakuan dosis 800 mg vit. E kg-1 cacing tanah (Gambar 8). Nilai GSI terkecil diketahui pada perlakuan dosis 200 mg vit. E kg-1 cacing tanah.

Gambar 8. Pengaruh pemberian vitamin E terhadap nilai gonadsomatic index (GSI) ikan betutu pada minggu ke-8.

(24)

9. Histologi Gonad

Hasil histologi gonad ikan betutu setelah 60 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 9. Berdasarkan gambar tersebut diketahui perkembangan oosit pada perlakuan A dan B masih berada pada tahap awal vitelogenesis. Sementara itu, pada perlakuan C, D, dan E kuning telur mulai memenuhi seluruh bagian dari ooplasma.

Gambar 9. Histologi gonad ikan betutu pada minggu ke-8. (A: Kontrol, B: 200 mg vit. E kg-1 cacing tanah, C: 400 mg vit. E kg-1 cacing tanah, D: 800 mg vit. E kg-1 cacing tanah, E: 1600 mg vit. E kg-1 cacing tanah).

Keterangan histologi menurut Genten et al. (2009).

a. Perkembangan oosit tahap satu dan dua (1): Oosit terletak di dalam germinal epitelium.

(25)

c. Perkembangan oosit tahap keempat (3): awal vitelogenesis: masuknya butiran kuning telur dan lemak ke ooplasma.

d. Perkembangan oosit tahap kelima (4): Meningkatnya jumlah kuning telur yang memenuhi seluruh bagian ooplasma.

e. Tanda panah: butiran kuning telur. f. N: Nukleus (inti sel telur)

Pembahasan

Vitamin E (α-tokoferol) merupakan vitamin larut lemak yang memiliki peran utama sebagai antioksidan, serta diketahui berperan dalam membantu kinerja reproduksi pada ikan. Barton-Schuster (2015) menyatakan bahwa vitamin E juga berfungsi sebagai pelindung dinding sel dari bahan beracun seperti timah, merkuri, benzen, dan radikal bebas yang dapat mengganggu kerja kelenjar endokrin dan berakibat pada keseimbangan produksi hormon. Penambahan vitamin E pada pakan sangat penting, karena vitamin E tidak dapat disintesis oleh tubuh. Vitamin E yang diberikan pada induk ikan akan dicerna pada usus halus dan disimpan pada beberapa jaringan tubuh seperti jaringan adiposa, hati dan jaringan tubuh lainnya (Pour et al. 2011). Mekanisme peran vitamin E terhadap kinerja reproduksi pada ikan betutu disajikan pada Lampiran 4.

Sinyal lingkungan (seperti suhu dan intensitas cahaya) yang diterima oleh otak ikan betutu akan diteruskan menuju hipotalamus untuk melepas GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) yang selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitari untuk melintas Follicle Stimulating Hormone (FSH). FSH akan dibawa menuju gonad melalui peredaran darah menuju oosit dan akan merangsang sel teka untuk mensintesis hormon steroid yaitu estradiol (Mylonas et al. 2010). Sintesis estradiol juga melibatkan enzim sitokrom P-450scc. Sitokrom P-450scc memiliki peran sebagai katalis pada sintesis steroid hormon seperti estradiol. Selain itu, vitamin E juga berperan sebagai antioksidan enzim sitokrom P-450scc saat sintesis tersebut (Hanukoglu 2006). Selain melibatkan enzim sitokrom P-450scc, sintesis steroid hormon juga dipengaruhi oleh keberadaan kolesterol. Kolesterol merupakan komponen utama pembentuk hormon steroid, seperti progesteron, testosteron, dan estradiol (Harvey dan Ferreir 2011), dan berperan sebagai komponen utama bahan dasar penyusun membran sel dan berfungsi untuk menjaga permeabilitas membran sel (Tocher 2003). Berdasarkan Gambar 1, diketahui bahwa konsentrasi total kolesterol mengalami peningkatan dari awal pemeliharaan hingga hari-30. Peningkatan konsentrasi kolesterol tertinggi yaitu pada perlakuan A sebesar 58,22%.

Meningkatnya konsentrasi kolesterol juga bersamaan dengan meningkatnya konsentrasi hormon estradiol dari awal pemeliharaan hingga hari ke-30 pada setiap perlakuan (Gambar 2). Peningkatan konsentrasi hormon estradiol tertinggi yaitu pada perlakuan C sebesar 90,06%. Peningkatan konsentrasi estradiol pada plasma darah menandakan bahwa ikan betutu berada pada tahap vitelogenesis. Selama vitelogenesis, estradiol beperan dalam mengatur perkembangan oosit dan sintesis vitelogenin di hati (Mylonas et al. 2010).

(26)

Lemak sebagai bahan dasar vitelogenin dan vitamin E yang tersimpan di dalam tubuh akan ditransport menuju hati dengan bantuan HDL. Berdasarkan Gambar 3, diketahui terjadi peningkatan konsentrasi kolesterol HDL dari awal pemeliharaan hingga hari ke-30. Peningkatan konsentrasi HDL tertinggi yaitu pada perlakuan C sebesar 26,29%. Lie et al. (1994) menyatakan bahwa pada tahap vitelogenesis terjadi peningkatan konsentrasi HDL pada plasma darah ikan salmon yang diikuti dengan menurunnya kandungan lemak dan tokoferol pada daging ikan salmon, dan mengakibatkan meningkatnya konsentrasi lemak dan tokoferol pada hati. Crook (2012) menyatakan bahwa HDL juga berperan dalam mekanisme transport kolesterol dari sel meunuju hati. Berdasarkan hal ini, dapat diduga bahwa peran HDL adalah sebagai pengangkut lemak untuk disintesis menjadi vitelogenin dan mengangkut vitamin E dari otot menuju hati.

Konsentrasi trigliserida pada darah ikan betutu juga mengalami peningkatan saat vitelogenesis (Gambar 4). Trigliserida atau umunya disebut triagliserol merupakan bentuk lemak utama di dalam tubuh ikan, dan merupakan gabungan dari satu gugus gliserol dan tiga gugus asam lemak. Asam lemak yang berikatan pada gugus gliserol berupa asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh, dan lainnya (Harvey dan Ferreir 2011). Mobilisasi trigliserida di dalam tubuh dibantu oleh enzim, yaitu hormone sensitif lipase (HSL). HSL merupakan enzim yang sistem kerjanya dipengaruhi oleh estrogen saat proses gonadogenesis dan produksi telur. Akibat pengaruh estrogen tersebut, asam lemak penyusun trigiserida akan diangkut dari jaringan adiposa menuju hati yang akan digunakan sebagai bahan baku pembentukan vitelogenin (Tocher 2003). Tocher (2003) juga menyatakan bahwa trigliserida juga digunakan sebagai sumber energi, khususnya ketika ikan membutuhkan energi yang cukup tinggi, seperti tambahan energi saat ikan akan bermigrasi untuk memijah, dan memproduksi sel gamet dalam jumlah besar, terutama telur.

Selain kolesterol HDL dan trigliserida, konsentrasi kolesterol LDL pada saat vitelogenesis juga mengalami peningkatan (Gambar 2). Peningkatan konsentrasi LDL tertiggi yaitu pada perlakuan C sebesar 77,38%. Peningkatan konsentrasi kolesterol LDL dikarenakan vitelogenin dan vitamin E yang telah disekresikan oleh hati berikatan dengan LDL dan akan diangkut menuju oosit. Lie et al. (1994) menyatakan bahwa pada ikan salmon, nilai meningkat saat vitelogenesis, dan LDL berperan dalam mengangkut vitamin E dari hati menuju ovari serta organ lain.

(27)

empedu dan urin (Pour et al. 2011). Oleh karena itu, dapat diduga bahwa untuk mengurangi sifat toksik vitamin E pada hati, maka kelebihan vitamin E tersebut disekresikan, sehingga vitamin E yang terakumulasi pada gonad menjadi lebih sedikit.

Vitelogenin dan vitamin E yang telah diserap oleh oosit mengakibatkan ukuran oosit terus bertambah hingga ukuran maksimum. Berdasarkan Gambar 7, diketahui bahwa diameter telur ikan betutu memiliki kisaran antara 0,90-1,39 mm pada setiap perlakuan. Pada perlakuan D ukuran diameter telur sebesar 1,20-1,39 mm memiliki distribusi yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Aryani (2014) menyatakan bahwa penambahan vitamin E pada pakan dapat meningkatkan ukuran diameter telur ikan mali (Labeobarbus festivus). Senoo et al. (1994) menyatakan bahwa diameter telur ikan betutu yang baru diovulasikan memiliki ukuran 0,94 mm. Sementara itu, Mazzoldi et al. (2002) menyatakan bahwa ikan marbled goby (Pomatoschistus marmoratus) memiliki ukuran diameter telur 1,20 mm setelah diovulasikan. Berdasarkan hal ini, dapat diduga bahwa vitamin E memberikan pengaruh terhadap peningkatan ukuran diameter telur ikan betutu.

Bertambahnya ukuran diameter telur juga akan berpengaruh terhadap nilai gonadosomatic index (GSI). Berdasarkan Gambar 9, diketahui nilai GSI tertinggi dibandingkan dengan kontrol yaitu pada perlakuan D sebesar 5,16%. Peningkatan nilai GSI sebesar 8,86±4,62% terhadap kontrol juga diketahui terjadi pada ikan komet (Carassius auratus auratus) yang diberi dosis vitamin E sebesar 375 mg kg-1 pakan (Arfah et al. 2013). James et al. (2008) menyatakan bahwa penambahan vitamin E sebesar 300 mg kg-1 pakan dapat meningkatkan nilai GSI. Meningkatnya nilai GSI diduga karena peran vitamin E sebagai antioksidan yang mencegah proses oksidasi lemak saat vitelogenesis. Hal ini menyebabkan vitelogenin yang masuk ke dalam oosit meningkat dan meningkatkan bobot gonad.

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan vitamin E pada pakan dapat meningkatkan kinerja reproduksi ikan betutu. Hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan D. Penambahan vitamin E sebanyak 800 mg vit. E kg cacing tanah-1 mampu mempercepat proses pematangan gonad ikan betutu, meningkatkan ukuran diameter telur, dan meningkatkan kandungan vitamin E pada gonad.

Saran

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Arfah H, Melati, Setiawati M. 2013. Suplementasi vitamin E dengan dosis berbeda pada pakan terhadap kinerja reproduksi induk betina ikan komet (Carassius auratus auratus). Jurnal Akuakultur Indonesia, 12: 14-18. Aryani N, Efawani, Asiah N. 2014. Enrichment of artificial feed with vitamin E

for gonadal maturation of Mali fish (Labeobarbus festivus). Journal of Fisheries and Aquatic Studies, 2: 126-129.

Barton-Schuster D. 2015. Vitamin E essential to improve fertility. http://natural-fertility-info.com/vitamin-e-essential-to-improve-fertility.html. [30 Juni 2015].

Chew SF, Tng YYM, Wee NLJ, Wilson JM, Ip YK. 2009. Nitrogen metabolism and branchial osmoregulatory acclimation in the juvenile marble goby,

Oxyeleotris marmorata, exposed to seawater. Comparative Biochemistry

and Physiology, Part A. 154: 360–369.

Crook MA. 2012. Plasma lipids and lipoprotein. Clinical Biochemistry and Metabolic Medicine, 3: 200-214.

Du SB, Hu CQ, Shen Q. 2004. Effect of dietary ascorbic acid levels on reproductive performance of shrimp, Litopenaeus vannamei (Boone), Broodstock. Journal of Shellfish Research, 23: 251–255.

Friedwald WT, Levy RI dan Fredrickson DS. 1972. Estimation of the concentration of low-density lipoprotein cholesterol in plasma without the use of preparative ultracentrifuge. Clinical Chemistry, 18: 499-502.

Genten F, Terwinghe E, Danguy A. 2009. Atlas of Fish Histology. Science Publishers, Enfield, NH, USA.

Halver JE. 2002. The Vitamins. In, Halver JE, Hardy RW (Eds): Fish Nutrition. 3rd ed. pp. 61-141. Academic Press. San Diego CA. USA.

Hanukoglu I. 2006. Antioxidant protective mechanisms against reactive oxygen species (ROS) generated by mitochondrial P450 systems in steroidogenic cells. Drug Metabolism Review, 38:171-196.

Harvey RA, Ferrier DR. 2011. Biochemistry. 5th ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. USA.

James R, Vasudhevan I, Sampath K. 2008. Effect of dietary vitamin E on growth, fecundity, and leukocyte count in goldfish (Carassius auratus). The Israeli Journal of Aquaculture, 19: 121-127.

[KKP] Kementerian dan Kelautan Perikanan. Bursa produk perikanan. http://www.pdn.kk.go.id/index.php/bursa/product/c/176/Ikan-betutu-gabus-malas-Bibit-dan-Konsumsi/. [28 Oktober 2013].

Lie O, Sandvin A, Waagbo R. 1994. Transport of alpha-tocopherol in Atlantic salmon (Salmo salar) during vitelogenesis. Fish Physiology Biochemisry, 13: 241-247.

Luong VC, Yi Y, Lin CK. 2005. Cove culture of marble goby (Oxyeleotris marmoratus Bleeker) and carps in Tri An Reservoir of Vietnam. Aquaculture, 244: 97-107.

(29)

Mazzoldi C, Poltronieri C, Rasatto MB. 2002. Egg size variability and mating system in the marbled goby (Pomatoschistus marmoratus). Marine EcologyProgressSeries, 233: 231-239

Mehrad B, Jafaryan H, Taati MM. 2012. Assesment of the effect of dietary vitamin E on growth performance and reproduction of zebrafish Danio rerio (Pisces, Cyprinidae). Oceanography and Marine Science, 3: 1-7. Mylonas CC, Fostier A, Zanuy S. 2010. Broodstock management and hormonal

manipulations of fish reproduction. General and Comparative Endocrinology, 165: 516-534.

Pour HA, Sis NM, Razlighi SN, Azar MS, Babazadeh MH, Maddah MT, Reazei N, Namvari M. 2011. Effect of vitamin E on ruminant animal. Annals of Biological Research, 2: 244-251.

Roy A, Mollah MFA. 2009. Effects of different dietary levels of vitamin E on the ovarian development and breeding performances of Clarias batrachus (Linnaeus). Journal of Bangladesh Agriculture University, 7: 183-191. Senoo S, Kaneko M, Cheah SH, Ang KJ. 1994. Egg development, hatching, and

larval development of marble goby (Oxyeleotris marmorata) under artificial rearing conditions. Fisheries Science, 60: 1-8.

Tocher DR. 2003. Metabolism and functions of lipids and fatty acids in teleost fish. Review in Fisheries Science, 11, 107-184.

Watanabe T, Takashima F. 1977. Effect of α-tocopherol deficiency on Carp-VI deficiency symptoms and changes of fatty acid and triglyceride distributions in adult carp. Bulletin of the Japanese Society of Scientific Fisheries, 43: 819-830.

(30)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Metode pengukuran konsentrasi estradiol darah ikan uji

Analisis konsentrasi estradiol darah menggunakan ELISA kit BIOMATIK dengan tahapan kerja sebagai berikut:

1. Microwell yang telah dilapisi dengan anti-Estradiol antibodi (polyclonal)) yang diinginkan, disiapkan dan ditentukan jumlah yang dibutuhkan.

2. Masukkan 25 µl larutan kalibrasi, kontrol, dan contoh uji dengan menggunakan tip baru ke dalam sumur yang sudah ditentukan dan dirangkap dua.

3. Tambahkan 200 µl Enzyme Conjugate (0.03% Proclin 300, 0.015% BND and 0.010% MIT) ke dalam setiap sumur. Diamkan selama 10 detik agar tercampur. Pada tahap ini pastikan larutan tercampur sempurna.

4. Inkubasi selama 120 menit pada suhu ruang.

5. Larutan yang terdapat pada sumur dikeluarkan dengan cepat, kemudian bilas sumur sebanyak tiga kali dengan Wash Solution (400 µl tiap sumur) yang telah diencerkan. Buang larutan yang ada pada sumur dengan membalikkan sumur pada kertas penyerap air untuk menghilangkan sisa larutan pada sumur.

Catatan: Sensitivitas dan ketepatan uji ini sangat dipengaruhi oleh ketepatan pada proses pembilasan.

6. Tambahkan 100 µl Substrate Solution (Tetramethylbenzidine (TMB)) ke dalam masing-masing sumur dengan interval waktu.

7. Inkubasi pada suhu kamar selama 15 menit.

8. Tambahkan 50 µl Stop Solution (0,5M H2SO4) ke dalam masing-masing sumur dengan interval waktu untuk menghentikan reaksi enzimatik.

9. Kemudian baca hasil pada panjang gelombang 450±10 nm pada ELISA reader 10 menit setelah pemberian Stop Solution.

(31)

Lampiran 2. Metode histologi gonad ikan uji

Tahapan proses histologi gonad ikan uji adalah sebagai berikut :

1. Ikan dibedah dan diambil jaringan gonadnya, kemudian difiksasi dengan larutan BNF selama 24 jam.

2. Setelah difiksasi, sampel direndam dalam alkohol 70% selama 24 jam.

3. Setelah itu, sampel didehidrasi dengan merendam dalam larutan alkohol bertingkat (80%, 85%, 90% dan 95%) masing-masing selama dua jam, kemudian dipindahkan kedalam alkohol 100% sebanyak empat kali masing-masing selama satu jam.

4. Selanjutnya, clearing yaitu dengan merendam sampel dalam alkohol 100%+xylol dengan perbandingan 1:1 selama 45 menit.

5. Kemudian dilakukan infitrasi dengan merendam sampel dalam xylol+parafin (1:1) selama 45 menit pada suhu 60oC.

6. Kemudian direndam dalam parafin I, II dan III masing-masing selama 45 menit dalam suhu 63oC.

7. Setelah itu sampel ditanam dalam blok parafin cair pada suhu 60oC selama 24 jam.

8. Kemudian parafin dipotong setebal 6-7 µm, dan ditempel pada gelas objek yang telah ditetesi ewid, renggangkan diatas alat pemanas dan keringkan selama 24 jam pada suhu 45oC.

9. Kemudian dilakukan deparafinasi yaitu dengan merendam preparat secara berturut-turut xylol I, II (masing-masing selama 5 menit), alkohol 100% I, alkohol 100% II, 95%, 90%, 85%, 80%, 70% dan 50% masing-masing selama 2 menit dan rendam selama 2 menit dalam akuades.

10. Proses pewarnaan, preparat direndam dalam larutan haemotoxylin selama 5-7 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir, setelah itu direndam dalam larutan eosin selama dua menit, kemudian dicuci kembali dengan air mengalir.

11. Selanjutnya dilakukan dehidarasi dengan cara merendam preparat dalam alkohol 50%, 70%, 80%, 85%, 90% I, 95% II, 100% I dan 100% II masing-masing selama 2-3 menit.

(32)

Lampiran 3. Metode pengukuran konsentrasi vitamin E gonad ikan uji

Prosedur analisis vitamin E (α-tocopherol) pada cacing tanah, dan gonad ikan, menggunakan metode acuan National Food Safety Standard, National Standard For Food Safety of The People’s Republic of China dan AOAC Method 2002.05. (2007). Adapun tahapan pengukurannya adalah sebagai berikut:

1. Sampel yang digunakan sebanyak 2 gr kemudian dihaluskan dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge 50 ml.

2. Kemudian ditambahkan 5 ml etanol-ascorbic acid dan 4 ml KOH 50%, kemudian dipanaskan pada suhu 70 0C selama 30 menit, kemudian didinginkan.

3. Setelah dingin, ditambahkan 5 ml n-hexan, kemudian n-hexan dipisahkan ke gelas kimia (A).

4. Setelah itu, ditambahkan 1 ml metanol-ascorbic acid atau larutan BHT, kemudian ditambahkan (2x10) ml n-hexan pada tabung sentrifus, kemudian n-hexan dikumpulkan pada gelas kimia (A), kemudian diuapkan pada tempat gelap.

5. Setelah diuapkan, sampel dilarutkan dengan metanol HPLC grade, kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 50 ml.

6. Setelah itu, dihimpitkan dengan metanol dan dihomogenkan. Setelah homogen, sampel disaring dengan filter 0,45 µm.

7. Setelah disaring sampel dimasukkan ke dalam vial autosampler. Setelah itu, sampel disuntikan ke sistem kromatografi sebanyak 20 µl.

8. Untuk mengetahui konsentrasi vitamin E (α-tocopherol) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

Csp=AspAst x Cst x Vsp Wsp

Keterangan:

Csp : Konsentrasi sampel (ppm) Asp : area sampel

Ast : area standar

(33)
(34)
(35)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Denny Wahyudi, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1987, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sadikin dan Ibu Sri Wahyuni. Pendidikan sarjana penulis tempuh di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada program studi Ilmu Akuakultur.

Tulisan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, IPB. Penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Vitamin E (α -Tokoferol) Terhadap Kinerja Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata)” dibawah bimbingan Bapak Prof Dr Ir Muhammad Zairin Junior, MSc, dan Bapak Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, Msi. Hasil penelitian ini akan diterbitkan pada Jurnal Ikhtiologi Indonesia.

(36)

(37)

Gambar

Gambar 2. Konsentrasi estradiol darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200 mg vit. E -1-1
Gambar 4. Konsentrasi trigliserida dalam darah ikan betutu. (A: Kontrol, B: 200 -1-1
gambar tersebut diketahui bahwa pada perlakuan D memiliki kandungan vitamin
Gambar 7. Pengaruh vitamin E terhadap ukuran diameter telur ikan betutu pada
+2

Referensi

Dokumen terkait

PT.PLN (persero) P3B JB region Jawa Tengah dan DIY UPT Yogyakarta GI 150 KV Bantul merupakan salah satu dari banyak unit yang telah memiliki sistem SCADA TEL

Perbedaan panjang serat dari hasil kombinasi dua jenis murbei dengan empat varietas ulat sutera menunjukkan adanya pengaruh interaksi yang dihasilkan Perbedaan

Berdasarkan hasil penelitian tentang perbandingan kejadian ISPA balita pada keluarga yang merokok di dalam rumah dan keluarga yang tidak merokok di wilayah kerja Puskesmas

Manajemen usaha KUD Berkat kurang berjalan baik karena pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya profesional, baik itu dalam kelola usahanya dari

Pada akhirnya keberadaan sertifikat halal di restoran Kentucky Fried Chicken Cabang Manado dapat Membantu konsumen umat islam dalam hal status makanan dan minuman yang

Telah dilakukan sintesis talk dari bahan baku lokal dolomit dan kuarsa dengan metode pemanasan/kalsinasi dan hidrotermal.. Proses pengadukan bahan baku secara konvensional dan

Hal tersebut telah menunjukkan adanya implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Struktur Organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Analisa dilakukan untuk mengetahui besarnya manfaat adanya pembangunan Packing Plant ini.Ini merupakan salah satu akibat dari adanya Packing Plant yang membawa dampak