• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN SISTEM HUKUM KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA DENGAN PEMBERANTASAN KORUPSI DI CHINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBANDINGAN SISTEM HUKUM KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA DENGAN PEMBERANTASAN KORUPSI DI CHINA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN SISTEM HUKUM KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA DENGAN

PEMBERANTASAN KORUPSI DI CHINA

A. Latar Belakang

Bahwa Negara Republik Indonesia adalah sebagai Negara hukum yang

berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan

Negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram, serta tertib yang menjamin

persamaan kedudukan warga masyarakat dalam hukum. Hal tersebut sesuai

dengan Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa segala warga

Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib

menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tidak ada kecualinya dan di

tengah upaya pembangunan nasional di berbagai bidang, aspirasi masyarakat

untuk mencegah dan memberantas korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya

semakin meningkat karena dalam kenyataan adanya perbuatan korupsi yang dapat

mengakibatkan kerugian Negara dan berdampak pada timbulnya krisis diberbagai

bidang.

Menurut Fockema Andreae kata korupsi berasal dari bahasa latin

corruption atau corroptus. Eropa seperti Inggris corruption, corrupt, Perancis

corruption, Belanda corruptive dan Indonesia korupsi yang secara harafiah adalah kebusukan, kebutrukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,

(2)

korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang

sogok dan sebagainya.1

Korupsi merupakan fenomena sosial yang hingga kini masih belum dapat

diberantas oleh manusia secara maksimal. Pengertian korupsi berdasarkan

ketentuan Undang-Undang no 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi

(pasal 2 ayat 1), adalah “Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya

diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan

negara atau perekonomian negara”. Dalam hal tentang pengertian yang merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara, maka secara implicit, maupun

eskplisit, terkandung pengertian tentang keuangan atau kekayaan milik

‘pemerintah’, atau ‘swasta’, maupun ‘masyarakat’, baik secara keseluruhan

maupun sebagian, sebagai unsur pokok atau elemen yang tidak terpisahkan dari

pengertian negara (state).

Korupsi tumbuh seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan

berada di berbagai belahan dunia, bahkan di negara maju sekali pun, seperti

halnya China. Korupsi ada di berbagai tingkatan dan tidak ada cara yang mudah

untuk memberantasnya. Korupsi, tidak saja mengancam sistem kenegaraan kita,

tetapi juga menghambat pembangunan dan menurunkan tingkat kesejahteraan

jutaan orang dalam waktu yang tidak terlalu lama. Korupsi telah menciptakan

pemerintahan irasional, pemerintahan yang didorong oleh keserakahan, bukan

oleh tekad untuk mensejahterakan masyarakat. Mengutip Muhammad Zein,

(3)

korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat, yang memakai uang sebagai

standar kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak. Sebagai akibat dari korupsi

ketimpangan antara si miskin dan si kaya semakin kentara. Orang-orang kaya dan

politisi korup bisa masuk kedalam golongan elit yang berkuasa dan sangat

dihormati. Mereka juga memiliki status sosial yang tinggi. Tindak pidana korupsi

dapat terjadi bila terdapat kesempatan serta kekuasaan yang dimiliki oleh

seseorang yang memungkinkannya melakukan korupsi.

Korupsi sebenarnya bukanlah masalah baru di Indonesia, karena telah ada

sejak tahun 1950-an Adapun sejarah awal lahirnya Peraturan Perundang-undangan

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu pada awalnya yang mengatur

masalah Tindak Pidana Korupsi dituangkan dalam Peraturan Penguasa Perang

Pusat/Kepala Staf Angkatan Darat tanggal 16 April 1958 Nomor : Prt/Peperpu/

013/1958 serta peraturan pelaksanaannya dan Peraturan Penguasa Perang Pusat/

Kepala Staf Angkatan Laut tanggal 17 April 1958 Nomor Prt/Z/I/7.

Kemudian peraturan tersebut diganti dengan peraturan

perundang-undangan yang berbentuk Undang-undang, yakni Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-undang (Perppu) Nomor : 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan,

Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi yang berdasarkan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1960, Perppu tersebut menjadi Undang-Undang-undang Nomor

24 Prp Tahun 1960. Dalam perjalanannya kemudian UU Nomor 24 Prp Tahun

(4)

terpaksa diganti dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.2

Setelah lebih dari dua dasawarsa berlaku, ternyata Undang-undang Nomor

3 Tahun 1971 tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan

hukum masyarakat, apalagi dengan terjadinya praktek-praktek korupsi, kolusi dan

nepotisme yang melibatkan para penyelenggara negara dengan para pengusaha,

sehingga MPR sebagai lembaga tertinggi negara mengeluarkan TAP MPR Nomor

XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme yang antara lain menetapkan agar diatur lebih lanjut

dengan Undang-undang tentang upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang

dilakukan dengan tegas, dengan melaksanakan secara konsisten Undang-undang

Tindak Pidana Korupsi. Atas dasar TAP MPR tersebutlah maka dibuatlah

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan dalam UU Nomor 31 Tahun 1999

tersebut dengan tegas dinyatakan bahwa UU Nomor 3 Tahun 1971 dinyatakan

tidak berlaku lagi. Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 2001 diadakanlah

perubahan dan penambahan Pasal-Pasal dari Undang-undang Nomor 31 Tahun

1999 yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.3

2 R. Wiryono, 2009. Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta,Sinar Grafika, halaman .3.

(5)

Alasan yang terdapat di dalam konsiderans UU Nomor 20 Tahun 2001

sehingga diadakannya penambahan dan perubahan terhadap Pasal-Pasal dalam

UU nomor 31 Tahun 1999, sebagai berikut:

1. Untuk lebih menjamin kepastian hukum;

2. Menghindari keragaman penafsiran,

3. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masayarakat,

4. Perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi.4

Bahkan berbagai kalangan menilai bahwa korupsi telah menjadi bagian

dari kehidupan, menjadi suatu sistem dan menyatu dengan penyelenggaraan

pemerintahan negara.5 Penanggulangan korupsi di era tersebut maupun dengan

menggunakan perangkat perundang-undangan yang ada masih banyak menemui

kegagalan. Dengan melihat latar belakang timbulnya korupsi, salah satu faktor

yang menyebabkan meningkatnya aktivitas korupsi di beberapa negara

disebabkan terjadinya perubahan politik yang sistemik, sehingga tidak saja

memperlemah atau menghancurkan lembaga sosial politik, tetapi juga lembaga

hukum.

Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi telah

cukup banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pencegahan

dan pemberantasan korupsi, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sebagaimana telah diubah dengan

4 R. Wiryono, Op. Cit.

(6)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.6 Meskipun

penanggulangan korupsi dengan menggunakan peraturan-peraturan yang ada tetap

masih banyak menemukan kegagalan disebabkan berbagai institusi yang dibentuk

untuk melakukan pemberantasan korupsi tidak menjalankan fungsingya dengan

efektif, perangkat hukum yang lemah, ditambah aparat penegak hukum yang tidak

bersungguh-sungguh menyadari akibat serius tindak pidana korupsi.7

Keadaan demikian akan menggoyahkan demokrasi sebagai sendi utama

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, melumpuhkan nilai-nilai keadilan dan

kepastian hukum sehingga semakin jauh terciptanya masyarakat yang sejahtera

seperti diketahui bahwa penyebab Negara menjadi terpuruk adalah karena praktik

korupsi secara berlebihan yang dapat merugikan Negara.

Apabila di bandingkan dengan negara maju seperti china, Indonesia perlu

mempelajari sistem pemberantasan korupsi yang selama ini dilakukan China

mengingat negara itu mengalami kemajuan pesat dalam menciptakan

pemerintahan bersih. Pemerintah China sangat serius dalam melakukan upaya

pemberantasan korupsi, sehingga upaya menciptakan pemerintahan bersih mampu

tercapai, yang sangat mendapat perhatian adalah China memiliki setidaknya 5.000

tempat pengaduan masyarakat, suatu tempat masyarakat dapat melaporkan segala

bentuk tindak korupsi dan penyelewengan. Perang melawan korupsi di negara

China merupakan perjuangan panjang, rumit, dan susah. Praktek korupsi hampir

(7)

terjadi di seluruh tingkatan birokrasi China. Namun pemerintah China tidak

main-main dalam hal pemberantasan korupsi di negaranya. Sehingga terbukti dalam

hasil Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarkan oleh lembaga

Transparency Internasional yang menyebutkan semakin besar angka indeksnya artinya semakin sedikit korupsi. Berdasarkan IPK tersebut, China memiliki IPK

sebesar 3,3 pada tahun 2006 dan menduduki peringkat 8 untuk wilayah Asia.

Sedangkan Indonesia, berada pada posisi yang cukup memperihatinkan di mana

IPK 2,4 dan menduduki peringkat 111 di dunia. Sedangkan dari survey yang

dilakukan oleh Transparency International, mengenai peringkat kebersihan korupsi negara-negara di Asia Cina pada tahun 2006 menempati peringkat 8 dan

Indonesia menempati peringkat 16.8

Bahwa meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan

membawa bencana, tidak saja bagi kehidupan perekonomian nasional, juga

kepada kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu upaya pencegahan dan

pemberantasan korupsi harus semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan tetap

menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas ada beberapa masalah yang

perlu dikaji antara lain: Bagaimana peran dan problematika Komisi

(8)

Pemberantasan Korupsi dalam memberantas korupsi di Indonesia, serta

perbandingan dan pengaturannya dengan pemberantasan korupsi di China.

C. Pembahasan

Peran dan Problematika Komisi Pemberantasan Korupsi dalam

Memberantas Korupsi di Indonesia, serta Perbandingan dan

Pengaturannya dengan Pemberantasan Korupsi di China.

Pemberantasan korupsi di Indonesia memiliki perjalanan yang pajang,

sejak dibentuknya Lembaga Pemberantasan Korupsi di Era Soekarno (PARAN

-Panitia Retooling Aparatur Negara) di awal tahun 1960-an hingga kini dengan

kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi. Banyak cerita kegagalan disamping

keberhasilannya. PARAN di tahap awal memiliki tugas mencatat kekayaan

pejabat, akan tetapi kandas ditengah jalan akibat perilaku birokrat yang sembunyi

dibalik presiden. Tahun 1963 PARAN diaktifkan kembali dengan Operasi Budhi

yang dipimpin AH Nasution dan Wirjono Prodjodikusumo misalnya berhasil

menyelamatkan uang negara sebesar 11 milyar rupiah. Banyak kendala yang

dialami lembaga pemberantasan korupsi di samping lemahnya komitmen politik

Indonesia. PARAN mengalami kegagalan karena berlindung dibawah kekuasaan

Presiden, sementara Operasi Budhi dibubarkan oleh Presiden Soekarno karena

mengganggu kewibawaan presiden. Sedangkan di era Soeharto lembaga

(9)

yang disebabkan oleh banyaknya campur tangan militer. Banyak kalangan militer

yang menduduki kursi “empuk” dalam pemerintahan.9

Pada UU Nomor 28 Tahun 1999, yang dikeluarkan oleh BJ Habiebie,

tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut

pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau

lembaga Ombudsman. Sedangkan di masa pemerintahan Gus Dur, lembaga

pemberantasan korupsi dibentuk dengan nama Tim Gabungan Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa

Jaksa Agung Marzuki Darusman dan dipimpin Hakim Agung Andi Andojo.

Sayangnya di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari

anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya

dibubarkan.

Kemudian di era Megawati, lahir sebuah lembaga pemberantasan korupsi

yang bernama Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) atau lebih

sering disebut Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Komisi ini dibentuk untuk

mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini

didirikan berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun

2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilengkapi dengan berbagai tugas

dan wewenang yang sangat luas dan kuat. Pada tahun 2002 Pemerintah dan DPR

memberi tugas dan wewenang KPK luas sekali. Pada pasal 43 UU No. 31 tahun

(10)

1999 menyebutkan bahwa tugas dan wewenang KPK adalah melakukan

koordinasi dan supervise, termasuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, dan

penuntutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Hal

tersebut dapat menggambarkan bahwa selama ini pemberantasan korupsi memang

dirasakan kurang efektif dan memiliki dampak yang cukup signifikan. Oleh

karena itu kehadiran KPK amat dibutuhkan.

Tugas KPK secara rinci dicantumkan dalam pasal 6 Undang-Undang No.

30 Tahun 2002, yaitu:

a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan

tindak pidana korupsi.

b. Supervise terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan

tindak pidana korupsi.

c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana

korupsi

d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.

e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah.

Sedangkan wewenang yang diberikan kepada KPK adalah:

a. Dalam melaksanakan tugas suoervisi, KPK berwenang melakukan

pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi yang melaksanakan

tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana

(11)

b. Dalam melaksanakan wewenang tersebut maka KPK juga berwenng

mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana

korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.

c. Dalam hal KPK mengambil alih penyidikan dan penuntunan, kepolisisn atau

kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta

alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari

kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan

Korupsi.

d. Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat

dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan

kewenangan dan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut

beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Walaupun Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia bersifat

independent, tetapi bukan berarti tidak ada campur tangan pemerintah dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Campur tangan pemerintah tersebut adalah

mengawasi berjalannya segala aktifitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Peran pemerintah bisa kita lihat dalam kasus perseteruan antara KPK dan

kepolisisan yang terjadi. KPK dan kepolisian merupakan lembaga yang

mempunyai tugas dan wewenang masing-masing yang sudah tercantum dalam

Undang-Undang. Walaupun memang KPK dan kepolisisan berjalan dalam koridor

masing-masing, tetapi, masyarakat tentu saja mencium adanya perseteruan dari

kedua lembaga tersebut. Mereka sibuk untuk menjatuhkan nama baik satu sama

(12)

negara maju dinomorduakan. Oleh karena itu, perlu adanya peran pemerintah

sebagai penengah dalam masalah tersebut sehingga perselisihan yang dianggap

saling menjatuhkan lembaga bisa terselesaikan dengan kekuasaan pemerintah

tersebut.

Upaya pemerintah dalam memberantas korupsi melalui pembentukan

perundang-undangan dengan tiga kali perubahannya sampai saat ini masih belum

menunjukkan tingkat keberhasilan memadai. Ketidakberhasilan dimaksud dapat

dilihat dari empat aspek: hukum, ekonomi, sosial, dan aspek politik. Aspek

keberhasilan hukum bukan diukur dari jumlah perkara korupsi yang ditangani

KPK dan Kejaksaan Agung setiap tahun, melainkan harus dilihat dari kualitas

prosedur yang digunakan dalam menuntut dan menetapkan seseorang sebagai

tersangka/terdakwa dan kualitas putusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan

Mahkamah Agung. Kualitas prosedur saat ini masih belum mencerminkan

kepastian hukum dan keadilan, terbukti masih adanya diskriminasi dan arogansi

penyidik yang mencemari institusi.

Pola pemberantasan korupsi yang diterapkan Presiden China Hu Jintao.

Presiden China saat itu bertekad memberantas korupsi di negaranya dengan

mengumumkan akan mempersiapkan 1.000 peti mati untuk pelaku pencurian uang

negara tersebut. Ia membuktikan tekadnya itu sehingga berhasil meraih tiga pilar

kekuasaan di China yakni sebagai presiden, Ketua Partai Komunis China (PKC)

dan Ketua Komisi Militer Pusat (KMP).10

(13)

Dalam buku "The China Business Handbook" dilaporkan sepanjang tahun

2003 tidak kurang 14.300 kasus yang diungkap dan dibawa ke pengadilan yang

sebagiannya divonis hukuman mati. Sampai tahun 2007 Pemerintah Cina telah

menghukum mati 4.800 orang pejabat negara yang terlibat praktik korupsi.

Pemerintah China juga mengeluarkan aturan yang mengharuskan pejabat yang

hendak bepergian ke luar negeri melapor kepada atasannya terutama yang

membawa uang dalam jumlah besar.

Kebijakan itu membuat China mengalami kemajuan dan perkembangan

ekonomi yang pesat serta diperkirakan akan menjadi negara adidaya di dunia

internasional.

Jika pola China itu diterapkan di Indonesia maka akan ada perubahan

konstitusi terutama aturan yang mengatur tentang ilustrasi atau pemutihan.

Koruptor skala gurem (merugikan negara/ perekonomian negara kurang dari Rp

10 juta) dan skala kecil (antara Rp 10 juta dan kurang dari Rp 100 juta) mendapat

hukuman lebih berat daripada koruptor skala menengah, besar, dan kakap. Hal

tersebut menjadi bukti bahwa sistem hukum yang timpang membuat celah terbuka

lebar. Disanalah akar permasalahannya terletak, sistem hukum yang perlu dirubah

bukan sekedar tambal sulam.

Keberhasilan pemberantasan korupsi di RRC dengan membuat

Undang-Undang Pemaafan Nasional, dimana seluruh pejabat masa lalu dimaafkan. Tetapi

bila sejak Undang-Undang itu keluar ada pejabat yang melakukan korupsi, maka

(14)

sudah ada walikota yang dihukum mati karena terbukti melakukan korupsi setelah

Undang-Undang Pemaafan Nasional diberlakukan.

Selain itu, mantan Direktur Administrasi Negara untuk Makanan dan

Obat-Obatan, Zheng Xiaoyu yang terbukti menerima suap 6,5 juta Yuan (sekitar

Rp 75 miliar) telah dieksekusi mati. Para elit politik di RRC banyak juga yang

dihukum. Chen Liangyu, mantan sekretaris partai di Shanghai yang dekat dengan

Jiang Zemin telah diajukan ke pengadilan. Dia diduga terlibat skandal korupsi

senilai 1,25 miliar dollar AS. Begitu juga kasus pemecatan Menteri Keuangan Jin

Renqing pada akhir Agustus 2007. Setelah dikabarkan terlibat skandal wanita,

belakangan diketahui dia berperan dalam penggalangan dana untuk menindas

Falun Gong. Setelah Undang-Undang Pemaafan Nasional diterapkan, sekarang

RRC tidak lagi termasuk dalam negara-negara koruptor di dunia. Dengan

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Jur. Andi Hamzah, 2005, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

R. Wiryono, 2009. Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta,Sinar Grafika.

Chaerudin et al, Strategi pencegahan dan penegakan hukum tindak pidana korupsi.

Drs. Ermansyah Djaja, SH., Msi, Memberantas Korupsi bersama KPK.

www. Antikorupsi_org.htm, Tahap Perkembangan Korupsi, diakses tanggal 13 April 2013.

www.hukumonline.com, Transparasi Internasional: Indonesia masih menjadi salah satu negara terkorup, diakses pada tanggal 13 Maret 2013.

www.hukumonline.com, perbandingan-cina-indonesia, diakses pada tanggal 13 Maret 2013.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada saat pemerintahan Kolonial Belanda, Kawasan Pulo Brayan Bengkel Medan merupakan pusat balai yasa serta stasiun bagi kereta api penumpang, akan tetapi seiring

moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama, (3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika

Klinik Kecantikan Kusuma memiliki beberapa masalah yang diantaranya adalah tidak dapat menginformasikan secara akurat kepada pelanggan, layanan telepon klinik Kusuma yang

bahwa di Jenewa, Swis, pada tanggal 24 Juni 1986 telah diterima Instrument for the Amendment of the Constitution of the International Labour Organization

To complete the diagonal in this same BINGO card using P QQQ , we recognize that the group P number must occur in the same column in which the group S number occured in the 3 rd.

Optimasi proses dengan menggunakan RSM menunjukkan suhu barrel pada 96°C dan waktu pengukusan setelah proses ekstrusi selama 5 menit menghasilkan beras tiruan instan yang

To conclude, the researchers’ reason to conduct this research are based on the importance subject-verb agreement in the succes of writing, the result of the previous research