PEMBUATAN SENSOR DARI POLIMER
KONDUKTIF POLIANILIN DENGAN
PENGISI SERBUK BAN
SKRIPSI
Oleh
RIZKY DHARMAWAN
090405045
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JULI 2014
PEMBUATAN SENSOR DARI POLIMER
KONDUKTIF POLIANILIN DENGAN
PENGISI SERBUK BAN
SKRIPSI
Oleh
RIZKY DHARMAWAN
090405045
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:
PEMBUATAN SENSOR DARI POLIMER KONDUKTIF POLIANILIN DENGAN PENGISI SERBUK BAN
yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di Perguruan Tinggi atau instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.
Medan, 17 Juli 2014
Rizky Dharmawan NIM 090405045
ii
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
PEMBUATAN SENSOR DARI POLIMER KONDUKTIF POLIANILIN DENGAN PENGISI SERBUK BAN
dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah diajukan pada sidang ujian skripsi pada 17 Juli 2014 dan dinyatakan memenuhi syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Mengetahui, Medan,17 Juli 2014
Koordinator Skripsi Dosen Pembimbing
Ir. Renita Manurung, MT. Dr.Ir. Hamidah Harahap, M.Sc NIP. 19681214 199702 2 002 NIP. 19671029 199501 2 001
Dosen Penguji I Dosen Penguji II
Ir. Bambang Trisakti, MT Dr. Ir. Iriany, M.Si
iii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan Skripsi
dengan judul “Pembuatan Sensor Dari Polimer konduktif Polianilin Dengan Pengisi Serbuk Ban”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada dunia industri tentang pemanfaatan serbuk ban dan juga pengembangan dari penggunaan polimer konduktif berbasis polipirol sebagai bahan campuran dalam pembuatan sensor polimer konduktif.
Sedangkan karya ilmiah yang telah diterima untuk terbit pada Jurnal Teknik Kimia
USU dengan judul “KARAKTERISASI POLIMER KONDUKTIF POLIANILIN
BERPENGISI SERBUK BAN UNTUK MENDETEKSI KONDUKTIVITAS
MINYAK”.
Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing atas kesabarannya dalam membimbing penulis dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Bambang Trisakti, MT, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Iriany, M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran
dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
4. Prof. Madya. Dr. Supri A. Ghani yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian.
iv
5. Prof. Aliyeon, selaku kepala Laboratorium Sensor dan Teknologi Universitas Malaysia Perlis.
6. Prof. Madya. Mat Noor, selaku kepala Laboratorium Kimia Agroteknologi Universitas Malaysia Perlis
7. Hanif Pisal, selaku pembimbing Laboratorium.
8. Muhammad Nasir, selaku teknisi di Laboratorium Alat dan Instrumentasi Universitas Malaysia Perlis.
9. Satriaji Sudigdo selaku partner penelitian.
10.Teman-teman mahasiswa Teknik Kimia, terkhusus stambuk 2009 yang terus mendukung dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, 17 Juli 2014 Penulis
v
DEDIKASI
Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada: 1. Dariati S.Pd selaku orang tua penulis 2. Supri A. Ghani selaku paman penulis
3. Teman – teman kontrakan dan teman sejawat 4. Para Guru dan Dosen
vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama: Rizky Dharmawan NIM: 090405045
Tempat/Tgl. Lahir: Medan, 1 Mei 1991 Nama orang tua: Dariati S.Pd
Alamat orang tua:
Desa Lalang, Kec. Medang Deras, Kab. Batubara, Sumatera Utara
Asal Sekolah
SD Negeri No. 064030, tahun 1997-2003
SMP Negeri 1 Sei Suka Batubara, tahun 2004-2007
SMA Negeri 1 Sei Suka Batubara, tahun 2007-2009 Pengalaman Organisasi/ Kerja:
1. Covalen Study Group (CSG) periode 2011-2012 sebagai Wakil Ketua Bidang Humas.
2. HIMATEK periode 2012-2013 sebagai Wakil Ketua Bidang Hubungan Antar Instansi dan Alumni..
3. Asisten Lab.Operasi Teknik Kimia tahun 2012-2013 modul Pengeringan (Try Drier) dan Ball Mill.
vii
ABSTRAK
Polianilin (PANI) merupakan senyawa polimer yang bersifat konduktif dan banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan elektronik terutamanya sensor polimer konduktif. Serbuk ban diketahui banyak mengandung senyawa karbon yang berasal dari karbon hitam yang biasa digunakan dalam proses pembuatan ban. Senyawa karbon pada umumnya dapat menambah nilai konduktivitas dari polimer konduktif. Kajian tentang penggunaan polianilin sebagai sensor dengan pengisi serbuk ban (tyer dust) sebagai sensor pendeteksi konduktivitas pada beberapa jenis minyak (minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak solar, dan minyak oli) telah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan komposisi pengisi serbuk ban terbaik untuk meningkatkan responsibilitas berdasarkan konduktivitasnya, dan menentukan kereaktifan sensor terhadap beberapa jenis minyak, serta dapat menentukan karakteristik sensor berdasarkan morfologi permukaan, gugus fungsi, struktur kristal, dan ketahanan kimia sensor. Dalam penilitian ini, serbuk ban dicampurkan dalam komposisi 0 phr; 5 phr; 10 phr; 15 phr; 20 phr; dan 25 phr dengan perbandingan suhu 70oC, 80 oC, dan 90 oC, serta dengan variasi waktu pemanasan 20, 30, dan 40 menit. Dari hasil uji konduktivitas didapatkan komposisi terbaik dari serbuk ban adalah pada 20 phr dengan suhu 80 oC, dan waktu pemanasan 30 menit dengan konduktivitas sebesar 0,284003 M ohm-1cm-1. Berdasarkan hasil uji FTIR terlihat ikatan antara matriks dan pengisi yang dihasilkan hanya berupa interaksi mekanik, ikatan hidrogen dan gaya Van der Waals. Analisa scanning electron microscopy (SEM) menunjukkan bahwa struktur permukaan sensor bersifat kasar dan memilki penyebaran partikel yang baik. Hasil uji XRD menunjukkan bahwa sensor yang dihasilkan berbentuk FCC (Face Center Cubic). Hasil uji karakteristik ini juga didukung dengan uji scanning electron microscopy (SEM). Dari hasil uji ketahanan terhadap bahan kimia menunjukkan bahwa sensor memiliki ketahanan yang baik terhadap bahan kimia. Dari hasil uji konduktivitasnya terhadap minyak didapatkan bahwa sensor yang dihasilkan menunjukkan kereaktifan yang lebih terhadap minyak kelapa sawit dengan konduktivitas sebesar 0,15179 M Ohm-1 cm-1.
Kata kunci : Polianilin, polimer konduktif, konduktivitas, sensor, serbuk ban.
viii
ABSTRACT
Poly aniline (PANI) is one of conducting polymer which has good conductivity and more used to make electronic equipment especially conductive polymer sensor. Tire dust as known as the industrial waste from tire processing that seldom to use. Tire dust has a lot of carbon molecule from carbon black that usually used in tire processing. Carbon molecule can increase the conductivity value of conducting polymer. Study of the utilization of tire dust as the filler of poly aniline-tire dust composite has been done to get the best composition of tire dust filler for conductive sensor making. The conductive sensor is used to measuring the conductivity value of some kind of oil such as palm oil, corn oil, diesel, and engine oil. Poly aniline – tire dust has been mixed with the composition 5, 10, 15, 20, and 25 phr of tire dust at 70, 80, and 90°C in 20, 30, and 40 minutes. The first conductivity test shows that the best composition of tire dust is 20 phr at 80°C in 30 minutes with the value 0.284 M ohm-1cm-1. The result of FTIR characterization shows that bonding between matrix and fillers is mechanical anchoring, hydrogen bonding and Van der Waals forces. Scanning Electron Microscopy (SEM) result shows the rough surface and well dispersed of tire dust in poly aniline/tire dust blends. The XRD analysis shows the FCC crystallographic structure of the sensor. The chemical resistance test shows that the sensor has a good chemical resistance. The oil conductivity test shows that the sensor is more reactive to palm oil than other with the value 0.15179 M ohm-1.
ix
DAFTAR
ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
DEDIKASI v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR SINGKATAN xv
DAFTAR SIMBOL xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 2
1.3 TUJUAN PENELITIAN 3
1.4 MANFAAT PENELITIAN 3
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 POLIMER KONDUKTIF 5
2.2 SINTESIS POLIMER KONDUKTIF 6
2.3 POLIANILIN 7
2.4 SINTESIS POLIANILIN 7
2.5 SERBUK BAN 11
2.5.1 Karet Elastomer 13
2.5.2 Sulfur 13
2.5.3 Zink Oksida dan Asam Stearat 13
2.5.4 Karbon Hitam (Carbon Black) 13
2.5.5 Bahan Kimia Lain 13
x
2.6 GAS ELEKTRONIK 14
2.7 MINYAK 15
2.7.1 Minyak Goreng 15
2.7.2 Minyak Bumi 15
2.8 ANALISA PADA SENSOR 17
2.8.1 Karakterisasi dengan SEM 17
2.8.2 Karakterisasi dengan FT-IR 18
2.8.3 Karakterisasi dengan X-RD 18
2.9 APLIKASI POLIMER KONDUKTIF 18
2.10 ANALISA BIAYA 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21
3.1 LOKASI PENELITIAN 21
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 21
3.2.1 Bahan Penelitian 21
3.2.2 Peralatan 22
3.2.2.1 Peralatan Penelitian 22
3.2.2.2 Peralatan Analisa 22
3.3 VARIABEL PENELITIAN 23
3.3.1 Variasi Komposisi Serbuk Ban 23
3.3.2 Variasi Kondisi Curing Process pada Pembuatan Sensor 23
3.3.3 Variasi Jenis Minyak 24
3.4 PROSEDUR PENELITIAN 24
3.4.1 Pembuatan Sensor 24
3.4.2 Flowchart Percobaan 25
3.5 PROSEDUR ANALISA 26
3.5.1 Analisa Bilangan Resitensi Sensor 26
3.5.2 Analisa Bilangan Konduktivitas Sensor 26
3.5.3 Analisa Gugus Kimia Aktif 26
3.5.4 Analisa Morfologi Permukaan 26
3.5.5 Analisa XRD 27
3.5.6 Analisa Ketahanan Bahan Kimia Sensor 27
xi
4.1 ANALISA BILANGAN KONDUKTIVITAS SENSOR 29
4.1.1 Pengaruh Komposisi Serbuk Ban terhadap Nilai Konduktivitas
Sensor 30
4.1.2 Pengaruh Waktu Pemrosesan terhadap Nilai Konduktivitas
Sensor 32
4.1.3Pengaruh Temperatur Pemrosesan terhadap Nilai Konduktivitas
Sensor 34
4.2 ANALISA GUGUS FUNGSI SENSOR 37
4.3 ANALISA MORFOLOGI PERMUKAAN SENSOR 38
4.4 ANALISA X-RAY DIFFRACTION (XRD) 40
4.5 ANALISA KETAHANAN BAHAN KIMIA SENSOR 42
4.6 ANALISA KONDUKTIVITAS MINYAK 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 45
5.1 KESIMPULAN 45
5.2 SARAN 46
DAFTAR PUSTAKA 47
LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN 51
LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN 55
LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN 57
LAMPIRAN D HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN
INSTRUMEN 61
xii
DAFTAR
GAMBAR
Gambar 2.1 Kelas Utama Polimer Konduktif 6
Gambar 2.2 Berbagai Bentuk Polianilin Berdasarkan Tingkat Isolatifnya 8 Gambar 2.3 Reaksi protonasi – deprotonasi Polianilin 8 Gambar 2.4 Oksidasi dari Anilin Hidroklorid dengan Amonium Peroksidisulfat 10 Gambar 2.5 Skematik Diagram dari Integrasi Elektroda 14
Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Sensor 25
Gambar 4.1 Grafik Nilai Konduktivitas Sensor Pada Setiap Keadaan 29 Gambar 4.2 Pengaruh Komposisi Serbuk Ban Terhadap Nilai Konduktivitas
Sensor 30
Gambar 4.3 Pengaruh Waktu Pemrosesan Terhadap Nilai Konduktivitas
Sensor Pada Suhu 80°C 32
Gambar 4.4 Pengaruh Suhu Pemrosesan Terhadap Nilai Konduktivitas Sensor
Selama 30 Menit 35
Gambar 4.5 Hasil Spektrum Polianilin 37
Gambar 4.6 Hasil Spektrum Sensor -4 Pada Temperatur 80oC dengan Pemanasan
Selama 30 Menit 37
Gambar 4.7 Hasil Analisa SEM dengan Perbesaran 200x pada
Temperatur (a)70°C, (b) 80°C, dan (c) dengan Waktu 30 Menit 39 Gambar 4.8 Hasil Analisa X-Ray Diffraction untuk Sensor 41 Gambar 4.9 Hasil Analisa Konduktivitas Pada Minyak 43
Gambar C.1 Persiapan Bahan Baku 57
Gambar C.2 Proses Pencampuran Bahan Baku 57
Gambar C.3 Sensor Keluaran Oven 58
Gambar C.4 Alat Multimeter Digital Fluke 8846A 59
Gambar C.5 FTIR Perkin-Elmer Germany 59
Gambar C.6 SEM JEOL-JSM-6460 LA 60
Gambar C.7 X-Ray Difraction (XRD) Shimadzu LabX XRD 6000 60 Gambar D.1 Hasil Spektrum FTIR Sensor Dengan Komposisi Serbuk Ban
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan yang terkandung dari struktur emeraldine base 9
Tabel 2.2 Tabel property anilin 9
Tabel 2.3 Tabel Komposisi Serbuk Ban 12
Tabel 2.4 Rincian Biaya Penelitian 19
Tabel 2.5 Rincian Biaya Pembuatan 1 Buah Sensor 20
Tabel 3.1 Formulasi Campuran Polianilin dengan Serbuk Ban 23 Tabel 3.2 Variasi Kondisi Operasi Curing Process pada Pembuatan Sensor 23
Tabel 3.3 Formulasi Jenis Minyak 24
Tabel 4.1 Perhitungan Jarak Interplanar dari Hasil XRD 41
Tabel 4.2 Urutan Pola pada Sistem Kubik 42
Tabel 4.3 Data Pengukuran Hail Uji Ketahanan Kimia 43 Tabel A.1 Data Percobaan Pada Suhu 70°C dengan Waktu 20 menit 51 Tabel A.2 Data Percobaan Pada Suhu 70°C dengan Waktu 30 menit 51 Tabel A1.3 Data Percobaan Pada Suhu 70°C dengan Waktu 40 menit 51 Tabel A.4 Data Percobaan Pada Suhu 80°C dengan Waktu 20 menit 52 Tabel A.5 Data Percobaan Pada Suhu 80°C dengan Waktu 30 menit 52 Tabel A.6 Data Percobaan Pada Suhu 80°C dengan Waktu 40 menit 52 Tabel A.7 Data Percobaan Pada Suhu 90°C dengan Waktu 20 menit 52 Tabel A.8 Data Percobaan Pada Suhu 90°C dengan Waktu 30 menit 53 Tabel A.9 Data Percobaan Pada Suhu 90°C dengan Waktu 40 menit 53
Tabel A.10 Data Konduktivitas Minyak 53
Tabel A.11 Data Perhitungan Analisa XRD (X – Ray Diffraction) 54 Tabel A.12 Data Pengukuran Hail Uji Ketahanan Kimia 54 Tabel B.1 Formulasi Komposisi Sensor... 55 Tabel B.2 Nilai Resistensi dan Konduktivitas Sensor Pada Suhu 80oC dan
Waktu 30 Menit ... 56
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN 51
LA.1 Data Analisa Konduktivitas Sensor 51
LA.2 Data Konduktivitas Pada Minyak 53
LA.3 Data Perhitungan Analisa XRD (X – Ray Diffraction) 54
LA.4 Data Pengukuran Hail Uji Ketahanan Kimia 54
LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN 55
LB.1 Perhitungan Komposisi Serbuk Ban dan Epoxy-hardener 55
LB.2 Perhitungan Nilai Konduktivitas Sensor 56
LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN 57
LC.1Persiapan Bahan Baku 57
LC.2 Proses Pencampuran Bahan Baku 58
LC.3 Produk Sensor 58
LC.4 Peralatan Dan Instrumen Analisa Sensor 59
LAMPIRAN D HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN 61 LD.1 Hasil Spectrum FTIR Sensor Sensor Polimer Konduktif Dengan
xv
DAFTAR SINGKATAN
PANI Polianilin Ni Nikel Cd Kadnium
PCB Printed Circuit Board R Resistance
FTIR Fourier Transform Infrared SEM Scanning Electron Microscope XRD X-Ray Diffraction
Redoks Reaksi Oksidasi LB Leucomeraldine Base EB Emeraldine Base PB Pernigraniline Base ES Emeraldine Salt
IUPAC International Union of Pure and Applied Chemistry ENS Electronic Nose Sensor
VOC Volatile Organic Compound PPy Polypirol
PTP Polythiophene PP Pulang Pergi Phr Per Hundred Resin FCC Face Centered Cubic
ASTM American Standart Testing and Material PVC Polyvinil Chloride
xvi
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Dimensi
σ Nilai konduktivitas sensor M Ohm-1cm-1
T Ketebalan sensor mm
R Nilai resistensi sensor Ohm
A Luas permukaan sensor mm2
n Tingkat refleksi
d Jarak antar atom
θ Sudut yang terbentuk
h Titik kordinat struktur kristal line k Titik kordinat struktur kristal line l Titik kordinat struktur kristal line
vii
ABSTRAK
Polianilin (PANI) merupakan senyawa polimer yang bersifat konduktif dan banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan elektronik terutamanya sensor polimer konduktif. Serbuk ban diketahui banyak mengandung senyawa karbon yang berasal dari karbon hitam yang biasa digunakan dalam proses pembuatan ban. Senyawa karbon pada umumnya dapat menambah nilai konduktivitas dari polimer konduktif. Kajian tentang penggunaan polianilin sebagai sensor dengan pengisi serbuk ban (tyer dust) sebagai sensor pendeteksi konduktivitas pada beberapa jenis minyak (minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak solar, dan minyak oli) telah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan komposisi pengisi serbuk ban terbaik untuk meningkatkan responsibilitas berdasarkan konduktivitasnya, dan menentukan kereaktifan sensor terhadap beberapa jenis minyak, serta dapat menentukan karakteristik sensor berdasarkan morfologi permukaan, gugus fungsi, struktur kristal, dan ketahanan kimia sensor. Dalam penilitian ini, serbuk ban dicampurkan dalam komposisi 0 phr; 5 phr; 10 phr; 15 phr; 20 phr; dan 25 phr dengan perbandingan suhu 70oC, 80 oC, dan 90 oC, serta dengan variasi waktu pemanasan 20, 30, dan 40 menit. Dari hasil uji konduktivitas didapatkan komposisi terbaik dari serbuk ban adalah pada 20 phr dengan suhu 80 oC, dan waktu pemanasan 30 menit dengan konduktivitas sebesar 0,284003 M ohm-1cm-1. Berdasarkan hasil uji FTIR terlihat ikatan antara matriks dan pengisi yang dihasilkan hanya berupa interaksi mekanik, ikatan hidrogen dan gaya Van der Waals. Analisa scanning electron microscopy (SEM) menunjukkan bahwa struktur permukaan sensor bersifat kasar dan memilki penyebaran partikel yang baik. Hasil uji XRD menunjukkan bahwa sensor yang dihasilkan berbentuk FCC (Face Center Cubic). Hasil uji karakteristik ini juga didukung dengan uji scanning electron microscopy (SEM). Dari hasil uji ketahanan terhadap bahan kimia menunjukkan bahwa sensor memiliki ketahanan yang baik terhadap bahan kimia. Dari hasil uji konduktivitasnya terhadap minyak didapatkan bahwa sensor yang dihasilkan menunjukkan kereaktifan yang lebih terhadap minyak kelapa sawit dengan konduktivitas sebesar 0,15179 M Ohm-1 cm-1.
Kata kunci : Polianilin, polimer konduktif, konduktivitas, sensor, serbuk ban.
viii
ABSTRACT
Poly aniline (PANI) is one of conducting polymer which has good conductivity and more used to make electronic equipment especially conductive polymer sensor. Tire dust as known as the industrial waste from tire processing that seldom to use. Tire dust has a lot of carbon molecule from carbon black that usually used in tire processing. Carbon molecule can increase the conductivity value of conducting polymer. Study of the utilization of tire dust as the filler of poly aniline-tire dust composite has been done to get the best composition of tire dust filler for conductive sensor making. The conductive sensor is used to measuring the conductivity value of some kind of oil such as palm oil, corn oil, diesel, and engine oil. Poly aniline – tire dust has been mixed with the composition 5, 10, 15, 20, and 25 phr of tire dust at 70, 80, and 90°C in 20, 30, and 40 minutes. The first conductivity test shows that the best composition of tire dust is 20 phr at 80°C in 30 minutes with the value 0.284 M ohm-1cm-1. The result of FTIR characterization shows that bonding between matrix and fillers is mechanical anchoring, hydrogen bonding and Van der Waals forces. Scanning Electron Microscopy (SEM) result shows the rough surface and well dispersed of tire dust in poly aniline/tire dust blends. The XRD analysis shows the FCC crystallographic structure of the sensor. The chemical resistance test shows that the sensor has a good chemical resistance. The oil conductivity test shows that the sensor is more reactive to palm oil than other with the value 0.15179 M ohm-1.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dewasa ini polimer organik konduktif telah menarik perhatian yang cukup besar dalam 15 tahun terakhir. Kemampuan menghantarkan listrik dari polimer adalah hal baru yang menggabungkan antara atribut fisik dan kimia dari plastik (polimer) dengan sifat elektronik dari logam [1].
Keuntungan dari polimer organik konduktif dibandingkan dengan bahan anorganik yang digunakan sampai sekarang adalah keanekaragaman mereka, sintesis yang mudah, dan terutama sensitivitas mereka pada suhu kamar [2].
Di antara polimer organik konduktif yang ada, polianilin menempati tempat yang penting karena adanya kemampuan spesifik, karakteristik konduktivitas serta penerapannya dalam perangkat elektronik dan sensor yang sangat fleksibel [3].
PANI telah banyak diteliti sebagai bahan potensial yang digunakan untuk aplikasi gas penginderaan, karena konduktivitas listriknya yang dapat dikendalikan, stabilitas lingkungan dan sifat redoks yang terkait dengan rantai nitrogen [4]. Selain itu, polianilin juga memiliki kemampuan untuk berhenti bereaksi lebih baik daripada polimer konduktif lainnya. Di antara bahan pembandingnya tersebut, polianilin memainkan peran nyata karena stabilitas yang luar biasa terhadap lingkungannya [5].
Sensor yang banyak dijumpai dipasaran biasanya terbuat dari bahan-bahan anorganik (bahan kimia padat) yang mempunyai ikatan logam yang kuat sehingga tidak dapat terurai oleh lingkungan. Selain itu, sensor yang berasal dari bahan anorganik akan lebih merugikan disebabkan setelah menyerap zat yang akan di standarisasi, sensor tersebut harus menggunakan bahan kimia atau suhu yang tinggi untuk mengeluarkannya dari sensor. Untuk menyiasati masalah diatas, digunakanlah sensor yang berbahan dasar organik (polimer) yang dapat teruraikan oleh lingkungan. Salah satu bahan dasar yang dapat digunakan untuk pembuatan sensor ini adalah polianilin[1]
2
Beberapa penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh peneliti, diantaranya: 1. Ma dkk., 2006, tentang Gas sensing behavior of nano-structured polypyrrole
prepared by ‘‘carbon nanotubes seeding’’ approach menunjukkan bahwa
komposit yang dihasilkan adalah gabungan polipirol dan karbon nanotube yang bersifat reaktif terhadap gas yang diujikan pada penelitian tersebut. 2. Supri Abdul Ghani dan Heah Cheng Yong, 2010, yaitu Development Of
Carbon white (SiO2) -Carbon Black-Polyaniline Composites As A Conductive
Polymeruntuk menganalisa kandungan gas etanol, ammonia dan aroma kopi. Dari percobaan tersebut diketahui bahwa komposit yang dihasilkan bersifat reaktif terhadap zat – zat tersebut.
3. Susi Nur Qomariyah (2011), yaitu tentang Pengembangan Sensor Alkohol Dari Bahan Polipirol Konduktif Dengan Variasi Konsentrasi Dopan
Fluoroborat menunjukan bahwa bahan polimer konduktif, polipirol bersifat reaktif terhadap alkohol tersebut.
Oleh karena itu, pada penelitian ini sensor yang dibuat dengan bahan dasar dari polianilin dan serbuk ban akan digunakan untuk menganalisa minyak goreng yang dapat diaplikasikan dalam menentukan standard – standard apa saja yang dapat diperoleh dari minyak goreng yang berkualitas baik.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Sifat polimer konduktif yang menarik dan dapat memberikan banyak aplikasi yang potensial di industri elektronik.
2. Pembuatan sensor berbahan dasar polimer konduktif yang bersifat organik. 3. Pembuatan sensor dari campuran polianilin dan serbuk ban untuk menentukan
nilai konduktivitas beberapa jenis minyak melalui proses sintesa polimer.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan komposisi terbaik serbuk ban dan polianilin yang dapat meningkatkan responsibilitas berdasarkan konduktivitas sensor.
3
3. Menentukan karakteristik sensor berdasarkan konduktivitas, morfologi permukaan, gugus fungsi, struktur kristal, dan ketahanan sensor terhadap zat kimia.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah menghasilkan bahan polimer baru yang dapat dijadikan bahan sensor untuk mendeteksi konduktivitas minyak kelapa sawit, minyak jagung, solar, dan minyak oli, serta menghasilkan alat sensor baru yang mempunyai harga yang murah jika dibandingkan dengan alat sensor dipasaran dan juga memberikan informasi tambahan mengenai pemanfaatan limbah ban bekas.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Sensor, Laboratorium Kimia Polimer dan Laboraturium Agroteknologi Sensor, Pusat Kecemerlangan Aplikasi Sensor, Universiti Malaysia Perlis, Malaysia.
2. Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan sensor adalah polianilin dan serbuk ban. Sedangkan bahan kimia untuk pelekatan polianilin/serbuk ban adalah epoksi (liquid) dan bahan pengeras (pembuat ikatan sambung silang pada ikatan polimer).
3. Pencampuran bahan polianilin dan serbuk ban serta epoksi-bahan pengeras selama 10 menit. Campuran tersebut akan diletakkan di atas PCB dan dimasukkan dalam oven pada suhu 70, 80, dan 90 oC selama 20, 30, dan 40 menit.
Analisia yang dilakukan :
1. Nilai resistance (R) dan nilai konduktivitas dari bahan komposit sebelum dan pada saat percobaan dilakukan pada minyak menggunakan alat multimeter. 2. Nilai konduktivitas dari komposit.
3. Analisis gugus kimia yang aktif (functional groups) menggunakan spektroskopi FT-IR pada sensor.
4
4.
Analisa morfologi permukaan sensor menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope).5.
Analisa XRD (X-Ray Diffraction) untuk menentukan struktur kristal dari polimer konduktif pada polimer tersebut.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 POLIMER KONDUKTIF
Polimer konduktif pertama kali diidentifikasi pada tahun 1980 dan termasuk dalam kelas bahan organik yang dapat disintesis elektrokimia dari monomer yang sesuai dan heterosiklik aromatik. Polimer elektronik memiliki sejumlah fitur menarik yang membuat aplikasi mereka dalam microsystem sangat menarik. Sifat fisik dan kimia, film polimer konduktif tidak hanya ditentukan dari struktur kimianya tetapi juga dari kondisi di mana mereka disimpan misalnya pelarut [6].
Sebuah polimer konduktif lebih dikenal sebagai "logam sintetis," yaitu polimer organik yang memiliki sifat listrik, elektronik, magnetik dan optik logam sementara tetap mempertahankan sifat mekanik, kelarutan, kemampuan untuk bereaksi, dan lain - lain, umumnya terkait dengan polimer konvensional. Properti ini intrinsik untuk bahan doping. Kelas polimer ini benar-benar berbeda dari "polimer konduktif campuran" yang hanya campuran fisik dari polimer non-konduktif dengan bahan non-konduktif seperti logam atau serbuk karbon.
Mereka disintesis oleh "doping" polimer organik, baik insulator atau semikonduktor, memiliki konduktivitas rendah, biasanya dalam kisaran l0-15 ke 10-5 S/cm, dengan bahan yang berada dalam jangkauan "metalik" konduktif, yaitu (- 1 sampai l04 S/cm) atau kisaran semikonduktif (10-6 untuk l00 S/cm). Pada saat ini polianilin tanpa diragukan lagi merupakan polimer konduktif yang paling penting dari sudut pandang penggunaan teknologi skala besar. Namun, polimer konduktif lain seperti, polythiophene, poli (phenylenevinylene), polipirol, polyacetylene, dan polyparaphenylene menunjukkan janji teknologi yang cukup sebagai polimer khusus [7].
Polimer konduktif menunjukkan hampir tidak ada konduktivitas di daerah (bermuatan) atau netral. Konduktivitas hasil intrinsik mereka dari pembentukan pembawa muatan pada oksidasi (p-doping) atau mengurangi (n-doping) terkonjugasi rantai utama mereka. Oksidasi dari polimer netral dan proses
6
relaksasi menyebabkan hasil dari daerah elektronik lokal dan polaron tersebut terbentuk. Jika sebuah elektron tambahan dihapus, itu yang lebih menguntungkan untuk melepaskan elektron kedua dari polaron daripada dari bagian lain dari rantai polimer. Ini mengarah pada pembentukan satu bipolaron daripada dua polaron. Namun penting untuk dicatat bahwa sebelum pembentukan bipolaron seluruh rantai polimer pertama akan menjadi jenuh dengan polarons [8].
2.2 SINTESIS POLIMER KONDUKTIF
Potensi aplikasi tinggi polimer di sensor kimia dan biologi adalah salah satu alasan utama untuk penyelidikan intensif dan pengembangan dari bahan tersebut. Polimer konduktif sebagian besar disintesis dengan memodifikasi struktur seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.
7
Pembuatan polimer konduktif dapat dilakukan baik secara kimia atau elektrokimia. Dalam kimia, doping oksidasi dilakukan dengan mengekspos polimer konduktif untuk oksidasi seperti uap yodium. Prosedur lain doping kimia yang unik adalah doping PANI, karena protonasi. Hal ini menyebabkan reaksi redoks internal yang mengubah bentuk semikonduktor PANI (senyawa dasar) ke bentuk "metalik" (senyawa garam) [8].
2.3 POLIANILIN
Polianilin biasa disebut sebagai doping polimer, dimana hasil konduktivitas dari sebuah proses oksidasi parsial ataupun reduksi. Komposit polimer disebut juga PANI, dimana sering digunakan sebagai pengisi untuk polimer lain (matriks), telah menerima banyak perhatian khusus karena kombinai dan kemampuan memproses dan merupakan alat sensor yang baik dengan konduktivitas yang baik [12].
PANI (Polianilin) termasuk polimer konduktif karena sintesisnya sederhana, stabilitas di lingkungan, dan konduktivitas listriknya cukup baik. Sifat listrik polianilin dapat dikontrol secara dapat balik melalui charge-transfer doping dan protonasi. Pembuatan polimer yang dilakukan pada temperatur kamar menunjukkan berat molekul yang rendah dan tapak yang cacat (defect sites). Polianilin biasanya disintesis melalui oksidasi monomer anilin secara kimia atau elektrokimia. Polianilin yang disintesis secara elektrokimia sulit untuk diproses karena kelarutannya yang rendah, sedangkan polianilin yang disintesis secara kimia memiliki berat molekul yang rendah, yang berakibat pada kekuatan mekaniknya rendah [13].
Berdasarkan tingkat oksidasinya, polianilin dapat disintesis dalam beberapa bentuk isolatifnya yaitu leucomeraldine base (LB) yang tereduksi penuh, emeraldine base (EB) yang teroksidasi setengah dan pernigraniline base (PB) yang teroksidasi penuh. Dari tiga bentuk ini, EB yang paling stabil dan juga paling luas diteliti karena konduktivitasnya dapat diatur dari 10-10 S/cm hingga 100 S/cm melalui doping, sedangkan bentuk LB dan PB tidak dapat dibuat konduktif. Bentuk EB dapat dibuat konduktif dengan doping asam protonik seperti HCl, dimana proton-proton ditambahkan ke situs-situs –N=, sementara
8
jumlah elektron pada rantai tetap. Bentuk konduktif dari EB disebut emeraldine salt (ES) [14].
Gambar 2.2 Berbagai bentuk Polianilin Berdasarkan Tingkat Isolatifnya [14]
Bentuk dasar EB berubah menjadi ES melalui reaksi oksidasi dengan asam-asam protonik seperti HCl, sebaliknya bentuk ES dapat dikembalikan menjadi bentuk EB melalui reaksi reduksi dengan agen reduktan seperti NH4OH, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.3 Reaksi Protonasi – deprotonasi Poianilin [14]
9
yang isolatif dan ES yang konduktif atau semikonduktif. Derajat konduktivitas emeraldine ini bergantung pada tingkat doping yang diberikan, yaitu jumlah proton (H+) yang didopingkan ke dalam struktur emeraldine. Sifat optiknya juga berbeda untuk kedua bentuk emeraldine, yaitu EB berwarna biru sedangkan ES berwarna hijau sehingga karakteristik absorpsi optiknya berbeda. Sifat listrik (konduktivitas) dan optik (indeks bias dan absorpsivitas) emeraldine dapat divariasikan melalui reaksi oksidasi-reduksi oleh agen-agen oksidan dan reduktan. Karakteristik ini dapat dimanfaatkan untuk sensor kimia [14]
Polianilin untuk bagian emeraldine base, yaitu Mw-5000 diperoleh dari Sigma-Aldrich Company dan menggunakan nama dalam IUPAC adalah benzene-1, 4-diamine. Hal ini memberikan keistimewaan dari bentuk konduktif polimer. Tabel 2.1 menunujukkan kandungan dari struktur polianilin yang dibuat oleh Sigma-Aldrich Company.
Tabel 2.1 Kandungan Yang Terdapat dalam Emeraldine Base, Mw-5000 [15]
Berat Molekul 214,26636 (gr/mol)
Rumus Molekul C12H14N4
Atom H yang bisa dilepaskan 4
Atom H yang bia diterima 4
Kekompleksan 204
Kemampuan membentuk ikatan kovalen 2
Perhitungan Berat Atom 16
Berikut adalah property polianilin berdasarkan Applied Science Innovations Pvt. Ltd., India.
Tabel 2.2 Tabel Properti Anilin [16]
Kelembaban 4-6
Temperatur Operasi 100 oC
Temperatur Proses Maksimum 225 oC
Temperatur Degradasi 350 oC
Ukuran Partikel 1-100 mikron
10 2.4 SINTESIS POLIANILIN
[image:30.595.131.514.342.490.2]Polimer polianilin dapat disintesis melalui dua metode umum yaitu kimia sintesis dan sintesis elektrokimia. Jayashree dkk [19] melaporkan bahwa campuran polianilin dan komposit disusun kebanyakan melalui rute kimia, sementara elektrokimia sintesis juga digunakan dalam kasus-kasus tertentu. Ada banyak rute sintetis beberapa polimerisasi polianilin dengan metode kimia tetapi metode yang paling umum digunakan adalah dengan polimerisasi kimia dan pencampuran larutan. J. Stejskal dkk. menyatakan bahwa polimerisasi anilin efisien hanya akan tercapai dalam media asam, dimana anilin sebagai kation anilinium. Berbagai asam anorganik dan organik dari konsentrasi yang berbeda telah digunakan dalam sintesis PANI [18].
Gambar 2.4 Oksidasi dari anilin hidroklorid dengan ammonium peroksi disulfat [18]
11
yield yang besar. Konsentrasi monomer bervariasi antara 10-2 dan l0-1. Suhu larutan terdiri antara 0 dan 2°C untuk membatasi reaksi sekunder. Lamanya reaksi bervariasi umumnya antara 1 dan 2 jam. Bagian eksperimental terdiri dari penambahan lambat (bahkan drop oleh drop) dengan larutan ammonium persulfat encer ke larutan anilin / HCl, kedua solusi yang pra-didinginkan sampai 0◦C. Campuran diaduk selama sekitar 1 jam. Endapan yang terbentuk dihilangkan dengan filtrasi dan dicuci berulang kali dengan HCl dan dikeringkan dalam vakum selama 48 jam [20].
2.5 SERBUK BAN
Serbuk karet atau yang sering disebut dengan “tire crumb” atau “crumb rubber” adalah produk yang ramah lingkungan karena diperoleh dari ban bekas, dan tidak larut dalam tanah ataupun air tanah. Selain mengurangi jumlah limbah karet yang terbuang ke lingkungan, pemakaian kembali limbah produk karet tertentu, dapat menekan harga karet sebagai salah satu komponen penting penentu harga produk jadi yang dihasilkan [20]. Ban bukanlah hanya campuran antara karet alam dengan karet sintetik, tetapi dalam wujud campuran-campuran, yang terdiri dari elastomer-elastomer dan berbagai bahan tambahan. Bahan tambahan dapat digolongkan sebagai bahan vulkanisasi, penggerak vulkanisasi dan accelerators, pengisi-pengisi penguatan, semi reinforcing, atau pencampur, antidegradants, pelunak-pelunak [21].
Ban merupakan bahan buangan sisa roda ban modern yang terdiri dari seutas gabungan cord/rubber. Ban roda yang dihasilkan dari beberapa komponen
–komponen yang terpisah, seperti innerliner, dawai dan kabel, sabuk-sabuk dan lain-lain serta komponen yang berbeda mempunyai komposisi-komposisi karet yang berbeda [21].
Ban bekas bersifat sangat stabil dan merupakan suatu polimer berantai panjang. Beberapa karakteristik dari ban bekas yaitu stabilitasnya dan sifatnya yang tahan lama, yang sangat menarik, dan kelayakannya selama pemakaiannya. Faktanya adalah bahwa ban bekas merupakan suatu polimer termoset yang berarti sulit untuk meleleh atau sulit diuraikan menjadi komponen penyusunnya. Dalam daur ulang ban bekas, banyak sekali metoda yang dicoba baru-baru ini, terutama
12
terhadap alternatif temuan teknologi yang bersifat lebih ekonomis dan lebih banyak sumber daya konservatif. Metoda hemat untuk memperoleh kembali bahan - bahan yang berharga dari bermacam-macam bahan yang berbasis polimer. Metoda pendaur-ulangan ini dapat diterapkan tetapi tidak terbatas pada ban roda sisa saja, bisa juga plastik, dan sejumlah produk – produk polimer yang berbeda atau campuran – campuran kompleks [21].
Ban bekas mengandung berbagai macam zat yang memberikan kekuatan bentuk dari banitu sendiri. Kandungan dalam ban itu sendiri dipaparkan dalam tabel 2.3:
Tabel 2.3 Tabel Komposisi Serbuk Ban
Bahan Mobil (%) Truk (%)
Karet/Bahan elastomer 48 43
Carbon Black 22 21
Logam 15 27
Tekstil 5 -
Zinc oksida 1 2
Sulfur 1 1
Bahan Aditif 8 6
Sumber tabel 2.2 [2.2]
Dibawah ini merupakan penjelasan tentang zat – zat yang menyusun struktur dari pada ban, antara lain:
2.5.1 Karet Elastomer
Karet elastomer merupakan bahan utama yang menentukan sifat dari ban yang akan dihasilkan pada akhir proses karena bahan ini yang akan melakukan proses cross – linked (sambung silang) untuk membentuk ikatan dengan bahan yang lain. Karet elastomer ini merupakan bahan yang paling banyak komposisinya dalam proses pembuatan ban [23].
2.5.2 Sulfur
13
bahan karet membentuk ikatan sambung silang antara rantai polimer dan menghasilkan bentuk yang lebih stabil serta lebih sedikit menggunakan panas. Penggunaan sulfur memang relatif murah tetapi hasil yang diberikan sangat baik [23].
2.5.3 Zink Oksida dan Asam Stearat
Kedua bahan ini, bersama dengan sulfur dan bahan pemercepat (accelerator)
merupakan “cure system” bagi formula produk. Zink oksida bereaksi dengan asam stearate membentuk zink stearate dan bersama dengan accelerator mempercepat laju vulkanisasi. Dengan penggunaan sulfur saja, proses curing akan memakan waktu berjam – jam. Sedangkan dengan curing system, hal ini dapat terjadi hanya dalam hitungan menit [23].
2.5.4 Karbon Hitam (Carbon Black)
Karbon hitam merupakan pengisi (filler) yang meningkatkan kekuatan mekanik dan kekakuan dari karet. Karbon hitam juga berperan dalam pemberian warna hitam pada produk ban. Karbon hitam terdiri dari partikel – partikel yang sangat kecil (10 – 300 nm) dalam jumlah yang tertentu [23].
2.5.5 Bahan Kimia Lain
Banyak bahan kimia lain yang digunakan sebagai campuran pada industri karet, seperti pembuatan ban. Adapun bahan lain yang biasa digunakan adalah bahan - bahan yang memiliki fungsi sebagai accelerator (pemercepat) dan processing aids (bahan pendukung proses). Bahan pemercepat (accelerator) biasa dikenal sebagai bahan kimia organik. Bahan ini mempunyai fungsi meningkatkan laju vulkanisasi. Sedangkan bahan pendukung proses adalah bahan yang ditambahkan dengan jumlah yang relatif sedikit, dan hanya digunakan untuk membantu proses pencampuran di beberapa bagian. Sebagai contoh, resin fenol (pine tar) ditambahkan ke beberapa campuran untuk meningkatkan pelekatan [23]
14 2.6 GAS ELEKTRONIK
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak perhatian yang mengarah pada penggunaan polimer dalam melakukan sensor kimia, dalam hal ini digunakan untuk sistem penginderaan sebagai lapisan untuk deteksi gas [24].
[image:34.595.117.502.532.710.2]Gas Elektronik atau lebih dikenal Electroic Nose Sensor (ENS), adalah teknik yang digunakan untuk mendeteksi langsung dari berbagai zat di udara, yang meliputi senyawa organik volatil (VOC), uap air, metana, karbon dioksida, amonia, hidrogen sulfida dan gas beracun dan tidak beracun lainnya. Penggunaan ENS khususnya telah menghasilkan keberhasilan yang cukup besar, mulai dari tunneling JST untuk ENS portabel dan murah untuk analisis. Dalam dekade berikutnya, ENS menarik banyak perhatian dalam upaya untuk mengatasi keterbatasan sistem penciuman manusia dalam membedakan antara varietas dan konsentrasi gas. ENS adalah instrumen yang terdiri dari rangkaian sensor kimia dengan spesifisitas parsial dan sistem pengenalan pola yang tepat, yang mampu mengenali bau sederhana atau kompleks. Ini terdiri dari satu set sensor, drive elektronik dan sirkuit deteksi sensor serta perangkat lunak analisis. Berbagai sensor dalam karya ENS pada kunci dan mekanisme kunci untuk berbagai analit dan menghasilkan sinyal listrik di dalam transduser yang dipilih. Sinyal-sinyal yang diperkuat dan ditransfer ke jaringan saraf, yang bekerja sebagai sistem kecerdasan buatan untuk pengenalan pola dan identifikasi gas analit yang berbeda. Penggunaan sensor polimer menyediakan chemosensitivity baik di ENS ke tingkat ppm [25].
15
Kombinasi sensor kimia berbahan polimer ke dalam ragkaian dimotivasi oleh selektivitas sensor tunggal yang biasanya rendah. Alat ini dapat digunakan untuk gas (buatan) atau analit cair (buatan). Keuntungan tambahan dari alat sensor ini adalah kemungkinan untuk membuat data analisis ini didefinisikan rendah, seperti aroma atau rasa dari produk makanan. Gas elektronik Conductometric berdasarkan polimer yang diterapkan untuk mendeteksi kebakaran, hidrokarbon aromatik, bakteri dan jamur, polusi dalam air, untuk pemantauan emisi dari limbah tanaman atau untuk analisis anggur, minyak zaitun, tanah yang berbeda dan kualitas gabah [8].
2.7 MINYAK 2.7.1 Minyak Goreng
Minyak goreng merupakan salah satu bahan pangan pokok yang penting bagi masyarakat Indonesia. Konsumsi minyak goreng masyarakat terbagi dalam dua kategori yaitu minyak goreng curah dan kemasan. Minyak goreng kemasan adalah minyak goreng yang tidak memiliki merek dan diukur dalam satuan massa (kilogram). Minyak goreng kemasan adalah minyak goreng yang diberi merek dan dikemas dengan botol, plastik refill, dan jerigen. Minyak goreng kemasan diukur dalam satuan volume (liter). Pada umumnya minyak goreng yang beredar di Indonesia sebagian besar berasal dari kelapa sawit [26].
Minyak goreng didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh dengan cara memurnikan minyak makan nabati. Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari serealia (jagung, gandum, beras, dan lain-lain), kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah, dan lain-lain), palma-palmaan (kelapa dan kelapa sawit), dan biji-bijian (biji bunga matahari, biji wijen, biji tengkawang, biji kakao, dan lain-lain) [29].
2.7.2 Minyak Bumi
Minyak bumi (bahasa Inggris: petroleum, dari bahasa Latin: petrus ), dijuluki juga sebagai emas hitam adalah cairan kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi. Minyak bumi dan gas alam berasal dari jasad renik lautan, tumbuhan dan hewan yang
16
mati sekitar 150 juta tahun yang lalu. Sisa-sisa organisme tersebut mengendap di dasar lautan, kemudian ditutupi oleh lumpur. Lapisan lumpur tersebut lambat laun berubah menjadi batuan karena pengaruh tekanan lapisan di atasnya. Sementara itu, dengan meningkatnya tekanan dan suhu, bakteri anaerob menguraikan sisa-sisa jasad renik tersebut dan mengubahnya menjadi minyak dan gas [27]
Hasil olahan minyak bumi antara lain: 1. LPG
Liquefied Petroleum Gas (LPG), merupakan gas hasil produksi dari kilang minyak, yang komponen utamanya adalah gas propana (C3H8) dan butana (C4H10).
2. Bahan bakar penerbangan
Bahan bakar penerbangan salah satunya avtur yang digunakan sebagai bahan bakar persawat terbang.
3. Bensin
Bensin merupakan bahan bakar transportasi yang masih memegang peranan penting sampai saat ini. Bensin mengandung lebih dari 500 jenis hidrokarbon yang memiliki rantai C5-C10.
4. Minyak tanah ( kerosin )
Bahan bakar hidrokarbon yang diperoleh sebagai hasil penyulingan minyak bumi dengan titik didih yang lebih tinggi daripada bensin adalah minyak tanah.
5. Solar
Diesel, di Indonesia lebih dikenal dengan nama solar, adalah suatu produk akhir yang digunakan sebagai bahan bakar dalam mesin diesel yang diciptakan oleh Rudolf Diesel, dan disempurnakan oleh Charles F. Kettering.
6. Pelumas
Pelumas adalah zat kimia, yang umumnya cairan, yang diberikan diantara dua benda bergerak untuk mengurangi gaya gesek. Pelumas berfungsi sebagai lapisan pelindung yang memisahkan dua permukaan yang berhubungan
7. Lilin
17 8. Minyak bakar
Minyak bakar adalah hasil distilasi dari penyulingan minyak tetapi belum membentuk residu akhir dari proses penyulingan itu sendiri. Biasanya warna dari minyak bakar ini adalah hitam chrom. Selain itu minyak bakar lebih pekat dibandingkan dengan minyak diesel
9. Aspal
Aspal ialah bahan hidro karbon yang bersifat melekat (adhesive), berwarna hitam kecoklatan, tahan terhadap air, dan visoelastis. Aspal sering juga disebut bitumen merupakan bahan pengikat pada campuran beraspal [28].
2.8 ANALISA PADA SENSOR
Untuk analisa fisik dari sensor polimer konduktif dapat dilakuakan dalam tiga jenis analisa, yaitu analisa morfologi permukaan sensor, analisa gugus fungsional dari sensor, dan analisa bentuk kristal dari molekul penyusun sensor. Hasil scanning permukaan film polianilin dapat diamati menggunakan SEM, sedangkan vibrasi yang terjadi selama proses polimerisasi dapat diamati melalui karakterisasi FT-IR, XRD dilakukan untuk mengetahui kristalinitas sampel polianilin, dan spektra serat optik dilakukan untuk mengetahui kristalinitas sampel polianilin [17].
2.8.1 Karaktersisasi dengan SEM
Scanning electron microscopy (SEM) merupakan sejenis mikroskop yang menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan resolusi tinggi. Analisis SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut lectron gun..Hasil scanning permukaan substrat yang dilapisi film polianilin menunjukkan tingginya indeks polidispers yang dibentuk oleh dopan asam lemah memudahkan terjadinya distribusi sehingga produk yang terbentuk adalah polimer. Oleh karena itu, bentuk yang terlihat adalah nanotube [18].
18 2.8.2 Karakterisasi dengan FT-IR
Uji spektroskopi inframerah bertujuan untuk melihat gugus fungsional sampel polianilin yang telah disintesis [18] Prinsip kerja spektrofotometer infra merah adalah sama dengan spektrofotometer yang lainnya yakni interaksi energi dengan suatu materi. Spektroskopi inframerah berfokus pada radiasi elektromagnetik pada rentang frekuensi 400-4000cm-1, di mana cm-1 yang dikenal sebagai wavenumber (1/wavelength), yang merupakan ukuran unit untuk frekuensi. Untuk menghasilkan spektrum inframerah, radiasi yang mengandung semua frekuensi di wilayah IR dilewatkan melalui sampel. Mereka frekuensi yang diserap muncul sebagai penurunan sinyal yang terdeteksi. Informasi ini ditampilkan sebagai spektrum radiasi dari% ditransmisikan bersekongkol melawan wavenumber [18].
2.8.3 Karakterisasi dengan X-RD (X-Ray Diffraction)
Difraksi sinar-X pertama kali ditemukan oleh Max von Laue tahun 1913 dan pengembangannya oleh Bragg, merupakan salah satu metode baku yang penting untuk mengkarakterisasi material. Sejak saat itu sampai sekarang metode difraksi sinar-X digunakan untuk mendapatkan informasi struktur kristal material logam maupun paduan, mineral, senyawa inorganik, polimer, material organik, superkonduktor [30].
Karakterisasi XRD bertujuan untuk menentukan sistem kristal. Metode difraksi sinar-X dapat menerangkan parameter kisi, jenis struktur, susunan atom yang berbeda pada kristal, adanya ketidaksempurnaan pada kristal, orientasi, butir-butir dan ukuran butir [31].
2.9 APLIKASI POLIMER KONDUKTIF
Sejumlah aplikasi untuk polimer konduktif berbagai sensor kimia dan pekerjaan difokuskan, khususnya, pada sensitivitas mereka untuk ion anorganik dan berbagai molekul organik serta gas [9].
19
elektronik, elektroda modifikasi, kimia dan bio-sensor. Sebagian besar bekerja dengan polimer conducing telah difokuskan pada tiga kelas utama bahan polimer, polyacetylene dan turunannya, polyphenylenes dan turunannya dan polyheterocyclics seperti polipirol dan polythiophene [10].
Kondukting telah menarik banyak minat bahan baru untuk aplikasi potensial dalam aktuator, kapasitor, katalis dan perangkat elektronik. Polimer yang paling sering diterapkan untuk aplikasi gas penginderaan adalah polipirol (PPy), polianilin (PANI), polythiophene (PTP) dan turunannya [11].
2.10 ANALISA BIAYA
[image:39.595.115.512.376.749.2]Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisa biaya terhadap pembuatan sensor konduktif polianilin berpengisi serbuk ban sebanyak 54 buah. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4 Rincian Biaya Penelitian Bahan dan Peralatan Jumlah
Bahan yang digunakan Harga Bahan (Rp) Satuan Harga Bahan Biaya Total (Rp)
Polianilin 1,2 gr 8.640.000 kilogram 10.368,00
Serbuk Ban 0,15 gr 14.400 kilogram 2,10
1,4 – methyl pyrolidinone 60 ml 5.400.000 liter 324.000,00
PCB 3 lembar 54.000 lembar 162.000,00
Kabel 1,08 meter 4.320 meter 4.665,60
Minyak Kelapa Sawit
(Neptune) 200 ml 17.211 liter 3.456,00
Minyak Jagung Vecorn 200 ml 21.600 liter 4.320,00
Minyak Solar 200 ml 5.400 liter 1.080,00
Minyak Oli 200 ml 14.0400 liter 28.000,00
Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)
3 sampel 540.000 sampel 1.620.000,00 Analisa Fourier
Transform Infra-Red
(FTIR) 1 sampel 150.000 sampel 150.000,00
Analisa X-Ray
Diffraction (XRD) 3 sampel 540.000 sampel 1.620.000,00 Biaya Perjalanan Medan
– Penang (PP) - - 500.000,00
Total 3.349.699,70
20
Dari analisa rincian biaya yang dilakukan diatas, maka total biaya yang dikeluarkan selama penelitian ini adalah sebesar Rp.3.349.700.
[image:40.595.109.511.190.354.2]Adapun rincian dalam pembuatan satu buah sensor berdasarkan komposisi yang terbaik ditunjukkan dalam Tabel 2.5 berikut:
Tabel 2.5 Rincian Biaya Pembuatan 1 Buah Sensor Bahan dan
Peralatan
Jumlah Bahan yang digunakan
Harga (Rp)
Satuan Harga Bahan
Biaya Total (Rp)
Polianilin 0,2 gr 8.640.000 kilogram 1.728,00
Serbuk Ban 0,04 gr 14.400 kilogram 0,50
1,4 – methyl
pyrolidinone 2 ml 5.400.000 liter 10.800,00
PCB 1 keping (12,59×8,7)
cm 54.000
lembar =
(20 keping) 2.700,00
Kabel 20 cm 4.320 meter 864,00
Total 16.092,50
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Sensor, Laboratorium Kimia Polimer dan Laboraturium Agroteknologi Sensor, Pusat Kecemerlangan Aplikasi Sensor, Universiti Malaysia Perlis, Malaysia.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Polianilin
Fungsi : Sebagai bahan utama pembuatan sensor (matriks) 2. Serbuk Ban
Fungsi : Untuk meningkatkan bahan utama sensor (bahan pengisi) 3. Epoxy
Fungsi : Sebagai bahan perekat antara serbuk ban dan polianilin 4. Diamind Group (hardener)
Fungsi : Sebagai bahan yang membantu mengeraskan epoxy. 5. 1,4-Metil pyrrolydinone
Fungsi : Sebagai pelarut antara poianilin dan serbuk ban 6. PCB
Fungsi : Sebagai chassis untuk sensor 7. Toluen dan Etanol
Sebagai senyawa penguji pada uji ketahanan sensor 8. Minyak goreng Neptune (Minyak Kelapa Sawit)
Fungsi : Sebagai sampel yang diukur nilai konduktivitas nya. 9. Minyak goreng Vecorn (Minyak Jagung)
Fungsi : Sebagai sampel yang diukur nilai konduktivitas nya. 10.Minyak Solar (Shell)
Fungsi : Sebagai sampel yang diukur nilai konduktivitas nya.
22 11.Minyak Oli Mesin
Fungsi : Sebagai sampel yang diukur nilai konduktivitas nya.
3.2.2 Peralatan
3.2.2.1 Peralatan Penelitian
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1 Mechanical stirrer
Fungsi : mencampurkan polianilin dan serbuk ban 2 Oven
Fungsi : memproses campuran untuk pembentukan sensor 3 Cetakan
Fungsi : Tempat cetakan sensor 4 Alat – alat gelas
Fungsi : Sebagai alat percobaan
3.2.2.2Peralatan Analisa
Adapun peralatan analisa yang digunakan dalam percobaan ini adalah : 1. Multimeter
Fungsi : menentukan nilai R (Resistance) dari sensor sebelum dan sesudah digunakan pada minyak goreng
2. Alat-Alat Gelas
Fungsi : Sebagai alat percobaan
3. Mikrokop scanningelectron model Joel JSM 6460LA Fungsi : menganalisa morfologi sensor
4. Peralatan FTIR
Fungsi : menentukan gugus kimia yang aktif pada sensor sebelum dilakukan analisa
5. Peralatan XRD
23 3. 3 VARIABEL PENELITIAN 3.3.1 Variasi Kompoisi Serbuk Ban
Tabel 3.1 Formulasi campuran konduktif polimer dari polianilin / serbuk ban Jenis Sensor Polyaniline
(gram)
Serbuk Ban (phr)
Epoxy-hardener
(ml)
Sensor -0 0,2 0 3
Sensor -1 0,2 5 3
Sensor -2 0,2 10 3
Sensor -3 0,2 15 3
Sensor -4 0,2 20 3
Sensor -5 0,2 25 3
3.3.2 Variasi Kondisi Operasi Curing Process Pada Pembuatan Sensor Tabel 3.2 Variasi kondisi operasi curing process pada pembuatan sensor
Temperatur Waktu (menit)
70 °C
20 30 40
80 oC
20 30 40
90 oC
20 30 40
[image:43.595.177.444.378.592.2]24 3.3.3 Variasi Jenis Minyak
Tabel 3.3 Formulasi Jenis Minyak Uji
Temperatur Jenis Minyak
30 oC
Minyak Kelapa Sawit (Neptune) Minyak Jagung (Vecorn)
Solar (Shell) Oli Mesin
3.4 PROSEDUR PENELITIAN 3.4.1 Pembuatan Sensor
Adapun prosedur yang digunakan dalam pembuatan sensor, seperti yang dikutip dari jurnal Conductve Polymer Based on Polyaniline – Eggshell Composite [32].
1. Sebanyak 0,2 gram dari polianilin dicampur dengan 5phr (per hundred resin) serbuk ban pada beaker glass.
2. Ditambahkan 10 ml 1,4-Metil pyrroledinone.
3. Campuran kemudian diaduk selama 25 menit diatas penangas air.
4. Campuran kemudian dicampur dengan epoxy-hardener, dan diaduk sampai homogen.
5. Campuran yang homogen kemudian diletakkan sebanyak 1 ml pada PCB. 6. Campuran yang telah melekat pada PCB kemudian dipanaskan dalam
oven pada 70, 80, 90°C selama 20, 30, 40 menit.
25 3.4.2 Flowchart Pembuatan Sensor
Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Pembuatan Sensor Mulai
Dicampurkan 0,2 gram polianilin dengan 5 per hundred resin serbuk ban pada beaker glass
Dipanaskan dalam oven pada 70oC, 80oC, 90oC selama 20,30,dan 40 menit Diaduk selama 5 menit sampai homogen Ditambahkan epoxy-hardener sebanyak 3 ml
Diaduk selama 25 menit pada penangas air Ditambahkan 10 ml 1,4 metil pyrolledinone
Sebanyak 1 ml campuran diletakkan pada PCB
Dilakukan posting curing selama 24 jam dengan menambahkan kabel pada PCB dengandua kutub anoda dan katoda
Selesai
26 3.5 PROSEDUR ANALISA
3.5.1 Analisis Bilangan Resistansi Sensor
1. Dimasukkan Minyak goreng sebanyak 50 ml kedalam Erlenmeyer.
2. Kemudian sensor yang telah dihubungkan ke multimeter di masukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi minyak sampai membasahi seluruh permukaan sensor.
3. Tutup Erlenmeyer, lalu di ukur nilai resistansi pada alat multimeter. 4. Dicatat hasil yang diperoleh.
3.5.2 Analisis Bilangan Konduktivitas Sensor
Langsung dari prosedur analisa bilangan resistansi sensor yaitu menghubungkan dengan ASTM D257, dimana rumusnya :
[3.1]
Dimana: σ = Nilai konduktivitas sensor
T = Ketebalan dari PVC sensor R = Nilai resistansi sensor A = Luas permukaan sensor
3.5.3 Analisis Gugus Kimia Aktif
Berdasarkan ASTM E 1252 – 98(2013) C1 (Standard Practice for General Thecniques for Obtaining Infrared Spectra for Qualitative Analysis):
1. Sensor dimasukkan ke dalam alat FT-IR
2. Dihitung panjang gelombang dengan menggunakan alat FT-IR tersebut 3. Resolusi spektrum yang dipilih dan jangkauan pemindaian adalah 4 cm-1 dan
600-4000 cm-1.
4. Dicatat hail yang diperoleh
3.5.4 Analisis Morfofogi Permukaan (SEM)
27
permukaan sampel untuk menghindari listrik yang dibebankan selama pemeriksaan. Dicatat hasil yang diperoleh.
3.5.5 Analisa XRD (X-Ray Diffraction)
Pengujian XRD pada sensor konduktif polimer dilakukan menggunakan XRD 6000 jenis Shimadzu pada voltase 35 kV, 25 mA, dan radiasi Cu (Cu = 1.54 nm). Pancaran sinar dijalankan dalam rentang 10 –80 (2θ). Analisa ini dilakukan
pada suhu kamar mengunakan kecepatan sinar pada 5oC/menit.
Hukum Bragg’s yang pertama kali digunakan untuk menentukan interfrensi sinar –X melalui kristal dan mengkaji struktur bahan yang berbeda-beda. Apabila panjang gelombang yang digunakan adalah sebanding dengan ruang antara molekul bahan yang dianalisa, dimana d adalah jarak antara atom, n adalah
tingkat refleksi, λ adalah panjang gelombang dari radiasi, dan θ adalah sudut yang
terbentuk
Nilai d dapat dihitung dengan menggunakan rumus dari Hukum Bagg’s: n×λ = 2 d sin θ atau d =
[3.2]
Dimana : d = jarak antara atom n = tingkat refleksi
λ = panjang gelombang dari radiasi (1,54 Ǻ) θ = sudut yang terbentuk
3.5.6 Analisa Ketahanan Bahan Kimia Sensor
Pengujian dilakukan dengan mengikuti ASTM D471
1. Sensor ditimbang menggunakan timbangan elektrik dan dicatat
2. Sensor direndam masing - masing dalam senyawa toluene dan etanol, pada suhu kamar selama 46 jam
3. Setelah 46 jam jam, sensor dikeluarkan dari rendaman dan dibeersihkan menggunakan tisu, untuk menghilangkan sisa pelarut yang masih melekat pada permukaan sensor
4. Sensor yang telah dibersihkan kemudian ditimbang
28
5. Ditentukan indeks pertambahan berat sensor menggunakan rumus : Indeks pertambahan berat =
% Pertambahan berat =
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 ANALISA KONDUKTIVITAS SENSOR
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengaruh suhu dan waktu pemrosesan terhadap nilai konduktivitas sensor. Nilai konduktivitas dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran nilai resistensi dari sensor tersebut. Nilai resistensi dari sensor tersebut dipengaruhi oleh jenis sensor yang berbeda-beda yaitu berdasarkan komposisi serbuk ban, suhu pemrosesan dan waktu yang digunakan untuk melekatkan polimer dengan PCB. Komposisi yang digunakan berdasarkan perbedaan kandungan serbuk ban (tire dust), yaitu sebesar 0 phr (sensor 0), 5 phr (sensor 1), 10 phr (sensor 2), 15 phr (sensor 3), 20 phr (sensor 4), 25 phr (sensor 5). Selain digunakan variasi pada kandungan serbuk ban, sensor ini juga dibuat dengan variasi pada suhu pemrosesan dan waktu pemrosesannya. Suhu pemrosesan yang digunakan adalah 70, 80, 90oC, dan waktu yang digunakan 20, 30, dan 40 menit.
Gambar 4.1 adalah grafik yang menunjukkan hasil dari keseluruhan percobaan untuk mendapatkan nilai konduktivitas dengan variabel seperti tersebut diatas.
Gambar 4.1 Grafik Nilai Konduktivitas Sensor Pada Setiap Keadaan
(oC) (menit)
30
Dari gambar 4.1 yang merupakan hasil dari pengukuran nilai konduktivitas sensor dari semua keadaan yang dilakukan dalam penelitian ini. Dapat dilihat secara keseluruhan sensor untuk kandungan serbuk ban sebesar 0 phr (murni) dengan kondisi operasi 80oC selama 20 menit memiliki nilai konduktivitas terendah. Sedangkan, sensor dengan kandungan serbuk ban sebanyak 20 phr (sensor 4) kondisi operasi 80oC selama 30 menit memiliki nilai konduktivitas tertinggi. Hasil yang diperoleh ini sangat dipengaruhi oleh variabel – variabel yang ada pada proses pembuatan sensor ini, antara lain persentasi kandungan serbuk ban, temperatur proses, dan lamanya proses.
Berdasarkan pada gambar diatas, selanjutnya akan dibahas mengenai pengaruh komposisi sebuk ban, waktu pemrosesan serta temperatur terhadap nilai konduktivitas sensor dengan melihat perubahan nilai konduktivitas pada keadaan optimum dari pembuatan sensor, yaitu pada temperatur 80°C dan waktu proses selama 30 menit
4.1.1 PENGARUH KOMPOSISI SERBUK BAN TERHADAP NILAI KONDUKTIVITAS SENSOR
Berdasarkan dari hasil pengukuran nilai konduktivitas, yaitu berdasarkan pada pengaruh kandungan serbuk ban pada sensor terhadap nilai konduktivitasnya pada temperatur 80 oC dengan waktu 30 menit, dapat dilihat pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Pengaruh Komposisi Serbuk Ban Terhadap Nilai Konduktivitas Sensor
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
0 5 10 15 20 25
Nila i K o nd uk tif it a (M O hm
-1 cm -1)
31
Dari gambar 4.2 terlihat bahwa sensor yang tidak berpengisi serbuk ban (tire dust) memiliki konduktivitas yang paling rendah dibandingkan dengan sensor yang berpengisi serbuk ban (tire dust), dan nilai konduktivitas bertambah untuk penambahan serbuk ban pada komposisi 5 phr, kemudian nilai konduktivitas semakin meningkat pada kandungan 10 phr, kemudian semakin meningkat pada 15 phr, terus meningkat pada 20 phr, dan akhirnya turun pada 25 phr.
Nilai konduktivitas dari sensor murni ini memiliki nilai konduktivitas terendah dari semua komposisi sensor yang ada. Rendahnya nilai konduktivitas sensor yang tidak diisi dengan serbuk ban ini disebabkan sensor yang tidak diisi dengan serbuk ban elektron nya sulit untuk melakukan lompatan elektron tanpa adanya serbuk ban dalam kandungan sensor tersebut. Pernyataan ini sesuai dengan yang di katakan oleh Foster dengan penambahan carbon black dalam pelapisan bahan konduktif akan mengurangi resistansi dari bahan konduktif tersebut (dalam hal ini peningkatan konduktivitas) [42]. Selain itu, kandungan karbon hitam (carbon black) yang ada pada serbuk ban menyebabkan elektron yang ada pada polianilin lebih mudah untuk melakukan jumping elektron disepanjang rantai polimer tersebut sehingga meningkatkan konduktivitas bahan konduktif polimer [33].
Kemudian dari Gambar 4.1 meunjukkan nilai konduktivitas semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah kandungan serbuk ban pada sensor -1 sampai pada sensor -4 dengan kandungan serbuk ban sebanyak 20 phr dengan nilai konduktivitas yang paling tinggi, yaitu sebesar 0,284003 M ohm-1cm-1. Semakin bertambahnya nilai konduktivitas pada sensor ini disebabkan karena terjadinya penyebaran parikel (particle distribution) yang merata pada polianilin sehingga memungkinkan terjadinya lompatan elektron (jumping electron) yang lebih baik. Oleh karena itu, sensor tersebut merupakan sensor yang paling baik digunakan untuk menentukan nilai konduktivitas dari minyak yang akan diuji.
Hasil ini sesuai dengan yang telah dilaporkan oleh Yu, dkk dimana penambahan carbon nanotube didalam komposit dapat mengurangi nilai kapasitas dari komposit tersebut sehingga menyebabkan naiknya nilai konduktivitas komposit [34]. Selain itu hasil ini juga analog dengan yang telah dilaporkan Supri
32
dkk bahwa distribusi dari serbuk enceng gondok yang dilapisi oleh polianilin didalam komposit dapat meningkatkan konduktivitas dari komposit tersebut [35]. Selain itu hal ini didukung oleh sifat polianilin itu sendiri yang memiliki sifat semi-konduktor sehingga bersama dengan serbuk ban akan menghasilkan konduktivitas yang semakin besar dengan penambahan serbuk ban [43].
Namun, dari Gambar 4.1 pada sensor ke -5 atau kandungan serbuk ban sebanyak 25 phr, nilai konduktivitas sensor menurun dibanding sensor sebelumnya dengan kandungan serbuk ban 20 phr. Hal ini disebabkan sensor yang diisi dengan serbuk ban sebanyak 25 phr memiliki kejenuhan dalam berikatan dengan matriks sensor tersebut, yaitu PANI, sehingga menyebabkan terhambatnya proses lompatan elektron (jumping electron) pada sensor tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya nilai konduktivitas dari sensor ke -5 menjadi sebesar 0,2105 M Ohm-1 cm-1.
Koizhainganova juga telah melaporkan bahwa konduktivitas polimer semakin meningkat dengan penambahan kandungan carbon nanotube, sampai konduktivitasnya menurun setelah penambahan carbon nanotube yang melebihi ambang batas, yaitu 30% dari berat matriks (30 per hundred resin) [36].
4.1.2 PENGARUH WAKTU PEMROSESAN TERHADAP NILAI KONDUKTIVITAS SENSOR
Gambar 4.3 menunjukkan hubungan perubahan nilai konduktivitas sensor terhadap waktu pemrosesan selama 20, 30, dan 40 menit pada saat pemasakan pada temperatur 80°C.
[image:52.595.136.464.569.720.2]Gambar 4.3 Pengaruh Waktu Pemrosesan Sensor Terhadap Nilai Konduktivitas
Sensor Pada Suhu 80 oC 0.12 0.17 0.22 0.27 0.32 0.37
20 30 40
Nila i K o nd uk tif it a (M O hm
-1 cm -1)
Waktu Proses (menit)
33
Sensor yang digunakan merupakan sensor dengan penambahan serbuk ban sesuai dengan formula sebelumnya yaitu (0, 5, 10, 15, 20, dan 25 phr).
Pada gambar 4.3 menunjukkan pengaruh dari waktu pemrosesan pada sensor terhadap nilai konduktivitas sensor pada suhu 80oC. Gambar diatas menunjukkan perubahan nilai konduktivitas tiap sensor untuk setiap pertambahan waktu proses dengan suhu 80oC. Untuk sensor murni memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan selama 30 menit, yaitu sebesar 0,1611 M ohm -1 cm-1. Sensor 1 memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan selama 30 menit, yaitu sebesar 0,2316 M ohm -1 cm-1. Sensor 2 memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan selama 40 menit, yaitu sebesar 0,2277 M ohm -1 cm-1. Sensor 3 memiliki konduktivitas tertinggi pada saat pemrosesan selama 30 menit,