• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan Terhadap Pengetahuan, Sikap Apip Tentang Fraud, Dan Citra Pusdiklatwas Bpkp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan Terhadap Pengetahuan, Sikap Apip Tentang Fraud, Dan Citra Pusdiklatwas Bpkp"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MAJALAH ILMIAH KAMPUS PENGAWASAN

TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP APIP TENTANG

FRAUD,

DAN CITRA PUSDIKLATWAS BPKP

DIAN SETYAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan terhadap Pengetahuan, Sikap APIP tentang Fraud dan Citra Pusdiklatwas BPKP adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Dian Setyawati

(4)

RINGKASAN

DIAN SETYAWATI. Pengaruh Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan terhadap Pengetahuan, Sikap APIP tentang Fraud, dan Citra Pusdiklatwas BPKP. Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH dan MUSA HUBEIS.

Dalam upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitas sebagai bagian dari sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi, penguatan peran Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) menjadi penting untuk dikedepankan. Berdasarkan pendekatan Internal Auditor Capability Model (IACM), kondisi saat ini menunjukkan 85.23 persen APIP masih berada di Level 1. Hal ini berarti APIP belum dapat memberikan jaminan atas proses tata kelola sesuai peraturan dan belum mampu mencegah korupsi. Salah satu penyebabnya adalah kompetensi dan profesionalisme APIP yang belum memadai khususnya mengenai pencegahan dan pendeteksian fraud (kecurangan).

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan (Pusdiklatwas) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan salah satu unit kerja BPKP yang mempunyai tugas pokok melaksanakan penyelenggaraan, pembinaan, dan koordinasi kegiatan pendidikan dan pelatihan di bidang pengawasan. Humas Pusdiklatwas BPKP menerbitkan majalah ilmiah triwulanan Kampus Pengawasan (KP) pada tahun 2015 dengan tujuan menjadi jembatan komunikasi dan pengembangan profesi pada diklat auditor Pusdiklatwas BPKP dan seluruh kalangan APIP se-Indonesia. Selain itu juga sebagai sarana publikasi kinerja yang telah dicapai untuk memelihara citra positif organisasi.

Tujuan penelitian ini: (1) menguji pengaruh penggunaan media majalah KP terhadap pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud, (2) menguji pengaruh penggunaan media majalah KP terhadap citra organisasi, (3) menganalisis pengaruh karakteristik APIP, kebutuhan informasi, penilaian efektivitas majalah dan selektivitas terhadap efek majalah berupa peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud dan citra organisasi berupa citra lembaga dan pengajar.

Penelitian dilakukan dengan metode quasi eksperimen jenis Rancangan Kelompok-Kontrol (Pre-test dan post-test) Nonekuivalen dengan responden 80 orang terbagi dalam kelompok Dengan Pemberian Majalah sebanyak dua kelas dan kelompok Tanpa Pemberian Majalah sebanyak dua kelas. Uji t berpasangan (paired sample t test) dengan membandingkan hasil pre-test (sebelum mendapat perlakuan) dan post-test (setelah mendapat perlakuan) melalui majalah untuk menganalisa pengaruh perbedaan terhadap efek majalah dan citra organisasi yang ditimbulkan dari perlakuan. Selanjutnya, untuk mengetahui pengaruh karakteristik APIP, kebutuhan informasi, penilaian efektivitas majalah dan selektivitas dengan efek majalah dan citra organisasi menggunakan analisis regresi.

Hasil penelitian ini: (1) Pengetahuan awal APIP tentang fraud masih rendah sedangkan sikap awal tentang tanggung jawab pencegahan dan pendeteksian fraud

(5)

prasarana; (2) Perlakuan majalah KP tidak terbukti mampu meningkatkan citra organisasi baik berupa peningkatan profesionalitas lembaga dan pengajar dibanding kelompok kontrol karena kurangnya konten kehumasan, walaupun demikian citra organisasi awal maupun akhir mayoritas pada kategori tinggi; (3) Peubah karakteristik APIP, penilaian efektivitas majalah dan selektivitas kelompok perlakuan terbukti berpengaruh terhadap efek majalah, sedangkan citra organisasi hanya dipengaruhi karakteristik APIP.

Kesimpulan penelitian adalah majalah KP sangat diperlukan dalam meningkatkan kompetensi APIP dan citra organisasi namun ke depan perlu perubahan penggunaan bahasa ilmiah baku menjadi bahasa ilmiah populer, peningkatan mutu desain majalah untuk meningkatkan daya tarik, peningkatan kajian mengenai kebijakan dan peraturan pemerintah yang merupakan kebutuhan informasi tertinggi serta aksesbilitas majalah. Selain itu, konten kehumasan juga perlu ditingkatkan untuk memelihara dan meningkatkan citra positif organisasi.

(6)

SUMMARY

DIAN SETYAWATI. The Effect Of Scientific Magazine’s KAMPUS PENGAWASAN to APIP’s Knowledge, Attitude about Fraud and Image of PUSDIKLATWAS BPKP.

Supervised by AMIRUDDIN SALEH and MUSA HUBEIS.

In an effort to increase transparency and accountability as part of the nine Program to Accelerate Reforms, strengthening the role of Government Internal Supervisory Apparatus ( APIP ) becomes essential to put forward. Based approach to the Internal Auditor Capability Model ( IACM ), the current conditions showed an overall 85.23 percent APIP still at Level 1. This means APIP can not provide assurance on the governance process according to the rules and have not been able to prevent corruption. One reason is the inadequate competence and professionalism of APIP, especially regarding the prevention and detection of fraud.

Education and Training Center Supervision (Pusdiklatwas) of Financial and Development Supervisory Agency (BPKP) is BPKP unit which has the fundamental duty to implement the organization, supervision, and coordination of education and training activities in the field of supervision. Public Relations of Pusdiklatwas BPKP publishes the quarterly scientific magazine Kampus Pengawasan (KP) in 2015 with the aim of being a bridge of communication and the development of the profession in auditor training of Pusdiklatwas BPKP and the rest of the APIP in Indonesia. Other than that, it serves as a means of publicizing the performance achieved to maintain a positive image of the organization.

The purposes of this study are: (1) to examine the effect of KP Magazine media use on the knowledge and attitudes APIP about fraud, (2) to test the effect of KP Magazine media use on the image of the organization, (3) to analyze the effect of the characteristics of the reader, the information needs, assess the effectiveness of magazine and selectivity to increase knowledge and attitudes APIP about fraud and the organization's image.

The study was conducted by the quasi-experimental type method of Nonequivalent (Pre-test and post-test) Control-Group Design by respondents as many as 80 people divided into two treatment classes and two control classes, Paired t-test (paired sample t test) by comparing the pre-test (before getting treatment) and post-test (after receiving treatment) through the magazine to analyze the effect of the difference in the increase of knowledge, attitude and image of the organization arising from the treatment. Whereas Regression analysis was done to determine the effect of the characteristics of APIP, the information needs, assessing the effectiveness of magazines and selectivity with increased knowledge, attitude and image of the organization.

(7)

independence, human resources, budget and infrastructure; (2) Treatment KP magazine was not shown to improve the organization’s image in the form of an increase on the professionalism of the instituton and the teacher than the control group because of the lack of content of public relations, yet the image of the organization beginning or end of majority of the high category; 3) The parameters characteristic of APIP, assessing of effectiveness of magazines and selectivity of the treatment groups shown to influence the effects of the magazine, while the image of organizations only influenced by characteristic of APIP.

In conclusion, this research shows that KP magazine is indispensable in improving the competence of APIP and image of the organization but in the future it needs to change the use of scientific language standard to the language of popular science, improving the quality of the design of the magazine to increase the attractiveness, improvement of studies on government policy and regulations that constitute the information needs of the highest and increase accessibility of magazines. In addition, public relations content also needs to be improved to maintain and enhance the positive image of the organization.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

PENGARUH MAJALAH ILMIAH KAMPUS PENGAWASAN

TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP APIP TENTANG

FRAUD,

DAN CITRA PUSDIKLATWAS BPKP

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah pengaruh media, dengan judul Pengaruh Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan terhadap Pengetahuan, Sikap APIP tentang Fraud, dan Citra Pusdiklatwas BPKP.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh, MS dan Bapak Prof Dr Ir Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Kementerian PPN/Bappenas Ir Yahya Rachmana Hidayat, MSc., Ph.D beserta staf dan Kepala Biro Kepegawaian dan Organisasi BPKP Dra Ratna Tianti Ernawati, MPsi beserta staf yang telah memberikan beasiswa Scholarship Program for Strengthening Reforming Institutions (SPIRIT) dan dukungan penuh kepada penulis selama menjalankan studi S2 di IPB. Penghargaan juga disampaikan kepada Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP Slamet Hariyadi, Ak., MSA, Kepala Bagian Tata Usaha Widhi Sutikno, Ak dan Pemimpin Umum dan Redaksi Majalah Kampus Pengawasan Tri Wibowo, Ak., MSi beserta seluruh staf Pusdiklatwas BPKP yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, mamah, suami, dan seluruh keluarga, serta teman-teman program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan angkatan 2014 atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah Error! Bookmark not defined.

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

Humas/ Public Relations 5

Jurnal Internal, Majalah Ilmiah dan Perancangan Majalah 7

Karakteristik APIP sebagai Khalayak 11

Kebutuhan Informasi yang Mendukung Kompetensi APIP 12

Penilaian Efektivitas Media Majalah 14

Selektivitas 16

Efek Media 17

Citra Organisasi 18

Teori Uses and Effect 19

Fraud 19

Hasil Penelitian yang telah Dilakukan dan State of the Art 23

Kerangka Berpikir 24

Hipotesis 26 METODE PENELITIAN 26 Rancangan Penelitian 26 Lokasi dan Waktu Penelitian 27 Subyek Penelitian 27 Pengumpulan data, Data dan Instrumentasi 28 Definisi Operasional 29 Uji Coba Rancangan Media 31 Prosedur Penelitian 32 Uji Validitas dan Reliabilitas 33 Analisis data 33 HASIL DAN PEMBAHASAN 34 Pandangan Umum 34 Karakteristik APIP 39 Perbandingan karakteristik APIP 41 Kebutuhan Informasi yang Mendukung Kompetensi APIP 42

Penilaian Efektivitas Majalah 43

Selektivitas 44

Pengetahuan APIP tentang fraud 45

(14)

Citra Profesionalitas Lembaga 50

Citra Profesionalitas Pengajar 52

Pengaruh Karakteristik APIP, Kebutuhan Informasi, Penilaian Efektivitas Majalah dan Selektivitas terhadap Efek Majalah dan Citra Organisasi 54

SIMPULAN DAN SARAN 59

Simpulan 59

Saran 60

DAFTAR PUSTAKA 60

LAMPIRAN 65

(15)

DAFTAR TABEL

1 Matriks hubungan antara tujuan, sumber data dan teknik pengumpulan

data 28

2 Jumlah SDM Pusdiklatwas BPKP berstatus PNS berdasarkan jenis

jabatan dan tingkat pendidikan di Bogor tahun 2015 36 3 Jumlah SDM Pusdiklatwas BPKP berstatus THL berdasarkan jenis

jabatan di Bogor tahun 2015 36

4 Jumlah dan kapasitas fasilitas sarana prasarana utama Pusdiklatwas

BPKP di Bogor tahun 2015 37

5 Susunan pengelola Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan di Bogor

tahun 2016 37

6 Judul artikel dan nama penulis Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan di

Bogor edisi 4 tahun 2016 38

7 Edisi dan judul (headline) Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan di

Bogor tahun 2015 38

8 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan karakteristik di Bogor tahun

2016 40

9 Nilai mean rank dan nilai koefisien Z pada perbandingan karakteristik APIP kelompok Dengan Pemberian Majalah (DPM) dan kelompok

Tanpa Pemberian Majalah (TPM) di Bogor tahun 2016 41 10 Jumlah dan persentase APIP kelompok Dengan Pemberian Majalah

berdasarkan kebutuhan informasi di Bogor tahun 2016 42 11 Jumlah dan persentase APIP kelompok Dengan Pemberian Majalah

berdasarkan penilaian efektivitas majalah di Bogor tahun 2016 44 12 Jumlah dan persentase APIP kelompok Dengan Pemberian Majalah

berdasarkan selektivitas di Bogor tahun 2016 45

13 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan pengetahuan awal tentang

fraud di Bogor tahun 2016 45

14 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan pengetahuan akhir tentang

fraud di Bogor tahun 2016 46

15 Total skor dan rataan peningkatan/penurunan pengetahuan APIP

tentang fraud di Bogor tahun 2016 46

16 Hasil uji t berpasangan peningkatan pengetahuan APIP tentang fraud

pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 47 17 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan sikap awal tentang fraud di

Bogor tahun 2016 48

18 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan sikap akhir tentang fraud di

Bogor tahun 2016 48

19 Total skor dan rataan peningkatan/penurunan sikap APIP tentang fraud

di Bogor tahun 2016 49

20 Hasil uji t berpasangan peningkatan sikap APIP tentang fraud pada

kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 49 21 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan citra profesionalitas lembaga

awal di Bogor tahun 2016 50

22 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan citra profesionalitas lembaga

(16)

23 Total skor dan rataan peningkatan citra profesionalitas lembaga di

Bogor tahun 2016 51

24 Hasil uji t berpasangan peningkatan citra profesionalitas lembaga pada

kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 51 25 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan citra profesionalitas pengajar

awal di Bogor tahun 2016 52

26 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan citra profesionalitas pengajar

akhir di Bogor tahun 2016 52

27 Total skor dan rataan peningkatan/penurunan citra profesionalitas

pengajar di Bogor tahun 2016 53

28 Hasil uji t berpasangan peningkatan citra profesionalitas pengajar pada

kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 53 29 Nilai koefisien regresi karakteristik APIP terhadap efek majalah dan

citra organisasi pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor

tahun 2016 55

30 Nilai koefisien regresi kebutuhan informasi APIP terhadap efek majalah dan citra organisasi pada kelompok Dengan Pemberian

Majalah di Bogor tahun 2016 56

31 Nilai koefisien regresi penilaian efektivitas majalah APIP terhadap efek majalah dan citra organisasi pada kelompok Dengan Pemberian

Majalah di Bogor tahun 2016 57

32 Nilai koefisien regresi selektivitas APIP terhadap efek majalah dan citra organisasi pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor

tahun 2016 58

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 25

2 Rancangan kelompok-kontrol (pre-test dan post-test) nonekuivalen 26

3 Struktur organisasi Pusdiklatwas BPKP 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji validitas dan reliabilitas 66

2 Uji komparatif Mann-Whitney karakteristik APIP 72

3 Uji t berpasangan 73

4 Uji regresi 74

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Reformasi birokrasi yang bertujuan menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara merupakan upaya perubahan yang memerlukan waktu panjang dan kesungguhan seluruh pihak. Dalam upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitas sebagai bagian dari sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi, penguatan peran Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) menjadi penting untuk dikedepankan.

Sesuai PP No 60 Tahun 2008, APIP yang terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal pada kementerian/lembaga, Inspektorat Provinsi, Kabupaten dan Kota mempunyai peran antara lain: memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; serta memberikan masukan yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

Berdasarkan pendekatan Internal Auditor Capability Model (IACM), kondisi saat ini menunjukkan secara keseluruhan 85.23 persen atau 404 unit kerja APIP masih berada di Level 1. Hal ini berarti APIP belum dapat memberikan jaminan atas proses tata kelola sesuai peraturan dan belum mampu mencegah korupsi; 14.56 persen atau 68 unit kerja APIP mencapai Level 2, dimana APIP mampu memberikan keyakinan yang memadai, proses sesuai dengan peraturan serta mampu mendeteksi terjadinya korupsi. Hanya 0.21 persen atau satu unit kerja APIP yang telah mencapai Level 3 dimana APIP telah mampu menilai efisiensi, efektivitas ekonomis suatu kegiatan dan mampu memberikan konsultasi pada tatakelola, manajemen risiko dan pengendalian intern. Hingga kini belum terdapat unit kerja APIP yang mampu mencapai Level 4 dimana APIP telah mampu memberikan jaminan secara keseluruhan atas tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian intern serta Level 5 dimana APIP mampu menjadi agen perubahan. (Simanjuntak 2015).

(18)

2

bertanggungjawab langsung kepada Gubernur (Santosa 2016). Hingga kini belum terdapat Undang-undang yang secara khusus mengatur Audit Internal Pemerintah, regulasinya masih tersebar pada beberapa kebijakan yang berpotensi tidak konsisten, tidak selaras maupun tidak operasional (Santosa 2016).

Berdasarkan data dari tahun 2009 s/d. 2013, BPKP telah membantu Kejaksaan, Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menghitung dugaan kerugian keuangan negara akibat korupsi (fraud) Rp. 10.149 triliun (Mardiasmo dalam Anugerah 2014). Indikator Indeks Persepsi Korupsi pada tahun 2015 juga menunjukkan Indonesia masih menempati urutan ke-88 dengan nilai 36, berada di bawah Malaysia dan Thailand. Masih tingginya tingkat kecurangan, khususnya korupsi di sektor pemerintah telah menimbulkan dampak sangat merugikan, dimana target pembangunan menjadi tidak optimal, rendahnya pelayanan publik hingga kesejahteraan masyarakat yang masih rendah.

APIP sebagai lembaga pengawasan internal pemerintah diharapkan mampu mendukung sistem pengendalian internal dan dituntut mempunyai tanggungjawab yang kuat dalam mendeteksi fraud, sehingga dapat mendeteksi fraud secara dini. Kompetensi APIP di bidang fraud sangat penting dimiliki dan harus terus-menerus ditingkatkan. Audit internal yang berkualitas akan mampu mendeteksi kecurangan (fraud) dan menginformasikan secara cepat kepada manajemen (Coram et al. 2006; Kinsella 2010 dalam Gamar dan Djamhari 2015).

Erina et al. (2012) menyimpulkan kompetensi secara parsial maupun bersama-sama peubah integritas, obyektifitas, dan kerahasiaan berpengaruh terhadap kinerja APIP. Refdi (2013) menyatakan kompetensi secara parsial maupun bersama-sama peubah independensi, kepatuhan pada kode etik dan motivasi berpengaruh terhadap mutu audit. Kompetensi menjadi faktor nyata dalam mendukung kinerja APIP. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki APIP adalah kemampuan mendeteksi kecurangan (fraud). Fuad (2015) meneliti persepsi auditor pada kantor BPK dan BPKP Provinsi Jawa Tengah mengenai tanggungjawab dalam mendeteksi fraud dan menyimpulkan bahwa faktor independensi dan kompetensi berpengaruh positif terhadap tanggungjawab auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Salah satu unsur penting dalam mendukung profesionalisme auditor internal selain kerangka pengetahuan, pendidikan dan pelatihan, organisasi profesi, standar, kode etik, telaah sejawat adalah tersedianya majalah/jurnal yang berisi perkembangan pengetahuan teknis maupun artikel bermanfaat dalam bentuk

features (Pickett 2003). Media seperti ini penting dalam membangun profesionalisme anggota, karena melalui media tersebut anggota dapat menyampaikan hasil riset, pemikiran, dan pengalaman yang masih berkaitan dengan a commonbody of knowledge profesi. Dengan demikian terbangun transfer knowledge dan berbagi informasi yang kuat antar anggota profesi, hingga setiap anggota dapat memperoleh pengetahuan terkini di bidangnya (Wibowo 2012).

(19)

3 Penelitian mengenai efek media berkembang secara dinamis mengikuti perubahan penggunaan media oleh khalayak. Taksiran rentang waktu efek komunikasi massa beragam versi, menurut (Stamm & Bowes dalam Nurudin 2011), jika dirinci: Tahun 1930-1950 efek tak terbatas (unlimited effect), Tahun 1950-1970 efek terbatas (limited effect) dan Tahun 1970-1980an efek moderat (not so limited effect). Perkembangan penelitian efek media yang dahulu didominasi mengenai konten negatif media sekarang telah meluas meliputi konten positif media, baik di bidang pendidikan maupun kesehatan.

Perumusan Masalah

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (Pusdiklatwas BPKP) merupakan salah satu unit kerja BPKP yang mempunyai tugas pokok melaksanakan penyelenggaraan, pembinaan, dan koordinasi kegiatan pendidikan dan pelatihan di bidang pengawasan. Visi Pusdiklatwas BPKP “Menjadi Lembaga Diklat Terdepan dan Terpercaya di Lingkungan Pemerintahan” berupaya menjalankan misi ketiga BPKP yakni mengembangkan kapasitas pengawasan intern pemerintah profesional dan kompeten. Pusdiklatwas BPKP melakukan pembelajaran yang dapat mempercepat pemenuhan kompetensi auditor di seluruh instansi pemerintah pusat dan instansi pemerintah daerah (Pusdiklatwas 2015).

Beberapa keberhasilan kinerja Pusdiklatwas antara lain, meraih sertifikat ISO 9001:2008 dari TUV Nord terhadap penerapan standarisasi proses kerja kediklatan sejak tahun 2007, memperoleh akreditasi A dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk program Pelatihan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta seringkali menjadi tempat tujuan kegiatan studi banding penyelenggaraan diklat oleh lembaga-lembaga diklat lain (Pusdiklatwas 2015).

Humas Pusdiklatwas BPKP menerbitkan majalah ilmiah triwulanan Kampus Pengawasan (KP) pada tahun 2015 dengan tujuan menjadi jembatan komunikasi dan pengembangan profesi pada diklat auditor Pusdiklatwas BPKP dan seluruh kalangan APIP se-Indonesia. Selain itu juga sebagai sarana publikasi kinerja yang telah dicapai untuk memelihara citra positif organisasi. Sebagian besar konten majalah berisikan artikel yang bersifat ilmiah, sedangkan sebagian lainnya merupakan konten yang bersifat kehumasan khususnya reportase kegiatan Pusdiklatwas. Khusus pada edisi yang digunakan dalam penelitian ini, majalah KP mengangkat topik pencegahan fraud secara mendalam dan komprehensif. Majalah KP dengan oplah tiga ribu eksemplar didistribusikan langsung ke seluruh peserta diklat serta untuk memperluas jangkauan, majalah KP juga telah diunggah di

Facebook komunitas APIP.

Penggunaan media internal oleh humas pemerintah diharapkan mampu mendukung misi organisasi terhadap khalayaknya serta memelihara citra positif organisasi. Penelitian ini menyoroti pengaruh majalah KP terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud, serta citra positif Pusdiklatwas BPKP sebagai salah satu unsur penting pendukung sektor pengawasan di Indonesia.

(20)

4

1. Apakah penggunaan media majalah KP pada kelompok perlakuan berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang

fraud?

2. Apakah penggunaan media majalah KP pada kelompok perlakuan berpengaruh terhadap peningkatan citra organisasi?

3. Faktor-faktor apakah yang memengaruhi peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud serta citra organisasi?

Tujuan Penelitian

Berbagai faktor yang melekat pada pembaca maupun efektivitas sebuah media akan mempengaruhi bagaimana sebuah media mampu berperan secara optimal. Penelitian bertujuan untuk:

1. Menguji pengaruh penggunaan media majalah KP terhadap efek majalah berupa peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud.

2. Menguji pengaruh penggunaan media majalah KP terhadap citra organisasi berupa peningkatan citra profesionalitas lembaga dan pengajar.

3. Menganalisis pengaruh karakteristik APIP, kebutuhan informasi, penilaian efektivitas majalah dan selektivitas terhadap efek majalah dan citra organisasi.

Manfaat Penelitian

Penggunaan media berupa publikasi internal berbentuk majalah telah banyak digunakan baik oleh instansi pemerintah maupun perusahaan. Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah ilmu komunikasi khususnya pengelolaan media internal dan efek media.

2. Penelitian ini diharapkan akan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap urgensi informasi pengawasan khususnya tentang fraud dalam mendukung peran APIP dalam mengawal pengelolaan keuangan negara. 3. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan perbaikan bagi

Pusdiklatwas BPKP dalam pengembangan pengelolaan Majalah Kampus Pengawasan.

Ruang Lingkup Penelitian

(21)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Humas/Public relations

Dari berbagai definisi public relations (PR)/humas, salah satunya menurut

(British) Institute of Public Relations adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (goodwill) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya, sedangkan menurut Jefkins, PR adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian (Jefkins dan Yadin 2014).

Selanjutnya Dr. Rex Harlow merumuskan definisi PR sebagai fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerjasama; melibatkan manajemen dalam menghadapi berbagai persoalan/permasalahan, membantu manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif; bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam mengantisipasi kecenderungan dengan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama (Wilcox et al. 2003).

Penelitian Mykkänén dan Vos (2015) terhadap 26 jurnal selama tahun 2002-2012 menunjukkan beberapa peran PR dalam berkontribusi terhadap proses pengambilan keputusan organisasi, yaitu partisipan, advisor, fasilitator dan diseminator. Pembagian peran tersebut menggambarkan bagaimana pendidikan, pengalaman, sikap, orientasi, manajemen dan pembagian tugas telah membantu PR dihargai oleh koalisi dominan atau pimpinan organisasi, sehingga dapat berkontribusi secara lebih berkualitas dalam proses pengambilan keputusan organisasi terhadap lingkungan sosialnya.

Menurut Sam Black dalam Effendy (1999) disebutkan empat tujuan humas pemerintahan yaitu:

1. To key citizen informed the council’s policy and it’s day by day activities.

Memberitahu penduduk agar tahu jelas mengenai kebijaksanaan lembaga beserta kegiatan sehari-hari.

2. To give them decisions are by the council.

Memberi kesempatan kepada publik untuk menyatakan pandangan mengenai proyek baru yang penting sebelum lembaga mengambil keputusan.

3. To enlighten citizen the of their right and responsibilities.

Memberikan penerangan kepada penduduk mengenai cara pelaksanaan sistem pemerintahan dan mengenai hak-hak dan tanggung jawab mereka.

4. To promote a sense of civil pride.

Mempromosikan kebanggaan sebagai warga negara.

(22)

6

masyarakat serta menyosialisasikan kebijakan dan program pemerintah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan humas pemerintah adalah lembaga humas dan atau praktisi humas pemerintah yang melakukan fungsi manajemen dalam bidang informasi dan komunikasi persuasif, efektif, dan efisien untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan publiknya melalui berbagai sarana kehumasan dalam rangka menciptakan citra dan reputasi positif instansi pemerintah (MenpanRB 2011).

Namun demikian pemerintah dinilai masih belum menempatkan strategi pengelolaan informasi dan PR sebagai ujung tombak untuk memperlihatkan kinerjanya, baik pada masyarakat domestik, regional atau bahkan internasional. Hal ini disebabkan lemahnya fungsi koordinasi yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang belum mampu mendorong sinergi masing-masing Humas Kementerian/Lembaga sehingga pembentukan opini publik lemah karena masing-masing mengusung isu yang sektoral dan terkadang saling berlawanan. Birokrasi yang gemuk dan minimnya kewenangan serta infrastruktur Humas Pemerintah juga mengakibatkan pemerintah cenderung lambat dalam merespon isu-isu yang berkembang sehingga kontraproduktif dengan tujuan pembangunan yang telah direncanakan (Wasesa & Macnamara 2010).

Menurut Dozier dan Broom dalam Ruslan 2007, peranan Humas dalam suatu organisasi dibagi menjadi empat kategori, yaitu: penasihat ahli (expert prescriber), fasilitator komunikasi (communication fasilitator), fasilitator proses pemecahan masalah (problem solving process fasilitator) dan teknisi komunikasi (communication technician).

Adapun model-model humas yang ada menurut Ngurah dalam Sukmana (2012) meliputi:

1. Model keagenan pers atau propaganda (Press Agentry Model)

Program-program humas dengan tujuan tunggal untuk memperoleh publisitas melalui media massa yang menguntungkan organisasi, kebenaran dari informasi yang disampaikan menjadi tidak berarti.

2. Model Informasi Publik (Public Information Model)

Kegiatan humas bertujuan untuk penyebaran informasi kepada publik. Praktisi sudah mempertimbangkan pentingnya kebenaran dalam informasi.

3. Model Asimetris Dua Arah (Two Way Asymetrical Model)

Praktisi sudah menggunakan hasil riset untuk mengembangkan pesan-pesan agar lebih mudah untuk membujuk publik agar publik berpikir, bersiap dan bertindak sesuai dengan harapan-harapan organisasi.

4. Model Simetris Dua Arah (Two Way Symetrical Model)

Humas beroperasi berdasarkan penelitian dan menggunakan komunikasi untuk mengelola konflik dan meningkatkan pemahaman dengan publik strategis. Model ini menekankan pentingnya sebuah perubahan perilaku organisasi untuk merespon tuntutan publik.

Sukmana (2012) menyatakan bahwa peran humas BPKP masih lebih pada

(23)

7 optimal karena penyampaian informasi cenderung satu arah serta masih mengalami kendala antara lain faktor sumber daya manusia, kemudian faktor politis dan struktur organisasi.

Selain masalah peran dan kelembagaan, tantangan selanjutnya bagi PR adalah bagaimana mengevaluasi dan mengukur kinerja. Tidak seperti disiplin komunikasi pemasaran, praktisi PR masih gagal mencapai konsensus tentang bagaimana dasar evaluasi pengukuran untuk mengarahkan penelitian mengenai kinerja PR (Michaelson & Stacks 2011).

Sejalan dengan hal tersebut, Wasesa dan Macnamara (2010) juga menyatakan walaupun kajian akademis dan industri di seluruh dunia menunjukkan kesadaran PR yang semakin kuat terhadap pentingnya riset dan evaluasi, namun masih tidak banyak praktisi yang mempraktikkannya. Terkait pengukuran efektivitas newsletter yang sejenis dengan majalah internal semi eksternal, beberapa evaluasi yang dapat dilakukan (Wilcox et al. 2003) seperti persepsi pembaca, bagaimana keseimbangan proporsi konten, rubrik yang banyak diminati, tambahan topik yang diperlukan pembaca, kredibilitas publikasi serta menggali hal-hal yang terkait dengan tujuan organisasi.

Kondisi humas BPKP yang masih berperan sebagai communication fasilitator dan communication technician, menjadikan humas BPKP lebih banyak berkiprah pada hal-hal teknis khususnya pengelolaan media baik majalah maupun

website. Penelitian ini mengukur sejauhmana efektivitas majalah KP dalam mendukung kompetensi APIP dan citra organisasi. Pengukuran yang baik akan mencerminkan kinerja humas sekaligus sebagai masukan perbaikan di masa mendatang.

Jurnal Internal, Majalah Ilmiah dan Perancangan Majalah

Jurnal Internal

Jurnal internal merupakan media yang diciptakan sendiri oleh organisasi/perusahaan untuk menjangkau khalayak tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan PR. Jurnal internal terdiri dari jurnal internal yang khusus diperuntukkan bagi staf dan pegawai serta jurnal eksternal yang diperuntukkan bagi pihak luar seperti pemakai jasa, konsumen, dealer, para pemegang saham atau pencipta pendapat umum. Publikasi yang didistribusikan kepada para anggota ataupun khalayak pendukung dari suatu organisasi seperti institusi-institusi profesional, universitas, komunitas profesi tertentu, serikat buruh, dan yayasan amal lazim disebut jurnal internal semi-eksternal. Salah satu bentuk jurnal internal berupa majalah dengan format majalah dan biasanya berukuran A4 (297x110 mm). Isinya kebanyakan adalah tulisan fitur dan ilustrasi, bisa dicetak dengan menggunakan teknik lithografi atau photogravure (Jefkins & Yadin 2014).

Beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh PR dalam membuat jurnal internal menurut Ardianto (2009) adalah:

1. Readers (Pembaca), target pembaca akan menentukan gaya dan isi penerbitan. 2. Quantity (eksemplar/tiras/oplah), tiras akan memengaruhi cara produksi, mutu

(24)

8

3. Frequency (waktu terbit atau edisi), dari ketersediaan fasilitas dan biaya dapat menentukan frekuensi apakah harian, mingguan, bulanan, dwibulanan atau triwulanan.

4. Policy (kebijakan produksi), jurnal internal bisa sekedar memberi informasi kepada pembaca mengenai perusahaan, untuk membina hubungan baik top manajemen dengan karyawan, untuk membantu agen/dealer dan konsumen agar lebih paham terhadap penjualan suatu produk. Yang terpenting adalah jurnal internal yang diterbitkan harus sejalan dengan program PR secara menyeluruh sehingga tercapai sasaran suatu organisasi/perusahaan dalam memelihara dan menciptakan citra positif.

5. Title (Nama jurnal internal), nama harus mencerminkan kekhasan atau karakteristik tersendiri, mudah diingat dan komunikatif.

6. Proses percetakan, bisa menggunakan letterpress, photogravure atau web

-offset. Proses percetakan ini ditentukan oleh faktor-faktor tertentu seperti eksemplar/tiras, penggunaan warna, dan jumlah gambar atau foto.

7. Style (format/gaya/bentuk), hal yang memengaruhi gaya jurnal internal adalah ukuran halaman, berapa banyak kolom, tipografi, ilustrasi, keseimbangan berita, feature dan artikel.

8. Free issue or cover price, ada dua pendapat, pertama jurnal internal tidak dijual dan pendapat lain apabila ingin dihargai jurnal internal harus dijual dengan harga tertentu. Hal ini tergantung sejauh mana jurnal internal tersebut mewakili kepentingan, baik top manajemen, karyawan, maupun pelanggan/pembeli.

9. Advertisement (iklan), seperti media pers lainnya, jurnal internal mampu menyerap iklan tergantung karakteristik pembaca dan jumlah tiras.

10. Distribution (sirkulasi), harus memperhitungkan aktualitas penerbitan, bisa dikirim melalui kurir, via pos atau digabung dengan sirkulasi pers komersil.

Publikasi organisasi mempunyai karakteristik antara lain: memuaskan kebutuhan organisasi untuk terus mencatat sikapnya dan mengkomunikasikan informasi yang perlu bagi pencapaian sasaran-sasaran organisasi; publikasi-publikasi ini memungkinkan organisasi mengirimkan pesan kepada publik yang spesifik sasarannya; serta membiarkan organisasi berkomunikasi dengan kata-katanya sendiri tanpa interupsi atau pengubahan (Cutlip et al. 2005).

Wood (2006) menyatakan walaupun banyak perusahaan dan organisasi yang menerbitkan house journal, namun belum ada teori komprehensif yang tersedia bagi perangkat penting PR tersebut. Wood dalam penelitiannya menggunakan teori excellence PR yang dipopulerkan James Grunig dengan konsep two way symmetrical communication sebagai dasar dalam menyusun kriteria teknis house journal yang “excellence” di Afrika Selatan. Konsep Excellence house journal

(25)

9 Majalah Ilmiah

Sebagai media, majalah memiliki peranan sosial, kultural, bahkan politis yang cukup penting di masyarakat (Mc Quail dalam Delia 2012). Majalah merupakan penerbitan berkala yang menyajikan liputan jurnalistik dan artikel berisi informasi dan opini yang membahas berbagai aspek kehidupan. Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya dapat berilustrasi foto, gambar atau lukisan, tetapi dapat juga berisi daftar isi. Majalah secara berkala yang terbit setiap minggu, bulan, dan sebagainya isinya bermacam-macam, berita, laporan, cerpen, membuat bermacam-macam keterampilan, ada yang bergambar, ada yang khusus perempuan, khusus anak-anak (Iskandar & Atmakusumah dalam Sardi 2012).

Berbeda dengan surat kabar yang fungsinya murni mengantarkan berita kepada khalayak, majalah memiliki isi editorial dengan aktualitas yang panjang sehingga bisa dinikmati lebih lama (Bland et al.dalam Delia 2012). Media digital seperti internet tidak mematikan majalah, namun justru melengkapinya (Aikala

dalam Delia 2012).

Straubhaar dan LaRose dalam Delia (2012), menyatakan beberapa keunggulan majalah dibandingkan media massa lain:

1. Majalah lebih tersegmentasi dan mengkhususkan informasi untuk segmen tertentu. Misalnya, majalah remaja, majalah wanita, majalah aviasi dan lain-lain.

2. Segmentasi majalah ini juga menjadikan majalah sebagai perangkat komunikasi yang efektif bagi elite audience.

3. Majalah dapat menyajikan informasi penting yang tidak bisa ditampilkan di media massa lain, seperti rincian perkembangan dunia profesional, berita mengenai sektor bisnis yang spesifik, dan lain-lain.

Hubeis dalam Sardi (2012) membagi majalah menjadi lima kategori utama: 1. General consumer magazine (Majalah konsumen umum)

Majalah konsumen umum menyajikan informasi tentang produk dan jasa yang diiklankan pada halaman-halaman tertentu.

2. Business publication (Majalah bisnis)

Majalah bisnis disebut juga trade publication yang melayani secara khusus informasi bisnis, industri, atau profesi. Pembaca majalah ini terbatas pada kelompok profesional atau pelaku bisnis.

3. Literacy review and academic journal (Kritik sastra dan majalah sains)

Terdapat ribuan majalah kritik sastra dan majalah ilmiah yang pada umumnya memiliki sirkulasi di bawah 10 ribu. Majalah ini banyak diterbitkan oleh organisasi-organisasi nonprofit, universitas, yayasan atau organisasi profesional. Kebanyakan majalah ini tidak memiliki halaman iklan.

4. Newsletters (Majalah terbitan khusus)

Media ini dipublikasikan dalam bentuk khusus biasanya 4 - 8 halaman dengan perwajahan khusus dan didistribusikan secara gratis atau dijual secara berlangganan.

5. Public Relations Magazines (Majalah kehumasan)

(26)

10

Majalah Kampus Pengawasan merupakan jurnal internal semi eksternal yang berbentuk majalah ilmiah. Menurut Prawati (2003), majalah ilmiah merupakan terbitan berkala, terbit terus-menerus dengan judul majalah yang sama, untuk jangka waktu yang tidak dapat ditentukan dan dengan kala terbit yang tertentu pula. Setiap nomer terbitan memuat beberapa tulisan atau artikel, bisa dengan topik yang sama atau berbeda. Teks artikel tidak sepanjang teks buku sehingga ide pokok penulis lebih mudah ditangkap.

Lebih lanjut Prawati (2003) menyatakan majalah ilmiah berisi temuan dan ide baru, diterbitkan oleh organisasi atau sekelompok orang yang membentuk perhimpunan, dan dikelola oleh suatu tim redaksi tertentu. Majalah memiliki sistem kontrol internasional, yaitu International Standard Serial Number (ISSN). Majalah juga merupakan media penyebaran informasi di antara ilmuwan, melalui media ini dapat dikenal siapa mengetahui siapa, serta orang-orang yang ahli dalam suatu bidang profesi tertentu. Artikel yang dimuat dalam majalah ilmiah biasanya merupakan hasil dan temuan baru penelitian, isinya penuh dengan nada keorisinilan yang tinggi sehingga hanya menjadi arena komunikasi pakar atau ilmuwan spesialis (Rifai dalam Tambunan 2014).

Penelitian Tambunan (2014) menunjukkan majalah-majalah yang terdaftar pada Directory of Indonesian Learned Periodicals = Direktori Majalah Ilmiah Indonesia hingga tahun 2003 sebanyak 1.170 judul. Tiga subyek terbanyak adalah subyek teknologi (418 judul), ilmu sosial (380 judul), dan ilmu murni (172 judul) dibandingkan subyek lain. Berdasarkan pemetaan terbitan majalah di Indonesia maka dari 27 provinsi, majalah terbanyak diterbitkan di Provinsi DKI Jakarta (182 judul), Jawa Barat (176 judul), dan Jawa Timur (174 judul). Dilihat dari penerbitnya, majalah yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan paling banyak, yaitu 954 (81,54%) dibandingkan dengan departemen 94 (8,03%), perkumpulan 67 (5,73%), dan perusahaan 10 (0,85%).

Perancangan Majalah

Pada prinsipnya perancangan majalah sama seperti perancangan media lainnya hanya berbeda pada materi yang digunakan serta teknis pembuatannya. Sebagai media visual, materi utama majalah antara lain meliputi tulisan, gambar, foto, tabel, matriks maupun ilustrasi. Kemp et al. (1975) menyatakan dalam pendekatan desain media instruksional terdapat tiga tahap:

1. Tahap Persiapan

Dimulai dengan penentuan ide mengenai tema yang akan menjadi pesan utama sebuah media, diikuti penentuan tujuan secara spesifik, terdapat tiga jenis tujuan meliputi kemampuan psikomotorik, kognitif dan afektif. Selanjutnya perancangan media menyesuaikan dengan karakteristik audiens yang menjadi sasaran, baik umur, pendidikan, pengetahuan mengenai topik terkait, sikap serta perbedaan masing-masing sebagai individu.

Setelah tahapan di atas, perancangan media dilanjutkan dengan mempersiapkan

content outline perancangan majalahmeliputi pemilihan topik pada pada setiap rubrik serta penentuan kontributor yang akan menulis. Penyusunan kerangka kerja juga harus ditetapkan dengan seksama mempertimbangkan deadline

(27)

11 2. Tahap Produksi, masing-masing kontributor menulis sesuai pembagian rubrik dilanjutkan proses layout, editing, pembuatan dummy hingga proses pencetakan. 3. Tahap Tindak lanjut sebagai tahapan terakhir meliputi penggunaan majalah dan

evaluasi terhadap efektivitasnya sebagai perbaikan untuk edisi-edisi berikutnya.

Karakteristik APIP sebagai Khalayak

Khalayak (public) adalah kelompok orang-orang yang berkomunikasi dengan suatu organisasi, baik secara internal maupun eksternal. Menurut definisi yang dirumuskan oleh IPR, istilah khalayak sengaja dituangkan ke dalam istilah yang bermakna majemuk yaitu public bukan khalayak dalam arti masyarakat luas. Dalam kalimat lain, kegiatan PR tersebut khusus diarahkan kepada khalayak terbatas atau pihak-pihak tertentu yang berbeda-beda dan masing-masing dengan cara yang berlainan. Dalam memilih khalayak, PR bersifat lebih diskriminatif, unsur atau segmen tertentu sengaja dipilih dalam rangka lebih mengefektifkan penerimaan pesan-pesan (Jefkins & Yadin 2014).

Sesuai peran Pusdiklatwas BPKP sebagai penyelenggara pendidikan dan pelatihan bagi APIP, maka APIP merupakan khalayak yang harus menjadi sasaran utama dalam program humas. Menurut PP No 60 Tahun 2008 mengenai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, APIP terdiri dari BPKP, Inspektorat Jenderal di kementerian, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten yang bertugas melakukan pengawasan intern pemerintah dan harus memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor melalui sertifikasi oleh instansi yang berwenang. APIP meliputi dua jenis jabatan fungsional yaitu Jabatan Fungsional Auditor (JFA) yang sertifikasi dan pembinaannya dilakukan oleh BPKP serta Pejabat Pengawas Urusan Pemerintahan Daerah (P2UPD) yang sertifikasi dan pembinaannya dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri.

Sejak tanggal 30 November 2012 APIP juga telah mempunyai wadah profesi yang diberi nama Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia atau disingkat AAIPI. Sebagai kelengkapan dalam menunjang profesionalisme APIP, AAIPI juga telah menyusun standar audit, kode etik dan pedoman telaah sejawat (AAIPI 2014).

(28)

12

Sebagai legalitas profesi auditor, APIP dituntut memiliki sertifikasi jabatan fungsional auditor melalui diklat JFA yang diselenggarakan Pusdiklatwas BPKP agar memenuhi standar kompetensi dan profesionalisme serta memperoleh penilaian kinerja yang terukur. Komitmen profesional adalah tingkat loyalitas individu pada profesinya seperti yang telah dipersepsikan oleh individu tersebut. Agar seseorang dapat berperilaku dengan baik, maka ia harus memperhatikan etika profesional yang diatur dalam kode etik. Etika profesional yaitu standar perilaku seseorang profesional yang dirancang untuk tujuan praktis dan idealistik sehingga mendorong perilaku seseorang yang ideal, bersifat realistis, dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum (Tranggono & Kartika 2008).

Gibson dalam Tranggono & Kartika (2008) menyatakan bahwa motivasi merupakan hal yang mendorong individu ataupun kelompok untuk melakukan sesuatu perbuatan baik itu faktor dari dalam diri individu maupun faktor dari luar.

Santrock dalam Bagia et al. (2015) melihat ranah motivasi ada dua, yaitu (1) motivasi intrinsik adalah keinginan dari dalam diri seseorang untuk melakukan

sesuatu bermanfaat bagi dirinya; dan (2) motivasi ekstrinsik adalah keinginan untuk melakukan sesuatu yang lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar dirinya. Di samping itu, Ranto dalam Bagia et al. (2015) juga mengungkapkan bahwa motivasi adalah sesuatu hal yang merubah kita dari rasa jenuh menjadi rasa tertarik yang juga memberi semangat dan membimbing aktivitas. Motivasi untuk meningkatkan kompetensi dapat diartikan sebagai keinginan yang mendorong individu untuk meningkatkan kompetensinya baik berasal dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya.

Kebutuhan Informasi yang mendukung Kompetensi APIP

Bauer dalam Sardi (2012) mengatakan ada beberapa sifat masyarakat yang mempengaruhi kebiasaan berinformasi dan yang relevan untuk memahami efek komunikasi. Satu di antaranya adalah intuisi kebutuhan (need cognition), suatu kebutuhan yang amat dekat hubungannya dengan rasa ingin tahu. Informasi dibutuhkan pengguna bertujuan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan yang dapat mengubah sikap dan perilakunya (Sankarto & Permana

dalam Sardi 2012).

Menurut Alexis Tan (Black et al. 1998), tipologi kebutuhan dimana manusia dapat terpuaskan dengan mengkonsumsi media yang meliputi:

1. Kebutuhan Kognitif

Kebutuhan terhadap informasi, pengetahuan, pemahaman lingkungan serta menghubungkan keingintahuan dengan eksplorasi.

2. Kebutuhan Afektif

Kebutuhan untuk estetika, kesenangan dan pengalaman emosional, merupakan motivasi yang biasa terpuaskan melalui media.

3. Kebutuhan Integrasi Personal

Kebutuhan untuk meningkatkan rasa percaya diri, kredibilitas, stabilitas dan status, tergantung dari hasrat seseorang dalam pencapaian diri.

4. Kebutuhan Integrasi Sosial

(29)

13 5. Kebutuhan Pelarian

Kebutuhan yang berhubungan dengan menghindarkan tekanan, ketegangan, dan hasrat akan keanekaragaman.

Amalia (2014) menyatakan motif informasi dalam penggunaan media internal menunjukkan pengaruh terhadap kepuasan informasi walaupun dengan kategori sangat rendah. Sosiawan (2011) menyatakan alasan penggunaan media internet sebagian besar adalah untuk mencari informasi, baru diikuti alasan untuk berkomunikasi, mencari hiburan dan lain-lain. Penelitian tersebut juga menunjukkan situs jaringan sosial mampu memberikan dukungan sosial dari sisi keterlibatannya dalam kelompok baik dalam konteks interaksi maupun dalam konteks komunikasi. Selain itu, juga mampu memberikan dukungan informasi serta dukungan emosional bagi penggunanya.

Ainsworth et al. dalam Bagia et al. (2015) mendefinisikan kompetensi individu adalah kapasitas dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki oleh seorang karyawan yang relevan dengan standar pekerjaan yang akan dilakukan sehingga mampu melaksanakan pekerjaan yang telah dirancang bagi dirinya baik untuk saat ini maupun di masa yang akan datang. Penelitian Mayangsari dalam Zu’amah (2009) menunjukkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia adalah: (1) Pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu kompetensi. Pengetahuan ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman, (2) Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan orang lain.

Professional Practice Framework (PPF) yang diterbitkan oleh IIA dalam

Wibowo (2012), menyebutkan salah satu attribute standar bagi pengawas intern adalah proficiency (kecakapan) dan due professional care (menjaga sikap profesional). Proficiency diartikan bahwa pengawas intern harus memiliki pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan kompetensi lain yang dibutuhkan untuk menjalankan tanggung jawabnya dengan kinerja yang baik. Aktivitas pengawasan intern secara kolektif harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lain yang dibutuhkan untuk menjalankan tanggung jawabnya dengan baik. Due professional care diartikan sebagai pengawas internal harus menerapkan kepedulian dan memiliki ketrampilan sebagai pengawas intern yang kompeten dan hati-hati. Hal ini bukan berarti tidak mungkin berbuat salah. Selain itu pengawas intern harus selalu mengasah pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lain melalui continuing professional development (Wibowo 2012).

Kompetensi APIP (BPKP 2014) disesuaikan dengan tanggung jawab jabatan yang diembannya. Semakin tinggi jabatan memerlukan kompetensi yang lebih tinggi. Auditor dengan jabatan yang lebih tinggi diharapkan lebih memiliki kompetensi untuk melaksanakan peran consulting, serta peran membantu manajemen unit APIP mengelola kegiatan APIP. Sebaliknya Auditor dengan jabatan yang lebih rendah diharapkan memiliki kompetensi teknis atas pelaksanaan kegiatan yang bersifat assurance.

(30)

14

1. Bidang Manajemen Risiko, Pengendalian Intern, dan Tata Kelola Sektor Publik, yaitu kompetensi Auditor yang terkait dengan pemahaman atas risiko, pengendalian, dan tata kelola sektor publik dan bagaimana ketiga unsur tersebut terkait dengan fungsi audit intern.

2. Bidang Strategi Pengawasan yaitu kompetensi Auditor terkait dengan bagaimana tujuan pengawasan dicapai secara efektif serta teknik dan metode pengawasan yang tepat untuk digunakan.

3. Bidang Pelaporan Hasil Pengawasan, yaitu kompetensi Auditor yang terkait dengan kegiatan pelaporan guna mengomunikasikan hasil pengawasan sehingga memungkinkan dilakukannya perbaikan/peningkatan atas manajemen risiko, pengendalian intern, dan tata kelola organisasi agar pengawasan benar-benar dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi. 4. Kompetensi Bidang Sikap Profesional merupakan kompetensi Auditor yang

terkait dengan kemampuan untuk mengikuti perkembangan lingkungan dan proses bisnis organisasi, serta perkembangan profesi Auditor intern yang mempengaruhi pelaksanaan audit intern sesuai standar dan kode etik yang berlaku.

5. Kompetensi Bidang Komunikasi merupakan kompetensi Auditor yang terkait dengan kemampuan berkomunikasi secara jelas dan dapat dimengerti.

6. Kompetensi Bidang Lingkungan Pemerintahan merupakan kompetensi Auditor yang terkait dengan pemahaman atas faktor-faktor dan isu-isu terkait pemerintahan baik pusat maupun daerah yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pengawasan.

7. Kompetensi Bidang Manajemen Pengawasan merupakan kompetensi yang terkait dengan kemampuan dalam mengelola pengawasan sehingga tujuan pengawasan dapat tercapai.

Penelitian ini menganalisis sejauhmana pengaruh kebutuhan pembaca majalah KP khususnya kebutuhan kognitif berupa informasi yang mampu menunjang peningkatan kompetensi terhadap efek majalah dan citra organisasi. Dikelompokkan ke dalam kebutuhan mengenai perkembangan pengetahuan di bidang pengawasan internal, profesi auditor internal, kebijakan pemerintah, serta hasil penelitian.

Penilaian Efektivitas Media Majalah

Bertrand (1978) menyatakan sebuah media dalam mencapai efektifitas dalam penyampaian pesan sesuai tujuan yang yang diharapkan harus memenuhi unsur berikut:

1. Daya Tarik (Attraction)

Sebuah media harus mampu mendesain pesan yang menarik perhatian dan disukai target audiens.

2. Pemahaman (Comprehension)

Desain pesan juga harus mudah dipahami oleh target audiens. 3. Penerimaan (Acceptability)

(31)

15 4. Keterlibatan diri (Self involvement)

Desain pesan juga harus mampu menjadikan target audiens merasa terlibat dalam topik yang diulas.

Penelitian Nurhaida et al. (2007) menunjukkan penggunaan media cerita bergambar (cergam) Wanatani pada petani kopi di Lampung mencapai keberhasilan mengatasi hambatan literasi. Faktor utama yang berpengaruh adalah faktor daya tarik (Attraction) khususnya pada penggunaan gambar yang mempermudah pemahaman (Comprehension) pembaca. Faktor penerimaan (Acceptability) dan keterlibatan diri (Self involvement) juga memperoleh nilai tinggi, sehingga turut mendukung efektivitas cergam tersebut.

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan majalah adalah mutu media. Mutu konten majalah (Tsourvakas et al., dan Dominick dalam Delia 2012) meliputi:

1. Pemilihan Topik

Sebagai produk yang menjual informasi, isi suatu majalah merupakan salah satu faktor signifikan penentu mutu majalah sebagai sebuah produk. Suatu majalah yang baik dan memuaskan harus memiliki artikel dengan topik yang aktual, terkini dan relevan dengan apa yang dialami pembaca.

2. Kredibilitas dan Reliabilitas Artikel

Informasi yang akurat, edukatif, dan bisa diandalkan merupakan indikator keandalan suatu majalah yang membuat majalah tersebut bisa dipercaya oleh pembacanya.

3. Gaya Bahasa

Beda target pembaca, beda pula gaya bahasanya. Oleh karena itu, penting bagi suatu majalah untuk menyesuaikan gaya bahasa dengan usia pembaca agar pembaca bisa dengan mudah memahami apa yang dibicarakan dalam majalah. 4. Kedalaman Penyajian Informasi

Analisis yang lengkap, menyeluruh dan menjawab pertanyaan pembaca menjadi salah satu aspek yang diperhatikan saat menilai mutu konten majalah. Apabila suatu topik menarik dan relevan namun tidak dibahas secara mendalam atau in-depth, maka pembaca akan merasa kurang mendapat informasi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap persepsi mereka terhadap majalah tersebut.

5. Konsistensi Penyajian Artikel

Majalah yang baik adalah majalah yang dapat secara konsisten menyajikan isi majalah sesuai apa yang diinginkan dan dibutuhkan pembaca.

6. Keanekaragaman Topik

Pengulangan topik atau topik mirip-mirip dapat menimbulkan kebosanan. Suatu majalah harus bisa memilih dan memilah topik yang variatif untuk memenuhi kebutuhan pembaca yang juga berbeda-beda.

7. Sosok yang Menjadi Cover Majalah

Sampul adalah hal pertama yang dilihat oleh pembaca, sosok yang ditampilkan di sampul majalah harus mempunyai nilai jual, cerita baru atau kelebihan tertentu yang membuat orang tertarik untuk membaca lebih lanjut. 8. Layout Artikel dan Foto-foto Ilustrasi

(32)

16

dan huruf) enak dipandang, serta foto-foto ilustrasi yang sesuai dengan isi artikel.

9. Mutu Teknis

Mutu teknis mencakup mutu kertas dan mutu sampul. Hal ini turut mencerminkan tingkat keawetan majalah.

Peubah penilaian efektivitas majalah diukur berdasarkan daya tarik yang meliputi unsur-unsur mutu konten majalah seperti pemilihan topik, gaya bahasa, kedalaman informasi, serta desain majalah yang terdiri dari cover, lay out, huruf dan ilustrasi; pemahaman; keterlibatan diri dan penerimaan.

Selektivitas

Melvin DeFleur (Black et al. 1998) menyatakan studi mengenai persepsi manusia menemukan bahwa nilai-nilai individu, kebutuhan, keyakinan dan sikap merupakan unsur yang memengaruhi bagaimana seseorang akan memilih stimulus dari meningkatnya media dan dalam mengartikan stimulus tersebut. Selanjutnya, DeFleur menyimpulkan bahwa perhatian selektif dan terpaan selektif dipengaruhi mekanisme psikologis yang memodifikasi model stimulus respon pada komunikasi massa. Individu diketahui akan memilih pesan berkaitan dengan minat, konsisten dengan keyakinan dan mendukung nilai-nilai yang dianutnya. Sama halnya dengan temuan individu yang menghindari pesan yang bertentangan dengan minat, sikap, keyakinan dan nilai yang dianut.

Selektif persepsi adalah kecenderungan manusia untuk mengadaptasikan pesan media untuk memenuhi preferensi mereka. Definisi persepsi menurut Berelson dan Steiner dalam Black et al. (1998) adalah sebuah proses yang kompleks dimana manusia memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulasi sensor ke dalam makna dan gambaran tentang dunia. Persepsi dipengaruhi faktor psikologis meliputi prasangka yang berdasarkan pengalaman, harapan kultural, motivasi, moods dan sikap. Hal ini menyebabkan terjadinya kesalahan dalam menerima dan menginterpretasikan pesan sehingga akan mengurangi potensi pembagian makna yang bermanfaat.

Selektif ingatan adalah kecenderungan orang dalam mengingat pesan yang ingin diterima dibanding pesan yang ingin ditolak. Faktor yang memengaruhi proses selektif ini adalah konsistensi pesan dengan sikap dan pengalaman, anggapan pentingnya pesan tersebut untuk digunakan, intensitas pesan, serta media yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Hal ini juga akan menyebabkan distorsi pesan.

Pengaruh selektivitas dalam komunikasi politik menunjukkan massa sebuah partai hanya mau mendengarkan pesan-pesan kampanye yang disampaikan oleh partai atau tokoh yang mereka percayai. Selain itu, publik/individu yang menjadi target periklanan politik tidak dapat mengingat semua pesan yang disampaikan. Shanto Iyengar menyatakan hanya pesan-pesan yang dianggap sesuai dengan sikap, nilai dan kepentingan saja yang masuk ke dalam memori seseorang (Zulfebriges dalam Haryati 2007).

(33)

17 hanya sebagian kecil (31,2 persen) penerima Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang mengakses internet, dengan jenis informasi terbanyak di bidang ekonomi (22 persen). Namun, akses informasi mengenai pemberdayaan masyarakat justru kecil (3,9 persen) dan sebagian besar melalui website

pemerintah. Pemilihan media menunjukkan Laptop yang paling banyak digunakan (36,6 persen) dan saluran yang digunakan sebagian besar melalui Facebook (57,3 persen). Dalam penelitian ini selektivitas berupa frekuensi membaca dan jumlah artikel yang dibaca. Semakin tinggi frekuensi dan jumlah artikel yang dibaca diduga akan berpengaruh terhadap efek majalah KP dan citra organisasi.

Efek Media

Chaffe dalam Rakhmat (2003) melihat efek media massa dalam tiga pendekatan. Pertama pendekatan yang membatasi efek hanya selama berkaitan dengan pesan media, akan mengesampingkan banyak sekali pengaruh media massa. Pendekatan kedua adalah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa meliputi penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan perilaku atau dengan istilah lain, perubahan kognitif, afektif dan behavioral. Pendekatan ketiga meninjau satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa, yaitu individu, kelompok, organisasi, masyarakat atau bangsa.

Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi. Efek afektif timbul jika perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap atau nilai. Sedangkan efek behavioral merujuk kepada perilaku nyata yang dapat diamati yang meliputi pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku.

Dari berbagai studi yang pernah dilakukan terhadap pengaruh dalam komunikasi, ditemukan bahwa komunikasi massa cenderung lebih banyak memengaruhi pengetahuan dan tingkat kesadaran seseorang, sedangkan komunikasi antar pribadi cenderung berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang (Cangara 2007).

Denham (2006) menyatakan media mempunyai kapasitas untuk memengaruhi pengetahuan dan sikap mengenai bahaya penggunaan doping, namun sebaiknya lebih menekankan kepada fakta ilmiah. Penelitian Pankratow

et al. (2013) juga membuktikan konsumsi media khususnya pesan melalui majalah kesehatan mampu mempengaruhi motivasi berolahraga untuk alasan kesehatan tidak hanya untuk mencapai bentuk tubuh yang sempurna.

Tidak hanya membawa dampak positif, sebaliknya media juga mampu membawa memberi efek negatif. Penelitian Aloise-Young et al. (2006) menyatakan paparan iklan rokok di majalah dan kesadaran mengenai hal tersebut mampu menambah tekanan teman sebaya dalam merokok. Selain itu, citra positif perokok juga berhubungan dengan perhatian terhadap iklan dan dimediasi hubungan antara perhatian dan merokok.

(34)

18

menimbulkan efek kognitif. Bila dilakukan terus-menerus dapat menimbulkan efek afektif dan berlanjut pada efek kognatif, yaitu perilaku partisipatif untuk menjalankan kehidupan demokrasi yang baik.

Penelitian ini membatasi efek majalah hanya pada efek kognitif dan efek afektif mengingat adanya keterbatasan peneliti. Majalah KP diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap APIP agar semakin kompeten dalam menjalankan tugas pengawasan khususnya pendeteksian dan pencegahan fraud.

Citra Organisasi

Menciptakan dan memelihara citra positif organisasi merupakan tujuan mendasar dari kegiatan PR. Citra menurut Kasali (2005) adalah kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Pemahaman yang berasal dari suatu informasi yang tidak lengkap juga akan menghasilkan citra yang tidak sempurna. Lebih lanjut, Jefkins dan Yadin (2014) menguraikan citra meliputi lima kategori, yaitu citra bayangan, citra yang berlaku, citra yang diharapkan, citra perusahaan dan citra majemuk.

Citra bayangan adalah citra yang melekat pada anggota organisasi, biasanya pemimpinnya mengenai anggapan orang luar terhadap organisasinya dan seringkali hanya sebuah ilusi, karena tidak memadainya informasi, pengetahuan maupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan organisasi. Citra yang berlaku merupakan kebalikan citra bayangan, yaitu merupakan citra atau pandangan dari pihak luar mengenai suatu organisasi. Biasanya juga jarang sesuai dengan kenyataan, karena semata-mata terbentuk oleh pengalaman atau pengetahuan orang luar yang serba terbatas. Selanjutnya citra yang diharapkan adalah citra yang diinginkan pihak manajemen. Keempat, citra perusahaan adalah citra dari organisasi secara keseluruhan, bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya namun terbentuk dari banyak hal seperti sejarah, mutu produk dan hubungan dengan stakeholder. Terakhir citra majemuk adalah citra organisasi secara keseluruhan yang dipengaruhi banyaknya pegawai, cabang atau perwakilan organisasi.

Wasesa dan Macnamara (2010) berpendapat bahwa terbentuknya citra perusahaan adalah adanya persepsi (berkembang di benak publik) terhadap realitas (muncul di media). Persepsi-Realitas-Citra harus dibangun dengan fondasi kredibilitas, jika tidak hanya akan membangun citra lemah. Risiko yang diakibatkan oleh informasi tidak kredibel adalah celah yang bisa dilihat publik, termasuk pihak lain yang memiliki kepentingan berseberangan, untuk kemudian membalik citra menjadi negatif dengan mudah.

Hasil penelitian Rombe (2011) menyatakan adanya hubungan antara citra dengan kepercayaan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian dari Ball et al. (2004)

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1 Matriks hubungan antara tujuan, sumber data dan teknik pengumpulan
Gambar 3 Struktur Organisasi Pusdiklatwas BPKP
Tabel 2 Jumlah SDM Pusdiklatwas BPKP berstatus PNS berdasarkan jenis jabatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan, praktikan melakukan bidang kerja yang berkaitan tentang akuntansi yaitu PT.Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki investasi

Menimbang ,bahwa berdasarkan pasal 149 Kompilasi Hukum Islam bila mana perkawinan putus karena talak maka bekas suami wajib untuk memberikan Mut’ah yang layak

Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata nilai keteguhan tekan sejajar serat pada Kayu kemiri pada posisi yang berbeda yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung dapat

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat dan penyertaan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “ANALISIS

Data yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah data gaya belajar yang diperoleh dari isian kuesioner tertulis tentang gaya belajar responden. Pembagian kategori

Data atau nilai kemampuan membaca pemahaman peserta didik kelas V MI DDI Awang-awang Kabupaten Pinrang sebelum dan setelah diajar dengan menggunakan model

Tujuan dan capaian yang diharapkan dari terapi LLA yang dilakukan tersebut adalah untuk mencapai keadaan remisi yaitu keadaan darah perifer normal,

Jika peraturan daerah telah diubah lebih dari satu, pasal I memuat, selain mengikuti ketentuan pada nomor 154 pada huruf , juga tahun dan nomor dari peraturan daerah perubahan yang