• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alometrik Biomassa Pohon Jenis Campuran Hutan Alam Dataran Rendah pada Konsesi Hutan PT. Erna Djuliawati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Alometrik Biomassa Pohon Jenis Campuran Hutan Alam Dataran Rendah pada Konsesi Hutan PT. Erna Djuliawati"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

ALOMETRIK BIOMASSA POHON

JENIS CAMPURAN HUTAN ALAM DATARAN RENDAH

PADA KONSESI HUTAN PT. ERNA DJULIAWATI

SHEMA MUKTI ANGGRAINI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Alometrik Biomassa Pohon Jenis Campuran Hutan Alam Dataran Rendah pada Konsesi Hutan PT. Erna Djuliawati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

SHEMA MUKTI ANGGRAINI. Alometrik Biomassa Pohon Jenis Campuran Hutan Alam Dataran Rendah pada Konsesi Hutan PT. Erna Djuliawati. Dibimbing oleh TEDDY RUSOLONO.

Alometrik biomassa pohon jenis campuran merupakan solusi untuk menduga biomassa secara efektif dan efisien, sesuai dengan kondisi hutan alam tropis Indonesia yang memiliki jenis pohon beragam. Tujuan penelitian ini adalah menyusun alometrik terbaik untuk menduga biomassa pohon jenis campuran di hutan alam. Sebanyak 40 pohon yang mencakup 35 jenis pohon yang berbeda dengan variasi diameter 13.1-107.0 cm ditebang untuk mengetahui biomassa pohon yang terdiri dari batang, cabang, ranting, dan daun. Sampel kayu bagian batang dan cabang digunakan untuk analisis kerapatan kayu. Hubungan antara total biomassa di atas permukaan tanah (TAGB) dengan peubah-peubah pohon dianalisis melalui regresi. Pemilihan model terbaik berdasarkan kriteria koefisien determinasi yang disesuaikan (Ra2), uji-t (p < 0.05), Root Mean Square Error (RMSE), simpangan rata-rata, dan Akeika Information Criterion (AIC). Model persamaan alometrik terbaik adalah TAGB = 0.1901 DBH2.57 WD1.02 yang menggunakan peubah DBH (diameter) dan WD (kerapatan kayu). Kerapatan kayu merupakan peubah penting selain diameter yang dapat meningkatkan pendugaan biomassa secara lebih tepat.

Kata kunci : alometrik, biomassa, jenis campuran, kerapatan kayu

ABSTRACT

SHEMA MUKTI ANGGRAINI. Allometric Biomass for Mixed Tree Species Lowland Tropical Forest on PT. Erna Djuliawati Forest Concession. Supervised by TEDDY RUSOLONO.

Allometric biomass of mixed tree species is a solution for estimating biomass effectively and efficiently, in accordance with the conditions of Indonesia's tropical forests have diverse tree species. This research aims to develop the best allometric for estimating mixed tree species biomass in natural forest. As many as 40 trees include of 35 different species with diameter variation from 13.1-107.0 cm harvested to determine the whole tree biomass consist of stem, branches, twigs and leaves. Wood samples from stem and branches were used to analyze wood density. The relationship between total above ground biomass (TAGB) with tree variables was analyzed by regression. The best model selection based on criteria of adjusted coefficient determination (Ra2), t-test (p < 0.05), Root Mean Square Error (RMSE), average deviation, and Akeika Information Criterion (AIC). The best model allometric equation is TAGB = 0.1901 DBH2.57 WD1.02 that use variable of DBH (diameter) and WD (wood density). Wood density is an important variable beside diameter, in increasing the accuracy of biomass estimation.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

ALOMETRIK BIOMASSA POHON

JENIS CAMPURAN HUTAN ALAM DATARAN RENDAH

PADA KONSESI HUTAN PT. ERNA DJULIAWATI

SHEMA MUKTI ANGGRAINI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Alometrik Biomassa Pohon Jenis Campuran Hutan Alam Dataran Rendah pada Konsesi Hutan PT. Erna Djuliawati.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Teddy Rusolono, MS atas kesediaanya dalam membimbing, memberikan arahan, saran, dan motivasi dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ujang Suwarna, S Hut MSc F atas saran dan bimbinganya dalam penulisan skripsi, Dr Ir Budi Kuncahyo, MS selaku ketua ujian komprehensif, dan Dr Ir EG Togu Manurung, MS selaku dosen penguji ujian komprehensif atas saran, nasihat, dan motivasi yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir Rian Junjunan, Bapak Rustam Efendi, Bapak Ahmad Dellu, Bapak Saroga, Bapak Yamin, Bapak Adong, Bapak Julianur, Bapak Karim, Bapak Imus, Bapak Adui dan Saudara Irfan dari PT. Erna Djuliawati yang telah membantu dan memfasilitasi pengambilan data di lapangan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman satu PKL (Praktik Kerja Lapang) yang telah membantu dalam pengambilan data penelitian. Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada ayah (Suwardjo), ibu (Ratmi), kakak (Sudadi Setia Nugraha), dan seluruh

keluarga tercinta atas segala do’a dan kasih sayangnya serta rekan-rekan DMNH (Departemen Manajemen Hutan) 47 dan HKRB (Himpunan Keluarga Rembang di Bogor) 47 yang telah memberikan semangat dan dukungan sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Semoga dengan adanya karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat sesuai yang diharapkan.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Pengumpulan Data 3

Analisis Data 5

Biomass Expansion Factor (BEF) dan Biomass Conversion and Expansion

Factor (BCEF) 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Penyusunan Alometrik Biomassa 7

Variasi Kerapatan Kayu dan Kadar Air 8

Biomassa Pohon 10

Alometrik Biomassa Pohon 11

Perbandingan Alometrik Beberapa Sumber 14

Biomass Expansion Factor (BEF) dan Biomass Conversion and Expansion

Factor (BCEF) 16

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

(10)

DAFTAR TABEL

1 Model alometrik biomassa dari beberapa sumber 5

2 Kerapatan kayu rata-rata setiap kelas diameter 8

3 Kadar air rata-rata setiap kelas diameter 9

4 Biomassa rata-rata bagian pohon setiap kelas diameter 10 5 Alometrik pendugaan total biomassa di atas permukaan tanah 12 6 Lokasi, tipe hutan, jumlah pohon, diameter, dan R² (%) masing-masing

sumber 14

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di areal PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah 2 2 Diagram pencar peubah tak bebas (ln TAGB) dan peubah bebas dari 40

pohon contoh 7

3 Rata-rata kerapatan kayu dan simpangan bakunya pada bagian batang

dan cabang 9

4 Rata-rata kadar air dan simpangan bakunya pada bagian batang, cabang,

ranting dan daun 10

5 Sebaran biomassa bagian-bagian pohon setiap kelas diameter 11 6 Perbandingan alometrik biomassa pohon hasil penelitian dan alometrik

dari beberapa sumber 14

7 Perbandingan nilai simpangan rata-rata antara biomassa aktual dan biomassa hasil pendugaan menggunakan beberapa sumber 15 8 Hubungan antara DBH dengan BEF seluruh pohon contoh 16 9 Hubungan antara DBH dengan BCEF seluruh pohon contoh 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jenis dan jumlah pohon contoh dalam kelas diameter 20 2 Nilai kerapatan kayu (WD) dan biomassa di atas permukaan tanah

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendugaan biomassa hutan telah menjadi perhatian penting jika dikaitkan dengan kemampuan hutan yang dapat menyerap dan menjadi sumber emisi karbondioksida (CO2). Peningkatan emisi karbondioksida sebagai Gas Rumah Kaca (GRK) akibat deforestasi dan degradasi hutan akan mengakibatkan fenomena seperti pemanasan global dan perubahan iklim. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut ialah dengan melakukan pembangunan hutan karena hutan mampu menyerap CO2dan menyimpanya dalam bentuk biomassa. Menurut Brown (1997) hampir 50% dari biomassa hutan tersusun atas unsur karbon. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendugaan biomassa untuk mengetahui perubahan stok karbon hutan.

Pendugaan biomassa pohon seringkali dilakukan melalui pendekatan tanpa pemanenan (non destructive) dengan menggunakan persamaan alometrik. Umumnya persamaan tersebut hanya digunakan untuk menduga biomassa jenis spesifik. Menurut Ketterings et al. (2001) metode paling akurat dalam pendugaan biomassa ialah melalui pendekatan pemanenan (destructive) yaitu dengan menebang pohon-pohon dan menimbang bagian-bagian pohon tersebut secara keseluruhan. Berdasarkan kondisi hutan Indonesia yang terkenal sebagai hutan alam tropis dengan dicirikan jenis pohon yang beragam dan pertumbuhan yang bervariasi, maka pendugaan biomassa melalui jenis spesifik sangat tidak praktis untuk dilakukan.

Ketersediaan persamaan alometrik biomassa pohon jenis campuran masih sangat terbatas khususnya di Indonesia. Penelitian alometrik biomassa jenis campuran beberapa diantaranya sudah dilakukan oleh Ketterings et al. (2001) pada hutan alam sekunder yang berada di daerah Muara Bungo, Sumatra dan Basuki et al. (2009) di Berau, Kalimantan Timur. Berdasarkan luasnya bentang alam Indonesia dengan kondisi jenis yang sangat beragam, maka diperlukan penelitian untuk menyusun alometrik biomassa jenis campuran dengan mempertimbangkan peubah lain yang dapat meningkatkan pendugaan biomassa secara lebih tepat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun alometrik terbaik untuk menduga biomassa jenis campuran di hutan alam.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan alometrik tunggal untuk keperluan inventarisasi karbon di lokasi penelitian dan menambah rujukan alometrik pendugaan biomassa pohon untuk digunakan pada hutan alam lainnya di Indonesia yang kondisi ekosistemnya relatif sama.

(12)

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di areal konsesi hutan PT. Erna Djuliawati yang terletak di Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan terhitung dari bulan April-Mei 2014. Secara geografis lokasi pengambilan data penelitian berada pada bentang Lintang Selatan (LS) 1˚00’00” - 0˚53’00” dan bentang Bujur Timur (BT) 112˚03’00” - 112˚04’00”. Lokasi penelitian tersebut berada pada ketinggian antara 136 sampai 212 mdpl. Berdasarkan klasifikasi iklim Schimidt dan Ferguson, lokasi penelitian termasuk dalam tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3599 mm/tahun dan rataan jumlah hari hujan 238 hari menurut data pengamatan selama 10 tahun (2001-2010) (EDL (2001-2010). Jenis tanah pada lokasi penelitian sebagian besar podsolik merah kuning dan latosol. Peta lokasi penelitian di areal konsesi hutan PT. Erna Djuliawati disajikan pada Gambar 1.

(13)

3 (Palaquium sp.), jambu-jambu (Syzygium gaerta), dara-dara (Myristica iners), kayu bawang (Eugenia sp.), kelempayan (Anthocepallus cadamba Miq.), pisang-pisang (Mozzetya parviflora Becc.), rambutan hutan (Nephelium lappaceum), dan rengas (Gluta renghas).

Pengumpulan Data

Terdapat dua tahapan dalam pelaksanaan penelitian, yaitu: pengambilan data lapangan di lokasi hutan bekas tebangan pada blok penebangan tahun 2014 dan 2013 (Rencana Penanaman), serta pengujian sampel di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pohon-pohon berbagai jenis dengan kondisi sehat dan normal. Sebanyak 40 pohon mencakup 35 jenis yang berbeda dengan variasi diameter 13.1-107.0 cm dipilih sebagai pohon contoh. Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive sampling, sedangkan pendugaan biomassa menggunakan metode pemanenan (destructive). Pemilihan pohon contoh berdasarkan data hasil ITSP (Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan) dan hasil pengamatan di lapangan untuk mendapatkan pohon yang mewakili dalam sebaran diameter dan kelompok jenisnya.

Pada pohon berdiri tanpa banir dilakukan pengukuran diameter setinggi dada 1.3 m di atas permukaan tanah dengan menggunakan phiband dan tongkat setinggi 1.3 m, sedangkan pohon yang berbanir dilakukan pengukuran diameter 20 cm diatas banir. Dimensi tinggi total dan tinggi bebas cabang diukur setelah pohon rebah menggunakan meteran. Pengelompokan bagian pohon contoh dibagi menjadi batang utama, cabang, ranting, daun, serta tunggak dan banir. Batang utama merupakan bagian pangkal sampai ujung batang pohon secara keseluruhan, sedangkan cabang besar berdiameter pangkal > 10 cm dan cabang kecil < 10 cm (Brown 1997). Ranting merupakan keseluruhan ranting pada pohon dan daun merupakan keseluruhan daun beserta tangkai daun. Tunggak dan banir merupakan bagian yang terpisah dari batang utama sampai dasar pohon di atas permukaan tanah. Alat yang digunakan untuk memisahkan bagian-bagian tersebut adalah chainsaw, gergaji, dan parang.

Volume batang dan cabang beraturan diperoleh dengan mengukur diameter pangkal dan ujung menggunakan phiband pada setiap panjang segmen ± 2 m. Volume tunggak diperoleh dengan mengukur diameter pangkal, diameter ujung, dan tinggi tunggak pohon di atas permukaan tanah. Pada pengukuran volume banir diperoleh dengan mengukur panjang, tinggi, dan tebal banir. Volume tunggak, banir, dan batang utama yang diperoleh akan diakumulasikan menjadi volume batang. Volume batang dan cabang beraturan serta tunggak pohon tidak berbanir dihitung menggunakan rumus Smalian. Khusus bagian tunggak pohon yang berbanir dihitung dengan mengunakan pendekatan rumus :

(14)

4

Penimbangan berat basah cabang yang tidak beraturan, ranting, dan daun menggunakan alat timbangan skala 100 kg, sedangkan sampel uji menggunakan timbangan digital skala 3 kg. Pengambilan sampel uji dalam satu pohon meliputi bagian batang, cabang, ranting, dan daun. Bagian batang dan cabang dibuat meyerupai dadu dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm, sedangkan sampel uji ranting dan daun diambil sebanyak 250 g. Cara pengambilan sampel uji bagian batang dan cabang memiliki sedikit perbedaan. Sampel uji batang diambil dari bagian pangkal, tengah, dan ujung, sedangkan cabang diambil pada bagian cabang besar, sedang, dan kecil dengan potongan melintang dan tebal ± 5 cm. Potongan melintang pada bagian batang diambil lagi pada bagian empulur, teras, dan gubal, sedangkan cabang hanya diambil pada bagian teras. Sampel uji ranting dan daun diambil dari ranting yang besar, sedang, dan kecil, serta campuran daun-daun. Total sampel uji dalam satu pohon contoh sebanyak 13 sampel atau secara keseluruhan untuk 40 pohon contoh sebanyak 520 sampel. Sampel tersebut dikemas dengan kertas koran dan disimpan dalam plastik bening yang tertutup untuk menjaga kondisi sampel sebelum berada di laboratorium untuk pengujian.

Langkah pertama dalam pengujian kerapatan kayu adalah menimbang berat basah sampel uji. Pengujian kerapatan kayu selanjutnya dengan memasukan sampel uji ke dalam gelas kimia yang berisi aquades dengan bantuan jarum panjang yang ditusuk pada sampel uji. Berdasarkan hukum Archimedes volume sampel adalah besarnya volume air yang dipindahkan oleh sampel uji. Semua sampel uji dikeringkan kedalam oven tanur listrik dengan suhu 105 °C sampai konstan (Brown 1997). Sampel uji yang sudah mencapai berat kering tanur (BKT) langsung diletakkan kedalam desikator selama 10-15 menit agar suhu sampel uji stabil. Rasio antara berat kering tanur sampel dengan volume sampel akan menghasilkan kerapatan kayu sampel dengan satuan g/cm3 (Brown 1997). Hasil kerapatan kayu masing-masing jenis pohon contoh terpilih disajikan pada (Lampiran 2).

Pengujian kadar air sampel dilakukan dengan cara mengeringkan berat basah sampel uji dari lapangan kedalam oven tanur listrik dengan suhu 105 °C sampai konstan (Brown 1997). Kadar air dihitung dengan menggunakan persamaan menurut (Haygreen dan Bowyer 1989) :

% KA=BBc-BKc

BKc x 100%

Keterangan : %KA = persen kadar air, BBc = berat basah contoh (g), BKc = berat kering contoh (g).

Berat kering atau biomassa bagian batang dan cabang diperoleh melalui pendekatan kerapatan kayu yaitu perkalian antara volume bagian pohon dengan kerapatan kayu sampel. Khusus untuk biomassa bagian ranting dan daun diperoleh melalui pendekatan kadar air menurut (Haygreen dan Bowyer 1989) :

BK= BB

1+[%KA100]

(15)

5 Analisis Data

Langkah pertama sebelum membuat alometrik biomassa adalah melihat keeratan hubungan antara peubah tak bebas dengan peubah bebas melalui diagram pencar. Peubah tak bebas pada penelitian ini adalah biomassa total di atas permukaan tanah atau Total Above Ground Biomass (TAGB), sedangkan peubah bebas meliputi diameter (DBH), kerapatan kayu (WD), tinggi total (H), dan tinggi bebas cabang atau Commercial Bole Height (CBH). Pola grafik diagram pencar yang terbentuk dapat menunjukkan hubungan linear atau non linear antara peubah bebas dan peubah tak bebas. Pola yang non linear diperlukan suatu solusi yaitu dengan cara transformasi agar membentuk hubungan yang linear.

Model alometrik yang diujicobakan untuk menduga biomassa terdiri dari 10 model yang dihasilkan oleh beberapa sumber sebelumnya dengan menggunakan satu peubah bebas maupun beberapa peubah bebas. Model alometrik biomassa tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Model alometrik biomassa dari beberapa sumber

No Model Sumber

Keterangan: TAGB = total biomassa di atas permukaan tanah (kg/pohon), D = diameter (cm), H =

tinggi total (m), Hbc = tinggi bebas cabang (m), ρ= kerapatan kayu (g/cm³)

Model yang dipilih adalah model yang sederhana dan efisien secara statistik dengan peubah yang memiliki korelasi tinggi dengan biomassa pohon. Selain kriteria tersebut model yang akan dipilih adalah model yang menghasilkan nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (Ra2) terbesar, uji-t pada taraf nyata p < 0.05, Root Mean Square Error (RMSE) terkecil, serta nilai simpangan rata-rata S (%) dan Akeika Information Criterion (AIC) terkecil.

Koefisien determinasi yang disesuaikan adalah koefisien determinasi yang telah terkoreksi oleh derajat bebas dari JKsisa dan JKtotalnya. Semakin tinggi Ra2, maka semakin tinggi keeratan hubungan antara peubah tak bebas dengan peubah bebas. Salah satu kelebihan dari Ra2 ialah dapat membandingkan keterandalan model-model yang memiliki banyak peubah bebas yang berbeda. Nilai Ra2 ditentukan dengan rumus (Drapper dan Smith 1992) :

Ra2 =1- (n-1)

(n - k-1)

JKS JKT

(16)

6

Ukuran besarnya penyimpangan nilai dugaan terhadap nilai aktual dapat dihitung melalui (RMSE). Persamaan umum yang digunakan untuk menghitung nilai tersebut adalah (Drapper dan Smith 1992) :

RMSE = MSE

Keterangan: RMSE = Root Mean square Error, MSE = Mean Square Error, n = jumlah pengamatan, yi = nilai biomassa aktual, � i = nilai biomassa dugaan berdasarkan model, (n-p) = derajat bebas sisa

Keakuratan pendugaan dapat ditentukan melalui nilai simpangan rata-rata menggunakan persamaan menurut (Brand and Smith 1985; Cairns et al. 2003; biomassa aktual, Yi = nilai biomassa dugaan berdasarkan model.

Uji statistik AIC dapat digunakan untuk menentukan hubungan yang baik antar peubah yang sudah ditransformasi. Rumus yang digunakan mengacu pada (Burnham dan Anderson 1998) : biomassa dugaan berdasarkan model, p = jumlah peubah yang digunakan.

Biomass Expansion Factor (BEF) dan

Biomass Conversion and Expansion Factor (BCEF)

(17)

7 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Alometrik Biomassa

Hubungan yang terjadi antara peubah tak bebas dengan peubah bebas sebelum ditransformasi menunjukkan hubungan yang non linear dan terdapat masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas adalah varians kesalahan yang bersifat tidak konstan pada seluruh pengamatan (Gujarati 2006). Transformasi merupakan suatu solusi agar hubungan antara peubah tak bebas dengan peubah bebas menjadi linear. Selain itu, transformasi juga berfungsi untuk menghilangkan masalah heteroskedastisitas yang dapat mengakibatkan penaksir menjadi tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun besar (Gujarati 2006). Salah satu transformasi data dapat dilakukan dengan bentuk logaritma natural (ln) (Ghozali 2001). Pola diagram pencar yang terbentuk setelah adanya transformasi (ln) disajikan pada Gambar 2.

Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa peubah tak bebas (ln TAGB) dengan peubah bebas (ln DBH) memiliki hubungan paling linear dengan nilai korelasi tertinggi yaitu 0.984. Peubah (ln H), (ln CBH), dan (ln WD) memiliki nilai korelasi dengan (ln TAGB) secara berturut-turut 0.900, 0.667, dan 0.233. Nilai korelasi merupakan tingkat kekuatan antara dua peubah atau lebih.

(18)

8

peubah bebas dalam analisis regresi. Multikolinieritas merupakan kondisi apabila terjadi korelasi yang tinggi antara peubah-peubah bebas dalam pembentukan model regresi linear (Gujarati 2006). Akibatnya salah satu peubah untuk menduga koefisien regresi tidak terpenuhi sehingga penggunaanya tidak valid. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa apabila peubah tersebut digunakan untuk melakukan pendugaan, maka model yang didapat akan menghasikan prediksi yang buruk atau menyimpang dari nilai aslinya.

Variasi Kerapatan Kayu dan Kadar Air

Kerapatan Kayu

Kerapatan kayu merupakan massa atau berat kayu per satuan unit volume. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya yaitu proporsi volume rongga kosong pada kayu. Hasil perhitungan rata-rata kerapatan kayu seluruh pohon contoh terpilih dalam kelas diameter terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kerapatan kayu rata-rata setiap kelas diameter

No Kelas Diameter (cm) Kerapatan Kayu (g/cmᵌ)

Batang Cabang

Nilai rata-rata kerapatan kayu pada bagian batang (0.63 g/cm³), lebih tinggi dari pada bagian cabang (0.61 g/cm³). Secara keseluruhan nilai kerapatan kayu 40 pohon contoh berkisar antara 0.38 g/cm³ sampai 0.93 g/cm³ (Lampiran 2). Kerapatan kayu setiap kelas diameter pohon cenderung bervariasi meskipun kelas diameter semakin membesar, sehingga kerapatan kayu tidak memiliki hubungan dengan diameter pohon dikarenakan jenis yang terpilih sangat beragam. Hal ini berbeda jika menggunakan jenis pohon spesifik yang memiliki hubungan erat antara kerapatan kayu dengan diameter pohon. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian Lumbantobing (2013) yang menyatakan bahwa semakin besar diameter jenis keruing (Dipterocarpus sp) maka kerapatan kayunya akan semakin membesar.

(19)

9 Rata-rata dan simpangan baku kerapatan kayu bagian batang dan cabang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Rata-rata kerapatan kayu dan simpangan bakunya pada bagian batang dan cabang

Kadar Air

Kayu merupakan biomassa yang tersusun atas air, zat ekstraktif, zat-zat kimia kayu seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Keberadaan air menyebabkan kayu memiliki sifat higroskopis yang artinya akan selalu menyesuaikan suhu lingkungan dengan cara menyerap dan mengeluarkan uap air. Oleh karena itu, jumlah air dalam sebatang kayu akan bervariasi meskipun dalam satu pohon.

Kadar air didefinisikan sebagai rasio antara berat air dalam kayu dengan berat kayu tersebut ketika dalam keadaan kering tanur. Secara umum kadar air akan selalu berbanding terbalik dengan kerapatan kayu. Keragaman kadar air disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenis pohon, iklim, kondisi tempat tumbuh seperti kesuburan tanah dan persaingan. Menurut Haygreen dan Bowyer (1989) bahwa pohon yang tumbuh pada tanah yang subur dan persaingan yang rendah dengan iklim yang cocok akan menghasilkan kadar air yang lebih tinggi pada suatu pohon karena jumlah lumen dan rongga sel yang lebih banyak.

Tabel 3 Kadar air rata-rata setiap kelas diameter

(20)

10

Nilai rata-rata kadar air berdasarkan pengujian di laboratorium adalah 54.64-126.78% (Tabel 3), sedangkan ukuran penyebaran data menunjukkan bagian ranting dan daun memiliki simpangan baku yang lebih besar dibanding bagian batang dan cabang (Gambar 4). Hubungan kadar air pada berbagai jenis pohon tidak dipengaruhi oleh diameter karena jenis yang diambil bervariasi. Rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada bagian ranting dan daun, sedangkan bagian terendah pada bagian batang. Pernyataan tersebut sesuai dengan Limbong (2009) bahwa kadar air paling tinggi terdapat pada bagian daun untuk berbagai jenis pohon. Daun memiliki kadar air tinggi karena memiliki banyak rongga sel untuk menampung air dan unsur hara mineral dan tersusun oleh banyak rongga stomata yang menyebabkan strukturnya kurang padat.

Gambar 4 Rata-rata kadar air dan simpangan bakunya pada bagian batang, cabang, ranting dan daun

Biomassa Pohon

Secara umum Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah bahan organik hidup di atas permukaan tanah (Above ground Biomass) pada tanaman khususnya pohon termasuk daun, ranting, cabang, batang utama, dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area. Nilai rata-rata biomassa setiap bagian pohon contoh terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4 Biomassa rata-rata bagian pohon setiap kelas diameter

Kelas Diameter

Rata-rata Biomasa (kg)

Batang Cabang Ranting dan Daun Total Biomassa

(21)

11 Rata-rata biomassa pohon sangat bervariasi berdasarkan anatomi masing-masing pohon. Besarnya persentase biomassa pada bagian batang (77.07%), bagian cabang (19.41%), serta bagian ranting dan daun (3.52%). Persentase biomassa terbesar terdapat pada bagian batang karena sebagian besar cadangan hasil fotosintesis disimpan pada bagian batang untuk pertumbuhan (Syam’ani et al. 2012). Selain itu, dinding sel yang terdapat pada batang pohon banyak terisi oleh zat-zat penyusun kayu seperti selulosa dan hemiselulosa sehingga biomassa pada batang akan lebih besar jika dibandingkan dengan bagian pohon yang lain.

Biomassa pohon bertambah karena pohon menyerap CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik dari fotosintesis dan hasilnya untuk pertumbuhan baik diameter maupun tinggi pohon. Penyinaran, luas daun, dan ciri suatu individu merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis. Pertumbuhan diameter berhubungan dengan pertambahan biomassa pohon dan jumlah karbon yang tersimpan dalam pohon (Syam’ani et al. 2012). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa semakin besar kelas diameter maka biomassa batang akan semakin membesar (Gambar 5).

Gambar 5 Sebaran biomassa bagian-bagian pohon setiap kelas diameter Alometrik Biomassa Pohon

(22)

12

Tabel 5 Alometrik pendugaan total biomassa di atas permukaan tanah

(23)

13

Keterangan : TAGB = total biomassa di atas permukaan tanah (kg); DBH = diameter (cm);

CBH = tinggi bebas cabang (m); H = tinggi total (m); WD = kerapatan kayu ( g/cmᵌ); RMSE =

root mean square error (%); Ra² = koefisien determinasi yang disesuaikan (%); S = simpangan

rata-rata (%); AIC = akaike information criterion; analisis statistik nyata pada selang kepercayaan

95% dengan selang ***p < 0.001; **p < 0.01; *p < 0.05; dan tidak nyata p�� > 0.05.

Model alometrik biomassa yang dihasilkan bersifat linear secara instrinsik karena telah ditransformasi menjadi model yang linear. Model 1 dan 2 merupakan model paling lengkap yang menggunakan peubah bebas diameter (DBH), tinggi total (H), dan kerapatan kayu (WD). Pada model 1 peubah bebas H tidak signifikan (p > 0.05) karena terjadi multikolinieritas antar peubah bebas yang digunakan, sehingga H tidak berperan penting lagi dalam menduga biomassa. Hal ini menunjukkan bahwa biomassa dapat diduga dengan baik hanya menggunakan DBH dan sebagian lagi disumbang oleh WD tanpa adanya tambahan peubah bebas H. Adanya multikolinieritas mengakibatkan koefisien regresi parsial untuk salah satu atau kedua peubah menjadi kurang tepat dan nilai t-hitung menjadi kurang signifikan (Nelson et al. 1999). Pengaruh adanya multikolinieritas juga terjadi pada model 3 yang menunjukkan peubah bebas H tidak signifikan (p > 0.05) ketika digabungkan dengan peubah bebas DBH. Menghilangkan adanya multikolinieritas salah satunya ialah mengganti atau menghilangkan peubah bebas yang memiliki korelasi tinggi. Model 5 menunjukkan hal yang sama yaitu peubah tinggi bebas cabang (CBH) tidak memberikan pengaruh signifikan dalam menduga biomassa. Hal ini juga disebabkan adanya korelasi yang tinggi antara peubah bebas DBH dengan CBH. Model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi tinggi diantara peubah bebas (Ghozali 2001).

(24)

14

Perbandingan Alometrik Beberapa Sumber

Perbandingkan antara alometrik biomassa jenis campuran terbaik dari hasil penelitian dengan sumber lain seperti Chave et al. (2005), Brown (1997), Samalca (2007), Ketterings et al. (2001), dan Basuki et al. (2009) disajikan pada Gambar 6. Penelitian dari beberapa sumber tersebut memiliki perbedaan satu sama lain dalam hal lokasi penelitian, tipe hutan, jumlah pohon contoh, dan variasi diameter (Tabel 6). Alometrik biomassa terbaik yang dihasilkan oleh sumber-sumber tersebut ada yang menggunakan satu peubah bebas maupun dua peubah bebas. Hasil alometrik biomassa yang dibangun oleh Chave et al. (2005) ialah TAGB = WD exp(-1.499 + 2.148 ln(DBH) + 0.207 (ln(DBH))² - 0.0281 (ln(DBH))³). Penelitian Brown (1997) menghasilkan persamaan alometrik TAGB = exp(-2.134 + 2.53 ln(DBH), sedangkan persamaan alometrik terbaik oleh Samalca (2007)

Sumber Lokasi Tipe hutan Jumlah

pohon

Kalimantan Timur Moist primary

tropical forest 40 6 – 68.9 98.4

(25)

15 Terdapat hubungan yang erat antara diameter pohon dengan biomassa, sehingga semakin besar diameter pohon maka biomassa akan semakin besar (Gambar 7). Seluruh persamaan dari beberapa sumber diatas dapat digunakan untuk menduga biomassa jenis campuran pada diameter < 40 cm. Hal ini dikarenakan diameter 10-40 cm menghasilkan nilai dugaan biomassa hampir sama diantara masing-masing persamaan. Apabila persamaan tersebut digunakan untuk menduga biomassa pada diameter > 40 cm maka hasil dugaan akan bervariasi untuk masing-masing persamaan. Oleh karena itu, sangat penting sekali memperhatikan lokasi dan tipe hutan dalam memilih persamaan alometrik biomassa. Hal tersebut sesuai pernyataan Chave et al. (2005) bahwa faktor lokasi dan tipe hutan dapat menambah keakuratan dalam pendugaan biomassa.

Gambar 7 Perbandingan nilai simpangan rata-rata antara biomassa aktual dan biomassa hasil pendugaan menggunakan beberapa sumber

Persamaan dari beberapa sumber digunakan untuk menduga biomassa dengan data diameter dan rata-rata kerapatan kayu berdasarkan pengukuran di lapangan. Diameter yang telah dikumpulkan berkisar 13.1-107.0 cm dan rata-rata kerapatan kayu dari hasil perhitungan seluruh 40 pohon contoh adalah 0.63 g/cm³. Untuk mengetahui tingkat keakuratan pendugaan biomassa dapat dihitung melalui simpangan rata-rata ( S %). Nilai simpangan rata-rata hasil penelitian sebesar 13.59%, sedangkan berdasarkan sumber lain secara berturut-turut adalah 14.05% (Chave et al. 2005), 22.69% (Brown 1997), 25.21% (Samalca 2007), 28.58% (Ketterings et al. 2001), dan 39.49% (Basuki et al. 2009). Terdapat simpangan rata-rata hasil penelitian sebesar 13.59% yang diduga terjadi kesalahan dalam pengukuran. Kesalahan pengukuran biomassa memiliki hubungan erat dengan ukuran pohon, sehingga semakin besar pohon maka tingkat kesalahan pengukuran semakin besar (De Gier 2003). Hal ini karena pengukuran biomassa sangat rumit dan melibatkan banyak metode seperti pengukuran diameter, berat basah, dan volume. Persamaan Chave et al. (2005) menghasilkan nilai dugaan biomassa yang mendekati data aktual lapangan karena jumlah pohon yang dikumpulkan sebanyak 2410 dengan variasi diameter 5-156 cm.

(26)

16

Semakin banyak data yang digunakan akan semakin mewakili terhadap keseluruhan jenis yang ada di lapangan sehingga hasil dugaan yang diperoleh akan semakin akurat (Basuki et al. 2009). Hal ini yang menyebabkan hasil dugaan melalui persamaan sebagaimana dinyatakan dalam Brown (1997), Samalca (2007), dan Ketterings et al. (2001) menghasilkan nilai dugaan yang cukup jauh terhadap hasil aktual di lapangan karena jumlah pohon yang digunakan lebih sedikit dibanding Chave et al. (2005). Hasil dugaan melaui persamaan Basuki et al. (2009) yang berasal dari Kalimantan Timur justru sangat jauh dengan data aktual lapangan yang dikumpulkan di Kalimantan Tengah. Penyebab utamanya ialah perbedaan letak geografis antara wilayah penelitian, meskipun lokasi relatif dekat di pulau yang sama yaitu Kalimantan. Hal ini yang mengindikasikan bahwa faktor lokasi sangat berperan penting dalam pendugaan biomassa. Selain itu jenis pohon yang dikumpulkan di Kalimantan Timur sebagin besar berbeda dari jenis yang sudah dikumpulkan di Kalimantan Tengah. Jenis pohon yang berbeda memiliki kerapatan kayu yang berbeda sehingga biomassa akan bervariasi bahkan jika pohon-pohon memiliki ukuran yang sama (Ketterings et al. 2001). Solusi yang perlu dilakukan ialah mengembangkan persamaan biomassa baru dengan pohon-pohon contoh yang dipilih dari lokasi yang dimaksud.

Biomass Expansion Factor (BEF) dan

Biomass Conversion and Expansion Factor (BCEF)

Menurut Brown (1997) yang pertama kali menggagas istilah Biomass Expansion Factor (BEF) mendefinisikan BEF sebagai perbandingan antara berat kering total dengan berat kering batang komersil. Nilai BEF akan digunakan sebagai pendekatan dalam menduga biomassa apabila tidak tersedia persamaan alometrik namun tersedia data volume dan kerapatan kayu.

Gambar 8 Hubungan antara DBH dengan BEF seluruh pohon contoh

Hasil perhitungan nilai BEF 40 pohon cukup bervariasi yaitu antara 1.25 sampai 2.73. Nilai BEF bervariasi karena jenis pohon yang digunakan beragam sehingga tidak terdapat hubungan antara diameter pohon dengan BEF (Gambar 8). Menurut standar IPCC (2003) nilai BEF untuk jenis hutan berdaun lebar berkisar antara 2 sampai 9. Variasi nilai BEF tersebut dipengaruhi oleh diameter dan umur pohon. Secara keseluruhan nilai rata-rata BEF hasil penelitian dari 40 pohon contoh jenis campuran di hutan alam adalah 1.81.

(27)

17 Biomass Conversion and Expansion Faktor (BCEF) merupakan faktor konversi suatu volume pohon menjadi biomassa batang dan menggandakanya kedalam biomassa total pohon. Pendugaan biomassa melalui BCEF dapat digunakan apabila tidak tersedia persamaan alometrik dan hanya tersedia data volume.

Gambar 9 Hubungan antara DBH dengan BCEF seluruh pohon contoh Nilai BCEF 40 pohon contoh pada penelitian ini berkisar antara 0.60 ton/m³ sampai 1.72 ton/m³. Berdasarkan standar IPCC (2006), nilai BCEF dengan diameter 11-120 cm berkisar antara 4 ton/m³ sampai 1.5 ton/m³. Faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan nilai-nilai BCEF adalah jenis pohon dan tempat tumbuh. Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi variasi nilai BCEF adalah umur pohon dan iklim (Teobaldelli et al. 2009). Nilai rata-rata BCEF secara keseluruhan ialah 1.15 ton/m³ untuk kelas diameter 13.1-107.0 cm. Artinya untuk menduga biomassa dengan volume 1 m³ jenis campuran setara dengan 1.15 ton biomassa.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kerapatan kayu merupakan peubah yang berperan nyata dalam pendugaan biomassa untuk jenis campuran. Alometrik terbaik untuk menduga biomassa jenis campuran di hutan alam adalah TAGB = 0.1901 DBH2.57 WD1.02 dengan nilai Ra2 sebesar 98.60%.

Saran

(28)

18

DAFTAR PUSTAKA

[EDL] PT. Erna Djuliawati Logging Unit II. 2010. Rencana Karya Usaha IUPHHK-HA PT. Erna Djuliawati Logging Unit II Periode Tahun 2010-2020. Kalimantan (ID): PT. EDL II

Basuki TM, Van Laake PE, Skidmore AK, Hussin YA. 2009. Allometric equations for estimating the above-ground biomass in tropical lowland Dipterocarp forests. Elsevier Science: Journal of Forest Ecology and Management. 257:1684-1694.

Burnham KP and Anderson DR. 1998. Model Selection and inference : a Practical Information Theoritic Approach. Berlin (DE): Springer

Brand GJ and Smith WB. 1985. Evaluating allometric shrub biomass equations fit to generated data. Canadian Journal of Botany. 63,64-67

Brown S, Gillespie AJR, Lugo AE. 1989. Biomass estimation methods for tropical forest with application to forest inventory data. American Foresters Soc: Journal Forest Science. 35(4) : 881-902

Brown S. 1997. Estimating Biomass Change of Tropical Forest: A Primer.FAO Forestry Paper-134 [Internet]. [diunduh 2014 September 1]; Rome. Tersedia pada: http://www.fao.org/.

Cairns MA, Olmsted I, Granados J, Argaez J. 2003. Composition and above-ground tree biomass of a dry semi-evergreen forest on Mexico’s Yucatan Peninsula. Journal of Forest Ecology and Management 186, 125–132. Chave J, Andalo C, Brown S, Cairns MA, Chambers JQ, Eamus D, Folster H,

Fromard F, Higuchi N, Kira T et al. 2005. Tree allometry and improved estimation of carbon stocks and balance in tropical forest. Springer-Verlag: Journal of Oecologia. 145:87-99.

Chave J, Muller-Landau HC, Baker TR, Easdale TA, Steege HT, Webb CO. 2006. Regional and phylogenetic variation of wood density across 2456 Neo-tropical tree species. Ecological Soc of America : Journal of Ecological. 16, 56-2367.

De Gier A. 2003. A new approach to woody biomass assessment in woodlands and shrublands. In: O. Roy (Ed), Geoinformatics for Tropical Ecosystems, India (IN):M/S Bishen singh Mahendra Pal Singh. pp. 161-198.

Draper NR and Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi kedua. Jakarta(ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gujarati DN. 2006. Dasar Dasar Ekonometrika Jilid 2. Mulyadi JA, Andri Y, Penerjemah; Barnadi D, Hardani W, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Basic Econometrics. Ed ke-4.

Ghozali I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Ed ke-2. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Dipenegoro.

Haygreen JG and Bowyer J. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar. Sutjipto A. Hadikusumo, Penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari : Forest Product and Wood Science : An Introduction

(29)

19 Ngara T, Tanabe K, Wagner F, editor. Hayamu (JP): The Institute for Global Environmental Strategies (IGES).

[IPCC] Intergovemmental Panel on Climate Change. 2006. 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Agriculture, Forestry and Other Land Use. Simon E, Leandro B, Kyoto M, Todd N, Kiyoto T, edotor. Volume 4. Hayama (JP): The Institute for Global Environmental Strategies (IGES).

Ketterings QM, Coe R, Van Noordwijk M, Ambagau Y, Palm CA. 2001. Reducing uncertainty in use of allomatric biomass equations prediting above ground tree biomass in mixed secondary forest. Elsevier Science: Journal of Forest Ecology and Management.146: 199-209

Limbong H. 2009. Potensi karbon tegakan acacia crassicarpa pada lahan gambut bekas terbakar [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Lumbantobing R. 2013. Persamaan alometrik biomassa pohon keruing di Pulau Siberut, Sumatra Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Nelson BW, Mesquita R, Pereira JLG, de Souza SGA, Batista GT, Couta LB. 1999. Allometric regressions for improved estimate of secondary forest biomass in the Central Amazon. Elsevier Science: Journal Forest Ecology and Management 117:149–167

Ogawa H, Kyoji Y, Ogino H, Kira T. 1965. Comparative ecological studies on three main types of forest vegetation in Thailand II Plant Biomass. Nature & Life in SE Asia 4 : 50-80

Samalca I. 2007. Estimation of forest biomass and its error: a case in Kalimantan, Indonesia [Thesis]. Netherlans (NL): ITC, Enschede, 74 pp.

Syam’ani, Agustina AR, Susilawati, Nugroho Y. 2012.Cadangan karbon di atas permukaan tanah padaberbagai sistem penutupan lahan di sub-sub das amandit. Jurnal Hutan Tropis. 13(2): 148-158.

Schroeder P, Brown S, Mo JM, Birdsey R, Cieszewski C. 1997. Biomass estimation for temperate broadleaf forest of the united states using inventory data. Journal Forest Science. 42:424-434

Teobaldelli M, Somogyi Z, Migliavacca M, Usoltsev VA. 2009. Generalized functions of biomass expansion factors for conifers and broadleaved by stand age, growing stock and site index. Elsevier Science: Journal Forest Ecology and Management. 257: 1004-1013

(30)

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Jenis dan jumlah pohon contoh dalam kelas diameter

(31)

21 Lampiran 2 Nilai kerapatan kayu (WD) dan biomassa di atas permukaan tanah

(TAGB) dari 40 pohon contoh diameter 13.1-107 cm

No Nama lokal Nama latin DBH WD TAGB

(cm) (g/cm³) (kg/pohon)

1 Dara-dara Myristica iners 13.06 0.55 76.13

2 Nyerakat Hopea dyeri Heim. 13.20 0.63 89.75

3 Jawar Shorea quadinervis V.SI. 15.40 0.54 113.20

4 Pisang-pisang Mozzetya parviflora Becc. 21.80 0.56 290.21

5 Nyatoh putih Palaquium xhantochymum Burck. 22.20 0.52 282.22

6 Geronggang Cratoxylon arborescens BI. 27.39 0.47 432.36

7 Keruing lowei Dipterocarpus haselti Blume. 32.30 0.73 1 046.39

8 Resak Vatica rassack BI. 36.20 0.70 1 344.22

9 Bilayang Pomelia sp 38.00 0.76 1 642.22

10 kayu bawang Eugenia sp. 45.00 0.92 3 100.52

11 Banitan Polyalthia laterifolia King. 46.40 0.62 2 256.00

12 jambu-jambu Syzygium gaerta 47.20 0.71 2 688.08

13 Paru-paru Sindora leicocarpa De Wit. 48.60 0.59 2 400.98

14 Kelempayan Anthocepallus cadamba Miq. 49.00 0.42 1 734.82

15 Sembiring Dyospyros malam Bakh. 54.00 0.65 3 470.75

16 Medang Litsea sp. 54.30 0.62 3 357.19

17 Simpur Dillenia excelsa Gilg. 54.70 0.73 4 043.75

18 Kembayau Canarium denticulatum 54.90 0.63 3 500.43

19 Kayu arang Antiaris sp. 55.00 0.61 3 394.32

20 Terap pekalong Arthocarpus anisophyllus Miq. 63.00 0.69 5 495.17

21 Girik Dillenia sp. 64.00 0.80 6 651.39

22 Bintangur Callophyllum pulcherrimum Wall. 65.00 0.59 5 080.48

23 Asam mangga Mangifera macrocarpa 67.00 0.67 6 247.31

24 Mersawa Anisoptera sp. 67.30 0.61 5 731.36

25 Bangkirai Shorea laevifolia Endert. 71.00 0.90 9 774.47

26 Dara-dara Myristica iners 71.10 0.55 5 918.31

27 Keruing rambut Dipterocarpus gracilis V.SI. 73.50 0.76 8 996.67

28 Ladang-ladang Capsicum anncium 74.50 0.93 11 442.43

29 Poli-poli Cassia sp. 74.50 0.73 8 911.78

30 Lempung Shorea leprosula Miq. 81.50 0.53 8 077.85

31 Kenuar Shorea bracteolata Dyer. 81.50 0.54 8 197.34

32 Meranti putih lapang Shorea lamellata Foxw. 82.67 0.66 10 529.51

33 Meranti kuning Shorea spp. 87.67 0.62 11 405.60

39 Keruing rambut Dipterocarpus gracilis V.SI. 106.70 0.56 17 271.72

(32)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 13 Juli 1992 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suwardjo dan Ibu Ratmi. Penulis memulai jenjang pendidikan di Taman Kanak (TK) Negeri Rembang lulus pada tahun 1998 kemudian di SD Negeri Leteh 01 Rembang hingga lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan jenjang pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 03 Rembang sampai tahun 2007. Pendidikan menegah atas diselesaikan di SMA Negeri 01 Rembang pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah pada tahun ajaran 2012 dan Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2013. Penulis juga aktif di berbagai organisasi di IPB antara lain pengurus UKM Koperasi Mahasiswa (2010-2013), Anggota IFSA LC IPB (2011-2013), dan Pengurus Himpunan Mahasiswa Manajemen Hutan (FMSC) (2011-2013). Penulis juga aktif berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan kegiatan mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Selain itu penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2012 di Taman Nasional Gunung Ciremai dan Indramayu, kemudian Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, dan KPH cianjur Jawa Barat pada tahun 2013 serta Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah pada tahun 2014.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis meyelesaikan skripsi dengan judul Alometrik Biomassa Pohon Jenis Campuran Hutan Alam Dataran Rendah pada Konsesi Hutan PT. Erna Djuliawati dibimbing oleh Dr Ir Teddy Rusolono, MS.

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi penelitian di areal PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah  Lokasi penelitian digolongkan sebagai hutan hujan tropika basah dataran rendah yang didominasi oleh famili Dipterocarpaceae
Tabel 2  Kerapatan kayu rata-rata setiap kelas diameter
Tabel 3  Kadar air rata-rata setiap kelas diameter
Tabel 4  Biomassa rata-rata bagian pohon setiap kelas diameter
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model allometrik hubungan antara biomassa batang, cabang dan daun dengan dimensi pohon (diameter dan tinggi) pohon Eucalyptus grandis

hutan dalam rangka pendugaan diniensi tegakan hutan (kerapatan pohon).. Sedangkan hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini. adalah : 1) Pengaturan hasil dilaksanakan

(1998) juga menyatakan bahwa persamaan allometrik dapat digunakan untuk menghubungkan antara diameter batang pohon dengan variabel yang lain seperti volume kayu, biomassa