• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi dan Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Lokal pada Rhizosfer Rumput Lahan Pasca Tambang Timah di Kabupaten Belitung Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi dan Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Lokal pada Rhizosfer Rumput Lahan Pasca Tambang Timah di Kabupaten Belitung Timur."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

(FMA) LOKAL PADA RHIZOSFER RUMPUT LAHAN PASCA

TAMBANG TIMAH DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR

NOVITA CHANTIKA RAHARJA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi dan Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Lokal pada Rhizosfer Rumput Lahan Pasca Tambang Timah di Kabupaten Belitung Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

(3)

ABSTRAK

NOVITA CHANTIKA RAHARJA. Isolasi dan Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Lokal pada Rhizosfer Rumput Lahan Pasca Tambang Timah di Kabupaten Belitung Timur. Dibimbing oleh PANCA DEWI MANU HARA KARTI dan IWAN PRIHANTORO

Kegiatan penambangan timah menimbulkan efek terhadap lingkungan seperti peningkatan fraksi pasir, penurunan kandungan unsur hara tersedia, penurunan kesuburan tanah dan pencemaran logam berat. Kondisi ini menghambat pertumbuhan tumbuhan, sedangkan lahan ini akan dikembangkan untuk pembangunan pastura. Penggunaan fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat membantu pengembalian kondisi lahan marginal. Tujuan penelitian ini yaitu mengkaji potensi penggunaan lahan dan mendapatkan FMA yang teradaptasi dengan lingkungan lahan pasca tambang timah. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 jenis tumbuhan berbeda dan masing-masing ditetapkan 3 ulangan. Peubah yang diamati yaitu kandungan tanah, jumlah spora, persentase infeksi akar dan identifikasi spora. Hasil menunjukkan lahan pasca tambang timah berpotensi dikembangkan menjadi kawasan pastura. Glomus sp merupakan genus spora dominan dan terbukti berpotensi untuk dikembangkan sebagai inokulum.

Kata kunci: fungi mikoriza arbuskula, lahan pasca tambang timah, pastura

ABSTRACT

NOVITA CHANTIKA RAHARJA. Isolation and Identification of indigenous Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) in Rhizhosfer of Grass Post Tin-Mining Land at East Belitung. Supervised by PANCA DEWI MANU HARA KARTI and IWAN PRIHANTORO

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

(FMA) LOKAL PADA RHIZOSFER RUMPUT LAHAN PASCA

TAMBANG TIMAH DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR

NOVITA CHANTIKA RAHARJA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)
(6)
(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian ini ialah fungi mikoriza arbuskula, dengan judul “Isolasi dan Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Lokal pada Rhizosfer Rumput Lahan Pasca Tambang Timah di Kabupaten Belitung Timur”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lahan pasca penambangan timah biasanya meninggalkan residu logam berat. Lahan ini dikaji keamanannya untuk dikembangkan menjadi kawasan pastura. Fungi mikoriza arbuskula merupakan mikroorganisme potensial tanah yang sering digunakan untuk merehabilitasi lahan pasca tambang. Penelitian ini dirancang untuk mengkaji potensi penggunaan lahan dalam pembangunan kawasan pastura dan mendapatkan informasi FMA yang teradaptasi dengan lingkungan lahan pasca tambang timah.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk perbaikan skripsi. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.

Bogor, Juni 2015

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

MATERI METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Materi 2

Metode 2

Peubah yang diamati 4

Rancangan 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi Lahan dan Jenis Tumbuhan Teradaptasi Lahan Pasca Tambang 4 Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah Lahan Pasca Tambang 6 Status Mineral N, P dan Sn Pada Jaringan Tumbuhan Lahan Pasca Tambang 8 Jumlah Spora dan Infeksi Akar FMA Lahan Pasca Tambang 9 Potensi Jenis Fungi Mikoriza Arbuskula Lahan Pasca Tambang 11

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 17

RIWAYAT HIDUP 19

(9)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik fisik dan kimia tanah lahan pasca tambang 6 2 Analisis kandungan mineral pada jaringan tumbuhan yang tumbuh

pada lahan pasca tambang timah 8

3 Jumlah spora dan infeksi akar FMA pada beberapa jenis tumbuhan di

lahan pasca tambang timah 9

DAFTAR GAMBAR

1 Kondisi lahan pasca tambang timah 5

2 Jenis tumbuhan dominan yang berada di lahan pasca tambang timah 5 3 Penampang melintang akar tumbuhan yang tidak terinfeksi dan

terinfeksi di lahan pasca tambang timah 11

4 Beberapa tipe spora FMA yang ditemukan pada lahan pasca tambang

timah 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil sidik ragam jumlah spora di lahan pasca tambang timah 17 2 Hasil sidik ragam infeksi akar tumbuhan di lahan pasca tambang

timah 17

3 Hasil uji lanjut Duncan infeksi akar pada tumbuhan di lahan pasca

tambang timah 17

4 Hasil sidik ragam mineral N pada jaringan tumbuhan di lahan pasca

tambang timah 17

5 Hasil uji lanjut Duncan mineral N pada jaringan tumbuhan di lahan

pasca tambang timah 18

6 Hasil sidik ragam mineral P pada jaringan tumbuhan di lahan pasca

tambang timah 18

7 Hasil uji lanjut Duncan mineral P pada jaringan tumbuhan di lahan

(10)
(11)

1

PENDAHULUAN

Kabupaten Belitung Timur termasuk kawasan dengan potensi penghasil timah yang tinggi. Penambangan timah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Kerusakan lingkungan pasca tambang memberikan kendala pada penggunaan lahan selanjutnya, diantaranya yaitu kondisi marginal dan kandungan logam berat yang cenderung tinggi. Lahan marginal adalah lahan kering yang kondisi fisik dan kimianya tidak mendukung untuk diusahakan bagi budidaya tumbuhan terutama tumbuhan pangan tanpa perlakuan dan masukan yang memadai. Tanah ini termasuk tanah kelas IV dan V (Dinas Pertanian 1994). Lahan marginal memiliki pembatas yaitu miskin unsur hara, ketersediaan air dan curah hujan rendah, solum tanah tipis, tingkat keasaman yang tinggi dan tofografi yang berbukit-bukit sehingga produktifitasnya rendah (Suprapto et al. 1999). Logam berat timah dengan simbol unsur kimia Sn (Stannum) dikhawatirkan masih tersisa akibat kegiatan penambangan timah. Logam berat yang terkandung di tanah akan terserap kedalam jaringan tumbuhan melalui akar dan daun yang kemudian akan mempengaruhi siklus rantai makanan. Jika tumbuhan yang mengandung logam berat dikonsumsi oleh ternak maka logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam tubuh ternak. Akumulasi kandungan logam berat pada jaringan tubuh ternak dari urutan tertinggi hingga terendah yaitu hati, ginjal, rumen, usus, Biceps femoris, dan Longissimus dorsi (Arifin et al. 2005). Daging ternak yang mengandung logam berat dikonsumsi oleh hirarki tertinggi dari siklus rantai makanan yaitu manusia. Bahan makanan yang mengandung logam berat dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan (food borne disease). Penyakit yang ditimbulkan dari keracunan timah dapat berupa dampak ringan dan berat. Dampak ringan dari keracunan timah yang paling sering disebutkan adalah mual, kram perut, muntah, dan diare (WHO 2005), sedangkan dampak beratnya yaitu kerusakan hati, ginjal dan pembentukan kanker (Darmono 1995).

(12)

2

dapat dijadikan sumber hijauan pakan ternak (Lukiwati 2011). Respon FMA bervariasi disetiap tumbuhan, maka perlu dilakukan isolasi dan identifikasi FMA. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji potensi penggunaan lahan pasca tambang timah sebagai kawasan pastura dan mendapatkan informasi FMA yang teradaptasi dengan lingkungan lahan pasca tambang timah.

MATERI METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan pasca tambang timah di Desa Lenggang, Kabupaten Belitung Timur. Sampel tanah dan akar diambil dari beberapa titik lokasi penelitian yang ditumbuhi jenis tumbuhan yang mampu beradaptasi baik di lahan pasca tambang. Analisis kandungan tanah dan jaringan tumbuhan dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Bogor. Analisis jumlah spora dan identifikasi spora dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Analisis infeksi akar dilakukan di Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan April sampai Juni 2015.

Materi

Bahan yang digunakan meliputi sampel tanah, akar dan tumbuhan yang diambil dari beberapa titik lokasi penelitian. Penghitungan jumlah spora digunakan bahan berupa larutan glukosa 60% untuk proses isolasi spora, sedangkan untuk identifikasi spora digunakan PVLG (polyvinyl lacto glycerol). Larutan KOH 10%, HCl 2%, gliserol, asam laktat dan trypan blue digunakan untuk pewarnaan akar. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel tanah dan akar meliputi sekop, kantung plastik, spidol, pH meter, dan kertas label sedangkan yang digunakan di laboratorium meliputi saringan bertingkat ukuran 710, 125 dan 45μm, sentrifuge, tabung sentrifuge, mikroskop stereo, mikroskop compound olympus, petri dish, kaca objek, cover glass, pipet, pinset spora, gunting, dan timbangan.

Metode

Pengambilan Sampel

(13)

3

Isolasi dan Identifikasi FMA

Sampel tanah dan akar tumbuhan yang diambil dianalisis untuk mengetahui keberadaan FMA. Sampel tanah digunakan untuk isolasi spora sedangkan sampel akar digunakan untuk identifikasi infeksi FMA pada akar tumbuhan. Sampel akar diwarnai dengan metode pewarnaan Phillips dan Hayman (1970) yang dimodifikasi Laboratorium Bioteknologi Hutan Institut Pertanian Bogor. Cara kerjanya yaitu akar dicuci bersih dengan air mengalir, direndam dengan larutan KOH 10% selama 24 jam kemudian akar dicuci bersih kembali dengan air mengalir, dilanjutkan dengan perendaman larutan HCl 2% selama 24 jam dan akar dicuci bersih dengan air mengalir menggunakan penyaring teh sebagai wadah. Setelah itu akar diwarnai dengan larutan staining trypan blue 0,05% dalam laktogliserin (gliserin-asam laktat-air destilata, nisbah = 2:2:1) selama 24 jam. Akar yang telah diwarnai dapat diamati di bawah mikroskop atau disimpan dalam larutan laktogliserin hingga beberapa bulan.

Infeksi Akar

Persentase infeksi akar tumbuhan oleh FMA dilakukan menggunakan metode slide (Giovannetti dan Mosse 1980). Potongan akar diambil dengan panjang kurang lebih 1 cm dan disusun berjajar pada gelas objek sebanyak 10 potong. Setiap 5 potong akar ditutup dengan sebuah cover glass. Potongan akar tersebut diamati dibawah mikroskop compound setiap bidang pandangnya dengan perbesaran 100x. Pengamatan tersebut memperlihatkan bentuk infeksi FMA baik berupa hifa eksternal, hifa interal, spora internal, vesikula dan arbuskula. Persentase jumlah akar yang terinfeksi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% Infeksi akar = x 100%

Jumlah Spora

(14)

4

yang dihitung yaitu spora dalam kondisi baik (bulat utuh, tidak kisut, masih terdapat lipid droplet).

Identifikasi Spora

Spora yang ditemukan dari hasil penyaringan diletakkan di kaca objek dan diberi larutan PVLG kemudian ditutup dengan cover glass. Setelah itu spora tersebut dipecahkan secara hati-hati dengan menekan cover glass. Taksonomi genus FMA dilakukan berdasarkan morfologi spora dan invam.caf.wvu.edu.

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu kondisi lahan pasca tambang, jumlah spora/50 gram tanah, persentase infeksi akar dan identifikasi spora berdasarkan genus. Peubah ini diamati pada sampel tanah dan akar tumbuhan.

Rancangan

Desain penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap berdasarkan jenis tanaman yang tumbuh di kawasan lahan pasca tambang. Masing-masing tumbuhan ditetapkan 3 ulangan dengan A adalah tumbuhan jenis 1, B adalah tumbuhan jenis 2, C adalah tumbuhan jenis 3, D adalah tumbuhan jenis 4, dan E adalah tumbuhan jenis 5. Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + τi + εij

Keterangan :

i : Tumbuhan 1, 2, 3, 4, 5 j : Ulangan 1, 2, 3

Yij : Nilai pengamatan ke-i ulangan ke-j µ : Nilai rataan umum

τi : Pengaruh perlakuan ke-i

εij : Pengaruh galat

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan jika berbeda maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie 1993). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lahan dan Jenis Tumbuhan Teradaptasi Lahan Pasca Tambang

(15)

5

Kondisi lahan pasca tambang timah didominasi oleh pasir dan ditumbuhi beberapa tumbuhan yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Lahan tekstur pasir merupakan lahan marginal yang memiliki produktivitas rendah. Produktivitas rendah ini disebabkan oleh beberapa faktor pembatas seperti kemampuan menyimpan air rendah, infiltrasi dan evaporasi tinggi, serta kesuburan rendah (Al-Omran et al. 2004).

Beberapa tumbuhan yang tumbuh di lahan tersebut di dominasi oleh tumbuhan pioner dari golongan rumput-rumputan dan gulma seperti Melastoma. Tumbuhan yang tumbuh ini diduga memiliki adaptasi tinggi pada kondisi lahan pasca tambang timah. Dokumentasi jenis tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 2.

Ischaemum apricum merupakan rumput tahunan yang penyebarannya di daerah asia tropik. Rumput ini memiliki biji dengan ukuran yang kecil (5.8 mm)

Gambar 2 Jenis tumbuhan dominan yang berada di lahan pasca tambang timah. (a) Ischaemum apricum, (b) Eragrostis atrovirens (c) Paspalum cartilagineum, (d) Melastoma malabathricum, (e) Imperata cylindrica.

Gambar 1 Kondisi lahan pasca tambang timah

(c) (d) (e)

(16)

6

dan akar yang mudah tumbuh dari node yang paling bawah (Kew 2014). Hal tersebut mendukung penyebaran rumput dengan cepat. Eragrostis atrovirens adalah rumput tahunan yang tidak berhizome dan dapat tumbuh pada ketinggian 200-1800 m. Rumput ini memiliki biji dengan ukuran kecil yaitu kurang dari 3 mm serta mampu tumbuh di hutan kering (EOL 2015). Kondisi tersebut membuatnya dapat beradaptasi dengan baik di lahan pasca tambang. Paspalum cartilagineum memiliki sistem perakaran yang dangkal, batang tumbuh tegak ke atas, dan biji yang berbentuk elips dan berukuran kecil dengan panjang 2 mm dan lebar 1.5 mm. Rumput ini sering ditemukan di lahan yang tidak subur hingga ketinggian 1500 m dpl, dengan suhu rata-rata 25-27⁰C dan curah hujan tahunan berkisar 800-16600 mm. P.cartilagineum toleransi terhadap kekeringan karena perakarannya yang dangkal (Heuzé et al. 2015). Melastoma malabathricum merupakan tumbuhan perdu dengan tinggi 0.5-4 m, dapat tumbuh hingga ketinggian 1650 m dpl. Melastoma lebih sering disebut sebagai gulma. Tumbuhan ini banyak ditemukan di lahan asam sehingga sering digunakan sebagai indikator keasaman tanah (Baker et al. 2000). Imperata cylindrica adalah rumput tahunan yang kuat dengan percabangan terbenam dalam tanah hingga panjangnya mencapai 1 m. Rumput ini sering ditemukan di tempat dengan curah hujan >1000mm dan tumbuh di ketinggian 2700 m dpl. Imperata cylindrica mampu tumbuh di daerah tropis dengan kesuburan tanah rendah dan asam. Tumbuhan ini senang tumbuh di tempat yang mendapat penyinaran tinggi serta tidak dapat tumbuh jika mendapat naungan penuh (Prohati 2015).

Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah Lahan Pasca Tambang

Lahan pasca tambang cenderung memiliki unsur hara terbatas dan rentan tercemar logam berat. Tekstur pasir yang cenderung mendominasi lahan pasca tambang mengakibatkan beberapa sifat dan kandungan tanah terganggu akibat pencucian. Kandungan unsur hara makro seperti N, P, K dan unsur mikro yang essensial bagi tumbuhan menjadi rendah. Hasil analisis fisik dan kimia tanah lahan pasca tambang timah dapat dilihat pada Tabel 1.

(17)

7

Keterangan: sr = sangat rendah, r = rendah, sd = sedang, t = tinggi, m = masam, td = tidak terdeteksi *Standar kriteria penilaian sifat tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah 1983)

Nilai kandungan tanah lahan pasca tambang tidak terdeteksi mengandung timah. Status lahan menjadikan tidak berbahaya untuk dikembangkan sebagai kawasan pastura. Timah yang tidak terdeteksi diakibatkan oleh proses pengolahan bijih timah yang dilakukan terpisah diluar areal lahan tersebut. Hasil analisis sifat fisik tanah menunjukkan persentase fraksi pasir yang tinggi (sandy). Nurtjahya et al. (2007) mengatakan bahwa semakin muda umur lahan pasca tambang timah maka persentase fraksi pasir akan lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi debu dan liatnya. Hijauan makanan ternak rata-rata kurang memiliki pertumbuhan yang baik jika ditanam dimedia berpasir.

Sifat fisik lahan dengan fraksi pasir yang tinggi akan berpengaruh terhadap sifat kimianya. Lahan pasca tambang tergolong asam dengan nilai pH berkisar antara 4.5-5.5. Kondisi tanah yang asam kurang baik untuk pertumbuhan tanaman karena pH, kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa rendah (Mansur dan Koko 2000). Nilai pH rendah menghambat pertumbuhan rumput yang disebabkan oleh keracunan Al dan kekurangan unsur hara. Bahan organik pada lahan pasca tambang tergolong rendah bahkan sangat rendah berdasarkan standar kriteria penilaian sifat tanahf. Kondisi ini disebabkan oleh tanah asam yang meyebabkan ketersediaan unsur hara menjadi sangat terbatas karena dibatasi oleh kandungan Al dan Fe yang tinggi. Rendahnya kandungan N tanah berdampak pada terganggunya penyerapan unsur P dan K, sedangkan kurangnya kandungan P dapat menghambat pertumbuhan. Defisiensi P juga diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi Al. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya Al-fosfat sehingga terjadi pengikatan P dan P menjadi tidak tersedia bagi tumbuhan. Kandungan P rendah berdampak pada penyediaan sumber energi (ATP) untuk aktivitas transportasi. Ciri dari kekurangan P yaitu terganggunya sistem perkembangan akar (akar pendek) akibat penghambatan perpanjangan sel (Nurmasyitah et al. 2013).

(18)

8

et al. (2007) menyatakan bahwa konsentrasi unsur-unsur Ca, Mg, K, dan Na pada lahan pasca tambang timah umumnya lebih rendah. Rendahnya kandungan unsur-unsur tersebut juga disebabkan karena unsur-unsur-unsur-unsur hara sebagian besar ikut terkeruk dan tercuci pada proses penambangan kemudian terangkut oleh aliran permukaan. Kapasitas tukar kation (<5) dan kejenuhan basa (≤35) tergolong rendah yang menyebabkan berkurangnya kemampuan mengikat unsur hara makro dan tanah rentan tercuci. Tanah asam mengandung Al dalam bentuk Al3+ yang toksik karena dapat mengikat unsur hara serta menghambat penyerapan unsur tersebut.

Berbagai kendala sifat fisik dan kimia tanah membutuhkan bahan tambahan seperti pupuk dan pembenah tanah (Lizawati et al. 2014, Rochayati et al. 1986). Pupuk yang efisien digunakan yaitu pupuk hayati seperti FMA lokal yang teradaptasi di lahan tersebut. Penggunaan FMA pada tanah bertekstur pasir bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan akar tumbuhan mengadsropsi air dan unsur hara yang tersedia dalam tanah sampai pada batas minimum, sehingga tumbuhan lebih tahan terhadap kekeringan serta dapat menyerap unsur logam berat yang dapat meracuni tumbuhan (Tjahyana dan Ferry 2011). FMA juga berperan dalam memperbaiki pH yang menjadi kendala utama pada lahan pasca tambang. FMA dapat melepaskan senyawa-senyawa organik yang berperan dalam mengikat kation logam penyebab kemasaman tanah (Nurmasyitah et al. 2013). Selain itu, FMA berperan meningkatkan unsur hara N dan P yang essensial bagi tumbuhan. Keberadaan FMA dapat memperbaiki agregasi tanah sehingga nilai KTK dan kejenuhan basa dapat ditingkatkan (Nurmasyitah et al. 2013). Bahan pembenah tanah seperti penambahan kapur juga dibutuhkan dalam pengembalian kondisi lahan karena kandungan Fe yang tinggi. Penambahan basa pada proses pengapuran dapat meningkatkan pH tanah dengan cepat.

Status Mineral N, P dan Sn Pada Jaringan Tumbuhan Lahan Pasca Tambang

Ketersediaan unsur hara sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Kendala dari penggunaan lahan pasca tambang ini yaitu rendah mineral dan kecenderungan kandungan logam berat yang tinggi. Analisis ragam menunjukkan jenis tumbuhan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan mineral pada jaringan tumbuhan, sehingga dilakukan uji lanjut. Data rataan kandungan mineral pada jaringan tumbuhan di beberapa jenis tumbuhan di lahan pasca tambang timah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Analisis kandungan mineral pada jaringan tumbuhan yang tumbuh pada lahan pasca tambang timah

Jenis Tumbuhan N (%) P (%) Sn (ppm)

Ischaemum apricum 0.89±0.13ab 0.06±0.03ab Td Eragrostis atrovirens 0.84±0.16ab 0.12±0.06a Td Paspalum cartilagineum 0.84±0.29ab 0.03±0.02b Td Melastoma malabathricum 1.06±0.06a 0.06±0.02ab Td Imperata cylindrica 0.65±0.03b 0.05±0.01b Td

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P< 0.05), td = tidak terdeteksi

(19)

9

menunjukkan bahwa serapan N pada Melastoma malabathricum paling baik daripada keempat jenis lainnya, meskipun penyerapan N pada Melastoma malabathricum tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan Ischaemum apricum, Eragrostis atrovirens, dan Paspalum cartilagineum, namun berbeda nyata dengan Imperata cylindrica. Persentase kandungan N yang terdeteksi dalam jaringan tumbuhan mampu dimanfaatkan ternak menjadi sumber protein. Kandungan PK rumput Melastoma malabathricum yaitu 6.6%, namun kadar PK ini masih tergolong rendah jika dibandingkan rumput budidaya (8-10%) (Kushartono dan Iriani 2004).

Hasil uji Duncan untuk serapan P jaringan tanaman pada Eragrostis atrovirens paling baik daripada keempat jenis lainnya, meskipun tidak berbeda nyata jika dibandingkan Ischaemum apricum dan Melastoma malabathricum, namun berbeda nyata dengan Paspalum cartilagineum dan Imperata cylindrica. Persentase kandungan P rumput Eragrostis atrovirens sebesar 0.12 %. Meskipun rumput ini paling baik diantara rumput lainnya tetapi kandungan mineral P masih tergolong rendah jika dibandingkan rumput budidaya yaitu 0.22-0.28% (Lugiyo 2006). Kandungan P tumbuhan yang rendah disebabkan oleh kandungan P tanah yang rendah. Selain itu, keterbatasan kemampuan akar menyerap P tersedia di tanah menjadikan serapan P yang rendah. FMA dapat membantu penyerapan mineral dalam tanah. FMA mengeluarkan enzim fosfatase dan asam-asam organik ke akar tumbuhan sehingga penyerapan P dapat meningkat. Hifa eksternal FMA memperpendek jarak difusi ion-ion fosfat sehingga proses difusi menjadi lebih cepat, serta kemampuan hifa FMA untuk tumbuh melampaui zona deplesi dan mendistribusikan P ke akar memberikan efek positif terhadap serapan P dan pertumbuhan tumbuhan. Proses ini terjadi karena aktifitas hifa eksternal yang tinggi sehingga terjadi peningkatan daya tarik-menarik ion-ion fosfat yang menyebabkan pergerakan P lebih cepat ke dalam hifa FMA (Smith dan Read 2008). Analisis logam berat pada jaringan tanaman menunjukkan hasil yang negatif terhadap pencemaran timah sampai ke jaringan tumbuhan. Hal ini berarti lahan pasca tambang timah ini aman dikembangkan menjadi pastura.

Jumlah Spora dan Infeksi Akar FMA Lahan Pasca Tambang

Peran FMA dalam membantu pertumbuhan tumbuhan ditandai dengan banyaknya jumlah spora dan besarnya persentase infeksi. Analisis ragam memberikan hasil bahwa jenis tumbuhan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah spora, sedangkan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap infeksi akar. Oleh karena itu data infeksi akar dilakukan uji lanjut. Jumlah spora dan infeksi akar pada beberapa jenis tumbuhan di lahan pasca tambang timah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah spora dan infeksi akar FMA pada beberapa jenis tumbuhan di lahan pasca tambang timah

Jenis Tumbuhan Jumlah Spora Infeksi Akar (%)

(20)

10

Jumlah spora disetiap tumbuhan memberikan hasil yang tidak signifikan. Jumlah spora dihitung untuk mengetahui kemampuan FMA berkembang biak pada kondisi lahan dan tumbuhan lokal yang ada. Pertumbuhan dan produksi rumput dibantu oleh keberadaan spora FMA karena FMA dapat beradaptasi, berasosiasi dan mempunyai tingkat efektifitas yang tinggi (Karti 2003). Perkembangan spora juga dipengaruhi tumbuhan inang dan kondisi lahan. FMA memerlukan tumbuhan agar dapat berasosiasi dengan akarnya. Kondisi lahan dengan konsentrasi P tersedia yang tinggi pada lahan pasca tambang timah yang berumur muda dapat menghambat produksi spora karena mengurangi pengaruh inokulasi FMA terhadap tumbuhan (Nurtjahya et al. 2011). Fosfat merupakan unsur hara essensial yang diperlukan oleh tumbuhan karena berperan dalam proses fotosintesis, metabolisme karbohidrat, dan transfer energi dalam tubuh tumbuhan. Jika tumbuhan sudah memperoleh P yang cukup maka FMA tidak bekerja secara optimal akibatnya panjang akar yang terinfeksi menurun serta perkembangan spora pun menurun. Produksi spora dapat dipicu pada kondisi cekaman, baik cekaman logam berat maupun rendahnya konsentrasi P2O5

(Nurtjahya et al. 2011).

FMA termasuk simbion obligat, yang berarti bahwa FMA dapat bekerja setelah menginfeksi akar tumbuhan inang. Hasil analisis infeksi akar memberikan pengaruh signifikan (P<0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan tumbuhan di lahan pasca tambang timah dipengaruhi oleh besarnya infeksi akar. Hasil uji Duncan menunjukkan persentase infeksi akar Ischaemum apricum berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan Eragrostis atrovirens, Paspalum cartilagineum, Melastoma malabathricum dan Imperata cylindrica. Setiap jenis tumbuhan memiliki respon tersendiri terhadap FMA sesuai dengan karakteristiknya. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya infeksi akar yaitu kepekaan inang terhadap infeksi dan faktor tanah. Rendahnya unsur P tersedia dalam tanah memacu pemanjangan hifa FMA yang bertujuan untuk memperluas daya jelajah dan serapan hara. Ukuran diameter hifa yang kecil mempermudah hifa menembus pori-pori tanah sehingga permukaan serapan menjadi luas. Diameter hifa FMA lebih kecil daripada akar tumbuhan dan hifa eksternal FMA dapat mencapai 1-20 m per gram tanah (Sylvia 2005). Berdasarkan hasil penelitian, persentase infeksi akar tidak berbanding lurus dengan jumlah spora/50 gram tanah. Persentase infeksi akar yang tinggi tidak menunjukkan banyaknya jumlah spora. Hal ini diduga infeksi akar ini belum mencapai tahap untuk berspora. Tuheteru (2003) juga menyatakan bahwa infeksi akar tidak memiliki korelasi yang erat dengan jumlah spora. Jumlah spora yang sedikit belum tentu menghasilkan persentase infeksi akar yang rendah.

(21)

11

(a) (b) (c)

Akar tumbuhan yang tidak terinfeksi oleh FMA memiliki warna yang terang dan sel-sel di dalamnya kosong , sedangkan akar tumbuhan yang terinfeksi sel-sel di dalamnya terisi oleh hifa, arbuskula, vesikula dan spora internal. Hifa adalah salah satu struktur yang dihasilkan oleh FMA berupa benang-benang halus. Panjang hifa mencapai 8 cm sehingga dapat keluar dari zona deplesi hara. Hifa berperan dalam memanfaatkan unsur hara tanah yaitu dengan cara memperluas volume akar melalui pemanjangan hifa mikoriza. Setiap 1 cm akar terdapat 10 titik pemanjangan. Diameter hifa FMA lebih kecil daripada akar tumbuhan dan hifa eksternal FMA dapat mencapai 1-20 m per gram tanah (Sylvia 2005). Arbuskula adalah struktur yang bercabang banyak seperti pohon dan letaknya didalam sel. Fungsinya sebagai pemindahan nutrisi antara FMA dan tumbuhan inang. Umur arbuskula hanya berkisar 4 hari, setelah itu arbuskula lisis dan membebaskan P ke tumbuhan inang (Smith dan Smith 1995). Vesikula merupakan struktur yang dibentuk dari hifa utama yang menggelembung dengan bentuk seperti kantung atau bulat yang terdapat didalam atau diruang antar sel,

berfungsi sebagai tempan penyimpanan cadangan makanan. Genus FMA yang membentuk vesikula diantaranya yaitu Glomus sp dan Acaulospora sp (Lukiwati 2011). Spora internal merupakan spora yang berada di dalam akar. Spora yang memungkinkan terbentuk di dalam akar yaitu spora dengan genus Glomus sp (INVAM 2014).

Potensi Jenis Fungi Mikoriza Arbuskula Lahan Pasca Tambang

Berdasarkan hasil identifikasi spora, ada 4 genus FMA yang berada di lahan pasca tambang timah, Bangka Belitung yaitu Entropospora, Acaulospora, Gigaspora, dan Glomus. Genus yang dominan yaitu Glomus (Gambar 4).

Gambar 3 Penampang melintang akar tumbuhan yang tidak terinfeksi dan terinfeksi FMA di lahan pasca tambang timah. a) Akar yang tidak terinfeksi FMA (Perbesaran 10x10), b) Akar yang terinfeksi FMA (10x10), c) Bentuk arbuskula FMA (perbesaran 40x10)

Hifa Vesikula Tidak ada infeksi

Arbuskula

(22)

12

Gambar 4 Beberapa tipe spora FMA yang ditemukan pada lahan pasca tambang timah

Identifikasi spora FMA dibatasi hingga tingkat genus. Genus yang ditemukan yaitu Entropospora, Acaulospora, Gigaspora, dan Glomus. Spora dengan genus Glomus, Acaulospora, dan Gigaspora merupakan genus yang teruji efektif dan mampu berkembang baik pada lahan revegetasi. Genus dominan yang ditemukan pada lahan pasca tambang timah ini yaitu Glomus. Hal ini didukung oleh ini penelitian Nurtjahya et al. (2007) yang mengatakan bahwa di areal lahan pasca tambang timah genus Glomus mencapai 44-95%.

Spora Gigaspora merupakan spora dengan ukuran yang besar (125-600μm). terbentuk dari ujung hifa yang membulat (bulbous suspensor), selanjutnya muncul bulatan kecil yang semakin membesar mencapai ukuran maksimum yang akhirnya menjadi spora. Suspensor melekat pada permukaan terluar dinding spora. Karakteristik yang khas adalah adanya bulbous suspensor tanpa germination shield. Gigaspora dapat ditemukan pada tanah berfraksi pasir, karena memiliki pori-pori tanah yang lebih besar dibandingkan tanah lempung. Hal ini diduga sesuai untuk perkembangan spora Gigaspora yang berukuran lebih besar dari pada spora Glomus (Budi et al. 2011). Gigaspora yang ditemukan pada pengamatan yaitu berukuran >200μm, berwarna kuning, dan terdapat bulbous suspensor yang ada pada bagian bawah specimen spora.

Spora Glomus adalah spora yang memiliki keberagaman tertinggi, dengan ciri khas dinding spora lebih dari satu lapis, warnanya mulai dari hyaline sampai kuning, merah kecoklatan, coklat dan hitam dengan ukuran 200-400μm. Genus ini mengalami proses perkembangan spora dari ujung hifa yang membesar sampai ukuran maksimal dan terbentuk spora. Sporanya juga memungkinkan terbentuk di dalam akar (INVAM 2014). Jenis spora Glomus yang ditemukan rata-rata memiliki ciri ukuran <100μm; berwarna kuning, kekuningan hingga kuning kemerahan; memiliki lapisan spore wall yang terlihat jelas; dan pada Glomus sp1 dan Glomus sp4 terlihat adanya hyphae attachment. Secara umum Glomus sp. merupakan spora yang banyak ditemukan pada lahan pasca tambang timah, hal ini diduga karena Glomus memiliki daya tahan dan daya infeksi yang lebih tinggi daripada spora lainnya. Struktur dinding spora yang lebih tebal karena terdiri lebih dari satu lapis membuat Glomus mampu bertahan dari predator tanah seperti

Glomus sp1. Glomus sp2

(23)

13

nematoda. Selain itu Glomus dapat membentuk spora di dalam akar (INVAM 2014).

Genus Acaulospora ini memiliki beberapa ciri khas antara lain yaitu memiliki corak (ornament) pada lapisan kulitnya seperti kulit jeruk; berwarna hyaline, kuning, ataupun merah kekuningan; ukurannya antara 100-400µm (INVAM 2014). Jenis Acaulospora sp ditemukan spora yang berukuran >100μm, berwarna kuning, dan memiliki ornamen seperti kulit jeruk pada lapisan spore wall. Jenis Entropospora spp. ditemukan dengan pada Ischaemum apricum yang memiliki ciri berukuran kecil >100μm, berwarna kekuningan, dan berkantung (saccule) dengan saccule terdapat pada sisi yang berlawanan dari hyphae attachment.

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Lahan pasca tambang timah berpotensi dikembangkan menjadi kawasan pastura. Empat genus FMA lokal yang teradaptasi pada areal lahan pasca tambang timah yaitu Glomus sp, Acaulospora sp, Gigaspora sp dan Entropospora sp dengan dominasi spora genus Glomus.

SARAN

Keempat genus FMA potensial dijadikan sumber inokulum untuk pembangunan kawasan pastura dilahan pasca tambang timah lain. Perlunya perbanyakan FMA yang ditemukan dalam skala massal sebagai kultur tunggal maupun campuran.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin M, Subagio BE, Rianto E, Purbowati E, Purnomoadi A, Dwiloka B. 2005. Residu logam berat pada sapi potong yang dipelihara di TPA Jatibarang, Kota Semarang pasca proses eliminasi selama 90 hari. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; 2005 Sep 12-13; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Balitbang.

(24)

14

Bakhtiar Y. 2002. Selection of vascular mycorrhiza (VAM) fungi, host plants and spore numbers for producing inoculum. J Biosains dan Bioteknologi Indonesia 2(1): 36-40.

Budi H, Gulamadi M, Darusman LK, Aziz SA, Mansur I. 2011. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada rizosfer tumbuhan pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). J. Litri 17(1): 32-40.

Darmono. 1995. Logam dalam sistem biologi makhluk hidup. Jakarta (ID): UI Press.

Dinas Pertanian Tumbuhan Pangan. 1994. Pengembangan Daerah Marginal di Irian Jaya. Irian Jaya (ID): LIPTAN BIP.

EOL. 2015. Eragrostis atrovirens wire lovegrass. http://eol.org/pages/1114348/details. [diakses tanggal 5 Agustus 2015] Finlay RD. 2004. Mycorrhizal fungi and their multifunctional roles. Mycologist

18: 91-96

Giovannetti M, Mosse B. 1980. An evaluation of techniques for measuring vesicular arbuscular infection in roots. New Phytol. 84:489–500.

Heuzé V, Tran G, Giger-Reverdin S. 2015. Scrobic (Paspalum scrobiculatum) forage and grain. Feedipedia, a programme by INRA, CIRAD, AFZ and FAO. http://www.feedipedia.org/node/401. [diakses tanggal 4 Agustus 2015]

INVAM. 2014. Acaulospora tuberculata. West Virginia University. http://invam.wvu.edu/ [diakses tanggal 13 Oktober 2014]

INVAM. 2014. Glomus etinucatum. West Virginia University http://invam.wvu.edu/ [diakses tanggal 13 Oktober 2014]

INVAM. 2014. Glomus manihotis. West Virginia University http://invam.wvu.edu/ [diakses tanggal 13 Oktober 2014]

Karti PDMH. 2003. Respon morfofisiologi rumput toleran dan peka aluminium terhadap penambahan mikoorganisme dan pembenahan tanah. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Karti PDMH. 2004. Pengaruh penggunaan bakteri penambat nitrogen, cendawan

mikoriza arbuskula dan penambahan bahan organik pada Stylosanthes

guyanensis. Med. Pet. 27: 63-68.

Kew. 2014. Ischaemum apricum description. http://www.kew.org/data/grasses-db/www/imp05731.htm. [diakses tanggal 4 Agustus 2015]

Kushartono B, Iriani N. 2004. Inventarisasi keanekaragaman pakan hijauan guna mendukung sumber pakan ruminansia. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional;2004 Agu 3. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 66-71.

Lizawati, Kartika E, Alia Y, Handayani R. 2014. Pengaruh pemberian kombinasi isolate fungi mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman jarak pagar (Jatropha Curcas L.) yang ditanam pada tanah bekas tambang batu bara. Biospecies. 7(1): 14-21.

Lugiyo. 2006. Pengaruh pemotongan terhadap produksi hijauan rumput Shorgum sp sebagai tumbuhan pakan ternak. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006. 57-61.

(25)

15

Mansur, Koko KS. 2000. Metode penggunaan kapur pada tanah sulfat masam. Buletin Tehnik Pertanian. 5(2): 43-45.

Matsumoto H, Yamamoto Y, Kasai M. 1992. Changes of same properties of the plasma membrane enriched fraction of barley roots related to aluminum stress : membrane associated ATPase, aluminum and calcium. Soil Sci Plant Nutr 38 (3) : 411-419.

Nurmasyitah, Syafruddin, Sayuthi M. 2013. Pengaruh jenis tanah dan dosis fungi mikoriza arbuskula pada tumbuhan kedelai terhadap sifat kimia tanah. J Agrista.17(3):103-110.

Nurtjahya E, Setiadi D, Guhardja E, Muhadiono, Setiadi Y, Mardatin NF. 2011. Status fungi mikoriza arbusukla (FMA) pada suksesi lahan pasca tambang timah di Bangka. Di dalam: Budi SW, Turjaman M, Mardatin NF, Nusantara AD, Trisilawati O, Sitepu IR, Wulandari AS, Riniarti M, Setyaningsih L, editor. Percepatan Sosialisasi Teknologi Mikoriza untuk Mendukung Revitalisasi Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. Kongres dan Seminar Nasional Mikoriza II. 2007 Jul 17-21; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Seameo Biotrop. hlm 151-159.

Phillips JM, Hayman DS. 1970. Improved procedures for clearing roots and staining parasitic and vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi for rapid assessment of infection. Transact Brit Mycol Soc.55:158-161.

Prohati. 2015. Imperata cylindrica (L.) Raeuschel. http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=360. [diakses tanggal 4 Agustus 2015].

Rochayati S, Adiningsih JS, Didi AS. 1986. Pengaruh pupuk fosfat dan pengapuran terhadap hasil kedelai dan jagung pada tanah Ultisol Rangkasbitung. Pemberitahuan Penelitian Tanah dan Pupuk. (5): 13-18. Smith SE, Read DJ. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. 3rd ed. San Diego, California

(US): Academic Press Inc.

Smith FA, Smith SE. 1995. Nutrient transfer in vesicular-arbuscular mycorrhiza : A new model based on the distribution of ATP uses on fungal and plant membranes. BIOTROPIA. 8:1-10.

Staf Peneliti Pusat Penelitian Tanah. 1983. Klasifikasi kesesuaian lahan. Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi. Bogor (ID): Pusat Penelitian Tanah.

Steel RGD, JH Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: Bambang Sumantri. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Suprapto IG, Sudaratmaja AK, Mahaputra K, Sinaga MA. 1999. Pengkajian diversifikasi tumbuhan pada lahan marginal. [Laporan Akhir]. Denpasar (ID): IP2TP.

Sylvia DM. 2005. Mycorrhizal symbioses. p. 263-282. In. Principle and Applications of Soil Microbiology. 2nd Edition. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River.

(26)

16

Tuheteru FD. 2003. Aplikasi asam humat tergadap sporulasi cma dari bawah tegakan alami sengon. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. World Health Organization. 2005. Tin and Inorganic tin compounds.

(27)

17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil sidik ragam jumlah spora di lahan pasca tambang timah

SK JK db KT F P

Perlakuan 404.400 4 101.100 1.413 .299

Galat 715.333 10 71.533

Total 1119.733 14

JK : jumlah kuadrat, db : derajat bebas, KT : kuadrat tengah

Lampiran 2 Hasil sidik ragam infeksi akar tumbuhan di lahan pasca tambang timah

SK JK db KT F P

Perlakuan 6801.403 4 1700.351 12.819 .001

Galat 1326.452 10 132.645

Total 8127.854 14

Lampiran 3 Hasil uji lanjut Duncan infeksi akar pada tumbuhan di lahan pasca tambang timah

Jenis rumput N Superskrip

b a

1 3 40.0000

2 3 89.8667

3 3 88.9667

5 3 94.6667

4 3 97.7167

Lampiran 4 Hasil sidik ragam mineral N pada jaringan tumbuhan di lahan pasca tambang timah

SK JK db KT F P

Perlakuan .252 4 .063 2.378 .122

Galat .265 10 .027

(28)

18

Lampiran 5 Hasil uji lanjut Duncan mineral N pada jaringan tumbuhan di lahan pasca tambang timah

Jenis rumput N

Superskrip

b a

5 3 .6533

2 3 .8367 .8367

3 3 .8433 .8433

1 3 .8867 .8867

4 3 1.0600

Lampiran 6 Hasil sidik ragam mineral P pada jaringan tumbuhan di lahan pasca tambang timah

SK JK db KT F P

Perlakuan .012 4 .003 3.131 .065

Galat .009 10 .001

Total .021 14

Lampiran 7 Hasil uji lanjut Duncan mineral P pada jaringan tumbuhan di lahan pasca tambang timah

Jenis rumput N

Superskrip

b a

3 3 .0333

5 3 .0500

1 3 .0600 .0600

4 3 .0633 .0633

(29)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Cirebon, Jawa Barat pada 20 November 1993. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Bambang Budi Raharja dan Ibu Nana Februana. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Cirebon dan pada tahun yang sama penulis juga diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi yaitu Organisasi Mahasiswa Daerah Cirebon (IKC-IPB)

sebagai pengurus dan anggota aktif sejak tahun 2011-2015, Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) Fakultas Peternakan sebagai anggota divisi Internal periode 2012-2013, dan pada tahun berikutnya terdaftar kembali dalam HIMASITER Fakultas Peternakan sebagai anggota divisi Pengembangan Potensi Sumber Daya Manusia periode 2013-2014. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan baik kegiatan yang ruang lingkupnya khusus untuk mahasiswa Fakultas Peternakan IPB maupun umum.

Penulis juga pernah mengikuti beberapa kegiatan penunjang akademik seperti magang laboratorium di Laboratorium Nutrisi dan Ternak Perah tahun 2014, menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengantar Manajemen Pastura dan Biologi Dasar pada tahun 2015.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Panca Dewi MHK, M.Si dan Dr. Iwan Prihantoro, S.Pt, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan motivasi sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Panca Dewi MHK, M.Si atas bantuan finansial yang telah diberikan selama penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr.Ir. Didid Diapari, M.Si selaku dosen pembahas seminar yang telah banyak memberi saran dan masukan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ir. Muhammad Agus Setiana, MS dan Ir. Hotnida Carolina HS, M.Si selaku dosen penguji sidang yang telah banyak memberi saran dan masukan kepada penulis.

Gambar

Gambar 1  Kondisi lahan pasca tambang timah
Tabel 1  Karakteristik fisik dan kimia tanah lahan pasca tambang
Tabel 3  Jumlah spora dan infeksi akar FMA pada beberapa jenis tumbuhan di
Gambar 4  Beberapa tipe spora FMA yang ditemukan pada lahan pasca tambang

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk megetahui pengaruh aplikasi fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan asam humik terhadap pertumbuhan semai Suren pada media tanah bekas tambang..

Upaya – upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pada lahan bekas tambang kapur adalah dengan memperbaiki kualitas tanah diantaranya melalui

Lahan pasca tambang timah didominasi oleh hamparan tailing, overburden, dan kolong. Tailing timah mempunyai karakterisitik fisika dan kimia tanah serta kondisi iklim mikro

Hasil penelitian bibit aren berumur 19 bulan dengan peubah pertumbuhan tanaman menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada perlakuan pemupukan P dan inokulasi FMA

Pertumbuhan dan Produksi Terung (Solanum melongena L.) Pada Berbagai Dosis Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit di Lahan Pasca Tambang Timah. Ismed Inonu, M.Si dan