• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Rumah Potong Hewan Pemerintah Sebagai Penyedia Daging Sapi Di Wilayah Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Rumah Potong Hewan Pemerintah Sebagai Penyedia Daging Sapi Di Wilayah Bogor."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI RUMAH POTONG HEWAN PEMERINTAH

SEBAGAI PENYEDIA DAGING SAPI

DI WILAYAH BOGOR

HENDI ROHENDI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Rumah Potong Hewan Pemerintah Sebagai Penyedia Daging Sapi di Wilayah Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

HENDI ROHENDI. Potensi Rumah Potong Hewan Pemerintah Sebagai Penyedia Daging Sapi Di Wilayah Bogor. Dibimbing oleh BRAMADA WINIAR PUTRA dan BURHANUDDIN.

Bogor merupakan salah satu daerah yang memiliki jumlah permintaan daging sapi cukup tinggi di kawasan jabodetabek. Kabupaten dan Kota Bogor memiliki jumlah penduduk yaitu 5 202 097 jiwa dan 1 013 019 jiwa dengan konsumsi perkapita daging sapi 3.65 kg hari-1 dan 22.08 kg hari-1. Penelitian ini dilaksakan dengan survey dan data dianalisis secara deskriptif dan dihitung nilai location quotient (LQ). Nilai LQ RPH Bubulak dan Cibinong lebih besar dari satu (LQ>1) yaitu 4.26 dan 3.11 yang berarti RPH Bubulak dan Cibinong merupakan RPH pemerintah basis produksi daging sapi di wilayah Bogor. Rumah Potong Hewan Galuga dan Jonggol memiliki nilai LQ kurang dari satu (LQ<1) yaitu 0.62 dan 0.74 yang berati kedua RPH tersebut sebagai RPH pemerintah non basis produksi daging sapi di wilayah Bogor. Produksi daging tiap RPH Bubulak, Cibinong, Galuga, dan Jonggol yang disalurkan ke wilayah Bogor sebanyak 5 250.99 kg hari-1, 3 827.25 kg hari-1, 765.45 kg hari-1 dan 918.54 kg hari-1. Permintaan daging sapi harian di Kabupaten Bogor sebanyak 19 003.26 kg dan Kota Bogor 22 369.48 kg sementara produksi daging RPH pemerintah disalurkan ke wilayah Bogor sebanyak 10 762.32 kg hari-1. Rumah Potong Hewan pemerintah sangat berpotensi untuk menyediakan daging sapi di wilayah Bogor dengan pemotongan dioptimalkan dari kapasitas pemotongan.

Kata kunci: permintaan daging, RPH pemerintah, location quotient, potensi penyediaan daging, produksi daging

ABSTRACT

HENDI ROHENDI. Potential of Government Slaughter House as Meat Provider in Bogor Area. Supervised by BRAMADA WINIAR PUTRA and BURHANUDDIN.

(6)

potential meat provider in Bogor with the value of slaughter is optimized of slaughter capacity.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

POTENSI RUMAH POTONG HEWAN PEMERINTAH

SEBAGAI PENYEDIA DAGING SAPI

DI WILAYAH BOGOR

HENDI ROHENDI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah Potensi Rumah Potong Hewan Pemerintah Sebagai Penyedia Daging Sapi Di Wilayah Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Bramada Winiar Putra, SPt MSi dan Bapak Dr Ir Burhanuddin MM selaku komisi pembimbing atas saran, ilmu dan waktu dalam penulisan karya ilmiah ini. Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr Ir Salundik MSi selaku penguji atas saran dan ilmu untuk perbaikan dan kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini serta Ibu Dr Ir Niken Ulupi MS atas bimbingannya dalam akademik. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada bapa (Juned), ibu (Eti) dan kakak (Rahmadi, Ade Dasimah, Rohatin, Toto Sunarto, Juju Juharti, Udih Andriana Tyson, Haerudin dan Erna) yang tidak henti memberikan do’a, nasehat, kasih sayang, materil, moral dan dukungan yang selalu menyertai.

Penulis ucapkan terimakasih dan penghargaan kepada kekasih Andi Norma Yuni atas dukungan, kerjasama dan bantuannya selama penelitian dan pengumpulan data ini dan khususnya Tri, Yaher, Denny, Akhdiat, Mulya, Akos, Ninin, Riadi, Sigit, Iqbal, Aseng, Ghulam, Fajar, Edwin, Suri, Iza, Fandes, Putut, Osy, Mpot, Ansor, Halwan dan sahabat IPTP 48, UKM Bola Voli IPB, HIMAPROTER dan Teater Kadang atas bantuan, semangat dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat 2

Bahan 3

Prosedur 3

Analisis Data 3

Penilaian Location Quotient (LQ) 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Keadaan Umum 4

Nilai LQ Rumah Potong Hewan 5

Produksi Daging Sapi 6

Permintaan Daging Sapi 8

Potensi Penyediaan Daging Sapi 9

SIMPULAN DAN SARAN 12

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

(12)

DAFTAR TABEL

1 Profil umum Rumah Potong Hewan pemerintah wilayah Bogor 5 2 Nilai LQ Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah 5 3 Produksi daging sapi harian Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah

dengan penyaluran kedalam dan keluar wilayah Bogor 6 4 Permintaan kebutuhan daging sapi dari produksi daging sapi harian

Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah 8

5 Pemasokan dan pemotongan sapi oleh pedagang pada tiap RPH, volume

pemasokan dan kapasitas kandang 10

6 Potensial penyediaan daging sapi Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan daging sapi harian diwilayah

Bogor 11

7 Produksi daging sapi Rumah Potong Hewan pemerintah Bogor untuk

penyediaan daging sapi. 15

DAFTAR GAMBAR

1 Peta distribusi daging sapi Rumah Potong Hewan pemerintah didalam

wilayah Bogor 6

2 Grafik persentase penyediaan daging sapi Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah dari total produksi daging sapi di RPH dengan penyaluran

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Upaya peningkatan ketahanan pangan masyarakat hususnya yang berkaitan dengan produk peternakan harus dilihat dari kemampuannya dalam menyediakan produk peternakan. Hal ini mengacu kepada swasembada daging 2014 bahwa negara harus menyediakan daging sendiri secara mandiri tentunya dari sapi potong yang dibudidayakan di dalam negeri. Hal ini berdasarkan keyakinan pemerintah pada perhitungan-perhitungan bahwa swasembada daging 2014 akan tercapai karena populasi sapi potong Indonesia sebanyak 14.2 juta ekor (Tawaf 2012). Kenyataannya kebutuhan daging sapi dalam negeri selalu terpenuhi dari impor berupa sapi bakalan dan daging beku, selain itu meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat menyebabkan konsumsi daging sapi semakin meningkat. Selama ini kebutuhan daging sapi di Indonesia dipenuhi dari tiga sumber yaitu: sapi lokal, sapi impor dan daging impor (Hadi dan Ilham 2000). Peningkatan volume permintaan daging tidak diimbangi dengan peningkatan volume penyediaan daging akan berpengaruh terhadap stabilitas harga daging dan tingkat konsumsi daging sapi di masyarakat. Hasil perhitungan partisipasi konsumsi daging sapi atau kerbau nasional diperoleh tingkat konsumsi per kapita per tahun sebesar 6.71 kg (2002), 10.47 kg (2005), 10.82 kg (2008) dan 13.11 kg (2011) (Soedjana 2013).

Bogor sebagai daerah penyangga Ibu kota memiliki jumlah permintaan daging sapi cukup tinggi sehingga dijadikan pasar daging yang cukup besar di kawasan jabodetabek. Kemudian Permintaan daging sapi di pasar domestik cukup tinggi dan selalu meningkat dari tahun ketahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Tahun 2013 jumlah penduduk di Kota Bogor sebanyak 1 013 019 (BPS 2014) dengan konsumsi daging sapi harian perkapita sebanyak 22.08 gram hari-1 (Dinas Ketahanan Pangan 2014) dan jumlah penduduk di Kabupaten Bogor tahun 2013 sebanyak 5 202 097 (BPS 2014) dengan konsumsi daging sapi harian perkapita sebanyak 3.65 gram hari-1 (Dinas Peternakan dan Perikanan 2014) serta produksi daging sapi yang cukup banyak salah satunya melalui RPH pemerintah. Namun daging sapi yang disediakan harus memiliki nilai ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) seperti yang telah dilakukan di Rumah Potong Hewan baik milik pemerintah maupun swasta. Namun dalam hal produksi daging sapi Rumah Potong Hewan kebanyakan memotong sapi impor. Jenis sapi yang di potong di RPH pemerintah saat ini adalah sapi impor berupa sapi Brahman cross (BX). Sapi Brahman cross merupakan sapi impor yang paling banyak di potong di Rumah Potong Hewan. Menurut DITJENNAK (2003) keunggulan sapi Brahman Cross adalah memiliki daya tahan tubuh terhadap panas, tahan terhadap ektoparasit terutama caplak dan mudah beradaptasi dengan lingkungan tropis di Indonesia, memiliki pertambahan bobot hidup yang tinggi dengan waktu yang singkat dan produktivitas karkas yang tinggi.

(14)

2

nasional atau pun global, sementara pada sisi konsumsi, Rumah Potong Hewan merupakan lembaga yang berfungsi untuk menjamin ketersediaan daging sapi bagi konsumen, baik kuantitasnya ataupun kualitasnya (Tawaf 2012). Fungsi umum Rumah Potong Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum (Permentan No. 13/2010 tentang RPH). Lebih lanjut, dijelaskan bahwa RPH merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal. Rumah Potong Hewan dibedakan menjadi dua yaitu milik pemerintah dan milik swasta. Rumah Potong Hewan pemerintah di Kabupaten Bogor terdapat tiga yaitu RPH Cibinong, RPH Galuga, dan RPH Jonggol. Sementara di Kota Bogor terdapat satu yaitu RPH Terpadu Bubulak. Berdasarkan hasil pemotongan sapi di Rumah Potong Hewan untuk memproduksi daging dalam jumlah yang berbeda tergantung dari permintaan pasar dan kapasitas pemotongannya. Alur distribusi daging sapi sampai kekonsumen yaitu feedlot – pedagang sapi – RPH – pedagang karkas – pedagang daging – konsumen.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari potensi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pemerintah sebagai penyedia daging sapi di wilayah Bogor dalam memenuhi kebutuhan daging sapi.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mencari informasi tentang kecukupan konsumsi masyarakat, produksi daging sapi, kebutuhan daging sapi, suplly ternak sapi, jenis ternak sapi, kapasitas pemotongan, permintaan daging sapi dan potensi penyediaan daging sapi yang dihasilkan oleh RPH pemerintah wilayah Bogor.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RPH pemerintah wilayah Bogor diantaranya RPH Terpadu Bubulak, RPH Cibinong, RPH Galuga, RPH Jonggol, Pasar Anyar, Pasar Bogor, Pasar Cibinong, Pasar Leuwiliang dan Pasar Cileungsi. Penelitian ini dilakukan selama 5 minggu pada bulan Januari hingga Februari 2015.

Alat

(15)

3 Bahan

Penelitian ini menggunakan daftar pertanyaan untuk memperoleh data penelitian, dan responden yang diambil meliputi kepala atau staf pegawai pada tiap RPH pemerintah, 18 orang pedagang sapi, 36 orang pedagang daging dan 36 orang konsumen yang diambil secara purposive sampling.

Prosedur

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden berupa pengajuan pertanyaan dalam bentuk daftar pertanyaan. Responden yang diwawancarai untuk memperoleh data primer pada penelitian ini adalah kepala atau staf pegawai pada tiap RPH pemerintah, 18 orang pedagang sapi, 36 orang pedagang daging dan 36 orang konsumen. Data sekunder diperoleh dari RPH terkait, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dan Dinas Ketahanan Pangan Kota Bogor.

Pengumpulan data pada penelitian ini diawali dengan survey sekaligus perizinan penelitian kepada pemerintah Kabupaten Bogor dan pemerintah Kota Bogor. Dilakukan pengambilan data sekunder mengenai permintaan daging sapi di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor dari pemerintah setempat. Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap responden dengan sejumlah pertanyaan. Data yang diperoleh dari masing-masing RPH pemerintah berupa jumlah produksi daging sapi, jenis sapi yang di potong, kapasitas pemotongan, regulasi pemotongan sapi, kapasitas kandang penampung dan lama penampung, ketersediaan pakan dan air, dan wilayah pasar penyaluran daging dan persentasenya. Data yang diperoleh dari pedagang sapi berupa banyaknya sapi yang disupplay ke RPH pemerintah, jenis sapi yang disupplay, banyaknya sapi yang di suplai, banyaknya sapi yang dipotong perhari, bobot rata-rata sapi, dan hambatan yang diperoleh. Data yang diperoleh dari pedagang daging berupa banyaknya daging yang diterima dari RPH, lama habisnya daging yang terjual, kecukupan permintaan daging dan hambatan yang dialami. Data yang diperoleh dari konsumen berupa banyaknya daging yang dibeli, lama pengonsumsian daging, kemudahan penggunaan daging dan hambatan memperoleh daging sapi.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Analisis data yang dilakukan terbatas pada teknik pengolahan datanya seperti pada pengecekan data dan tabulasi, dalam hal ini hanya membaca tabel, grafik atau angka yang tersedia, kemudian dilakukan penguraian dan penafsiran (Hasan 2008). Hal yang digambarkan dalam analisis deskriptif kualitatif adalah potensi dalam menyediakan daging sapi, produksi daging sapi, dan permintaan daging sapi RPH pada masyarakat Kabupaten Bogor dan Kota Bogor.

Penilaian Location Quotient (LQ)

(16)

4

sektor atau industri tersebut secara di daerah lebih luas. Rumus LQ adalah sebagai berikut (Tarigan 2014) :

i yj i j

Keterangan: xi = Produksi daging dari RPH ke-i

yj = Produk total daging di RPH pemerintah wilayah bogor

Xi = Produksi daging sapi di wilayah Bogor

Yj = Produksi total jenis daging di wilayah Bogor

Nilai LQ yang didapat pada tiap RPH adalah perbandingan antara persentasi produksi daging sapi di RPH tersebut pada total produksi daging seluruh RPH dengan persentase produksi daging sapi diwilayah bogor pada produksi seluruh jenis daging. Apabila LQ≥1 artinya RPH sebagai basis produksi daging sapi dari pada RPH lain. Sebaliknya apabila LQ<1 maka RPH tersebut RPH non basis produksi daging sapi dari pada RPH lain. Perhitungan potensial penyediaan daging sapi RPH pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan daging sapi adalah sebagai berikut:

apasitas pemotongan ke i

otal kapasitas pemotongan seluruh n

Keterrangan: Z = Total kebutuhan pemotongan sapi diwilayah Bogor Y = Pemotongan sapi yang disalurkan keluar wilayah Bogor n = Jumlah optimalisasi pemotongan sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Permintaan dan penawaran atau produksi daging sapi sangat mempengaruhi penyediaan daging oleh RPH pemerintah wilayah Bogor sebagaimana dalam hal permintaan dan penawaran harus berimbang. Penelitian ini dilakukan di RPH pemerintah Kota Bogor (Terpadu Bubulak) dan RPH pemerintah Kabupaten Bogor (Cibinong, Galuga, dan Jonggol) untuk memperoleh data primer dengan melakukan wawancara terhadap kepala atau staf RPH, pedagang sapi, dan pedagang daging. Wawancara terhadap konsumen dan sebagian pedagang daging dilakukan di Pasar Bogor, Pasar Anyar, Pasar Leuwiliang, Pasar Cileungsi, dan Pasar Cibinong.

(17)

5 ternak di Jonggol dan pasar industri dengan pemotongan ternak di Cianjur. Profil umum RPH pemerintah disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Profil umum Rumah Potong Hewan pemerintah wilayah Bogor Nama Pola pengelolaan usaha pemotongan hewan pada Permentan No. 13 tahun 2010 pasal 40, bahwa RPH Bubulak, Cibinong dan Galuga termasuk kedalam jenis I dan RPH Jonggol termasuk kedalam jenis III. Berdasarkan kelengkapan fasilitas proses pelayuan (aging) karkas, usaha pemotongan hewan, RPH Bubulak, Cibinong dan Jonggol termasuk kedalam kategori II dan RPH Galuga termasuk kedalam kategori I.

Nilai LQ Rumah Potong Hewan

Hasil perhitungan nilai LQ Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah produksi daging sapi dilihat dari produksinya, terdapat dua RPH pemerintah sebagai basis produksi daging sapi yaitu RPH Bubulak dan Cibinong. Nilai LQ sebagai basis produksi masing-masing RPH pemerintah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai LQ Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah

Nama RPH Nilai LQ

(18)

6

Bubulak dan RPH Cibinong lebih tinggi dibandingkan RPH Galuga dan RPH Jonggol yang dapat dilihat pada Tabel 3. Penyebaran distribusi daging sapi yang dihasilkan pada tiap RPH pemerintah disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Peta distribusi daging sapi Rumah Potong Hewan pemerintah didalam area jabodetabek.

Distribusi daging sapi kedalam wilayah Bogor daging yang dihasilkan pada tiap RPH pemerintah adalah 98% RPH Bubulak, 100% RPH Cibinong, 62.5% RPH Galuga dan 75% RPH Jonggol. Kemudian distribusi daging keluar wilayah Bogor pada tiap RPH pemerintah adalah 2% RPH Bubulak, 37.5% RPH Galuga, dan 25% RPH Jonggol. Hasil perhitungan nilai LQ dapat lihat bahwa RPH Bubulak dan Cibinong sebagai basis produksi daging sapi wilayah Bogor dapat ditingkatkan pemotongannya untuk penyebaran distribusi daging di wilayah Bogor.

Produksi Daging Sapi

(19)

7 Tabel 3. Produksi daging sapi harian Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah

dengan penyaluran ke dalam dan ke luar wilayah Bogor Nama RPH Jumlah

Hasil penelitian produksi daging sapi RPH pemerintah masing-masing beragam tergantung dari jumlah pemotongan ternak dan beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti pemotongan sapi setiap hari, jenis sapi yang dipotong, dan kapasitas pemotongan. Persentase jumlah sapi yang dipotong dari kapasitas pemotongan pada tiap RPH pemerintah pada penelitian ini yaitu RPH Bubulak sebesar 23.33%, RPH Cibinong sebesar 17%, RPH Galuga sebesar 40%, dan RPH Jonggol sebesar 16%. Jenis sapi yang dipotong pada semua RPH pemerintah penelitian Dwihandika (2011) menunjukan bahwa persentase daging sapi Brahman cross yang diberi kosentrat dapat menghasilkan persentase daging rata-rata 63% dari karkas yang dihasilkan pada bobot hidup 400 sampai 500 kg. Penyaluran daging sapi yang dihasilkan oleh RPH pemerintah Bogor tidak hanya disalurkan kedalam wilayah Bogor, namun disalurkan ke wilayah luar Bogor seperti Bekasi dan Jakarta dengan persentase penyaluran yang berbeda-beda tergantung dari permintaan pasarnya.

Produksi daging sapi RPH pemerintah kurang optimal karena mengalami kendala. Hasil penelitian menunjukan kendala yang menghambat produksi optimal daging sapi RPH pemerintah, diantaranya cash flow yang sangat lama dari para pelaku usaha yang ada di RPH pemerintah, kurangnya pembinaan terhadap para pelaku usaha sehingga banyak merugikan pelaku usaha lainnya seperti terjadi penipuan, musim menjadi kendala dalam memproduksi daging sapi karena musim mempengaruhi permintaan daging sapi konsumen di pasar seperti pada musim hujan daya penjualan daging sapi menurun dibandingkan musim kemarau, banyaknya pedagang daging sapi lain yang memotong sapi di pekarangan rumahnya sehingga daya produksi daging sapi di RPH menurun, kemudian banyaknya RPH atau TPH swasta yang berdiri yang menjadi saingan bagi RPH pemerintah untuk memproduksi daging sapi.

(20)

8

menunjukan pedagang sapi di Kabupaten Bogor mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp 135 000 ekor-1 (biaya pemotongan sebesar Rp 120 000 ekor-1 dan biaya retribusi Rp 15 000 ekor-1), namun di Kota Bogor biaya retribusi lebih tinggi menjadi Rp 35 000 ekor-1. Harga bobot hidup sapi Brahman cross dari hasil penelitian adalah Rp 37 000 kg-1 sampai Rp 39 500 kg-1 dengan harga karkas Rp 75 500 kg-1 sampai Rp 78 000 kg-1. Kebijakan pemerintah melakukan pemotongan sapi impor di RPH pemerintah maupun swasta disambut baik oleh para pelaku usaha, karena populasi sapi lokal tahun 2013 di Kabupaten Bogor hanya 9 526 ekor (BPS 2014) dan Kota Bogor sekitar 212 ekor (BPS 2014) hanya dapat memenuhi kebutuhan daging sapi hanya pada beberapa waktu, kemudian harga bobot hidup sapi lokal lebih tinggi dengan selisih Rp 1 500 diatas harga bobot hidup sapi impor.

Permintaan Daging Sapi

Daging merupakan bagian otot skeletal dari karkas yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar, daging segar dingin atau daging beku (BSN 2008). Kecukupan permintaan daging sapi di wilayah bogor dari produksi daging sapi RPH Pemerintah pada penelitian tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Permintaan kebutuhan daging sapi dari produksi daging sapi harian Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah

Kecukupan daging Sapi Kabupaten

Daging Belum Tercukupi 13 894.59 16 915.23

Persentase Produksi Daging RPH (%) 27.40 25.00

Sumber: olahan data penelitian

(21)

9 yang memotong di rumahnya sendiri, hasil survey pasokan pangan tercatat pemasokan daging dari luar daerah kedalam Kabupaten Bogor (impor) tahun 2014 sebanyak 719 350 kg dan pemasokan dari dalam bukan dari RPH pemerintah sebanyak 1 111 400 (Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan 2015)

Menurut Sukirno (1995) dalam Hadiwijoyo (2009) bahwa teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Besarnya permintaan masyarakat atas suatu barang ditentukan oleh banyak faktor yaitu harga barang itu sendiri, harga barang lain, pendapatan rumah tangga dan masyarakat, distribusi pendapatan dalam masyarakat, cita rasa masyarakat, jumlah penduduk, dan ramalan akan keadaan dimasa yang akan datang. Sepertihalnya daging sapi, harga daging sapi yang bervariasi mulai dari Rp 90 000 kg-1 sampai Rp 100 000 kg-1 tergantung berdasarkan bagian daging yang diinginkan dan harga di pasar tersebut. Pendapatan masyarakat bogor cukup tinggi, sehingga terlihat konsumen rumah tangga mampu membeli daging sapi mulai dari 0.5 kg sampai 4.5 kg dengan waktu pembelian mulai sehari sekali sampai 7 hari sekali, dan konsumen lembaga seperti pedagang bakso, sate, masakan padang, pedagang sayur, soto, warteg dan sup masing-masing membeli daging sapi 1 sampai 100 kg, 2.5 kg, 2 kg, 1 kg, 0.5 sampai 3 kg, 1 kg dan 3 kg tergantung pada volume penjualan masing-masing usaha masakan. Cita rasa yang terdapat daging sapi dapat dibuat berbagai hidangan hidangan rumah tangga maupun untuk usaha. Kemudian Jumlah penduduk di wilayah bogor yang semakin bertambah, hal tersebut didukung dengan data pada tahun 2013 bahwa penduduk di Kabupaten Bogor sebanyak 5 202 097 (BPS 2014) dan Kota Bogor sebanyak 1 013 019 (BPS 2014), dengan demikian dapat diramalkan permintaan daging sapi setiap waktu akan semakin meningkat.

Potensi Penyediaan Daging Sapi

Ketersediaan daging sapi di pasar tergantung dari kemampuan memproduksi daging sapi dalam menyediakannya oleh suatu daerah tertentu. Rumah Potong Hewan pemerintah Bogor merupakan salah satu fasilitas untuk menyediakan daging sapi di samping fungsi utamanya sebagai tempat memotong hewan ternak dari feedlot atau farm. Persentase penyediaan daging sapi di wilayah Bogor dari RPH pemerintah disajikan pada Gambar 2.

(22)

10

Persentase penyediaan daging sapi di wilayah bogor yang terbesar pada RPH Bubulak sebesar 49% dan RPH Cibinong sebesar 36%, sedangkan RPH Galuga dan RPH Jonggol memiliki persentase yang lebih sedikit yaitu sebesar 7% dan 8%. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, jika dilihat dari alur distribusi daging RPH dalam hasil penelitian menunjukan faktor yang mempengaruhi penyediaan daging sapi di RPH pemerintah di wilayah Bogor yaitu banyaknya feedlot yang mensuplai sapi ke RPH pemerintah tersebut, banyaknya pedagang sapi, banyaknya pengiriman sapi setiap hari untuk dijadikan stock sapi yang akan dipotong, kapasitas kandang penampung, dan optimalisasi pemotongan hewan RPH pemerintah.

Hasil penelitian menunjukan RPH Bubulak dan Cibinong lebih banyak terdapat feedlot dengan pedagang sapi yang memotong sapi setiap harinya. Rumah Potong Hewan Bubulak terdapat tujuh pedagang sapi yang di supplay dari feedlot yang berbeda dan dari daerah yang berbeda, diantaranya feedlot yang mensuplai sapi adalah REY (Rumpin), Mitra Taruna (Jonggol), GGLC (Lampung), dan Septia Anugrah (Rangkas). Rumah Potong Hewan Cibinong terdapat enam pedagang sapi dengan feedlot yang mensuplai sapi dan asal daerahnya yaitu Karyana (Rangkas), Agrisatwa (Tangerang), Fortuna (Lampung) dan TUM (Tangerang). Rumah Potong Hewan Galuga hanya satu pedagang sapi dari satu feedlot yaitu REY (Rumpin), dan Rumah Potong Hewan Jonggol terdapat tiga pedagang sapi dari satu feedlot dan daerah asal feedlot yang sama yaitu Widodo Makmur (Jonggol). feedlot tersebut berperan penting dalam hal peyediaan sapi hidup untuk dipotong setiap harinya, contohnya PT GGLC, dari hasil penelitian Ratniati (2009) bahwa PT GGLC menyalurkan sapi sebesar 11.58% dari total produksinya yaitu 852 452 kg bobot hidup dan khusus di potong di RPH Bubulak untuk mencukupi kebutuhan pasar Anyar dan pasar Bogor.

Pengiriman sapi untuk dijadikan sebagai stock sapi yang akan dipotong tergantung kebutuhan daging sapi dimasyarakat. Data pemasokan dan pemotongan sapi oleh pedagang pada tiap RPH, volume pemasokan dan kapasitas kandang disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Pemasokan dan pemotongan sapi oleh pedagang pada tiap RPH, volume pemasokan dan kapasitas kandang

(23)

11 pemotongan yang optimal maka RPH pemerintah akan sangat berpotensi untuk menyediakan daging sapi di wilayah Bogor tanpa harus impor daging beku. Optimalisasi pemotongan RPH pemerintah menjadi faktor penting untuk menyediakan daging sapi di wilayah Bogor. Optimalisasi pemotongan ternak berpotensi bagi RPH pemerintah untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di wilayah Bogor. Rumah Potong Hewan pemerintah menyediakan daging sapi dengan mengoptimalkan pemotongannya disajikan pada tabel 6.

Tabel 6. Potensial penyediaan daging sapi Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan daging sapi harian diwilayah Bogor.

Total Pemotongan Harian Sapi

(ekor) 141 154 276

Total Kebutuhan Pemotongan Sapi

di wilayah Bogor (ekor) 270 270 270

Sumber: olahan data penelitian

Rumah Potong Hewan pemerintah sangat berpotensi dalam menyediakan daging sapi untuk memenuhi kebutuhan daging sapi masyarakat wilayah Bogor. Tabel 6 menujukan kebutuhan daging sapi akan tercukupi jika pemotongan sapi pada tiap RPH pemerintah dioptimal dari kapasitas pemotongannya. Bobot hidup sapi yang dipakai dalam perhitungan sebesar 450 kg, karena pada hasil penelitian rata-rata bobot hidup sapi yag dipotong di RPH pemerintah berkisar antara 400 sampai 500 kg dan menurut Haloman et al. (2008) bahwa sapi Brahman Corss (BX) yang dipotong untuk pasar tradisional maupun pasar khusus rata-rata memiliki karkas sebesar 54% dengan bobot hidup 275 sampai 540 kg. Optimalisasi pemotongan dihitung berdasarkan kapasitas pemotongan RPH pemerintah.

(24)

12

dan dari impor. Penyediaan secara mandiri dan menuju swasembada daging tentunya harus bebas dari impor. Sebelum menekan impor, RPH pemerintah tentunya harus memasok daging sapi ke dalam wilayah Bogor tanpa ada pedagang sapi yang memotong di halaman rumah atau dari TPH swata, maka tiap RPH pemerintah harus meningkatkan pemotongannya menjadi 34% di Bubulak, 33% di Cibinong, 50% di Galuga dan 38% di Jonggol berdasarkan kapasitas pemotongannya. Untuk menutupi impor tiap RPH pemerintah harus meningkatkan pemotongannya menjadi 41% di Bubulak, 40% di Cibinong, 55% di Galuga dan 44% di Jonggol berdasarkan kapasitas pemotongannya.

Tujuan dari pemotongan sapi di RPH pemerintah selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tentunya untuk menjaga kualitas daging yang dihasilkan (Tawaf 2012). Swasembada daging yang tentunya bebas dari impor atau menyediakan daging sapi secara mandiri akan terjadi pada saat suplai sapi dipenuhi oleh sapi yang dibudidayakan di negeri sendiri. Untuk menekan impor daging beku dan pemenuhan total kebutuhan maka pemotongan ditingkatkan menjadi 73% di Bubulak, 72% di Cibinong, 90% di Galuga dan 78% di Jonggol. Hal ini tentu sangat berpotensi untuk RPH pemerintah dalam menyediakan daging sapi diwilayah Bogor, karena pemotongan sapi yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan daging sapi masyarakat Bogor masih kurang. Peningkatan pemotongan tersebut harus ada kerjasama antara RPH pemerintah dengan pihak lain seperti pemerintah terkait, contohnya untuk penyerapan produksi daging sapi yang dihasilkan pada tiap RPH pemerintah. Mutu daging sapi yang dihasilkan oleh tiap RPH pemerintah harus lebih baik dan selalu dipantau supaya dapat diterima disemua pasar.

Salah satu peran penting untuk mendukung penyerapan produksi daging sapi diantaranya kebijakan pemerintah yang tepat, seperti menyediakan pasar khusus untuk pemasaran daging sapi dari RPH dengan harga relatif murah untuk meningkatkan daya beli masyarakat terhadap daging sapi tersebut, jika pemotongan sapi berlebih untuk menyuplai kebutuhan daging sapi wilayah Bogor, maka dapat disalurkan ke pasar disekitar jabodetabek pada tiap RPH pemerintah wilayah Bogor sebagaimana mestinya. Fasilitas RPH ditingkatkan untuk mengasilkan daging sapi yang berkualitas dan terjamin mutu daging yang dihasilkan. Harus adanya kerjasama antara RPH pemerintah dengan pasar khusus untuk penyaluran daging sapi yang dihasilkannya seperti restaurant, rumah sakit, supermarket dan juga dapat meningkatkan daya serap produksi daging yang dihasilkan RPH pemerintah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(25)

13 pemerintah berpotensi menyediakan daging sapi di wilayah Bogor jika kapasitas kandang penampungan dan kapasitas pemotongan RPH pemerintah dioptimalkan yang akan meningkatkan produksi dan mencukupi permintaan daging sapi masyarakat Bogor.

Saran

Tataniaga pada rantai usaha yang ada di RPH harus diarahkan dan dibina dengan jelas. Penyuluhan atau sosialisai pemerintah kepada masyarakat harus ditingkatkan untuk meningkatkan pemotongan hewan ternak di RPH karena masih banyak masyarakat atau pedagang sapi dan pedagang daging yang memotong hewan ternak di halaman rumah tidak di Tempat Pemotongan Hewan yang ada. Fungsi RPH pemerintah sebagai penjamin mutu daging sapi yang dihasilkan harus direalisasikan dengan baik supaya dapat bersaing dengan mutu daging sapi yang dihasilkan dari RPH swasta untuk mendapatkan pasar industri. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tataniaga perdagangan di Rumah Potong Hewan Pemerintah dan analisis kebijakan pemerintah mengenai RPH pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Bogor Dalam Angka 2014. Bogor (ID): BPS

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kota Bogor dalam Angka 2014. Bogor (ID): BPS.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. Mutu Karkas Daging Sapi. SNI 3932 2008. Jakarta (ID): BSN

[DKP] Dinas Ketahanan Pangan. 2014. Laporan Neraca Bahan Makanan Kota Bogor Tahun 2013. Bogor (ID): DKP

[DISPERINDAG] Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan. 2015. Data Survey Pasokan Pangan Per Kecamatan Di Kabupaten Bogor Tahun 2014. Bogor (ID): DISPERINDAG

[DISNAKAN] Dinas Peternakan dan Perikanan. 2014. Buku Data Peternakan Tahun 2013. Bogor (ID): DIPETKAN

[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Ternak. 2003. Buku Statistik Peternakan tahun 2003. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Dwihandika FH. 2011. Penampilan bobot badan, pertambahan bobot badan dan

karkas sapi Brahman cross heifer dengan pemberian konsentrat yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): IPB

Hadi PU, Ilham N. 2000. Peluang Pengembangan Usaha Pembibitan Ternak Sapi Potong di Indonesia Dalam Rangka Swasembada Daging 2005. Bogor (ID): PSE

(26)

14

Haloman F, Priyanto R, Nuraeni H. 2000. Karakteristik ternak dan karkas sapi untuk kebutuhan pasar tradisional dan pasar husus. Med Pet. 24:2

Hasan I. 2008. Analisis Data Penelitian dengan Statistika. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

[KEMENTAN] Kementrian Pertanian. 2010. Peraturan Menteri Pertanian No. 13/Permentan/OT.140/1/2010 Tentang Persyaratan rumah potong hewan ruminansia dan Unit penanganan daging (meat cutting plant). Jakarta (ID): KEMENTAN

Ratniati NK. 2009. Analisis sistem pemasaran ternak sapi potong PT Great Giant Livestock Company Lampung Tengah [skripsi]. Bogor (ID): IPB

Soedjana TD. 2013. Sustainable livestock production in the perspective of food security policy. Wartazoa. 23:23-30.

Tawaf R. 2012. standarisasi manajemen Rumah Potong Hewan (RPH) milik pemerintah di Jawa Barat; seminar nasional IV peternakan berkelanjutan, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Jatinangor tangal 7 November 2012.

(27)
(28)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 26 Mei 1993, penulis merupakan anak kelima dari 5 bersaudara pasangan Bapak Juned dan Ibu Eti. Tahun 1999 Penulis memulai pendidikan pertamanya di SDN 1 Cigarukgak dan lulus pada tahun 2005. Melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Ciawigebang pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008. Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan SMAN 1 Ciawigebang dan lulus tahun 2011, kemudian di tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di IPB melalui jalur SNMPTN (Saringan Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) undangan dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan.

Gambar

Tabel 2. Nilai LQ Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah
Gambar 1. Peta distribusi daging sapi Rumah Potong Hewan pemerintah didalam
Tabel 3.  Produksi daging sapi harian Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah  dengan penyaluran ke dalam dan ke luar wilayah Bogor
Tabel 5. Pemasokan dan pemotongan sapi oleh pedagang pada tiap RPH, volume
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

yang inovatif sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan hanya dijual mentah saja, seperti mengolah ikan lele menjadi abon lele. Oleh karena itu

Berdasarkan hasil analisis data terhadap penerapan metode eksperimen berpengaruh terhadap hasil belajar dan aktivitas siswa pada materi elastisitas bahan di kelas

Berdasarkan hasil penelitian dapat dipahami bahwa orang tua yang memiliki perilaku cukup dalam pemilihan makanan bergizi pada anak usia pra sekolah seperti

Sampul depan laporan kegiatan pengabdian masyarakat yang akan dilaporkan harus sesuai dengan Warna sampul proposal usulan kegiatan pengabdian masyarakat untuk di

proses pengaplikasian, efek penggunaan, efesiensi waktu pengerjaan. Sedangkan 2 aspek yang tidak signifikan adalah kesesuaian hasil dengan objek asli dan tingkat

Prinsip dasarnya adalah arus yang mengalir pada suatu penghantar akan menginduksi inti besi yang telah dililitkan kumparan sekunder sehingga akan memunculkan nilai

Dalam penulisan ilmiah ini penulis akan mencoba menjelaskan cara pembuatan Website Fashion Dengan Menggunakan PHP dan MySQL. Dengan memanfaatkan fasilitas internet sehingga