• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Spasial Serangan dan Biologi Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae) pada Tanaman Tebu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi Spasial Serangan dan Biologi Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae) pada Tanaman Tebu"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Distribusi Spasial Serangan dan Biologi Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae) pada Tanaman Tebu” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Adhila Asri Yuliani

(3)
(4)
(5)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(6)
(7)

DISTRIBUSI SPASIAL SERANGAN DAN BIOLOGI

Aulacaspis tegalensis

Zehntner (HEMIPTERA: DIASPIDIDAE)

PADA TANAMAN TEBU

ADHILA ASRI YULIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Distribusi Spasial Serangan dan Biologi Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae) pada Tanaman Tebu”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Mahmud Thohir, Ibunda Ika Hermawati, ketiga adik penulis Windia Afini Asri Ning Puri, Farhan Ikhsanu Rizaldi, dan Adit Prasetyo Desma Rizaldi, serta keluarga besar penulis yang telah mendoakan dan memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr Ir Ali Nurmansyah, MSi dan Dr Ir Nina Maryana, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, motivasi dan bimbingan, Dra Dewi Sartiami MSi selaku dosen pembimbing akademik yang banyak memberikan motivasi dan bimbingan, Dr Efi Toding Tondok, SP MScAgr selaku dosen penguji tamu atas saran dan masukan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir Aditya Ridya, Saefudin, SP serta seluruh karyawan Research and Development PT Gunung Madu Plantations yang selalu membantu dan memberikan semangat dalam penelitian, serta seluruh civitas akademik Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi peningkatan yang lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pertanian di Indonesia dan menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, Januari 2015

(11)
(12)

DAFTAR ISI

Pemeliharaan Imago dan Pengamatan Jumlah Telur A. tegalensis 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu 7 Kepadatan Populasi A. tegalensis pada Berbagai Tingkat Kerentanan

Varietas Tebu 8

Masa Perkembangan dan Perilaku 9

Nimfa A. tegalensis 10

Imago A. tegalensis 12

Gejala Serangan A. tegalensis pada Tebu 13

(13)
(14)

21

DAFTAR TABEL

.1 Nilai index dispersi A. tegalensis pada tiga varietas tebu 7

.2 Kepadatan populasi A. tegalensis pada tiga varietas tebu 8

.3 Hasil pengamatan terhadap nimfa sampai dengan imago A. tegalensis

betina 10

DAFTAR GAMBAR

.1 Contoh lahan pengamatan A. tegalensis di PT GMP 3

.2 Petak pengamatan populasi A. tegalensis di lapangan 4

.3 Batang tebu untuk pemeliharaan A. tegalensis 5

.4 Pemeliharaan nimfa A. tegalensis 6

.5 Potongan batang tebu di dalam cawan petri 6

.6 Tahapan perkembangan hidup A. tegalensis .10

.7 Nimfa Instar I A. tegalensis .11

.1 Jumlah individu imago betina A. tegalensis pada batang tebu primer

varietas GMP 1 .19

.2 Jumlah individu imago betina A. tegalensis pada batang tebu primer

varietas GMP 3 .20

.3 Jumlah individu imago betina A. tegalensis pada batang tebu primer

varietas GMP 4 .21

.4 Suhu dan kelembapan harian di Laboratorium Bionomi dan Ekologi

Departemen Proteksi Tanaman, Faperta, IPB .22

.5 Suhu dan Kelembapan harian di Laboratorium Entomologi PT GMP,

Lampung .23

.6 Stadium nimfa A. tegalensis pada tanaman tebu .24

.7 Pra oviposisi, oviposisi, dan lama hidup Imago A. tegalensis pada

tanaman tebu .25

.8 Jumlah telur yang diletakkan per hari oleh iamgo A. tegalensis pada

(15)
(16)

16

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat statistik. 2012. Produksi perkebunan besar menurut jenis tanaman, Indonesia (ton), 1995-2010 [Internet]. [diunduh pada 2013 Nov 26].1Tersedia1pada:ahttp://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel= 1&daftar=1&id_subyek=54&notab=2.

Farid B. 2003. Perbanyakan tebu (Saccharum officinarum L.) secara in vitro pada berbagai kosentrasi IBA dan BAP. J Sains dan Teknologi. 3(3):103-109. Ganeshan S. 2002. The Sugar Cane Scale Insect Aulacaspis tegalensis [Report on

a Mission to PT Gunung Madu Plantations Lampung Sumatra]. Mauritius: Mauritius Sugar Industry Research Institute.

Leslie G. 2004. Pest of sugarcane. Di dalam: James G, editor. Sugarcane. Oxford (GB): Blackwell Publishing. hlm 78-93.

Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. 3rd ed. Philadelphia (US): W.B Sounders Ltd.

Parjono, Suryanto SJ, Subagyo A, Wardoyo S, Sunaryo, Suranto TA. 2002. Pengendalian Kutuperisai Aulacaspis tegalensis di Gunung Madu Plantations Tahun 2002/2003 [Publikasi Internal]. Team Kutuperisai Departemen Plantations dan R&D PT Gunung Madu Plantations. Lampung (ID): PT Gunung Madu Plantations.

Pedigo LP, Zeiss MR. 1996. Analyses in Insect Ecology and Management. 1st ed. Iowa (US): Iowa State University Press.

Rao VP, Sankaran T. 1969. Pests of Sugarcane. Amsterdam (NL): Elsevier. Saefudin. 2012. Pengaruh populasi kutu perisai terhadap penurunan kualitas tebu

varietas rentan [Publikasi Internal]. Lampung (ID): PT Gunung Madu Plantations.

Samoedi D. 1993. Hama-Hama Penting Pertanaman Tebu di Indonesia. Pasuruan (ID): P3GI.

Sunaryo, Hasibuan R. 2003. Perkembangan populasi kutu perisai Aulacaspis tegalensis Zehntner (Homoptera: Diaspididae) dan pengaruh tingkat serangannya terhadap penurunan hasil tebu di PT Gunung Madu Plantations Lampung Tengah. JHPT Trop. 3(1):1-5.

Sunaryo, Widyatmoko K. 2002. Serangan kutu perisai dan dampaknya kepada beberapa parameter produksi tanaman tebu di Gunung Madu. Prosiding Pertemuan Teknis P3GI; 2002; Pasuruan. Pasuruan (ID): P3GI. hlm B91-B96.

Untung K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

(17)

17

(18)
(19)

19 Lampiran 1 Jumlah individu imago betina A.tegalensis pada batang tebu primer varietas GMP 1

Ulangan Baris Jumlah imago betina A. tegalensis (individu per batang) Rata-rata Ragam

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 1 450 42 13 12 57 105 93 22 54 75 92.3 16814.68

2 142 730 216 530 1453 243 12 375 46 112 385.9 190790.99

3 120 25 17 9 81 73 227 110 29 45 73.6 4401.16

4 75 218 95 18 535 32 120 415 365 145 201.8 31487.73

5 33 25 285 40 90 17 270 130 214 35 113.9 11112.99

2 1 85 365 57 1765 650 326 25 32 113 45 346.3 289434.01

2 12 15 95 230 48 320 120 1630 250 720 344.0 248426.44

3 895 230 126 12 2125 130 85 60 21 10 369.4 449919.16

4 56 125 26 70 35 56 35 65 1330 946 274.4 216112.27

5 290 45 180 56 1560 930 2350 125 38 225 579.9 627501.66

3 1 11 93 35 856 8 95 64 575 360 75 217.2 83334.18

2 49 55 95 78 22 18 130 21 26 38 53.2 1389.07

3 63 132 37 436 112 325 19 16 92 55 128.7 19721.79

4 645 13 11 21 30 9 45 7 22 13 81.6 39319.82

(20)

20

Lampiran 2 Jumlah individu imago betina A.tegalensis pada batang tebu primer varietas GMP 3

Ulangan Baris Jumlah imago betina A. tegalensis (individu per batang) Rata-rata Ragam

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 1 0 4 3 2 2 9 0 3 2 0 2.5 7.17

2 6 1 0 1 0 3 0 11 1 1 2.4 12.49

3 2 1 0 0 2 3 1 0 2 2 1.3 1.12

4 0 4 3 0 6 9 45 3 4 1 7.5 181.17

5 4 1 6 7 3 2 2 14 0 6 4.5 16.50

2 1 6 2 0 1 3 5 9 4 2 0 3.2 8.18

2 1 0 5 2 29 16 0 0 28 1 8.2 137.73

3 19 7 1 49 2 1 4 6 5 0 9.4 223.38

4 0 5 3 7 0 18 3 1 2 0 3.9 29.88

5 9 0 3 1 0 22 3 2 3 0 4.3 45.79

3 1 3 4 56 4 11 3 37 19 9 2 14.8 325.73

2 6 0 11 3 1 5 13 32 0 13 8.4 94.27

3 0 1 7 2 3 3 12 2 4 0 3.4 13.38

4 6 0 9 0 5 45 22 5 21 2 11.5 199.83

(21)

21 Lampiran 3 Jumlah individu imago betina A.tegalensis pada batang tebu primer varietas GMP 4

Ulangan Baris Jumlah imago betina A. tegalensis (individu per batang) Rata-rata Ragam

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 1 0 3 9 7 0 1 2 2 0 0 2.4 10.04

2 3 0 0 5 21 0 4 0 1 0 3.4 41.82

3 4 0 1 5 0 1 1 4 3 0 1.9 3.66

4 0 9 7 9 0 3 6 0 12 6 5.2 18.40

5 3 0 1 1 0 0 2 0 0 54 6.1 284.32

2 1 1 1 0 6 0 3 5 0 0 0 1.6 5.16

2 0 1 0 1 0 3 0 5 0 0 1.0 2.89

3 2 0 0 2 0 2 0 0 2 5 1.3 2.68

4 0 10 6 0 0 3 2 2 1 1 2.5 10.28

5 3 0 0 2 16 0 0 1 1 2 2.5 23.61

3 1 2 0 0 1 5 3 1 0 0 1 1.3 2.68

2 1 0 0 2 0 3 3 0 0 0 0.9 1.66

3 2 0 1 0 2 0 1 0 0 11 1.7 11.34

4 0 0 0 1 0 0 2 2 0 1 0.6 0.71

(22)

22

Lampiran 5 Suhu dan kelembapan harian di Laboratorium Bionomi dan Ekologi, Departemen Proteksi Tanaman, Faperta, IPB

Tanggal Suhu (°C) Kelembapan (%)

Minimum Maksimum Minimum Maksimum

(23)

23 23 Lampiran 6 Suhu kelembapan harian di Laboratorium Entomologi, PT GMP, Lampung

Tanggal Suhu (°C) Kelembapan (%)

Minimum Maksimum Minimum Maksimum

(24)

24 24

Lampiran 7 Stadium nimfa A. tegalensis pada tanaman tebu

Ulangan Stadium (hari)

Lampiran 8 Pra oviposisi, oviposisi, dan lama hidup imago A. tegalensis

Ulangan Hari

Pra oviposisi Oviposisi Lama hidup imago

(25)

25 Lampiran 9 Jumlah telur yang diletakkan per hari oleh imago betina A. tegalensis pada tanaman tebu

Ulangan Jumlah telur pada hari ke- Total

(26)

26 Lampiran 9 Jumlah telur yang diletakkan per hari oleh imago betina A. tegalensis pada tanaman tebu (lanjutan)

Ulangan Jumlah telur pada hari ke- Total

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39

25 26 27 34 20 21 17 18 13 12 14 11 8 13 8 9 12 12 9 8 8 11 5 10 7 X 333

26 24 29 25 22 25 18 18 22 23 20 17 13 11 X 267

27 29 8 X 37

Rata-rata 210.03

SB 114.29

Keterangan:

(27)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Madu, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung pada tanggal 12 Juli 1992 sebagai anak sulung dari empat bersaudara dari pasangan Mahmud Thohir dan Ika Hermawati. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Poncowati, Lampung Tengah pada tahun 2004 dan menyelesaikan sekolah menengah pertama di SMP Satya Dharma Sudjana Gunung Madu pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas SMA Kartikatama Metro, Lampung dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Proteksi Tanaman, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.

(28)

ABSTRAK

ADHILA ASRI YULIANI. Distribusi Spasial Serangan dan Biologi Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae) pada Tanaman Tebu. Dibimbing oleh ALI NURMANSYAH dan NINA MARYANA.

Penurunan produksi gula dapat disebabkan oleh penurunan produktivitas tebu, salah satu penyebabnya adalah hama. Kutuperisai Aulacaspis tegalensis

merupakan hama yang mengisap cairan sukrosa yang tersimpan dalam sel-sel parenkima pada batang tebu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi dan beberapa aspek biologi A. tegalensis pada tanaman tebu. Pengamatan aspek biologi dilakukan di Laboratorium Bionomi dan Ekologi Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta di Laboratorium Entomologi Departemen Research and Development PT Gunung Madu Plantations (GMP), Lampung. Penelitian berlangsung dari bulan Maret sampai Oktober 2014. Sampel serangga diambil dari Perkebunan Tebu PT GMP dan diamati aspek biologinya di laboratorium. Pengamatan populasi A. tegalensis

dilakukan di petak lahan Perkebunan Tebu PT GMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola distribusi spasial A. tegalensis pada ketiga varietas tebu dengan tingkat kerentanan yang berbeda adalah mengelompok. A. tegalensis

memiliki dua instar nimfa. Rata-rata stadium nimfa adalah 17.11 ± 0.90 hari. Masa pra oviposisi dan oviposisi adalah 5.89 ± 1.12 hari dan 11.19 ± 6.23 hari. Rata-rata jumlah telur yang diletakkan oleh setiap imago betina adalah 210.03 ± 114.29 butir telur. Telur diletakkan di bagian bawah perisai imago betina. Lama hidup imago betina yaitu 17.13 ± 6.06 hari.

(29)
(30)

ABSTRACT

ADHILA ASRI YULIANI. Spatial Distribution of Infestation and Biology of

Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemiptera: Diaspididae) on Sugarcane. Supervised by ALI NURMANSYAH dan NINA MARYANA.

The decrease of sugar production can be caused by a decrease in productivity of sugarcane, one of which is caused by pests. The sugarcane scale,

Aulacaspis tegalensis, is a pest that sucks sucrose liquid stored in parenchyma cells on sugarcane stalk. The aim of this study were to determine the dispersion pattern and to observe the biology of the pest. The study was conducted at Laboratory of Insect Bionomy and Ecology, Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University and at Laboratory of Entomology, Department of Research and Development of Gunung Madu Plantations (GMP), Lampung from March to October 2014. The insect samples were collected from sugarcane field at GMP and kept in laboratory to observe its biological aspects. Field observation on the insect population was also conducted at sugarcane plantation field of GMP. The result showed that the spatial distribution pattern of A. tegelensis infestation on three varieties of sugarcane with different susceptibility were clumped. A. tegalensis have two instars nymph. The average of nymph stadia was 17.11 ±0.90 days. Pre oviposition and oviposition periods were 5.89 ± 1.12 days and 11.19 ± 6.23 days respectively. The female can lay on average of 210.03 ± 114.29 eggs during their lifetime. Eggs were laid under the female scale. The longevity of adult female was 17.13 days.

(31)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam industri gula dan telah lama diusahakan secara komersial di Indonesia. Pengembangan industri gula mempunyai peranan penting terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan penyediaan lapangan kerja (Farid 2003). Selain itu, dari industri gula juga dihasilkan ampas tebu yang dapat diolah dan digunakan oleh pabrik gula untuk bahan bakar atau biasa disebut bagas.

Sejak tahun 2008 hingga tahun 2011, produksi gula nasional mengalami penurunan sebesar 430 000 ton atau sebesar 140 000 ton per tahun (BPS 2012). Penurunan produksi gula ini salah satunya disebabkan oleh penurunan produktivitas tanaman tebu. Adanya organisme pengganggu tanaman (OPT), seperti hama, dapat menurunkan produktivitas tebu dalam menghasilkan gula. Sebagian besar hama tidak hanya hidup sebagai pemakan bagian-bagian tanaman tebu saja tetapi dapat menjadi faktor signifikan yang menyebabkan tingkat kerusakan ekonomi dalam produksi tebu di beberapa wilayah tempat tebu dibudidayakan (Leslie 2004).

Menurut laporan Ganeshan (2002), spesies kutuperisai yang menyerang Perkebunan Tebu PT Gunung Madu Plantations (GMP), Lampung adalah

Aulacaspis tegalensis Zehntner (Hemipera: Diaspididae). Keberadaan kutuperisai tersebut telah lama diketahui dan dikenal sebagai hama minor yang populasinya rendah dan jarang ditemukan di Perkebunan Tebu PT GMP. Pada tahun 1994, populasi A. tegalensis pernah mengalami peningkatan tetapi kemudian menurun dengan sendirinya tanpa dilakukan suatu pengendalian (Sunaryo & Widyatmoko 2002). Namun setelah tahun 2000, serangan hama A. tegalensis secara konsisten semakin meningkat dan meluas hingga menyerang semua varietas tebu yang ditanam di Perkebunan Tebu PT GMP (Sunaryo & Hasibuan 2003). Di Jawa, laporan-laporan lama menyebutkan bahwa populasi A. tegalensis lebih melimpah dan menimbulkan kerusakan ekonomis yang lebih tinggi di daerah kering seperti daerah Asembagus, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur dibandingkan daerah Kabupaten Tegal, Jawa Tengah yang merupakan tempat awal dilaporkannya hama kutuperisai (Samoedi 1993).

(32)

2

(1993) bahwa kutuperisai dapat ditemukan sepanjang tahun di seluruh pertanaman tebu di Indonesia dan hanya sesekali populasi kutuperisai meningkat.

Serangan hama kutuperisai A. tegalensis dapat menurunkan hasil berupa bobot (kuantitas) dan mutu (kualitas) produksi tanaman tebu. Kuantitas hasil dapat ditentukan oleh indikator bobot batang, sedangkan kualitas hasil ditentukan oleh tiga indikator yaitu pol, brix, dan rendemen. Secara spesifik pol dan brix

digunakan di pabrik gula sebagai indikator untuk menentukan kualitas nira (juice) ekstrak tanaman tebu. Istilah pol menunjukkan kandungan sukrosa pada cairan gula yang ditentukan dalam metode polarisasi. Brix adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah total padatan terlarut pada larutan gula dengan menggunakan alat refraktometer pada suhu 20⁰C yang dilengkapi dengan timbangan. Rendemen adalah kandungan gula tanaman tebu. Rendahnya kualitas (pol, brix, dan rendemen) dan kuantitas (bobot batang) hasil produksi tebu dapat diakibatkan oleh perilaku makan A. tegalensis yang menyukai bagian batang tebu (Sunaryo & Hasibuan 2003). Samoedi (1993) menyebutkan bahwa A. tegalensis

dapat menurunkan rendemen tebu antara 2.0 - 2.5%. Menurut penelitian Sunaryo dan Widyatmoko (2002), pada varietas rentan yang ditanam di Perkebunan Tebu PT GMP terjadi penurunan produksi yang nyata yang tercermin dari penurunan bobot tebu sebesar 18%, penurunan pol nira sebesar 33%, dan penurunan rendemen sebesar 36% akibat serangan kutuperisai A. tegalensis.

Saat ini, studi ilmiah mengenai pola distribusi serangan dan biologi A. tegalensis pada tanaman tebu di Indonesia belum pernah dilaporkan. Oleh sebab itu penelitian distribusi spasial dan biologi perlu dilakukan untuk mengetahui pola distribusi spasial A. tegalensis di Pertanaman Tebu PT GMP dan beberapa aspek biologinya seperti lama perkembangan nimfa, lama hidup imago, dan keperidian. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengendalian hama ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi spasial dan beberapa aspek biologi A. tegalensis pada tanaman tebu.

Manfaat Penelitian

(33)

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bionomi dan Ekologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Entomologi, Departemen Research and Development PT GMP. Penelitian lapangan dilakukan di areal Perkebunan Tebu PT GMP. Penelitian berlangsung dari bulan Maret sampai Oktober 2014.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu alat tulis, ember plastik, gelas kaca, cawan petri, kurungan serangga, tali rafia, tissue, kuas, jarum preparat

steroform, gunting, cutter, counter, mikroskop stereo Olympus® SZ-ST, kamera (DinoEye ocular lens camera) yang langsung terhubung dengan komputer, perangkat lunak Dinocapture, dan kamera digital Casio EX-JE10BK. Bahan yang digunakan dalam penelitin ini, yaitu sampel kutuperisai, batang tebu, pelepah daun tebu dan parafin.

Metode Penelitian

Pengamatan Distribusi Spasial Populasi A. tegalensis

Pengamatan terhadap pola distribusi spasial dilakukan pada tiga varietas tebu (GMP 1, GMP 3, dan GMP 4) yang berumur 11 bulan dengan tingkat serangan kutuperisai yang berbeda di Perkebunan Tebu PT GMP (Gambar 1). Tebu varietas GMP 1 dikategorikan rentan, GMP 3 dikategorikan moderat, dan GMP 4 dikategorikan tahan terhadap serangan kutuperisai. Masing-masing varietas tebu diamati pada 3 lahan. Pada setiap petak ditentukan 5 baris tanaman

(34)

4

tebu dengan jarak 10 meter dari depan dan belakang serta 10 baris tanaman tebu dari samping kanan dan kiri lahan pengamatan (Gambar 2a). Masing-masing baris diamati sebanyak 10 batang primer tebu. Pada setiap petak lahan tanaman tebu diamati 50 batang primer tebu dengan prosedur sistematis acak. Penentuan jarak antara setiap baris tanaman tebu pengamatan (dalam baris) yaitu menghitung jumlah baris tanaman tebu pada setiap lahan kemudian jumlah baris tersebut dikurangi 20 dan dibagi 5 (Gambar 2b). Penentuan jarak antara batang primer tebu pada setiap baris pengamatan (dalam meter) yaitu menghitung panjang setiap lahan pengamatan kemudian panjang lahan tersebut dikurangi 20 dan dibagi 10 (Gambar 2b). Populasi kutuperisai diamati dengan menghitung jumlah perisai imago betina per batang primer tebu (Sunaryo & Widyatmoko 2002). Penghitungan populasi A. tegalensis menggunakan counter. Keragaman dan rata-rata data populasi A. tegalensis diolah dan dianalisis menggunakan Microsoft excel 2007 dengan uji t pada taraf nyata 1%. Pola distribusi spasial diuji

Gambar 2 Petak pengamatan populasi A. tegalensis di lapangan; (a) Petak lahan pengamatan populasi, (b) pola pegamatan populasi

10 baris 10 baris

(35)

5

Persiapan Tanaman Inang

Batang tebu yang digunakan untuk perbanyakan A. tegalensis adalah tebu varietas GM 23 yang berumur 7 bulan. Batang tebu tersebut dipotong sepanjang 15 cm dengan 2 ruas dan direndam bagian bawahnya pada ember plastik yang berisi air (Gambar 3a). Untuk pemeliharaan A. tegalensis digunakan tebu varietas GMP 3 yang berumur 7 bulan dan dipotong sepanjang 30 cm dengan 4 ruas. Batang tebu untuk pemeliharaan direndam bagian bawahnya pada gelas kaca yang berisi 350 ml air. Pada pinggiran mulut gelas diberi steroform agar tebu dapat tegak berdiri (Gambar 3b). Potongan batang tebu untuk perbanyakan dan pemeliharaan tersebut ditetesi lilin cair pada ujung atasnya untuk mengurangi penguapan (Williams 1970). Kutuperisai diinfestasikan dan diperbanyak pada batang tebu di Laboratorium Bionomi dan Ekologi. Kutuperisai tersebut dibiarkan berkembang biak sampai jumlahnya mencukupi untuk digunakan pada percobaan tentang biologi. Kutuperisai yang digunakan untuk mengamati stadium nimfa hingga menjadi imago adalah kutuperisai generasi ke dua.

Persiapan Kurungan Serangga

Kurungan serangga yang digunakan berbentuk tabung yang terbuat dari plastik mika dengan ukuran panjang 10 cm dan diameter 4 cm, kemudian kedua ujung kurungan serangga ditutup dengan kain kasa trikot (Gambar 4a). Kurungan serangga tersebut digunakan pada tanaman tebu agar kutuperisai tidak terserang musuh alami.

Pengamatan Nimfa A. tegalensis

(36)

6

batang tebu, kemudian batang tebu ditutup dengan pelepah tebu dan disungkup menggunakan kurungan serangga (Gambar 4b). Pengamatan terhadap peubah-peubah biologi dilakukan setiap 24 jam sekali dengan menggunakan mikroskop stereo. Suhu dan kelembapan dicatat setiap hari pada pagi hari menggunakan

higrothermometer.

Gambar 4 Pemeliharaan nimfa A. tegalensis; (a) Kurungan serangga, (b) batang

.tebu yang disungkup dengan kurungan serangga

Pemeliharaan Imago dan Pengamatan Jumlah Telur A. tegalensis

Pengamatan lama hidup imago kutuperisai A. tegalensis dilakukan di Laboratorium Entomologi Research and Development PT GMP. Metode yang digunakan adalah mengambil batang tebu dari Perkebunan Tebu PT GMP yang sudah terinfestasi kutuperisai fase nimfa instar II. Batang tebu tersebut dipotong memanjang sepanjang 8 - 9 cm kemudian diletakkan mendatar di cawan petri yang berisi sedikit air (Gambar 6). Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat perkembangan nimfa instar II menjadi imago, pra oviposisi, oviposisi dan imago meletakkan telur. Setelah kutuperisai menjadi imago, perisai dari imago tersebut dibuka agar dapat dilakukan pengamatan jumlah telur yang diletakkan per hari (Williams 1970). Jumlah ulangan adalah 30 dengan masing-masing satu imago per batang.

(37)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu

Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian besar spesies serangga tersebar sebagai kumpulan individu, dengan jarak antar individu dalam kumpulan lebih kecil dibandingkan jarak antar kumpulan individu tersebut. Dalam suatu spesies serangga, tahapan perkembangan berpengaruh pada perilaku serangga (penyebaran , perkawinan, makanan, peneluran, dan sebagainya). Oleh karena itu, penyebaran suatu spesies serangga sering berubah nyata dari satu tahap kehidupan ke tahap berikutnya terutama pada spesies serangga dengan metamorfosis sempurna dan setiap tahapan perkembangan dapat hidup di lingkungan yang berbeda. Selain itu, perubahan signifikan dispersi kadang kala tejadi pada setiap tahapan perkembangan serangga. Pola penyebaran serangga dapat disimpulkan dari distribusi serangga tersebut pada suatu areal pertanaman (Pedigo & Zeiss 1996). Penentuan pola distribusi spasial serangga diperoleh dari analisis regresi linear yang berdasarkan prosedur Taylor.

Menurut prosedur Taylor (1961 dalam Pedigo dan Zeiss 1996), parameter penentu pola pesebaran serangga adalah parameter b (koefisien regresi) dari hasil regresi antara logaritma keragaman (s2) dan logaritma rataan populasi (x̅). Nilai b menjadi index dispersi (penyebaran). Berdasarkan prosedur Taylor diperoleh nilai indeks dispersi untuk masing-masing varietas seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai index dispersi A. tegalensis pada tiga varietas tebu Varietas Index dispersi ± SB1 satu. Menurut Taylor (1961 dalam Pedigo & Zeiss 1996), bila nilai index dispersi b < 1 menunjukkan pola pesebaran populasi teratur (regular), b = 1 adalah acak (random), dan b > 1 adalah mengelompok (clumped). Hal tersebut menandakan bahwa pola penyebaran populasi A. tegalensis pada tiga varietas tebu (GMP 1, GMP 3, dan GMP 4) di Pertanaman Tebu PT GMP adalah mengelompok .

Pada pengamatan di lapangan, imago A. tegalensis hidup berdekatan dengan imago A. tegalensis lainnya sehingga dalam satu batang tebu (untuk varietas rentan) terdapat kumpulan imago betina A. tegalensis. Keragaman data populasi

(38)

8

Kepadatan Populasi A. tegalensis pada Berbagai Tingkat Kerentanan Varietas Tebu

Kepadatan populasi menggambarkan besarnya populasi dalam suatu unit ruang yang dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungannya. Distribusi umur berpengaruh pada mortalitas dan natalitas individu penyusun. Pola dispersi menggambarkan keberadaan populasi mahkluk hidup di lapangan dan sekaligus komponen dasar penyusun populasi tersebut (Odum 1971).

Kutuperisai A. tegalensis merupakan serangga yang pasif karena fase mobilnya sangat singkat yaitu hanya pada fase instar I (crawler). Penyebaran kutuperisai A. tegalensis secara luas dan cepat dapat melalui penggunaan bibit yang telah terserang atau perpindahan pekerja dari suatu petak kebun ke petak kebun lainnya. Pada tanaman tebu keprasan di perkebunan tebu PT GMP, perkembangan kutuperisai dapat berawal dari tunggul sisa tanaman yang sebelumnya telah terserang (Sunaryo & Widyatmoko 2002). Peningkatan populasi

A. tegalensis dengan cepat terjadi saat tanaman pada periode pertumbuhan memanjang yang pesat atau grand periode of growth yaitu saat tebu berumur 10 bulan(Parjono et al. 2002).

Jumlah populasi A. tegalensis pada setiap batang tebu varietas GMP 1 adalah 6 - 2 430 individu per batang, pada tebu varietas tebu GMP 3 adalah 0 - 56 individu per batang, dan pada tebu varietas GMP 4 adalah 0 - 54 per batang (Lampiran 1, 2, dan 3). Hasil uji t menunjukkan bahwa rata-rata kepadatan populasi A. tegalensis berbeda nyata antara tebu varietas GMP 1, GMP 3, dan GMP 4. Rata-rata populasi A. tegalensis pada tebu varietas GMP 1 lebih tinggi 40 kali lipat dibandingkan dengan populasi pada tebu varietas GMP 3 dan lebih tinggi 120 kali lipat dibandingkan dengan populasi pada tebu varietas GMP 4 (Tabel 2).

Tabel 2 Kepadatan populasi A. tegalensis pada tiga varietas tebu

Varietas Kepadatan

Angka selajur diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (uji t pada taraf nyata 1%)

(39)

9 (self trashing) sehingga permukaan batang dan ruas sepenuhnya terbuka. Permukaan batang atau ruas yang sepenuhnya terbuka tidak menguntungkan bagi kutuperisai karena kutuperisai akan terganggu dari faktor luar seperti musuh alami, pukulan air hujan, cahaya matahari dan lain-lain.

Menurut penelitian Saefudin (2012), populasi A. tegalensis berpengaruh nyata dalam menurunkan bobot batang tebu. Populasi 1 - 25 individu per batang mampu menurunkan bobot batang tebu sebesar 0.15 kg dan bila populasi lebih dari 100 individu per batang, penurunan bobot batang tebu mencapai 0.29 kg. A. tegalensis berpengaruh nyata menurunkan kualitas pol, brix, dan rendemen meskipun populasinya 26 individu per batang. Namun populasi A. tegalensis

berpengaruh nyata terhadap penurunan purity jika populasinya lebih dari 500 individu per batang. Perilaku makan A. tegalensis yang mengisap sukrosa mempengaruhi jumlah nira pada batang tebu. Populasi 1 - 25 individu per batang sudah mampu menurunkan pol nira sebesar 1.92 poin dan bila populasinya lebih dari 100 individu per batang mampu menurunkan pol nira sebesar 3 - 4 poin. Populasi A. tegalensis 26 - 50 individu per batang mampu menurunkan nilai brix

sebesar 1.47 poin dan jika populasinya lebih dari 1 000 individu per batang maka nilai brix menurun sebesar 3.23 poin. Semakin tinggi populasi A. tegalensis maka semakin besar penurunan rendemen tebu. Pada populasi 1 - 25 individu per batang sudah menurunkan rendemen sebesar 0.6 poin. Penurunan rendemen 1.0 - 1.29 poin terjadi apabila populasinya 26 - 500 individu per batang. Kerugian semakin besar jika populasi A. tegalensis lebih dari 1 000 individu per batang yaitu penurunan rendemen sebesar 2.46 poin.

Masa Perkembangan dan Perilaku

Individu betina dan jantan kutuperisai A. tegalensis mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 7). Tahapan perkembangan hidup A. tegalensis betina adalah telur, nimfa instar I, nimfa instar II, dan imago. Sedangkan A. tegalensis jantan mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis bertahap) yaitu telur, nimfa instar I , nimfa instar II, pra pupa, pupa, dan imago yang tidak bersayap.

Perbedaan kelamin jantan dan betina A. tegalensis dapat diketahui saat memasuki fase nimfa instar II. Nimfa instar II betina memiliki bentuk perisai oval dan melebar ke samping sedangkan nimfa instar II jantan memiliki bentuk pesisai oval memanjang ke belakang dan berukuran lebih kecil dari perisai nimfa instar II betina. Pengamatan pergantian fase instar A. tegalensis dapat diketahui dengan melihat sisa pergantian kulit serangga (eksuvia) yang menempel pada batang tebu. Tahapan Perkembangan hidup A. tegalensis pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dipublikasikan oleh Williams (1970).

(40)

10

Gambar 7 Tahapan perkembangan hidup A. tegalensis

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa stadium nimfa A. tegalensis berkisar antara 16 - 19 hari (Lampiran 7) dengan rataan 17.11 ± 0.90 hari (Tabel 3). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Williams (1970) yaitu stadium nimfa A. tegalensis adalah 22 hari pada rata-rata suhu minimum 18°C dan suhu maksimum 25.5°C.

Tabel 3 Hasil pengamatan terhadap nimfa dan imago A. tegalensis betina

Fase Satuan (x̅ ± SB, hari)1 Ulangan

Nimfa Instar I. A. tegalensis instar I berbentuk oval berwarna kuning dan memiliki mata, antena, tungkai serta dua seta yang berada di bagian ujung posterior (Gambar 8). Pada fase ini jenis kelamin kutuperisai belum dapat dibedakan. Nimfa instar I memiliki panjang 0.26 mm. Instar I disebut crawler

(41)

11 menusukkan stilet, nimfa tidak bergerak dan antena serta tungkai tereduksi setelah nimfa instar I berganti kulit. Pada penelitian ini, nimfa instar I membutuhkan waktu berkembang rata-rata 8 ± 1.03 hari (Tabel 3).

Gambar 8 Nimfa Instar I A. tegalensis

Nimfa Instar II. Nimfa instar II tidak bergerak karena tidak memiliki tungkai dan tetap menempel pada batang tebu. Pada nimfa instar ini sudah dapat dibedakan jenis kelamin dengan melihat bentuk tubuh dan bentuk perisai. Perbedaan morfologi betina dan jantan ini sesuai dengan hasil deskripsi kutuperisai tebu dari Williams (1970). Nimfa instar II keluar dari eksuvia nimfa instar I dengan cara menembus permukaan ventral eksuvia. Eksuvia nimfa instar I tepat berada di atas anterior nimfa instar II. Nimfa instar II betina tetap berwarna kuning, berukuran 0.35 mm dan tubuh instar ini membesar di bagian kepala dan mengecil pada bagian ujung abdomen (Gambar 9a). Pada akhirnya nimfa berbentuk seperti buah pir saat menjadi imago. Pada stadium nimfa instar II, sebuah perisai tipis mulai menutupi permukaan dorsal abdomen dan perisai terus menebal dan melebar sampai nimfa menjadi imago. Pada jantan A. tegalensis, perisai sudah terbentuk pada nimfa instar II. Perisai berwarna putih dan berukuran 0.35 mm (Gambar 9b). Rata-rata stadium nimfa instar II betina adalah 9.11 ± 1.02 hari (Tabel 3).

Gambar 9 Nimfa instar II A. tegalensis; (a) Betina, (b) jantan 0.1 mm

(42)

12 rata lama hidup imago betina A. tegalensis pada penelitian ini adalah 17.13 ± 6.06 hari (Tabel 3).

Gambar 10 Imago betina dan jantan A. tegalensis; (a) Betina yang belum

bereproduksi, (b) betina yang sudah bereproduksi, (c) betina di bawah perisai, (d) jantan

Imago jantan A. tegalensis tidak bersayap, berjalan lamban, tidak memiliki alat mulut dan pada bagian ujung abdomen terdapat tonjolan yang meruncing yang merupakan organ kelamin untuk melakukan kopulasi (Gambar 10d). Imago jantan berukuran 0.33 mm. Menurut Williams (1970) jantan dari A. tegalensis

akan melakukan kopulasi segera setelah menjadi imago. Imago akan melakukan kopulasi dengan cara memasukkan organ kelamin ke bagian bawah tepi perisai imago betina.

Keperidian imago A. tegalensis diperoleh dari jumlah telur yang diletakkan oleh setiap imago hingga imago tersebut mati. Masa pra oviposisi merupakan waktu sejak A. tegalensis menjadi imago hingga dapat meletakkan telur untuk pertama kalinya. Imago betina meletakkan telur di bawah perisainya (Gambar 11a). Masa pra oviposisi A. tegalensis adalah 5.89 ± 1.12 hari dan masa oviposisi yaitu 11.19 ± 6.23 hari (Tabel 3). Berdasarkan pengamatan jumlah telur yang diletakkan per hari, A. tegalensis meletakkan telur hampir setiap hari hingga imago tersebut mati (Lampiran 9). Telur A. tegalensis berbentuk oval memanjang, berukuran 0.25 mm dan berwarna kuning (Gambar 11b). Rata-rata keperidian A.

0.4 mm 0.5 mm

0.5 mm

(43)

13

tegalensis adalah 210.03 ± 114.29 butir telur pada suhu 25.4 - 33.3°C. Menurut penelitian Williams (1970), imago betina A. tegalensis dapat meletakkan telur sebanyak 700 - 800 butir pada suhu 21.2 - 28.5°C. Rao dan Sankaran (1969) menyebutkan bahwa imago A. tegalensis dapat meletakkan telur sebanyak 150 - 250 butir pada suhu 24 - 27°C.

Gambar 11 Reproduksi A. tegalensis; (a) Imago betina dengan telur, (b) telur

Gejala Serangan A. tegalensis pada Tanaman Tebu

Pada dasarnya bagian tebu yang disukai nimfa A. tegalensis untuk menetap adalah permukaan batang (Gambar 12a). Namun ketika populasinya sangat padat, nimfa A. tegalensis dapat ditemukan pada permukaan pelepah dan daun tebu tetapi perkembangan dari kutuperisai tersebut lambat dan jumlah telur yang dihasilkan sangat rendah. Hal tersebut di antaranya dapat disebabkan permukaan pelepah dan daun tebu terbuka sehingga banyak gangguan dari faktor luar seperti musuh alami dan air hujan. A. tegalensis menusukkan stiletnya pada sel penyimpanan sukrosa atau parenkim dan menghindari sel berkas pengangkut (Parjono et al. 2002 ).

Pada musim kering, kulit batang tebu yang terserang A. tegalensis akan mengalami gejala nekrosis paling awal. Sementara pucuk tanaman tebu mulai mengering dan menjadi berlubang di bagian tengahnya (Gambar 12b). Lubang tersebut terbentuk akibat mengerutnya jaringan di dalam batang karena kering.

Gambar 12 Gejala serangan A. tegalensis; (a) Populasi pada permukaan batang tebu , (b) gejala kematian pucuk batang

Kadang kala proses kematian batang terjadi dari bagian tengah atau pangkal batang. Umumnya hal tersebut dialami oleh tebu yang terserang berat oleh

(44)

14

kutuperisai A. tegalensis dalam kurun waktu yang lama namun tidak dapat segera ditebang hingga tanaman tebu berumur lebih dari 12 bulan. Serangan berat A. tegalensis juga dapat menyebabkan daun tebu menguning dan dianggap sebagai awal kematian tanaman tebu. Daun yang sudah menguning akan segera menjadi kering serta titik tumbuh tebu mulai berubah warna menjadi kecokelatan sebagai tanda kematian jaringan. Permukaan kulit batang yang terserang berat oleh A. tegalensis berwarna kecokelatan dan bila serangannya cukup lama akan terdapat

(45)

15

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pola distribusi spasial populasi A. tegalensis pada tebu varietas GMP 1, GMP 3, dan GMP 4 adalah mengelompok (clumped). Kepadatan populasi A. tegalensis pada varietas GMP 1 40 kali lipat lebih tinggi dibandingkan varietas GMP 3 dan 120 kali lipat lebih tinggi dari GMP 4. Rata-rata stadium nimfa A. tegalensis adalah 17.11 ± 0.90 hari. Nimfa terdiri dari dua instar. Masa pra oviposisi, oviposisi, dan lama hidup imago betina adalah 5.89 ± 1.12 hari, 11.19 ± 6.23 hari, dan 17.13 ± 6.06 hari. Jumlah telur yang diletakkan oleh imago betina adalah 210.03 ± 114.29 butir.

Saran

Gambar

Gambar 1  Contoh  lahan pengamatan populasi A. tegalensis di PT GMP
Gambar 2  Petak pengamatan populasi A. tegalensis di lapangan; (a) Petak lahan
Gambar 3  Batang tebu untuk pemeliharaan A. tegalensis; (a) Tebu untuk
Gambar 4  Pemeliharaan nimfa A. tegalensis; (a) Kurungan serangga, (b) batang
+6

Referensi

Dokumen terkait

Telur paling banyak dihasilkan oleh imago betina yang diberi pakan daun teh dan sengon, keduanya tidak berbeda nyata namun berbeda nyata terhadap jenis pakan lainnya.Telur yang

Jumlah telur per hari yang diletakkan imago betina pada daun cabai dengan perlakuan cendawan endofit lebih rendah dibandingkan dengan kontrol dari hari ke-1 sampai hari ke-6

Jenis- jenis serangga yang ditemukan pada perkebunan tebu pada umumnya adalah serangga dari ordo hemiptera, coleoptera dan hymenoptera.. Beberapa jenis serangga

Serangga meletakkan telur secara berkelompok (9-42 butir, terdiri dari 2 baris) pada permukaan daun bagian atas, pada polong, batang, atau pada rumput.. Telur berbentuk tong,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui famili serangga dan dominansinya yang ditemukan pada tanaman tebu toleran kekeringan di PG Djatiroto.. Penelitian

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah daun tebu pada perlakuan tanpa pupuk organik lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan yang diberi pupuk organik.. Hal ini diduga tanaman

Jumlah anakan ini berawal dari proses perbanyakan tunas tebu yang disebut tillering atau perbanyakan anakan dan berlangsung pada saat umur tebu 3 - 4 tetapi

Dibandingkan dengan briket arang kayu, kualitas briket ampas tebu lebih rendah, tetapi tetap dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif karena masih memiliki