• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendayagunaan Zakat Produktif Dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan Cibest Model (Studi Kasus : Pt Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendayagunaan Zakat Produktif Dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan Cibest Model (Studi Kasus : Pt Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF DALAM

MENGURANGI KEMISKINAN BERDASARKAN

CIBEST

MODEL

(STUDI KASUS : PT MASYARAKAT MANDIRI

DOMPET DHUAFA)

CAESAR PRATAMA

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendayagunaan Zakat Produktif dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan CIBEST Model (Studi Kasus : PT Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

CAESAR PRATAMA. Pendayagunaan Zakat Produktif dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan CIBEST Model (Studi Kasus : PT Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa). Dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK.

Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimesi dan dihadapai oleh berbagai negara, khususnya negara berkembang, termasuk Indonesia. Penelitian ini menganalisis dampak zakat produktif dalam mengurangi kemiskinan rumah tangga mustahik dengan pendekatan kondisi sebelum dan sesudah menerima bantuan dana zakat produktif. Penelitian ini menggunakan data primer dengan wawancara melalui kuisioner di empat desa di Kabupaten Bogor. Jumlah responden dalam penelitian ini yaitu berjumlah 121 rumah tangga mustahik. CIBEST Model yang terdiri atas kuadran CIBEST dan indeks kemiskinan Islami merupakan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. CIBEST model dibuat dan dikembangkan oleh Beik dan Arsyianti pada tahun 2014. CIBEST Model tidak hanya menganalisis dari sisi material tetapi juga sisi spiritual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata pendapatan rumah tangga setelah mendapat bantuan dana zakat produktif . Indeks kemiskinan material, spiritual, dan absolut masing-masing mengalami penurunan sebesar 49.6, 1.6, dan 12.3 persen. Sedangkan indeks kesejahteraan meningkat sebesar 63.7 persen. Dana zakat produktif memberikan dampak positif dalam mengurangi kemiskinan rumah tangga mustahik.

Kata kunci : CIBEST Model, indeks kemiskinan Islami, kemiskinan, zakat produktif

ABSTRACT

CAESAR PRATAMA. The Utilization of Productive Zakat in Reducing Poverty Based on CIBEST Model (Case Study : PT Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa). Supervised by IRFAN SYAUQI BEIK.

(5)

decreased by 49.6, 1.6, and 12.3 percent. Meanwhile the welfare index is increased by 63.7 percent. Productive zakat give a positive impact in reducing households poverty of mustahik.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF DALAM

MENGURANGI KEMISKINAN BERDASARKAN

CIBEST

MODEL

(KASUS : PT MASYARAKAT MANDIRI

DOMPET DHUAFA)

CAESAR PRATAMA

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala limpahan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema penulisan skripsi yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah mengenai pengaruh pendayagunaan zakat produktif terhadap kemiskinan dengan judul Pendayagunaan Zakat Produktif dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan CIBEST Model (Kasus : PT Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa).

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Irfan Syauqi Beik selaku pembimbing atas bimbingan, saran, dan arahan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Jaenal Effendi dan Salahuddin Al Ayyubi, MA selaku penguji utama dan penguji dari Komisi Pendidikan Departemen Ilmu Ekonomi atas saran dan masukan untuk perbaikan dalam skripsi ini. Penulis sampaiakan terima kasih pula kepada Bapak Syukri dan Ibu Lainar sebagai orang tua atas bimbingan, arahan, dan dukungan yang diberikan, serta kepada Aditiya Bestari dan Muhammad Fahrel sebagai adik penulis atas semangat yang diberikan. Selain itu penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Yuni dan Bapak Sutisna selaku pihak dari PT Masyarakat Mandiri, terima kasih atas izinnya untuk melakukan penelitian di PT Masyarakat Mandiri.

2. Ibu Hesti dan Ibu Fika yang telah bersedia mengantarkan penulis ke wilayah-wilayah responden.

3. Teman-teman seperjuangan pengumpulan data Ernawati dan Dessy Nur Hasanah.

4. Dosen-dosen dan Staff Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu mempermudah penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

5. Teman-teman satu bimbingan skripsi.

6. Keluarga Ilmu Ekonomi 48, khusus nya program studi Ilmu Ekonomi Syariah.

7. Keluarga besar Sharia Economics Student Club (SES-C) khususnya Divisi Eksternal

8. Tim Kuliah Kerja Profesi 2014 Desa Hegarmanah

9. Keluarga besar Jati House Tono, Danang Pramudita, Rizki Adisetia, Ibnu Abdhika, Syauqi Ihsan, Maulana Sydik, Fony Farizal.

10. Cops TPB A11

Terima kasih juga kepada pihak-pihak lain yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juni 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

DAFTAR GRAFIK vi

DAFTAR DIAGRAM vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 8

Pengertian Kemiskinan 8

Jenis – Jenis Kemiskinan 10

Indeks-Indeks Kemiskinan Umum 11

Pengertian Kemiskinan dalam Islam 13

Konsep dan Pengertian Zakat 14

Pendayagunaan Dana Zakat serta Dampaknya terhadap Ekonomi 15

Penelitian Terdahulu 17

Kerangka Pemikiran 18

METODE PENELITIAN 21

Waktu dan Lokasi Penelitian 21

Jenis dan Sumber Data 21

Sampel Penelitian 21

Metode Analisis Data 22

Uji t-statistik Data Berpasangan 27

Klasifikasi Kuadran CIBEST Berdasarkan Nilai Aktual SV dan MV 27

Kuadran CIBEST 28

Indeks Kemiskinan Material 31

Indeks Kemiskinan Spiritual 31

(14)

Indeks Kesejahteraan 32

Uji Validitas dan Reliabilitas 32

HASIL DAN PEMBAHASAN 33

Profil dan Gambaran Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa 33

Karakteristik Kepala Keluarga Mustahik 36

Analisis Dampak Pendistribusian Dana Zakat terhadap Perubahan Pendapatan

Rumah Tangga Mustahik 37

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 38

Analisis Kuadran CIBEST pada Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Mustahik sebelum Mendapatkan Bantuan Dana Zakat dan Bimbingan dari Masyarakat

Mandiri dan Dompet Dhuafa 39

Analisis Kuadran CIBEST pada Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Mustahik setelah ada Bantuan Dana Zakat dan Bimbingan dari Masyarakat Mandiri

Dompet Dhuafa 41

Analisis Indeks Kemiskinan Islami Rumah Tangga Mustahik (CIBEST

MODEL) 43

Analisis Indeks Kemiskinan Material Rumah Tangga Mustahik 44 Analisis Indeks Kemiskinan Spiritual Rumah Tangga Mustahik 45

Analisis Variabel Kemiskinan Spiritual 46

Indeks Kemiskinan Absolut Rumah Tangga Mustahik 53

Indeks Kesejahteraan Rumah Tangga Mustahik 54

Analisis Kuadran CIBEST dan Indeks Kemiskinan Berdasarkan Jenis Kelamin

Kepala Keluarga 55

Analisis Kuadran CIBEST Berdasarkan Pekerjaan Kepala Rumah Keluarga 60 Analisis Indeks Kemiskinan Islami Berdasarkan Jenis Pekerjaan Kepala

Keluarga 63

SIMPULAN DAN SARAN 70

Simpulan 70

Saran 71

DAFTAR PUSTAKA 72

RIWAYAT HIDUP 82

(15)

DAFTAR TABEL

1 Perubahan jumlah penduduk miskin Maret 2012-September 2013 2 2 Jumlah penduduk miskin perkotaan dan pedesaan di Indonesia

periode Maret - September 2013 dan Maret-September 2014 2 3 Penghimpunan dana masyarakat Dompet Dhuafa 2014 6 4 Perbedaan teori kemiskinan Neo-Liberal dan Sosial Demokrat 9

5 Indikator kebutuhan spiritual 25

6 Kombinasi nilai aktual SV dan MV 27

7 Karakteristik kepala keluarga mustahik 36

8 Perubahan jumlah rumah tangga mustahik (Analisis Kuadran

CIBEST) 42

9 Indeks kemiskinan Islami 44

10 Skor kebutuhan spiritual 47

11 Indeks kemiskinan kepala keluarga jenis kelamin Laki-Laki dan

Perempuan 57

12 Nilai indeks kemiskinan berdasarkan pekerjaan kepala keluarga saat

kondisi 64

13 Nilai indeks kemiskinan berdasarkan pekerjaan kepala keluarga saat kondisi sesudah menerima bantuan dana zakat produktif dan

bimbingan 64

14 Persentase perubahan nilai indeks kemiskinan Islami berdasarkan

jenis pekerjaan keluarga 65

DAFTAR GAMBAR

1 Lingkaran setan kemiskinan 4

2 Kerangka pemikiran penelitian 20

3 Kuadran CIBEST 28

4 Cara Kerja Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa 34

5 Kuadran CIBEST sebelum mendapat bantuan dana zakat produktif dan

bimbingan 39

6 Kuadran CIBEST setelah mendapat bantuan dana zakat

produktif dan bimbingan 41

7 Indikator kesejahteraan dalam Islam 54

8 Kuadran CIBEST untuk kepala keluarga jenis kelamin Perempuan 55 9 Kuadran CIBEST untuk kepala keluarga jenis kelamin Laki-Laki 56 10 Kuadran CIBEST jenis pekerjaan kepala keluarga 61

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian

74

2 Hasil uji t-statistik data berpasangan 80

(16)

DAFTAR GRAFIK

1 Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia periode

2003-2014 2

DAFTAR DIAGRAM

1 Shalat lima waktu 48

2 Shalat lima waktu secara berjamaah ditambah shalat sunnah 49

3 Ibadah puasa wajib dan puasa sunnah 50

4 Zakat dan infak 51

5 Lingkungan rumah tangga 52

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang bersifat multidimensional dan dihadapi oleh berbagai negara, khususnya negara-negara berkembang. Multidimensional dalam hal ini adalah bahwa kemiskinan tidak hanya dapat diukur dalam satu aspek, misalnya hanya diukur dari aspek ekonomi saja, tetapi dapat diukur pula melalui pendekatan kebutuhan spiritual masyarakat. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki bagian masalah kemiskinan yang cukup besar. Pada tahun 1998 saat terjadi krisis moneter, Indonesia dihadapkan pada kondisi perekonomian yang sangat buruk, termasuk meningkatnya jumlah penduduk miskin. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 1998 berjumlah 49.50 juta atau sekitar 24.23 persen penduduk Indonesia (TNP2K 2014). Angka tersebut merupakan angka kemiskinan yang sangat tinggi dalam dalam kurun waktu 20 tahun sebelumnya. Akibat krisis ekonomi tersebut maka pemerintah menetapkan bahwa upaya pengentasan kemiskinan sebagai salah satu prioritas kerja pemerintah Indonesia.

Pemerintah saat ini memiliki berbagai program penanggulangan kemiskinan yang terintegrasi mulai dari program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan sosial, program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat serta program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan usaha kecil yang dijalankan oleh berbagai elemen Pemerintah baik pusat maupun daerah (TNP2K 2014). Program-program tersebut terbukti dapat menurunkan angka kemiskinan, hingga tahun 2013 jumlah penduduk miskin berkurang menjadi 28.55 juta jiwa atau sebesar 11.47 persen dari total jumlah penduduk. Masalah lain yang timbul setelah pemerintah berhasil mereduksi angka kemiskinan adalah kesenjangan pendapatan yang terus meningkat sebagai akibat dari harta yang hanya bergerak di segelintir pihak dan hasil pembangunan tidak sepenuhnya dapat didistrubusikan ke seluruh sektor dan lapisan masyarakat (Tsani 2010).

(18)

Grafik 1 Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia periode 2003-2014

Tabel 1 Perubahan jumlah penduduk miskin Maret 2012-September 2013

Sumber : BPS dan TNP2K 2014 (diolah)

Grafik dan Tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk miskin dari tahun 2003 sampai 2014. Jumlah penduduk miskin cenderung menurun, hanya pada tahun 2005 ke tahun 2006 jumlah penduduk miskin meningkat dari 35.10 juta jiwa menjadi 39.05 juta jiwa. Hal yang sama juga terjadi pada bulan September tahun 2013, jumlah penduduk miskin meningkat dari 28.07 juta jiwa menjadi 28.55 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin dari bulan Maret 2012 hingga 2013 rata-rata berkurang sebesar 1.06 juta jiwa atau sebesar 0.58 persen, sedangkan dari bulan September 2012 hinga bulan September 2013 jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 0.05 juta jiwa atau sebesar 0.19 persen.

Tabel 2 Jumlah penduduk miskin perkotaan dan pedesaan di Indonesia periode Maret - September 2013 dan Maret-September 2014

Periode Jumlah penduduk miskin (ribu) Persentase (persen)

Kota Desa Kota Desa

Maret 2013 10325.53 17741.03 8.39 14.32 September 2013 10634.47 17919.46 8.52 14.42 Maret 2014 10507.20 17772.81 8.34 14.17 September 2014 10356.69 17371.09 8.16 13.76

Sumber : BPS 2014 (diolah)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Persentase penduduk miskin (%)

Jumlah Penduduk Miskin (Juta Jiwa)

Periode

Perubahan Jumlah Penduduk Miskin

(juta jiwa)

Perubahan Angka Kemiskinan (Persentase)

(19)

Tabel di atas menggambarkan jumlah penduduk miskin yang berada di wilayah perkotaan dan pedesaan pada kurun waktu Maret 2013 hingga September 2014. Pada Bulan Maret 2013 jumlah penduduk miskin di perkotaan sebesar 10.53 juta jiwa atau sebesar 8.39 persen, sedangkan penduduk miskin di pedesaan berjumlah 17.03 juta jiwa atau sebesar 14.32 persen. Pada bulan September 2014 penduduk miskin di perkotaan menjadi 10.59 juta jiwa atau sebesar 8.16 persen dan penduduk miskin di pedesaan menjadi 17.09 juta jiwa atau sebesar 13.76 persen. Hal ini menandakan bahwa tingkat kemiskinan yang terjadi lebih tinggi pada wilayah pedesaan dibandingkan dengan wilayah perkotaan.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah angka penduduk miskin tergolong tinggi. Pada bulan Maret 2014, masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan berjumlah 4 327 065 jiwa, jumlah ini menurun dari data sebelumnya pada bulan September 2013 jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat sebesar 4 375 172 jiwa, atau menurun sebesar 48 107 jiwa. Provinsi Jawa Barat cukup berbeda dengan provinsi lainnya dimana jumlah penduduk miskin di kota lebih besar dibandingkan jumlah penduduk miskin di pedesaan. Pada bulan Maret 2014 proporsi jumlah penduduk miskin di kota sebesar 2 578 000 dan penduduk miskin di pedesaan sebesar 1 748 000. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki tingkat kemiskinan cukup tinggi dibanding wilayah Kabupaten Bekasi. Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi merupakan dua Kabupaten di Jawa Barat yang lokasi nya dalam satu wilayah Jabodetabek dengan kondisi kehidupan masyarakat yang relatif sama. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Analisa Pembangunan Jawa Barat (PUSDALISBANG) menunjukkan persentase penduduk miskin di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2009 persentase penduduk miskin di Kabupaten Bogor sebesar 10.81 persen sedangkan di Kabupaten Bekasi sebesar 5.97 persen. Tahun 2010 persentase penduduk miskin di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi masing-masing bernilai 9.97 persen dan 6.61 persen.

(20)

Pengukuran dampak zakat dalam mengurangi kemiskinan umumnya masih terbatas pada pengukuran aspek material. Oleh karena itu dibutuhkan suatu model yang mampu mengukur aspek material dan juga aspek spiritual secara bersamaan. Hal ini agar sejalan dengan teori tiga dimensi zakat guna mencapai tujuan dari pendayagunaan dana zakat tersebut. CIBEST Model merupakan salah satu metode baru yang muncul untuk mengukur kemiskinan. Model ini mengukur kemiskinan dalam perspektif Islam dengan menyelaraskan aspek kebutuhan material dan juga aspek spiritual.

Perumusan Masalah

Masyarakat miskin umumnya sudah terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan atau Vicious Circle of Poverty. Nurkse dalam Purnamasari 2010 menyebutkan bahwa lingkaran setan sebagai suatu deretan melingkar dimana satu sama lain memiliki kekuatan yang sama untuk bereaksi sedemikian rupa hingga menempatkan seseorang dalam keadaan melarat yang berkepanjangan. Teori lingkaran setan ini berawal dari rendahnya produktivitas masyarakat sebagai dampak dari kurangnya modal usaha. Berikut gambar dari lingkaran setan kemiskinan:

Gambar 1 Lingkaran setan kemiskinan

Sumber : Purnamasari 2010 (diolah)

Produktivitas rendah

Pendapatan rendah

Tabungan rendah

(21)

Lingkaran setan tersebut menggambarkan suatu siklus yang berkelanjutan. Dimulai dari tingkat produktivitas yang rendah mengakibatkan rendahnya tingkat pendapatan. Rendahnya tingkat pendapatan mengakibatkan rendahnya tingkat tabungan dan permintaan. Selanjutnya tingkat tabungan yang rendah berakibat pada rendahnya tingkat investasi dan kurang nya modal. Kekurangan modal ini kembali kepada fase rendahnya produktivitas yang dihasilkan. Lingkaran ini akan terus berlangsung apabila tidak terdapat perubahan yang membuat terputusnya lingkaran setan kemiskinan ini. Upaya utama yang dapat dilakukan untuk memutus lingkaran setan kemiskinan ini adalah memberikan tambahan modal kepada masyarakat miskin yang disertai dengan bimbingan dan pendampingan guna meningkatkan produktivitas.

Zakat sebagai salah satu instrumen pembangunan dalam ekonomi syariah diharapkan mampu menjadi sebuah katalisator bagi percepatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin (mustahik) melalui program pendayagunaan zakat. Program pendayagunaan zakat ini terbagi atas dua konsentrasi yaitu program pendayagunaan zakat konsumtif yang bersifat jangka pendek dan program pendayagunaan zakat produktif yang bersifat jangka panjang. Pendayagunaan zakat konsumtif dapat berupa pemberian langsung bantuan kepada mustahik dalam bentuk bantuan-bantuan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dasar. Zakat produktif lebih bersifat jangka panjang, mustahik akan diberikan suatu modal untuk dijadikan usaha yang nantinya diharapkan mampu meningkatkan produktivitas usahanya. Zakat produktif ini akan membuat mustahik lebih mandiri dalam membiayai kehidupannya karena para mustahik akan mendapatkan tambahan penghasilan. Zakat produktif dinilai lebih bermanfaat bagi mustahik dibandingkan dengan zakat konsumtif yang bersifat sesaat. Zakat juga tidak dapat dilepaskan dari unsur ibadah dan spiritual, sehingga adanya bantuan dana zakat produktif seharusnya tidak hanya mampu mengatasi masalah kesmiskinan spiritual tetapi juga mampu meningkatkan sisi spiritual mustahik.

(22)

Tabel 3 Penghimpunan dana masyarakat Dompet Dhuafa 2014

Jenis Desember 2014 Januari-Desember 2014 Zakat 3 034 653 752.00 109 052 242 174.13 Infak 1 203 587 387.00 27 445 270 369.11 Wakaf 289 024 816.00 5 924 367 690.19 Kemanusiaan 145 899 335.00 14 973 106 396.17 Kurban 4 798 802.00 15 938 410 351.00 CSR 46 081 800.00 12 296 465 391.00

Lain-lain .00 110 000.00

Total 4 724 045 892.00 185 629 972 371.60

Sumber : Dompet Dhuafa (2014)

Periode Januari hingga Desember 2014 Dompet Dhuafa berhasil menghimpun dana zakat dari masyarakat sebesar 109 052 242 174.13. Dana zakat terkumpul tersebut merupakan potensi yang sangat besar untuk didayagunakan utamanya dalam mempercepat program pemerintah dalam hal penurunan jumlah penduduk miskin. Besarnya potensi zakat ini tidak sebanding dengan laju penurunan jumlah penduduk miskin, artinya ada suatu masalah jarak antara besarnya potensi dana zakat dengan penurunan jumlah penduduk miskin. Oleh karena itu, beberapa permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apakah terdapat perubahan dari sisi pendapatan rumah tangga mustahik ?

2. Bagaimana klasifikasi dan jumlah rumah tangga mustahik yang mengalami kondisi kemiskinan

3. Bagaimana perubahan kondisi kemiskinan rumah tangga mustahik ? 4. Bagaimana perubahan kondisi kemiskinan berdasarkan jenis kelamin

dan jenis pekerjaan kepala keluarga ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, maka tujuan dari penelitian adalah :

1. Menganalisis perubahan pendapatan rumah tangga mustahik pada kondisi sebelum dan sesudah adanya bantuan dana zakat produktif 2. Mengetahui jumlah dan klasifikasi rumah tangga mustahik

berdasarkan kuadran model CIBEST

3. Menganalisis perubahan kondisi kemiskinan rumah tangga mustahik sebelum dan sesudah adanya bantuan dana zakat produktif berdasarkan indeks kemiskinan islami CIBEST

(23)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait yang berhubungan langsung dan tidak langsung dengan program pendayagunaan zakat, khususnya zakat produktif, guna mengurangi masalah kemiskinan. Secara spesifik penelitian ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi bagi pemerintah, masyarakat, lembaga pengelola zakat, dan akademisi yaitu :

1. Bagi pemerintah : Sebagai masukkan dan bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan terkait zakat sebagai salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengurangi masalah kemiskinan, serta sebagai bahan pertimbangan untuk mengintegrasikan kewajiban berzakat dari pendapatan Pegawai Negeri Sipil.

2. Bagi masyarakat : Sebagai wadah untuk melakukan sosialisasi dan memperkenalkan sistem zakat kepada masyarakat, serta memperlihatkan dampak dan manfaat yang ditimbulkan zakat terhadap kemiskinan.

3. Bagi lembaga pengelola zakat : Sebagai masukkan untuk meningkatkan program pendayagunaan zakat dan memberikan data terbaru terkait dampak pendayagunaan zakat terhadap kemiskinan yang tidak hanya memperlihatkan dampak terhadap kemiskinan material tetapi juga kemiskinan spiritual

4. Bagi akademisi : Sebagai tambahan referensi dan wawasan mengenai pendayagunaan zakat dan dampaknya terhadap kemiskinan.

Ruang Lingkup Penelitian

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dalam sebuah negara terhadap orang atau sekelompok orang yang mengalami kesulitan finansial dalam memenuhi standar kebutuhan minimum kebahagian dan kebutuhan hidupnya (Investopedia 2015). Definisi lain juga banyak diungkapkan mengenai kemiskinan. Secara etimogis kemiskinan berasal dari kata miskin yang memiliki arti tidak berharta benda dan serba kekurangan (Rejekiningsih 2010). Sajogyo mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu tingkat kehidupan yang berada dibawah standar minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat berdasarkan atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi. (Rejekiningsih 2010). Badan Pusat Statistik (BPS) juga memiliki konsep terkait kemiskinan, menurut BPS kemiskinan dipandang sebagai suatu ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran, sehingga BPS menyimpulkan bahwa penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan konsep gabungan antara Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).

(25)

Tabel 4 Perbedaan teori kemiskinan Neo-Liberal dan Sosial Demokrat

Teori utama Teori Neo-Liberal Teori Sosial Demokrat Landasan teoritis Individual Struktural

Konsepsi Kemiskinan

Kemiskinan absolut Kemiskinan relatif

Prinsip 1. Residual 2. Dukungan saling

menguntungkan

1. Institusional 2. Redistribusi

pendapatan vertikal dan horizontal 3. Aksi kolektif

Penyebab kemiskinan

1. Kelemahan dan pilihan-pilihan individu 2. Lemahnya pengaturan pendapatan 3. Lemahnya kepribadian (malas, pasrah, bodoh) 1. Ketimpangan struktur sosial dan politik

2. Ketidakadilan sosial

Strategi penanggulangan kemiskinan 1. Penyaluran pendapatan terhadap orang miskin secara selektif 2. Memberikan pelatihan dan keterampilan pengelolaan keuangan 1. Penyaluran pendapatan dasar secara universal. 2. Perubahan fundamental dalam pola-pola pendistribusian pendapatan melalui intervensi negara

Sumber : Cheyne, O’Brien, dan Belgave dalam Papilaya (2013)

Konsep dan pengertian kemiskinan juga memiliki pengertian masing-masing menurut pemerintah, serta menurut pakar dan LSM, sebagai berikut :

a. Menurut Pemerintah

Papilaya (2013) dalam bukunya menyebutkan bahwa terdapat beberapa definisi mengenai kemiskinan versi pemerintah diantaranya yaitu menurut Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra), menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dan menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

(26)

tidak mampu makan dua kali sehari; tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja, dan bepergian; bagian tertentu dari rumah berlantai tanah; dan tidak mampu membawa anggota rumah tangga ke sarana kesehatan. Sedangkan menurut BPS kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

b. Menurut Pakar dan LSM

Pakar dan LSM mendefinisikan dan mengembangkan pengertian kemiskinan dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks. Pada awalnya para pakar mendefinikan kemiskinan hanya berdasarkan tingkat konsumsi dan pendapatan. Tetapi saat ini, para pakar sudah tidak lagi mendefinisikan kemiskinan sebatas pendapatan dan konsumsi, tetapi juga mencakup masalah kesehatan, pendidikan, perumahan, bahkan yang terakhir kemiskinan juga mencakup kerentanan, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi. (Papilaya 2013)

Jenis – Jenis Kemiskinan

Kemiskinan dapat diklasifikan menjadi empat jenis berdasarkan penyebab dari timbulnya kemiskinan tersebut. Keempat jenis kemiskinan tersebut adalah kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural. Syahyuti (2014) dalam bukunya yang berjudul Komparasi Konsep, Teori dan Pendekatan dalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (125 versus 125) menjelaskan keempat jenis kemiskinan tersebut sebagai berikut :

Kemiskikinan Absolut

Kemiskinan absolut dipandang sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan yang dibutuhkan sebagai sarana agar dapat bertahan hidup. Kemiskinan absolut memiliki patokan dan indikator berupa kebutuhan biologis dan kebutuhan manusia agar dapat bertahan hidup secara sehat. Pada umumnya memiliki nilai indikator yang sama disetiap daerah yang diukur melalui pendapatan per bulan. Namun pendapatan per bulan ini juga dapat berbeda akibat perbedaan mata uang dan indeks harga barang-barang di setiap wilayah. (Syahyuti 2014)

Kemiskinan Relatif

(27)

Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural berkaitan dengan ketidakadilan atau rendahnya kemampuan dalam mengakses sumberdaya. Kemiskinan struktural sangat erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah dan kondisi sosial politik di suatu wilayah. Kebijakan pemerintah yang tidak adil dalam pengaksesan sumberdaya olah masyarakat atau karena struktur ekonomi yang tidak adil dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan struktural. Indikator ini dapat terlihat dari ketimpangan sosial yang besar dalam suatu kelompok masyarakat serta rendahnya fasilitas pelayanan umum. (Syahyuti 2014)

Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural memiliki kaitan erat dengan teori lingkaran setan kemiskinan. Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan faktor internal dari dalam diri masing-masing individu, dimana faktor budaya menjadi sangat dominan menyebabkan kemiskinan. Contohnya adalah seperti tidak mau berusaha, tidak mau keluar dari tingkat kebutuhan yang tidak tercukupi, malas, boros, dan tidak kreatif. Walaupun terdapat bantuan yang disediakan tetapi tidak dapat termanfaatkan dengan baik. Sehingga tetap membuat masyarakat tersebut berada dalam kondisi kemiskinan. Faktor kemiskinan ini umumnya disebabkan lingkungan keluarga dan faktor kultural yang membentuk pola hidup. (Syahyuti 2014)

Indeks-Indeks Kemiskinan Umum

Kemiskinan telah memiliki beberapa alat ukur dalam bentuk indeks yang sudah sangat lazim digunakan untuk mengukur kemiskinan tersebut. Secara umum indeks-indeks tersebut terdiri atas headcount index, poverty and income gap ratio index, sen index, dan FGT (Foster, Greer, Thorbecke) index. Berikut penjelasan dan kegunaan untuk masing-masing indeks :

Headcount Index

Headcount Index (H) adalah sebuah indikator yang digunakan untuk mengukur seberapa banyak rumah tangga mustahik yang penghasilannya di bawah garis kemiskinan rumah tangga. Rumah tangga masuk dalam kategori miskin apabila memiliki pendapatan per bulan di bawah garis kemiskinan rumah tangga (Tsani 2010). Formula untuk menentukan headcount index adalah sebagai berikut :

H = N

q

Keterangan :

H = headcount index

(28)

Poverty and income gap ratio index

Poverty gap ratio index berupaya untuk mengukur tingkat kedalaman kemiskinan agregat suatu negara (Beik dan Arsyianti 2015). Indeks ini juga berupaya mengukur pendapatan total yang diperlukan untuk meningkatkan rumah tangga yang masih berada dibawah garis kemiskinan menjadi berada diatas garis kemiskinan (Tsani 2010). Formula untuk mentukan poverty gap ratio index adalah sebagai berikut :

P1 =

q yi z q i

1(  )

Keterangan :

P1 = poverty gap ratio index

z = garis kemiskinan rumah tangga

yi = pendapatan rumah tangga mustahik ke-i

q = jumlah rumah tangga mustahik yang berada di bawah garis kemiskinan

Incomeg gap ratio index digunakan untuk mengukur persentase rata-rata kesenjangan pendapatan setiap orang miskin terhadap batas kemiskinan (Tsani 2010). Indeks ini juga bertujuan untuk melihat jumlah orang yang berkontribusi atau terlibat dalam kesenjangan kemiskinan, hal ini nanti nya akan menjadi acuan pemerintah dalam melakukan program transfer payment (Beik dan Arsyianti 2015). Indeks kesenjangan pendapatan merupakan bagian dari pengukuran FGT indeks ketika nilai α = 1. Formula nya adalah sebagai berikut :

P1 = I =

   q

i z

yi z

n 1

1

α

Keterangan :

I = Indeks kesenjangan pendapatan n = jumlah observasi

q = jumlah keluarga mustahik yang berada di bawah garis kemiskinan

z = garis kemiskinan rumah tangga

yi = pendapatan rumah tangga mustahik ke-i

Sen dan FGT index

Sen dan FGT indeks berupaya untuk menggambarkan keparahan kemiskinan dari ketimpangan pendapatan diantara penduduk miskin (Tsani 2010). Nilai α yaitu sama dengan 2. Formula sen dan FGT index adalah sebagai berikut :

P2 = H[I+(1-I)Gp)

Keterangan :

(29)

H = Headcount index I = Income Gap Index G = Koefisien gini

P3 =

   q

i z

yi z

n 1

1

α

Keterangan :

P3 = indeks FGT

n = jumlah observasi

q = jumlah keluarga mustahik yang berada di bawah garis kemiskinan

z = garis kemiskina rumah tangga

yi = pendapatan rumah tangga mustahik ke-i

Secara umum alat ukur kemiskinan yang sudah dipaparkan diatas mampu mengukur terkait jumlah rumah tangga miskin, kedalaman dan keparahan kemiskinan, serta kesenjangan pendapatan, namun masih sebatas mengukur kemiskinan masyarakat miskin yang didasarkan pada kebutuhan material. Oleh karena itu dibutuhkan suatu tambahan alat ukur atau model baru yang mampu digunakan tidak hanya mengukur dari sisi aspek material tetapi juga aspek spiritual, sesuai dengan teori kebutuhan pokok dalam Islam.

Pengertian Kemiskinan dalam Islam

Konsep kemiskinan dalam Islam dalam beberapa hal tidak terlalu berbeda dengan konsep kemiskinan yang selama ini dikenal. Namun, ada beberapa aspek tambahan yang menjadi poin tersendiri ketika terdapat kajian mengenai kemiskinan dalam Islam. Kemiskinan dalam Islam merujuk pada pengertian kemiskinan absolut yang selama ini berkembang yaitu diukur dari ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, dan kebutuhan dasar tersebut dihitung dengan menggunakan monetary value tertentu. Selanjutnya, dalam konsep Islam kemiskinan absolut didasari atas dua indikator yaitu kemiskinan secara material dan kemiskinan secara spiritual. Hal ini didasari atas pengertian kebutuhan pokok dalam Islam yang meliputi kebutuhan material dan kebutuhan spiritual (Beik dan Arsyianti 2015). Kemiskinan material didasarkan pada ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan material sepenuhnya, sedangkan kemiskinan spiritual didasarkan pada ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan spiritual minimal seperti pelaksanaan ibadah-ibadah wajib. Apabila suatu rumah tangga mengalami kemiskinan material dan kemiskinan spiritual, maka rumah tangga tersebut dapat dikatakan mengalami kemiskinan absolut.

Kemiskinan dalam Islam lebih bersifat multidimensional karena tidak hanya mengaitkan konsep kemiskinan pada aspek material semata melainkan juga melibatkan aspek spiritual. Hal ini dilandaskan pada beberapa dalil-dalil

Al-Qur’an yang menyatakan bahwa kebutuhan pokok yang harus dipenuhi umat

(30)

Apabila telah ditunaikan shalat , maka bertebaranlah kamu di muka bumi;dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya

kamu beruntung”(QS: Al-Jumuah :10)

Ayat ini menggambarkan bahwa ibadah dan muamalah sama-sama memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia dimana setelah melakukan ibadah manusia diperkenankan untuk mencari rezeki dari Allah Subahanahu wa ta’ala.

Terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan erat kaitannya dengan masalah pendapatan. Selain itu dalam Islam juga diatur perihal ibadah dan muamalah yang harus saling berkesinambungan tanpa ada pemisahan yang berarti satu sama lain. Ibadah merupakan kegiatan yang dilakukan guna memenuhi kehendak Allah dan ditujukan kepada Allah Subhanahu wata’ala, sedangkan muamalah mengatur hubungan sesama manusia dalam rangka memenuhi kehendak Allah SWT (Syarifuddin 2005). Ibadah seperti shalat, puasa, dan zakat semata-mata salah satu bentuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang didalamnya juga terdapat tujuan-tujuan untuk menjaga diri manusia tersebut dari tindakan-tindakan yang membawa celaka, selain itu ibadah juga mengandung kebaikan atau manfaat.

Dalam konsep Islam adanya perbedaan pendapatan dalam upaya memenuhi kebutuhan pokok dianggap sebagai suatu sunatullah fil hayah. Artinya kondisi perbedaan pendapatan antar rumah tangga itu pasti terjadi dan tidak dapat dihilangkan, sehingga Islam tidak pernah berbicara mengenai upaya menghilangkan kemiskinan tetapi upaya untuk meminimalisir kemiskinan (Beik dan Arsyianti 2015). Kesenjangan pendapatan ini dalam Islam juga dipandang sebagai pentingnya upaya perhatian, pembelaan, dan perlindungan terhadap kelompok miskin oleh kelompok yang memiliki kemampuan lebih secara material dan spiritual. Kategori orang atau kelompok yang mampu ini menjadi wajib hukumnya untuk memberikan pertolongan pada kelompok miskin dan dapat dikategorikan sebagai pendusta agama apabila tidak mempedulikan nasib kelompok miskin (Beik dan Arsyianti 2015)

Konsep dan Pengertian Zakat

(31)

dan berkembang adalah kontekstual terhadap harta yang dimiliki seseorang. Ketika seseorang mengeluarkan zakat, maka harta yang dimiliki tidak akan habis atau binasa, tetapi sebaliknya harta tersebut justru akan mendatangkan keberkahan serta terus tumbuh dan berkembang di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala. Zakat juga menciptakan pertumbuhan bagi orang–orang miskin, zakat ini merupakan instrumen yang sangat baik dalam meningkatkan pertumbuhan, tidak hanya pertumbuhan material dan spiritual bagi masyarakat miskin atau orang – orang yang berhak menerimanya, tetapi juga mengembangkan jiwa dan harta kekayaan orang- orang kaya.

Orang- orang yang berhak mengeluarkan zakat disebut dengan muzzaki dan orang yang berhak menerima zakat disebut dengan mustahik. Zakat hanya wajib dikeluarkan oleh orang–orang muslim dewasa yang waras, merdeka, dan memiliki kekayaan dengan jumlah tertentu dan syarat tertentu pula. Bagi orang kaya atau muzzaki, zakat merupakan alat bantu sosial mandiri yang menjadi kewajiban moral untuk membantu masyarakat miskin dan terabaikan yang tak mampu menolong dirinya sendiri, sehingga kemelaratan dan kemiskinan dapat dikurangi dari masyarakat muslim (Suprayitno 2005). Sedangkan untuk orang – orang yang berhak menerima zakat terkandung dalam firman Allah surat At-Taubah ayat 60 yang artinya :

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang – orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan. Sebagai kewajiban dari Allah, Allah Maha

Mengetahui, Maha Bijaksana.” (Q.S :At-Taubah :60)

Dari arti ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa golongan yang berhak menerima zakat terbagi atas delapan ashnaf (golongan) yaitu fakir, miskin, pengurus zakat (a’milin), orang yang dilunakkan hatinya (muallaf), memerdekakan budak (riqab), orang yang berhutang (gharimin), untuk jalan Allah (fisabilillah), dan untuk orang – orang yang sedang dalam perjalanan (Ibnu Sabil). Dalam konteks penelitian ini akan difokuskan pada pendayagunaan zakat bagi mustahik golongan fakir dan miskin.

Zakat terbagi kedalam dua jenis yaitu zakat harta (maal) dan zakat jiwa (nafs) atau disebut zakat fitrah. Zakat harta adalah bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang–orang tertentu setelah dimiliki dalam jangka waktu tertentu dan dalam jumlah tertentu. Contoh dari zakat harta ini adalah, zakat profesi, zakat perusahaan, zakat pertanian, zakat emas dan perak, dan sebagainya. Sedangkan pengertian zakat fitrah adalah pengeluaran wajib yang dilakukan oleh setiap umat muslim ketika memiliki kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari raya idul fitri (Yogatama 2010).

Pendayagunaan Dana Zakat serta Dampaknya terhadap Ekonomi

(32)

mustahik. Pendayagunaan dana zakat ini memiliki beberapa tujuan yaitu (Suprayitno 2005) :

1. Memperbaiki taraf hidup. Masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan menjadi fokus utama pendayagunaan dana zakat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat tersebut. Pendayagunaan dengan tujuan meningkatkan taraf hidup dapat dilakukan dengan memberikan keterampilan dan juga modal untuk melakukan usaha produktif

2. Pendidikan dan beasiswa. Pendidikan dianggap sebagai salah satu pondasi awal yang berperan penting dalam pengentasan kemiskinan. Kondisi sarana dan prasarana yang kurang mendukung terutama yayasan pendidikan Islam yang bersifat swasta, dan kurangnya dana untuk melakukan pengembangan dan pembinaan tenaga pendidik menjadi faktor kunci lambatnya perkembangan dunia pendidikan. Dana zakat dapat disalurkan dalam bentuk bantuan pengembangan infrastruktur dan pengembangan fasilitas pendidikan dan juga dalam bentuk dana bantu biaya sekolah bagi anak-anak.

3. Mengatasi masalah ketenagakerjaan dan pengangguran. Ketenagakerjaan dan pengangguran memiliki porsi yang cukup besar dalam permasalahan ekonomi. Sepanjang Februari hingga Agustus 2014 berjumlah 7.24 juta orang, jumlah ini meningkat 0.09 juta orang dari tahun lalu (BPS 2014). Jumlah ini diprediksi terus meningkat seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Pendayagunaan dana zakat mengambil peranan penting untuk membuka lapangan pekerjaan baru kepada para pengangguran dengan memberikan pembinaan, permodalan, serta pendampingan untuk suatu usaha. Dengan adanya program tersebut diharapkan mampu mereduksi angka pengangguran yang terjadi.

4. Program pelayanan kesehatan. Masalah pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin khususnya wilayah pedesaan pada umumnya belum merata. Dana zakat dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat Islam dalam bentuk pelayanan kesehatan. Program yang dilakukan dapat berupa pendirian poliklinik atau pusat pelayanan kesehatan di pedesaan dan juga membantu menanggung biaya perawatan dan pengobatan kaum mustahik.

5. Panti Asuhan. Upaya menanggulangi anak terlantar seperti anak-anak yatim piatu memiliki kebutuhan dana yang tidak sedikit. Sehingga dana zakat dapat digunakan untuk memberikan bantuan kepada berbagai yayasan yang sudah bergerak dalam menanggulangi anak-anak terlantar seperti panti asuhan, dengan adanya bantuan dana ini program dan daya tampung di panti asuhan tersebut dapat melakukan ekspansi.

6. Sarana peribadatan. Zakat dapat digunakan untuk keperluan pembangunan sarana peribadatan merupakan suatu titik tolak

perkembangan pemikiran atas penafsiran kata “fii sabilillah”

(33)

(Suprayitno 2005). Amil Zakat berupaya untuk tidak memberikan secara langsung dalam bentuk uang, tetapi memberikan dalam bentuk barang atau kebutuhan yang benar-benar dibutuhkan mustahik tersebut, hal ini guna meminimalisir tindak kecurangan dan meningkatkan ketepatan pendayagunaan dana zakat sesuai dengan kebutuhan mustahik. Pendayagunaan dana zakat yang bersifat konsumtif seperti ini secara hukum Islam tidak salah, namun kurang dianjurkan karena pendayagunaan bersifat jangka pendek dan cenderung membuat kondisi mustahik tetap berada pada tingkat kemiskinan yang tidak berubah. Pendayagunaan zakat yang bersifat produktif merupakan pendayagunaan dalam bentuk pemberian keterampilan produktif dan juga modal kerja. Zakat produktif ini berupaya meningkatkan kemampuan para mustahik, utamanya para fakir dan miskin untuk menciptakan pendapatan dan pengentasan diri dari kemiskinan. Pendayagunaan zakat produktif ini lebih dianjurkan dan diutamakan untuk dilaksanakan karena bersifat jangka panjang dan membuat mustahik lebih aktif untuk melepaskan kondisi kemiskinan yang terjadi pada mustahik tersebut.

Zakat memiliki dampak yang baik terhadap perekonomian. Pendayagunaan zakat yang diberikan kepada para mustahik akan meningkatkan pendapatan mustahik tersebut, adanya tambahan pendapatan yang diterima para mustahik akan digunakan untuk membeli berbagai barang dan jasa kebutuhan pokok sehingga meningkatkan permintaan agregat terhadap barang-barang dan jasa-jasa pokok.

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai dampak zakat terhadap kemiskinan sebagian besar masih berorientasi kepada kemiskinan material semata dan belum ada yang mengaitkan dengan kemiskinan spiritual. Analisis kuadran CIBEST dan indeks kemiskinan Islami baru digunakan dalam penelitian ini. Penelitian mengenai dampak pendayagunaan zakat terhadap pengurangan kemiskinan pernah dilakukan oleh Irfan Syauqi Beik pada tahun 2008 dengan melakukan studi kasus pada Dompet Dhuafa Republika. Penelitian tersebut mengukur perubahan rumah tangga mustahik miskin setelah adanya distribusi dan zakat. Penelitian tersebut menggunakan Headcount Ratio Index untuk mengetahui persentase jumlah rumah tangga miskin, lalu poverty gap ratio dan income gap ratio index untuk menunjukkan selisih pendapatan rata-rata masyarakat miskin dengan garis kemiskinan, dan yang terakhir yaitu Sen index poverty dan FGT index untuk menunjukkan distribusi pendapatan atau pengeluaran di masyarakat. Hasil dari penelitian tersebut, berdasarkan indeks-indeks yang digunakan, maka terlihat dampak pengurangan jumlah rumah tangga miskin setelah adanya pendistribusian dana zakat.

(34)

Dalam penelitian tersebut Tiara Tsani juga mengukur kedalaman serta keparahan kemiskinan dengan hasil kedalaman kemiskinan yang ditinjau dari kesenjangan kemiskinan turun dari Rp 205 632.25 menjadi Rp 166 421.78. Untuk keparahan kemiskinan, distribusi zakat dapat memperbaiki distribusi pendapatan diantara keluarga miskin yang ditandai dengan menurunnya nilai Indeks Sen dari 0.194 menjadi 0.131 dan Indeks FGT dari 0.034 menjadi 0.030.

Anriani (2010) melakukan penelitian di tiga kecamatan di Kota Bogor. Hasil penelitian yang diperoleh Anriani tidak terlalu jauh berbeda dengan dua penelitian sebelumnya dimana terjadi penurunan tingkat kemiskinan pada wilayah yang diteliti setelah adanya pendistribusian dana zakat. Nilai Headcount Ratio menurun sebesar 8.7 persen, begitupula dengan tingkat keparahan kemiskinan menurun sebesar 16.2 persen, dan indeks FGT juga menurun sebesar 22.7 persen. Anriani juga melihat penurunan tingkat kemiskinan dari beberapa indikator seperti pendidikan, usia, status pernikahan kepala keluarga, dan jenis program zakat. Pada penelitian tersebut terlihat bahwa indikator kemiskinan pada usia produktif (15-64 tahun) lebih tinggi dibandingkan dengan penurunan indikator kemiskinan pada usia non-produktif. Kepala keluarga dengan status menikah memiliki penurunan tingkat kemiskinan yang lebih rendah dibandingkan dengan kepala keluarga dengan berstatus janda. Sedangkan indikator pendidikan didapatkan hasil bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi seorang kepala keluarga dalam mendayagunakan dana zakat untuk mengurangi kemiskinan.

Beberapa jurnal internasional juga telah mempublikasikan terkait dampak zakat dalam mengurangi kemiskinan. Salah satunya yaitu Ibrahim pada tahun 2006 menganalisis dampak pendistribusian dana zakat dalam mengurangi kesenjangan pendapapatan dan kemiskinan. Ibrahim meneliti pendayagunaan dana zakat oleh Pusat Zakat Selangor (PZS) Malaysia terhadap fakir miskin. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan fakta bahwa pendistribusian dana zakat oleh PZS mampu mengurangi kesenjangan pendapatan dari 0.52 menjadi 0.47. Insiden, keparahan, dan keparahan kemiskinan juga berhasil diturunkan setelah adanya bantuan dana zakat. Insiden kemiskinan berhasil diturunkan dari 62 persen menjadi 51 persen. Keparahan kemiskinan di tunjukan dengan indeks sen menurun dari 0.47 menjadi 0.32 dan indeks FGT dari 0.27 menjadi 0.17.

Berbagai penelitian terdahulu telah menunjukan bahwa zakat mampu menurunkan kondisi kemiskinan, namun penelitian terdahulu belum ada yang mengaji dari aspek spiritual mustahik, penelitian terdahulu hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan material. Oleh karena itu penelitian kali ini berupaya mengisi atau melengkapi berbagai penelitian dampak zakat sebagai pengurang kemiskinan terdahulu yang disertai dengan penambahan aspek spiritual sebagai variabel ukur kemiskinan berdasarkan CIBEST Model.

Kerangka Pemikiran

(35)
(36)

Sejahtera

Muzakki Pendapatan Muzzaki

Dompet Dhuafa

Program untuk Masyarakat Mandiri

Masyarakat Mandiri

Rumah Tangga Mustahik

Pendapatan Rumah Tangga Mustahik Pembinaan

Kemiskinan Material

Kemiskinan Spiritual

[image:36.595.37.518.75.756.2]

Kemiskinan Absolut Indeks Kemiskinan Islami

(37)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada akhir bulan Februari 2015 hingga pertengahan bulan Maret 2015. Wilayah yang menjadi konsentrasi penelitian adalah empat desa di tiga kecamatan Kabupaten Bogor yang menjadi obyek pendayagunaan zakat oleh Masyarakat Mandiri, Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Kabupaten Bogor. Empat desa tersebut adalah Desa Babakan, Desa Jampang, Desa Jabon, dan Desa Kampung Anyar yang tersebar di Kecamatan Jampang, Ciseeng, dan Parung.

Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data dikategorikan kedalam dua bagian yaitu data primer dan data sekunder, dengan keterangan sebagai berikut :

1. Data primer yaitu data yang dikumpulkan langsung dari objek penelitian seperti wawancara langsung dengan para mustahik penerima dana bantuan pendayagunaan zakat produktif program Masyarakat Mandiri Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Kabupaten Bogor. Wawancara menggunakan kuesioner yang telah disusun guna menghimpun data anggota rumah tangga, pendapatan sesudah pendayagunaan zakat produktif, pengeluaran rumah tangga, besaran bantuan zakat, serta kepatuhan pada agama yang merupakan bagian kebutuhan spiritual spritual

2. Data sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari literatur atau dokumen-dokumen yang sudah tersedia baik terpublikasikan atau tidak, terkait dengan data kelompok mustahik, gambaran umum wilayah penelitian, dan gambaran umum mengenai Masyarakat Mandiri dan Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Kabupaten Bogor. Selain itu terkait dengan data pendapatan rumah tangga mustahik sebelum mendapatkan bantuan dana zakat produktif juga telah tersedia dan data tersebut didapatkan langsung dari Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa.

Sampel Penelitian

Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan prosedur acak melalui teknik simple random sampling yaitu mengambil sampel secara acak dari sampling frame yang sudah ditentukan (Juanda 2009). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh mustahik yang menjadi objek pada program pendayagunaan zakat program klaster mandiri UMKM oleh Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Kabupaten Bogor. Sedangkan seluruh kecamatan yang menjadi sebaran wilayah pelaksanaan program pendayagunaan merupakan kelompok atau gerombol unsur dari populasi.

(38)

material dan spiritual. Selain itu, 121 responden ini juga akan dikategorikan berdasarkan kategori kuadran CIBEST.

Metode Analisis Data

Alat ukur kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan indeks kemiskinan Islami Center of Islamic Business and Economics Studies (CIBEST) Institut Pertanian Bogor (IPB). Indeks CIBEST ini dikembangkan oleh Irfan Syauqi Beik dan Laily Dwi Arsyianti pada tahun 2014 dan telah dipresentasikan pada seminar/workshop on Developing a Framework for Maqasid Al-Shariah Based Index of Socio Economic Development yang diselenggarakan oleh Islamic Research and Training Institute of Islamic Development Bank (IRTI

– IDB).

Rumah tangga dijadikan sebagai unit analisis karena Islam memandang unit terkecil dalam masyarakat adalah rumah tangga. CIBEST juga membagi anggota rumah tangga dalam enam sub kelompok yaitu kepala rumah tangga, orang dewasa bekerja, orang dewasa tidak bekerja (> 18 tahun), remaja usia 14 – 18 tahun, anak-anak usia 7 – 13 tahun, dan anak-anak berusia 6 tahun atau kurang dari 6 tahun. Penetapan kategori usia dewasa bekerja ini berbeda dengan usia kerja yang ditetapkan oleh BPS. BPS menetapkan usia kerja yaitu lebih dari 15 tahun. Hal ini didasarkan atas pelaksanaan survei angkatan kerja nasional (sakernas) yang diadakan oleh BPS. Survey tersebut menunjukan bahwa rata-rata dalam anggota rumah tangga yang bekerja adalah orang-orang yang berusia 15 tahun ke atas. Perbedaan yang ditetapkan oleh CIBEST diasumsikan agar orang-orang yang bekerja adalah benar-benar masuk dalam kategori dewasa atau akhil balig, bukan remaja ataupun anak-anak. Selain itu, mengacu pada Undang-Undang ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun. Oleh karena itu orang yang berumur 18 tahun keatas dapat dikategorikan sebagai orang dewasa.

Penelitian ini menggunakan perhitungan berdasarkan pendapatan rumah tangga per bulan dan garis kemiskinan rumah tangga atau Material Value (MV) sebagai dasar perhitungan. Penentuan garis kemiskinan rumah tangga dalam penelitian ini terbagi atas dua yaitu penentuan garis kemiskinan material dan garis kemiskinan spiritual. Kategori garis kemiskinan material juga dibedakan atas dua kategori yaitu garis kemiskinan rumah tangga sebelum memperoleh bantuan dana zakat produktif dan garis kemiskinan rumah tangga setelah mendapatkan bantuan dana zakat produktif. Hal ini didasari atas perbedaan waktu dan kondisi rumah tangga mustahik pada periode sebelum dan sesudah mendapatkan abntuan dana zakat produktif.

(39)

Formula : MV=

1 i n

PiMi Keterangan :

MV = Standar minimal kebutuhan material yang harus dipenuhi rumah tangga (Rp atau mata uang lain) atau dapat disebut sebagai Garis Kemiskinan Material

Pi = Harga barang dan jasa (Rp atau mata uang lain) Mi = Jumlah minimal barang dan jasa yang dibutuhkan

Namun dalam penelitian ini karena tidak dilakukan survey dan berbagai keterbatasan yang ada, maka nilai MV didasarkan pada data garis kemiskinan material yang sudah tersedia yaitu garis kemiskinan material Kabupaten Bogor per kapita per bulan yang nantinya di konversi menjadi garis kemiskinan rumah tangga per kapita per bulan.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tiara Tsani pada tahun 2010, perhitungan garis kemiskinan diperoleh dari hasil perkalian antara garis kemiskinan per kapita per bulan dengan rata-rata besaran ukuran rumah tangga. Rata-rata besaran ukuran keluarga didapatkan dari rasio total penduduk dengan jumlah rumah tangga di wilayah penelitian.

Garis kemiskinan untuk kondisi rumah tangga sebelum memperoleh bantuan dana zakat produktif didasarkan pada garis kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2012 yaitu sebesar Rp 259 151 (Kabupaten Bogor dalam Angka 2014). Wilayah penelitian meliputi kecamatan Kemang, Parung, dan Ciseeng. Total jumlah penduduk dan rumah tangga di tiga wilayah tersebut pada tahun 2012 masing-masing adalah 322 816 jiwa dan 81 641 rumah tangga.

Rata-rata besar ukuran rumah tangga :

81641 322816

= 3.954

Sehingga diperoleh garis kemiskinan rumah tangga (MV) sebelum memperoleh bantuan dana zakat produktif :

MV = Rp 259 151 x 3.954

= Rp 1 024 706 per rumah tangga per bulan

Garis kemiskinan rumah tangga setelah adanya bantuan dana zakat produktif diperoleh dengan perhitungan yang sama, sedangkan untuk garis kemiskinan digunakan estimasi garis kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2014 yaitu sebesar Rp 300 119 (Penyusunan Perencanaan Target Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2014-2018 2014). Data total jumlah penduduk dan rumah tangga menggunakan data tahun 2013, hal ini dikarenakan belum tersedianya data jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga Kabupaten Bogor pada tahun 2014. Total jumlah penduduk dan rumah tangga Kabupaten Bogor tahun 2013 masing-masing adalah 330 475 jiw dan 77 331 rumah tangga. Oleh

(40)

Rata-rata besaran ukuran rumah tangga :

77331 330475

= 4.274

MV’ = Rp 300 119 x 4.274

= Rp 1 282 708 per rumah tangga per bulan

(41)
[image:41.595.40.537.82.794.2]

Tabel 5 Indikator kebutuhan spiritual

Variabel Skala Likert Standar

Kemiskinan

1 2 3 4 5

Shalat Melarang orang lain shalat Menolak konsep shalat Melaksanakan shalat wajib tidak rutin Melaksanakan shalat wajib rutin tapi tidak selalu berjamaah Melaksanakan shalat wajib rutin berjamaah dan melakukan shalat sunnah Skor rata-rata untuk rumah tangga yang secara spiritual miskin adalah 3 (SV=3) Puasa Melarang orang lain berpuasa Menolak konsep puasa Melaksanakan puasa wajib tidak penuh Hanya melaksanakan puasa wajib secara penuh Melaksanakan puasa wajib dan puasa sunnah Zakat dan Infak Melarang oranglain berzakat dan infak Menolak zakat dan infak Tidak pernah berinfak walau sekali dalam setahun Membayar zakat fitrah dan zakat harta Membayar zakat fitrah, zakat harta dan infak/sedekah Lingkungan Rumah Tangga Melarang anggota rumah tangga ibadah Menolak pelaksanaan ibadah Menganggap ibadah urusan pribadi anggota rumah tangga Mendukung ibadah anggota rumah tangga Membangun suasana rumah tangga yang mendukung ibadah secara bersama-sama Kebijakan Pemerintah Melarang ibadah untuk setiap rumah tangga Menolak pelaksanaan ibadah Menganggap ibadah urusan pribadi masyarakat Mendukung ibadah Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk ibadah

(42)

Berdasarkan indikator kebutuhan spiritual pada Tabel 5 maka didapatkan garis kemiskinan spiritual atau spiritual value (SV) bernilai sama dengan 3. Apabila suatu rumah tangga memiliki skor lebih kecil atau sama dengan 3 maka rumah tangga tersebut dikategorikan masuk dalam kategori miskin spiritual. Hal ini disebabkan karena rumah tangga tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan ibadah wajib.

Penentuan skor spiritual untuk masing-masing individu dalam rumah tangga didasarkan atas formula sebagai berikut :

Hi = 5 Vg Vf Vh Vz Vf

Vp    

Keterangan :

Hi = Skor aktual anggota rumah tangga ke-i Vp = Skor shalat

Vf = Skor puasa

Vz = Skor zakat dan infak Vh = Skor lingkungan kerja Vg = Skor kebijakan pemerintah

Untuk menghitung skor spiritual rumah tangga yaitu dengan menjumlahkan seluruh skor spiritual anggota rumah tangga lalu membaginya dengan jumlah anggota rumah tangga. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

SH =

n   

h MH Hn H H 1 ... 2 1 Keterangan :

SH = Skor rata-rata kondisi spiritual rumah tangga Hh = Skor spiritual anggota rumah tangga ke-h Mh = Jumlah anggota rumah tangga

Dari hasil rata-rata skor kondisi spiritual satu rumah tangga maka dapat diketahui pula skor rata-rata kondisi spiritual seluruh rumah tangga yang diamati. Hal ini untuk mengetahui kondisi spiritual suatu wilayah secara agregat. Dengan rumus sebagai berikut :

SS =

nk N SHk

1

Keterangan :

SS = Skor rata-rata kondisi spiritual keseluruhan rumah tangga yang diamati

SHk = Skor kondisi spiritual rumah tangga ke-k N = Jumlah rumah tangga yang diamati

(43)

Uji t-statistik Data Berpasangan

Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan yang terjadi pada pendapatan rumah tangga mustahik pada kondisi sebelum dan sesudah mendapatkan bantuan dana zakat produktif. Data dalam uji t statistik ini merupakan data pendapatan berpasangan sebelum menerima dana bantuan zakat produktif dan setelah menerima dana bantuan zakat produktif. Uji t data berpasangan ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Package for the Social Science (SPSS) versi 16.0. Perangkat lunak SPSS ini banyak digunakan untuk menganalisis data statistik untuk rumpun ilmu sosial ataupun non sosial.

Hipotesis :

H0 :Pendapatan rumah tangga mustahik setelah mendapatkan bantuan dana zakat

produktif tidak berbeda nyata pada taraf α = 5 persen terhadap pendapatan

rumah tangga mustahik sebelum mendapatkan bantuan dana zakat produktif. H1 : Pendapatan rumah tangga mustahik setelah mendapatkan bantuan dana zakat

produktif berbeda nyata pada taraf α = 5 persen terhadap pendapatan rumah

tangga mustahik sebelum mendapatkan bantuan dana zakat produktif. Kriteria uji :

Nilai signifikansi > 0.05 : terima H0, artinya pendapatan rumah tangga mustahik

setelah mendapatkan bantuan dana zakat produktif

tidak berbeda nyata pada taraf α = 5 persen terhadap

pendapatan rumah tangga mustahik sebelum mendapatkan bantuan dana zakat produktif.

Nilai signifikansi < 0.05 : tolak H0, artinya pendapatan rumah tangga mustahik

setelah mendapatkan bantuan dana zakat produktif

berbeda nyata pada taraf α = 5 persen terhadap

pendapatan rumah tangga mustahik sebelum mendapatkan bantuan dana zakat produktif.

Klasifikasi Kuadran CIBEST Berdasarkan Nilai Aktual SV dan MV

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan terhadap masing-masing keluarga yang diamati maka akan didapatkan nilai MV dan SV. Nilai SV dan MV tersebut menjadi acuan untuk menempatkan sebuah rumah tangga dalam kategori kemiskinan berdasarkan kuadran CIBEST.

Tabel 6 Kombinasi nilai aktual SV dan MV

Skor Aktual ≤ Nilai MV >Nilai MV

>Nilai SV Kaya spiritual, Miskin Material (Kuadran II)

Kaya spiritual, kaya material (Kuadran I)

≤ Nilai SV Miskin spiritual, miskin material (Kuadran IV)

Miskin spiritual, kaya material (Kuadran III)

(44)

Jika nilai aktual skor spiritual rumah tangga (SH) lebih besar dari nilai SV dan pendapatan lebih besar dari nilai MV maka rumah tangga tersebut masuk ke kategori kuadran I yang tercukupi kebutuhan material dan spiritualnya. Rumah tangga yang memiliki nilai SH lebih besar dari nilai SV dan pendapatan lebih rendah dari nilai MV, maka rumah tangga tersebut masuk kedalam kategori kuadran II. Rumah tangga dengan skor spiritual lebih kecil dari nilai SV dan pendapatan lebih besar dari nilai MV maka rumah tangga tersebut masuk kedalam kuadran III. Rumah tangga yang memiliki skor spiritual lebih kecil dari nilai SV dan pendapatan lebih kecil dari MV, maka rumah tangga tersebut masuk kedalam kategori kuadran IV.

Kuadran CIBEST

Kuadran CIBEST merupakan ilustrasi secara grafik dari pengklasifikasian kategori rumah tangga miskin bagi masyarakat yang didasarkan pada garis kemiskinan material dan garis kemiskinan spiritual. Kuadran CIBEST ini dibentuk dari hasil penelitian Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah IPB mengenai Islamic Poverty Line pada tahun 2013 yang diketuai oleh Irfan Syauqi Beik.

Gambar 3 Kuadran CIBEST

Sumber : Beik dan Arsyianti 2015

Kuadran CIBEST terdiri atas empat bagian kuadran yang didirikan atas garis kemiskinan material pada sumbu horizontal dan garis kemiskinan spiritual pada sumbu vertikal. Pada masing-masing sumbu horizontal dan vertikal terdapat tanda (+) dan (-). Tanda (+) menandakan bahwa rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan material dan spiritual nya dengan baik, sedangkan tanda (-) menandakan bahwa rumah tangga belum mampu memnuhi kebutuhan material dan spiritual nya dengan baik.

[image:44.595.79.472.76.626.2]
(45)

rumah tangga tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan material dan spiritualnya terlihat pada gambar bahwa kuadran pertama memiliki tanda (+) pada garis kemiskinan material dan garis kemiskinan spiritualnya. Penggambaran kuadran I kategori rumah tangga sejahtera ini juga tergambar dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 97 yang artinya :

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa

yang telah mereka kerjakan (Q.S: An-Nahl : 97)

Makna dari arti ayat tersebut adalah bahwa kebajikan dalam bentuk amal saleh adalah suatu kaidah keimanan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Akidah keimanan ini merupakan suatu poros yang menjadikan amal-amal saleh sebagai pembangkit, memiliki tujuan, dan menjadikan amal saleh tersebut hanya disandarkan kepada Allah subahanu wa ta’ala. Balasan bagi amal saleh yang dilandaskan keimanan adalah penghidupan yang baik di dunia, bentuk kenikmatan tersebut tidak selalu dalam bentuk harta benda tetapi bisa juga dalam bentuk ketenteraman, ketenangan, kesehatan, dan kedamaian (Quthb 2003). Hal ini jelas sekali menggambarkan bahwa orang-orang yang melakukan kebajikan yang dilandasi keimanan akan diberikan balasan oleh Allah subahanu wa ta’ala kehidupan yang sejahtera hingga orang-orang tersebut tercukupi baik kebutuhan material dan juga spiritualnya.

Kuadran kedua menggambarkan kondisi rumah tangga yang mengalami kemiskinan material tetapi mampu secara spiritual. Pada gambar terlihat dalam kuadran kedua memiliki tanda (-) pada garis kemiskinan material dan tanda (+) pada garis kemiskinan spiritual, artinya rumah tangga tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga secara fisik yang bersifat material tetapi sudah mampu memenuhi kebutuhan minimal spiritual. Hal ini juga telah dijelaskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui firman-Nya surat Al-Baqarah ayat 155 yang artinya :

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira

kepada orang-orang yang sabar” (Q.S: Al-Baqarah : 155)

(46)

Kuadran ketiga menggambarkan kondisi rumah tangga yang mengalami kondisi kemiskinan spiritual tetapi mampu secara material. Pada gambar terlihat dalam kuadran ketiga memiliki tanda (-) pada kekayaan spiritual dan tanda (+) pada kekayaan material, artinya rumah tangga tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan minimal material tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan spiritual minimal. Firman Allah subhanahu w ta’ala terkait kondisi pada kuadran III yaitu pada surat Al-An’am ayat 44 yang artinya :

“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka.

Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka

diam putus asa” (Q.S : Al-An’am : 44)

Surat Al-An’am ayat 44 tersebut memiliki makna bahwa kemakmuran hidup di dunia dapat dikatakan pula sebagai suatu cobaan. Kondisi kemakmuran tersebut Allah subhanahu wa ta’ala berikan bagai air yang mengalir terus menerus datang kepada mereka tanpa suatu kesulitan. Hingga pada akhirnya mereka tenggelam dalam kenikmatan dan kegembiraan terhadap harta. Kondisi kemakmuran di dunia ini tidak dilakukan bersama-sama dalam rangka memenuhi kebutuhan spiritual yang pada akhirnya orang-orang tersebut akan mendapat siksa secara tiba-tiba pula (Quthb 2003). Oleh karena itu jelas sekali bahwa harta-harta yang saat ini didapatkan tidak boleh membuat seseorang lupa diri dan mengabaikan atau tidak memperhatikan kebutuhan spiritual yang harus dipenuhi.

Kuadran keempat menggambarkan kondisi rumah tangga yang mengalami kondisi kemiskinan absolut atau miskin secara material dan spiritual. Pada gambar terlihat kuadran empat memiliki tanda (-) baik pada garis kemiskinan material dan garis kemiskinan spiritual, artinya rumah tangga tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan minimal material dan spiritual. Kondisi terkait kuadran IV juga tergambar dalam Al-Qur’an surat Taha ayat 124 yang artinya :

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya

pada hari kiamat dalam keadaan buta” (Q.S : Taha : 124)

(47)

Indeks Kemiskinan Material

Indeks kemiskinan material (Pm) ini berguna untuk melihat sebaran rumah tangga yang berada pada kuadran II yang termasuk dalam kategori miskin material. Indeks kemiskinan material ini didapatkan melalui perbandingan antara jumlah rumah tangga yang miskin secara material tetapi kaya spiritual dengan jumlah populasi total keluarga yang diamati. Indeks kemiskinan material ini bernilai antara 0 – 1. Semakin kecil angka yang ditunjukkan oleh indeks kemiskinan ini maka semakin kecil tingkat kemiskinan material rumah tangga yang dialami suatu wilayah. Formula menghitung indeks kemiskinan material menurut Beik dan Arsyianti (2015) adalah sebagai berikut :

Pm = N Mp

Keterangan :

Pm = Indeks kemiskinan material 0Pm1

Mp = Jumlah keluarga yang miskin secara material namun kaya secara spiritual

N = Jumlah populasi total rumah tangga yang diamati

Indeks Kemiskinan Spiritual

Indeks kemiskinan spiritual (Ps) berguna untuk melihat sebaran rumah tangga yang termasuk dalam kategori rumah tangg yang mengalami kemiskinan spiritual tetapi berkecukupan secara material pada kuadran III. Indeks kemiskinan spiritual merupakan rasio antara jumlah keluarga yang miskin secara spiritual tetapi berkecukupan secara material dengan jumlah populasi total

Gambar

Grafik 1 Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia periode 2003-2014
Gambar 1 Lingkaran setan kemiskinan
Tabel 4 Perbedaan teori kemiskinan Neo-Liberal dan Sosial Demokrat
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait