• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada akhir bulan Februari 2015 hingga pertengahan bulan Maret 2015. Wilayah yang menjadi konsentrasi penelitian adalah empat desa di tiga kecamatan Kabupaten Bogor yang menjadi obyek pendayagunaan zakat oleh Masyarakat Mandiri, Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Kabupaten Bogor. Empat desa tersebut adalah Desa Babakan, Desa Jampang, Desa Jabon, dan Desa Kampung Anyar yang tersebar di Kecamatan Jampang, Ciseeng, dan Parung.

Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data dikategorikan kedalam dua bagian yaitu data primer dan data sekunder, dengan keterangan sebagai berikut :

1. Data primer yaitu data yang dikumpulkan langsung dari objek penelitian seperti wawancara langsung dengan para mustahik penerima dana bantuan pendayagunaan zakat produktif program Masyarakat Mandiri Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Kabupaten Bogor. Wawancara menggunakan kuesioner yang telah disusun guna menghimpun data anggota rumah tangga, pendapatan sesudah pendayagunaan zakat produktif, pengeluaran rumah tangga, besaran bantuan zakat, serta kepatuhan pada agama yang merupakan bagian kebutuhan spiritual spritual

2. Data sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari literatur atau dokumen- dokumen yang sudah tersedia baik terpublikasikan atau tidak, terkait dengan data kelompok mustahik, gambaran umum wilayah penelitian, dan gambaran umum mengenai Masyarakat Mandiri dan Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Kabupaten Bogor. Selain itu terkait dengan data pendapatan rumah tangga mustahik sebelum mendapatkan bantuan dana zakat produktif juga telah tersedia dan data tersebut didapatkan langsung dari Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa.

Sampel Penelitian

Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan prosedur acak melalui teknik simple random sampling yaitu mengambil sampel secara acak dari sampling frame yang sudah ditentukan (Juanda 2009). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh mustahik yang menjadi objek pada program pendayagunaan zakat program klaster mandiri UMKM oleh Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Kabupaten Bogor. Sedangkan seluruh kecamatan yang menjadi sebaran wilayah pelaksanaan program pendayagunaan merupakan kelompok atau gerombol unsur dari populasi.

Ukuran contoh yang diamati yaitu sebanyak 121 responden yang merupakan mustahik. Seratus dua puluh satu responden ini diperoleh secara acak dari daftar pada wilayah program pendayagunaan zakat oleh Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Kabupaten Bogor. Dari 121 responden ini akan dianalisis mengenai dampak pendayagunaan zakat yang mereka terima terhadap tingkat kemiskinan

material dan spiritual. Selain itu, 121 responden ini juga akan dikategorikan berdasarkan kategori kuadran CIBEST.

Metode Analisis Data

Alat ukur kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan indeks kemiskinan Islami Center of Islamic Business and Economics Studies (CIBEST) Institut Pertanian Bogor (IPB). Indeks CIBEST ini dikembangkan oleh Irfan Syauqi Beik dan Laily Dwi Arsyianti pada tahun 2014 dan telah dipresentasikan pada seminar/workshop on Developing a Framework for Maqasid Al-Shariah Based Index of Socio Economic Development yang diselenggarakan oleh Islamic Research and Training Institute of Islamic Development Bank (IRTI

– IDB).

Rumah tangga dijadikan sebagai unit analisis karena Islam memandang unit terkecil dalam masyarakat adalah rumah tangga. CIBEST juga membagi anggota rumah tangga dalam enam sub kelompok yaitu kepala rumah tangga, orang dewasa bekerja, orang dewasa tidak bekerja (> 18 tahun), remaja usia 14 – 18 tahun, anak-anak usia 7 – 13 tahun, dan anak-anak berusia 6 tahun atau kurang dari 6 tahun. Penetapan kategori usia dewasa bekerja ini berbeda dengan usia kerja yang ditetapkan oleh BPS. BPS menetapkan usia kerja yaitu lebih dari 15 tahun. Hal ini didasarkan atas pelaksanaan survei angkatan kerja nasional (sakernas) yang diadakan oleh BPS. Survey tersebut menunjukan bahwa rata-rata dalam anggota rumah tangga yang bekerja adalah orang-orang yang berusia 15 tahun ke atas. Perbedaan yang ditetapkan oleh CIBEST diasumsikan agar orang- orang yang bekerja adalah benar-benar masuk dalam kategori dewasa atau akhil balig, bukan remaja ataupun anak-anak. Selain itu, mengacu pada Undang- Undang ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun. Oleh karena itu orang yang berumur 18 tahun keatas dapat dikategorikan sebagai orang dewasa.

Penelitian ini menggunakan perhitungan berdasarkan pendapatan rumah tangga per bulan dan garis kemiskinan rumah tangga atau Material Value (MV) sebagai dasar perhitungan. Penentuan garis kemiskinan rumah tangga dalam penelitian ini terbagi atas dua yaitu penentuan garis kemiskinan material dan garis kemiskinan spiritual. Kategori garis kemiskinan material juga dibedakan atas dua kategori yaitu garis kemiskinan rumah tangga sebelum memperoleh bantuan dana zakat produktif dan garis kemiskinan rumah tangga setelah mendapatkan bantuan dana zakat produktif. Hal ini didasari atas perbedaan waktu dan kondisi rumah tangga mustahik pada periode sebelum dan sesudah mendapatkan abntuan dana zakat produktif.

Material Value (MV) memiliki formula tersendiri untuk mengukur standar minimal kebutuhan material suatu rumah tangga yang harus dipenuhi. Secara formula, penentuan MV merupakan total dari hasil perkalian harga barang dan jasa yang dikonsumsi dengan jumlah minimal barang dan jasa yang dibutuhkan (Beik dan Arsyianti 2015). Secara matematis formula tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

Formula : MV=

1 i n PiMi Keterangan :

MV = Standar minimal kebutuhan material yang harus dipenuhi rumah tangga (Rp atau mata uang lain) atau dapat disebut sebagai Garis Kemiskinan Material

Pi = Harga barang dan jasa (Rp atau mata uang lain) Mi = Jumlah minimal barang dan jasa yang dibutuhkan

Namun dalam penelitian ini karena tidak dilakukan survey dan berbagai keterbatasan yang ada, maka nilai MV didasarkan pada data garis kemiskinan material yang sudah tersedia yaitu garis kemiskinan material Kabupaten Bogor per kapita per bulan yang nantinya di konversi menjadi garis kemiskinan rumah tangga per kapita per bulan.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tiara Tsani pada tahun 2010, perhitungan garis kemiskinan diperoleh dari hasil perkalian antara garis kemiskinan per kapita per bulan dengan rata-rata besaran ukuran rumah tangga. Rata-rata besaran ukuran keluarga didapatkan dari rasio total penduduk dengan jumlah rumah tangga di wilayah penelitian.

Garis kemiskinan untuk kondisi rumah tangga sebelum memperoleh bantuan dana zakat produktif didasarkan pada garis kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2012 yaitu sebesar Rp 259 151 (Kabupaten Bogor dalam Angka 2014). Wilayah penelitian meliputi kecamatan Kemang, Parung, dan Ciseeng. Total jumlah penduduk dan rumah tangga di tiga wilayah tersebut pada tahun 2012 masing-masing adalah 322 816 jiwa dan 81 641 rumah tangga.

Rata-rata besar ukuran rumah tangga :

81641 322816

= 3.954

Sehingga diperoleh garis kemiskinan rumah tangga (MV) sebelum memperoleh bantuan dana zakat produktif :

MV = Rp 259 151 x 3.954

= Rp 1 024 706 per rumah tangga per bulan

Garis kemiskinan rumah tangga setelah adanya bantuan dana zakat produktif diperoleh dengan perhitungan yang sama, sedangkan untuk garis kemiskinan digunakan estimasi garis kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2014 yaitu sebesar Rp 300 119 (Penyusunan Perencanaan Target Indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2014-2018 2014). Data total jumlah penduduk dan rumah tangga menggunakan data tahun 2013, hal ini dikarenakan belum tersedianya data jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga Kabupaten Bogor pada tahun 2014. Total jumlah penduduk dan rumah tangga Kabupaten Bogor tahun 2013 masing-masing adalah 330 475 jiw dan 77 331 rumah tangga. Oleh

karena itu garis kemiskinan rumah tangga (MV’) setelah memperoleh bantuan dana zakat produktif adalah :

Rata-rata besaran ukuran rumah tangga :

77331 330475

= 4.274

MV’ = Rp 300 119 x 4.274

= Rp 1 282 708 per rumah tangga per bulan

Garis kemiskinan spiritual atau spiritual value (SV) juga didasarkan atas indikator kebutuhan spiritual dan formula-formula penentuan skor spiritual. Indikator kebutuhan spiritual, Beik dan Arsyianti (2015) merumuskan pada standar pemenuhan lima variabel yaitu ibadah shalat, zakat, puasa, lingkungan rumah tangga, dan kebijakan pemerintah. Ibadah shalat, zakat, dan puasa dikatakan terpenuhi bagi suatu rumah tangga apabila minimal menjalankan ibadah wajib seperti sholat lima waktu, puasa Ramadhan, dan membayar zakat minimal satu kali setahun. Sedangkan, variabel lingkungan rumah tangga dan kebijakan pemerintah didasarkan pada persepsi pribadi masing-masing anggota rumah tangga terhadap lingkungan rumah tangga dan kebijakan pemerintah yang dirasakan dalam hal pemenuhan kebutuhan spiritual. Untuk menilai skor pada masing-masing variabel digunakan skala Likert antara 1 – 5. Berikut Tabel 5 mengenai indikator kebutuhan spiritual :

Tabel 5 Indikator kebutuhan spiritual

Variabel Skala Likert Standar

Kemiskinan 1 2 3 4 5 Shalat Melarang orang lain shalat Menolak konsep shalat Melaksanakan shalat wajib tidak rutin Melaksanakan shalat wajib rutin tapi tidak selalu berjamaah Melaksanakan shalat wajib rutin berjamaah dan melakukan shalat sunnah Skor rata- rata untuk rumah tangga yang secara spiritual miskin adalah 3 (SV=3) Puasa Melarang orang lain berpuasa Menolak konsep puasa Melaksanakan puasa wajib tidak penuh Hanya melaksanakan puasa wajib secara penuh Melaksanakan puasa wajib dan puasa sunnah Zakat dan Infak Melarang oranglain berzakat dan infak Menolak zakat dan infak Tidak pernah berinfak walau sekali dalam setahun Membayar zakat fitrah dan zakat harta Membayar zakat fitrah, zakat harta dan infak/sedekah Lingkungan Rumah Tangga Melarang anggota rumah tangga ibadah Menolak pelaksanaan ibadah Menganggap ibadah urusan pribadi anggota rumah tangga Mendukung ibadah anggota rumah tangga Membangun suasana rumah tangga yang mendukung ibadah secara bersama-sama Kebijakan Pemerintah Melarang ibadah untuk setiap rumah tangga Menolak pelaksanaan ibadah Menganggap ibadah urusan pribadi masyarakat Mendukung ibadah Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk ibadah

Berdasarkan indikator kebutuhan spiritual pada Tabel 5 maka didapatkan garis kemiskinan spiritual atau spiritual value (SV) bernilai sama dengan 3. Apabila suatu rumah tangga memiliki skor lebih kecil atau sama dengan 3 maka rumah tangga tersebut dikategorikan masuk dalam kategori miskin spiritual. Hal ini disebabkan karena rumah tangga tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan ibadah wajib.

Penentuan skor spiritual untuk masing-masing individu dalam rumah tangga didasarkan atas formula sebagai berikut :

Hi = 5 Vg Vf Vh Vz Vf Vp     Keterangan :

Hi = Skor aktual anggota rumah tangga ke-i Vp = Skor shalat

Vf = Skor puasa

Vz = Skor zakat dan infak Vh = Skor lingkungan kerja Vg = Skor kebijakan pemerintah

Untuk menghitung skor spiritual rumah tangga yaitu dengan menjumlahkan seluruh skor spiritual anggota rumah tangga lalu membaginya dengan jumlah anggota rumah tangga. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : SH =

n    h MH Hn H H 1 ... 2 1 Keterangan :

SH = Skor rata-rata kondisi spiritual rumah tangga Hh = Skor spiritual anggota rumah tangga ke-h Mh = Jumlah anggota rumah tangga

Dari hasil rata-rata skor kondisi spiritual satu rumah tangga maka dapat diketahui pula skor rata-rata kondisi spiritual seluruh rumah tangga yang diamati. Hal ini untuk mengetahui kondisi spiritual suatu wilayah secara agregat. Dengan rumus sebagai berikut :

SS =

nk N SHk

1

Keterangan :

SS = Skor rata-rata kondisi spiritual keseluruhan rumah tangga yang diamati

SHk = Skor kondisi spiritual rumah tangga ke-k N = Jumlah rumah tangga yang diamati

Namun dalam penelitian ini, akibat keterbatasan waktu dan kondisi, terkait dengan skor kebutuhan spiritual menggunakan pendekatan persepsi dari Kepala Keluarga. Kepala keluarga menggambarkan kondisi dari masing-masing variabel indikator kebutuhan spiritual dalam rumah tangga tersebut.

Uji t-statistik Data Berpasangan

Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan yang terjadi pada pendapatan rumah tangga mustahik pada kondisi sebelum dan sesudah mendapatkan bantuan dana zakat produktif. Data dalam uji t statistik ini merupakan data pendapatan berpasangan sebelum menerima dana bantuan zakat produktif dan setelah menerima dana bantuan zakat produktif. Uji t data berpasangan ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Package for the Social Science (SPSS) versi 16.0. Perangkat lunak SPSS ini banyak digunakan untuk menganalisis data statistik untuk rumpun ilmu sosial ataupun non sosial.

Hipotesis :

H0 :Pendapatan rumah tangga mustahik setelah mendapatkan bantuan dana zakat

produktif tidak berbeda nyata pada taraf α = 5 persen terhadap pendapatan

rumah tangga mustahik sebelum mendapatkan bantuan dana zakat produktif. H1 : Pendapatan rumah tangga mustahik setelah mendapatkan bantuan dana zakat

produktif berbeda nyata pada taraf α = 5 persen terhadap pendapatan rumah

tangga mustahik sebelum mendapatkan bantuan dana zakat produktif. Kriteria uji :

Nilai signifikansi > 0.05 : terima H0, artinya pendapatan rumah tangga mustahik

setelah mendapatkan bantuan dana zakat produktif

tidak berbeda nyata pada taraf α = 5 persen terhadap

pendapatan rumah tangga mustahik sebelum mendapatkan bantuan dana zakat produktif.

Nilai signifikansi < 0.05 : tolak H0, artinya pendapatan rumah tangga mustahik

setelah mendapatkan bantuan dana zakat produktif

berbeda nyata pada taraf α = 5 persen terhadap

pendapatan rumah tangga mustahik sebelum mendapatkan bantuan dana zakat produktif.

Klasifikasi Kuadran CIBEST Berdasarkan Nilai Aktual SV dan MV

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan terhadap masing-masing keluarga yang diamati maka akan didapatkan nilai MV dan SV. Nilai SV dan MV tersebut menjadi acuan untuk menempatkan sebuah rumah tangga dalam kategori kemiskinan berdasarkan kuadran CIBEST.

Tabel 6 Kombinasi nilai aktual SV dan MV

Skor Aktual ≤ Nilai MV >Nilai MV

>Nilai SV Kaya spiritual, Miskin Material (Kuadran II)

Kaya spiritual, kaya material (Kuadran I)

≤ Nilai SV Miskin spiritual, miskin material (Kuadran IV)

Miskin spiritual, kaya material (Kuadran III)

Jika nilai aktual skor spiritual rumah tangga (SH) lebih besar dari nilai SV dan pendapatan lebih besar dari nilai MV maka rumah tangga tersebut masuk ke kategori kuadran I yang tercukupi kebutuhan material dan spiritualnya. Rumah tangga yang memiliki nilai SH lebih besar dari nilai SV dan pendapatan lebih rendah dari nilai MV, maka rumah tangga tersebut masuk kedalam kategori kuadran II. Rumah tangga dengan skor spiritual lebih kecil dari nilai SV dan pendapatan lebih besar dari nilai MV maka rumah tangga tersebut masuk kedalam kuadran III. Rumah tangga yang memiliki skor spiritual lebih kecil dari nilai SV dan pendapatan lebih kecil dari MV, maka rumah tangga tersebut masuk kedalam kategori kuadran IV.

Kuadran CIBEST

Kuadran CIBEST merupakan ilustrasi secara grafik dari pengklasifikasian kategori rumah tangga miskin bagi masyarakat yang didasarkan pada garis kemiskinan material dan garis kemiskinan spiritual. Kuadran CIBEST ini dibentuk dari hasil penelitian Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah IPB mengenai Islamic Poverty Line pada tahun 2013 yang diketuai oleh Irfan Syauqi Beik.

Gambar 3 Kuadran CIBEST

Sumber : Beik dan Arsyianti 2015

Kuadran CIBEST terdiri atas empat bagian kuadran yang didirikan atas garis kemiskinan material pada sumbu horizontal dan garis kemiskinan spiritual pada sumbu vertikal. Pada masing-masing sumbu horizontal dan vertikal terdapat tanda (+) dan (-). Tanda (+) menandakan bahwa rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan material dan spiritual nya dengan baik, sedangkan tanda (-) menandakan bahwa rumah tangga belum mampu memnuhi kebutuhan material dan spiritual nya dengan baik.

Empat pembagian kuadran CIBEST adalah rumah tangga sejahtera, rumah tangga yang mengalami kemiskinan material, rumah tangga yang mengalami kemiskinan spiritual, dan rumah tangga yang mengalami kemiskinan absolut. Kuadran pertama menggambarkan kondisi rumah tangga yang sejahtera artinya

rumah tangga tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan material dan spiritualnya terlihat pada gambar bahwa kuadran pertama memiliki tanda (+) pada garis kemiskinan material dan garis kemiskinan spiritualnya. Penggambaran kuadran I kategori rumah tangga sejahtera ini juga tergambar dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 97 yang artinya :

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa

yang telah mereka kerjakan (Q.S: An-Nahl : 97)

Makna dari arti ayat tersebut adalah bahwa kebajikan dalam bentuk amal saleh adalah suatu kaidah keimanan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Akidah keimanan ini merupakan suatu poros yang menjadikan amal-amal saleh sebagai pembangkit, memiliki tujuan, dan menjadikan amal saleh tersebut hanya disandarkan kepada Allah subahanu wa ta’ala. Balasan bagi amal saleh yang dilandaskan keimanan adalah penghidupan yang baik di dunia, bentuk kenikmatan tersebut tidak selalu dalam bentuk harta benda tetapi bisa juga dalam bentuk ketenteraman, ketenangan, kesehatan, dan kedamaian (Quthb 2003). Hal ini jelas sekali menggambarkan bahwa orang-orang yang melakukan kebajikan yang dilandasi keimanan akan diberikan balasan oleh Allah subahanu wa ta’ala kehidupan yang sejahtera hingga orang-orang tersebut tercukupi baik kebutuhan material dan juga spiritualnya.

Kuadran kedua menggambarkan kondisi rumah tangga yang mengalami kemiskinan material tetapi mampu secara spiritual. Pada gambar terlihat dalam kuadran kedua memiliki tanda (-) pada garis kemiskinan material dan tanda (+) pada garis kemiskinan spiritual, artinya rumah tangga tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga secara fisik yang bersifat material tetapi sudah mampu memenuhi kebutuhan minimal spiritual. Hal ini juga telah dijelaskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui firman-Nya surat Al-Baqarah ayat 155 yang artinya :

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira

kepada orang-orang yang sabar” (Q.S: Al-Baqarah : 155)

Arti dari ayat tersebut memiliki makna bahwa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, nyawa, dan makanan adalah suatu ketentuan untuk meneguhkan keyakinan orang-orang beriman pada tugas dan kewajiban yang harus ia kerjakan, sehingga setelah ia mengalami ujian tersebut ia akan merasa berat untuk berkhianat kepada Islam mengingat pengorbanan yang telah ia lakukan. Makna lainnya yaitu agar kembali mengingat Allah subhanahu wa ta’ala ketika menghadapi segala keraguan dan kegoncangan (Quthb 2002). Hal ini menandakan bahwa orang-orang yang mengalami kemiskinana material, sekalipun orang-orang tersebut menjalankan berbagai ibadah wajib dan sunnah yang mampu memenuhi kebutuhan spiritualnya adalah sebagai bentuk ujian dari Allah subhanahu wa ta’ala terhadap keteguhan hati dan niat nya dalam menjalankan ujian tersebut.

Kuadran ketiga menggambarkan kondisi rumah tangga yang mengalami kondisi kemiskinan spiritual tetapi mampu secara material. Pada gambar terlihat dalam kuadran ketiga memiliki tanda (-) pada kekayaan spiritual dan tanda (+) pada kekayaan material, artinya rumah tangga tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan minimal material tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan spiritual minimal. Firman Allah subhanahu w ta’ala terkait kondisi pada kuadran III yaitu pada surat Al-An’am ayat 44 yang artinya :

“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka.

Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka

diam putus asa” (Q.S : Al-An’am : 44)

Surat Al-An’am ayat 44 tersebut memiliki makna bahwa kemakmuran hidup di dunia dapat dikatakan pula sebagai suatu cobaan. Kondisi kemakmuran tersebut Allah subhanahu wa ta’ala berikan bagai air yang mengalir terus menerus datang kepada mereka tanpa suatu kesulitan. Hingga pada akhirnya mereka tenggelam dalam kenikmatan dan kegembiraan terhadap harta. Kondisi kemakmuran di dunia ini tidak dilakukan bersama-sama dalam rangka memenuhi kebutuhan spiritual yang pada akhirnya orang-orang tersebut akan mendapat siksa secara tiba-tiba pula (Quthb 2003). Oleh karena itu jelas sekali bahwa harta-harta yang saat ini didapatkan tidak boleh membuat seseorang lupa diri dan mengabaikan atau tidak memperhatikan kebutuhan spiritual yang harus dipenuhi.

Kuadran keempat menggambarkan kondisi rumah tangga yang mengalami kondisi kemiskinan absolut atau miskin secara material dan spiritual. Pada gambar terlihat kuadran empat memiliki tanda (-) baik pada garis kemiskinan material dan garis kemiskinan spiritual, artinya rumah tangga tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan minimal material dan spiritual. Kondisi terkait kuadran IV juga tergambar dalam Al-Qur’an surat Taha ayat 124 yang artinya :

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya

pada hari kiamat dalam keadaan buta” (Q.S : Taha : 124)

Makna dari ayat tersebut adalah bahwa orang-orang yang terputus hubungannya dengan Allah dan rahmat-Nya maka akan mengalami hidup yang sempit walaupun terlihat mewah dan nyaman secara fisik. Kesempitan ini bisa dalam arti gelisah, ragu, ketakutan, dan dapat juga dalam hal kesempitan harta atau kefakiran (Quthb 2004). Ayat ini menggambarkan bahwa terputusnya keimanan atau tidak terpenuhinya kebutuhan spiritual maka akan membawa kehidupan yang sempit dan tidak terpenuhi nya pula kebutuhan yang bersifat fisik.

Indeks Kemiskinan Material

Indeks kemiskinan material (Pm) ini berguna untuk melihat sebaran rumah tangga yang berada pada kuadran II yang termasuk dalam kategori miskin material. Indeks kemiskinan material ini didapatkan melalui perbandingan antara jumlah rumah tangga yang miskin secara material tetapi kaya spiritual dengan jumlah populasi total keluarga yang diamati. Indeks kemiskinan material ini bernilai antara 0 – 1. Semakin kecil angka yang ditunjukkan oleh indeks kemiskinan ini maka semakin kecil tingkat kemiskinan material rumah tangga yang dialami suatu wilayah. Formula menghitung indeks kemiskinan material menurut Beik dan Arsyianti (2015) adalah sebagai berikut :

Pm = N Mp Keterangan :

Pm = Indeks kemiskinan material 0Pm1

Dokumen terkait