• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Simulasi Pengelolaan Multi-Tujuan Hutan Mangrove Di Pt Bina Ovivipari Semesta, Kalimantan Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Simulasi Pengelolaan Multi-Tujuan Hutan Mangrove Di Pt Bina Ovivipari Semesta, Kalimantan Barat"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL SIMULASI PENGELOLAAN MULTI-TUJUAN

HUTAN MANGROVE DI PT BINA OVIVIPARI SEMESTA,

KALIMANTAN BARAT

MUHAMMAD GIRINDRA SYAHID ALDILA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Simulasi Pengelolaan Multi-Tujuan Hutan Mangrove di PT Bina Ovivipari Semesta, Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 2 Desember 2015

Muhammad Girindra Syahid Aldila

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD GIRINDRA SYAHID ALDILA. Model Simulasi Pengelolaan Multi-Tujuan Hutan Mangrove di PT Bina Ovivipari Semesta, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh HERRY PURNOMO.

Potensi sumber daya alam hutan mangrove yang besar di Indonesia dapat dikelola untuk memperoleh keuntungan maksimal secara lestari. PT Bina Ovivipari Semesta (BIOS) merupakan perusahaan yang melakukan pemanfaatan kayu bakau di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini dilakukan dengan membuat model simulasi melalui pendekatan analisis kelayakan usaha guna melihat kombinasi skenario pengelolaan multi-tujuan hutan mangrove terbaik. Skenario terbaik yaitu kombinasi pengusahaan kayu bulat kecil, arang bakau, dan tambak ikan bandeng. Skenario ini memiliki NPV pada akhir daur sebesar Rp47 610 510 316 dengan BCR sebesar 1.16 dan dapat menjadi program kelola sosial bagi masyarakat di sekitar hutan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk melakukan pengelolaan hutan yang lestari secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Secara global, penelitian ini berkontribusi untuk mencapai tujuan ke-sembilan dan lima belas pada konsep Sustainable Development Goals (SDGs).

Kata kunci: BCR, hutan mangrove, model simulasi, multi-tujuan, NPV

ABSTRACT

MUHAMMAD GIRINDRA SYAHID ALDILA. Model Simulation of Multi-Purpose Management Mangrove Forest in PT Bina Ovivipari Semesta, West Kalimantan. Supervised by HERRY PURNOMO.

The natural resources potential of mangrove forest in Indonesia can be managed to obtain maximal profit sustainably. PT Bina Ovivipari hosts (BIOS) is a company working in mangrove timber utilization in the Regency Kubu Raya, West Kalimantan Province. This research was conducted with the model simulation through feasibility approach analysis of business attempts to see the best multi-purpose management scenario of mangrove forest. The best scenario is combination of small logs, charcoal mangrove, and milkfish pond cultivation. At the end of cycle, this scenario has Rp47 610 510 316 of NPV with 1.16 of BCR and also had a chance to become company social programs for communities around the forest. The results of this research are expected to help the company to do sustainable forest management according to economic, ecological, and social aspects. Globally, this research contribute in achieving the ninth and fifteenth goal of Sustainable Development Goals (SDGs).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

MODEL SIMULASI PENGELOLAAN MULTI-TUJUAN

HUTAN MANGROVE DI PT BINA OVIVIPARI SEMESTA,

KALIMANTAN BARAT

MUHAMMAD GIRINDRA SYAHID ALDILA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah pengelolaan hutan mangrove, dengan judul Model Simulasi Pengelolaan Multi Tujuan Hutan Mangrove di IUPHHK-HA Bina Ovivipari Semesta, Kalimantan Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Herry Purnomo MComp selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan, serta Ir Fairus Mulia selaku direktur PT Bina Ovivipari Semesta dan pihak perusahaan yang telah membantu dalam proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah (Ir Deddy Sufredy MSi), Ibu (Ir Yayu SS Widiawati MSi), dan seluruh keluarga atas doa dan masukannya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Rachma Aprillia Utami, sahabat BASECAMP KERINCI, Fahutan 48, dan kawan-kawan MNH 48 atas dukungan, semangat, doa, dan masukannya dalam penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan dan bagi kemajuan bangsa Indonesia.

.

Bogor, 2 Desember 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Alat dan Bahan 4

Prosedur Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan 6

Konseptualisasi Model 6

Spesifikasi Model 7

Evaluasi Model 15

Penggunaan Model 15

Kombinasi Skenario Terbaik 16

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 20

(10)

DAFTAR TABEL

1. Perbandingan data hasil simulasi pemanfaatan hasil hutan 15 2. Perbandingan kelayakan usaha masing-masing skenario 17

DAFTAR GAMBAR

1.Peta lokasi PT Bina Ovivipari Semesta, Kalimantan Barat 4 2.Konseptualisasi interaksi variabel-variabel model simulasi 7 3.Konseptualisasi submodel dinamika produksi hutan mangrove 8

4.Submodel pengelolaan usaha kbk bakau PT BIOS 9

5.Submodel pengelolaan usaha arang bakau PT BIOS 10 6.Submodel pengelolaan usaha kayu serpih bakau 11 7.Submodel pengelolaan usaha tambak ikan bandeng 12 8.Grafik selisih serapan CO2 yang dapat dijual 13

9.Submodel usaha perdagangan karbon PT BIOS 13

10.Model pengusahaan hutan mangrove PT BIOS 14

11.Grafik perbandingan PV masing-masing skenario 17

DAFTAR LAMPIRAN

1. Print out persamaan model 20

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove dikenal sebagai salah satu ekosistem hutan tropis yang unik dan kompleks. Ekosistem ini mempunyai peranan yang sangat penting terutama bila ditinjau dari segi lingkungannya yaitu sebagai penahan abrasi dan penyerap CO2. Selain itu, ekosistem hutan mangrove mempunyai peranan terhadap kehidupan satwa liar, untuk perkembangbiakan ikan dan biota laut, maupun dari segi pemanfaatannya oleh manusia untuk dipungut hasil hutannya dan sebagai objek wisata. Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit pada tahun 2009, kondisi hutan mangrove di Provinsi Kalimantan Barat pada umumnya sudah berupa hutan mangrove sekunder atau bekas tebangan. Luasan hutan mangrove sekunder tersebut yaitu 119 327 ha atau sekitar 0.81% dari luas Provinsi Kalimantan Barat dan hanya sekitar 34 ha yang masih merupakan hutan mangrove primer (Kemenhut 2013).

PT Bina Ovivipari Semesta (PT BIOS) merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang kehutanan, khususnya pemanfaatan kayu bakau-bakauan. Luasan areal perusahaan ini sebesar 10 100 ha dan terletak di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat sebagaimana terlihat pada Gambar 1. PT BIOS memiliki visi untuk mewujudkan pengelolaan hutan alam mangrove secara lestari yang dapat menjamin kelestarian fungsi produksi, fungsi ekologi, dan fungsi sosial serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan wilayah. Perusahaan ini memanfaatkan kayu bakau-bakauan untuk dijadikan woodchip dan white charcoal. Besarnya potensi hutan mangrove yang tersedia, seharusnya dapat dikelola oleh perusahan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal secara lestari. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial pengelolaan multi-tujuan hutan mangrove di PT BIOS dengan pendekatan pemodelan sistem.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model simulasi pengelolaan hutan mangrove serta menentukan model pengelolaan hutan mangrove terbaik di PT Bina Ovivipari Semesta, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.

Manfaat Penelitian

(12)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan sumber daya alam khas pesisir tropika, yang mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat Iuas apabila ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Besarnya peranan hutan mangrove atau ekosistem mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis flora fauna yang hidup dalam ekosistem perairan dan daratan yang membentuk ekosistem mangrove. Kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati ini mempunyai segudang harapan bagi masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup (Sobari et al. 2006).

Arief (2003) menyatakan pentingnya hutan mangrove secara lebih sederhana dapat dipandang dari lima fungsi yaitu: 1) fungsi fisik, menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru, sebagai filter air asin menjadi tawar; 2) fungsi kimia, sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen, penyerap karbondioksida, pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri; 3) fungsi biologi, sebagai sumber makanan penting bagi invertebrata kecil, kawasan pemijahan atau asuhan bagi udang, ikan, kepiting, kerang dan lain-lainnya, kawasan untuk berlindung, bersarang serta berkembang biak bagi burung dan satwa lain; 4) fungsi ekonomi, penghasil kayu, penghasil bahan baku industri, penghasil bibit ikan; 5) fungsi lainnya, sebagai kawasan wisata alam pantai dan sebagai tempat pendidikan, konservasi dan penelitian.

Purnamawati et al. (2007) menyatakan bahwa hutan mangrove dengan vegetasi pohon bakau merupakan mata rantai yang menghubungkan ekosistem laut dan ekosistem darat, sehingga keseimbangan perairan tambak dapat dioptimalkan. Selain itu, pohon bakau memiliki serasah (litterfall) yang berperan aktif sebagai sumber bahan organik terlarut yang dibutuhkan untuk kestabilan kualitas air pada tambak. Sistem perakaran pohon bakau berfungsi sebagai substrat atau penyaring bagi partikel-partikel yang tersuspensi dan terkoloid pada perairan tambak.

Carbon pool dalam bentuk biomassa pohon, saat ini bersifat strategis dan memiliki peran penting bagi perekonomian. Oleh karena itu, salah satu strategi pengelolaan sumber daya pesisir berbasis perdagangan karbon merupakan alternatif pembangunan ekonomi baru dalam memanfaatkan potensi kredit karbon yang ada (Brastasida 2010; TCG 2008; MI 2009 dalam Sadelie et al. 2011). Sadelie et al. (2011) menyampaikan hasil pada penelitian yang berjudul “Kebijkan

Pengelolaan Sumber daya Pesisir Berbasis Perdagangan Karbon”, bahwa daya serap mangrove terhadap karbon jauh lebih tinggi (227,3 tC ) daripada tanaman hutan lainnya seperti Acacia mangium (62,08 tC ) atau Eucalyptus

(13)

3

Pemodelan Sistem

Menurut Purnomo (2012) pemodelan sistem adalah sebuah pengetahuan dan seni. Sebuah pengetahuan karena ada logika yang jelas ingin dibangunnya dengan urutan yang sesuai. Sebuah seni karena pemodelan mencakup bagaimana menuangkan persepsi manusia atas dunia nyata dengan segala keunikannya. Bergantung pada tujuan pemodelan, hutan dan lautan dapat dimodelkan sebagai sekumpulan formulasi matematika yang terintegrasi. Berikut langkah-langkah dalam pemodelan sistem:

a. Identifikasi isu, tujuan, dan batasan b. Konseptualisasi model

c. Spesifikasi model d. Evaluasi model e. Penggunaan model.

Penggunaan pendekatan pemodelan sistem dalam mempresentasikan suatu pengelolaan hutan telah dilakukan oleh beberapa peneliti untuk berbagai tipe ekosistem hutan. Martin (2010) mempresentasikan model pengelolaan hutan penelitian yang dikelola secara kolaboratif dengan mengambil contoh kasus Hutan Penelitian Benakat, Sumatera Selatan. Simulasi model pengelolaan Hutan Penelitian Benakat secara kolaboratif ini dibangun dari pemodelan dinamika sistem antara sub sistem tenaga kerja dan pendapatan masyarakat, sub sistem penduduk, serta sub sistem ekonomi (pengusahaan hutan penelitian). Selain itu, Sanudin dan Priambodo (2013) melakukan analisis sistem terhadap pengelolaan hutan rakyat agroforestry di hulu DAS Citanduy melalui pendekatan pemodelan sistem yang disimulasikan berdasarkan sub model dinamika tegakan, sub model tenaga kerja, serta sub model pengelolaan hutan rakyat.

Analisis Kelayakan Usaha

(14)

4

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di PT Bina Ovivipari Semesta, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Pengumpulan dan pengolahan data dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan Oktober 2015.

Gambar 1 Peta lokasi PT Bina Ovivipari Semesta, Kalimantan Barat

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kalkulator, seperangkat komputer/laptop serta perangkat lunak (Software) berupa program-program komputer dalam mengolah data seperti Stella 9.0.2, Microsoft Office Word dan Microsoft Office Excel.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder yang digunakan meliputi:

1. Data kondisi umum PT Bina Ovivipari Semesta

2. Data hasil Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) 2010

3. Rencana Karya Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) 2012-2021

(15)

5

Prosedur Analisis Data

Pemodelan Sistem

Langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan penyusunan model simulasi pada penelitian ini meliputi:

1. Identifikasi isu, tujuan, dan batasan

Identifikasi isu dilakukan untuk mengetahui manfaat dilakukannya pemodelan. Setelah mengidentifikasi isu, kemudian ditentukan tujuan dari pembuatan model dan batasan model yang dapat berupa batas ruang, waktu atau batasan isu.

2. Konseptualisasi model

Pada tahap ini dilakukan penyusunan model simulasi sesuai dengan tujuan dan batasan yang telah ditentukan sebelumnya menggunakan ragam metode seperti diagram stok (stock) dan aliran (flow).

3. Spesifikasi model

Perumusan terhadap konseptualisasi model yang telah dibangun dengan melakukan penyusunan model simulasi secara kuantitatif.

4. Evaluasi model

Pembandingan kewajaran dan kelogisan model dengan data hasil penelitian serupa. Evaluasi model dilakukan terhadap data hasil simulasi dengan data sekunder yang diperoleh dari tulisan ilmiah.

5. Penggunaan model

Pada tahap ini dibuat skenario-skenario pengelolaan pemanfaatan sumber daya di hutan mangrove.

Kelayakan finansial

Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha pengelolaan hutan. Kriteria yang digunakan antara lain Net Present Value ( NPV),

Benefit Cost Ratio (BCR). a. Net Present Value (NPV)

NPV =

Dalam metode NPV terdapat tiga kriteria kelayakan investasi, sebagai berikut:

 NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan dapat dilaksanakan

 NPV = 0, maka proyek tidak menguntungkan dan tidak rugi, sehingga tergantung pihak manajemen perusahaan.

 NPV < 0, maka proyek lebih baik tidak dilaksanakan karena mengalami kerugian.

b. Benefit Cost Ratio (BCR)

BCR =

BCR > 1 ; maka proyek layak atau menguntungkan

BCR < 1 ; maka proyek tidak layak atau tidak menguntungkan Keterangan :

Bt = pendapatan (benefit) pada tahun ke-t

(16)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan

Isu yang diangkat dalam pemodelan ini yaitu upaya meningkatkan pendapatan PT Bina Ovivipari Semesta (BIOS) dengan mengembangkan pemanfaatan kawasan hutan mangrove disamping pemanfaatan kayunya saja. Pengembangan pemanfaatan sumber daya diluar pemanfaatan kayu diperlukan guna tercapai pengelolaan hutan mangrove yang lestari secara ekonomi, ekologi, dan sosial melihat banyaknya manfaat yang terdapat pada ekosistem ini.

Tujuan dari penyusunan model simulasi ini adalah untuk mengetahui kombinasi pengelolaan hutan mangrove terbaik berdasarkan nilai NPV dan BCR yang diperoleh dari beberapa skenario pengelolaan hutan mangrove yang akan dirancang. Batasan-batasan penyusunan model simulasi ini yaitu :

- Dinamika produksi merupakan kayu bakau dengan jenis Rhizophora apiculata, R mucronata, Bruguiera spp.

- Daur yaitu interval untuk menentukan blok yang akan ditebang

- Harga adalah bentuk nominal yang digunakan untuk menilai suatu komoditas dalam satuan rupiah

- Suku bunga yang digunakan yaitu suku bunga Bank Indonesia sebesar 7.5% - Jangka waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dua puluh tahun mulai

2015-2034

- Nilai pemasukan dan pengeluaran merupakan nilai yang terdiskonto berdasarkan suku bunga dan jangka waktu

- Base time unit yang digunakan yaitu dalam satuan tahun - Nilai tukar rupiah sebesar Rp13 800/USD

Konseptualisasi Model

Model simulasi pengelolaan hutan mangrove ini dibuat berdasarkan pengelolaan hutan mangrove yang dilakukan di PT BIOS, dengan penambahan model simulasi yang tidak berdasarkan pengelolaan hutan yang telah dilaksanakan di PT BIOS. Pemodelan ini terdiri dari beberapa submodel, yaitu :

- Submodel dinamika produksi hutan mangrove

- Submodel pengelolaan usaha kayu bulat kecil (KBK) bakau - Submodel pengelolaan usaha arang bakau

- Submodel pengelolaan usaha kayu serpih (woodchip)

- Submodel pengelolaan usaha tambak ikan bandeng - Submodel usaha perdagangan karbon

- Model pengusahaan hutan mangrove PT BIOS (model utama)

(17)

7

Gambar 2 Konseptualisasi interaksi variabel-variabel model simulasi Keenam submodel di atas memberikan kontribusi berupa pendapatan terhadap keseluruhan pengusahaan hutan mangrove di PT BIOS yang ditandakan dengan panah positif pada Gambar 2. Terjadi loop negatif antara variabel volume produksi kbk, volume produksi arang, dan volume produksi kayu serpih yang menunjukkan bahwa hubungan antar variabel tersebut berbanding terbalik.

Spesifikasi Model

Submodel dinamika produksi kayu bakau

Submodel ini menggambarkan dinamika produksi hutan mangrove yang akan dimanfaatkan hasil kayunya pada PT BIOS. Penyusunan model ini bertujuan untuk memperoleh besarnya volume produksi kayu bakau setiap tahunnya. Dinamika produksi kayu bakau di PT BIOS terbagi berdasarkan luasan areal efektif produksi yang dibagi menjadi dua blok. Blok A memiliki luas sebesar 4396 ha dan Blok B memiliki luas sebesar 1296 ha. Luasan kedua blok ini diketahui dari Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) tahun 2012-2021. Blok A dan Blok B merupakan state variable yang dipengaruhi oleh besarnya daur serta permudaan akibat adanya tebangan setiap tahunnya. State variable berupa blok ini diasumsikan mengalami pergeseran berupa luas tebangan dari masing-masing blok yang pada akhirnya dapat diperoleh state variable

berupa luasan blok tebangan dalam satuan hektar. Hal ini dapat dilihat pada model yaitu adanya transfer materi berupa luas tebangan dari Blok B dan Blok A hingga diperoleh besarnya luas blok tebangan.

Variabel lain yang mempengaruhi dinamika produksi ini yaitu adanya input

(18)

8

kegiatan penanaman jenis Rhizophora spp.untuk areal bekas tebangan yang tidak ditumbuhi permudaan alam.

Auxilary variable volume produksi dipengaruhi oleh luas blok tebangan yang berupa output tebangan serta driving variable berupa potensi tegakan keseluruhan. Driving variable potensi tegakan menggambarkan kondisi tegakan pada areal efektif produksi berdasarkan hasil Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) tahun 2010. Selain dua variable tersebut, variable lain yang mempengaruhi volume produksi yaitu auxiliary variable volume pohon induk dan volume riap pertumbuhan serta adanya driving variable faktor pengaman. Riap pertumbuhan volume pada hutan mangrove menurut Kusmana (2002) dalam Herianto et al. (2012) adalah sebesar 9 m3/ha/tahun. Konseptualisasi submodel dinamika produksi pada hutan mangrove disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Konseptualisasi submodel dinamika produksi hutan mangrove

Submodel pengelolaan usaha kayu bulat kecil (KBK) bakau

Submodel ini merupakan konseptualisasi model pemanfaatan kayu bakau yang dilakukan oleh PT BIOS. Submodel ini menggambarkan pendapatan dan pengeluaran yang terjadi pada pengelolaan kayu bakau dengan produk kbk.

Submodel ini memiliki driving variable berupa penambahan waktu yang berfungsi sebagai akumulasi waktu saat melakukan pengelolaan kbk bakau.

Driving variable ini akan mempengaruhi auxiliary variable pemasukan dan pengeluaran usaha kbk sehingga nantinya dapat diperoleh nilai dari Present Value

(PV) serta Benefit Cost Ratio (BCR) dari submodel ini.

(19)

9 volume produksi di areal efektif produksi. Harga dari kbk bakau pada submodel ini berdasarkan ketentuan dari perusahaan yaitu sebesar Rp375 000/m³ dan hanya dijual kepada PT Bina Sylva Nusa yang merupakan satu induk perusahaan dengan PT BIOS untuk dijadikan bahan jadi berupa woodchip. Adapun auxiliary variable

pemasukan kbk hanya bergantung pada jumlah bahan baku kbk itu sendiri.

Auxilary variable pengeluaran kbk pada submodel ini dipengaruhi oleh tiga variabel lainnya, yaitu biaya pemasaran kbk, biaya umum dan administrasi kbk, dan beban pokok penjualan kbk dalam satuan rupiah per meter kubik. Besaran nilai ketiga variabel biaya sesuai dengan laporan keuangan PT BIOS tahun 2007 hinggga tahun 2011. Ketiga variabel tersebut mengalami peningkatan ataupun penurunan sesuai dengan besarnya volume produksi kbk tiap tahunnya. Setelah

auxiliary variable pemasukan kbk dan pengeluaran kbk diketahui, dapat ditentukan nilai BCR dan PV dari pengelolaan usaha kbk bakau di PT BIOS. Konseptualisasi submodel ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Submodel pengelolaan usaha kbk bakau PT BIOS

Submodel pengelolaan usaha arang bakau

Submodel pengelolaan usaha arang bakau ini menggambarkan pengelolaan arang bakau yang dilakukan oleh PT BIOS. Submodel ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ekonomi yang diperoleh perusahaan berdasarkan pengelolaan usaha arang bakau yang dilaksanakan.

Auxilary variable pemasukan produksi arang bakau memiliki aliran informasi yang berasal dari driving variable berupa harga arang per ton serta

auxiliary variable berupa volume produksi arang bakau tiap tahunnya. Auxiliary variable volume produksi arang diperoleh berdasar jumlah bahan baku sebanyak 20% dari total produksi kbk bakau dengan rendemen produksi arang sebesar 10%. Berdasarkan (Thamrin Gt A R 2010) berat jenis antara kayu bakau yaitu sebesar 1.02-1.05 gr/cm³ yang digunakan untuk mengkonversi satuan volume menjadi satuan berat. Pasaran harga arang bakau export ini yaitu sebesar 550USD/ton atau setara dengan Rp7 590 000/ton.

Auxilary variable pengeluaran usaha arang bakau dipengaruhi oleh auxilary variable berupa biaya pemasaran, biaya umum dan administrasi, dan biaya produksi arang bakau serta driving variable volume produksi arang. Besaran nilai

(20)

10

variabel biaya sesuai dengan laporan keuangan PT BIOS tahun 2007 sampai tahun 2011. Auxiliary variable pemasukan dan pengeluaran arang bakau ini pun dipengaruhi oleh driving variable berupa suku bunga. Konseptualisasi submodel pengelolaan usaha arang bakau disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Submodel pengelolaan usaha arang bakau PT BIOS

Submodel pengelolaan usaha kayu serpih (woodchip) bakau

Submodel ini menggambarkan simulasi produksi kayu bulat kecil (KBK) bakau menjadi kayu olahan berupa kayu serpih (woodchip). Penyusunan submodel pengelolaan usaha kayu serpih ini bertujuan untuk mengetahui besaran pendapatan tambahan apabila PT BIOS melakukan produksi kayu serpih sendiri.

Kegiatan produksi kayu serpih ini menggunakan bahan baku kayu bulat kecil (KBK) bakau yang di produksi oleh PT BIOS. Besarnya nilai auxiliary variable volume bahan baku adalah sebesar 80% dari total volume produksi kbk dengan rendemen pengolahan kayu serpih sebesar 50% sampai 60% sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor P.13/VI-BPPHH/2009 tentang Rendemen Kayu Olahan IPHHK. Auxilary variable

pemasukan produksi kayu serpih memperoleh aliran informasi berupa besaran volume produksi kayu serpih dan harga kayu serpih per satuan ton. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 518/KM.4/2014 tentang Penetapan Harga Ekspor untuk Penghitungan Bea Keluar menentukan besarnya harga kayu serpih yaitu sebesar 40USD/ton atau setara dengan Rp552 000/ton.

Auxiliary variable pengeluaran produksi kayu serpih dipengaruhi oleh beberapa driving variable yakni biaya pemasaran kayu serpih, biaya umum dan administrasi, biaya produksi kayu serpih, dan volume produksi kayu serpih dalam satuan ton. Besaran nilai variabel biaya pada submodel ini sesuai dengan Laporan Keuangan PT Bina Sylva Nusa tahun 2010-2012. Auxilary variable pemasukan dan pengeluaran produksi kayu serpih mengalirkan informasi menuju auxiliary variable PV dan BCR kayu serpih sehingga dapat diketahui besarnya keuntungan serta kelayakan usaha kayu serpih di PT BIOS. Konseptualisasi submodel pengelolaan usaha kayu serpih disajikan pada Gambar 6.

(21)

11

Gambar 6 Submodel pengelolaan usaha kayu serpih bakau

Submodel pengelolaan usaha tambak ikan bandeng

Submodel pengelolaan usaha tambak ini merupakan salah satu bentuk pemanfaatan potensi pada ekosistem hutan mangrove yang dapat dilaksanakan di PT BIOS. Submodel ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha dan tingkat ekonomi yang dapat diperoleh dengan melakukan pengusahaan tambak khususnya ikan bandeng di ekosistem hutan mangrove.

Auxilary variable pemasukan tambak merupakan aliran informasi dari

auxilary variable penjualan ikan bandeng serta driving variable jangka waktu dan suku bunga. Variabel penjualan ikan bandeng tersebut dipengaruhi oleh driving variable produksi serta harga ikan bandeng dan luas lahan garapan tambak. Jumlah produksi ikan bandeng untuk luasan tambak satu hektar yaitu sebesar 750kg (Njurummana 2010 dalam Hidayatullah et al. 2013) dengan pemanenan dilakukan ketika satu kilogram bandeng terdiri dari tiga-empat individu atau 250-350g/individu (Hidayatullah et al. 2013). Harga ikan bandeng untuk wilayah Kubu Raya sesuai dengan informasi resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu sebesar Rp20 000/kg.

(22)

12

Gambar 7 Submodel pengelolaan usaha tambak ikan bandeng

Submodel usaha perdagangan karbon

Submodel usaha perdagangan karbon adalah submodel yang menggambarkan pengelolaan hasil hutan berupa serapan karbon yang ada di PT BIOS. Submodel ini bertujuan untuk mengetahui tambahan pendapatan apabila dilakukan usaha perdagangan serapan karbon di areal konsesi PT BIOS. Batasan untuk submodel ini yaitu serapan karbon yang diperhitungkan hanya terjadi pada bagian tegakan mangrove diatas tanah.

Submodel simulasi perdagangan karbon terdapat aliran informasi berupa

driving variable riap volume tegakan dalam satuan meter kubik per hektar serta

Biomass Expansion Factor (BEF) dan kerapatan kayu. Nilai BEF Rhizophora spp. sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Nomor P.01/VIII-P3KR/2012 yaitu sebesar 1.68 dan nilai kerapatan kayu bakau menurut Herianto et al. (2012) adalah sebesar 0.92. Driving variable tersebut berinteraksi untuk menentukan auxilary variable biomassa tegakan dalam satuan ton per hektar dengan menggunakan rumus volume tegakan per hektar dikalikan BEF dan berat jenis bakau atau kerapatan kayu (Katterings et al. 2001). Auxilary variable biomassa tegakan berinteraksi dengan driving variable fraksi karbon sehingga dapat diketahui auxilary variable stok karbon tegakan dalam satuan ton per hektar. Menurut IPCC (2006), fraksi karbon dari biomassa di dalam suatu hutan adalah sebesar 0.47. Kemudian terdapat aliran informasi berupa variabel stok karbon dan fraksi CO2 untuk menentukan nilai auxilary variable serapan CO2 dalam satuan ton per hektar. Nilai fraksi CO2 merupakan perbandingan berat molekul relative senyawa karbondioksida (CO2) dengan berat molekul relatif atom karbon (C) yaitu sebesar 3.67.

Konsep perdagangan karbon yang digunakan pada submodel usaha perdagangan karbon ini yaitu menghindari penebangan dan degradasi hutan serta melakukan upaya penanaman pada areal bukan hutan. Komoditi yang dijual berupa serapan CO2 dari penanaman areal kosong dan selisih serapan CO2 apabila dilakukan penebangan seperti biasa dengan serapan CO2 tanpa penebangan di areal produksi Blok B seperti terlihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.

~

(23)

13

Gambar 8 Grafik selisih serapan CO2 yang dapat dijual

Gambar 9 Submodel usaha perdagangan karbon PT BIOS

Nilai auxilary variable pemasukan perdagangan karbon dipengaruhi oleh

driving variable harga karbon dan persen pendapatan karbon untuk pengembang. Selain dua variabel tersebut, variabel lain yang mempengaruhi nilai pemasukan

10:39 PM Mon, Oct 26, 2015

1: serapan CO2 BAU 2: serapan CO2 tanpa tebangan di blok b

(24)

14

perdagangan karbon yaitu serapan CO2 yang dapat dijual, jangka waktu, suku bunga, dan serapan CO2 dari penanaman di lahan kosong. Auxilary variable pengeluaran perdagangan karbon didapatkan dari interaksi antara upah sertifikasi, pemeliharaan tegakan, validasi, dan verifikasi.

Harga karbon pada submodel ini yaitu sebesar 4USD/ton CO2 sesuai dengan harga karbon di Hutan Ulu Masen. Persen pendapatan karbon PT BIOS, validasi, verifikasi, dan upah sertifikasi diperoleh berdasarkan perhitungan voluntary carbon standard (AFOLU) yang tercantum pada lampiran Peraturan Menteri Kehutanan P.36/Menhut-II/2009. Besarnya pendapatan yang diperoleh dari usaha perdagangan karbon ini dibagi menjadi 60% untuk perusahaan, 20% untuk pemerintah, dan 20% untuk masyarakat. Konseptualisasi submodel usaha perdagangan karbon ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Model pengusahaan hutan mangrove PT BIOS

Model pengusahaan hutan mangrove PT BIOS menggambarkan neraca keuangan perusahaan saat ini dengan hanya melakukan pemanfaatan produksi kayu bulat kecil (KBK) dan produksi arang. Pada model ini terdapat aliran informasi berupa driving variable pemasukan produksi arang dan pemasukan kbk sehingga dapat diperoleh nilai auxilary variable pemasukan perusahaan. Selain itu terdapat pula aliran informasi berupa driving variable pengeluaran produksi arang dan pengeluaran kbk yang digunakan untuk mengetahui nilai auxilary variable

pengeluaran perusahaan setiap tahunnya. Konseptualisasi model pengusahaan hutan mangrove PT BIOS dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Model pengusahaan hutan mangrove PT BIOS

Auxilary variable pemasukan dan pengeluaran perusahaan merupakan variabel dasar untuk menentukan nilai PV yang diperoleh perusahaan serta nilai BCR untuk melihat kelayakan pengusahaan hutan mangrove di PT BIOS. Model pengusahaan hutan mangrove PT BIOS ini merupakan model utama yang nantinya akan dikembangkan pada penggunaan model menjadi beberapa skenario pengelolaan untuk menentukan pengelolaan usaha hutan mangrove terbaik bagi PT BIOS.

(25)

15

Evaluasi Model

Evaluasi model ini dilakukan untuk menguji kelogisan model yang telah dibuat. Data hasil simulasi penelitian dibandingkan dengan data-data hasil penelitian lain yang serupa. Evaluasi model dilakukan pada submodel pengelolaan kbk dengan nilai NPV pada akhir daur sebesar Rp3 521 390/ha. Kemudian data tersebut dibandingkan dengan hasil penelitian Bahruni et al. (2007) pada pengusahaan hutan sekunder dataran rendah dengan nilai ekonomi total pada akhir daur sebesar Rp3 524 485/ha seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan data hasil simulasi pemanfaatan hasil hutan

Data hasil simulasi Bahruni et al (2007) Pendapatan pemanfaatan

hasil hutan (Rp/ha) 3 521 390 3 524 485

Lokasi penelitian Hutan Mangrove Sekunder

Hutan Sekunder Dataran Rendah

Perbedaan tersebut terjadi karena pada penelitian Bahruni et al. (2007), peneliti menghitung nilai ekonomi total berdasarkan nilai guna hasil hutan kayu dan non kayu dengan intensitas tebang 76% di areal konsesi PT Sari Bumi Kusuma. Perbedaan lokasi penelitian yang digunakan pada Tabel 1, memiliki tujuan untuk melihat perilaku model simulasi yang telah disusun serta belum adanya penelitian terkait simulasi kelayakan usaha pemanfaatan kayu di hutan mangrove. Berdasarkan perbandingan tersebut terlihat bahwa model simulasi yang telah disusun dapat diterima kelogisannya.

Penggunaan Model

Penggunaan model digunakan untuk melihat kombinasi pengelolaan hutan mangrove terbaik yang nantinya dapat dijadikan rekomendasi untuk pengelolaan hutan di PT BIOS berdasarkan model-model yang sudah dibuat. Keenam submodel yang telah dibuat sebelumnya akan dikombinasikan untuk membuat skenario-skenario pengelolaan hutan mangrove. Skenario tersebut digunakan untuk perbandingan model berdasarkan tingkat keuntungan ekonomi tertinggi dan kelestariannya terhadap ekologi dan sosial. Berikut beberapa skenario penggunaan model yang dibuat;

1. Skenario model pengelolaan hutan mangrove PT BIOS saat ini

(26)

16

2. Skenario pengelolaan arang dan kayu serpih bakau

Pada skenario ini perusahaan diasumsikan memperoleh pendapatan dengan menjual bahan jadi berupa arang dan kayu serpih bakau. Pembagian bahan baku kayu bakau untuk pasokan produksi arang dan kayu serpih berturut-turut sebesar 20% dan 80%. Berdasarkan skenario ini dapat diketahui perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp67 526 207 587 hingga tahun 2034 dengan nilai rata-rata BCR sebesar 0.81. Hal tersebut membuktikan bahwa skenario ini tidak layak untuk dilakukan pada pengelolaan hutan mangrove di PT BIOS.

3. Skenario pengelolaan hutan mangrove PT BIOS saat ini dan usaha tambak ikan bandeng

Pada skenario ini perusahaan memperoleh sumber pendapatan dari penjualan kbk bakau, hasil produksi arang bakau, dan penjualan ikan bandeng. Produksi ikan bandeng diperoleh dengan membuat tambak seluas 50 ha pada awal daur dan menjadi 100 ha pada pertengahan daur. Tambak yang akan dibuat berada di dalam areal efektif produksi. Berdasarkan hasil simulasi untuk skenario ini, dapat diketahui rata-rata BCR sebesar 1.16 dan NPV yang diperoleh PT BIOS dalam satu daur yaitu sebesar Rp47 610 510 316 atau Rp8 364 461/ha. Selain dapat meningkatkan pendapatan untuk perusahaan, pengelolaan tambak ikan bandeng ini dapat melibatkan langsung masyarakat di sekitar hutan sebagai bentuk kelola sosial yang dilakukan oleh PT BIOS.

4. Skenario pengelolaan hutan mangrove PT BIOS saat ini dan usaha perdagangan karbon

Pada skenario ini PT BIOS melakukan upaya kelestarian hutan mangrove untuk perdagangan karbon dan tetap melakukan penjualan kbk dan hasil produksi arang bakau seperti saat ini. Upaya kelestarian hutan mangrove untuk perdagangan karbon yang dapat dilakukan yaitu mengurangi penebangan dan degradasi hutan serta melakukan penanaman pada lahan kosong, sehingga jumlah serapan CO2 tegakan mangrove yang dijual dapat meningkat. NPV dalam satu daur produksi berdasarkan skenario ini yaitu sebesar Rp28 939 221 681 atau Rp4 902 460/ha dan rata-rata BCR sebesar 1.11. Skenario ini layak untuk diusahakan di PT BIOS serta memiliki nilai tambah pada aspek ekologi.

5. Skenario pengelolaan hutan mangrove produksi arang bakau, kayu serpih, tambak ikan bandeng, dan perdagangan karbon

Skenario ini merupakan hasil dari gabungan seluruh simulasi submodel pengelolaan. Berdasarkan hasil simulasi skenario pengelolaan hutan mangrove ini, perusahaan akan mengalami kerugian sebesar Rp49 334 564 382 di akhir daur dengan nilai rata-rata BCR sebesar 0.84. Hal tersebut menunjukkan bahwa skenario ini tidak layak untuk digunakan pada hutan mangrove di PT BIOS.

Kombinasi Skenario Terbaik

(27)

17 akibat besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan. Skenario satu, tiga, dan empat cenderung mengalami penurunan di pertengahan daur, namun mengalami peningkatan pada akhir daur.

Sumber : data hasil simulasi

Gambar 11 Grafik perbandingan PV masing-masing skenario

Berdasarkan rincian pada Tabel 2, dapat diketahui skenario dengan NPV dan BCR tertinggi adalah skenario tiga. Skenario tersebut merupakan kombinasi pemanfaatan kayu berupa kbk dan produksi arang bakau serta membuat tambak ikan bandeng pada areal konsesi PT BIOS. Skenario dengan melakukan kegiatan

silvofishery, perusahaan dapat memperoleh pemasukan tambahan dari hasil hutan bukan kayu yang berupa ikan bandeng.

Tabel 2 Perbandingan kelayakan usaha masing-masing skenario

Peringkat Skenario Usaha Kelayakan Usaha Keterangan NPV (Rp/ha) BCR

Layak usaha, memiliki fungsi lain secara namun memiliki fungsi lain secara ekologi dan sosial

5 Arang + kayu

serpih -11 863 353 0.81 Tidak layak usaha

Sumber : data hasil simulasi

-600000

PV Skenario 1 PV Skenario 2 PV Skenario 3 PV Skenario 4 PV Skenario 5

(28)

18

Plot silvofishery pada hutan mangrove memberikan pengaruh yang baik terhadap perbaikan kualitas air tambak dibandingkan tambak konvensional. Selain itu, pembuatan tambak ikan bandeng di dalam hutan mangrove tidak mempengaruhi ekosistem secara ekstrim (Hidayatullah et al. 2013). Pengelolaan hutan mangrove secara silvofishery telah dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, dan Sumatera Utara. Hal tersebut memperkuat isu bahwa penerapan pengelolaan multi-tujuan di hutan mangrove dapat dilaksanakan di PT BIOS, terutama untuk skenario pengusahaan kbk, arang bakau, dan tambak ikan bandeng.

Skenario terbaik secara aspek ekologi yaitu skenario 4, dengan melakukan pengusahaan kbk, arang, dan perdagangan karbon. Skenario tersebut akan menjadi yang terbaik secara ekonomi apabila harga karbon yang digunakan lebih dari 38USD/ton CO2, dengan asumsi tidak ada perubahan pada harga lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap model yang telah disusun, sensitif terhadap perubahan nominal harga yang digunakan.

Implikasi secara global dari penelitian ini yaitu memberikan kontribusi terhadap pencapaian konsep Sustainable Development Goals (SDGs) pada tujuan ke sembilan dan lima belas. Tujuan ke sembilan dan lima belas yang dimaksud yaitu industrialisasi yang berkelanjutan dan pengelolaan hutan secara lestari. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis kelayakan usaha pada skenario yang menjadi rekomendasi bagi perusahaan. Hasil analisis kelayakan usaha pada skenario tersebut dapat membantu PT BIOS dalam melakukan pengusahaan dan pengelolaan hutan yang lestari di wilayah administrasi negara Indonesia.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pengelolaan hutan mangrove di PT BIOS saat ini memiliki tingkat NPV dan BCR yang belum optimal, yaitu sebesar Rp41 047 288 403 atau Rp7 211 400/ha dengan ratio keuntungan 1.13. Pengelolaan ini memiliki NPV positif dan BCR diatas 1, namun perusahaan belum memperoleh keuntungan yang maksimal. Oleh karena itu, dibutuhkan pengelolaan multi-tujuan hutan mangrove di PT BIOS guna dapat memaksimalkan potensi hutan yang ada di kawasan pengusahaan ini.

Berdasarkan hasil analisis finansial dari lima skenario yang telah dilakukan, dapat disimpulkan skenario pengelolaan hutan mangrove terbaik untuk PT BIOS adalah skenario pengelolaan usaha kbk, arang bakau, dan tambak ikan bandeng. Apabila menerapkan skenario ini maka PT BIOS dapat memperoleh keuntungan hingga tahun 2034 sebesar Rp47 610 510 316 atau Rp8 364 461/ha dan BCR sebesar 1.16 dengan besarnya suku bunga yaitu 7.5%. Selain dari fungsi produksi, skenario ini memiliki fungsi lain secara sosial karena dapat menjadi program perusahaan untuk melakukan kelola sosial bagi masyarakat sekitar hutan mangrove.

Saran

(29)

19 keputusan dan kebijakan untuk mengelola hutan mangrove agar lestari dalam aspek ekonomi, ekologi, serta sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Arief A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Jakarta (ID): Kanisius. Bahruni, Suhendang E, Darusman D, Alikodra H S. 2007. Pendekatan sistem

dalam pendugaan nilai ekonomi total ekosistem hutan: nilai guna hasil hutan kayu dan non kayu. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 4(3): 369-378.

Herianto N M, Subiandono E. 2012. Komposisi struktur tegakan, biomassa, dan potensi kandungan karbon hutan mangrove di Taman Nasional Alas Purwo.

Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi. 9(1):23-32.

Hidayatullah M, Umrani A. 2013. Pertumbuhan bakau (Rhizophora mucronata

Lamk) dan produktivitas silvofishery di Kabupaten Kupang. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 10(3): 315-325.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. IPCC guidelines for national greenhouse gas inventories, Eds : Simon E, Leandro B, Kyoto M, Todd N, Kyoto T. Agriculture, Forestry and Other Land Use. Volume 4. Katterings Q M, Coe R, Van Noordjwik M, Ambagu Y, Palm C A. 2001.

Reducing uncertainly in the use of allometric biomass equations for predicting above-ground free biomass in mixed secondary forests. Forest Ecology and Management 146: 199-209.

[KEMENHUT] Kementerian Kehutanan. 2013. Profil Kehutanan 33 Provinsi.

Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan RI.

Martin E. 2010. Model dinamik pengelolaan secara kolaboratif KHDTK Benakat, Sumatera Selatan. Info Hutan. VII(3): 283-294.

Nugroho B. 2014. Ekonomi Keteknikan (Engineering Economic) Analisis Finansial Investasi Kehutanan dan Lingkungan. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Purnamawati, Dewantara E, Sadri, Vatria B. 2007. Manfaat hutan mangrove pada ekosistem pesisir (studi kasus di Kalimantan Barat). Jurnal Media Akuakultur. 2(1): 156-160.

Purnomo H. 2012. Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): PT Penerbit IPB Press.

Sadelie A, Kusumastanto T, Kusmana C, Hardjomidjojo H. 2011. Kebijakan pengelolaan sumber daya pesisir berbasis perdagangan karbon. Jurnal Hutan dan Masyarakat. 6(1): 1-11.

Sanudin, Priambodo D. 2013. Analisis sistem dalam pengelolaan hutan rakyat agroforestry di hulu DAS Citanduy: kasus di Desa Sukamaju, Ciamis.

Jurnal online Pertanian Tropik Pasca Sarjana FP USU. 1(1): 33-46.

Sobari M P, Adrianto L, Azis N. 2006. Analisis ekonomi alternatif pengelolaan ekosistem mangrove Kecamatan Barru, Kabupaten Barru. Jurnal Buletin Ekonomi Perikanan. VI(3): 59-80.

(30)

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Print out persamaan model

1. Submode lDinamika Produksi Hutan Mangrove

Blok_A(t) = Blok_A(t - dt) + (penanaman_a - tebangan_a) * dtINIT Blok_A = 4396

INFLOWS:

penanaman_a = tebangan_a OUTFLOWS:

tebangan_a = Blok_A/daur

Blok_B(t) = Blok_B(t - dt) + (penanaman_b - tebangan_b) * dtINIT Blok_B = 1296

INFLOWS:

penanaman_b = tebangan_b OUTFLOWS:

tebangan_b = Blok_B/daur

Blok_tebangan(t) = Blok_tebangan(t - dt) + (tebangan_a + tebangan_b - tebangan) * dtINIT Blok_tebangan = 259

INFLOWS:

tebangan_a = Blok_A/daur tebangan_b = Blok_B/daur OUTFLOWS:

tebangan = Blok_tebangan daur = 20

faktor__pengaman = 0.8 potensi__phn_induk = 15.4

vol_phn_induk = potensi__phn_induk*tebangan

vol_produksi = ((potensi_tegakan*tebangan)*faktor__pengaman)-vol_phn_induk+vol_riap

vol_riap = riap_vol*tebangan potensi_tegakan = GRAPH(TIME)

(2015, 324), (2016, 286), (2017, 263), (2018, 318), (2019, 338), (2020, 339), (2021, 340), (2022, 340), (2023, 336), (2024, 216), (2025, 158), (2026, 99.3), (2027, 19.6), (2028, 62.3), (2029, 102), (2030, 128), (2031, 8.81), (2032, 82.3), (2033, 154), (2034, 266)

riap_vol = GRAPH(TIME)

(2015, 9.00), (2016, 18.0), (2017, 27.0), (2018, 36.0), (2019, 45.0), (2020, 54.0), (2021, 63.0), (2022, 72.0), (2023, 82.0), (2024, 90.0), (2025, 99.0), (2026, 108), (2027, 117), (2028, 126), (2029, 135), (2030, 144), (2031, 153), (2032, 162), (2033, 171), (2034, 180)

2. Submodel Pengelolaan Usaha Arang Bakau

BCR_Arang = pemasukan_prod_arang/pengeluaran_prod_arang berat_jenis_bakau = 1.02

(31)

21 Harga_Arang = 550*13800

NPV_Arang = pemasukan_prod_arang-pengeluaran_prod_arang pemasukan_prod_arang =

(vol_prod__arang*Harga_Arang)/((1+suku_bunga)^Jangka_Waktu) pengeluaran_prod_arang =

((b_pemasaran_A*vol_prod__arang)+(b_pokok_penjualan_A*vol_prod__arang)+ (b_umum_&_adm_A*vol_prod__arang))/((1+suku_bunga)^Jangka_Waktu) rendemen__arang = 10/100

suku_bunga = 7.5/100

vol_bhn_baku = 0.2*(vol_produksi*berat_jenis_bakau) vol_prod__arang = vol_bhn_baku*rendemen__arang Jangka_Waktu = GRAPH(TIME)

(2015, 0.00), (2016, 1.00), (2017, 2.00), (2018, 3.00), (2019, 4.00), (2020, 5.00), (2021, 6.00), (2022, 7.00), (2023, 8.00), (2024, 9.00), (2025, 10.0), (2026, 11.0), (2027, 12.0), (2028, 13.0), (2029, 14.0), (2030, 15.0), (2031, 16.0), (2032, 17.0), (2033, 18.0), (2034, 19.0)

3. Submodel Pengelolaan Usaha Kayu Serpih

BCR_Chip = pemasukan_prod_chip/pengeluaran_prod_chip b_pemasaran_chip = 107667

b_produksi__chip = 226623 b_umum_&_adm_chip = 111009 harga_chip = 40*13800

NPV_Chip = pemasukan_prod_chip-pengeluaran_prod_chip pemasukan_prod_chip =

(vol_prod_chip*harga_chip)/((1+suku_bunga)^Jangka_Waktu) pengeluaran_prod_chip =

((b_pemasaran_chip*vol_prod_chip)+(b_produksi__chip*vol_prod_chip)+(b_um um_&_adm_chip*vol_prod_chip))/((1+suku_bunga)^Jangka_Waktu)

rendemen_chip = 0.5

vol_bhn_baku_chip = (vol_produksi*berat_jenis_bakau)*0.8 vol_prod_chip = vol_bhn_baku_chip*rendemen_chip

4. Submodel Pengelolaan Usaha KBK Bakau BCR_KBK = pemasukan__kbk/pengeluaran_kbk b_pemasaran_K = 59817

b_pokok_penjualan_K = 168347 b_umum__&_adm_K = 46161 harga_kbk = 375000

NPV_KBK = pemasukan__kbk-pengeluaran_kbk

pemasukan__kbk = (harga_kbk*vol_kbk)/((1+suku_bunga)^Jangka_Waktu) pengeluaran_kbk =

((b_pemasaran_K+b_pokok_penjualan_K+b_umum__&_adm_K)*vol_produksi)/ ((1+suku_bunga)^Jangka_Waktu)

vol_kbk = 0.8*vol_produksi

(32)

22

b_operasional_lain = 3224000*luas_tambak

b_pemeliharaan_tanggul = (IF TIME > 2015 THEN 3000*10000 ELSE 0)+(IF TIME > 2024 THEN 3000*10000 ELSE 0)

b_penaburan_benih_bandeng =

harga_benih_bandeng*jumlah_benih_bandeng*luas_tambak harga_bandeng = 20000

harga_benih_bandeng = 300 jumlah_benih_bandeng = 5000

luas_tambak = IF TIME > 2024 THEN 100 ELSE 50 NPV_Tambak = pemasukan__tambak-pengeluaran_tambak

(2015, 6e+007), (2016, 0.00), (2017, 0.00), (2018, 0.00), (2019, 0.00), (2020, 0.00), (2021, 0.00), (2022, 0.00), (2023, 0.00), (2024, 0.00), (2025, 6e+007), (2026, 0.00), (2027, 0.00), (2028, 0.00), (2029, 0.00), (2030, 0.00), (2031, 0.00), (2032, 0.00), (2033, 0.00), (2034, 0.00)

(33)

23 serapan_CO2_tanpa__tebangan_di_blok_b = serapan_CO2__tanpa_tebangan-serapan_CO2_hilang_tanpa_tebangan_di_blok_b

serapan_CO2_tegakan_per_ha = fraksi_CO2*serapan_karbon_tegakan serapan_CO2_yg_bisa_di_jual = serapan_CO2_tanpa__tebangan_di_blok_b-serapan_CO2__BAU

serapan_CO2__BAU = serapan_CO2__tanpa_tebangan-serapan_CO2_hilang_BAU

serapan_CO2__tanpa_tebangan =

serapan_CO2_tegakan_per_ha*luas_areal__produksi

serapan_karbon_tegakan = penambahan_biomassa_tegakan*fraksi_karbon upah_sertifikasi =

(0.04*13800)*(serapan_CO2_yg_bisa_di_jual+(serapan_CO2_tegakan_per_ha*lu as_penanaman_lahan_kosong))

vol_riap_tegakan = 9 validasi = GRAPH(TIME)

(2015, 6.9e+007), (2016, 0.00), (2017, 0.00), (2018, 0.00), (2019, 0.00), (2020, 6.9e+007), (2021, 0.00), (2022, 0.00), (2023, 0.00), (2024, 0.00), (2025, 6.9e+007), (2026, 0.00), (2027, 0.00), (2028, 0.00), (2029, 0.00), (2030, 6.9e+007), (2031, 0.00), (2032, 0.00), (2033, 0.00), (2034, 0.00)

verifikasi = GRAPH(TIME)

(2015, 2.07e+008), (2016, 0.00), (2017, 0.00), (2018, 0.00), (2019, 0.00), (2020, 2.07e+008), (2021, 0.00), (2022, 0.00), (2023, 0.00), (2024, 0.00), (2025,

2.07e+008), (2026, 0.00), (2027, 0.00), (2028, 0.00), (2029, 0.00), (2030, 2.07e+008), (2031, 0.00), (2032, 0.00), (2033, 0.00), (2034, 0.00)

8. Model Pengusahaan Hutan Mangrove PT BIOS

(34)

24

Lampiran 2 Kondisi tutupan lahan hutan mangrove di PT BIOS

(35)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang, 29 Oktober 1993. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Ir Deddy Sufredy M Si dan Ibu Ir Yayu S S Widiawati M Si. Penulis menjalani masa pendidikan di SD Kopita Yudha Makassar tahun 1999-2000, SDN Rimba Putra Bogor tahun 2000-2005, SMPN 7 Bogor 2005-2008, SMAN 9 Bogor 2008-2011 dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor tahun 2011 melalui jalur SNMPTN undangan, dan menyelesaikan masa studinya pada tahun 2015.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten beberapa mata kuliah dan praktikum, yakni analisis biaya pengelolaan hutan dan biometrika hutan. Selain itu, penulis aktif menjadi pengurus cabang Sylva (Ikatan mahasiswa kehutanan) Indonesia sebagai kepala divisi informasi dan komunikasi periode 2012-2013 dan kepala divisi pengembangan sumber daya mahasiswa kehutanan pada periode 2013-2014, serta aktif sebagai pengurus dan anggota kelompok studi perencanaan hutan di Himpunan Profesi Manajemen Hutan yakni Forest Management Students’ Club (FMSC). Selain itu, penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan seperti Bina Corps Rimbawan, Forester Cup, PIKNAS (Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional), dll.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi PT Bina Ovivipari Semesta, Kalimantan Barat
Gambar 2 Konseptualisasi interaksi variabel-variabel model simulasi  Keenam  submodel  di  atas  memberikan  kontribusi  berupa  pendapatan  terhadap keseluruhan pengusahaan hutan mangrove di PT BIOS yang ditandakan  dengan panah positif pada Gambar 2
Gambar 3 Konseptualisasi submodel dinamika produksi hutan mangrove
Gambar 4 Submodel pengelolaan usaha kbk bakau PT BIOS
+6

Referensi

Dokumen terkait

Jika informasi mengenai peraturan lainnya yang berlaku belum tersedia di bagian lain dalam lembaran data keselamatan bahan ini, maka hal ini akan dijelaskan dalam bagian ini.

Kedua , Anak jalanan yang ditemui oleh penulis juga memberikan informasi bahwa mereka berada di jalanan juga mengalami berbagai problematika yang sangat kompleks,

Namun apapun kontroversi yang ada dari kedua jenis penelitian tersebut memiliki perbedaan-perbedaan baik dalam tataran filosofis/ teoritis maupun dalam tataran

Pengumpulan data pada kegiatan magang ini dilakukan dengan menggunakan metode langsung (data primer) dan metode tidak langsung (data sekunder). Pengumpulan data

Kinshikei pada data 2 juga sesuai apa yang dijelaskan oleh Namatame (dalam Firmansah, 2018:28) yaitu Kinshikei adalah jenis tindak tutur ilokusi direktif menyuruh

ROHUL 79 ROKAN HULU TGL 29 SEPTEMBER 2019 RUMAH WARGA MASYARAKAT DAN PERSONIL DENGAN JUMLAH PESERTA 4 ORG BHABINKAMTIBMAS MELAKSANAKAN SOSIALISASI TENTANG SABER

Sedangkan tujuan khususnya adalah 1 Mengidentifikasi Mengidentifikasi tekanan darah sebelum dilakukan terapi pijat refleksi, 2 Mengidentifikasi tekanan darah setelah dilakukan

Sehubungan dengan hal diatas, penulis ingin melakukan perencanaan gedung bertingkat tahan gempa 32 lantai pada wilayah gempa berat dengan menggunakan sistem rangka