• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Zat Warna Pada Saus Yang Beredar Di Pasar Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Secara Kromatografi Kertas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Zat Warna Pada Saus Yang Beredar Di Pasar Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Secara Kromatografi Kertas"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI ZAT WARNA PADA SAUS YANG BEREDAR

DI PASAR PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG

SECARA KROMATOGRAFI KERTAS

TUGAS AKHIR

OLEH:

ARSILIA PUJI ASTUTI

NIM 122410020

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

(2)

IDENTIFIKASI ZAT WARNA PADA SAUS YANG BEREDAR

DI PASAR PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG

SECARA KROMATOGRAFI KERTAS

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ARSILIA PUJI ASTUTI

NIM 122410020

Medan, April 2015 Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing

Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001

Disahkan Oleh: Wakil Dekan I

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Tugas Akhir ini dengan judul “IDENTIFIKASI ZAT WARNA PADA SAUS YANG BEREDAR DI PASAR PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG”.

Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

program pendidikan D-III Analis Farmasi dan Makanan (AFAMA) Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama proses pengerjaan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapatkan

pengarahan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program

Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Popi Patilaya, S.Si. M.Sc., Apt., selaku Sekretaris Program Studi

Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Suryanto. M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir

yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh

(4)

5. Ibu Dra. Hj. Ernawati, Apt., selaku Koordinator Pembimbing Praktik Kerja

Lapangan di Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan

kegiatan PKL.

6. Rekan - rekan Mahasiswa Program Studi D – III Analisa Farmasi dan

Makanan angkatan 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Terima kasih khususnya penulis ucapkan kepada Ayahanda tercinta Ilham

Riva’i dan Ibunda tercinta Gunawati Arsianingsih yang telah mendukung penulis

serta seluruh keluarga yang telah memberikan restu dan motivasi hingga Tugas

Akhir ini selesai.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa

tulisan ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari susunan, bahasa maupun isi

yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

masukan berupa saran dan kritikan yang bersifat membangun, guna untuk

kesempurnaan penulis pada masa yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini,

semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembacanya.

Medan, Mei 2015

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan ... 4

1.3 Manfaat ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Saus .. ... 5

2.2 Pewarna Makanan ... 5

2.2.1 Pembagian Zat Warna ... 7

2.2.2 Dampak Pewarna Makanan ... 10

2.3 Kromatografi ... 11

2.4 Kromatografi Kertas ... 12

2.4.1 Cara Kerja Secara Umum ... 13

2.4.2 Alat dan Teknik ... 14

2.4.3 Kertas ... 15

2.4.4 Pelarut-Pelarut ... 16

2.4.5 Cara Pembuatan Cuplikan pada Kertas ... 16

2.4.6 Identifikasi dari Senyawa-senyawa ... 17

(6)

3.1 Tempat ... 18

3.2 Sampel, Alat, dan Bahan ... 18

3.3 Prosedur Kerja ... 19

3.3.1 Bulu Domba Bebas Lemak ... 19

3.3.2 Penyediaan Fasa Diam ... 19

3.3.3 Penjenuhan Bejana Kromatografi ... 20

3.3.4 Pemeriksaan Zat Pewarna Pada Sampel Saus ... 20

BABIV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Hasil ... 22

4.1.1 Perhitungan ... 22

4.2 Pembahasan ... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

5.1 Kesimpulan ... 25

5.2 Saran ... 25

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia ... 9

Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia... 10

Tabel 2.3 Macam-Macam Kertas Kromatografi ... 15

Tabel 2.4 Pelarut-Pelarut untuk Kromatografi ... 16

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Zat warna Pada Saus yang Beredar di Pasar Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ... ... 23

(8)

IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA PADA SAUS YANG BEREDAR DI PASAR PANCURBATU KABUPATEN DELI SERDANG

SECARA KROMATOGRAFI KERTAS

Abstrak

Saus cabe merupakan salah satu olahan produk pangan yang sangat popular karena digunakan sebagai pelengkap dalam pengolahan makanan. Umumnya pada proses pembuatan saus cabe ditambahkan zat pewarna agar menghasilkan warna yang lebih menarik. Pembuatannya dilakukan oleh pabrik dan ada juga industri rumah tangga sehingga peraturan penggunaan jenis dan kadar zat pewarna belum tetap. Tidak semua produk saus cabe yang dipasarkan khususnya di pasar tradisional mencantumkan jenis atau kode zat pewarna yang digunakan sehingga penting dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis zat pewarna yang digunakan diperbolehkan atau tidak.

Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui zat pewarna apa yang terkandung dalam saus yang beredar di pasaran. Telah dilakukan pemeriksaan zat pewarna pada berbagai macam saus yang diperjualbelikan di Pasar Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang, yang dilaksanakan di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Bagian Toksikologi, analisa dilakukan dengan menggunakan eksperimen laboratorium dengan metode Kromatografi Kertas. Secara umum tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui adanya zat pewarna berbahaya yang terdapat dalam saus yang diperjualbelikan di Pasar Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

Dari hasil pemeriksaan terhadap tiga sampel saus, terdapat dua sampel saus positif mengandung zat pewarna berbahaya yang dilarang seperti Orange RN dan Ponceau 3R, dengan ciri-ciri yang sama dengan standar baku Orange RN dan Ponceau 3R yang digunakan, yaitu dilihat dengan menghitung harga Rf pada bercak yang dihasilkan.

(9)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam kehidupan

sehari-hari manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar

makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya

dan aman dikonsumsi karena makanan yang tidak aman dapat menimbulkan

gangguan kesehatan bahkan keracunan (Cahyadi, 2009).

Aneka makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin

menarik. Warna-warni pewarna membuat aneka produk makanan mampu

mengundang selera, walaupun demikian konsumen harus berhati-hati. Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sering menemukan produk makanan yang

menggunakan pewarna tekstil. Pada era modern ini, bahan pewarna tampaknya

sudah tidak bisa dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan minuman olahan.

Produsen pun berlomba-lomba untuk menarik perhatian para konsumen dengan

menambahkan pewarna pada makanan dan minuman (Anonim, 2009).

Kasus penyalahgunaan bahan tambahan pangan yang biasa terjadi adalah

penggunaan bahan tambahan yang dilarang untuk bahan pangan dan penggunaan

bahan makanan melebihi batas yang ditentukan. Penyebab lain, produsen

berusaha memenuhi kebutuhan dengan mendapat keuntungan besar, tetapi harga

murah melalui penggunaan zat pewarna makanan yang digunakan untuk

mempertahankan makanan agar tetap menarik (Syah, 2005).

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan RI telah mengeluarkan

(10)

yang dilarang digunakan dalam makanan pada tanggal 1 Juni 1979

No.235/Menkes/Per/VI/79, kemudian disusul dengan Surat Keputusan Menteri

Kesehatan RI tanggal 1 Mei 1985 No.239/Menkes/Per/V/85, yang berisikan jenis

pewarna yang dilarang. Terakhir telah dikeluarkan pula Surat Keputusan

No.722/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur batas maksimum penggunaan dan

pewarna yang diizinkan di Indonesia (Depkes RI, 2011).

Bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan adalah

pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis terbuat

dari bahan kimia seperti Tartrazin untuk warna kuning dan Alleura red untuk

warna merah, kadangkala pengusaha yang nakal menggunakan pewarna bukan

makanan untuk memberikan warna pada makanan. Agar mendapat keuntungan

besar produsen sering menggunakan pewarna tekstil untuk makanan padahal

pewarna tersebut dilarang keras digunakan pada makanan karena bisa

menyebabkan kanker dan penyakit lainnya. Pewarna sintetis yang boleh

digunakan untuk makanan pun harus dibatasi penggunaannya, karena pada

dasarnya, setiap senyawa sintetis yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan

efek (Syah, 2005).

Pemakaian bahan pewarna sintetis ternyata dapat menimbulkan hal-hal

yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap

kesehatan manusia. Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut

terjadi bila:

a. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.

(11)

c. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu

tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan

sehari-hari, dan keadaan fisik.

d. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna

sintetis secara berlebihan.

e. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang

tidak memenuhi persyaratan (Cahyadi, 2009).

Berdasarkan hal di atas maka dipilihlah judul tentang ”Identifikasi zat

pewarna pada saus yang beredar di Pasar Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

secara kromatografi kertas” karena identifikasi tersebut sangat penting untuk

(12)

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui apakah

saus yang diperjualbelikan di Pasar Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

mengandung zat pewarna yang diperbolehkan atau tidak.

1.2.1 Manfaat

Adapun manfaat penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaikan program pendidikan

di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi di

Univertas Sumatera Utara.

2. Untuk menambah wawasan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan

serta memberikan pengalaman kepada penulis dalam melakukan riset.

3. Untuk menambah informasi serta wawasan kepada masyarakat terkait

adanya zat pewarna berbahaya yang terkandung di dalam saus yang

beredar di Pasar Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang melalui dunia

pendidikan serta dampak yang ditimbulkan.

4. Memberikan informasi dan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan,

BPOM, Perusahaan Daerah Pasar tentang pemakaian zat pewarna pada

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saus

Kata ”saus” berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa

latin salsus yang berarti “digarami”. Sedangkan saus dalam istilah dalam

masak-memasak berarti cairan kental yang digunakan sewaktu atau dihidangkan

bersama-sama makanan sebagai penyedap atau agar makanan kelihatan bagus.

Saus juga dapat diartikan sebagai cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur

buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang

merangsang dengan atau tanpa rasa pedas.Saus merupakan salah satu produk

pangan yang sangat populer. Saus tidak saja hadir dalam sajian seperti mie bakso,

atau mie ayam, tetapi juga dijadikan bahan pelengkap nasi goreng, mie goreng

dan aneka makanan fast food (Anonim, 2009).

2.2 Pewarna Makanan

Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada

beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Disamping

itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain

dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan

kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya

sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap

dipandang atau memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnya. Selain

sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai

(14)

pengolahan ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata (Winarno,

1995).

Pada tahun 1960 dikeluarkan peraturan mengenai penggunaan zat pewarna

yang disebut Color Additive Amandement yang dijadikan undang-undang. Dalam

undang-undang ini zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu Certified

Color dan Uncertified Color.

1. Certified Color

Ada dua macam yang tergolong Certified Color yaitu Dye dan Lake.

Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan dye

telah melalui prosedur sertifikasi yang ditetapkan FDA (Food and Drug

Administration). Sedangkan zat pewarna lake yang terdiri dari satu warna dasar,

tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapat sertifikat.

a. Dye

Dye adalah zat pewarna yang pada umumnya bersifat larut dalam air dan

larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah

propilenglikol, gliserin atau alkohol. Dye terdapat dalam bentuk bubur, butiran,

pasta, maupun cairan yang penggunaannya tergantung kondisi bahan, kondisi

proses, dan zat pewarnanya sendiri.

b. Lake

Diizinkan pemakaiannya sejak tahun 1959, dan penggunaanya meluas dengan

cepat. Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna (dye) dengan radikal

bebas (Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina.

Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak larut pada

(15)

pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang tidak terkena air. Lake sering

kali lebih baik digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan

minyak. Daya mewarnai lake adalah dengan membentuk dispersi yang menyebar

pada bahan yang diwarnai.

2. Uncertified Color Additive

Zat pewarna yang termasuk Uncertified Color Additive adalah zat pewarna

mineral, walaupun zat pewarna seperti kantaxantin yang telah dapat dibuat secara

sintetik. Untuk penggunaannya zat pewarna ini bebas dari prosedur sertifikasi dan

termasuk daftar yang telah tetap. Satu-satunya zat pewarna Uncertified Color

Additive yang penggunaanya masih bersifat sementara adalah carbon black

(Winarno, 1995).

2.2.1 Pembagian Zat Pewarna

1. Pewarna Alami

Pewarna alami merupakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau

hewan yang lebih aman untuk dikonsumsi. Contohnya karotenoid adalah

kelompok zat pewarna yang meliputi warna kuning, orange dan merah. Biasanya

terdapat pada tomat, wortel, cabai merah dan jeruk. Sedangkan dari hewan

terdapat dalam lobster (udang) dan kulit udang.

Berikut penjelasan untuk beberapa tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai

pewarna makanan.

a. Buah Bit (pemberi warna pink atau merah keunguan)

Buah berwarna merah tua ini mengandung vitamin A (karotenoid), vitamin

(16)

penyakit hati empedu, penghancur sel kanker dan tumor, mencegah anemia,

menurunkan kolesterol dan membantu produksi sel darah merah.

b. Wortel (pemberi warna kuning/jingga)

Wortel bermanfaat dalam menurunkan kadar kolesterol dalam darah, serta

membantu pertahanan tubuh dari resiko, terutama kanker, paru-paru, kanker

larynk (tenggorokan), esophagus (kerongkongan), prostat, kandung kemih dan

leher rahim.

c. Kunyit (pemberi warna kuning)

Kunyit mengandung curcumin, suatu zat pewarna kuning. Jenis tanaman

obat ini berguna sebagai obat anti gatal dan anti kejang, mengurangi

pembengkakan dan menyembuhkan hidung tersumbat.

d. Daun Suji dan Daun Pandan (pemberi warna hijau)

Daun suji lebih sering dipakai sebagai pewarna pada kue jajan pasar dan

minuman. Daun pandan juga bisa memberikan warna pada masakan dengan cara

menumbuk dan memeras airnya, namun efek warnanya tidak sekuat daun suji

e. Sawi (pemberi warna hijau)

Sayuran ini kaya akan protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A,

Vitamin B dan Vitamin C. Manfaatnya untuk mengurangi rasa gatal di

tenggorokan pada penderita batuk, penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih

kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan

memperlancar pencernaan (Winarno, 1995).

2. Pewarna Sintetik

Pewarna sintetik/buatan adalah pewarna yang biasanya dibuat di

(17)

berbahaya apabila dicampurkan ke dalam makanan. Pewarna sintetik/buatan dapat

menyebabkan gangguan kesehatan terutama pada fungsi hati dalam tubuh kita.

Contoh-contoh zat pewarna sintetik yang digunakan antara lain indigoten, alleura

red, fast green dan tartrazine. Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya

melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali

dikontaminasi oleh arsen atau logam berat lainnya yang bersifat racun (Winarno,

1995).

Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan

dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor

722/Menkes/Per/IX/8 (Cahyadi, 2009).

Tabel 2.1 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia

Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna

(C.I.No.)

Citrus red No. 2 Ponceau 3R Ponceau SX Rhodamin B Guinea Green B

Magenta Oil Oranges SS Oil Oranges XO

Oil Yellow AB (Basic Violet No. 14) (Basic Orange No. 2) (Solvent Yellow No. 2)

(Food Yellow No. 2) (Food Yellow No. 14) (Ext. D & C YellowNo. 1)

(Basic Yellow No. 2) (Solvent Oranges No. 7) (Solvent Oranges No. 5) (Solvent Oranges No. 6)

(18)

Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia

Pewarna Nomor Indeks

Warna (C.I.No.)

Brilliant blue FCF : CI Food Red 2

Erithrosin : CI Food Red 14

Quineline yellow : CI Food yellow 3

2.2.2 Dampak Pewarna Makanan

Pemakaian bahan pewarna sintetis ternyata dapat menimbulkan hal-hal

yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap

kesehatan manusia. Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut

(19)

a. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.

b. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama.

c. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu

tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan

sehari-hari, dan keadaan fisik.

d. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna

sintetis secara berlebihan.

e. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang

tidak memenuhi persyaratan (Cahyadi, 2009).

2.3 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan

tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh Tsweet, yang

telah menggunakannya untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna, dan

nama kromatografi diambil dari senyawa yang berwarna (Sastrohamidjojo, 1985).

Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu satu

fasa tetap (stationary) dan yang lain fasa bergerak (mobile). Fasa bergerak dapat

berupa zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem kromatografi.

Keempat macam sistem kromatografi tersebut adalah:

1). Fasa bergerak zat cair-fasa tetap padat:

Dikenal sebagai kromatografi serapan yang meliputi

- Kromatografi lapisan tipis

- Kromatografi penukar ion.

2). Fasa bergerak gas-fasa tetap padat:

(20)

3). Fasa bergerak zat cair-fasa tetap zat cair:

Dikenal sebagai kromatografi partisi

- Kromatografi kertas

4). Fasa bergerak gas-fasa tetap zat cair:

- Kromatografi gas-cair

- Kromatografi kolom kapiler (Sastrohamidjojo, 1985).

2.4 Kromatografi Kertas

Kromatografi kertas dikenal sebagai “analisa kapiler”. Metode-metode ini

sangat bersesuaian dengan kromatografi serapan dan sekarang kromatografi kertas

dipandang sebagai perkembangan dari sistem partisi. Salah satu zat padat dapat

digunakan untuk menyokong fasa tetap yaitu bubuk selulosa. Mula-mula telah

dilakukan pemisahan asam-asam amino dan peptida-peptida yang merupakan

hasil hidrolisa protein wool dengan suatu cara di mana kolom yang berisi bubuk

diganti dengan lembaran kertas dan kemudian diletakkan dalam bejana tertutup

yang berisi uap jenuh larutan. Ini adalah merupakan jenis dari sistem partisi di

mana fasa tetap adalah air, disokong oleh molekul-molekul selulose dari kertas,

dan fasa bergerak biasanya merupakan campuran dari satu atau lebih

pelarut-pelarut organik dan air. Hasil-hasil yang baik dapat diperoleh dengan peralatan

dan materi-materi yang sangat sederhana. Senyawa-senyawa yang terpisahkan

dapat dideteksi pada kertas dan dapat segera diidentifikasikan. Bahkan jika

dikehendaki, komponen-komponen yang terpisahkan dapat diambil dari kertas

dengan jalan memotong-motongnya dan kemudian dilarutkan secara terpisah

(21)

2.4.1 Cara Kerja Secara Umum

Setetes dari larutan yang mengandung campuran yang akan dipisahkan

diteteskan/diletakkan pada daerah yang diberi tanda di atas sepotong kertas saring

dimana ia akan meluas membentuk noda yang bulat. Bila noda telah kering kertas

dimasukkan dalam bejana tertutup yang sesuai dengan satu ujung, dimana tetesan

cuplikan ditempatkan, tercelup dalam pelarut yang dipilih sebagai fasa bergerak

(jangan sampai noda tercelup karena berarti senyawa yang akan dipisahkan akan

terlarut dari kertas). Pelarut bergerak melalui serat-serat dari kertas oleh gaya

kapiler dan menggerakkan komponen-komponen dari campuran cuplikan pada

perbedaan jarak dalam arah aliran pelarut. Bila permukaan pelarut telah bergerak

sampai jarak yang cukup jauhnya atau setelah waktu yang telah ditentukan, maka

kertas diambil dari bejana dan kedudukan dari permukaan pelarut diberi tanda dan

lembaran kertas dibiarkan kering. Jika senyawa-senyawa berwarna maka akan

terlihat sebagai pita-pita atau noda-noda yang terpisah (Sastrohamidjojo, 1985).

Metoda identifikasi yang paling mudah adalah berdasarkan pada

kedudukan dari noda relatif terhadap permukaan pelarut, menggunakan harga Rf.

Kadang-kadang, terutama pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa

yang susunan kimianya mirip, seperti asam-asam amino, harga-harga Rf sangat

berdekatan satu sama lain. Bila akan melakukan pemisahan dengan kromatografi

kertas maka hal-hal berikut perlu mendapatkan perhatian:

1). Metoda (penaikkan, penurunan atau mendatar)

2). Macam dari kertas

3). Pemilihan dan pembuatan pelarut (fasa bergerak)

(22)

5). Pembuatan cuplikan

6). Waktu pengembangan

7). Metoda deteksi dan identifikasi (Sastrohamidjojo, 1985).

2.4.2 Alat dan Teknik

Metode penurunan. Alat yang pokok adalah berupa bejana yang terbuat

dari gelas, platina atau logam tahan karat yang di atasnya ditutup untuk mencegah

penguapan dari pelarut.

Metode penaikan. Bejana yang digunakan untuk kromatografi penaikan

sama seperti untuk kromatografi penurunan, tetapi pelarut diletakkan di bagian

bawah dari bejana, dan kertas dicelupkan di atasnya.

Metode mendatar. Dalam cara ini kertas dibentuk bulat di tengahnya

diberi lubang sebagai tempat untuk meletakkan sumbu yang terbuat baik dari

gulungan kertas atau dari benang dimana melalui ini pelarut dapat naik yang

kemudian membasahi kertas untuk kemudian mengembang melingkar membawa

senyawa yang dipisahkan (Sastrohamidjojo, 1985).

2.4.3 Kertas

Pekerjaan mula-mula dalam kromatografi kertas dilakukan dengan

menggunakan kertas saring Whatmann No. 1 dan hingga sekarang masih dipakai.

Kertas dalam pemisahan terutama mempunyai pengaruh pada kecepatan aliran

pelarut. Sedangkan fungsi dari kertas sendiri sangat kompleks. Efek-efek serapan

disebabkan oleh sifat polar dari gugus-gugus hidroksil di mana ini kemungkinan

sangat penting dan sejumlah kecil dari gugus karboksil dalam selulosa dapat

(23)

Tabel 2.3 Macam-macam Kertas Kromatografi

Kecepatan aliran

Cepat Sedang Lambat

Kertas-kertas

tipis

No. 4

No. 54

No. 540

No. 7

No. 1

No. 2

No. 20

Kertas-kertas

tebal

No. 31

No. 17

No. 3

No. 3 MM

(Sastrohamidjojo, 1985).

Kertas saring Whatman No.1 biasanya dipotong-potong menjadi beberapa

carik dan cuplikan ditotolkan pada salah satu ujung carik itu. Kromatogram dapat

dikembangkan dengan cara menaik atau menurun. Untuk cara menaik, kertas

digantungkan pada penggantung berbentuk kail yang dipasang pada penutup

bejana kromatografi. Pelarut berada di dasar bejana dan kertas dicelupkan ke

dalam pelarut di dalam wadah dan diberati dengan batang kaca supaya tetap pada

tempatnya. Lembaran kertas diangkat, dikeringkan, dan ditampakkan dengan cara

(24)

2.4.4 Pelarut-Pelarut

Beberapa campuran pelarut dapat dilihat dalam daftar berikut:

Tabel 2.4 Pelarut-pelarut untuk Kromatografi Kertas

Pemisahan Pelarut Perbandingan

Asam-asam amino Asam-asam lemak n-butanol/1,5 M NH3 Larutan jenuh

Fe, Cl, Br, I (garam-garam Na)

Piridin/air 90 : 10

Hg, Pb, Cd, Cu, Bi (klorida-klorida)

n-butanol/3 M HCl Larutan jenuh

(Sastrohamidjojo, 1985).

2.4.5 Cara Pembuatan Cuplikan Pada Kertas

Larutan campuran yang akan dipisahkan ditempatkan pada kertas yang

berupa noda. Biasanya dibiarkan untuk berkembang membentuk suatu bulatan.

Noda sebaiknya dibiarkan kering dalam udara, tetapi bila mungkin dapat

dikeringkan dengan menggunakan udara panas, terutama jika larutan bersifat

asam, karena ia dapat menyebabkan kertas menjadi hitam (Gritter, 1991).

Harus dicegah penempatan larutan terlalu banyak. Karena kelebihan setiap

komponen akan menyebabkan tidak akan tercapainya kesetimbangan partisi

selama bergerak, hingga akan mengakibatkan terjadinya kedudukan/lokasi yang

kabur. Ada beberapa cara pembuatan noda. Salah satu cara adalah dengan

menggunakan gelas kapiler dengan diameter yang sama, di mana cara ini yang

sering digunakan. Sedangkan cara yang lain dapat menggunakan alat penyuntik

(25)

2.4.6 Identifikasi dari Senyawa-senyawa

Dalam mengidentifikasi noda-noda dalam kertas sangat lazim

menggunakan harga Rf (retordation factor) yang didefinisikan sebagai:

Rf = jarak yang digerakkan oleh senyawa

jarak yang digerakkan oleh permukaan pelarut

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga Rf yaitu:

- Pelarut

- Suhu

- Ukuran dari bejana

- Kertas

- Sifat dari campuran

Untuk mengukur Rf perlu melokalisir permukaan pelarut. Harga-harga Rf

biasanya dinyatakan sebagai fraksi/bagian. Perbedaan dalam harga-harga Rf untuk

dua senyawa yang dipisahkan tergantung pada besarnya noda-noda dan

panjangnya aliran pelarut. Cara yang paling mudah dalam mengukur Rf adalah

dengan menggunakan mistar (Sastrohamidjojo, 1985).

Cara lain untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa yaitu dengan

reaksi-reaksi warna yang karakteristik. Reaksi kebanyakan sangat berguna dalam

pemisahan senyawa-senyawa anorganik, tetapi untuk senyawa organik sangat

kecil kejadian-kejadiannya, karena kebanyakan konstituen-konstituen dari

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat

Identifikasi zat pewarna pada saus yang beredar di Pasar Pancur Batu

Kabupaten Deli Serdang secara kromatografi kertas, dilakukan di Balai

Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Jl. Williem Iskandar Pasar V

Barat I No.4 Medan-Estate.

3.2 Sampel, Alat, dan Bahan 3.2.1 Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah sampel saus dengan merk yang berbeda

yang beredar di Pasar Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

3.2.2 Alat-alat

Alat yang digunakan adalah batang pengaduk, beaker glass 250 ml, bulu

domba, chamber 10x20x20 cm, erlenmeyer 250 ml, gelas ukur 25 ml, kertas

timbang, kertas whatman No.1 20x20 cm, labu ukur 100 ml, neraca analitik,

pemanas listrik, penggaris besi 30 cm, pensil, pipet mikro.

3.2.3 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan adalah Ammonia 10%, Asam Asetat 10%,

Aquadest, Metanol, Tri-Natrium Sitrat.

3.3 Prosedur Kerja

Fasadiam : Kertas saring Whatmann No.1

(27)

Baku pembanding :Timbang seksama lebih kurang 50 mg metanil yellow

dan brilliant blue, pindahkan ke dalam labu tentukur 25

ml. Tambahkan metanol secukupnya hingga garis

tanda. Aduk hingga homogen.

3.3.1 Bulu Domba Bebas Lemak

Cara kerja:

a. Bersihkan 10 g bulu domba dengan detergen, bilas dengan aquadest

hingga bersih.

b. Masukan ke dalam beaker glass 100 ml.

c. Tambahkan 25 ml eter, kocok dan ditutup dengan gelas arloji.

d. Rendam selama 12 jam.

e. Angkat bulu domba dan keringkan.

3.3.2 Penyediaan Fasa Diam

Cara kerja:

a. Digunakan kertas saring Whatman No.1 dengan susunan dan tebal

yang sesuai.

b. Diukur kertas saring dengan lebar 20 cm (lebar tidak kurang dari 2,5

cm dan tidak lebih dari panjang bejana) dan panjang 20 cm (panjang

lebih kurang sama dengan tinggi bejana).

c. Buat garis tipis dengan pensil melintang pada kertas saring dengan

jarak 2 cm dari ujung bawah kertas.

d. Tandai titik penotolan dengan jarak 2 cm.

(28)

3.3.3 Penjenuhan Bejana Kromatografi

Cara kerja:

a. Bersihkan bejana kromatografi.

b. Sediakan kertas sarinng dengan ukuran tinggi 18 cm (2 cm di bawah

tinggi bejana) dengan lebar sama dengan panjang bejana. Dapat juga

seluruh sisi bejana dilapisi dengan kertas saring.

c. Masukan lebih kurang 100 ml fasa gerak (campuran

tri-natriumsitrat-amoniak-aquadest) ke dalam bejana kromatografi.

d. Tinggi fasa gerak 0,5 cm sampai 1 cm dari dasar bejana. Kertas saring

harus selalu tercelup ke dalam fasa gerak pada dasar bejana.

e. Bejana ditutup kedap dan biarkan sistem mencapai keseimbangan.

f. Penjenuhan ditandai dengan kertas saring basah seluruhnya.

g. Catat waktu yang dibutuhkan untuk penjenuhan.

3.3.4 Pemeriksaan Zat Pewarna Pada Sampel Saus

Cara kerja:

a. 50 g sampel dimasukkan ke dalam beaker glass.

b. Tambahkan 10 ml asam asetat 10% dan beberapa helai bulu domba

bebas lemak.

c. Didihkan selama 10 menit.

d. Bulu domba diambil dicuci dengan aquadest.

e. Masukkan ke dalam ke cawan porselin yang bersih ditambah 25 ml

NH4OH 10% didihkan 10 menit.

f. Zat warna larut, masuk ke dalam larutan basa.

(29)

h. Larutan berwarna diuapkan di atas penangas air sampai kering.

i. Residu dilarutkan dalam sedikit metanol.

j. Totolkan pada kertas kromatografi sampai jenuh.

k. Dimasukkan kertas kromatografi ke dalam chamber yang berisi eluen:

5 ml NH4OH pekat, 2 g Tri-Natriumsitrat, 95ml aquades.

l. Tutup chamber dan biarkan kertas kromatografi mencapai batas

pengembang.

m. Biarkan sistem bergerak fasa gerak merambat 14 cm di atas titik

penotolan.

n. Angkat kertas kromatografi yang telah mencapai batas pengembang.

o. Keringkan kertas kromatografi.

p. Amati bercak.

q. Dihitung harga Rf.

(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Setelah dilakukan pemeriksaan zat pewarna terhadap saus yang beredar di

Pasar Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang maka dari tiga sampel yang diperiksa,

ketiga sampel tersebut mengandung zat pewarna berbahaya seperti Orange RN

dan Ponceau 3R setelah membandingkan harga Rf-nya dengan harga Rf baku

pembanding. Dalam pemeriksaan ini pelarut yang dipakai adalah pelarut tipe G

sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/Menkes/Per/V/85 tentang

warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya.

4.1.1 Perhitungan

Rf = jarak titik pusat bercak dari titik penotolan (cm) jarak rambat fasa gerak dari titik penotolan (cm)

Sampel :

Saus A : Rf 1 = 1,3/12 = 0,10

Rf 2 = 3,8/12 = 0,31

Saus B : Rf 1 = 1,7/12 = 0,14

Rf 2 = 4,1/12 = 0,34

Saus C : Rf 1 = 3,4/12 = 0,28

Rf 2 = 4,9/12 = 0,40

Baku Pembanding

Orange RN : Rf = 0,28

(31)

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Zat Pewarna Pada Saus Yang Beredar Di Pasar Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

No. Sampel Rf 1 Rf 2 Keterangan

Tabel 4.2 Harga Rf Untuk Berbagai Macam Pelarut

Pewarna Pelarut

(32)

4.2 Pembahasan

Dari hasil identifikasi zat pewarna pada saus secara Kromatografi kertas

dengan menggunakan pelarut tipe G dapat dilihat dari harga Rf, maka dapat

disimpulkan bahwa Saus A dan Saus B mengandung Ponceau 3R dan Orange RN,

sedangkan Saus C hanya mengandung Orange RN yang merupakan pewarna

sintesis yang tidak diperbolehkan.

Orange RN merupakan pewarna orange yang pernah punya nomor indeks

15970 tapi karena jarang dipakai industri, produksinya dihentikan. Selain itu,

dalam percobaan terhadap babi, tikus, dan mencit, Orange RN menunjukkan

dampak yang parah terhadap sistem pembentukan sel darah dan hati. Sedangkan

Ponceau 3R adalah butiran atau serbuk merah hingga merah tua dan mempunyai

sifat tidak berbau. Selain itu, zat tersebut mudah larut dalam air, dalam gliserol P,

serta sukar larut dalam etanol P. Di pasar zat ini banyak dijumpai pada minuman

ringan bahkan beberapa produk sirup. Secara umum zat ini digunakan sebagai

penambah warna makanan seperti saus. Kelompok Ponceau yang dilarang sebagai

pewarna makanan dan minuman seperti Ponceau 3R yang biasa disebut Acid Red,

Ponceau SX (Food Red 1, FD dan C Red no. 4), dan Ponceau 6R. Zat-zat ini

(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian dari tiga sampel saus yang diuji dapat disimpulkan: bahwa

zat pewarna Bahan Tambahan Pangan yang digunakan untuk mewarnai saus

adalah zat pewarna sintetik (buatan) yang tidak diperbolehkan seperti Ponceau 3R

dan Orange RN.

5.2 Saran

1. Disarankan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam membeli dan

mengkonsumsi saus yang beredar di pasaran dengan warna yang mecolok

serta harga yang jauh lebih murah.

2. Disarankan kepada produsen agar memakai zat pewarna yang ditetapkan

oleh Pemerintah yang sesuai dengan SNI atau Permenkes RI

No.772/Menkes/Per/IX/1988 sehingga tidak merugikan kesehatan

konsumen.

3. Disarankan kepada pemerintah untuk melakukan pengawasan secara terus

menerus terhadap bahan makanan yang mengandung zat warna dan

melakukan penyuluhan terhadap industri-industri makanan yang memakai

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2009). Mc Donald Say No to Tomat. Jakarta.www. kaskus.us. diaskes tanggal 11 Juni 2009.

Cahyadi, W. (2009). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Makanan.

Edisi ke-2. Bandung: Bumi Aksara. Halaman 25-36.

Cahyadi, W. (2009). Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 63-74.

Depkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/Menkes/Per/V/1985 Tentang Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya.

Depkes RI, Jakarta.

Gritter, Roy J. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB. Halaman 157.

Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. Halaman 1-24.

Syah, P. (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Makanan. Jakarta. Balai Penerbit: FK UI. Halaman 37-43.

(35)

LAMPIRAN 1

TABEL PELARUT DALAM PERCOBAAN KROMATOGRAFI

A n-butanol

Asam asetat glacial Air suling

40 bagian volume 10 bagian volume 20 bagian volume

B Iso-butanol Etanol air suling Air suling

Pada 99 bagian volume campuran, tambahkan 1 bagian volume amoniak pekat

30 bagian volume 20 bagian volume 20 bagian volume

C Fenol 80 bagian volume

D Air suling Etil metil keton Aseton

Air suling Amonia pekat

20 bagian volume 350 bagian volume 150 bagian volume 150 bagian volume 1 bagian volume Etil metil keton

Aseton Air suling

50 bagian volume 30 bagian volume 30 bagian volume

F Etil asetat Piridin Air suling

11 bagian volume 5 bagian volume 4 bagian volume

G Encerkan 5 ml ammonia pekat dengan air suling hingga 100 ml tambahkan 2 g Trinatrium sitrat dan larutkan

(36)

LAMPIRAN 2

Gambar 1. Sampel A

Gambar 2. Sampel B

(37)

Gambar 4. Residu dalam metanol

Gambar

Tabel 2.1 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia
Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia
Tabel 2.3 Macam-macam Kertas Kromatografi
Tabel 2.4 Pelarut-pelarut untuk Kromatografi Kertas
+5

Referensi

Dokumen terkait

We develop a discontinuous ®nite element method for advection±di€usion equations arising in contaminant transport problems, based on the Local Discontinuous Galerkin (LDG) method

Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi kepala Desa, arah kebijakan pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan

We used a transient groundwater ¯ow model with particle tracking to show that mixing caused by ¯uctu- ations in recharge rate and lake levels causes vertical transverse dispersion.

Secara skematik pembelajaran penerapan sistem tersebut sebagai berikut: (i) melalui Musrenbang desa Pemerintah Desa mempertemukan visi dan misi kepala desa terpilih dengan

The propagation speed of the shock wave increases as the depth ratio decreases in supercritical dam-break ¯ows.. Also, the propagation speed decreases as the channel friction

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI TENTANG PEDOMAN KEWENANGAN BERDASARKAN HAK ASAL USUL DAN KEWENANGAN LOKAL

PENERIMAAN REMITANSI TENAGA KERJA INDONESIA TAHUN

 Group behavior, group dynamics, communication patterns, leadership, power and politics as well as conflict.  Organization