• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Usaha Agribisnis Di Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Usaha Agribisnis Di Kabupaten Karo"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS

DI KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

HENKI MANUSUN SIHOMBING

050501070

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

N a m a : HENKI MANUSUN SIHOMBING

N I M : 050501070

Departemen : EKONOMI PEMBANGUNAN

Konsentrasi : EKONOMI PERENCANAAN

Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI KABUPATEN KARO

Tanggal ... Pembimbing Skripsi,

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec. NIP. 130 905 127

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

H a r i : JUMAT

Tanggal : 03 Juli 2009

N a m a : HENKI MANUSUN SIHOMBING

N I M : 050501070

Departemen : EKONOMI PEMBANGUNAN

Konsentrasi : PERENCANAAN

Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI KABUPATEN

KARO

Ketua Departemen, Pembimbing Skripsi,

(Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec) (Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec. NIP. 132206574 NIP. 130 905 127

)

Penguji I Penguji II

(Drs. H. B Tarmizi, SU)

NIP. 130936882 NIP. 132325716

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

N a m a : HENKI MANUSUN SIHOMBING

N I M : 050501070

Departemen : EKONOMI PEMBANGUNAN

Konsentrasi : EKONOMI PERENCANAAN

Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI KABUPATEN KARO

Tanggal ... Ketua Departemen,

(Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec) NIP. 132206574

Tanggal ... Dekan,

(Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec NIP. 131285985

(5)

ABSTRACT

This research analyzes the relation between the agribussiness developing and Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agricultural sector in Karo Regency. The object to exhibite how the agribussiness developing can effect the Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agricultural sector, by determine the independent variables that is wide of tune, employee, investment in agricultural sector. Theory of agribussiness developing and Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agricultural sector with Ordinary Least Square (OLS) model were used to exhibite how many influence of independent variablest to dependent variable.

The results shows that there is a significant influence of the agribissiness developing to Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agriculture sector by 0,96 coefficient of determinant (R-Square). While, each of the independent variablest has the significant effect to dependent variable. There fore, the scription concludes that the agribusiness developing is so important to solve agribusiness problems in Karo Regency.

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisa hubungan antara pengembangan usaha agribisnis dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam sektor pertanian di Kabupaten Karo. Objek penelitian menunjukkan bagaimana pengembangan usaha agribisnis dapat mempengaruhi PDRB sektor pertanian, yang dipengaruhi variabel independen yaitu luas lahan pertanian, tenaga kerja sektor pertanian dan investasi sektor pertanian. Teori dari pengembangan usaha agribisnis dan PDRB sektor pertanian dengan model kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/ OLS) menunjukkan bagaimanan pengaruh variabel indevenden terhadap variabel dependen.

Hasilnya menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan dari pengembangan usaha agribisnis terhadap PDRB sektor pertanian dengan koefisien determinan (R-square) sebesar 0,96. Selain itu, semua variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan kepada variabel dependen. Oleh sebab itu, skripsi ini menyimpulkan bahwa pengembangan usaha agribisnis sangat penting untuk memecahkan masalah agribisnis di Kabupaten Karo.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Tuhan Yesus Kristus sebagai sumber segala hikmat yang telah melimpahkan berkat dan karunianya sejak masa awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini, adapun guna penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Adapun Skripsi ini berjudul “Analisis Faktor– Faktor Yang Mempengaruhi

Pengembangan Usaha Agribisnis di Kabupaten Karo“ dimana isi dan materi

skripsi ini didasarkan pada literatur dengan menganalisis data- data sekunder yang diperoleh dari Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karo, BPS Sumatra Utara dan Dinas Pertanian Kabupaten Karo.

Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, memberikan bimbingan, saran, kritik dan dorongan moril baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, antara lain :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M. Ec., sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M. Ec., sebagai Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

(8)

dan masukan selama masa penyelesaian skripsi ini mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. H. B Tarmizi, SU, sebagai dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 5. Bapak Syarief Fauzi, SE, M.Ak, sebagai dosen penguji II menggantikan Ibu

Dra. T Diana Bakti Msi, yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

7. Seluruh staf pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Tingkat I Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karo dan Departemen Pertanian Kabupaten Karo yang telah banyak membantu dalam memperoleh data yang berhubungan dengan skripsi ini.

8. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta St. Bisker Sihombing dan Riameja Marbun, yang telah mengasuh, telah bersabar mendidik saya yang banyak kesalahan, memberikan nasihat serta motivasi baik moril maupun materi, juga kepada Saudara-saudariku tercinta (Kaka Betti , Kaka Mega, Kaka Devi, Fernando dan Lae Gibson Pasaribu) yang telah banyak memberikan motifasi dan sabar menghadapi saya.

(9)

10.Kepada sahabat- sahabat EP’05 terspesial Punguan EPOS dan Anak- anak Kost B’58, Bungker Gorengan B’50 dan seluruh angkatan di Ekonomi Pembangunan atas kebersamaan kita selama ini dan juga motivasi, bantuan ide serta sahabat dan teman lama yang telah memberikan doa dan semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

11.Kepada Alumni, Jemaat dan Koordinasi P3KS Jl.Berdikari terspesial Koordinasi 2008-2009 yang telah memberikan doa, semangat, ide oleh (Alex, Roymancon), dan Dia yang telah menjadi inspirasi saya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

12.Kepada Kelompok Kecil dan KTB saya Daut, Richad, Eko, Rudi, Dinan, Andi, Joni terkhusus buat B’Samuel, B’Erwin dan K’Dewi atas kebersamaan kita, doa, semangat dan ide.

13.Kepada Alumni, Dansat, Wadansat, Rekan- rekan Perwira Staf serta Rekan- rekan Resimen Mahasiswa (Menwa) KP Batalyon A USU atas kebersamaan kita selama ini dan juga bantuan ide atau gagasan dan motivasi.

Medan, 25 Juni 2009 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Hipotesis ... 7

1.4 Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Ilmu Pertananian ... 9

2.1.1 Sub Sektor Tanaman Pangan ... 10

2.1.2 Sub Sektor Hortikultura ... 10

2.1.3 Sub Sektor Tanaman Perkebunan... 11

2.1.4 Sub Sektor Peternakan... 11

2.1.5 Sub Sektor Perikanan... 11

(11)

2.2 Agribisnis ... 15

2.3 Pengembangan Agribisni... 16

2.4 Produk domestik Regional Bruto (PDRB) ... 19

2.4.1 Pengertian Produk Domestik Regional (PDRB) ... 19

2.4.2 Metode Perhitungan PDRB ... 22

2.4.3 Teori- Teori PDRB... .. 25

2.5 Luas Lahan... 27

2.5.1 Teori Tentang Lahan... 30

2.6 Tenaga Kerja ... 32

2.6.1 Pengertian Tenaga Kerja... 32

2.6.2 Teori Tentang Tenaga Kerja... 34

2.6.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja.39 2.7 Investasi... 42

2.7.1 Pengertian Investasi... 42

2.7.2 Teori Investasi... 43

2.7.3 Pembagian Investasi... 44

2.7.4 Fungsi Investasi... 46

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian. ... 49

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 49

3.3 Metode Penelitian dan Tekhnik Pengumpulan Data ... 50

(12)

3.5 Model Analisis Data ... 50

3.6 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) ... 51

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square) ... 51

3.6.2 Ujj F-statistik ... 52

3.6.3 Uji t-Statistik ... 52

3.7 Uji Asumsi Klasik ... 53

3.7.1 Multikolinearity ... 53

3.7.2 Autokorelasi... 54

3.8 Defenisi Operasional ... 55

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif daerah Penelitian ... 56

4.1.1 Gambaran Umum Wilayah Kabuapaten Karo ... 56

4.1.2 Peranan Kabupaten Karo Terhadap Perekonomian Sumatera Utara. ... 62

4.2 Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Karo ... 64

4.3 Perkembangan Luas Lahan Sektor Pertanian Kabupaten Karo ... 67

4.4 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Kabupaten Karo ... 69

4.5 Perkembangan investasi sektor pertanian Kabupaten Karo ... 71

4.6 Analisa dan Pembahasan ... 73

4.6.1 Hasil Penelitian... 73

4.7 Test Goodnes of Fit... 75

(13)

4.7.2 Uji F-Statistik... 76

4.7.3 Uji t-statistik... 77

4.8 Uji Asumsi Klasik... 81

4.8.1 Multikolinearitas... 81

4.8.2 Autokorelasy... 82

4.8.3 Pembahasan... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

4.1 : Luas Wilayah Kabupaten Karo Tahun 2007... 59

4.2 : Banyaknya penduduk, kepadatan penduduk dan persentase penduduk Kabupaten Karo Berdasarkan Kecamatan Tahun 2007... 60

4.3 : Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Pekerjaan Utama dan Jenis kelamin Tahun 2007... 61

4.4 : Perbandingan PDRB Kabupaten Karo Terhadap PDRB Sumatera Utara Tahun 2007... 63

4.5 : PDRB Kabupaten Karo Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Pada Sektor Petanian Tahun 1990- 2007 ... 66

4.6 : Luas Lahan Sektor Pertanian Kabupaten Karo Tahun 1990-2007... 68

4.7 : Tenaga Kerja Sektor Pertanian Kabupaten Karo Tahun 1990-2007... 70

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Gambar Halaman

1.1 : Grafik Distribusi persentase PDRB Kab Karo menurut

lapangan usaha ADHB tahun 2005... 5

1.2 : Grafik Distribusi persentase PDRB Kab Karo menurut lapangan usaha ADHB tahun 2007... 6

2.1 : Mata Rantai Kegiatan Agribisnis... 13

2.2 : Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO)... 33

2.3 : Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja... 35

2.4 : Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja... 35

2.5 : Fungsi Investasi Autonomi dan Fungsi Investasi Terpengaruh... 48

4.1 : Peta Prakiraan Sifat Hujan Kabupaten Karo... 58

4.2 : Grafik Perkembangan PDRB ADHB 1990-2007 Kab Karo... 67

4.3 : Grafik Luas Lahan Sektor Pertanian Kab Karo 1990- 2007... 69

4.4 : Grafik Tenaga Kerja Sektor Pertanian Kab Karo 1990- 2007... 71

4.5 : Grafik Investasi Sektor Pertanian Kab Karo 1990- 2007... 73

4.6 : Kurva uji F-statistik... 77

4.7 : Uji t-statistik pada variabel LNX1(-1)... 78

4.8 : Uji t-statistik pada variabel LNX2... 79

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. LAMPIRAN

1. Data Penelitian 2. Hasil Estimasi

(17)

ABSTRACT

This research analyzes the relation between the agribussiness developing and Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agricultural sector in Karo Regency. The object to exhibite how the agribussiness developing can effect the Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agricultural sector, by determine the independent variables that is wide of tune, employee, investment in agricultural sector. Theory of agribussiness developing and Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agricultural sector with Ordinary Least Square (OLS) model were used to exhibite how many influence of independent variablest to dependent variable.

The results shows that there is a significant influence of the agribissiness developing to Product Domestic Regional Bruto (PDRB) in agriculture sector by 0,96 coefficient of determinant (R-Square). While, each of the independent variablest has the significant effect to dependent variable. There fore, the scription concludes that the agribusiness developing is so important to solve agribusiness problems in Karo Regency.

(18)

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisa hubungan antara pengembangan usaha agribisnis dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam sektor pertanian di Kabupaten Karo. Objek penelitian menunjukkan bagaimana pengembangan usaha agribisnis dapat mempengaruhi PDRB sektor pertanian, yang dipengaruhi variabel independen yaitu luas lahan pertanian, tenaga kerja sektor pertanian dan investasi sektor pertanian. Teori dari pengembangan usaha agribisnis dan PDRB sektor pertanian dengan model kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/ OLS) menunjukkan bagaimanan pengaruh variabel indevenden terhadap variabel dependen.

Hasilnya menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan dari pengembangan usaha agribisnis terhadap PDRB sektor pertanian dengan koefisien determinan (R-square) sebesar 0,96. Selain itu, semua variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan kepada variabel dependen. Oleh sebab itu, skripsi ini menyimpulkan bahwa pengembangan usaha agribisnis sangat penting untuk memecahkan masalah agribisnis di Kabupaten Karo.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia telah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa peran penting sektor pertanian antara lain adalah sebagai sumber devisa Negara, sebagai penyediaan lapangan kerja yang ekstensif, penyediaan bahan baku industri, dan dalam penyediaan pangan penduduk Indonesia yang jumlahnya 212 juta jiwa (BPS, 2002). Perubahan lingkungan strategis seperti globalisasi ekonomi, otonomi daerah, dan tuntutan masyarakat dunia akan produk hortikultura yang aman dikonsumsi serta kelestarian lingkungan menuntut adanya perubahan kebijakan pengembangan agribisnis yang berdaya saing.

(20)

semacam ini bisa menjadi tidak menguntungkan baik ditinjau dari penggunaan sumber daya domestik maupun perdagangan antar wilayah.

Ditinjau dari aspek permintaan, prospek permintaan domestik terus meningkat baik dalam bentuk konsumsi segar maupun olahan, sebagai akibat dari peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta berkembangnya pusat kota, industri dan pariwisata. Sementara itu, Globalisasi ekonomi telah mendorong kondisi perekonomian menjadi semakin komplek dan kompetitif sehingga

menuntut tingkat efisiensi usaha yang tinggi, yang mengharuskan orientasi

pembangunan pertanian dirubah dari orientasi produksi kearah orientasi peningkatan

pendapatan petani. Guna mendukung perubahan orientasi pembangunan pertanian ini

pendekatan pembangunan pertanian tidak lagi melalui pendekatan usaha tani

melainkan melalui pengembangan agribisnis (Yasin dkk, 2002).

(21)

Bagi Indonesia pengembangan usaha agribisnis cukup prospektif karena

memiliki kondisi yang menguntungkan antara lain; berada di daerah tropis yang

subur, keadaan sarana prasarana cukup mendukung serta adanya kemauan politik

pemerintah untuk menampilkan sektor agribisnis sebagai prioritas dalam

pembangunan. Tujuan pembangunan agribisnis adalah untuk meningkatkan daya

saing komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

mengembangkan kemitraan usaha. Dengan visi mewujudkan kemampuan

berkompetisi merespon dinamika perubahan pasar dan pesaing, serta mampu ikut

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indonesia dikenal sebagai Negara yang kaya

akan keragaman sumber daya alamnya, termasuk hasil buah-buahan, sayuran dan

bunga (Hortikultura) serta produk pertanian tropis lainnya, namun kenyataannya

sejauh ini pemasok devisa utama masih berasal dari perkebunan dan perikanan.

Bertambah cepatnya pertumbuhan sub sektor perikanan, perkebunan dan peternakan

disebabkan karena perilaku petani maupun pengusaha lebih berfikir maju, yang

ditandai oleh; cepatnya mengadopsi inovasi baru, berani menanggung resiko dan mau

mencoba hal-hal baru (Soekartawi, 1994).

(22)

juga dikenal sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur- mayur dan buah- buahan); misalnya Jeruk Medan, Jambu Deli, Sayur Kol, Tomat, Kentang, dan Wortel yang dihasilkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Produk holtikultura tersebut telah diekspor ke Malaysia, Jepang, Belanda dan Singapura.

Kabupaten Karo adalah salah sat dataran tinggi Karo ini bisa ditemukan indahnya nuansa alam pegunungan dengan udara yang sejuk dan berciri khas daerah buah dan sayur yang berkontribusi terbesar terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karo. Hal ini didukung oleh tidak sedikitnya kekayaan alam yang tersedia sehingga menarik peluang pasar untuk menanamkan modal. Hal ini kemudian berimbas dengan mulai menjamurnya perusahaan atau industri. Hingga tahun 2003 tercatat sebanyak 3.225 perusahaan yang mempekerjakan sebanyak 6.518 tenaga kerja dengan total investasi

sebesar Rp 15.271.000.000

(23)

nilai kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Karo meningkat menjadi Rp 2.681.189.580.000. Hal ini diakibatkan oleh pertumbuhan sektor- sektor lainnya, seperti sektor pertambangan/ penggalian sebesar 0,29% pada tahun 2005 menjadi 0,32% pada tahun 2009 dan juga terjadinya perubahan atau pemakaian lahan pertanian sebagai tempat bangunan- bangunan industri, perumahan, hotel dan lain sebagainya. Peningkatan kontribusi sektor pertanian yang terdiri atas sub sektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Karo menunjukkan bahwa sektor ini memegang peranan penting dalam tatanan perekonomian Kabupaten Karo.

Grafik 1.1

(24)

Grafik 1.2

Sumber: BPS Kabupaten Karo Dalam Angka 2007.

Hal ini juga ditunjukkan oleh peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karo dari sektor pertanian antara 2005 dan 2007 sebesar 20,23%, dimana peningkatan dan pertumbuhan sektor pertanian relatif lebih tinggi dibanding dengan sektor lain (Grafik 1.1 dan 1.2). Artinya pada kondisi ekonomi yang cukup buruk tersebut sektor pertanian mampu bertahan dan bahkan menjadi penyelamat perekonomian Kabupaten Karo.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi

(25)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa besar pengaruh luas lahan sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

2. Berapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja dalam sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

3. Berapa besar pengaruh investasi sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

1.3. Hipotesa

Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesanya adalah sebagai berikut:

1. Luas lahan sektor pertanian berpengaruh positif terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

2. Jumlah tenaga kerja dalam sektor pertanian berpengaruh positif terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

(26)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

1. Tujuan Penelitian.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh luas lahan sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja dalam sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh investasi sektor pertanian terhadap pengembangan usaha agribisnis di Kabupaten Karo.

2. Manfaat Penelitian.

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi kalangan akademis, peneliti dan mahasiswa fakultas ekonomi terutama Ekonomi Pembangunan yang akan melakukan penelitian selanjutnya.

2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis yang penulis tekuni. 3. Sebagai tambahan, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Ilmu Pertanian

Pertanian merupakan kegiatan dalam usaha mengembangkan (reproduksi) tumbuhan dan hewan dengan maksud supaya tumbuh lebih baik untuk memenuhi kebutuhan manusia, misalnya bercocok tanam, beternak, dan melaut. Pertanian juga sebagai jenis usaha atau kegiatan ekonomi berupa penanaman tanaman atau usahatani (pangan, hotikultura, perkebunan, dan kehutanan), peternakan (beternak) dan perikanan (budi daya dan menangkap). Sementara petani adalah orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di dalam bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usaha tani, peternakan, perikanan (termasuk penangkapan ikan), dan pemungutan hasil laut (Surahman et. al, 1999).

Sektor pertanian terdiri atas subsektor (Rahim dan Hastuti, 2007), yaitu: 1. Tanaman pangan

2. Hortikultura

3. Perkebunan.

4. Perikanan.

5. Peternakan, dan

(28)

Dalam penelitian kali ini, penulis akan menitip beratkan pada subsektor.

2.1.1. Sub Sektor Tanaman Pangan

Subsektor tanaman pangan (food) dikenal juga sebagai makanan pokok. Suatu komoditas termasuk sebagai makanan pokok jika dikonsumsi (dimakan) secara teratur oleh kelompok penduduk dalam jumlah yang cukup besar. Sebagai contoh tanaman pangan adalah padi dan palawija (kedelai, kacang hijau, jagung dan gandum). Pangan menurut Suharja et. Al (1985) merupakan bahan- bahan yang dimakan sehari- hari untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian jaringan tubuh yang rusak.

2.1.2 Sub Sektor Hortikultura

Subsektor tanaman holtikultura (horticulture) merupakan cabang ilmu pertanian yang membicarakan masalah budi daya tanaman yang menghasilkan buah, sayuran, tanaman hias, serta rempah- rempah dan bahan baku obat tradisional (Soenoeadji: 2001). Contoh tanaman buah- buahan antara lain apel (pyrusmalus), anggur (vitis sp), alpukat (porsea americana), belimbing manis (averrloa carambola), dan jeruk (citrus sp). Contoh tanaman sayur adalah kubis/ kol (brassica

oleracea), cabai (capsicum sp), kapri (pisum sativun), bayam (amaratum sp), labu

(29)

2.1.3. Subsektor Tanaman Perkebunan

Subsektor tanaman perkebunan (plantation) sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian (Deptan) dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tanaman tahunan atau keras (perennial crop) dan tanaman semusim (annual crop). Tanaman yang termasuk perennial crop adalah kakao, karet, kopi, teh, kelapa,

kelapa sawi, kina, kayu manis, cengkeh, kapuk, lada, pala, jambu mete dan sebagainya. Sementara annual crop antara lain tebu, tembakau, kapas, rosella, dan rami.

2.1.4. Subsektor Peternakan

Subsektor peternakan (cattle raising) terdiri dari komoditas unggas (ayam dan itik yang menghasilkan telur dan daging), sapi potong dan kambing yang menghasilkan daging, serta sapi perah menghasilkan susu.

2.1.5. Subsektor Perikanan

Subsektor perikanan (fishery) terdiri dari perikanan laut (penangkapan di laut misalnya ikan tuna dan tenggiri serta budi daya di laut, muara dan sungai misalnya tiram dan mutiara) dan perikanan darat (penangkapan di perairan umum, yaitu di sungai, waduk dan rawa; serta budi daya di darat, yaitu tambak, kolam, keramba, dan sawah).

2.1.6. Subsektor Kehutanan

(30)

ekspor, misalnya hutan jati, hutan wisata untuk keperluan wisata; serta hutan suaka alam seperti flora fauna dan marga satwa (binatang liar) yang mempunyai nilai khas.

2.2 Agribisnis

Menurut soekartawi (1990) dalam bukunya agribisnis teori dan aplilkasinya mengatakan bahwa semakin bergemanya kata “Agribisnis” ternyata belum diikuti dengan pamahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal, pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari konsep semula yang dimaksud.

Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan pertanian. Menurut Arsyad dkk. (1985), yang dimaksud dengan agribisnis adalah:

“Suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan

dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada

hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud dengan ada

hubungannya dengan pertanian dalam arti yang luas adalah kegiatan usaha

yang menunjang kegiatan pertanian baik kegiatan usaha yang ditunjang oleh

kegiatan pertanian”.

(31)

AGRIBISNIS

Gambar 2.1. Mata Rantai Kegiatan Agribisnis (Arsyad dkk, 1985).

Sumber: Agribisnis Teori dan Aplikasi ( Soekartawi, 1990)

Bagi Indonesia, agribisnis berkembang dan berprospek cerah karena kondisi daerah yang menguntungkan, antara lain:

1. Lokasinya digaris khatulistiwa yang menyebabkan adanya sinar matahari yang cukup bagi perkembangan sektor pertanian. Suhu tidak terlalu panas dan karena agroklimat yang relatif baik, maka kondisi lahan juga relatif subur.

2. Lokasi Indonesia berada diluar zona angin taifun seperti banyak yang manimpa Filipina, Taiwan dan Jepang.

(32)

3. Keadaan sarana dan prasarana seperti daerah aliran sungai, tersedianya bendungan irigasi, jalan dipedesaan yang relatif baik, mendukung berkembangnya agribisnis.

4. Adanya kemauan politik pemerintah yang masih menempatkan sektor pertanian menjadi sektor yang mendapatkan prioritas.

Walaupun sektor pertanian telah mengalami kemajuan yang cukup nyata selama empat pelita yang lalu, namun disana-sini masih terdapat hambatan- hambatan yang masih perlu dibenahi. Menurut Perhepi (1989), hambatan dalam pengembangan agribisnis di Indonesia terletak pada berbagai aspek antara lain:

1. Pola produksi pada beberapa komoditi pertanian tertentu terletak di lokasi yang terpencar- pencar, sehingga penyulitkan pembinaan dan menyulitkan terciptanya efisiensi pada skala usaha tertentu.

2. Sarana dan prasarana, khususnya yang ada diluar jawa terasa belum memadai, sehingga menyulitkan untuk mencapai efisiensi usaha pertanian.

(33)

4. Sering dijumpai adanya pemusatan agroindustri yang terpusat di kota- kota besar, sehingga nilai bahan baku pertanian menjadi lebih mahal untuk mencapai lokasi agrobisnis tersebut.

5. Sistem kelembagaan, terutama di pedesaan terasa masih lemah sehingga kondisi seperti ini kurang mendukung berkembangnya kegiatan agribisnis. Akibat dari lemahnya kelembagaan ini dapat dilihat dari berfluktuasinya produksi dan harga komoditi pertanian.

Masalahnya bukan saja terletak pada aspek produksi, pegolahan hasil dan pemasaran saja, tetapi juga pengaruh yang lain. Dengan adanya persaingan yang ketat tentang pemasaran hasil pertanian di pasaran dunia (world market), menuntut peranan kualitas produk, dan kemampuan menerobos pasar dunia menjadi sangat penting. Kemampuan mengantisipasi pasar (market intelligent), juga menjadi amat penting dan untuk itu bentuk usaha yang skala kecil perlu bergabung dalam skala usaha yang lebih besar agar mampu bersaing dipasaran internasional. Untuk menjaga kelangsungan kemampuan menerobos pasar ini, maka kontinuitas bahan baku pertanian perlu dijamin; bukan saja pada jumlah bahan baku yang diperlukan tetapi juga kualitas dan kontinuitasnya.

2.3. Pengembangan Agribisnis

(34)

ada pula golongan petani yang dikenal dengan istilah petani subsistem yang dicirikan oleh kemauan mereka untuk tujuan memaksimumkan kepuasan (utility maximization) dari pada memaksimumkan keuntungan.

Dari pengamatan para ahli proses pengambilan keputusan (decision making behaviour) yang dilakukan oleh petani dan golongan masyarakat terhadap teknologi

baru dapat beraneka ragam tergantung dari situasi dan kondisi setempat; namun paling tidak ada enam kategori, yaitu:

1. Yang berkaitan dengan pentingnya aspek sosial-ekonomi.

2. Yang berkaitan dengan faktor resiko dan ketidakpastian.

3. Yang berkaitan dengan keterbatasan penguasaan sumber daya.

4. Yang berkaitan dengan potensi desa atau kelompok masyarakat desa.

5. Yang berkaitan dengan model pembangunan petani kecil.

6. Yang berkaitan dengan aspek ekonomi yang lain.

(35)

kompleks, yaitu meliputi kaitan mulai dari proses produksi, pengolahan sampai pada pemasaran hasil pertanian termasuk didalamnya kegiatan lain yang menunjang kegiatan proses produksi pertanian.

Pengembangan agribisnis Indonesia mempunyai posisi yang strategis antara lain karena pertimbangan sebagai berikut:

1. Letak geografis Indonesia yang dekat dengan pasar dunia (world market) yang kini bergerak ke Asia- Pasifik.

2. Kondisi investasi untuk tujuan ekspor, baik dibidang pertanian maupun non migas lainnya, cukup mendukung sebagai akibat kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi.

3. Masih banyaknya sumber alam khususnya untuk kegiatan disektor pertanian yang belum dimanfaatkan seoptimal mungkin.

4. Semakin baiknya nilai tambah dan kualitas produk pertanian yang mampu menerobos pasar dunia.

5. Masih besarnya (sekitar 54%) tenaga kerja disektor pertanian.

Pola dan hubungan seluruh mata rantai agribisnis didalam negeri pada umumnya belum optimal, karena beberapa faktor antara lain:

(36)

2. Sarana dan prasarana ekonomi (di daerah tertentu misalnya di luar Jawa dan Bali) khususnya di daerah sentral produksi belum memadai.

3. Pola agroindustri yang cenderung terpusat di daerah perkotaan dan bukan di daerah pedesaan atau daerah sentral produksi.

4. Kondisi georafis Indonesia yang terdiri dari kepulauan dan juga karena kondisi trasportasi khususnya di luar Jawa dan Bali yang belum memadai, sehingga biaya trasportasi menjadi relatif mahal.

5. Sistem klembagaan di pedesaan, baik kelembagaan keuangan, pasar atau informasi pasar yang belum memadai.

Empat aspek seperti yang dikemukakan Mosher perlu diubah dan diarahkan untuk memperhatikan aspek tersebut yaitu:

1. Pemanfaatan sumber daya dengan tanpa merusak lingkungannya (resource endowment).

2. Pemanfaatan teknologi yang senantiasa berubah (technological endowment).

3. Pemanfaatan institusi (kelembagaan) yang menguntungkan (institutional endowment).

(37)

2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

2.4.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Nilai akhir dari PDRB akan sama dengan total nilai nominal dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta ekspor bersih (salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu daerah dalam satu periode tertentu adalah PDRB). (BPS,1992)

Konsumsi (consumption) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok: barang tidak tahan lama, barang tahan lama, dan jasa. Barang tidak tahan lama (nondurable goods) adalah barang- barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Barang tahan lama (durable goods) adalah barang- barang yang memiliki usia panjang, seperti mobil dan televise. Jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan, seperti potong rambut dan berobat ke dokter.

(38)

Pengeluaran pemerintah (government expenditure) adalah barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Kelompok ini meliputi paralatan militer, jalan layang, dan jasa yang diberikan pegawai pemerintah. Ini tidak termasuk pembayaran transfer kepada indifidu, seperti jaminan sosial dan kesejahtraan, karena merelokasi pendapatan yang ada dan tidak membuat perubahan dalam barang dan jasa. (BPS,1992)

Ekspor bersih (nett export) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang di impor dari Negara alin. Ekspor bersih menunjukkan pengeluaran bersih dari luar negeri pada barang dan jasa kita, yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik.

Umumnya PDRB dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu PDRB atas harga berlaku (nominal) dan PDRB atas harga konstan (riil). PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada setiap tahun. Jadi, pada PDRB atas harga berlaku sudah termasuk unsur inflasi. Sedangkan PDRB atas harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu, misalnya 1983, 1993, atau 2002. PDRB atas harga konstan meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat, sedangkan PDRB atas harga berlaku bisa meningkat karena produksi naik atau harga turun (BPS,1992)

(39)

harga implisit untuk PDRB, yang didefinisikan sebagai rasio PDRB atas harga berlaku terhadap PDRB atas harga konstan.

Deflator PDRB=

Deflator PDRB mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga dalam perekonomian.

2.4.2. Metode Perhitungan PDRB

Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menghitung PDRB adalah sama dengan konsep untuk menghitung Produk Nasional (Gross National Product) dan Produk Domestik Bruto (Gross Domestik Bruto).

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menghitung PDRB, yaitu:

a. Metode Langsung.

1. Pendekatan Produksi (Production Approach)

PDRB merupakan jumlah nilai tambah bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi disuatu wilayah dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NPB adalah nilai produksi bruto dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi.

(40)

Dimana:

Y = PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).

P1,P2,…Pn = Harga satuan produk pada satuan masing- masing sektor ekonomi. Q1,Q2,…,Qn = Jumlah produk pada satuan masing- masing sektor ekonomi yang

dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari adanya perhitungan ganda.

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor- faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka nilai tambah bruto adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan; semuanya belum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pola komponen penyusutan dan pajak tidak langsung neto.

Y = Yw + Yr+ Yi+ Yp Dimana:

Y = PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Yw = Pendapatan upah/ gaji

(41)

3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor bersih di dalam suatu wilayah tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan nilai tambah bruto bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.

Y = C+ I + G+ ( X- M) Dimana:

Y = PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)

C = Pengeluaran rumah tangga konsumen untuk konsumsi I = Pengeluaran rumah tangga perusahaan untuk investasi G = Pengeluaran rumah tangga pemerintah

(XM) = Ekspor netto atau pengeluaran rumah tangga luar negeri.

Yang dihitung hanya nilai transaksi- transaksi barang jadi saja, untuk menghindari adanya perhitungan ganda.

b. Metode Tidak Langsung (Alokasi).

(42)

Pendapatan regional suatu daerah dapat diukur untuk menghitung kenaikan tingkat pendapatan masyarakat. Kenaikan ini dapat disebabkan karena dua faktor yaitu:

1. Kenaikan pendapatan yang benar- benar bisa manaikkan daya beli penduduk (kenaikan riil)

2. Kenaikan pendapatan yang disebabkan oleh karena inflasi, sedangkan kenaikan pendapatan yang disebabkan karena kenaikan harga pasar tidak menaikkan daya beli penduduk dan kenaikan seperti ini merupakan kenaikan pendapatan yang tidak riil. Pendapatan regional dengan faktor inflasi (faktor inflasi belum dihilangkan) merupakan pendapatan regional dengan harga berlaku, sedangkan pendapatan regional dimana faktor inflasi tidak lagi diperhitungkan disebut dengan pendapatan regional atas dasar harga konstan.

2.4.3Teori- Teori PDRB

(43)

a. Teori Pertumbuhan Klasik

Tokoh klasik ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, dan Maltus yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: luas tanah, jumlah penduduk, jumlah barang modal, dan teknologi yang digunakan. Para tokoh ini lebih mengfokuskan perhatiannya pada pengaruh pertambahan pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka mengasumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Ahli ekonomi klasik yakin dengan adanya perekonomian persaingan yang sempurna maka seluruh sumber ekonomi dapat dimanfaatkan dengan maksimal atau full employment. Para ahli ekonomiklasik menyatakan bahwa full employment itu hanya bisa dapat dicapai apabila perekonomian bebas dari campur tangan pemerintah dan sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar.

b. Teori Pertumbuhan Kuznet

(44)

1. Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau perwujudan dari apa yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi, sedangkan kemampuan menyediakan berbagai jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) di suatu Negara bersangkutan.

2. Perkembangan teknologi merupakan dasar atau pra kondisi bagi berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, tetapi tidak cukup itu saja masih dibutuhkan faktor- faktor lain.

3. Guna mewujutkan potensi pertumbuhan yang terkandung didalam teknologi, maka perlu diadakan serangkaian penyesuain kelembagaan karena, Sikap dan teknologi (Todaro, 2000)

2.5. Luas Lahan

Dalam ilmu ekonomi dapat kita ketahui ada empat macam faktor produksi, yaitu: tanah, modal, tenaga kerja, dan skill. Keempatnya memiliki peran yang sangat penting dan terkait satu sama lainnya serta saling mendukung untuk kelancaran proses produksi. Dibagian ini penulis akan lebih menitip beratkan penelitiannya pada salah satu faktor produksi tersebut, yaitu faktor produksi tanah atau lahan.

(45)

land ini maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan

berasal dari atau disediakan oleh alam, yang antara lain meliputi:

1. Tenaga penumbuh dari pada tanah, baik untuk pertanian, perikanan maupun pertambangan.

2. Tenaga air, baik untuk pengairan, pengaraman, maupun pelayaran. Termasuk juga disini adalah misalnya air yang dipakai sebagai bahan pokok oleh perusahaan air minum.

3. Ikan dan mineral, baik ikan dan mineral darat (sungai, danau, tambak, kuala, dan sebagainya) maupun ikan dan mineral darat.

4. Tanah yang diatasnya didirikan bangunan.

5. Living stock, seperti ternak dan bintang- binatang lain yang bukan ternak. 6. Iklim, cuaca, curah hujan, arus angin, dan sebagainya.

7. Dan lain- lainnya, seperti bebatuan dan kayu- kayuan.

Kesimpulannya, yang dimaksud dengan istilah tanah (land) maupun sumber daya alam (natural resources) disini adalah segala sumber asli yang tidak berasal dari kegiatan manusia.

(46)

Bukan hanya waktu, kecukupan faktor- faktor produksi lainnya pun merupakan suatu keharusan. Dari segi waktu sudah jelas disadari bahwa usaha pertanian umumnya memerlukan waktu yang panjang. Untuk menjalankan sektor produksi, sub sektor pertanian memerlukan beberapa syarat utama yang tidak dapat ditawar lagi keberadaannya, yakni harus ada faktor- faktor produksi.

Temperatur, sinar matahari, kelembaban dan lainnya. Semuanya secara bersama- sama menentukan jenis tanaman yang dapat diusahakan atau setidaknya jenis tanaman tertentu. Untuk dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi menghendaki jenis tanah tertentu, temperatur udara sekian, kelembaban sekian persen, peyinaran sekian persen dan lain sebagainya. Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi inefisien atau tidaknya suatu usaha pertanian.

Dalam subsektor pertanian, faktor produksi tanah atau lahan mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima tanah dibandingkan faktor- faktor produksi lainnya. Tanah merupakan salah satu faktor produksi seperti halnya modal, tenaga kerja dan skill yang kedudukannya dapat dibuktikan dari tinggi rendahnya balas jasa (sewa tanah atau rent) yang sesuai dengan permintaan dan penawaran tanah itu dalam masyarakat dan daerah tertentu.

2.5.1. Teori Tentang Lahan

(47)

perbedaan kesuburan tanah, makin subur tanah maka makin tinggi pula sewa tanahnya. Adapun mengapa sewa tanah itu dapat tinggi atau rendah mempunyai hubungan langsung dengan harga komoditi yang diproduksi dari tanah (Rahim dkk,2007). Faktor yang mula- mula merupakan alasan mengapa tanah merupakan faktor produksi yang sangat penting adalah karena tanah itu persediaannya terbatas. Tanah digunakan untuk kepentingan yang berbeda- beda. Inilah yang mengakibatkan kompleksnya persoalan sewa tanah itu. Seiring dengan perkembangan zaman, sewa tanah tidak lagi ditentukan oleh faktor kelangkaan dan perbedaan kesuburan saja, tetapi kini juga disebabkan oleh harga berbagai jenis komoditi yang diproduksikan dan pembayaran- pembayaran keperluan lain. Dengan berkembangnya penduduk nilai tanah akan terus meningkat dan munkin turun.

Menurut Moehar Danial (1996) dikatakan bahwa luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pengembangan usaha pertanian. Luas pemilikan lahan sangat berhubungan dengan efisiensi lahan. Pada kegiatan usaha pertanian, yang memiliki lahan yang cukup luas, akan sering terjadi ketidak efisienan dalam penggunaan teknologi.

(48)

di tanah yang mengandung liat, apalagi jika tanah yang mengandung liat tersebut tertutup denga tanah humus serta mudah dilalui air, maka tanaman cengkeh akan hidup dan tumbuh dengan subur.

Tanah adalah salah satu faktor produksi yang tahan lama sehingga biasanya tidak diadakan depresiasi atau penyusutan. Bahkan dengan perkembangan penduduk niali tanah selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Peryataan demikian sebenarnya kurang tepat karena bagaimana pun juga tanah yang dikerjakan terus menerus akan berkurang kesuburannya. Untuk itu haruslah diadakan rotasi tanaman dan usaha- usaha konservasi tanah.

Dalam tahun belakangan ini kita tidak menyadari sepenuhnya bahwa telah terjadi penurunan atau degradasi dalam hal ketersediaan lahan baik untuk pertanian maupun perkebunan. Banyak hal yang menyebabkan penurunan tersebut, diantaranya adalah bencana alam dan erosi. Perkembangan kehidupan, jumlah penduduk terus bertambah, tuntutan peningkatan kualitas kehidupan serta tekanan kebutuhan sektor lain terhadap lahan telah menyebabkan alih fungsi lahan sulit dihindari. Selain itu dampak dari otonomi daerah menyebabkan terbentuknya kabupaten atau kota yang baru setelah UU otonomi daerah diberlakukan. Akhirnya konversi lahanpun tidak dapat dihindari.

(49)

sebuah kota yang terisolir, yang dikelilingi oleh lahan yang kualitasnya sama, von Thunen berargumentasi bahwa pola-pola konsentris penggunaan lahan akan terjadi. Lahan di dekat kota akan digunakan untuk memproduksi tanaman yang hasilnya banyak dan voluminous, seperti kayu dan kentang, sedangkan lahan yang jauh dari pasar akan digunakan untuk memproduksi tanaman ekonomis-tinggi, volumenya kecil,seperti hasil-hasil peternakan

2.6. Tenaga Kerja

2.6.1 Pengertian Tenaga Kerja

(50)

Gambar 2.2: Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO)

Dengan demikian, angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Angka yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan tenaga kerja.

TPAK =

Secara umum, tenaga kerja (manpower) didefinisikan sebagai penduduk yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Sedangkan

(51)

D

Penduduk adalah semua orang yang mendiami suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu.

Menurut UU No.25 Tahun 1997 tentang ketentuan- ketentuan pokok ketenagakerjaan disebutkan bahwa: ”Tenaga Kerja adalah setiap orang laki- laki atau perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik didalam maupun diluar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat’.

2.6.2. Teori Tentang Tenaga Kerja

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidak seimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor) pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho, 2006). Keseimbangan tersebut dapat berupa lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for supply).

Gambar 2.3

(52)

Excess Supply

Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja

Keterangan gambar:

SL = Penawaran tenaga kerja (Supply of labor). DL = Permintaan tenaga kerja (Demand of labor). W = Upah (Wage)

L = Jumlah tenaga kerja (labor). Penjelasan gambar :

(53)

2. Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah We, penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar dari pada permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2, sedangkan hanya diminta hanya N1. dengan demikian, ada orang yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2.

3. Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand of labor. Pada tingkat upah W1, permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar dari pada penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W1 adalah sebanyak N1, sedangkan yang diminta adalah sebanyak N2.

Terdapat beberapa tokoh yang membahas mengenai tenaga kerja, diantaranya: a. Adam Smith (1729- 1970)

(54)

b. Lewis (1959)

Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor akan memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja disektor lain. Ada dua struktur didalam perekonomian, yaitu subsistem terbelakang dan kapitalis moderen. Pada sektor subsistem terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran. Pekerja di sektor subsistem terbelakang mayoritas berada di wilayah pedesaan. Sektor subsistem terbelakang memiliki kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah dari pada sektor kapitalis moderen. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaan akan mendorong pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari pedesaan dalam pengembangan industri moderen perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja di sektor subsistem terbelakang akan diserap.

(55)

terbelakang ke sektor kapitalis moderen berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi terlalu banyak.

c. Fei- Ranis (1961)

Teori Fei- Ranis berkaitan dengan Negara berkembang yang mempunyai ciri- ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Menurut Fei- Ranis, ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh, yaitu:

1. Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian) dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama.

2. Tahap dimana pekerja pertanian manambah produksi, tetapi memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri.

(56)

2.6.3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja

a. Tingkat Upah

Tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Kondisi ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi (scale effect).

Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang- barang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek subsitusi (substitution).

b. Teknologi

(57)

kemampuan manusia. Misalnya, mesin huller (penggilingan padi) akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja untuk menumbuk padi.

c. Produktifitas Tenaga Kerja

Arsyad Anwar (Kaswani, 1999:3) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh enam hal, yaitu; perkembangan barang modal per pekerja, perbaikan tingkat keterampilan, pendidikan, kesehatan pekerja, meningkatkan skala usaha, perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, perubahan komposisi output dari tiap sektor atau subsektor serta perubahan teknik produksi. Dilain pihak, Basri (Kasnawi,1999:3) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh pemanfaatan kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas tenaga kerja rendah karena pemanfaatan kapasitas produksi rendah.

d. Kualitas Tenaga Kerja.

Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang berkualitas akan menyebabkan produktivitasnya meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.

e. Fasilitas Modal

(58)

besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Misalnya, dalam suatu industri rokok, dengan asumsi faktor- faktor lain konstan, maka apabila perusahaan menambah modalnya, maka jumlah tenaga kerja yang diminta juga bertambah.

2.7. Ivestasi

2.7.1. Pengertian Investasi

Investasi (investment) dapat didefinisikan sebagai tambahan bersih terhadap stok kapital yang ada (net addition to existing capital stock). Istilah lain dari investasi adalah akumulasi modal (capital accumulation) atau pembentukan atau penanaman modal (capital formation).

Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan, penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang- barang modal dan perlengkapan- perlengkapan produksi atau menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dala perekonomian.

(59)

Ciri- ciri dari barang- barang investasi adalah:

1. Memiliki manfaat yang umurnya lebih dari satu tahun. Misalnya, tanah, mesin, gedung dan kendaraan.

2. Nilainya relatif besar dibandingkan dengan nilai output yang dihasilkan.

3. Manfaat dari penggunaan barang tersebut dapat dirasakan untuk jangka waktu yang panjang.

2.7.2. Teori Investasi

Di dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money (1936), John Maynard Keynes mendasarkan teori tentang permintaan investasi atas konsep efisien marjinal kapital (Marginal Efficiency of Kapital/ MEC). Sebagai suatu defenisi kerja, Marginal Efficiency of Kapital/ MEC adalah tingkat diskonto (discount rate) yang menyamakan aliran perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang

dengan biaya sekarang dari kapital tambahan.

Teori Neo Klasik tentang investasi (Neoclasical Theory of Investment) ini merupakan teori akumulasi kapital optimal. Menurut teori ini, stok kapital yang diinginkan ditentukan oleh output dan harga dari jasa kapital relatif terhadap harga output.

(60)

yang diinginkan dan juga investasi. Teori Neo Klasik mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan faktor penentu dari investasi yang diinginkan.

2.7.3. Pembagian Investasi

Berdasarkan kekhususan tertentu dari kegiatannya, investasi dibagi dalam kelompok:

1. Investasi Baru

Yaitu investasi bagi pembuatan sistem produksi baru, baik sebagai bagian dari usaha baru untuk produksi baru ataupun perluasan produksi, tetapi harus menggunakan sisitem produksi baru.

2. Investasi Peremajaan

Investasi jenis ini umumnya hanya digunakan untuk mengganti barang- barang kapital lama dengan yang baru, tetapi masih dengan kapasitas produksi dan ongkos produksi yang sama dengan alat yang digantikannya.

3. Investasi Rasionalisasi

Pada kelompok investasi ini peralatan lama diganti oleh yang baru tetapi dengan ongkos produksi yang lebih murah, walaupun kapasitas sama dengan yang digantikannya.

4. Investasi Perluasan

(61)

5. Investasi Moderenisasi

Investasi jenis ini digunakan untuk memproduksi barang baru yang memang proses barunya, atau memproduksi barang lama dengan proses yang baru.

6. Investasi Diversifikasi

Investasi ini untuk memperluas program produksi perusahaan tertentu, sesuai dengan program diversifikasi usaha korporasi yang bersangkutan.

Di Indonesia, Investasi dapat dibedakan menurut dua klasifikasi, antara lain: 1. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Modal dalam negeri adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak- hak dan benda- benda, baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut, dapat secara perseorangan dan atau merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan kekayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut ketentuan Undang- Undang penanaman modal.

2. Penanaman Modal Asing (PMA).

(62)

arti pemilik modal secara langsung menaggung resiko dari penanaman modal tersebut. Pengertian modal asing adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.

Kesimpulannya, pemasukan modal asing diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing membantu dalam industrialisasi, dalam membanguan dan menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas. Modal asing tidak hanya membawa uang dan mesin, tetapi juga teknik.

2.7.4. Fungsi Investasi

Kurva yang menunjukkan perkaitan diantara tingkat investasi dan tingkat pendapatan nasional dinamakan fungsi investasi. Bentuk investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Garis sejajar dengan sumbu datar.

2. Bentuk garisnya naik dari sisi bawah keatas sebelah kanan (yang berarti makin tinggi pendapatan nasional, makin tinggi investaasi).

(63)

Gambar 2.5, yaitu sejajar dengan sumbu datar, dan satu lagi bentuknya naik dari kiri bawah ke sebelah kanan atas.

Apabila faktor- faktor lainnya yang tidak ada kaitannya dengan pendapatan nasional tidak mengalami perubahan, maka tingkat investasi akan tetap sama besarnya pada berbagai tingkat pendapatan nasional. investasi yang demikian seperti digambarkan pada Gambar 2.5 (A) , dinamakan investasi autonomi (autonomous investment).

Didalam perekonomian dimana ciri- ciri perkataan diantara investasi dan pendapatan nasional adalah seperti yang digambarkan pada Gambar 2.5 (B) , yang menunjukkan bahwa makin tinggi pendapatan nasional, maka makin tinggi pula tingkat investasi. Investasi yang bercorak demikian dinamakan investasi terpengaruh (induced investment).

A. Investasi Autonomi B. Investasi Terpengaruh

Gambar 2.5

Fungsi Investasi Autonomi dan Fungsi Investasi Terpengaruh

Pendapatan Nasional Pendapatan Nasional

(64)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1. Lokasi Penelitian.

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu (time series) yang bersifat kuantitatif yaitu berupa data yang berbentuk angka. Sumber datanya adalah data sekunder yang diperoleh langsung dari publikasi resmi yang bersumber dari Dinas Pertanian Kabupaten Karo, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karo, Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera utara dan dari berbagai sumber lainnya yang mendukung, selama kurun waktu 18 tahun (1990- 2007).

Sedangkan variabel yang penulis gunakan adalah: 1. Variabel Bebas (Independen) atau disebut X.

Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah luas lahan sektor pertanian, jumlah tenaga kerja sektor pertanian, dan besarnya investasi sektor pertanian. 2. Variabel Terikat (Dependen Variabel) atau disebut Y.

(65)

3.3. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan penulis dengan menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan- bahan kepustakaan berupa buku- buku literature, tulisan- tulisan ilmiah, laporan- laporan penelitian ilmiah yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti.

Pengumpulan data yang dipergunakan penulis dengan melakukan pencatatan langsung data luas lahan sektor pertanian, jumlah tenaga kerja sektor pertanian, dan investasi disektor pertanian Kabupaten Karo.

3.4. Pengolahan Data.

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengolahan data dengan motode statistik menggunakan program komputer E-views 5.0

3.5. Model Analisa Data.

Model analisis yang digunakan dalam menganalisa adalah model ekonometrika. Teknik analisa yang digunakan adalah model kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/ OLS).

Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Y= f (X1, X2, X3) ………....(1)

Dengan spesifikasi model sebagai berikut:

Ln Yt = β0 + β1 LnX1(t-1) + β2 LnX2 + β3 Ln X3(t-1) + µt……….(2) Dimana:

(66)

β1, β2, β3 = Koefisien regresi.

LnX1(t-1) = Luas Lahan Sektor Pertanian (Ha).

LnX2 = Jumlah tenaga kerja sektor pertanian ( jiwa).

LnX3(t-1) = Investasi sektor pertanian (rupiah).

µ = Kesalahan pengganggu/ Terms error.

3.6 Test Goodnes of Fit (Uji Kesesuaian)

3. 6. 1 Koefisien Determinasi (R-Square)

Uji ketepatan perkiraan (R²) dilakukan untuk mendeteksi ketepatan paling baik dari garis regresi. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya nilai koefisien determinasi R² merupakan besaran nilai non negatif. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara nol sampai dengan 1 (0 ≤R²≤1). Koefisien determinasi bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sebaliknya nilai koefisien determinasi 1 berarti suatu kecocokan sempurna dari ketepatan pekiraan model.

3. 6. 2 Uji F- Statistik

Uji F-statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesa yang dipakai sebagai berikut:

• Ho: b1 = b2 = b3 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh

(67)

• Ha: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen.

Cara menentukan kriteria dengan membandingkan nilai hitung dengan F-tabel sebagai berikut:

Jika F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya semua variabel independen secara bersama-sama merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen begitu pula sebaliknya.

3. 6. 3 Uji t-Statistik

Uji t-statistik (uji parsial) pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dengan hipotesa sebagai berikut:

• Hipotesis nol atau Ho: bi = 0

Artinya variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

• Hipotesis alternatif atau Ha: bi ≠ 0

Artinya variabel independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Untuk mengetahui kebenaran hipotesis digunakan kriteria bila t-hitung > t- tabel maka menolak Ho dan menerima Ha, artinya ada pengaruh antara variabel dependen terhadap variabel independen dengan derajat keyakinan yang digunakan

(68)

3. 7. Uji Asumsi Klasik

3.7.1 Multikoliniearity

Multikoliniearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi diantara variabel independen. Untuk mengetahui ada tidaknya multikoliniearity dapat dilihat dari nilai R-Square, F-hitung, t-hitung, serta standar error.

Adanya multikoliniearity ditandai dengan: a. Standar error tidak terhingga

b. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 5%, α =10%, α = 1%

c. Terjadi perubahan tanda atau berlawanan dengan teori

d. R² sangat tinggi

3.7.2 Autokorelasi (Serial Correlation)

Serial autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang.

(69)

membandingkan antara nilai hitung dengan nilai tabel, dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

• jika nilai hitung > tabel maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak

ada autokorelasi dalam model yang digunakan ditolak.

• jika nilai hitung < tabel maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak

ada autokorelasi dalam model yang digunakan tidak dapat ditolak.

3.8 Definisi operasional

1. Pengembangan agribisnis adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sektor pertanian satuan jutaan rupiah.

2. Luas lahan sektor pertanian tahun sebelumnya adalah luas lahan yang merupakan tempat kegiatan sektor pertanian dilakukan dan dinyatakan dalam hektar.

3. Jumlah tenaga kerja sektor pertanian adalah jumlah jiwa penduduk yang berusia 15 tahun sampai dengan 64 tahun dan secara potensial dapat bekerja dalam jiwa.

(70)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskriptif Daerah Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karo

a. Kondisi Geografis

Daerah Kabupaten Karo terletak antara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o38 BT. Kabupaten Karo terletak di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan total luas administrasi 2.127,25 km atau 212.725 ha.

Batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Tapanuli Utara.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten

Simalungun.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Propinsi

Daerah Istimewa Aceh).

b. Iklim dan Topografi

(71)

Mardingding) dan tertinggi ialah +2.451m diatas permukaan laut (Gunung Sinabung).

Daerah Kabupaten Karo yang berada di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan kondisi topografi yang berbukit dan bergelombang, maka wilayah ini ditemui banyak lembah-lembah dan alur-alur sungai yang dalam dan lereng-lereng bukit yang curam/ terjal.

Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 140 sampai dengan 1400 meter diatas permukaan laut dengan perbandingan luas sebagai berikut:

• Daerah ketinggian 140 sampai dengan 200 meter diatas permukaan laut

seluas 9.550 Ha (4.49 %).

• Daerah ketinggian 200 sampai dengan 500 meter diatas permukaan laut

seluas 11.373 Ha (5.35 %).

• Daerah ketinggian 500 sampai dengan 1000 meter diatas pemukaan laut

seluas 79.215 Ha (37,24%).

• Daerah ketinggian 1000 sampai dengan 1400 meter dari permukaan laut

seluas 112.587 Ha (52,92%).

(72)

Gambar 4.1. Peta Prakiraan Sifat Hujan Kabupaten Karo

c. Pemerintahan

(73)

Tabel 4.1

Luas Wilayah Kabupaten Karo Tahun 2007

No Kecamatan Luas Wilayah (Km²)

1 Mardingding 267,11

Total/ Luas 2.127,25

Sumber: Karo Dalam Angka 2007, BPS Karo.

d. Keadaan Penduduk.

(74)

penduduk, jumlah terbesar adalah di kecamatan kabanjahe yaitu sebesar 58.500 jiwa atau sebesar 17,08% dari seluruh penduduk Kabupaten Karo. Kepadatan penduduk Kabupaten Karo pada tahun 2007 adalah sebesar 5.062 jiwa/km². Ditinjau dari jenis kelamin, jumlah penduduk laki- laki Kabupaten Karo pada tahun 2007 adalah sebesar 170.574 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 171.981 jiwa.

Tabel 4.2

Banyaknya penduduk, kepadatan penduduk dan persentase penduduk

Kabupaten Karo Berdasarkan Kecamatan Tahun 2007.

No Kecamatan Banyaknya

Penduduk

Gambar

Grafik Distribusi persentase PDRB Kab Karo menurut
Grafik 1.1
Grafik 1.2
Gambar 2.1. Mata Rantai Kegiatan Agribisnis (Arsyad dkk, 1985).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menununjukkan bahwa nilai variabel luas lahan berpengaruh positif dan signifikan pada 10%, variabel waktu kerja dan variabel umur tanaman berpengaruh positif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel investasi dan jumlah tenaga kerja berpengaruh positif secara signifikan terhadap Pertumbuhan sektor industri pengolahan

Dari kelima variabel bebas (jumlah benih, jumlah pakan, luas lahan, obat-obatan dan tenaga kerja) hanya dua variabel jumlah benih dan pakan yang berpengaruh terhadap

Penelitian ini menunjukkan bahwa tenaga kerja, pestisida dan luas lahan berpengaruh positif terhadap produksi kakao, sedangkan variabel yang berpengaruh negatif

1) Variabel tenaga kerja, luas lahan, modal kerja, dan keterampilan petani berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi petani anggrek di Kota Denpasar. 2)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas luas lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja secara serempak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat produksi

Angka ini memperlihatkan bahwa faktor tenaga kerja, investasi pada sektor pertanian dan luas lahan mempengaruhi produksi sektor pertanian Sumatera Barat sebesar

Hasil estimasi juga memperlihatkan bahwa secara serempak variabel produksi, luas lahan, tenaga kerja, modal dan harga berpengaruh secara sangat signifikan berpengaruh terhadap