• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Balai Pengobatan Umum Dalam Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Merek (1975-1990)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Balai Pengobatan Umum Dalam Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Merek (1975-1990)"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN BALAI PENGOBATAN UMUM DALAM

PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MEREK

(1975-1990)

SKRIPSI SARJANA

O

L

E

H

NAMA : ELTRINI BR MUNTHE

NIM : 030706030

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERANAN BALAI PENGOBATAN UMUM DALAM

PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MEREK

(1975-1990)

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

L E H

NAMA : ELTRINI BR MUNTHE NIM : 030706030

Pembimbing,

Drs. Samsul Tarigan NIP 131570490

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

(3)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

PERANAN BALAI PENGOBATAN UMUM DALAM PELAYANAN

KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MEREK (1975-1990)

Yang Diajukan Oleh

Nama : Eltrini Br Munthe NIM : 030706030

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh:

Pembimbing,

Drs. Samsul Tarigan Tanggal, 14 September 2007 NIP 131570490

Ketua Departemen Ilmu Sejarah,

Dra. Fitriaty Harahap, S.U Tanggal, 17 September 2007 NIP 131284309

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

PERANAN BALAI PENGOBATAN UMUM DALAM PELAYANAN

KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MEREK (1975-1990)

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN

O L E H

Nama : Eltrini br Munthe Nim : 030706030

Pembimbing

Drs. Samsul Tarigan

NIP 131570490

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan,

Untuk melengkapi Salah satu syarat ujian Sarjana Sastra

Dalam bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA

(5)

Lembar Persetujuan Ketua

DISETUJUI OLEH :

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

Ketua,

Dra. Fitriaty Harahap, S.U NIP 131284309

(6)

Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian

PENGESAHAN:

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Untuk mlengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra

Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan

Pada :

Tanggal : 25 September 2007

Hari : Selasa

Fakultas Sastra USU

Dekan,

Drs.Syaifuddin,MA,Ph.D

NIP 132098531

Panitia Ujian:

NO. Nama Tanda Tangan

1. Dra. Fitriaty Harahap, S.U (---)

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Menyadari untuk terwujudnya skripsi ini berkat adanya dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini sudah selayaknya menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya serta rasa hormat kepada: 1. Ayahanda tersayang J. Munthe dan ibunda tercinta L. Sinaga yang telah

memberikan segala kebutuhan dan dukungan baik Moril maupun Materil semoga Tuhan memberkati.

2. Kakak Meisda Reva Wanty Munthe dan Abang Dwitro Munthe yang tersayang dimana telah memberikan segala kebutuhan dan dukungan baik moril maupun materil semoga selalu sukses dalam segala hal.

3. Bapak Rektor Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, SpA (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk memperguanakan segala fasilitas selama perkuliahan.

4. Bapak Drs. Syaiffudin, MA. Ph. D selaku Dekan Fakulas Sastra Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Fitriaty Harahap, S.U. selaku Ketua Departemen Sejarah dan Sekretaris Departemen Bapak Drs. Indera, M. Hum.

6. Bapak Pembantu Dekan III Drs. Samsul Tarigan sekaligus sebagai Pembimbing dalam penulisan Skripsi ini. Penulis mengucapkan rasa hormat yang sedalam-dalamnya atas keluangan waktu yang telah diberikan untuk membimbing sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Bapak Drs. J. Facruddin Daulay selaku Dosen Wali yang juga memberikan kritik dan saran selama perkuliahan.

8. Seluruh Staf Akademika Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara terutama Staf Pengajar Departemen Sejarah.

(8)

10.Kepada keluarga W. Perangin-angin yaitu Widi dan Wilsida dan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang juga memberikan dukungan semoga Tuhan memberkati.

11.Kepada keluarga Munthe yaitu Bang Arifin Munthe dan Kaka Ati Munthe yang memberikan dukungan moril maupun materil.

12.Rekan-rekan saya di Departemen Sejarah, khususnya rekan saya Angkatan ’03 yaitu Helda, Tanty, Refi, Tika, Lia, Natalia, Mega, Mizi, Samuel, Dedi dan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu semoga kesuksesan menyertaimu.

13.Rekan-rekan satu kost Jl. Rebab no. 11, khususnya kepada Kaka Ika dan Kaka Linda, Tohap, Roy serta adikku Lisda dan Lija, dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu-persatu semoga kesuksesan menyertaimu.

Akhirnya untuk itu semua saya mendoakan semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat membalas semua kebaikannya.

Medan, September 2007 Penulis

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia yang tidak terhingga dan selalu dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini “ PERANAN BALAI PENGOBATAN UMUM DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI MASYARAKAT MEREK (1975-1990)”, yang diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Sastra USU Medan.

Skripsi ini membahas tentang keadaan masyarakat Merek yang sebelumnya menggunakan pengobatan tradisional beralih ke pengobatan modern yaitu Balai Pengobatan Umum. Selain itu dijabarkan pula bagaimana cara balai pengobatan untuk menarik perhatian masyarakat yang hanya percaya kepada pengobatan tradisional dapat berubah dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Merek.

Menyadari Skripsi ini sangat jauh dari sempurna maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Akhirnya saya berharap agar skripsi ini bermanfaat sebagai bahan bacaan dan informasi untuk menambah wawasan akan penulisan sejarah kesehatan dan hubungannya dengan kehidupan sosial baik diperguruan tinggi maupun dikalangan masyarakat luas.

(10)

Daftar Isi

Ucapan Terimakasih ………... i

Kata Pengantar ………... iii

Daftar Isi ... iv

Abstrak ………... vi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2.Rumusan Masalah ……… 6

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 6

1.4.Tinjauan Pustaka ……… 7

1.5.Metode Penelitian ……… 9

BAB II. IDENTIFIKASI DAERAH PENELITIAN 2.1. Asal Usul Desa ……… 12

2.2. Keadaan Geografis ……… 14

2.3. Keadaan Penduduk ……… 17

2.4. Mata Pencaharian ……… 22

2.5. Kepercayaan ……… 24

2.5.1. Kebudayaan ……… 24

2.5.2. Agama ……… 26

2.6. Pendidikan ……… 29

2.7. Struktur Pemerintahan Desa ……… 31

2.8. Sarana Transportasi ……… 34

BAB III. MASYARAKAT DAN BALAI PENGOBATAN UMUM 3.1. Kehidupan Sehari-hari Masyarakat ……… 35

(11)

3.4. Tingkat Kesehatan Masyarakat ……… 47

3.5. Pengobatan Tradisional ……… 50

3.6. Balai Pengobatan Umum ……… 54

BAB IV. PERANAN BALAI PENGOBATAN UMUM 4.1 Pelayan Terhadap Masyarakat ………. 56

4.2. Sikap Masyarakat Desa Terhadap BPU ………. 59

4.3. Peralihan Masyarakat dari Pengobatan Tradisional ke BPU…... 61

4.4. Pengaruh BPU Bagi Masyarakat ………. 64

4.4.1. Sosial ………. 64

4.4.2. Ekonomi ………. 66

4.4.3. Pendidikan ………. 68

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ………. 69

5.2. Saran ………. 71

Daftar Pustaka ... vii

Daftar Informan ………. viii

Lampiran

(12)

ABSTRAK

Semua masyarakat Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Masyarakat Merek yang tradisional juga mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut. Sebelum adanya Balai Pengobatan Umum dalam masyarakat sudah mengenal pengobatan tradisional yaitu pengotan Marsius Sidabutar dan Pengobatan Khusus Wanita. Namun tidak semua penyakit dapat diobati pengobatan tradisional. Bila ada penyakit yang tidak dapat disembuhkan oleh pengobatan tradisional maka masyarakat berobat ke Rumah Sakit Umum Kabanjahe.

(13)

ABSTRAK

Semua masyarakat Indonesia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Masyarakat Merek yang tradisional juga mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut. Sebelum adanya Balai Pengobatan Umum dalam masyarakat sudah mengenal pengobatan tradisional yaitu pengotan Marsius Sidabutar dan Pengobatan Khusus Wanita. Namun tidak semua penyakit dapat diobati pengobatan tradisional. Bila ada penyakit yang tidak dapat disembuhkan oleh pengobatan tradisional maka masyarakat berobat ke Rumah Sakit Umum Kabanjahe.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu1. Manusia itu sendiri merupakan objek pelaku dalam peristiwa sejarah. Demikian juga dengan tempat dan waktu saling melengkapi dalam perjalanan peristiwa itu. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari manusia harus memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu kebutuhan hidup itu adalah kesehatan. Jika manusia tidak sehat maka dalam kebutuhan sehari-hari pasti terkendala. Jadi kesehatan adalah hal yang utama dalam kehidupan sehari-hari.

Sumber daya manusia mempunyai peranan penting dalam suatu Negara. Sumber daya manusia yang handal tentunya manusia yang sehat jasmani dan rohani. Dengan kesehatan ini maka dalam menjalankan tugaspun akan dapat berjalan lancar seperti berdagang, bertani, pengusaha, pegawai negeri, dan sebagainya.

Dalam hidup ini tantangan ataupun rintangan hidup merupakan hal yang mutlak. Baik tantangan dari dalam diri sendiri maupun dari luar diri sendiri. Dari luar diri sendiri seperti hubungan sosial yaitu bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain agar menjalin hubungan yang baik. Dari dalam diri sendiri salah satunya seperti penyakit. Dengan adanya penyakit maka ada pula usaha manusia untuk mengatasi penyakit itu sendiri.

1

(15)

Sejak dulu manusia sudah mengenal berbagai jenis penyakit, cara pencegahan maupun pengobatannya. Dengan menggunakan akal pikiran dan berdasarkan pengalaman mereka mencoba melakukan berbagai cara untuk menjaga kesehatan.

“ Menurut sejarah dan perkembangannya ilmu kesehatan bermula dari cara pemeliharaan kesehatan/pengobatan yang berdasarkan kepercayaan bahwa penyakit adalah kutukan dari Tuhan dan para dewa. Pada tahap permulaan ini pengobatan juga berdasarkan pemikiran primitive tersebut, yaitu pengobatan secara kuno atau tradisional”.2

Pada awalnya nenek moyang masyarakat Indonesia sudah mengenal kesehatan. Mereka sudah belajar dan bersahabat dengan alam serta memanfaatkan segala sesuatu yang diberikan oleh alam. Bahan-bahan atau ramuan obat-obatan mereka peroleh dari alam dan tentunya pengobatan yang mereka lakukan dipengaruhi oleh alam pikiran dan kepercayaan mereka pada waktu itu.

Seiring dengan perkembangan waktu maka berkembang pula pengetahuan manusia terutama di bidang kesehatan. Kesadaran manusia akan pentingnya kesehatan membuat lahirnya kebijakan-kebijakan yang menyangkut tentang kesehatan terutama untuk meningkatkan kualitas kesehatan tersebut, sehingga pemerintah membuat kebijakan dan peraturan yang menyangkut tentang kesehatan.

Untuk membangun kesehatan maka dibuatlah pokok-pokok upaya kesehatan yang meliputi peningkatan upaya-upaya kesehatan. Upaya kesehatan itu seperti perbaikan gizi, peningkatan kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit dan sebagainya. Tujuan peningkatan upaya kesehatan itu adalah untuk

2

(16)

menyelenggarakan kesehatan yang baik, merata, dan terjangkau oleh masyarakat. Peningkatan upaya kesehatan ini diselenggarakan antara lain melalui pendekatan pelayanan medis di puskesmas dan terutama di rumah sakit.3

Guna kepedulian terhadap kehidupan masyarakat khususnya untuk membantu pengobatan kepada masyarakat yang sakit maka didirikanlah Balai Pengobatan Umum di Merek. Balai Pengobatan Umum ini melayani seluruh kalangan masyarakat tanpa memandang kemampuan masyarakat. Seluruh kalangan masyarakat Merek bisa berobat ke Balai Pengobatan Umum ini bila membutuhkannya.

Sebelum adanya Balai Pengobatan Umum di dalam masyarakat sudah mengenal pengobatan kuno atau pengobatan tradisional. Pengobatan ini dilakukan secara tradisi yang telah turun temurun dari generasi ke generasi, bahkan hingga sekarang ini masih dipergunakan oleh sebagian masyarakat. Pengobatan ini biasanya mengandung unsur-unsur spiritual atau kegaiban dan penggunaan ramuan-ramuan dari tumbuh- tumbuhan maupun hewan.

Sehubungan dengan pengobatan tradisional yang masih berjalan di masyarakat maka bagaimana sebenarnya Balai Pengobatan Umum melibatkan masyarakat dalam pengobatannya. Dari itulah peneliti menganggap hal ini penting dan menarik untuk diteliti. Apakah masyarakat mau menerima atau justru tidak mau tau tentang Balai Pengobatan Umum ini pada waktu itu.

3

Lumenta Menyamin, Pelayanan Medis: Citra, Konflik dan Harapan, Tinjauan Fenomena

(17)

Kemudian selain itu bagaimana proses yang dihadapi Balai Pengobatan Umum ini agar tetap eksis dalam bidang kesehatan apakah masyarakat akan menerima atau tidak juga menjadi hal yang menarik untuk diketahui. Hal tersebut menjadi latar belakang peneliti memilih topik tersebut untuk dijadikan bahan penelitian. Peran Balai Pengobatan Umum di Merek ini dalam bidang kesehatan sangat penting dalam pembangunan, karena tanpa kesehatan yang optimal, pembangunan daerah ternyata tidak dapat dilaksanakan apabila sumber daya manusianya orang- orang sakit. Peran Balai Pengobatan Umum Merek terutama dalam bidang penyembuhan penyakit.

Faktor lain yang tentunya dianggap peneliti penting adalah bahwa pendirian Balai Pengobatan Umum tersebut pada awalnya hanya untuk mementingkan aspek sosial dalam arti Balai Pengobatan Umum ini fungsinya untuk menolong orang-orang sakit yang kurang mampu secara ekonomi yang mengalami kesusahan dalam bidang kesehatan. Dewasa ini sudah jarang ditemukan hal tersebut karena perkembangan zaman telah menuntut manusia untuk memperhitungkan segala tindakannya dari segi ekonomi.

(18)

masing-masing. Demikian juga dengan Balai Pengobatan Umum Merek juga mempunyai ciri khasnya tersendiri.

Dengan pertimbangan di atas peneliti mencoba mengkaji permasalahan Balai Pengobatan Umum dengan judul PERANAN BALAI PENGOBATAN UMUM

DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DI MEREK

1975-1990. Dalam penelitian ini peneliti membuat batasan waktu yang dimulai sejak tahun

1975, dimana pada tahun tersebut Balai Pengobatan Umum sudah berdiri dan menjalankan peranannya, baik dari segi menajemen maupun usaha dalam memberikan pelayanan kesehatan terutama dalam penyembuhan penyakit.

(19)

1.2. Rumusan Masalah

Masalah sebagai objek penelitian merupakan hal yang mutlak dalam suatu kajian atau penelitian. Masalah tersebut saling terkait dan berkesinambungan. Pengkajian Peranan Balai Pengobatan Umum Dalam Pelayanan Kesehatan di Masyarakat Merek (1975-1990) juga memiliki beberapa pokok permasalahan yang ingin diungkapkan, yaitu:

1. Bagaimana kehidupan dan tingkat kesehatan masyarakat di Merek?

2. Bagaimana Pelayanan Balai Pengobatan Umum terhadap masyarakat di Merek? 3. Bagaimana pengaruh dan sikap masyarakat Merek atas keberadaan BPU?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Setiap penelitian itu mempunyai tujuan apa yang ingin dicapai setelah melakukan penelitian, baik bersifat umum ataupun yang bersifat khusus. Dan setiap orang yang melakukan penelitian mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Menyadari hal tersebut peneliti mempunyai tujuan yang ingin dicapai peneliti setelah selesai melakukan penelitian. Ada beberapa tujuan penelitian yang ingin diketahui antara lain:

1. Kehidupan dan tingkat kesehatan masyarakat di Merek.

(20)

Manfaat Penelitian

Dalam hal ini mempunyai beberapa manfaat yang akan dicapai pada saat penelitian berakhir. Beberapa yang dianggap peneliti yang akan menjadi manfaatnya adalah:

1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang Balai Pengobatan Umum Merek (1975-1990).

2. Sebagai suatu landasan pertimbangan bagi pengurus kesehatan dalam meningkatkan peranannya bagi masyarakat dalam waktu mendatang.

3. Menambah literatur pengetahuan tentang Sejarah khususnya di bidang kesehatan.

1.4. Tinjauan Pustaka

Penelitian memerlukan landasan teoritis yang akan membantu memberikan dasar yang kokoh bagi kelanjutan proses penelitian tersebut. Landasan teoritis ini sendiri akan diperoleh melalui riset yang rutin terhadap kepustakaan yang relevan dengan topik atau objek penelitian. Dengan demikian penelaahan kepustakaan merupakan kegiatan mutlak dalam sebuah proses penelitian. Dalam hal ini akan dikemukakan beberapa buku yang mendukung konsep teori sehubungan dengan objek yang diteliti.

(21)

masyarakat terhadapnya.4 Apabila sikap ini menguntungkan maka nampaknya masyarakat itu akan bertindak sesuai dengan saran yang diberikan. Masyarakat desa tentu saja boleh mengadakan penyesuaian dirinya untuk mengubah dan mengembangkan cara-cara hidupnya tanpa bantuan dari luar dalam jenis apapun. Ada kelompok masyarakat yang masih mematuhi tradisi dan adat istiadat turun temurun, dan banyak diantaranya tidak maju menurut ukuran modern. Mereka terlalu menjunjung kepercayaan tradisional dan adat hingga mereka menolak usaha-usaha untuk merubahnya. Dari itu salah satu hal untuk menunjang pembangunan desa yang dilakukan pemerintah adalah peduli terhadap kesehatan. Meskipun di masyarakat pada umumnya sudah dikenal cara pengobatan tersendiri bagi kesehatan, namun guna meningkatkan kesehatan secara merata maka Dinas Kesehatan mendirikan Puskesmas ditingkat kecamatan dan Balai Pembantu di desa yang dianggap perlu.

Menurut Kalangie dalam bukunya yang berjudul Kebudayaan dan Kesehatan, Perilaku kesehatan merupakan kenyataan tindakan yang tidak terlepas dari unsur pengetahuan , kepercayaan, nilai, norma(kebudayaan) yang berkembang.5 Dengan adanya unsur tersebut maka membantu penulis untuk melihat perubahan masyarakat dari segi kepercayaan, nilai, kebudayaan, setelah adanya Balai Pengobatan Umum ini. Menurut Azwar Azrul dalam bukunya yang berjudul Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, menyatakan bahwa pelayanan kesehatan dapat dicapai dengan

tujuan yang diinginkan maka banyak syarat yang harus dipenuhi, syarat yang

4

Surjadi, Pembangunan Masyarakat Desa, Bandung: Mandar Maju, 1980,hlm.8.

5

(22)

dimaksud paling tidak mencakup delapan hal pokok yakni, tersedia, wajar, berkesinambungan , dapat diterima, dapat dicapai, dapat dijangkau, efisien, serta bermutu.6 Tinjauan pustaka ini membantu peneliti untuk menganalisa bagaimana sebenarnya pelayanan Balai Pengobatan Umum ini dan apakah pelayanannya sudah memenuhi syarat-syarat yang dimaksud.

1.5. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian sejarah sebaiknya mempunyai metode dalam pelaksanaannnya.Untuk mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan sebagai bahan penulisan dan relevan dengan pokok permasalahan harus melewati proses yang selektif, setidaknya akan membantu memperoleh bahan yang dibutuhkan baik yang kualitatif ataupun kuantitatif. Metode sejarah adalah menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.7 Begitu juga dalam penelitian ini peneliti mempergunakan metode untuk mempermudah penelitian guna mencapai hasil yang maksimal dan penggunaan itu disesuaikan dengan jenis penelitian yang akan dilakukan. Agar dapat menjawab permasalahan yang diteliti maka dipergunakanlah metode yang dipilih. Jadi dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah untuk mencapai sasaran yang sudah ditergetkan penulis.

6

Azrul Azwar, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta: Sinar Harapan,1996, hlm.1.

7

(23)

Sejarawan tidak diijinkan untuk menghayalkan hal-hal yang menurut akal tidak mungkin terjadi.8 Guna menghindari terjadinya hal itu maka harus menggunakan metode sejarah dalam penelitian. Secara garis besar dalam penelitian sejarah terdapat beberapa tahapan penelitian yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Heuristik adalah langkah awal dalam penelitian. Pada tahapan ini peneliti mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan objek kajian. Informasi ini berupa sumber tertulis yaitu dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh Balai Pengobatan Umum tersebut maupun instansi yang terkait dengan Balai Pengobatan itu. Untuk lebih menyempurnakan sumber tulisan maka ada juga sumber lisan dalam metode penelitian sejarah. Sumber lisan itu dengan wawancara. Wawancara yang dilakukan penulis berupa wawancara tak berstrukrur, dimana penulis lebih mudah memperoleh informasi yang dibutuhkan dari informan karena memang dalam melakukan wawancara tersebut si pewawancara tidak membatasi jawaban yang akan diberikan informan yang bersangkutan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.

Dari sumber sejarah yang didapat itulah kemudian dianalisa kembali keakuratannya yaitu dengan kritik sumber dan hal ini merupakan tahapan yang kedua. Pada tahapan ini kritik dilakukan untuk mendapatkan otensitas sumber yang otentik. Kritik sumber ini terbagi atas dua bagian. Yang pertama adalah kritik ekstern yang berfungsi untuk melihat keautentikan data sejarah yang didapat demi melihat sejauh mana tingkat validitas data dapat disertakan sebagai rujukan dalam penulisan karya

8

(24)

ilmiah. Yang kedua adalah kritik intern dimana penulis melihat dan meyelidiki isi dari bahan sejarah itu, apakah data yang dibuat benar-benar merupakan fakta histori yang meliputi kritik terhadap isi, bahasa, situasi, ide, dan sebagainya. Fakta-fakta yang telah didapatkan dari penelitian sumber-sumber yang didapat tersebut diinterpretasikan ataupun ditafsirkan agar dapat melakukan penulisan. Penulisan fakta-fakta yang sudah ditafsirkan itu merupakan langkah akhir dalam penelitian sejarah ataupun disebut dengan istilah historiografi.

(25)

BAB II

IDENTIFIKASI DAERAH PENELITIAN

2.1. Asal Usul Desa

Desa Merek merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Tigapanah. Pada tahun 1927 desa ini belum memiliki nama dan sudah ada penghuninya sekitar 4 kepala keluarga. Orang yang tinggal di desa ini mengumpulkan kayu dari jalan raya yang menuju Dairi untuk di jual.

Tentang latar belakang penamaan desa erat hubungannya dengan kegiatan masyarakatnya dan juga keadaan alamnya. Pemberian nama didasarkan pada aktivitas masyarakatnya yaitu usaha menjual kayu. Adapun tokeh (pengusaha) yang membuka usaha penjualan kayu ini adalah Pasinggapuang Munthe dari Situnggaling yang membuat merek usahanya dengan nama Pasinggapuang. Kemudian tokeh (pengusaha) yang lainnya juga ikut datang membuka usaha itu yaitu dari desa sekitarnya seperti Garingging, Pangambatan, dan Partibi. Tempat inipun ramai dan masing-masing penjual membuat merek usaha sendiri seperti:

(26)

Adapun kayu yang mereka jual seperti kayu, papan, bloti (broti), dan sebagainya. Para pembeli kebanyakan dari daerah Topi Tao.9 Orang topi tao membeli kayu ini untuk membuat Solu.10 Masyarakat lain membeli untuk membangun rumah panggung karena pada masa ini semen masih langka bagi masyarakat. Jadi karena pedagang kayu ini semua marsibaen merekna11, maka pada tahun 1928 dibuatlah nama desa ini desa Merek.12 Desa Merek ini merupakan simpang tiga yaitu simpang menuju Siantar, Kabanjahe, dan Sidikalang. Jadi dari usaha dagang itulah yang membuat para penduduknya semakin lama semakin bertambah.

Mengenai siapa pertamakali memberikan nama ini juga tidak dapat dipastikan. Namun diambil kesimpulan bahwa penduduk yang memberikan nama ini adalah marga Munthe, karena penduduk Desa Merek yang pertama sekali datang adalah marga Munthe yang berasal dari Situnggaling salah satu desa di sekitarnya yang berjarak ± 1.5 km.13

2.2. Letak Geografis

Desa Merek merupakan salah satu desa di Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara. Desa ini terletak kira-kira 7 km dari pusat kecamatan, dan 24 km dari ibukota Kabupaten Karo.

9

Topi Tao adalah Tepi Danau

10

Solu adalah kapal kecil yang di dayung tanpa mesin.

11

Membuat merek masing-masing

12

Wawancara dengan Jaidin Saragi, 20 Mei 2007.

13

(27)

Daerah Desa Merek terletak pada ketinggian 1.192 meter di atas permukaan laut, terletak pada koordinat 2°50 L.U, 3°19 L.S, 97°55-98°38 B.T. Terkenal dekat dengan gunung Sipiso-piso atau Panatapan Air terjun, Air Danau Toba yang kebiruan, dan Tongging yang berjarak kira-kira 5 km dari desa Merek ini. Daerah ini terkenal sebagai daerah dingin tidak berbeda dengan ibukotanya Tanah Karo. Suhu udaranya berkisar antara 16° s/d 27° dengan kelembaban udara rata-rata 28 %. Musim hujan lebih panjang dibanding kemarau dengan perbandingan 9:3. Awal musim hujan pada bulan Agustus, berakhir pada bulan Januari dan musim hujan kedua dari bulan Maret sampai Mei setiap tahunnya, dengan curah hujan pertahun antara 1000 s/d 4000 mm.14

Secara administratif Desa Merek mempunyai batas-batas sebagai berikut: Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Simalungun Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Dairi

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Juhar Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Tigapanah.

Adapun desa yang berbatasan dengan Kabupaten Simalungun yaitu desa Parbatuan. Hubungan masyarakat yang dekat antara perbatasan ini dengan masyaraktat sekitar Simalungun rukun. Walaupun bukan tanah karo namun ada juga masayarakat Merek dan sekitarnya yang menjual hasil produksi ke pekan Saribudolok karena jarak ke Saribudolok dari Merek lebih dekat daripada ke Kabanjahe.

14

(28)

Desa yang berbatasan dengan Kabupaten Dairi adalah Aekpopo. Masyarakat Aekpopo ini tidak bisa berinteraksi dengan masyarakat Dairi karena jaraknya yang jauh. Desa yang berbatasan dengan Kecamatan Juhar adalah Ajinembah. Masyarakat desa ini juga jauh dari Merek. Masyarakatnya adalah orang Karo Asli. Jadi masyarakat Merek dengan Ajinembah tidak saling kenal. Sebelah Utara berbatasan dengan Tigapanah. Merek dengan Masyarakat Tigapanah juga tidak saling kenal karena jarak yang jauh, suku dan bahasa yang berbeda.

Adapun luas wilayah Desa Merek adalah 1500 Ha. Sebagian tanahnya berbukit – bukit dan sebagian lagi dataran yang dipergunakan sebagai lahan pertanian. Tanah di desa ini diusahai oleh Pemerintah dan Penduduk. Tanah yang diusahai oleh Pemerintah adalah Hutan Tanaman Industri (HTI) berupa tanaman Pinus dan Ekaliptus. Tanaman hutan ini disebut Busesen yaitu dipelopori oleh orang Belanda pada tahun 1928.15 Tanah yang diusahai pemerintah ini seluas 8 Hektar. Tanah yang diusahai penduduk yaitu meliputi sawah, ladang, areal pemukiman penduduk, hutan, rawa-rawa, dan untuk keperluan lainnya. Untuk lebih jelasnya areal tanah Desa Merek dapat dilihat dalam bentuk tabel di bawah ini :

15

(29)

Tabel I. Luas Areal Desa Merek menurut penggunaannya No. Penggunaan Tanah Luas Areal (Ha)

1 Sumber : Kantor kepala Desa Merek 1990

(30)

2.3. Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Merek mayoritas etnis batak Simalungun. Walaupun daerah ini adalah daerah perbatasan antara tanah Karo dengan Simalungun asli, penduduknya tidak menggunakan bahasa Karo atau Simalungun asli. Penduduknya menggunakan bahasa sipituhuta yaitu bahasa Simalungun campuran dengan Batak Toba. Daerah ini juga dikenal dengan nama Sipitu Huta. Namun demikian penduduk juga mengerti bahasa Karo dan Simalungun asli. Karena merupakan daerah perbatasan terdapat tiga etnis yang mendiami desa ini yaitu Simalungun, Karo, dan Toba.

Disebut Sipitu Huta karena daerah ini adalah salah satu desa dari 7 desa yang penduduknya sangat kompak, dan dulunya masih satu keturunan.16 Sipitu Huta yaitu opat iatas, tolu itoru maksudnya adalah 3 desa yang di dataran rendah atau di bawah yaitu di sekitar Danau Toba seperti Tongging, Kodon-kodon, dan Sibolangit. Opat iatas maksudnya empat desa yang datar di atas permukaan danau toba yaitu Nagara, Garingging,Pangambatan, dan Partibi.

Selama penelitian tidak berhasil mengumpulkan data jumlah kependudukan secara pertahun. Data yang berhasil diperoleh peneliti adalah data penduduk tahun 1990 yang terdiri dari 1000 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 550 jiwa dan perempuan sebanyak 450 jiwa. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

16

(31)

Tabel II. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Jiwa Persentase ( % ) 1.

2.

Laki – laki Perempuan

550 450

55 45

Jumlah 1000 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Merek 1990

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Hal ini disebabkan dalam satu keluarga jumlah anak laki-laki lebih banyak dari perempuan. Selain itu para pendatang kebanyakan laki-laki sebagai pekerja upahan di masyarakat.

Dilihat dari latar belakang penduduk yang mendiami desa Merek merupakan masyarakat yang homogen yang hanya terdiri dari suku Batak Simalungun yang umumnya bermarga Munthe, Girsang, Manjorang, dan Sipayung. Menurut data monografi kantor Kepala Desa Merek jumlah penduduk desa ini sampai tahun 1990 berkisar 1000 jiwa atau terdiri dari 200 kepala keluarga. Secara menyeluruh jumlah penduduk dapat diasosiasikan berdasarkan jenis kelamin, jenis pekerjaan, menurut agama, menurut usia, dan tingkat pendidikan.

(32)

bahwa pada tahun 1980 penduduk Desa Merek hanya berkisar 500 jiwa atau sekitar 100 kepala keluarga.

Berarti dengan melihat gambaran bahwa perkembangan penduduk di daerah ini adalah termasuk tinggi. Hal ini tidak terlepas dari tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah. Faktor budaya juga ikut mempengaruhi situasi ini. Pada umumnya di masyarakat batak mengenal budaya “ banyak anak banyak rejeki ”. Dengan bertitik tolak kepada budaya ini mereka mempunyai prinsip bahwa jumlah anak yang banyak akan memberikan banyak rejeki dalam kehidupan.

Untuk lebih mengetahui komposisi penduduk Desa Merek dapat dilihat dalam bentuk tabel di bawah ini :

Tabel III. Komposisi penduduk Menurut Usia/Umur

No. Usia (tahun) Jumlah/Jiwa Persentase ( % )

1 0-5 102 10,2

2 6-10 89 8,9

3 11-15 101 10,1

4 16-20 95 9,5

5 21-25 98 9,8

6 26-30 59 5,9

7 31-35 99 9,9

8 36-40 91 9,1

9 41-45 112 11,2

10 46-50 105 10,5

(33)

Dengan memperhatikan tabel di atas dapat diketahui bahwa lebih kurang 19,1 % jumlah penduduk yang berada di bawah umur 14 tahun apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan. Dari tabel tersebut dapat dianalisa kembali bahwa jumlah masyarakat yang masih produktif lebih banyak dari yang tidak produktif. Di bawah ini diterangkan jumlah masyarakat yang produktif dalam tabel :

Tabel IV.Penduduk Yang Produktif

No. Usia (tahun) Jumlah/Jiwa Persentase (%) 1

Adapun jumlah masyarakat yang masih produktif yaitu yang berumur 16-45 tahun. Jadi dengan melihat hal itu tidak heran bila angka kelahiran tinggi. Berarti program Kelurga Berencana yang dicanangkan pemerintah belum berhasil sepenuhnya.

(34)

2.4. Mata Pencaharian Penduduk

Mata pencaharian merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Mata pencaharian ini sangat berpengaruh dalam menentukan kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan keadaan alamnya yang tanahnya subur dan terletak dekat dengan permukaan Danau Toba, daerah ini juga tidak ubahnya dengan daerah tanah karo lainnya yaitu terkenal subur. Dimana tanah ini bercampur dengan bahan yang berasal dari letusan Gunung Toba di zaman dulu.17

Di desa Merek pada umumnya mata pencaharian masyarakatnya adalah bertani. Namun ada juga yang bermatapencaharian lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel V. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian

No. Jenis Pekerjaan Jumlah/jiwa Persentase(%)

1 Petani 702 70,2

2 Pegawai Negeri Sipil 30 3

3 Buruh 218 21,8

4 Pedagang/Pengusaha 50 5 jumlah 1000 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Merek 1990.

17

Tabas Pandia dan Hendro Basuki, “Pembinaan Pertanian Dataran Tinggi karo Melalui Pola Agrobisnis”, dalam Sarjani Tarigan (ed), Bunga rampai Seminar Kebudayaan Karo dan Kehidupan

(35)

Dengan memperhatikan tabel di atas dapat diketahui bahwa penduduk desa ini mayoritas bermatapencaharian bertani. Pada tahun 1975 penduduk rata-rata menanam padi.18 Dimana padi merupakan makanan pokok masyarakat. Jadi masyarakat jarang sekali membeli beras. Selain tanaman padi masyarakat juga menanam tanaman muda seperti kentang, tomat, kol, cabe, dan sayu-mayur. Tanaman tua seperti kopi dan jeruk. Tanaman ini dipasarkan masyarakat ke agen-agen pembeli barang yang akan dijual ke Medan yaitu ke Tigapanah ataupun ke Kabanjahe. Untuk mengerjakan lahan pertanian yang cukup luas masyarakat biasanya menggaji buruh ataupun orang yang bekerja kusus di ladang untuk menerima upah karena tidak mempunyai lahan sendiri. Biasanya buruh ini adalah para pendatang yaitu orang Toba.19 Setiap pekerjaan untuk pertanian masih menggunakan tenaga manusia. Untuk membuka lahan juga masih dikerjakan oleh manusia karena pada masa ini belum ada sarana yang memadai sperti traktor untuk membuka lahan. Akhir tahun 80-an barulah ada traktor untuk membuka lahan. Tidak semua golongan masyarakat mampu untuk membayar traktor tersebut karena bayarannya cukup mahal.20

Para Pegawai Negeri Sipil juga membuat kerja sampingan diluar jam kerja yaitu bertani. Pedagang atau Pengusaha ada juga di desa ini. Ada yang berdagang kedai sampah, menjual papan, agen barang pertanian, toko pupuk, berdagang di air terjun sipiso-piso, dan lain sebagainya. Demikianlah aktivitas mata pencaharian masyarakat Merek yang terus berkembang dari tahun ke tahun.

18

Wawancara dengan Pangisi Manihuruk, 23 Juni 2007.

19

Wawancara dengan Jasem munthe, 20 Juni 2007.

20

(36)

2.5. Kepercayaan

1. Budaya

Sebelum adanya agama yang dikenal sekarang ini masyarakat Merek sudah memiliki kepecayaan sendiri. Adapun kepercayaan itu adalah kepercayaan kepada roh nenek moyang dan kepercayaan dinamisme. Kepercayaan tersebut merupakan kepercayaan yang turun temurun dari para nenek moyang semenjak dulu. Pada masyarakat meyakini bahwa untuk menentukan hari baik, kenyamanan, rejeki, dan lainnya ada sumbernya pada roh-roh nenek moyang yang sudah meninggal. Sebagai perwujutan roh nenek moyang itu ada masyarakat yang dianggap telah menyatu dengan roh yang telah meninggal. Dimana dia dianggap memiliki kekuatan yang bisa mengetahui segalanya. Orang ini dianggap sebagai oppuniari.21 Orang ini juga dianggap tokoh adat di masyarakat.

Bila masyarakat hendak menanam padi maka ada aturan-aturan tertentu yang diberikan oleh oppuniari. Masyarakat menganggap aturan itu merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dan membawa berkat bagi masyarakat. Waktu menanam padi ditentukan oleh oppuniari. Bila hari telah ditentukan maka masyarakat akan menanam padi pada hari tersebut. Jadi dalam masyarakat dikenal dua perayaan dalam setahun. Perayaan ini terus membudaya sampai sekarang. Perayaan itu adalah :

21

(37)

a. Manggokgohi

Manggokgohi adalah perayaan disaat padi sudah tumbuh. Ini merupakan persiapan untuk istrahat dalam menanam padi yaitu menunggu hasil panen. Sebelum merayakannya padi sudah terlehih dulu dibersihkan. Pada waktu mangokgohi masyarakat merayakannya di ladang masing-masing yaitu memasak lemang dan menyiram pasir ke padi yang telah bersih dengan harapan agar padi tersebut dapat menghasilkan seperti yang diharapkan. Menurut masyarakat pasir ini disiram ke padi yaitu bila ada penyakit di padi maka akan mati dan menambah kesuburan tanahnya. Masyarakat juga merayakannya di rumah masing-masing setelah pulang dari ladang.

b. Robu-robu

Umur padi sampai di panen adalah selama enam bulan. Setelah enam bulan padi tersebut di panen. Setelah panen selesai maka dirayakanlah dengan nama robu-robu.22 Robu-robu atau pesta tahunan diadakan sekali setahun yaitu pada bulan oktober. Karena pada ummnya bulan Oktober panen padi sudah selesai. Perayaan ini dibuat sebagai ucapan syukur kepada roh nenek moyang yang mereka anggap telah memberi kesuburan kepada padi sampai ahirnya di panen.23

Perayaan ini diadakan selama empat hari. Dua hari sebelum hari ke empat tidak ada lagi kegiatan masyarakat yang ke ladang atau sawah, karena pada hari itu

22

Robu berarti tidak bisa atau pantang.

23

(38)

kusus untuk mandurung.24 Pada hari yang ke tiga masyarakat telah melengkapi semua keperluan untuk pesta. Adapun keperluan itu sperti daging, tepung, gula, kelapa, daun sungkit, dan sebagainya. Pada hari yang ke empat sebagai puncak perayaannya. Hari ini seluruh masyarakat mengadakan acara yang dihadiri oleh tokoh adat, tokoh agama, perangkat desa, serta masyarakat. Untuk memeriahkannya dibuatlah gondang agar masyarakat bisa menari. Saat inilah kepala desa memberikan benih padi yang bagus kepada orang yang lebih dulu menanam padi. Untuk lebih menyemarakkan robu-robu muda-mudi setempat mengundang muda-mudi desa lain. Kemudian para tamu undangan itupun bisa menari bersama muda-mudi setempat dengan syarat harus membayar ke meja panitia yang telah disediakan. Perayaan inipun terus membudaya sampai tahun 1990 bahkan sampai sekarang.

2. Agama

Masuknya agama Kristen ke Merek di sebarkan oleh Marsius Sidabutar.25 Dia adalah Guru zending dalam pendidikan dari tomok (Samosir). Agama yang diperkenalkannya adalah agama Kristen HKBP ( Huria Kristen Batak Protestan ). Masyarakat sekitarpun datang beribadah ke Merek karena belum ada agama pada mereka yaitu seperti desa Garingging, Pangambatan, dan Situnggaling. Tanah HKBP ini adalah milik zending yang sejalan dengan Rumah Sakit Umum Kabanjahe.

24

Menangkap ikan di tempat yang telah ditentukan.

25

(39)

Pada tahun 1975 agama Kristen lainnya juga sudah ada yaitu seperti GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun) dan Katolik. GKPS ini merupakan pemekaran dari HKBP karena pada umumnya masyarakatnya berbahasa Simalungun. Pada tahun 60-an masih sedikit masyarakat yang percaya akan agama ini. Jadi masih banyak masyarakat yang menganut animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai banyak beribadah setelah terjadinya Gerakan 30 September 1965 oleh PKI. Masyarakat takut akan terjadinya hal tersebut. Dimana salah satu desa disekitar Merek yaitu desa Nagara masih ada pengikut PKI yaitu Edison Ginting dari Dokan. Namun ke desa Merek, Garingging, Pangambatan tidak diijinkan sampai PKI karena di desa ini partai yang kuat adalah PNI. Pada masa ini PKI dianggap tidak beragama dan masyarakat takut disebut sebagai PKI sehingga masyarakatpun beragama. Dimana di mata masyarakat PKI dikenal bengis, pembunuh, dan sebagainya.26 Jadi masyarakat dibabtis di agama yang mereka anut masing-masing. Seiring dengan perkembangan zaman maka berkembanglah agama tersebut dan rata-rata masyarakat sudah beragama. Penduduk masyarakat Merek yang sebelumnya menganut faham animisme dan dinamisme lambat laun meninggalkan kepercayaan tersebut dan beralih menjadi pemeluk agama seperti agama Kristen Protestan, Katolik, dan Islam.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah Ini:

26

(40)

Tabel VI. Jumlah Penduduk Bedasarkan Agama Tahun 1990

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa di desa Merek terdapat penganut agama yang berbeda-beda dan yang paling banyak penganutnya adalah pemeluk Kristen Protestan, kemudian pemeluk agama katolik, dan Islam. Memperhatikan jumlah perbandingan agama yang cukup jauh berbeda ternyata di Merek hal itu bukan menjadi masalah. Mereka sesama pemeluk agama yang saling berbeda tetap saling hormat menghormati antar pemeluk agama yang satu dengan yang lain.

(41)

2.6. Pendidikan

Pendidikan yang pertama di Merek adalah Sekolah Rakyat yang didirikan oleh Belanda pada tahun 40-an.27 Dalam Sekolah Rakyat kurikulumnya masih kurikulum yang dibuat oleh Belanda yaitu Bahasa, Berhitung, dan Sejarah. Setelah diambil alih oleh pemerintah pada tahun 1947 Sekolah Rakyat diubah menjadi Sekolah Dasar begitu juga dengan peraturannya. Sekolah SMP juga ada di Merek yang didirikan tahun 1960 yang masih berstatus swasta. Sesuai dengan program pemerintah maka SMP swasta dinegerikan. Jadi di Merek terdapat dua sekolah yaitu SD Negeri Merek dan SMP Negeri Merek. Namun SLTA tidak ada di Merek, sehingga bila ingin melanjut ke pendidikan itu masyarakat harus ke kota. Masyarakat dari desa sekitar Merek juga bersekolah ke desa Merek. Karena hanya di desa Merek yang ada SMP. Bila hendak melanjutkan SLTA masyarakat harus kekota.

Untuk mengetahui tingkat pendidikan penduduk Merek dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

27

(42)

Tabel VII. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Sumber : Kantor Kepala Desa Merek 1990

NO Tingkat Pendidkan Jumlah Persentase(%) 1 Tidak atau Belum Sekolah 255 25,5

2 Tidak Tamat SD 199 19,9 3 Tamatan SD 210 21 4 Tamatan SLTP 277 27,7 5 Tamatan SLTA 50 5 6 Tamatan Perguruan Tinggi 9 0,9

Jumlah 1000 100

(43)

2.7. Struktur Pemerintahan Desa

Desa merupakan suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai satu-kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak melaksanakan urusan rumah tangganya sendiri.

Sebagai unit terendah desa dipimpin oleh pemerintahan desa. Dalam penerapannya pemerintah desa harus mempunyai aturan desa antara lain :

1. Kerangka atau stuktur pemerintahan desa yang menjadi wadah kerjasama 2. Pembagian tugas dan fungsi serta wewenang dan tanggungjawab

3. Pengaturan dan penyusunan staf pelaksana

4. Pengaturan hubungan kerja antara satuan kerja dan suatu tata hubungan kerja.28

Desa Merek sebagai satu unit desa juga merupakan struktur organisasi pemerintahan desa seperti Kepala Desa, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Umum, dan Kepala RW. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut :

28

(44)

Bagan

STRUKTUR PEMRINTAHAN ORGANISASI DESA MEREK

KEPALA DESA

LKMD LMD

SEKRETARIS DESA

KAUR PEMERINTAH

KAUR PEMBANGUNAN

KAUR UMUM

RW I

RW II

(45)
(46)

2.8. Sarana Transportasi

(47)

BAB III

MASYARAKAT DAN BALAI PENGOBATAN UMUM

3.1. Kehidupan Sehari-hari

Masyarakat Desa Merek merupakan masyarakat tradisional yang menggantungkan kehidupannya pada pertanian. Sehingga perkampungan masyarakat desa ini di bidang pendapatan tidak menunjukkan adanya perubahan. Hal ini di sebabkan oleh hasil pertanian yang belum memadai dan harga tidak menentu menjadikan masyarakat desa tetap berada dalam garis kemiskinan.

Kemiskinan bagi masyarakat di pedesaan merupakan suatu kenyataan yang belum dapat dihapuskan. Kemiskinan adalah suatu faktor ekonomi yang memaksa petani mengutamakan penghasilan dari produksi untuk dimakan sendiri. Kemiskinan mengandung arti yang lebih subsistem dan yang lebih penting dari investasi, dan banyak petani tidak dapat mempertemukannya.29 Untuk itu mereka harus memperoleh uang melalui pinjaman yang seringkali digunakan untuk menyambung hidup.

Dalam rangka usaha pemerintah melaksanakan tiga program mempercepat pemulihan ekonomi diantaranya disiapkan bagi peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani. Menko Perekonomian/Ka.Bulog.Rizal Ramli menyatakan ketiga program itu terdiri dari:

29

(48)

 Restrukturisasi tunggakan Kredit Usaha Tani (KUT) serta penghapusan bunga kredit petani.

 Ketersediaan pupuk perbaikan mekanisme destribusinya serta menjamin harganya terjangkau oleh petani.

 Yang berkaitan dengan syarat-syarat bagi perdagangan gabah dan beras.

Usaha-usaha untuk meningkatkan hasil pertanian khususnya padi dan sekaligus memperbaiki kesejahteraan petani sampai sekarang merupakan problem yang dilematis. Hal ini karena kurang mantap dan padunya usaha-usaha itu meskipun kita mengetahui bahwa dasar untuk mencapai kemakmuran masyarakat adalah bidang pertanian yang kuat seiring dengan perkembangan industri.30

Keadaan penduduk Desa Merek masih jauh dari yang memadai sehingga mendorong masyarakat untuk berdagang. Penghasilan yang bersumber dari pertanian belum mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Pertanian rakyat mengusahakan di tanah-tanah sawah, ladang, dan pekarangan. Walaupun pekarangan penggunaan hasil tanaman ini tidak merupakan kriteria, namun pada umumnya sebagian besar hasil pertanian adalah untuk keperluan konsumsi keluarga. Dalam satu tahun petani dapat memutuskan untuk menanam tanaman bahan makanan atau tanaman perdagangan.31 Keputusan petani menanam bahan makanan terutama didasarkan atas kebutuhan makan untuk seluruh keluarga petani sedangkan keputusan untuk menanam tanaman

30

Koran Analisa, 17 Februari 2001, hlm.4.

31

(49)

perdagangan didasarkan atas iklim, ada tidaknya modal, tujuan penggunaan hasil penjualan tanaman tersebut dan harapan harga.32

Kehidupan penduduk Desa Merek sehari-hari diwarnai dengan adanya nilai gotong royong yang merupakan nilai budaya yang berakar dari warisan nenek moyang. Hal ini telihat pada masa menuai padi, mencangkul sawah, memperbaiki jalan dan acara pesta adat.

Istilah gotong royong dalam kehidupan masyarakat Desa Merek disebut dengan istilah marsiurupan yang berasal dari kata urup yang diartikan bersama. Istilah ini dapat diartikan dengan tolong menolong yang dilakukan secara timbal balik atau secara bergiliran.

Dalam usaha tani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang. Namun usaha tani sekali-kali dapat membayar tenaga kerja tambahan misalnya dalam tahapan penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan ternak maupun tenaga kerja langsung.33

Peserta marsiurupan ini pada umumnya ditentukan dengan melihat jenis pekerjaan. Umpamanya menanam umumnya dikerjakan oleh kaum wanita, sedangkan pekerjaan untuk mencangkul dilakukan oleh laki-laki. Tetapi ada juga jenis pekerjaan

32

Mubiarto, Pengantar Ekonomi Pertanian, Jakarta: LP3ES, 1989,hlm.17.

33

(50)

itu dilakukan secara bersama-sama artinya pekerjaan itu dapat dilakukan oleh perempuan maupun laki-lai, misalnya membersihkan padi pada saat memasukkan padi ke lumbung padi dan pada saat memotong padi.

Menurut keterangan masyarakat setempat masyarakat yang tidak turut dalam bentuk kerjasama ini tidak ada sanksi, karena dilakukan berdasarkan sifat kekeluargaan. Pada umumnya masyarakat tidak ada yang sengaja menghindari diri supaya tidak ikut. Setiap anggota masyarakat merasa terbeban bila tidak diikutsertakan dalam kegiatan ini terutama dalam adat.

Para petani di desa Merek sebagian tergolong miskin, karena tidak terlepas dari sistem pertanian mereka masih bersifat tradisional, sarana pertanian yang kurang memadai tidak adanya irigasi hanya mengharapkan hujan turun dari langit. Bila musim kemarau maka tanahnya akan kering dan gersang. Sehingga kadang-kadang hasil panen kurang menguntungkan, disamping itu pada saat panen juga kurang menguntungkan bila melihat harga dipasaran.34

Di samping sebagai petani sebagian bekerja sebagai Pegawai Negeri. Selain itu mereka juga mempunyai pekerjaan sambilan, seperti beternak ayam, kerbau, babi yang semuanya ini diharapkan dapat membantu perekonomian mereka pada saat hasil pertanian kurang menguntungkan. Di dalam ekonomi tradisional terdapat kegiatan cadangan (sambilan) masyarakat, pada masa krisis terdapat sumber penghasilan yang dapat menolong yang merupakan sumber jaminan subsistensi yang dapat mengambang hidup keluarga apabila hasil panennya tidak mencukupi. Adanya

34

(51)

pilihan itu merupakan suatu elastisitas tertentu kepada masyarakat petani yang merupakan suatu kemampuan untuk mengatasi akibat gagalnya panen.35

Dalam bidang mata pencaharian mereka juga mengenal buruh tanah yang dimaksudkan seseorang bekerja pada orang lain yang membutuhkan tenaganya dengan mendapatkan upah. Setelah mereka bekerja dalam satu hari pada lahan pertanian orang lain maka para pekerja tersebut berhak mendapatkan upah yang telah ditentukan sebelumnya. Upah yang mereka terima biasanya mencapai Rp 10.000 perhari. Upah ini akan berubah harganya setiap tahun. Bila harga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari naik maka upah pun akan naik juga. Adapun tingkat upah sebagai berikut:

Tabel VIII. Harga Upah Buruh

No Tahun Harga (Rp)

1 1975-1980 5000-10.000

2 1981-1985 10.000-15.000

3 1986-1990 15.000-20.000

Sumber : Wawancara dengan mantan Kepala Desa Merek, 20 juli 2007.

35

(52)

Mereka biasanya bekerja mencangkul, membersihkan lahan pertanian dan juga pada saat menanam sehingga tidak ada patokan bahwa buruh tani itu harus perempuan atau laki-laki, tetapi tergantung pada jenis pekerjaan.36

Pada umumnya petani di desa ini digolongkan atas dua jenis yaitu petani pemilik dan petani penyewa. Diketahui petani pemilik apabila petani yang mempunyai tanggung jawab penuh terhadap tanaman yang ditanam di lahan yang dimiliki. Tanah ini umumnya merupakan tanah warisan sehingga dalam kepemilikannya merupakan hak penuh dan mutlak. Umumnya masyarakat Merek adalah petani pemilik karena rata-rata mempunyai tanah yang didapat dari pembagian harta warisan

Petani penyewa adalah petani yang bercocok tanam bukan diatas tanah yang dimilikinya tetapi berhak dan mempunyai tanggung jawab penuh atas tanaman yang dimilikinya sebelum habis masa pakainya. Munculnya petani penyewa di desa ini biasanya karena pendapatan kurang memenuhi kebutuhan sehingga harus mencapai jalan lain yang dapat menambah pendapatannya.37

Bila masyarakat desa Merek memasarkan hasil pertanian, mereka harus pergi kepekan Tigapanah atau Kabanjahe yang berjarak 25 km dari daerah ini dan kadang – kadang pedagang sayur datang ketempat para petani dan membeli dengan sistem borongan sesuai dengan kesepakatan harga. Hasil panen bisa lebih besar akan tetapi kemerosotan harga akan menurunkan nilai riilnya. Sejauh pasar menentukan nilai

36

Wawancara dengan Gontur Sinaga, 19 Juni 2007.

37

(53)

hasil panen petani,maka sejauh itu pula ia rawan terhadap ketidakpastian dari mekanisme harga. Di pasar yang kecil dan terbatas, harga dan hasil produksi cenderung untuk saling mengimbangi. Semakin kecil hasil panen setempat semakin besarlah harga perencanaan unit dan sebaliknya, oleh karena penawaran dan permintaan pada umumnya di tentukan oleh hasil panen itu sendiri.38

38

(54)

3.2. Pola Pemukiman Masyarakat

Tempat tinggal di desa Merek berada di sekitar pekarangan desa. Namun karena tempatnya ada di persimpangan jalan besar maka pola perkampungan itu mulai menyebar kepinggir jalan agar mempermudah segala aktifitas dan mudah di jangkau. Selain itu juga di pengaruhi faktor mata pencaharian, karena umumnya masyarakat di daerah ini adalah petani, sehinga apabila bertempat tinggal di pinggir jalan akan lebih mudah mendapatkan transportasi dalam menjual hasil produksi pertanian.

Pemukiman masyarakat pada umumnya di daerah ini hidup berkelompok yang di sebut dengan istilah huta (kampung). Menurut keterangan masyarakat pola kehidupan yang selalu berkelompok ini dimaksudkan agar mudah mendapatkan bantuan dari masyarakat lainnya bila ada gangguan. Ditengah-tengah perkampungan mereka terdapat halaman yang luas yang biasanya digunakan untuk menjemur padi dan tempat untuk melaksanakan suatu acara oleh penduduk.

(55)

Namun pada akhirnya keadaan ini sudah mulai berubah. Mereka sudah banyak mengikuti perkembangan namun yang diwujudkan dalam renovasi bentuk rumah, juga bentuk rumah panggung bila ditinjau dari segi kesehatan. Bentuk rumah umumnya tidak seragam artinya bangunan rumah penduduk harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi mereka. Bagi mereka yang kondisi ekonominya kurang mampu mereka hanya membangun rumah yang setengah permanen dan kadang – kadang terbuat dari papan, sedang bagi penduduk yang ekonominya mampu rumahnya dibangun secara permanen. Bentuk rumah kebanyakan berbentuk persegi panjang dan menghadap kesebelah Timur (tempat terbitnya Matahari). Kebiasaan ini menurut pengamatan peneliti masih erat hubungannya dengan keyakinan – keyakinan yang masih mewarnai kehidupan masyarakat. Mereka mengatakan apabila bentuk rumah menghadap ke Timur maka matahari akan dapat menyinari secara keseluruhan.

Desa atau kampung merupakan pusat kehidupan masyarakat dimana setiap rumah mempunyai pekarangan yang biasanya ditanami tanaman yang dapat menunjang kebutuhan pangan seperti sayur.39 Sama halnya dengan Desa Merek cenderung memanfaatkan pekarangan rumah mereka dengan menanami sayur – sayuran. Maupun dalam bentuk perkampungan mereka masih hidup berkelompok namun hal ini tidak menjadi hambatan dalam berinteraksi yang tetap terpelihara dalam setiap aspek kehidupan sehari – hari.

39

(56)

3.3.Tehnologi Masyarakat

Kemajuan teknologi masyarakat desa Merek tidak terlepas dari faktor pengetahuan masyarakatnya sebab pendidikan merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari manusia, dan sangat mempengaruhi tingkat kemajuan teknologi. Demikian juga di Merek tegnologi yang sudah ada pada tahun 1975 masih terus ada sampai tahun 1990.

Setelah diamati, teknologi yang dipakai desa Merek pada umumnya masih bersifat tradisional dan terbuat dari kayu. Disini akan diuraikan beberapa hasil teknologi masyarakat Merek yang masih dipergunakan sampai tahun 1990, antara lain:

- Gareta (bajak)

Bahannya terbuat dari kayu yang digunakan mengangkut hasil produksi dari perladangan (sawah) kerumah atau tempat yang diinginkan masyarakat. Karena pada umumnya perladangan masyarakat dari desa jauh, jadi harus menggunakan gareta untuk membawa hasil produksi. Dalam menggunakannya diperlukan tenaga binatang seperti Kuda atau Kerbau untuk menarik bajak tersebut.

- Rago

(57)

- Haor

Bahannya terbuat dari kayu. Peralatan ini digunakan setelah selesai panen atau hasil telah dikumpul. Biasanya padi lebih dulu dikeringkan sebelum dimasukkan kelumbung, pada saat inilah alat ini digunakan untuk meratakan permukaan padi yang akan dikeringkan diatas tikar agar padi secara merata dapat dikeringkan dan mendapat sinar yang cukup.

- Amak (Tikar)

Ini terbuat dari bayon yang merupakan hasil anyaman penduduk. Hasil anyaman ini dalam kehidupan sehari-hari disebut dengan istilah “ Amak “. Yang menganyam bayon ini biasanya adalah perempuan. Amak ini dipergunakan dalam kehidupan mereka untuk mengeringkan padi dan sebagai alas tempat duduk dirumah masing-masing atau di pesta.

- Bahul-bahul

(58)

- Lesung

Bahannya terbuat dari kayu bulat dan besar yang dibentuk sedemikian rupa dan ditengahnya dibuat lobang. Alat ini dipergunakan untuk menumbuk padi menjadi beras. Sebagai pasangan lesung ini untuk menumbuk padi disebut andalu. Terbuat dari kayu yang lurus dan panjang.

(59)

3.4. Tingkat Kesehatan Masyarakat

Masalah kesehatan di pedesaan dapat ditinjau dari dua segi, yakni hal kesehatan sendiri dan hal penyelenggaraanya.40 Masalah kesehatan dapat berupa berbagai jenis penyakit. Sedangkan masalah penyelenggaraannya kesehatan meliputi masalah peningkatan, perlindungan secara awal, pengobatan, dan pemulihan kesehatan pada perseorangan maupun pada kelompok masyarakat. Demikian juga di desa Merek terdapat masalah kesehatan. Sebelum dinas kesehatan pemerintah ada di masyarakat terdapat berbagai penyakit yang ada di Merek.

Adapun penyakit yang ada sebelum adanya balai pengobatan yaitu:

- Malaria dan Muntaber

Penyakit ini gejalanya panas dingin sembarang waktu. Masyarakat masih yakin bahwa penyakit ini adalah penyakit yang diguna-gunai oleh masayarakat. Begitu juga dengan muntaber banyak diderita masyarakat. Dimana muntaber ini penyebabnya adalah karena kurang bersih. Masyarakat juga percaya bahwa penyakit ini diakibatkan guna-guna. Sebelum adanya BPU kebersihan masyarakat belum maksimal ataupun memadai. Hal ini dapat dilihat dari cara masyarakat memelihara ternak tidak berkandang dan memberi makan dihalaman sendiri, sehingga kotoran-kotoran dan sisa makanan ternak membawa dampak penyakit. Adapun ternak yang dipelihara seperti ayam, kerbau, babi, dan kuda.

40

(60)

- Utang-Utang (Cacar)

Menurut tradisi masyarakat penyakit utang-utang ini juga karena adanya mistik dari masyarakat sendiri. Dikatakan utang-utang karena menurut kepercayaan masyarakat bahwa setiap manusia harus terserang penyakit ini, jadi sudah menjadi utang. Bila sipenderita matanya merah maka akan dimandikan dengan air dingin sementara menurut medis sekarang ini hal tersebut bertentangan untuk penyakit tersebut. Dimana sebenarnya sipenderita tidak bisa terkena air terutama air dingin. Bila sipenderita matanya tidak merah masyarakat menganggap penyakit ini penyakit mistik penabur-naburi. Penyakit ini juga sejenis cacar.

- Panorpoan

Sebelum masyarakat menerima kepercayaan agama sepenuhnya masih ada masyarakat yang berkeyakinan animisme. Berhubungan dengan ini ada juga penyakit panorpoan. Panorpoan ini yang dikenal dengan penyakit step. Bila terkena penyakit ini sipenderita matanya terbelalak. Masyarakat mengatakan penyakit ini terkena Begu Ganjang ( diganggu roh yang sudah mati).41

Dari uraian penyakit di atas dapat diketahui bahwa masyarakatnya masih tradisional dan memiliki kepercayaan pada hal yang mistik. Ini dilatarbelakangi oleh pengetahuan masyarakat tentang kesehatan tidak ada. Mereka percaya menggunakan keyakinan mereka dalam sehari-hari.

41

(61)

Masalah kesehatan yang muncul di daerah pedesaan adalah tingginya angka kejadian penyakit menular, kurangnya pengertian masyarakat tentang syarat hidup sehat, giji yang kurang, dan keadaan sanitasi yang jauh dari memuaskan. Kejadian penyakit menular ini sebenarnya bisa dikurangi kalau dimiliki pengertian yang baik mengenai syarat hidup sehat dan dengan diperbaikinya keadaan sanitasi, keadaan giji yang jelek membuat keadaan lebih buruk karena menyebabkan daya tahan tubuh kurang, mudah terserang penyakit, dan berakibat pula pada tingginya angka kematian dari penderita penyakit menular tersebut. Selain itu pelayanan kesehatan yang kurang didaerah pedesaan menyebabkan sebagian besar masyarakat masih sulit mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pengobatan. Dan kalaupun fasilitas pelayanan itu tersedia sering tidak tersedia sarana yang cukup.42 Hal ini yang mempersulit usaha pertolongan pengobatan adalah kenyataan yang sering terjadi dimana penderita atau keluarga penderita tidak dengan segera berusaha mencari pertolongan pengobatan, di usahakan cara-cara lain untuk menyembuhkan dengan berusaha mengusir benda asing atau spirit yang masuk ke dalam badan si sakit.

Selain penyakit di masyarakat Merek ada juga kesulitan yang dihadapi masyarakat yaitu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yaitu air bersih. Bila hendak mandi dan memperoleh air bersih masyarakat harus pergi ke tempat yang ada mata air seperti hutan dan sawah. Selain itu masyarakat juga menggunakan air hujan yang ditampung. Hal ini dikarenakan belum adanya air bersih dari Perusahaan Air Minum (PAM) yang sampai ke desa ini. Sampai tahun 1990 sampai sekarang penanganan air

42

(62)

bersih belum ada di desa ini. Dari hal ini dapat diketahui bahwa kurangnya air bersih maka kebersihan masyarakatpun kurang dan menjadi pemicu datangnya penyaki

3.5. Pengobatan Tradisional

Sebelum ilmu kesehatan Barat masuk dalam lingkungan Indonesia dalam masyaraakt telah lama digunakan cara-cara yang lazim disebut pengobatan asli atau pengobatan tradisional, yakni pengobatan yang berdasarkan tradisi dan turun-temurun dari generasi sehingga sampai sekarang masih digunakan orang. Pengobatan tradisional tersebut mengandung unsur-unsur spritual dan kegaiban serta unsur-unsur materi berupa ramuan daun-daun, akar-akar, kulit kayu, dan lain-lain yang secara empirik telah dikenal khasiatnya.43

Dalam menghadapi penyakit masyarakat tradisional khususnya masyarakat Merek mengatasinya dengan berobat ke pengobatan tradisional. Memang ada juga mayarakat yang berobat ke Rumah Sakit Umum di Kabanjahe. Namun masih jarang masyarakat yang berobat kerumah sakit umum. Masyarakat yang pergi ke RS Kabanjahe bila tidak terobati di pengobatan tradisional, seperti penyakit karena kecelakaan, yang harus dioperasi dan sebagainya.44

Di desa Merek terdapat beberapa pengobatan tradisional. Adapun jenis pengobatan yang terus ada sampai tahun 1990 adalah:

43

Dr. Satrio. Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia, (jilid 1). Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 1979. hlm. 11.

44

(63)

1.Pengobatan Marsius Sidabutar

Marsius Sidabutar di pindahkan ke tanah karo pada tahun 50-an yaitu di Desa Merek. Dia berprofesi sebagai Kepala Sekolah Rakyat. Dia mengetahui pengobatan tradisional dari Oppu Raja Suributtu Sidabutar dari Tomok (Samosir). Jadi bila ada masyarakat yang sakit rata-rata datang berobat kepadanya. Pada tahun 1964 Marsius Sidabutar pensiun dan pindah ke Siantar. Setelah pindah sebagai penerus pengobatan ini adalah Jasiman Sinaga. Jasiman belajar pengobatan ini dari Marsius sejak kecil. Ayah dari Jasiman berteman akrab dengan Marsius. Jadi sebagai kenangan kepada masyarakat maka Marsius mempercayakan Jasiman sebagai penerusnya.

(64)

berobat ke pengobatan tradisional ini seperti yang berpenyakit kusta, sawan, badan yang mati sebelah, muntah darah,campak dan sebagainya.

Prinsip pengobatan tradisional Jasiman ini adalah : 1.Berdoa

2.Usaha 3.percaya

Menurutnya semua yang ada dialam/bahan baku obat berasal dari Sang Pencipta bukan dari dia. Banyak juga masyarakat yang sudah berobat kerumah sakit namun tidak sembuh, tetapi bila berobat kepada pengobatan ini maka akan sembuh seperti badan mati sebelah. Namun ada juga penyakit yang tidak sembuh diobatinya seperti penyakit struk. Satu hal yang menarik dari pengobatan tradisional dibanding pengobatan medis yaitu mengenai penggunaan obat. Bila obat tradisional semakin banyak obat digunakan atau istilah lainnya over dosis maka penyakit cepat sembuh, namun bila pengobatan medis semakin banyak obat yang digunakan maka akan over dosis dan berbahaya bagi pasien. Namun demikian ada juga kelemahan pengobatan tradisional ini yaitu tidak bersih dalam

pengobatannya, misalnya bila pasien yang jatuh atau mengalami patah / memar maka proses pengobatannya jorok karena obatnya alami, berbeda dengan cara pengobatan medis yang sudah modern bersih dan simple.

Walaupun pengobatan ini tidak berbau mantra ada juga pantangannya. Pantangan ini adalah pengobatan ini tidak bisa dipromosikan ataupun dijajakan. Misalnya dibuat pamplet ataupun dibuat surat izinya / dipamerkan ke masyarakat. Harus dari mulut ke mulut. Jasiman tidak mau memberikan alasan yang jelas kenapa tidak bisa dipromosikan.

2. Pengobatan Khusus Wanita

(65)

Masyarakat yang ingin berobat harus datang ke rumahnya .Masyarakat menyebut dia sebagai bidan desa. Namun ada juga yang berobat ketempat ini bukan untuk bersalin. Pengobatan ini menggunakan mantra, bila dia mengobati pasien maka tenggorokannya mengeluarkan bunyi yang aneh. Sontaimin ini bekerja sama dengan roh yang sudah meninggal. Menurud keyakinanya roh ini datang sendiri kepadanya dan mengajarinya menyembuhkan orang sakit.45 Pengobatan ini dimulai sejak berkeluarga yaitu tahun 1970. Roh itu ditabalkan orang tuanya kepadanya karena menurut mereka dia selalu diikut –ikut roh itu dan hendak bersekutu dengan dia. Bila tidak diterima maka Sontaimin akan selalu sakit-sakitan. Hal ini dapat dimaklumi karena pada masa itu agama belum begitu berperan bagi masyarakat. Memang masyarakat sudah beragama namun dalam pelaksanaanya tidak maksimal.

Sebelum adanya Balai Pengobatan Umum di Merek masyarakat yang tidak memiliki keturunan berobat ke tempat ini dengan harapan akan memperoleh keturunan. Walaupun BPU sudah ada namun pengobatan ini masih digunakan masyarakat. Dimana masyarakat yang tidak mempunyai keturunan berobat ke Balai Pengobatan Umum agar bisa mempunyai keturunan, namun tidak berhasil. Tetapi bila berobat ke pengobatan tradisional ini keluarga yang tidak memiliki keturunan tersebut bisa mempunyai anak.

Dari uraian diatas dapat suatu pemahaman bahwa masih ada kelebihan pengobatan tradisional. Dimana ketika medis tidak bisa mengobati sampai tuntas, maka pengobatan tradisional bisa mengobati. Jadi tidak heran bila sampai tahun 1990

45

(66)

bahkan sampai sekarang ini pengobatan tradisional masih ada dan dipakai masyarakat.

3.6. Balai Pengobatan Umum

Setiap segi pembangunan saling mendukung kemajuan satu sama lain. Juga antara kesehatan dan pembangunan desa secara menyeluruh. Kemajuan ekonomi mendorong perbaikan gizi yang memperkuat daya tahan. Kemajuan ekonomi juga mendorong perbaikan lingkungan hidup yang mengurangi kejangkitan penyakit. Rendahnya kejangkitan penyakit dan tingginya daya tahan meningkatkan taraf kesehatan. Taraf kesehatan mendukung daya belajar dan daya kerja, perawatan kesehatan ibu dan anak merupakan pencipataan daya belajar dan daya kerja di masa depan.

Pengobatan merupakan kegiatan penyelenggaraan kesehatan yang dianggap paling eksplisit yang dilakukan oleh rakyat.46 Kegiatan ini dilakukan secara sadar untuk memperbaiki keadaan kesehatan yang rusak, dari sakit menjadi tidak sakit. Untuk menunjang kesehatan masyarakat Merek maka Balai Pengobatan Umum pun didirikan di Merek. Orang yang ditugaskan pemerintah untuk balai pengobatan ini adalah Mantri Tala Tarigan. Dia datang ke Merek setelah Indonesia merdeka yaitu sekitar tahun 1960. Tempat pertama Balai Pengobatan ini adalah di simpang tiga Merek yaitu dirumah penduduk yang dimiliki oleh Brigjen Purnawirawan Lahiraja

46

(67)

Munthe. Tinggal ditempat ini sekitar 5 tahun kemudian pindah kerumah atupun Kantor Busesen karena belum ada tanah yang disediakan oleh pemerintah.

Pada masa ini Tala Tarigan tidak memandang kelas masyarakat. Dia menerima semua golongan masyarakat. Bahkan ada masyarakat yang berbon atau berhutang kepada Tala Tarigan karena tidak punya uang.47 Pada masa ini Tala Tarigan bila bepergian selalu menggunakan sepeda. Para pasien yang sakit berobat jalan karena tempat pasien untuk menginap tidak ada. Sehingga petugas ini datang dan dijemput oleh sipasien. Jenis penyakit yang sering ditanganinya adalah Malaria dan Disentri. Sebelumnya Tala Tarigan sempat dipindahkan ke Lau Simomo pada tahun 1975. Namun masyarakat meminta dia agar dijemput lagi ke Merek karena petugas ini sangat baik kepada masyarakat. Pengganti tala Tarigan adalah mantri Panjaitan yaitu pada tahun 1986 sampai tahun 1990.

47

(68)

BAB IV

PERANAN BALAI PENGOBATAN UMUM (1975-1990)

4.1. Pelayanan Terhadap Masyarakat

Pelayanan merupakan hal penting dalam usaha pelayanan jasa terutama dalam usaha penyelenggaraan pelayanan medis bagi masyarakat. Masyarakat sebagai tempat pemberian pelayanan medis terutama penyembuhan penyakit sangat memerlukan pelayanan yang dapat menambah semangat untuk mendapatkan kesehatannya kembali. Pelayanan medis menyangkut bagaimana pelayanan yang diberikan para tenaga medis pada saat melaksanakan tugas dalam menjalankannnya. Pelayanan ini merupakan kunci utama dalam menilai bagaimana pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Pelayanan yang memadai tentunya akan mempengaruhi pola pikir masyarakat yang menganggap ke pengobatan modern adalah pilihan dalam memelihara kesehatannya ataupun menyembuhkan penyakit di pengobatan modern adalah hal yang dihindari. Menyadari hal tersebut pelayanan yang diberikan balai pengobatan sangat berpengaruh dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memelihara kesehatan dan penyembuhan penyakit.

Secara umum pelayanan itu dapat digolongkan dalam tiga macam yaitu,48

48

Gambar

Tabel II. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel IV.Penduduk Yang Produktif
Tabel V. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian
Tabel VI. Jumlah Penduduk Bedasarkan Agama Tahun 1990
+4

Referensi

Dokumen terkait

Layanan merupakan salah satu kegiatan utama di perpustakaan umum. Layanan tersebut merupakan kegiatan yang langsung berhubungan dengan masyarakat, dan sekaligus merupakan

PERANAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DAN YAYASAN KEAGAMAAN DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH TERPENCIL.. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan di

Hasil Wawancara Kategori Peran Bidan dalam Mewujudkan Hak Atas Kesehatan Reproduksi di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Wilayah Kota Semarang Sudah

Yang dimaksud dengan partisipasi aktif adalah adanya keterlibatan aktif masyarakat secara langsung dalam kegiatan kependidikan di madrasah Tarbiyatul Banin, antara

2 Rumah sakit merupakan ujung tombak dalam pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan

Hal in disebabkan karena setiap masyarakat mempunyai penilaian yang berbeda-beda terhadap kegiatan Bhabinkamtibmas khususnya dan polisi untuk mewujudkan keamanan dan

Dalam mendukung tugas dan fungsi tersebut, Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat BPPKPM Makassar menetapkan sturuktur organisasi yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Tidak hanya kegiatan yang dilakukan menjadi poros pemberdayaan, namun partisipasi aktif masyarakat yang di fasilitasi dengan adanya pelaku pemberdayaan mempunyai pengaruh