• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

PERANAN DOKTER DALAM PEMBUKTIAN

PERKARA PIDANA

( STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN

)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA HUKUM

SRI INGETEN Br PERANGIN-ANGIN NIM : 040 200 298

HUKUM PIDANA

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

( Abul Khair, SH, M.Hum ) NIP. 131 842 854

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

( Abul Khair, SH, M.Hum. ) ( Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum) NIP. 131 842 854 NIP. 132 300 076

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...vii

ABSTRAKSI...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… ……...1

B. Permasalahaan ………..……...6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan………...6

D. Keaslian Penulisan ………..……...8

E. Tinjauan Perpustakaan ………...8

1. Pengertian Dokter ………...8

2. Aplikasi Ilmu – Ilmu Forensik Dalam Kasus Kejahataan ………...12

3. Pembuktian Perkara Pidana ………...17

a. Pengertian Pembuktian ………...18

b. Sistem Pembuktian Perkara Pidana ……….19

c. Alat Bukti yang Sah Menurut KUHAP………...26

F. Metode Penelitian ………....31

G. Sistematika Penulisan ………....32

BAB II PERANAN DOKTER DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA A. Dokter Sebagai Pembuat Visum Et Repertum …...36

1. Tata Laksana Bantuan Dokter ………... 43

a. Kapan Permintaan Dokter Itu Dapat Diajukan …………..44

b. Siapa yang Berhak Meminta Bantuan Dokter ………...44

2. Kerja Sama Penyidik dan Dokter ………....47

3. Cara Mengajukan Permintaan Bantuan Dokter...48

(3)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

5. Cara Dokter Dalam Menyampaikan Keterangannya...51

B. Dokter Sebagai Saksi Ahli ………52

1. Dokter Sebagai Saksi Ahli Memberikan Keterangan Tentang Teori/Hipotesa ………....55

2. Dokter Sebagai Saksi Ahli Memberikan Keterangan Tentang Suatu Objek ………....55

a. Objek Terdakwa ………56

b. Objek Korban ………... 57

3. Kewajiban Dokter Sebagai Saksi Ahli... 61

a. Wajib Memberikan Keterangan Ahli... 62

b. Wajib Mengucapkan Sumpah atau Janji...64

C. Kendala Yang Dihadapi Dokter Dalm Membantu Pembuktian Perkara Pidana ……… 64

BAB III IMPLEMENTASI PERAN DOKTER DALAM PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN A. Kasus Posisi ………...69

1. Putusan No.1540/Pid.B/2005/PN.MDN ………....69

2. Putusan No.2380/Pid.B/2007/PN.MDN ………....75

3. Putusan No.1135/Pid.B/2006/PN.MDN ………...79

B. Analisa Kasus ………...83

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………..95

B. Saran ………...99

(4)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, pertolongan, kemurahan hati dan pernyertaanNya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus penulis penuhi guna menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU Medan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Skripsi ini berjudul : “ PERANAN DOKTER DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA”.

Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, wawasan, serta bahan-bahan literatur yang penulis dapatkan. Oleh karena itu penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk mencapai kesempurnaan tulisan ini.

Pada kesempatan ini dengan rasa hormat dan bahagia penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan semua pihak yang telah menjadi bagian penting selama penulis menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum USU Medan, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum USU Medan.

(5)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

3. Bapak Syafrudin Hasibuan, SH., M.H, DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU Medan.

4. Bapak Muhammad Husni, SH., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU Medan.

5. Bapak Abul Khair, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU Medan dan juga selaku Dosen Pembimbing I, terima kasih untuk semua kesabaran bapak untuk membimbing saya dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Rafiqoh Lubis, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, terima kasih untuk semua waktu, nasehat dan ilmu yang ibu berikan kepada saya serta penuh kesabaran membimbing saya mulai dari awal penulisan skripsi sampai dengan selesainya penulisan ini.

7. Ibu Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum., selaku Dosen Wali Penulis selama penulis mengikuti perkuliahan dan yang telah banyak memberi dorongan dan semangat kepada penulis.

8. Ibu dr Rita Mawarni, SpF. Dokter forensik di RSU Adam Malik Medan. Terima kasih buat waktu yang diberikan kepada penulis serta bahan-bahan yang telah ibu berikan sebagai penambah literatur penulisan ini.

(6)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

10.Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum USU Medan, yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang sangat berharga kepada penulis.

11.Seluruh Bapak/Ibu Staf Fakultas Hukum USU Medan, yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan.

12.Spesial ini semua penulis dedikasikan untuk kedua orang tuaku yang sangat aku banggakan. Ayahandaku A. Perangin-angin dan Ibundaku N.Br.Tarigan. Terimakasih untuk doa, dukungan, cinta yang banyak sekali, kerja keras, pengorbanan dan kasih sayang yang luar biasa yang penulis rasakan. Semangat Papa dan Mama akan menjadi kebanggaan dan motifasi tersendiri untuk penulis. 13.Buat abangku, dr Citra Rencana Perangin-angin dan drg Ravina

Naomi Br Tarigan. Terima kasih untuk kasih sayang, doa dan dukungan yang diberikan kepada adek selama ini.

14.Buat kakakku, Lidia Sari Br Perangin-angin SH, dan Ir Emerson Sinulingga M.Eng. Terima kasih untuk kasih sayang, dukungan, nasehat dan doa buat adek selama ini.

15.Buat Adikku Sherly Cristabella Br Perangin-angin. Terima kasih untuk doa dan waktunya menemani kakak disaat menulis skripsi ini.

(7)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

dengan sikap lucu, tawa dan keceriaan mereka. Cepat besar young man.

17.Buat Abdiel Tarigan, Amd. Terima kasih untuk perhatian yang besar, motifasi, cinta, doa, dukungan yang diberikan kepada penulis dan segala warna yang membuka rasio, emosional, rasa, dan egoku namun pengertianmu jauh lebih besar.

18.Buat teman-teman stambuk 2004 (Group A dan Group B ) senang bisa mengenal kalian semua : Icha, Winda, Rosi, Roy, Pendi, Velin, Nita, Virsa, Claudya, Sisca Tarigan, Mighdad dan semua yang tidak bisa penulis sebutkan.

19.Buat adik-adik Stambuk 2005. Spesial untuk Siska Surbakti, Sesi dan Natalia

20.Abang-abang dan kakak-kakak senior di Fakultas Hukum USU 21.Buat teman-teman sepelayanan di Permata : B.Mulia, B.Ramen,

Roy, Erlikasna, Zeplin, Nesti, Aset, K.Ruth, K,Novita, K.Rhena, Rika, Petrus, Deliana, Eva, Iren dan semuanya. Terima kasih untuk dukungan dan doa yang diberikan selama ini. “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan dan yang menaruh harapannya pada Tuhan”. Tetap semangat sahabatku.

(8)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

ABSTRAKSI

SRI INGETEN Br.PERANGIN-ANGIN * ABUL KHAIR, SH, M.Hum ** RAFIQOH LUBIS, SH, M.Hum **

Di dalam suatu pemeriksaan persidangan perkara pidana hakim yang melakukan pemeriksaan persidangan namun tanpa adanya alat bukti yang dikemukakan, hakim tidak akan dapat mengetahui dan memahami apakah suatu tindak pidana telah terjadi dan apakah terdakwa yang dihadapkan pada persidangan benar-benar telah melakukan tindak pidana tersebut dan dapat bertanggung jawab atas peristiwa itu. Hal ini didasarkan karena tidak semua ilmu pengetahuan dikuasai oleh hakim, dalam hal ini seorang dokter mampu dan dapat membantu mengungkapkan misteri atas keadaan barang bukti yang dapat berupa tubuh atau bagian dari tubuh manusia. Untuk itulah bidang hukum dan kedokteran tidak dapat dipisahkan dalam rangka pembuktian atas kesalahan seseorang sehingga hakim dapat memutus suatu perkara pidana dengan bijaksana dan tercapainya kebenaran materiil yang merupakan tujuan dari Hukum Acara Pidana. Alasan inilah yang melatar belakangi ketertarikan penulis untuk menulis skripsi dengan permasalahan diantaranya adalah ; bagaimana peranan dokter dalam pembuktian perkara pidana; bagaimana tentang kendala-kendala yang dihadapi dokter dalam melakukan pemeriksaan; bagaimana implementasi peran dokter dalam penyelesaian perkara di Pengadilan Negeri Medan. Skripsi ini merupakan penelitian yuridis normatif , dengan melakukan penelitian diperpustakaan (library research) serta menganalisis putusan Pengadilan Negeri Medan dan penelitian lapangan (field research) dengan cara wawancara kepada beberapa dokter ahli spesialis forensik.

Dokter mempunyai peran penting dalam melakukan visum terhadap korban tindak pidana disamping itu juga dokter dapat hadir dipersidangan untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan apa yang diketahuinya. Namun pada prakteknya, didalam melakukan pemeriksaan sering sekali dokter mendapatkan hambatan dan kendala. Disinilah sangat diperlukan kerjasama yang baik antara dokter dan penyidik sehingga pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar dan dapat menjawab semua fakta hukum yang terjadi. Dengan kesimpulan itu hakim dapat meyakini dan memberikan putusan pada kasus yang sedang dihadapi dan tercapainya tujuan dari hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran yang materiil atau kebenaran yang sesungguhnya.

_______________________________

* Mahasiswi Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

** Pembimbing I dan staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

(9)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan bermasyarakat selalu saja terdapat perselisihan, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan dan sebagainya. Perkara yang mengganggu ketentraman dan kepentingan pribadi. Untuk meneyelesaikan perkara demikian sangatlah diperlukan suatu sistem atau cara yang memberikan ganjaran dan hukuman yang setimpal kepada yang bersalah sehingga perbuatan yang serupa tidak terulang kembali dan sebaliknya yang tidak bersalah terbebas dari tuntutan hukuman. Dari dahulu orang telah memikirkan bagaimana mendapatkan cara untuk menegakkan keadilan ini. Diperlukan suatu cara pembuktian yang dapat dilakukan dan yang dapat diterima oleh masyarakat.

Sesuai dengan perkembangan pemikiran pada zamannya, ada dikenal beberapa istilah misalnya 1 :

- Judicia Aque : orang yang dianggap bersalah (terdakwa) ditenggelamkan

ke dalam air untuk beberapa lama, bila dia tidak mati maka dianggap tidak bersalah sebaliknya jika tertuduh mati berarti ia bersalah.

- Judicia Ignis : orang yang dianggap bersalah (terdakwa) disuruh

memegang atau berjalan diatas bara api atau benda panas lain, terdakwa dinyatakan bersalah bila terjadi luka bakar. ______________________

(10)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

- Judicia Ovae : orang yang dianggap bersalah (terdakwa) disuruh untuk menelan racun dimana apabila sedikit saja timbul keracunan sudah merupakan suatu pedoman untuk menjatuhkan hukuman pada terdakwa.

Pada masa kebijakan ini dilaksanakan, semua orang yang juga termasuk yang dituduh bersalah dapat menerima dan meyakini keadilan dan kebenaran dengan cara-cara yang ditempuh ini.

Perkembangan zaman dan kemajuan berfikir, membuat cara mencari kebenaran dan keadilan melalui model ini pelan-pelan ditinggalkan dan mencari cara lain yang lebih tepat. Para penegak hukum mendapat metode yang lain, selain bukti dari kesaksian atau keterangan saksi yang tetap dipercaya sampai kini, juga dipergunakan keterangan terdakwa di bawah sumpah menurut kepercayaannya atau agama yang dianut sampai sekarang masih dipakai. Mendapatkan pengakuan terdakwa yaitu dengan meminta terdakwa untuk mengakui perbuatannya. Untuk mendapatkan keterangan tak jarang penegak hukum melakukan penyiksaan terlebih dahulu. Namun setelah diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ) yang mulai berlaku pada tahun 1981 pengakuan terdakwa ini dirubah dan di tinggalkan.2

Pada masa sekarang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi orang mendapatkan pembuktian secara ilmiah yang disebut saksi diam (silent

witness) dan dalam hal ini diperlukan peran ahli untuk memeriksa barang bukti

(11)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

2.

Ibid, hal.6.

Dokter disamping sebagai tenaga medis, juga dituntut kewajiban untuk memberikan bantuan kepada penegak hukum. Ada spesialis tertentu dalam hal ini yang dikenal sebagai Spesialis Forensik.

Terdapat perbedaan mendasar antara tujuan ilmu kedokteran forensik dan ilmu kedokteran umum. Tugas ilmu kedokteran forensik adalah menentukan hubungan kausal dalam suatu tindak pidana yang menyebabkan kecedaraan atau gangguan kesehatan dan sama sekali tidak bertujuan untuk menyembuhkan.3 Cara berfikir dan bertindaknya juga berbeda antara ilmu kedokteran forensik hal ini di karenakan fenomena klinis yang tidak berhubungan dengan penyembuhan penyakit tidak diperhatikan. Dokter Forensik khususnya dapat membuat barang bukti yang ditemukan tersebut “dapat bercerita” tentang apa yang telah terjadi, barang bukti tersebut dapat berupa orang hidup, mayat, darah, rambut, sidik jari, larva lalat, nyamuk, dll.4 Dalam rangka untuk mengupayakan keadilan ini sangat dibutuhkan ahli dalam membuat visum ataupun autopsi, peran dokter sangat berpengaruh dalam menemukan kebenaran materiil hal tersebut disebabkan karena tidak semua ilmu pengetahuan dikuasai oleh hakim.

Di dalam suatu pemeriksaan persidangan perkara pidana hakim yang melakukan pemeriksaan persidangan namun tanpa adanya alat bukti, hakim tidak akan dapat mengetahui dan memahami apakah suatu tindak pidana telah terjadi dan apakah terdakwa benar-benar telah melakukan tindak pidana tersebut dan ______________________

3.

Herkutanto, Visum et Repertum dan Pelaksanaanya, Ghalia, Jakarta, 2006, Hal.166.

4.

(12)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

bertanggung jawab atas peristiwa itu, jadi adanya alat bukti mutlak dibutuhkan dan harus ada diajukan di dalam pemeriksaan persidangan sehingga hakim dapat dengan pasti menemukan kebenaran materiil. Peranan dokter untuk menemukan kebenaran materiil dalam perkara hukum pidana khususnya memegang peranan penting dan menentukan. Bidang hukum dan kedokteran tidak dapat dipisahkan untuk penegakkan hukum khususnya dalam rangka pembuktian atas kesalahan seseorang, hanya dokterlah yang mampu dan dapat membantu mengungkapkan misteri atas keadaan barang bukti yang dapat berupa tubuh atau bagian dari tubuh manusia.

Namun apabila dilihat secara teliti ilmu forensik di Indonesia boleh dibilang sangat tertinggal jika dibandingkan praktek forensik di negara maju.5 Selain ahlinya belum banyak, sarana pendukungnya juga tidak difasilitasi dengan baik oleh pemerintah. Banyak dokter yang memandang sebelah mata terhadap ilmu forensik, sebagian karena bagian ini lebih banyak berkecimpung dengan badan yang sudah dingin atau busuk, sebagian lagi karena menjadi dokter spesialis forensik tidak potensial untuk mendatangkan keuntungan materi dibandingkan dengan menjadi spesialis lain. Padahal dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali kasus-kasus pada pemeriksaan pidana yang ditemukan, sebagai kaum awam mungkin hanya dapat berasumsi sederhana tentang perihal bagaimana

tindak pidana itu terjadi.

(13)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

5

2008 Pukul 19.00 WIB.

Banyak contoh kasus dimana vonis hakim dijatuhkan kepada orang yang tidak bersalah karena terlalu berpegang kepada saksi mata.6 Misalnya saksi mata menyaksikan orang tersebut di tempat kejadian padahal orang tersebut bukanlah pelakunya dia kebetulan berada disana sewaktu peristiwa pidana itu terjadi. Untuk itulah dalam pemeriksaan persidangan pidana khususnya sangat dibutuhkan keterangan dari seorang saksi ahli ( dokter ), karena seorang dokter dapat mengetahui secara terperinci dan jelas menurut keahlian dan pengetahuannya tentang bagaimana tindak pidana itu dilakukan oleh terdakwa dengan cara memeriksa korban, kasus-kasus seperti ini dapat dilihat misalnya pada kasus pembunuhan, kasus pemerkosaan, kasus penganiayaan bahkan kasus mutilasi.

Alasan inilah yang mendasari penulis untuk membahas tentang “peranan dokter dalam pembuktian perkara pidana”. Melihat semakin berkembangnya kemajuan pelaku pidana dalam memyembunyikan kejahatannya di muka hukum, sehingga semakin banyak dibutuhkan peranan dokter yang mempunyai keahlian tersendiri dalam membantu proses pemeriksaan kasus pidana tersebut dimana pada satu sisi pemerintah sendiri kurang memadai fasilitas menyimpan data rekam medis yang sangat terbatas sehingga memberikan dampak negatif di dalam hasil penelitian dokter tersebut untuk membantu proses penyidikan, dan sejauh mana seorang dokter dapat berperan dalam pemeriksaan persidangan tersebut.

(14)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

6.

pada 16 Juli 2006 pukul 19.30 WIB.

B.Permasalahan

1. Bagaimana peranan dokter dalam pembuktian perkara pidana dan apa kendala yang dihadapi dokter dalam membantu pembuktian perkara pidana ?

2. Bagaimana implementasi peran dokter dalam penyelesaian perkara pidana di Pengadilan Negeri Medan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui peranan seorang dokter untuk mengungkapkan suatu peristiwa pidana.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan peran dokter dalam penyelesaian perkara pidana di Pengadilan Negeri Medan ?

Manfaat penulisan skripsi ini adalah :

1. Secara teoritis hasil dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan kajian ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi karya ilmiah serta memberikan konstribusi pemikiran tentang peran dokter dalam pembuktian perkara pidana. 2. Secara praktis hasil dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat

(15)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

tercapainya kebenaran materiil. Begitu juga skripsi ini dapat berguna bagi pihak eksekutif, pihak kepolisian, pihak dokter :

a. Bagi pihak eksekutif / pemerintahan supaya dapat memberikan perhatian khusus dan serius dalam hal penyidikan yang membutuhkan penanganan ahli di dalamnya, sehingga Pemerintah dapat lebih terbuka dan memfasilitasi kebutuhan para ahli forensik ini sehingga para ahli forensik dapat bekerja secara maksimal dan optimal dalam membuat suatu analisa penyelidikan bagi korban pelaku tindak pidana.

b. Bagi pihak kepolisian supaya dapat secara intensif bekerjasama dengan para ahli forensik (khususnya) sehingga dapat mengetahui tanggung jawab masing-masing dan batasan-batasan apa saja yang dapat dilakukan sehingga tercapainya penyelidikan yang sesuai dengan hukum acara pidana itu sendiri.

(16)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

pengetahuannya sehingga dapat mencapai satu kesimpulan yang nyata tentang peristiwa pidana tersebut.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini adalah berdasarkan dari hasil pemikiran penulis sendiri, skripsi ini belum ada yang pernah membuatnya. Dalam skripsi ini penulis mengambil judul “ Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana “. Dimana dalam penulisan ini penulis mengarahkan pembahasannya kepada dokter yang dapat menjadi saksi dalam persidangan juga sebagai pembuat visum sesuai dengan ilmu pengetahuan yang ia miliki. Di penulisan skripsi ini penulis meneliti tentang peranan dokter itu sendiri di dalam pembuktian perkara pidana. Judul skripsi ini telah terlebih dahulu penulis konfirmasikan kepada Sekretariat Departemen Pidana Universitas Sumatera Utara dan belum ada penulis lain yang mengemukakan judul skripsi ini. Seandainya dikemudian hari terdapat skripsi yang sama maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E.Tinjauan Keputakaan 1. Pengertian Dokter

Dokter dari bahasa latin berarti “ guru “ adalah seseorang yang karena keilmuannya berusaha menyembuhkan orang-orang sakit, tidak semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dengan dokter, karena untuk menjadi seorang dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan mempunyai gelar dalam bidang kedokteran.7

(17)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

7.

http:www.google.com/search?q=cache:aZ7W02xpZ10J:id.wikipedia.org/wiki/ Dokter+dokter&hl=id&ct=clnk&cd=1g=id. Diakses pada tanggal 16 Juli 2008 Pukul 19.30 WIB.

Untuk menjadi seorang dokter seseorang harus menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran selama beberapa tahun tergantung sistem yang dipakai oleh Universitas tempat Fakultas Kedokteran itu berada. Setelah meraih gelar sarjana ( sarjana kedokteran / S.ked ) para dokter diwajibkan untuk mengangkat sumpah kedokteran, biasanya dalam acara seperti ini dihadiri oleh pimpinan fakultas, senat fakultas, pemuka agama, dan para dokter baru beserta keluarganya. Lafal sumpah dokter itu antara lain :

“ Demi Allah saya bersumpah / berjanji bahwa “

1. saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan kemanusiaan.

2. saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran.

3. saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.

4. saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.

5. saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter.

6. saya akan tidak mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan denagan perikemanusiaan, sekalipun diancam. 7. saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita.

(18)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

kelamin, politik kepartaian, atau kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita.

9. saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan. 10.saya akan memberikan kepada guru-guru dan bekas guru-guru saya

penghormatan dan penyataan terima kasih yang selayaknya.

11.saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagaimana saya sendiri ingin diperlakukan.

12.saya akan menaati dan mengamalkan kode etik kedokteran Indonesia.

13.saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan saya.

Setelah para dokter baru mengucapkan lafal sumpahnya, mereka menandatangani berita acara sumpah dokter beserta saksi- saksi. Lalu setelah itu para dokter baru menjalankan koskap di rumah sakit. Sumpah dokter adalah sumpah profesi yang tertua di dunia, sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran / kesehatan, maka jenis tenaga kesehatannya pun bertambah. Setelah lulus dari kedokteran dan memperoleh gelar dokter, maka para dokter tersebut dapat meningkatkan kualifikasi pendidikannya dengan konsentrasi kekhususan spesialis sehingga dapat menjadi dokter spesialis. Dokter spesialis adalah dokter yang mengkhususkan diri dalam suatu bidang ilmu kedokteran tertentu.8

______________________ 8.

(19)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

Pendidikan dokter spesialis merupakan program pendidikan lanjutan dari program pendidikan dokter setelah dokter menyelesaikan wajib kerja sarjananya dan atau langsung setelah menyelesaikan pendidikan dokter umum. Dokter adalah tenaga profesi yang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan potensi yang ada bagi terwujudnya tujuan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat umumnya. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat itu maka pelayanan dokter itu mencakup semua aspek. 9

Semua profesi dokter pada umumnya adalah melayani penderita atau pasien dan berupaya untuk menyembuhkan pasien sesuai dengan pengetahuannya. Namun dalam beberapa bagian dari spesialis dokter ada satu spesialis yang terdapat perbedaan mendasar dari spesialis kedokteran pada umumnya, spesialis

tersebut adalah spesialis forensik (Sp.F). Terdapat perbedaan mendasar antara tujuan ilmu kedokteran forensik dan ilmu kedokteran umum. Tugas ilmu kedokteran forensik adalah menentukan hubungan kausal dalam suatu tindak pidana yang menyebabkan kecederaan atau gangguan kesehatan dan sama sekali tidak bertujuan untuk menyembuhkan10. Cara berfikir dan bertindaknya juga sangat berbeda antara ilmu kedokteran forensik hal ini dikarenakan fenomena klinis yang tidak berhubungan dengan penyembuhan penyakit.

Dokter forensik pada umumnya berperan untuk membantu melalui ilmu pengetahuannya dalam upaya mendapatkan hal-hal tentang peristiwa pidana.

(20)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

2. Aplikasi Ilmu-Ilmu Forensik Dalam Kasus Kejahatan

Dalam ilmu-ilmu forensik ( forensik sciene ) meliputi semu ilmu pengetahuan yang mempunyai kaitan dengan masalah kejahatan.

Ilmu pengetahuan tersebut meliputi : 1. Hukum Pidana

2. Hukum Acara Pidana 3. Ilmu Kedokteran Forensik 4. Ilmu Fisika Forensik 5. Kriminologi

6. Psikologi Forensik

Dilihat dari segi peranannya dalam penyelesaian kasus kejahatan, ilmu-ilmu forensik tersebut dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu : 11

1. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah yuridis. Dalam hal ini termasuk Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana 2. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah teknis.

(21)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

diketahui bahwa didalam praktek toksikologi pada umumnya dimasukkan kedalam lingkungan ilmu kedokteran forensik. Dengan demikian berarti bahwa ilmu tersebut dikeluarkan dari induk aslinya, yakni ilmu kimia forensik. Hal ini mungkin disebabkan karena toksikologi langsung berkaitan dengan masalah kesehatan manusia yang merupakan lapangan ilmu kedokteran.

3. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan manusia

Dalam golongan ini termasuk kriminologi dan psikologi forensik. Kedua ilmu ini menangani kejahatan sebagai masalah manusia daripada ke dalam golongan ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah teknis seperti halnya dengan ilmu kedokteran forensik.

Setiap kejahatan disamping merupakan masalah yuridis sekaligus juga merupakan masalah teknis dan masalah manusia. Kejahatan sebagai masalah yuridis adalah aspek yang pertama daripada kejahatan, hal ini disebabkan oleh karena kejahatan merupakan perbuatan manusia yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku.

Sebagai perbuatan yang melanggar hukum, ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk menangani masalah tersebut adalah hukum pidana dan hukum acara pidana.12

(22)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

bahwa dengan menggunakan hukum pidana dan hukum acara pidana saja dapat menyelesaikan suatu kasus kejahatan secara tepat dan cepat karena kejahatan bukanlah merupakan masalah yuridis semata-mata akan tetapi sekaligus juga merupakan masalah teknis dan masalah manusia.

Kejahatan juga merupakan masalah teknis karena setiap kejahatan baik dilihat dari segi wujud perbuatannya maupun dari segi cara serta alat yang digunakannya memerlukan penanganan secara teknis karena setiap kejahatan baik dilihat dari segi wujud perbuatannya maupun dari segi cara serta alat yang digunakannya memerlukan penanganan secara teknis dengan menggunakan bantuan ilmu pengetahuan lain di luar hukum pidana dan hukum acara pidana.

Adapun ilmu pengetahuan itu adalah ilmu kedokteran forensik, ilmu kimia forensik serta ilmu fisika forensik. Apabila terjadi suatu kasus kejahatan maka pada umumnya permasalahan-permasalahan yang timbul adalah sebagai berikut :

1. Peristiwa apa yang terjadi ? 2. Dimana terjadinya ?

3. Bilamana terjadinya ? 4. Dengan alat apa dilakukan ? 5. Bagaimana melakukannya ?

6. Mengapa perbuatan tersebut dilakukan ? 7. Siapa yang melakukan ?

(23)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

selain daripada menyangkut masalah ketentuan hukum pidana yang dilanggar serta berat ringannya ancaman hukuman yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa, juga menyangkut masalah penyidikan dari kasus kejahatan yang bersangkutan. Jika dari hasil pemeriksaan bantuan ilmu kedokteran forensik ternyata peristiwa yang terjadi adalah bunuh diri maka penyidik tak perlu bersusah payah membuang waktu dan tenaga dan biaya untuk mencari siapa pelaku peristiwa tersebut, karena kematian si korban adalah disebabkan oleh perbuatannya sendiri.

Bagaimana peranan ilmu kimia forensik atau ilmu fisika forensik dalam penyelesaian kasus kejahatan? Sama halnya dengan ilmu kedokteran forensik, apabila ditelaah dengan seksama peranan ketiga ilmu tersebut bukan hanya penting tetapi sangat menentukan. Apakah penyelesaian kasus kejahatan akan membuahkan kebenaran atau tidak sangatlah ditentukan oleh aplikasi ketiga ilmu pengetahuan tersebut karena sejak tahap penyidikan ketiga ilmu tersebut merupakan ilmu pengetahuan yang secara teknis dibutuhkan untuk mengungkapkan berbagai permasalahan yang timbul dari suatu kasus kejahatan yang merupakan misteri mengenai apa dan siapa dari kejahatan tersebut. Tidaklah mungkin kejahatan tersebut dapat diselesaikan menurut hukum melalui proses penuntutan dan peradilan, setidaknya tidaklah mungkin dapat menyelesaikan kasus kejahatan tersebut secara tepat tanpa bantuan dari ketiga ilmu pengetahuan tersebut.

(24)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

dari jasmani dan rohani, oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilakukannya tidaklah lepas kaitannya dengan unsur jasmani dan rohani tersebut. Manusia juga karena kodrat alamiah merupakan anggota masyarakat, dimanapun ia hidup ia selalu berada ditengah-tengah masyarakat. Oleh sebab itu perbuatan yang dilakukan seseorang selain didorong oleh faktor intern yang ada dalam dirinya sendiri juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.13

Pada tabel dibawah ini akan di gambarkan dalam pengelompokan-pengelompokan dari peranan ilmu-ilmu forensik dalam penyelesaian kasus kejahatan yang dapat ditinjau dari kejahatan sebagai masalah yuridis, kejahatan sebagai masalahteknis dan kejahatan sebagai masalah manusia.

______________________ 13.

Ibid, hal.208.

Tabel 1 Gambaran Visual

(25)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

forensik

3. ilmu fisika

forensik

neurologi forensik

Dari uraian serta gambar diatas dapat diketahui bahwa penyelesaian kasus kejahatan merupakan masalah yang kompleks.

3. Pembuktian Perkara Pidana

Untuk memperoleh suatu peristiwa yang terjadi, diperlukan suatu proses kegiatan yang sistimatis dengan menggunakan ukuran dan pemikiran yang layak dan rasional. Kegiatan pembuktian dalam hokum acara pidana pada dasarnya diharapkan untuk memperoleh kebenaran yang sebenar-benarnya.

a. Pengertian Pembuktian

Pembuktian dalam hukum acara pidana (KUHAP) dapat diartikan sebagai _____________________

14..

Ibid, hal.221.

suatu upaya mendapatkan keterangan-ketarangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh suatu keyakinan atas benar tidaknya perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa.15

Menurut Bambang Peornomo pembuktian adalah :

(26)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

fakta-fakta pada masa lalu yang tidak terang menjadi fakta-fakta yang terang dalam hubungannya dengan perkara pidana “.16

Menurut Yahya Harahap pembuktian adalah :

“ Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usahanya mencari dan mempertahankan kebenaran “.17

Mencari sesuatu pembuktian dalam pemecahan permasalahan dapat menyangkut berbagai hal yang menjadi alat ukur dalam menyelenggarakan pekerjaan pembuktian.

Adapun alat ukur tersebut antara lain adalah : 18

a. Bewijsgronden

Yaitu dasar-dasar atau prinsip-prinsip pembuktian yang tersimpul dalam pertimbangan keputusan pengadilan.

______________________________ 15

. Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia, Jakarta, 1984, hal.77.

16

Bambang Purnomo, Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia, Amarta Buku, Yoyakarta 1990, hal.38.

17.

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pustaka Kartini, Jakarta, 1993, hal.22.

18

Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal.186.

b. Bewijsmiddelen

Yaitu alat-alat pembuktian yang dapat dipergunakan hakim untuk memperoleh gambaran tentang terjadinya perbuatan pidana yang sudah lampau.

c. Bewijsvoering

(27)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

d. Bewijskracht

Yaitu kekuatan pembuktian dari masing-masing alat bukti dalam rangkaian penilaian terbuktinya suatu dakwaan.

e. Bewijslast

Yaitu beban pembuktian yang diwajibkan oleh undang-undang untuk membuktikan tentang dakwaan dimuka sidang pengadilan.

b. Sistem Pembuktian Perkara Pidana

Di dalam hukum acara pidana dikenal beberapa macam teori pembuktian yang menjadi pegangan bagi hakim di dalam melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa di sidang pengadilan. Berdasarkan praktik peradilan pidana, dalam perkembangannya dikenal ada 4 (empat) macam sistem atau teori pembuktian. Masing-masing teori ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan menjadi ciri dari masing-masing sistem pembuktian ini. Adapun teori-teori tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 19

______________________ 19.

Ibid, hal.187.

1. Conviction Intime

Conviction intime dapat diartikan sebagai pembuktian berdasarkan

(28)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

yang timbul dari hati nurani, terdakwa yang diajukan kepadanya dapat dijatuhi putusan. Keyakinan hakim pada sistem ini adalah menentukan dan mengabaikan hal-hal lainnya jika sekiranya tidak sesuai atau bertentangan dengan keyakina hakim tersebut.

Bertolak pangkal pada pemikiran itulah maka teori berdasarkan keyakinan hakim melulu yang didasarkan kepada keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang telah didakwakan.

Dengan sistem ini, pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam undang-undang. Sistem ini dianut oleh peradilan juri di Prancis.20 Konsekuensi dari sistem pembuktian yang demikian tidak membuka kesempatan atau paling tidak menyulitkan bagi terdakwa untuk mengajukan pembelaan dengan menyodorkan bukti-bukti lainnya sebagai pendukung pembelaannya itu.

_____________________ 20.

Dikutip dari D.Simons, Beknopte Handleiding tot het Wetboek van

Strafvordering, hal.149. Dalam , Andi Hamzah, Op.Cit, hal.248. 2. Conviction Rasionnee

Sistem pembuktian conviction rasionnee adalah sistem pembuktian yang tetap menggunakan keyakinan hakim tetapi keyakinan hakim didasarkan pada alasan-alasan (reasoning) yang rasional.

(29)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

keyakinannya itu dan alasan-alasan itupun harus “reasonable “ yakni berdasarkan alasan yang dapat diterima oleh akal pikiran.

Sistem conviction rasionnee masih menggunakan dan mengutamakan keyakinan hakim didalam menentukan salah tidaknya seseorang terdakwa. Sistem ini tidak menyebutkan adanya alat-alat bukti yang dapat digunakan dalam menentukan kesalahan terdakwa selain dari keyakinan hakim semata-mata. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem ini hampir sama dengan sistem pembukt ian conviction intime yaitu sama-sama menggunakan keyakinan hakim,

bedanya adalah terletak pada ada tidaknya alasan yang rasional yang mendasari keyakinan hakim. Jika dalam sistem conviction intime keyakinan hakim bebas tidak dibatasi oleh alasan-alasan apapun sementara dalam pembuktian conviction rasionnee kebebasan itu tidak ada tetapi terikat oeh alasan-alasan yang dapat diterima oleh akal sehat.

3. Positief Wettelijk Bewijstheorie

(30)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

yang tersebut di dalam undang-undang jika alat bukti tersebut telah terpenuhi, hakim sudah cukup beralasan untuk menjatuhkan putusannya tanpa harus timbul keyakinan terlebih dahulu atas kebenaran alat-alat bukti yang ada.

Sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif adalah sistem pembuktian yang bertolak belakang dengan teori pembuktian menurut keyakinan atau conviction intime. Keyakinan hakim dalam teori ini tidak diberikan kesempatan dalam menetukan ada tidaknya kesalahan terdakwa, keyakinan hakim harus dihindari dan tidak dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan kesalahan seseorang.

Pembuktian berdasarkan undang-undang yang secara positif ini mempunyai keuntungan untuk mempercepat penyelesaian perkara dan bagi perkara pidana yang ringan dapat memudahkan hakim mengambil keputusan karena resiko kekeliruan kemungkinan kecil sekali.21

__________________________

21.

Rusli Muhammad, Op.Cit, hal.189.

(31)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

sekalipun dapat dirasakan pengakuan dan keterangan itu bohong sebagai versi buatan.22

4. Negatief Wettelijk Bewisjtheorie

Negatief wettelijk bewisjtheorie ataupun pembuktian berdasarkan

undang-undang secara negatif adalah pembuktian yang selain menggunakan alat-alat bukti yang dicantumkan di dalam undang- undang juga menggunakan keyakinan hakim.

Sekalipun menggunakan keyakinan hakim, namun keyakinan hakim terbatas pada alat bukti yang tercantum dalam undang-undang.

Dengan menggunakan alat bukti yang tercantum dalam undang-undang dan keyakinan hakim maka teori pembuktian ini sering juga disebut pembuktian berganda ( doubelen grondslag).

Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatief adalah sistem yang menggabungkan antara sistem pembuktian menurut

undang-undang secara positif dan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction intime, dari hasil penggabungan kedua sistem yang saling bertolak belakang tersebut, terwujudlah suatu sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif.

Inti ajaran teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatief adalah bahwa hakim di dalam menentukan terbukti tidaknya

(32)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

berdasarkan alat-alat bukti yang tercantum di dalam undang-undang dan terhadap alat-alat bukti tersebut hakim mempunyai keyakinan terhadapnya. Jika alat bukti terpenuhi tetapi hakim tidak memperoleh keyakinan terhadapnya, hakim tidak dapat menjatuhkan putusan yang sifatnya pemidanaan. Sebaliknya sekalipun hakim mempunyai keyakinan bahwa terdakwa adalah pelaku dan mempunyai kesalahan, tetapi jika tidak dilengkapi dengan alat-alat bukti yang sah, ia pun tidak dapat menjatuhkan putusan pidana tetapi putusan bebas.

Di dalam KUHAP Pasal 183 berbunyi :

“ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya “.

Ketentuan tersebut memperlihatkan bahwa dalam pembuktian diperlukannya sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim. Kedua syarat ini harus ada dalam setiap pembuktian dan dengan terpenuhinya kedua syarat tersebut, memungkinkan hakim menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa, sebaliknya jika kedua hal ini tidak terpenuhi berarti hakim tidak dapat menjatuhkan pidana kepada terdakwa.

(33)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

Pasal 184 KUHAP dengan menyebutkan yang menyebutkan alat-alat bukti yang sah.

Sistem pembuktian yang dianut KUHAP itu :23

a. disebut wetelijk atau menurut undang-undang karena untuk pembuktian undang-undanglah yang menentukan tentang jenis danbanyaknya alat bukti yang harus ada.

b. disebut negatief karena adanya jenis-jenis dan banyaknya alat-alat bukti yang ditentuakan oleh undang-undang itu belum dapat membuat hakim harus menjatuhkan putusan pidana bagi seorang terdakwa apabila jenis-jenis dan banyaknya alat-alat bukt i itu belum dapat menimbulkan keyakinan pada dirinya bahwa suatu tindak pidana itu benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana tersebut.

c. Alat Bukti yang Sah Menurut KUHAP

Di dalam pemeriksaan persidangan perkara pidana maka menurut Pasal 184 KUHAP ada 5 ( lima ) alat bukti yang sah, diantaranya adalah :

________________________ 23.

Rusli Muhammad, Op.Cit, hal.189.

1. Keterangan Saksi

Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling berperan dalam pemeriksaan perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana selalu berdasarkan pemeriksaan saksi.

Pasal 1 angka 27 KUHAP menyebutkan :

(34)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

Pasal 1 angka 26 KUHAP menyebutkan :

“ Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri “.

Syarat-syarat keterangan saksi sah menurut hukum adalah sebagai berikut :24 1) Pasal 160 ayat 3 KUHAP saksi harus mengucapkan sumpah atau janji

sebelum memberikan keterangannya.

2) Keterangan saksi harus mengenai peristiwa pidana yang saksi lihat, dengar, dan alami sendiri dengan menyebutkan alasan pengetahuannya. 3) Keterangan saksi harus diberikan dimuka sidang pengadilan ( kecuali yang

di tentukan pada Pasal 162 KUHAP ).

4) Pasal 185 ayat 2 keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa ( unur testis nullus testis ).

5) Kalau ada beberapa saksi terhadap beberapa perbuatan, kesaksian itu sah menjadi alat bukti dan apabila saksi satu dengan yang lain terhadap perbuatan itu berhubungan dan bersesuaian, untuk nilainya diserahkan hakim.

_________________________ 24

Dahlan Sofyan, Ilmu Kedokteran Forensik dan Penegak Hukum, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2000, hal.33.

Keterangan saksi yang memenuhi syarat-syarat tersebut di atas dapat diterima sebagai alat bukti yang sah dan mempunyai nilai kekuatan pembuktian. Penilaian terhadap keterangan saksi bergantung pada hakim dimana hakim bebas, tetapi bertanggung jawab menilai kekuatan pembuktian keterangan saksi untuk mewujudkan kebenaran hakiki.

(35)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

Pasal 1 angka 28 KUHAP berbunyi :

“Keterangan ahli yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus hal yang diperlukan untuk membuat tentang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.

Pasal 179 angka 1 KUHAP dapat dikategorikan dua kelompok ahli, yaitu ahli kedokteran dan ahli-ahli lainnya.

Syarat sahnya keterangan ahli yaitu :25 1. keterangan diberikan kepada ahli.

2. memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu. 3. menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. 4. diberikan dibawah sumpah.

Keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1) dengan cara meminta keterangan ahli pada taraf penyidikan sebagaimana Pasal 133 KUHAP. Menurut pasal ini keterangan ahli diberikan secara

_____________________

25

Ibid, hal.42.

tertulis melalui surat. Atas permintaan ini ahli menerangkan hasil pemeriksaannya dalam bentuk laporan.

(36)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

saksi namun penilaian hakim ini harus benar-benar bertanggung jawab atas landasan moril demi terwujudnya kebenaran materiil.

Tabel 2

Perbedaan Keterangan Ahli dan Keterangan Saksi. 26

Keterangan Ahli Keterangan Saksi

Dari Segi Subjeknya

Tidak semua orang dapat memberikan keterangan, pada siapapun yang penting ia melihat, seorang ahli tentang suatu masalah yang ditanyakan.

Yang disampaikan

tidak lain dari yang sebenarnya.

Rusli Muhammad, Op.Cit, hal.153.

3. Alat Bukti Surat

Menurut Pasal 187 KUHAP surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah adalah yang dibuat atas sumpah jabatan atau yang dikuatkan dengan

(37)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

1) berita acara atau surat resmi yang dibuat pejabat umum yang berwenang tentang kejadian atau keadaan yang dialami, didengar atau dilihat pejabat itu sendiri, misalnya akta notaris.

2) surat yang berbentuk menurut undang-undang atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk tata laksana yang menjadi tanggung jawab dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau keadaan 3) surat keterangan dari seorang ahli.

4) surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungan dengan isi dari alat bukti yang lain, misalnya selebaran.

4. Alat Bukti Petunjuk

Pada prinsipnya alat bukti petunjuk hanya merupakan kesimpulan dari alat lainnya sehingga untuk menjadi alat bukti perlu adanya alat bukti lainnya. Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk diatur pada Pasal 188 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana. Pasal tersebut memberikan pembuktian alat bukti petunjuk, yaitu perbuatan, kejadian atau keadaan yang mempunyai persesuaian antara yang satu dan yang lain atau dengan tindak pidana itu sendiri yang menunjukan ada suatu tindak pidana dan seorang pelakunya.27 Petunjuk sebagai alat bukti yang sah pada urutan keempat dari lima ti dengan nilai kekuatan pembuktian yang bebas.

(38)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

5. Alat Bukti Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa adalah salah satu alat bukti yang diakui dan ditempatkan pada urutan kelima, sebagaimana terlihat dalam Pasal 184 KUHAP. Keterangan terdakwa dapat dilihat dalam Pasal 189 KUHAP yang berbunyi :

1) keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. 2) keterangan terdakwa diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk

membantu menemukan bukti di sidang asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.

3) keterangan terdakwa hanya dapat dipergunakan terhadap dirinya sendiri 4) keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia

bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya melainkan harus disertai dengan alat bukti lain.

Kata keterangan terdakwa dalam Pasal 189 KUHAP adalah hal yang baru dan belum dikenal dalam perundang-undangan kita meskipun perkataan tersebut sesungguhnya dalam bahasa Belanda telah digunakan dengan kata “verklaring vaan verdachte” yang artinya adalah “keterangan terdakwa” perkataan ini

digunakan di dalam wetboek van straferdering yang berlaku di negeri Belanda. 28 _______________________

27.

Rusli Muhammad, Op.Cit, hal.197. 28.

Ibid, hal.198.

(39)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

diberikan oleh terdakwa, baik keterangan tersebut berisi pengakuan sepenuhnya dari kesalahan yang telah dilakukan oleh terdakwa maupun hanya berisi penyangkalan atau pengakuan tentang beberapa perbuatan atau beberapa keadaan yang tertentu saja.29

F. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini meliputi :

1. Spesifikasi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dalam hal penelitian hukum normatif, penulis melakukan penelitian terhadap perundang-undangan dan bahan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi ini dan melakukan analisis terhadap putusan-putusan pengadilan untuk melihat penerapannya dalam praktek.

____________________ 29.

Ibid, hal.198.

2. Jenis Data dan Sumber Data

(40)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan dokter spesialis forensik.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode library research (penelitian kepustakaan), yakni dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, situs internet dan mempelajari serta menganalisis putusan dan digunakan juga metode field research ( penelitian lapangan ) dengan melakukan wawancara dengan narasumber yang diperlukan.

4. Analisis Data

Data sekunder dan data primer yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini, yaitu data yang diperoleh dari penelitian di lapangan dianalisis secara utuh dan menyeluruh.

G. Sistematika Penulisan

(41)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

BAB I : Pendahuluan

Bab ini dimulai dengan mengemukakan apa yang menjadi latar belakang penulis dalam penulisan skripsi ini dengan judul “ Peranan Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana “. Permasalahan tentang peranan dokter dalam pembuktian perkara pidana dan bagaimana implementasi peran dokter dalam penyelesaian perkara di Pengadilan Negeri Medan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka yang membahas tentang pengertian dokter, aplikasi ilmu-ilmu forensik dalam kasus kejahatan dan sistem pembuktian perkara pidana, kemudian metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana

(42)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

BAB III : Implementasi Peran Dokter Dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan Negeri Medan

Bab ini secara khusus menganalisa kasus-kasus yang di peroleh penulis dari Pengadilan Negeri Medan dengan memberikan uraian singkat tentang kasus-kasus pembunuhan, perbuatan cabul dan penganiayaan. Ketiga kasus-kasus tersebut dianalisa mulai dari bantuan peranan dokter dalam pemeriksaan di penyidikan hingga proses persidangan.

BAB IV : Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran, dimana dalam bab ini penulis mengemukakan hal-hal yang dianggap penting dari pembahasan tentang permasalahan yang ada didalam skripsi ini, kemudian penulis memberikan saran-saran yang dianggap perlu dengan materi skripsi ini.

BAB II

(43)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

Penjatuhan sanksi dalam hukum pidana diwajibkan untuk memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu menyangkut kepada hukum pidana materiil dan hukum pidana formil (hukum acara pidana), sedangkan fungsi hukum acara pidana menurut “Van Bemmelen” adalah :30

a. mencari dan menemukan kebenaran. b. pemberian keputusan oleh hakim. c. pelaksanaan keputusan.

berdasarkan pendapat tersebut, hukum acara pidana dalam rangka penegakkan hukum pidana menduduki posisi yang sangat penting dan menentukan, khususnya dalam rangka mencari dan menemukan kebenaran materiil. Penemuan kebenaran materiil tidak terlepas dari masalah pembuktian, yaitu tentang kejadian yang konkrit, membuktikan sesuatu menurut hukum pidana berarti menunjukan hal-hal yang dapat di tangkap oleh panca indera, mengutarakan hal-hal tersebut dan berfikir secara logika.31 Pembuktian dalam perkara pidana menurut Pasal 184 KUHAP memerlukan adanya alat bukti sah, yaitu ; keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

_________________________ 30

Andi Hamzah, Op.Cit, hal.18.

31. Dikutip dari Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hal.106. Dalam Triana Ohoiwutun, Profesi Dokter dan Visum Et Repertum, Dioma, Malang, 2006, hal.11.

Pasal 183 KUHAP menyebutkan :

(44)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada proses persidangan. Cara yang dapat dilakukan untuk pembuktian perkara pidana antara lain adalah meminta bantuan dokter sebagai saksi yang dapat membuat keterangan visum pada korban dan otopsi pada korban yang telah mati.

A. Dokter Sebagai Pembuat Visum et Repertum

Dapat dikatakan, bahwa tugas utama dokter (ahli) dalam membantu penyidikan bagi kepentingan peradilan atas adanya tindak pidana adalah membuat visum et repertum yang kemudian dilampirkan dalam berkas perkara yang

bersangkutan.

Pengertian harafiah visum et repertum berasal dari kata “visual” yaitu melihat dan “repertum” yaitu melaporkan. Berarti “apa yang dilihat dan diketemukan” sehingga visum et repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.32 _________________________

32. Soeparmono, Keterangan Ahli Visum et Repertum Dalam Aspek Hukum acara Pidana, Mandar Maju, Semarang, 2002, hal.98.

(45)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

Visum et repertum merupakan bentuk tunggal dari Visa et Reperta.stbl.

Tahun 1937 No 350 selengkapnya menyatakan bahwa “ visa et reperta para dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajarannya di Indonesia.33 Stbl Tahun 1937 No 350 hingga saat ini belum dicabut, KUHAP tidak menggunakan istilah visum et repertum untuk menyebut keterangan ahli, yang merupakan hasil pemeriksaan ahli kedokteran kehakiman. Menurut Pasal 10 Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M04.UM.01.06 Tahun 1983 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran kehakiman disebut dengan visum et repertum.34 Dengan demikian menurut KUHAP keterangan ahli yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli atau ahli lainnya disebut visum et repertum.

Dokter berperan utama sebagai pelaksana pembuatan visum et repertum, khususnya dalam kasus-kasus kematian seseorang yang diduga sebagai korban tindak pidana yang memerlukan dilakukannya tindakan bedah mayat forensik (otopsi ) untuk memastikan penyebab kematian korban, kedudukan dokter adalah sebagai pembuat visum et repertum.

Pembuatan visum et repertum memberikan tugas sepenuhnya kepada dokter sebagai pelaksana di lapangan untuk membantu hakim menemukan __________________________

33 Njowito Hamdani, Ilmu Kedokteran Edisi Kedua, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hal.23.

34. Triana Ohoiwutun, Op.Cit, hal.13.

(46)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

dalam pemeriksaan perkara pidana, apabila alat bukti yang ada berupa tubuh manusia atau bagian dari tubuh manusia.

Pendapat dokter diperlukan, karena hakim sabagai pemutus perkara tidak dibekali ilmu-ilmu yang berhubungan dengan anatomi tubuh manusia. Oleh sebab itulah diperlukan bantuan dokter untuk memastikan sebab, cara dan waktu kematian pada peristiwa kematian tidak wajar karena pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau kematian yang mencurigakan. Pada korban yang tidak dikenal diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui identitasnya, begitu juga pada korban penganiayaan, pemerkosaan, pengguguran kandungan dan peracunan diperlukan pemeriksaan oleh dokter untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi secara medis. Hasil pemeriksaan dan laporan tertulis akan digunakan sebagai petunjuk atau pedoman dan alat bukti dalam menyidik, menuntut dan mengadili pada perkara perdata dan pidana. Dalam hal ini tampaklah bahwa laporan pemeriksaan dalam proses penegakkan hukum.35Oleh karena itu dokter sebagai pemberi jasa dibidang kedokteran forensik dari semula harus menyadari bahwa laporan hasil pemeriksaan dan kesimpulan serta keterangan di sidang pengadilan yang baik dan terarah akan membantu proses penyidikan, penyidangan serta pemutusan perkara.36

__________________________ 35..

dr Herkutanto,SpF, Pemberlakuan Pedoman Pembuatan VeR Korban Hidup dan Trauma Related Injury Severity Score Untuk Meningkatkan Kwalitas VeR, disertasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , Jakarta, 2005.

36.

Amri Amir, Op.Cit, hal.17.

(47)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

a. Visum Et Repertum Korban Hidup 1. Visum Et Repertum

Visum et repertum diberikan pada korban setelah diperiksa di dapatkan

lukanya tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan.

2. Visum Et Repertum Sementara

Misalnya, visum yang dibuat bagi si korban yang sementara masih dirawat di rumah sakit akibat luka-lukanya karena penganiayaan.

3. Visum Et Repertum Lanjutan

misalnya, visum bagi si korban yang luka tersebut (visum et repertum sementara) kemudian lalu meninggalkan rumah sakit ataupun akibat luka-lukanya tersebut si korban kemudian dipindahkan ke rumah sakit / dokter lain ataupun meninggal dunia.

b. Visum Et Repertum Pada Mayat

Visum et repertum pada mayat dibuat berdasarkan otopsi lengkap dengan

kata lain berdasarkan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam mayat. c. Visum Et Repertum Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara ( TKP ). d. Visum Et Repertum Penggalian Mayat.

e. Visum Et Repertum Mengenai Umur. f. Visum Et Repertum Psikiatrik.

____________________

37. Soeparmono, Op.Cit, hal.98.

Visum et repertum psikiatrik sehubungan dengan Pasal 44 KUHP yang

(48)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

1. Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit tidak dipidana.

2. Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.

g. Visum Et Repertum Mengenai Barang Bukti

misalnya : berupa jaringan tubuh manusia, bercak darah, mani dll.

Bentuk visum yang sekarang adalah warisan para pakar kedokteran kehakiman yaitu: Prof H Muller, Prof Mas Sutedjo dan Prof Sutomo Tjokonegoro.38 Hanya pada visum et repertum psikiatrik yang ditentukan langsung oleh pemerintah namun pada dasarnya tidak banyak yang berbeda dengan bentuk visum et repertum.

Visum et repertum psikiatrik, dimana objek yang diperiksa adalah pelaku

dari tindak pidana, dibuat bila hakim memerlukannya yaitu untuk dapat mengetahui sampai sejauh mana sipelaku dapat diminta tanggung jawabnya atas perbuatan yang telah dilakukannya.

Di dalam visum et repertum terdapat lima bagian antara lain :39 1. Pro Justitia

__________________________________ 38.

Njowito Hamdani, Op.Cit, hal.24.

39..

Abdul Mun’im Idries, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997, hal.6.

(49)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

2. Pendahuluan

Pendahuluan memuat seperti :

a. identitas pemohon visum et repertum.

b. tanggal dan pukul diterimanya permohonan visum et repertum. c. identitas dokter yang melakukan pemeriksaan.

d. tanggal dan pukul dilakukannya pemeriksaan korban / luar mayat. e. tanggal dan pukul dilakukannya pemeriksaan korban dalam mayat. f. identitas korban seperti ; nama, jenis kelamin, umur, bangsa,

alamat, pekerjaan.

g. keterangan penyidik mengenai luka dan cara kematian.

h. rumah sakit tempat korban dirawat sebelumnya dan pukul korban meninggal dunia.

i. keterangan mengenai orang yang mengantar korban ke rumah sakit.

3. Pemberitaan atau Hasil Pemeriksaan

(50)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

Tidak dibenarkan menulis diagnosa misalnya luka bacok, luka tembak dan sebagainya tetapi luka harus dilukis dengan kata ( description ).

Untuk memeriksa korban hidup bagian ini memuat :

a. keadaan umum seperti jenis kelamin, umur menurut perkiraan dokter, tinggi badan, berat badan dan keadaan gizi.

b. keadaan luka, hasil pemeriksaan luka yang didapatkan pada korban.

c. tindakan atau operasi yang telah dilakukan.

d. hasil pemeriksaan tambahan atau hasil konsultasi dengan dokter ahli lain.

Untuk pemeriksaan korban mati, bagian ini memuat : a. pemeriksaan luar mayat

keadaan umum : jenis kelamin, umur menurut perkiraan dokter, tinggi badan, berat badan, keadaan gizi, lebam mayat, kaku mayat, kepala, leher, dada, perut, punggung, anggota gerak, alat kelamin dan dubur. b. pemeriksaan dalam

alat rongga dada, rongga perut, leher dan kepala. c. pemeriksaan tambahan

(51)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

4. Kesimpulan

Bagian ini memuat pendapat pribadi dokter itu sendiri, bersifat subjektif dan dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman. Dalam bagian ini harus dicantumkan diagnosa luka disebabkan karena persentuhan dengan benda tumpul atau benda tajam. Pada visum et repertum mayat disebutkan sebab-sebab kematian.

5. Penutup

Visum et repertum ditutup dengan : demikian visum et repertum ini dibuat

dengan sesungguhnya mengingat sumpah dokter yang tercantum dalam stbl 1937 / 350 untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

1. Tata Laksana Bantuan Dokter

Ketentuan tentang tata laksana bantuan dokter pada perkara pidana terdapat pada pasal-pasal dari KUHAP yang mengatur tentang ahli. Kecuali itu terdapat juga pada pasal-pasal KUHAP yang mengatur tentang saksi berlaku juga bagi ahli ( Pasal 179 pada angka 2 ). Tata laksana itu meliputi :

a. Kapan Permintaan Dokter Itu Dapat Diajukan.

Sebagaimana diketahui bahwa proses peradilan dari suatu tindak pidana dibagi menjadi berbagai tingkat. Dari berbagai tingkat itu maka permintaan bantuan dokter sebagai ahli hanya dapat diajukan pada tingkat :

1. penyidikan

(52)

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan), 2008.

USU Repository © 2008.

3. sidang pengadilan

Penyidikan tambahan adalah penyidikan yang dilakukan atas petunjuk umum berkenaan dengan dikembalikannya berkas perkara karena belum lengkap. Dalam hal belum lengkap itu karena penyidik lalai tidak memanfaatkan bantuan dokter sebagai ahli sedangkan dalam perkara tersebut bantuan dokter seharusnya perlu, maka penuntut umum dapat menyarankannya.

b. Siapa yang Berhak Meminta Bantuan Dokter

Berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, tidak semua orang dapat meminta bantuan dokter dalam menyelidiki suatu kasus pidana. Orang yang berhak meminta bantuan dokter sebagai ahli ditinjau dari KUHAP antara lain : Menurut Pasal 120 angka 1 KUHAP menyatakan:

“ Dalam hal dianggap perlu, penyidik dapat meminta pendapat ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”.

Menurut Pasal 180 angka 1 KUHAP menyatakan :

“ Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan”. Jadi jelaslah dalam Pasal tersebut diatas, maka yang dapat berhak memintakan bantuan dokter sebagai ahli adalah :

1. Penyidik 2. Hakim

Gambar

Tabel 1  Gambaran Visual
Tabel 2
Tabel 3
Tabel  4 Keterangan Ahli dan Tanggapan Hakim

Referensi

Dokumen terkait

Untuk meningkatkan validitas eksternal penelitian ditempuh langkah-langkah sebagai berikut : (1) pemilihan kelompok diambil secara random, dalam hal ini kelompok

Ciri-ciri karakteristik arsitektur Cina pada rumah Liem, ditunjukkan dengan adanya denah yang seperti banyak rumah Tionghoa awal di Indonesia, denahnya mencakup

[r]

Sertifikasi guru dalam jabatan guru adalah suatu upaya peningkatan mutu guru dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan

Subtitusi tepung ikan dengan tepung cangkang kepiting pada larva udang windu tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik (SGR),

Pedoman pengendalian mutu pelaksanaan pemantauan tindak lanjut ini dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi APIP dalam memantau dan mengevaluasi tindakan koreksi

[r]

Today, teaching profession is faced with changing roles, where, instead of undisputed authority figures, teachers are seen as facilitators, helpers, guides and coordinators