• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konferensi Akuakultur Indonesia 2013"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Penggantian Total dan Sebagian Tepung Ikan dengan tepung Cangkang

Kepiting dalam Pakan terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Larva

Udang Windu,

Penaeus monodon

Agus Kurnia, Asnani , Wellem H. Muskita dan Wulandari Harahap

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo

Alamat : Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu Kendari, 93232 email: fatmi_70@yahoo.com

Abstract

Agus Kurnia, Asnani, Wellem H. Muskita andWulandari Harahap. 2013. Total and partial replacement of fish meal by crabs shell meal in the diet on the growth and survival rate of black tiger shrimp larvae, Penaeus monodon. Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. Feeding trial was conducted to determine the optimum dietary level of the skin crabs meal (SCM) for replacement of fish meal (FM) for growth and survival rate of black tiger shrimp larvae. The shrimp (Initial weight : 0.0134 g) were fed one of six experimental diet for 6 weeks which were formulated to replace FM protein by persentation level of SCM at designated as SCM0 (Diet A), SCM25 (Diet B), SCM50 (Diet C), SCM75 (Diet D), SCM100(Diet E), respectively and one of commercial diet (Diet F) as a control diet. Results from the feeding trial indicates that the shrimp fed Diet C,D and E had higher in weight gain and FCR, however, they had also lower in survival rate compare to the other groups. The present study conclude that only 25% FM protein could be replaced by SCM in the diet without compromising the optimal growth and survival rate of black tiger shrimp larvae.

Keywords:Black tiger shrimp; Crabs shell; Fish meal; Replacement; Survival rate; Weight gain

Abstrak

Penelitian pakan dilakukan untuk menentukan tingkat bahan pakan optimum dari tepung cangkang kepiting (TCK) untuk menggantikan tepung ikan (TI) untuk pertumbuhan dan kelulushidupan larva udang windu. Larva udang (Bobot awal : 0,0134 g) diberi sebanyak 6 jenis pakan perlakuan selama 6 minggu dengan diformulasikan untuk mengganti TI dengan tingkat persentase dari TCK dengan rancangan TCK 0% (Pakan A), TCK 25% (Pakan B), TCK 50% (Pakan C), TCK 75% (Pakan D), TCK 100% (Pakan E) dan satu jenis pakan udang komersial sebagai kontrol. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok udang yang diberi pakan C,D dan E memiliki pertumbuhan dan rasio konversi pakan yang lebih tinggi, namun kelompok perlakuan pakan ini menghasilkan kelulushidupan yang lebih rendah dibandingkan dengan ketiga kelompok udang perlakuan lainnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hanya 25% protein TI dapat diganti dengan TCK dalam pakan tanpa mempengaruhi pertumbuhan dan kelulushidupan larva udang windu.

Kata kunci:Udang windu; Cangkang kepiting; Pakan ikan; Penggantian; Kelulushidupan; Bobot tubuh

Pendahuluan

Industri perikanan budidaya rakyat termasuk budidaya udang dihadapkan dengan permasalahan mahalnya harga pakan. Selain itu para pembudidaya udang belum mampu memanfaatkan potensi bahan baku pakan lokal dalam membuat pakan. Faktor utama mahalnya harga pakan umumnya disebabkan oleh mahalnya harga tepung ikan dimana persentase penggunaannya dalam pakan udang yang diatas 50%.

Tepung ikan (TI) dikenal sebagai sumber protein utama dalam pakan ikan dan udang karena kandungan protein yang tinggi, memiliki kelengkapan asam amino, memiliki palatabiliti dan tingkat kecernaan dalam tubuh yang tinggi dan sebagai sumber asam lemak omega-3 (Muzinic, 2006). Akan tetapi harga TI saat ini semakin mahal seiring dengan menurunnya produksi perikanan tangkap dunia. Harga tepung ikan impor dari Peru (dengan kandungan protein 65%) telah meningkat dari 700 US $ per metric ton menjadi 1400 US $ atau naik dua kali lipatnya di tahun 2006 (Bureau, 2007)

Menurut Tacon dan Metian (2008) melaporkan bahwa penggunaan tepung ikan dalam industri budidaya ikan adalah sebesar 46%, terbesar dibanding yang lainnya (peternakan,

(2)

obat-obatan dll). Sementara itu laporan terbaru menyebutkan bahwa penggunaan tepung ikan dalam industry akuakultur di tahun 2006 adalah sebesar 68,2% (Tacon dan Metian, 2008); sementara produksi tepung ikan relatif stabil yakni hanya berkisar 7 juta ton per tahun (IFFO, 2006). Budidaya udang telah menggunakan tepung ikan dalam pakan udang menghampiri 25% tepung ikan (Tacon dan Barg, 1998). Sekitar 372000 metrik ton tepung ikan digunakan dalam produksi pakan udang di tahun 2000, atau sekitar 17,6% tepung ikan untuk produksi pakan budidaya dunia (Barlow, 2000). Salah satu pendekatan dalam pemecahan masalah mahalnya harga TI adalah dengan mengganti TI baik sebagian maupun keseluruhan dengan bahan pakan sumber protein yang murah dan tersedia di sekitar areal budidaya.

Salah satu bahan pakan lokal yang berpotensi sebagai bahan pakan alternatif pengganti tepung ikan adalah tepung cangkang kepiting (TCK). Cangkang rajungan adalah limbah dari hasil sampingan produksi daging rajungan ekspor. Rajungan dengan berat 100–350 g akan menghasilkan limbah sebesar 100–150 g. Artinya bahwa sekitar 50% dari satu ekor rajungan terbuang dan menjadi limbah berupa kulit karapase. Menurut Multazam (2002), satu ekor rajungan menghasilkan limbah cangkang sebesar 57%. Jika produksi rajungan mencapai 600 kg/hari menghasilkan daging rajungan 250 kg sedangkan 350 kg merupakan limbah padat berupa capit dan cangkang. Meningkatnya limbah cangkang kepiting akan menambah persoalan baru berupa pencemaran lingkungan sehingga pemanfaatannya sangat diperlukan.

TCK rajungan selama ini belum ada laporannya dalam penggunaan sebagai bahan pakan alternatif menggantikan tepung ikan. Pemanfaatan limbah cangkang kepiting baru sebatas sebagai bahan kitin dalam industri makanan (Haryati, 2003) Satu penelitian penggunaan tepung cangkang kepiting bakau sebagai bahan pakan namun bukan sebagai perlakuan utama yakni penggunaannya sebanyak 10% dalam pakan kepiting bakau telah dilakukan dalam kaitannya dengan upaya produksi kepiting lunak (Aslamyah dan Fujaya, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian tepung ikan dengan tepung cangkang kepiting dalam pakan terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan post larva udang windu.

Bahan dan Metode

Desain penelitian

Larva udang windu umur 10 hari (PL-10) diperoleh dari Balai Benih Udang (BBU) Dinas Kelautan dan Propinsi Sulawesi Tenggara Kelurahan Purirano Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari dan diaklimatisasi selama 10 hari. Selama aklimatisasi larva udang diberi pakan komersil. Sebanyak 720 ekor larva udang dengan berat awal 0,00134±0,02 g dimasukkan ke dalam box sterefoam (40 ekor per boks) dengan volume 40 L air yang telah disaring. Salinitas media pemeliharaan dipertahankan sebesar 30 ppt. Setiap sterefoam dilengkapi dengan batu aerasi dan dua buah waring berbentuk bunga yang diikatkan dengan batu sebagai tempat perlindungan bagi udang molting. Penggantian air dilakukan secara manual setiap hari sebanyak 30% sebelum dilakukan pemberian pakan. Pengamatan kualitas air harian menunjukkan bahwa suhu rata-rata adalah 29oC, oksigen terlarut sebesar 6 mg/L dan pH berada pada kisaran 6–6,5. Sebanyak 10 ekor udang untuk analisis awal ko,mposisi tubuh udang.

Pakan uji

Pakan uji dibuat dengan fokus utama berupa persen penggantian TI dengan TCK. Pakan control berupa pakan udang comfeed. Lima jenis pakan lainnya dengan formulasi persen penggantian TI dengan TCK masing masing adalah 0%; 25%; 50%; 75% dan 100% dibuat dengan kadar protein yang berbeda (non isonitrogenous) mulai dari 12% - 45% seperti tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Formulasi dan hasil analisis proksimat pakan penelitian. Pakan Uji (g/100g)

(3)

Bahan baku A B C D E F Tepung ikan Tepungk.kepiting Tepung Terigu Tepung Sagu Tepung Jagung Minyak Ikan Minyak Kelapa Dedak Halus Top Mix 55 0 10 5 10 3 2 10 5 41,25 13,75 10 5 10 3 2 10 5 27,5 27,5 10 5 10 3 2 10 5 13,75 41,25 10 5 10 3 2 10 5 0 55 10 5 10 3 2 10 5 Pakan Komersi al Total 100 100 100 100 100

Hasil analisis proksimat (%)

Kadar Air 9,45 9,34 7,39 7,43 6,39 9,45 Protein 45,2 39,6 30,2 21,2 12,4 43,4 Lemak 11,9 8,34 7,34 8,80 8,31 7,40 Serat Kasar 15,3 15,7 16,8 14,9 17,5 10,3 Kadar Abu 10,3 9,74 8,91 6,21 5,78 8,56 BETN 3,85 17,28 29,36 41,46 49,62 20,89

Pemeliharaan udang uji

Sebelum dimulai perlakuan seluruh udang uji dilakukan proses adaptasi selama 7 hari dengan pemberian pakan comfeed. Setelah itu dilakukan penimbangan biomassa udang uji dengan timbangan elektrik untuk mengetahui bobot awal udang uji. Penyimponan dilakukan setiap pagi sebelum dilakukan pemberian pakan. Penggantian air dilakukan secara manual sebanyak 30% dari volume air media penelitian.

Frekuensi pemberian pakan yaitu 5 kali sehari sesuai peryataan Adiwidjaya (2005) jam pemberian pakan sebaiknya diberikan pkl 06.00, 10.00, 14.00, dan 18.00 dan 22.00 WITA. Pemberian pakan dilakukan secara adblitum. Pengamatan dan pengukuran kualitas air meliputi pengamatan suhu air dengan termometer yang dilakukan setiap hari. Sedangkan pengamatan salinitas, oksigen terlarut dan nilai pH dilakukan seminggu sekali. Lama pemeliharaan udang windu adalah 42 hari dimana sampling berupa penimbangan berat dan pengukuran konsumsi pakan dilakukan setiap 14 hari sekali.

Analisis kimia bahan pakan dan pakan uji

Analisis kimia bahan pakan dan pakan uji dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Tokyo University of Marine Science and Technology, Tokyo Japan. Bahan pakan dan pakan uji udang dianalisis dengan metode proksimat standar menurut AOAC (1995). Kadar air pakan dan bahan pakan ditentukan dengan pengukuran berat yang konstan setelah diletakkan di oven pada suhu 105oC. Protein ditentukan melalui pengukuran Nitrogen (N x 6,25) menggunakan metode Kjeldahl; lemak melalui ekstraksi menggunakan tabung Soxhlet dan kadar abu diukur dengan pembakaran pada suhu 550oC selama 8 jam.

Variabel –variabel yang diamati

Variabel variable yang diamati dalam penelitian ini adalah : a. Pertumbuhan mutlak

Pertumbuhan mutlak berdasarkan bobot tubuh (Kader et al, 2012) yaitu pada persamaan (1) berikut :

Wm = Wt – Wo………...(1) Ket : Wm = Pertumbuhan mutlak (g)

(4)

Wo = Bimassa ikan pada awal penelitian (g) b. Laju pertumbuhan spesifik

Laju pertumbuhan spesifik berdasarkan bobot tubuh menggunakan rumus (Y. Hu et al., 2008) yaitu pada persamaan (2) berikut:

SGR =LnWt −LnWo𝑡 𝑥 100% ………..(2) Ket: SGR = Laju pertumbuhan spesifik

Wt = Bobot rata-rata individu pada waktu t (g)

Wo = Bobot rata-rata individu pada awal penelitian (g) c. Rasio konversi pakan

Rasio Konversi Pakan (FCR) dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Y. Hu et al., (2008) yaitu pada persamaan (3) :

FCR = W F

t−Wo ……… ... (3) Ket: FCR = Rasio konversi pakan

F = Jumlah pakan yang diberikan (g) Wt = Bobot pada waktu t (g)

Wo = Bobot awal (g) d. Efisiensi pemberian pakan

Efisiensi pemberian pakan (FCE) dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Effendie (1979) dalam Probosasongko (2003) yaitu pada persamaan (4) :

𝐸𝑃 = 𝑊𝑡 + 𝐷 − 𝑊𝑜

𝐹 𝑥 100 % … … … (4)

Ket: EP = Efisiensi Pemberian Pakan Wt = Bobot pada waktu t (g) D = Berat udang yang mati (g) Wo = Bobot awal (g)

F = Jumlah pakan yang diberikan (g) e. Tingkat kelulushidupan

Kelulushidupan (SR) dihitung dengan menggunakan rumus (Cruz-Suárez et al., 2007) yaitu pada persamaan (5) :

𝑆𝑅 = 𝑁𝑡

𝑁0 × 100% ... .. (5) Ket: SR = Tingkat kelulushidupan (%)

Nt = Jumlah individu pada akhir penelitian (ekor) No = Jumlah individu pada awal penelitian (ekor) Analisis statistik

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan mengaplikasikan 6 perlakuan dengan 3 ulangan. Penempatan wadah penelitian dilakukan secara acak. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap satu Arah (One-way ANOVA) dengan menggunakan software SYSTAT 8.0 (SPSS Inc., 1998). Perbedaan diantara perlakuan akan ditindaklanjuti dengan Uji Tuckeys.

(5)

Hasil

Hasil perhitungan terhadap pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik, rasio konversi pakan, efisiensi pakan dan kelulushidupan disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Tabel hasil penelitian laju pertumbuhan dan kelulushidupan udang windu pada post larva (PL 20) selama 42 hari.

Parameter Perlakuan Pakan

A B C D E F Bobot awal 0,0134±0,02 0,0134±0,02 0,0134±0,02 0,0134±0,02 0,0134±0,02 0,0134±0,02 Bobot akhir 0,4134±0,04 0,3734±0,03 0,4834±0,07 0,4434±0,02 0,4034±0,02 0,3434±0,03 PM (g) 0,40±0,13 0,36±0,10 0,47±0,27 0,43±0,04 0.39±0,16 0,33±0,04 LPS (g) 8,11±0,71 7,83±0,73 8,34±1,21 8,35±0,20 7,99±0,86 7,73±0,28 RKP 1,22±0,37 1,52±0,50 1,21±0,56 1,19±0,08 1,49±0,52 1,81±1,02 EP 2,10±0,76 1,68±0,49 2,40±1,39 2,01±0,14 1,84±0,86 2,41±0,20 SR (%) 49,4±17,8 49,5±8,24 39,4±9,74 39,2±3,85 37,2±4,86 56,9±4,72

Keterangan : *) Nilai pada kolom dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata (P<0,050) **) PM = (Pertumbuhan Mutlak), LPS = (Laju Pertumbuhan Spesifik) RKP = (Rasio Konversi Pakan), EP = (Efisiensi Pakan)

SR (Tingkat Kelulushidupan).

Sampai akhir penelitian, selama 42 hari pemeliharaan, tingkat kelulushidupan udang windu tertinggi dihasilkan oleh kelompok udang yang diberi pakan F (comfeed) sebesar 56,9% kemudian diikuti berturut turut oleh kelompok udang yang diberi pakan B (49,5±8,24%), pakan A (49,4±17,8), pakan C (39,4±9,74), pakan D (39,2±3,85) dan pakan E( 37,2±4,86). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan kelulushidupan diantara kelompok udang uji akibat adanya perbedaan pakan perlakuan (P>0,05). Pertumbuhan mutlak berkisar antara 0,33–0,47 g dimana pertumbuhan mutlak tertinggi dihasilkan oleh kelompok udang yang diberi pakan C dan terendah diamati pada kelompok udang yang diberi pakan F. Tidak ada perbedaan yang signifikan diantara perlakuan terhadap pertumbuhan mutlak.

Sementara itu kelompok udang yang diberi pakan F menghasilkan efisiensi pakan yang

tertinggi (2,41±0,20) dan berturut-turut diikuti oleh kelompok udang yang diberi pakan C (2,40±1,39), pakan A (2,10±0,76), pakan D (2,01±0,14), pakan E (1,84±0,86) dan terendah pada

kelompok udang yang diberi pakan B yakni hanya sebesar 1,68±0,49. Tidak ada perbedaan yang signifikan diantara perlakuan terhadap efisiensi pakan akibat adanya perbedaan pakan uji yang diberikan. Selain hasil tertinggi dalam efisiensi pakan, kelompok udang uji yang diberi pakan F juga menghasilkan rasio konversi pakan tertinggi yakni sebesar 1,81±1,02 dan terendah diamati pada kelompok udang uji yang diberi pakan D sebesar 1,19±0,08. Tidak ada pula perbedaan yang signifikan akibat pemberian paka uji yang berbeda terhadap rasio konversi pakan.

Pembahasan

Faktor kelulushidupan menjadi hal yang utama (sangat penting) dibandingkan laju pertumbuhan dalam manajemen pembenihan. Hasil pengamatan kelulushidupan pada larva P. monodon selama penelitian menunjukkan tingkat kelulushidupan tertinggi yaitu pada kelompok udang yang diberi pakan A, B dan F (pakan comfeed) dengan rata-rata 49,38%, 49,45% dan 56,90%. Tingginya tingkat kelulushidupan pada kelompok udang yang diberi pakan A, B dan F diduga karena pakan yang diberikan memilki protein yang tinggi serta dapat dimanfaatkan dengan baik. Hasil analisis proksimat pakan menunjukkan bahwa pakan perlakuan A, B dan F masing-masing sebesar 45,2%, 39,6% dan 43,3%. Kadar protein optimum pada pakan menyebabkan pertumbuhan yang optimum dan keseragaman ukuran sehingga dapat mengurangi dan mencegah tingkat kanibalisme hal ini dapat menunjang kelulushidupan yang tinggi. Kandungan nutrisi dari pakan sangat mempengaruhi tingkat kelulushidupan. Selanjutnya Yuwono (2005) menjelaskan

(6)

bahwa faktor yang mempengaruhi kelulushidupan organisme ditentukan oleh ketersediaan pakan yang sesuai dan dari faktor lingkungan itu sendiri.

Rendahnya kelulushidupan diakibatkan oleh sifat kanibalisme organisme namun disisi lain kanibalisme mengakibatkan pertumbuhan mutlak yang tinggi pada kelompok udang yang diberi pakan E (0,39±0,16 g). Hal ini diduga karena adanya kesamaan asam amino baik jumlah maupun jenisnya yang dimiliki oleh udang yang memakan (predator) dan udang yang dimakan (prey) dimana, sesuai dengan pernyataan Subandiyono (2009) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik, pola dan jumlah asam amino esensial dalam pakan hendaknya mirip dengan pola maupun jumlah asam amino esensial yang terdapat pada organisme yang diberi pakan. Pada umumnya, protein dari sumber-sumber hewani mempunyai profil asam amino yang lebih m mudah dicerna dibandingkan dengan protein asal nabati.

Tingkat kelulushidupan terendah didapat pada kelompok udang yang diberi pakan E hanya sebesar 37,2±4,9%. Menurunnya tingkat kelulushidupan diduga karena adanya sifat kanibalisme (suka memangsa sesama) pada larva udang windu dan kurangnya kandungan protein serta kandungan kalsium yang tinggi pada pakan. Dimana kalsium dapat mempercepat terjadinya moulting pada organisme crustacea. Sebaliknya kelulushidupan yang tinggi kemungkinan disebabkan oleh kandungan nutrisi khususnya protein pakan yang rendah. Hasil analisis proximat menunjukkan kandungan protein pada pakan E hanya sebesar 12%. Kandungan protein yang rendah dapat menyebabkan adanya tingkat persaingan sesama organisme budidaya dimana, yang dapat mengakibatkan adanya perbedaan ukuran dan ketahanan tubuh udang yang berbeda-beda.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan mutlak tidak berpengaruh nyata dipengaruhi oleh perlakuan substitusi tepung ikan dengan tepung cangkang kepiting. Hasil pertumbuhan mutlak menunjukkan bahwa kelompok udang yang diberi pakan C, D dan E lebih tinggi dibanding dengan kelompok udang yang diberi pakan A, B dan F. Sementara hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa pakan uji A, B dan F memiliki kadar protein pakan yang lebih tinggi disbanding kadar protein pakan uji C, D dan F. Hal ini diduga karena tingginya tingkat kanibalisme atau

rendahnya tingkat kelulushidupan udang uji pada kelompok udang yang diberi pakan C, D dan E

Kanibalisme dengan memakan sesamanya memungkinkan adanya kesamaan asam amino antara predator dan prey sehingga pertumbuhan pada kelompok udang uji C,D dan E lebih besar dari yang lainnya. Hal ini sesuai yang dilaporkan oleh Smith (1985) bahwa pertumbuhan optimal udang tidak hanya dipengaruhi oleh tingkatan kadar protein pakan tetapi juga dipengaruhi oleh sumber protein dan para penelitia lain menyatakan bahwa adanya pengaruh kualitas pakan terhadap pertumbuhan (Deshimaru dan Shigueno, 1972; Lim et al., 1979; Alava dan Lim, 1983; Chen et al., 1985; Dominy dan Ako, 1988). Apabila semua pakan mengandung bahan pakan yang sama selain dari sumber-sumber protein dan jika semua memiliki kesamaan kadar protein, hasil-hasil pengamatan menunjukkan sumber protein dalam hal ini udang yang dimakan oleh udang uji adalah factor utama yang mempengaruhi laju (Sudaryono, 1995).

Hasil analisis proksimat pakan uji menunjukkan bahwa pakan A, B dan F memiliki kandungan protein berada pada kisaran antara 40–45% sedangkan kadar protein pakan C, D dan E memiliki kadar protein yang lebih rendah yakni 12%-30%. Protein sebagai bahan yang sangat dibutuhkan untuk menjalankan fungsi pertumbuhan ikan dan udang. Hasil penelitian Sudaryono (1995) menunjukkan bahwa pakan larva udang mengandung kadar protein sebesar 40%. Alava dan Lim (1983) menyatakan bahwa kadar protein pakan udang uji sebesar 40% dengan sumber protein casein dekstrin dapat menghasilkan FCR sebesar 1,32 g. dan hal yang sama juga terdapat pada kadar protein pakan udang sebesar 40% yang dilakukan dalam penelitian Chen et al. (1985).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Subtitusi tepung ikan dengan tepung cangkang kepiting pada larva udang windu tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik (SGR), Kelulushidupan (SR), ratio konversi pakan (FCR) dan efisiensi pakan (FCE) (P>0,05).

(7)

2. Subtitusi tepung ikan sebanyak 25% menggunakan tepung cangkang kepiting dalam pakan buatan dapat menghasilkan pertumbuhan optimal pada post larva udang windu (Penaeus monodon).

3. Rendahnya kelulushidupan (SR) pada kelompok udang C, D, E dikarenakan tingginya sifat kanibalisme selama pemeliharaan post larva udang windu (Penaeus monodon).

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih kami berikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah membiayai penelitian ini dalam suatu program hibah Riset Unggulan Strategis Nasional tahun 2012. Terima kasih pula kami sampaiak kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pembenihan Udang Provinsi Sulawesi Tenggara atas dukungan sarana dan prasarana dalam penelitian ini.

Daftar Pustaka

AOAC. (1995) Official Methods of Analysis, 16th edn. Association of Official Analytical Chemists (AOAC), Arlington, VA, USA.

Alava, V.R. and C. Lim. 1983. The quantitative dietary protein requirements of Penaeus monodon juveniles in a controlled environment. Aquaculture, 30: 53-61.

Aslamyah, S. dan Y. Fujaya, 2010. Stimulasi molting dan pertumbuhan kepiting bakau (Scylla sp.) melalui aplikasi pakan buatan berbahan dasar limbah pangan yang diperkaya dengan ekstrak bayam. Jurnal Ilmu Kelautan, 15(3) : 170–178.

Barlow, S. 2000. Fish and Oil. Global Aquaculture Advocate, 3 (2): 85 – 88.

Bureau P.D. 2007. Opportunities for rendered by product in fish meal replacement. Rendered magazine. University of Guelph. Canada

Chen, H.Y., Z.P. Zein-Eldin and D.V. Aldrich, 1985. Combined effects of shrimp size and dietary protein source on the growth of Penaeus setiferus and Penaeus uannamei. J. World Maricult. Sot., 16: 288-296.

Deshimaru, O. and K. Shigeno, 1972. Introduction to the artificial diet for prawn Penaeus japonicus.

Aquaculture, 115-133.

Dominy, W.G. and H. Ako. 1988. The utilization of blood meal as a protein ingredient in the diet of the marine shrimp Penaeus uannamei. Aquaculture, 70: 289-299.

Haryati, S. 2003. Kajian substitusi tepung ikan kembung, rebon, rajungan dalam berbagai konsentrasi terhadap mutu fisika-kimiawi dan organoleptik pada mie instan. Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

IFFO. 2006. Fishemal industry overview. International Fishemal and Fish Oil Organization. www.iffo.org Lim, C., P. Suraniranat and R.R. Platon. 1979. Evaluation of various protein sources for Penaeus

monodon postlarvae. Kalikasan, Philipp. J. Biol. Sci., 1: 29:36.

Multazam. 2002. Prospek pemanfaatan cangkang rajungan (portunus sp.) sebagai suplemen pakan ikan. Skripsi yang tidak dipublikasikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Muzinic, L.A., K.R. Thompson, L.S. Metts, S. Dasgupta and C.D. Webster. 2006. Use of turkey meal as partial and total replacement of fish meal in practical diets for sunshine bass (Morone chrysops X Morone saxatilis) grown in tanks. Aqauclutre Nutrition, 12; 71-81.

Subandiyono. 2009. Bahan ajar Nutrisi ikan. Protein dan lemak. PS. Budidaya perairan, jur. Perikanan – FPIK Universitas diponegoro. Semarang

Sudaryono, A., M.J. Hoxey, S.G. Kailis and L.H. Evans. 1995. Investigation of alternative protein sources in practical diets for juvenile shrimp, Penaeus monodon. Aquaculture, 134 3 : 13-323

Tacon, A.G.J. and U.C. Barg. 1998. Major challenges to feed development for marine and diadromous finfish and crustacean species. S.S. De Silva (Ed.), Tropical Mariculture, Academic Pre3ss, Sand Diego. USA. pp. 171 – 208.

Tacon, A.G.J and M. Metian. 2008. Global overview on the use of fish meal and fish oil in industrially compounded aquafeeds: trends and future prospects. Aquaculture, 285: 146–158.

Yuwono, E. 2005. Kebutuhan nutrisi crustacea dan potensi cacing lur (Nereis, Polychaeta) untuk pakan udang. Fakultas Biologi. Universitas Jenderal Sudirman. Purwekorto. Jurnal Pembangunan Pedesaan, 5 (1) : 42-49.

Gambar

Tabel  2. Tabel  hasil  penelitian  laju  pertumbuhan  dan  kelulushidupan  udang  windu  pada  post  larva  (PL  20)  selama   42 hari

Referensi

Dokumen terkait

Sikap pelaksanaan ibu hamil tentang imunisasi TT di BPM Sri Sulikah Desa Gogodeso Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar sebagian besar responden (58,8%) memiliki sikap

Tujuan : Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan asupan gizi dengan inteligensi pada anak stunting usia 36 – 59 bulan di Kecamatan Sedayu

Hasil kuisioner tentang pentingnya materi hidolisis amilum enzimatis dan non-enzimatis, serta materi hidrolisis sukrosa enzimatis dan non enzimatis menunjukkan bahwa

Ing panliten iki nggunakake metode nyimak, amarga data kang dibutuhake diklumpukake banjur diwaca lan nyimak data nuli kadudut kanggo nemokake pesen kang kinandhut

Saya pernah mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi Amerika Serikat, Perancis dan negara-negara lain, tetapi saya merasa Indonesia adalah yang terbaik, mungkin karena impresi

Seiring dengan peningkatan anggaran pendidikan tidak dapat dipungkiri bahwa dapat mengakibatkan peningkatan sumber-sumber pendidikan, sehingga hal tersebut

Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa dalam Islam, demikian juga paham filsafat Ibnu Rusyd tidak ada kebenaran ganda, karena dari penjelasan sebelumnya jika terjadi

b) Faktor kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pendidikan politik dimana Pemahaman masyarakat akan pendidikan politik yang masih rendah, atau dengan kata lain