HUBUNGAN DIARE DENGAN PENCEMARAN AIR BERSIH OLEH PARASIT DAN TINGKAT PENGETAHUAN PENGGUNAAN AIR BERSIH
OLEH PENDUDUK DI KAMPUNG SUSUK, KECAMATAN MEDAN SELAYANG
Oleh :
KANAGAVALLI VIJAYAKUMAR 100100403
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Hubungan Diare dengan Pencemaran Air Bersih oleh Parasit dan
Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk di Kampung Susuk, Kecamatan Medan Selayang.
Nama: Kanagavalli Vijayakumar NIM : 100100403
Pembimbing Penguji I
(dr. Lambok Siahaan, M.K.T) (dr. Isma Aprita, SpKK) NIP. 19711005 200112 1 001 NIP. 140191408
Penguji II
(dr. Juliandi Harahap, MA) NIP. 19700702 199802 1 001
Medan, Januari 2014 Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Dekan
ABSTRAK
Sekitar 1,1 juta orang mengkonsumsi air yang tidak bersih dan air yang terkontaminasi, merupakan 80% penyebab diare di dunia. Kontaminasi sumber air terjadi karena sistem pembuangan tinja yang mencapai sumber air. Protozoa dan parasit yang dapat dijumpai dalam sumber air adalah Giardia intestinalis, Cryptoporidium parvum, Entamoeba histolytica, Soil Transmitted Helminths (STH) dan lain-lain. Parasit tertentu seperti Giardia, Entamoeba histolytica, dan Cryptosporidium tidak dapat dihilangkan melalui proses klorinasi air sehingga apabila orang mengonsumsi air yang terkontaminasi parasit-parasit dan protozoa tersebut akan menyebabkan diare.
Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan metode cross-sectional. Sejumlah 74 contoh sampel air diambil secara acak dan pengisian kuesioner dilakukan di Kampung Susuk, kecamatan Medan Selayang, kota Medan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan diare dengan pencemaran sumber air bersih oleh parasit dan tingkat pengetahuan penggunaan air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pencemaran sumber air oleh parasit sejumlah 4,1%, terdapat sejumlah 21 penduduk Kampung Susuk yang positif dengan kejadian diare (28,4%), dan mayoritas penduduk Kampung Susuk memiliki tingkat pengetahuan yang sedang terhadap penggunaan air bersih (54,1%). Dari hasil uji statistik fisher’s exact test tidak terdapat hubungan antara pencemaran air bersih oleh parasit dengan kejadian diare (p-value 0,192) dan dari hasil uji statistik chi square tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan penggunaan air bersih dengan kejadian diare (p-value 0,394).
Berdasarkan data di atas, walaupun hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan namun tetap perlu diberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai higiene dan sanitasi lingkungan sekitar rumah dalam upaya menurunkan prevalensi penyakit diare serta penyuluhan tentang cara penggunaan air bersih yang benar supaya derajat kesehatan yang tinggi dengan mutu kehidupan yang berkualitas dapat tercapai.
ABSTRACT
About 1.1 billion people globally drink unsafe water and that the vast majority of diarrheal disease in the world (88%) is attributable to unsafe water, sanitation and hygiene. The contamination of water sources occurs due to the disposal system which goes through underneath the ground and reaches the underground water sources.
This was a analytic study performed using the cross sectional design. About 74 water samples were randomly taken and questionnaires were given to the villagers in Kampung Susuk, which is located in the district of Medan in North Sumatera. The main objective was to determine the relationship between the occurance of diarrhea with contamination of water by parasites and villagers’ knowledge about the usage of water.
The results showed that there is no realtionship between the occurance of diarrhea with contamination of water by parasites (p-value 0,133) and there is no relationship between occurance of diarrhea with villagers’ knowledge about the usage of water.
Based on the data above, it is imperative to provide counselling about optimal environmental sanitation and prevention of parasite infections. The villagers need to increase their knowledge to improve the quality of good drinking water in order to achieve a good health status and high quality of life.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur diiucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpah rahmat-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dapat diselesaikan. KTI
ini disusun untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran (S.Ked.) di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Saya menyadari bahwa KTI ini masih jauh dari
sempurna. Namun besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat
dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang: Hubungan Diare dengan Pencemaran Air Bersih oleh Parasit dan Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk di Kampung Susuk, Kecamatan Medan Selayang.
Dengan selesainya KTI ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan kepada:
1) Pembimbing penulisan KTI dr. Lambok Siahaan, M.K.T yang telah membimbing
penulis mempersiapkan, melaksanakan, dan menyelesaikan karya tulis ilmiah ini
2) Kedua dosen penguji dr. Isma Aprita, SpKKdan dr. Juliandi Harahap, MA yang
telah memberikan masukan demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
3) Kedua orang tua saya, Vijayakumar Narayanan, Rajesperi Maniam
4) Seluruh teman-teman yang telah membantu dan memberikan semangat.
Akhir kata saya memohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan KTI
ini. Semoga Tuhan Yang Maha Berkuasa senantiasa melimpahkan rahmat-Nya.
Medan, Januari 2014
Penulis,
(Kanagavalli Vijayakumar)
LEMBAR PENGESAHAN…….………...………... DAFTAR ISI
i
ABSTRAK………..……..………….…. ii
KATA PENGANTAR………....………... iv
DAFTAR ISI ..………... v
DAFTAR TABEL………... ix
DAFTAR GAMBAR………. x
DAFTAR SINGKATAN………...…….. xi
DAFTAR LAMPIRAN………... xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………..……… 1
1.2. Rumusan Masalah ………..……… 2
1.3. Tujuan Penelitian ………..……… 2
1.4. Manfaat Penelitian ………..…………...……… 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Air ………...……… 4
2.2. Sumber Air ………...……… 4
2.2.1. Air Angkasa (Hujan) ……… 4
2.2.2. Air Permukaan ……… 5
2.2.3. Air Tanah………... 5
2.2.4. Air Sumur ……… 6
2.3. Golongan Air Berdasarkan Peruntukannya…….…………... 7
2.4. Standar Kualitas Air……….………..….… 7
2.5. Peranan Air Sebagai Penyebab Penyakit …...…………...…… 9
2.6. Parasit Penyebab Pencemaran Air………..………. 10
2.6.1. Giardia intestinalis ………..……….………10
2.6.2. Entamoebahistolytica ……… 14
2.6.3. Cryptosporidium parvum….….………...…17
2.6.4. Cacing Parasit (Helminth Parasites) ………..… 19
2.7. Diare……….……… 21
2.7.1. Definisi…………..…..………..……….……… 21
2.7.2. Etiologi………..……….… 21
2.7.3. Jenis………..………..……….….………21
2.7.4. Akibat Diare……….…22
2.7.5. Penatalaksanaan...…..………..……….………22
2.8. Tingkat Pengetahuan...……… 23
2.8.1. Tahu (know).……….………...……… 23
2.8.2. Memahami (comprehension)………...……… 23
2.8.3. Aplikasi (aplication) …...…….………...……… 23
2.8.4. Analisis (analysis)………....….………...………23
2.8.5. Sintesis(synthesis)……….………...……… 23
2.8.6. Evaluasi (evaluation)……….…...…...……… 24
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep ………...……… 25
3.2 Definisi Operasional ………...……….…….... 25
3.3. Hipotesis………...……… 26
4.2.1. Lokasi Penelitian………...…. 27
4.2.2. Waktu Penelitian……….……… 27
4.3. Populasi dan Sampel……… 27
4.3.1. Populasi………27
4.3.2. Sampel……… 28
4.4. Metode Pengumpulan Data ……...………28
4.5. Validitas……….………...…… 30
4.6. Reabiltas………30
4.7. Metode Analisis Data………30
BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian.………..………….. 32
5.2. Deskripsi Sampel Penelitian.………..…………. 32
5.3. Hasil Analisa Data………...………..………32
5.3.1. Pencemaran Air Bersih Oleh Parasit………..…..….. 32
5.3.2. Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih..………33
5.3.3. Kejadian Diare….…...………..………35
5.3.4. Hubungan Kejadian Diare Dengan Pencemaran Air Bersih Oleh Parasit.……… 35
5.3.5. Hubungan Kejadian Diare Dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih ………...…… 35
5.4. Uji Statistik Chi-Square…………...………..………….. 36
5.4.1. Hubungan Kejadian Diare Dengan Pencemaran Air Bersih Oleh Parasit.……… 36
5.4.2. Hubungan Kejadian Diare Dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih ………...…… 37
5.5.1. Pencemaran Air Bersih Oleh Parasit……….. 38
5.5.2. Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih……… 39
5.5.3. Hubungan Kejadian Diare Dengan Pencemaran Air Bersih Oleh Parasit.……… 39
5.5.4. Hubungan Kejadian Diare Dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih ………...…… 40
BAB6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan………42
6.2. Saran.…...……….… 42
DAFTAR PUSTAKA ……….. 43
LAMPIRAN……….. 46
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Penularan Penyakit Melalui Air Yang Disebabkan Oleh Protozoa 2
2.1 Daftar Persyaratan Kualitas Air Bersih 8
5.1 Frekuensi Pencemaran Air Bersih oleh Parasit di Kampung Susuk 32
5.2 Distribusi Pencemaran Air Bersih oleh Parasit di Kampung Susuk 33
5.3 Frekuensi Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih 33
5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih 34
5.5 Frekuensi Kejadian Diare 35
5.6 Hubungan Kejadian Diare dengan Pencemaran Air Bersih Oleh
Parasit
35
5.7 Hubungan Kejadian Diare dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan
Air Bersih
36
5.8 Uji Silang Kejadian Diare dengan Pencemaran Air & Uji Fisher’s 37
5.9 Uji Silang Kejadian Diare dengan Tingkat Pengetahuan & Uji
Chi-square
37
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Daur Hidup Giardia intestinalis 12
2.2 Daur Hidup Entamoeba histolytica 15
2.3 Daur Hidup Cryptosporidium parvum 18
2.4 Daur Hidup Ascaris lumbricoides 20
2.5 Daur Hidup Trichuris trichiura 20
DAFTAR SINGKATAN mg Miligram
ml Mililiter
L Liter
Bq Bequerel
NTU Nephelometrik Turbidity Units
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1 Daftar Riwayat Hidup 46
2 Kuesioner 47 3 Lembar Penjelasan 50
4 Lembar Persetujuan 52
5 Surat Izin Penelitian 53
6 Ethical Clearance 54
7 Data Profil Kecamatan 55 8 Uji Validitas 56
9 Uji Reliabilitas 58
10 Uji Chi Square & Fisher’s 59
11 Uji Frekuensi 60
12 Gambar 54
13 Master Data 65
ABSTRAK
Sekitar 1,1 juta orang mengkonsumsi air yang tidak bersih dan air yang terkontaminasi, merupakan 80% penyebab diare di dunia. Kontaminasi sumber air terjadi karena sistem pembuangan tinja yang mencapai sumber air. Protozoa dan parasit yang dapat dijumpai dalam sumber air adalah Giardia intestinalis, Cryptoporidium parvum, Entamoeba histolytica, Soil Transmitted Helminths (STH) dan lain-lain. Parasit tertentu seperti Giardia, Entamoeba histolytica, dan Cryptosporidium tidak dapat dihilangkan melalui proses klorinasi air sehingga apabila orang mengonsumsi air yang terkontaminasi parasit-parasit dan protozoa tersebut akan menyebabkan diare.
Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan metode cross-sectional. Sejumlah 74 contoh sampel air diambil secara acak dan pengisian kuesioner dilakukan di Kampung Susuk, kecamatan Medan Selayang, kota Medan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan diare dengan pencemaran sumber air bersih oleh parasit dan tingkat pengetahuan penggunaan air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pencemaran sumber air oleh parasit sejumlah 4,1%, terdapat sejumlah 21 penduduk Kampung Susuk yang positif dengan kejadian diare (28,4%), dan mayoritas penduduk Kampung Susuk memiliki tingkat pengetahuan yang sedang terhadap penggunaan air bersih (54,1%). Dari hasil uji statistik fisher’s exact test tidak terdapat hubungan antara pencemaran air bersih oleh parasit dengan kejadian diare (p-value 0,192) dan dari hasil uji statistik chi square tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan penggunaan air bersih dengan kejadian diare (p-value 0,394).
Berdasarkan data di atas, walaupun hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan namun tetap perlu diberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai higiene dan sanitasi lingkungan sekitar rumah dalam upaya menurunkan prevalensi penyakit diare serta penyuluhan tentang cara penggunaan air bersih yang benar supaya derajat kesehatan yang tinggi dengan mutu kehidupan yang berkualitas dapat tercapai.
ABSTRACT
About 1.1 billion people globally drink unsafe water and that the vast majority of diarrheal disease in the world (88%) is attributable to unsafe water, sanitation and hygiene. The contamination of water sources occurs due to the disposal system which goes through underneath the ground and reaches the underground water sources.
This was a analytic study performed using the cross sectional design. About 74 water samples were randomly taken and questionnaires were given to the villagers in Kampung Susuk, which is located in the district of Medan in North Sumatera. The main objective was to determine the relationship between the occurance of diarrhea with contamination of water by parasites and villagers’ knowledge about the usage of water.
The results showed that there is no realtionship between the occurance of diarrhea with contamination of water by parasites (p-value 0,133) and there is no relationship between occurance of diarrhea with villagers’ knowledge about the usage of water.
Based on the data above, it is imperative to provide counselling about optimal environmental sanitation and prevention of parasite infections. The villagers need to increase their knowledge to improve the quality of good drinking water in order to achieve a good health status and high quality of life.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup (Effendi, 2003). Air adalah air minum, air
bersih, air kolam renang, dan air pemandian umum(Permenkes No. 416 Tahun 1990).
Manakala berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air angkasa (hujan),
air permukaan, dan air tanah (Chandra, 2007).
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya (Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990). Beberapa
organisme kemungkinan dapat menyebabkan penyakit terhadap manusia. Organisme
tersebut antara lain bakteria, fungi, protozoa, metazoan (helminths), rickketsiae dan
virus. Berikut adalah protozoa patogen yang menular melalui air dan berpengaruh
terhadap manusia(Said, 2005):
Tabel 1.1. : Penularan Penyakit Melalui Air Yang Disebabkan Oleh Protozoa
Organisme Penyakit Sumber Utama
Giardia lamblia Giardiasis Kotoran manusia dan hewan
Entamoeba histolytica Amoebic disentri Kotoran manusia
Achantamoeba cestellani Meningoencephalitis Tanah dan Air
Naeleria gruberi Meningoencephalitis Tanah dan Air
Balantidum coli Disentri Kotoran manusia
Protozoa dan parasit lain yang dapat dijumpai dalam sumber air adalah seperti
Giardia intestinalis, Cryptoporidium parvum, Entamoeba histolytica, Blastocystis
hominis dan lain-lain. Parasit yang tertentu seperti, Giardia, Entamoeba histolytica,
dan Cryptosporidium tidak dapat dieliminasikan melalui proses klorinasi air (Athari,
1996; Markell et al., 1999).
Ada penelitian yang menyatakan bahwa kontaminasi dari sistem pembuangan
tinja cenderung berjalan sampai mencapai permukaan air. Hal ini selanjutnya akan
menyebabkan kontaminasi sumber air (Soeparman, 2001). Sebanyak 1,1 juta orang
mengkonsumsi air yang tidak aman dan pengonsumsian air yang terkontaminasi,
sanitasi, dan higenik yang tidak optimal merupakan penyebab diare (80%) di dunia
(Kindhauser, 2003).
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai hubungan diare dengan pencemaran air bersih oleh parasit dan
tingkat pengetahuan penggunaan air bersih oleh penduduk di Kampung Susuk,
Kecamatan Medan Selayang.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka dapat dirumuskan
satu masalah dalam penulisan penelitian ini, adalah:
“Apakah ada hubungan diare dengan pencemaran air bersih oleh parasit dan
tingkat pengetahuan penggunaan air bersih oleh penduduk di Kampung Susuk,
Kecamatan Medan Selayang?”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan diare dengan
pencemaran air bersih oleh parasit dan tingkat pengetahuan penggunaan air bersih oleh
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan tentang kualitas air
bersih di Kampung Susuk sehingga dapat diambil kebijakan dan langkah strategis
untuk penyehatan air.
2. Memberikan masukan bagi masyarakat di Kampung Susuk sebagai upaya untuk
menjaga kualitas air.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Air
Air adalah zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara, ¾ bagian
tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5
hari tanpa minum air (Chandra, 2007). Air terdapat dalam berbagai bentuk misalnya,
uap air, es, cairan, dan salju (Effendi, 2003).
2.2. Sumber Air
Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber.
Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air angkasa (hujan), air
permukaan, dan air tanah (Chandra, 2007).
2.2.1. Air Angkasa (Hujan)
Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walaupun pada
saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami
pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu
dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbon
dioksida, nitrogen, dan ammonia (Chandra, 2007).
a) Gas CO2 + air hujan = asam karbonat
b) Gas S2O3 + air hujan = asam sulfat
c) Gas N2O3 + air hujan = asam nitrit
Dengan demikian air hujan yang sampai di permukaan bumi sudah tidak murni
dan reaksi di atas dapat mengakibatkan keasamaan pada air hujan sehingga akan
2.2.2. Air Permukaan
Air permukaan merupakan salah satu sumber penting bahan baku air bersih.
Faktor –faktor yang harus diperhatikan, antara lain (Chandra, 2007):
a) Mutu atau kualitas baku
b) Jumlah atau kuantitasnya
c) Kontinuitasnya
Dibandingkan dengan sumber air lain, air permukaan merupakan sumber air yang
paling tercemar akibat kegiatan manusia, fauna, flora, dan zat-zat lain (Chandra,
2007).
Sumber-sumber air permukaan, antara lain, sungai, selokan, rawa, parit,
bendungan, danau, laut dan air terjun. Air terjun dapat dipakai untuk sumber air di
kota-kota besar kerana air tersebut sebelumnya sudah dibendung oleh alam dan jatuh
secara gravitasi. Air ini tidak tercemar sehingga tidak membutuhkan purifikasi
bakterial (Chandra, 2007) .
Sumber air permukaan yang berasal dari sungai, selokan dan parit mempunyai
persamaan, yaitu airnya mengalir dan dapat menghanyutkan bahan yang tercemar.
Sumber air yang permukaan yang berasal dari rawa, bendungan, dan danau memiliki
air yang tidak mengalir, tersimpan dalam waktu yang lama, dan mengandung sisa-sisa
pembusukan alam, misalnya, pembusukan tumbuh-tumbuhan, ganggang, fungi dan
lain-lain. Air permukaan yang berasal dari air laut mengandung kadar garam yang
tinggi sehingga, jika akan digunakan untuk air minum, air tersebut harus menjalani
ion-exchange (Chandra, 2007).
2.2.3. Air Tanah
Air tanah (ground water) merupakan sebagian air hujan yang mencapai
permukaaan bumi dan menyerap ke dalam lapisan tanah dan menjadi air tanah.
Sebelum mencapai lapisan tempat air tanah, air hujan menembus beberapa lapisan
Kesadahan pada air ini menyebabkan air mengandung zat-zat mineral dalam
konsentrasi. Zat-zat mineral tersebut antara lain kalsium, magnesium, dan logam berat
seperti Fe dan Mn (Chandra, 2007).
Air tanah digolongkan menjadi tiga yaitu air tanah dangkal, air tanah dalam, dan
mata air. Golongan tersebut berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan mineral yang
terkandung di air tanah (Alamsyah, 2007).
a) Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal terdapat pada kedalaman kurang lebih 15 meter di bawah
permukaan tanah. Jumlah air yang terkandung pada kedalaman ini cukup terbatas.
Pengunaan air tanah dangkal berupa sumur berdinding semen maupun sumur bor
(Alamsyah, 2007).
b) Air Tanah Dalam
Air tanah dalam terdapat kedalaman 100-300 meter dibawah permukaan tanah.
Kuantitas air tanah dalam cukup besar dan tidak terlalu dipengaruhi oleh musim,
sehingga air tanah dalam dapt digunakan untuk kepentingan industri dan dapat
digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama (Alamsyah, 2007).
c) Mata Air
Mata air adalah air tanah yang keluar langsung dari permukaan tanah. Mata air
biasanya terdapat pada lereng gunung, dapat berupa rembesan (mata air rembesan) dan
ada juga yang keluar di daerah dataran rendah (mata air ‘umbul’). Kuantitas air yang
dihasilkan oleh mata air cukup banyak dan tidak dipengaruhi oleh musim sehingga
dapat digunakan untuk kepentingan umum dalam jangka waktu yang lama (Alamsyah,
2.2.4. Air Sumur
Secara teknis sumur dapat dibagi menjadi dua jenis (Chandra, 2007):
a) Sumur dangkal (Shallow Well)
Sumur semacam ini memiliki sumber air yang berasal dari resapan air hujan di
atas permukaan bumi terutama di daerah dataran rendah. Jenis sumur ini banyak
terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi air kotor yang berasal dari
kegiatan mandi-cuci-kakus (MCK) sehingga persyaratan sanitasi yang ada perlu sekali
diperhatikan (Chandra, 2007).
b) Sumur dalam (Deep Well)
Sumur ini memiliki sumber air yang berasal dari proses purifikasi alami air hujan
oleh lapisan kulit bumi yang menjadi air tanah. Sumber airnya tidak terkontaminasi
dan memenuhi persyaratan sanitasi (Chandra, 2007).
2.3. Golongan Air Berdasarkan Peruntukannya
Menurut Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun (1990) tentang pengendalian
pencemaran air Pasal 7 ayat 1 berdasarkan peruntukannya air dibagi ke dalam empat
golongan yaitu :
a) Golongan A
Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan
terlebih dahulu.
b) Golongan B
Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
c) Golongan C
Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
d) Golongan D
Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan
2.4. Standar Kualitas Air
Standar kualitas air yang digunakan masyarakat harus memenuhi syarat kesehatan
agar terhindar dari gangguan kesehatan. Syarat kesehatannya meliputi persyaratan
Mikrobiologi, Fisika, Kimia, dan Radioaktif. Pengawasan kualitas air bertujuan untuk
mencegah penurunan kualitas dan penggunaan air yang dapat mengganggu dan
membahayakan kesehatan, serta meningkatkan kualitas air (Peraturan Menteri
Kesehatan No. 416 Tahun 1990).
2.4.1. Parameter Air Bersih
Parameter air bersih yang ada di dalam Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990
2.5. Peranan Air Sebagai Penyebab Penyakit
Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara
langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air
disebut sebagai waterborne disease atau water-related disease. Terjadinya suatu
penyakit tertentu memerlukan adanya agen dan terkadang vektor. (Chandra, 2007).
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam
kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri
terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007):
a. Waterborne mechanism
b. Waterwashed mechanism
c. Water-based mechanism
d. Water –related insect vector mechanism
2.6. Parasit Penyebab Pencemaran Air 2.6.1 Giardia intestinalis
a) Morfologi dan Daur Hidup
Giardia intestinalis pertama kali dilihat oleh Van Leeuwenhoek pada tahun 1681.
Flagelata ini pertama kali dikenal dan dibahas oleh Lambl (1859), yang memberikan
nama “intestinalis”. Kemudian Stiles (1915) memberikan nama baru, Giardia lamblia.
Parasit ini mempunyai 2 stadium yaitu (Sutanto, 2008):
i) Stadium trofozoit: Ukuran 12-15 mikron, berbentuk simetris bilateral seperti
buah jambu monyet yang bagian anteriornya membulat dan bagian posteriornya
meruncing. Permukaan dorsal cembung (konveks) dan pipih di sebelah ventral dan
terdapat batil isap berbentuk seperti cakram yang cekung dan menempati setengah
bagian anterior badan parasit. Ia mempunyai sepasang inti yang letaknya di bagian
anterior, bentuknya oval dengan kariosom di tengah atau butir-butir kromatin tersebar
blefaroplas. Terdapat 2 pasang yang lengkung dianggap sebagai benda parabasal,
letaknya melintang di posterior dari batil isap.
ii) Stadium kista: Berbentuk oval berukuran 8-12 mikron, mempunyai dinding
yang tipis dan kuat. Sitoplasmanya berbutir halus dan letaknya jelas terpisah dari
dinding kista. Kista yang baru terbentuk mempunyai 2 inti, yang matang mempunyai 4
inti, letaknya pada satu kutub.
G.lamblia hidup di rongga usus kecil, yaitu duodenum dan bagian proksimal
yeyenum dan kadang-kadang di saluran dan kandung empedu. Bila kista matang
tertelan oleh hospes, maka akan terjadi ekskistasi di duodenum, kemudian sitoplasma
membelah dan flagel tumbuh dari aksonema sehingga terbentuk 2 trofozoit. Dengan
pergerakan flagel yang cepat trofozoit yang berada di antara villi usus bergerak dari
satu tempat ke tempat lain. Bila berada pada villi, trofozoit dengan batil isap akan
melekatkan diri pada epitel usus.
Trofozoit kemudian berkembang biak dengan cara belah pasang longitudinal. Bila
jumlahnya banyak sekali maka trofozoit yang melekat pada mukosa dapat menutupi
permukaan mukosa usus. Trofozoit yang tidak melekat pada mukosa usus, akan
mengikuti pergerakan peristaltik menuju ke usus bagian distal yaitu usus besar.
Ekskistasi terjadi dalam perjalanan ke kolon, bila tinja mulai menjadi padat, sehingga
stadium kista dapat ditemukan dalam tinja yang padat. Cara infeksi dengan menelan
kista matang yang dapat terjadi secara tidak langsung melalui air dan makanan yang
Gambar 2.1. : Daur Hidup Giardia intestinalis
b) Gejala Klinis dan Diagnosis
Gejala klinis yang disebabkan oleh giardiasis sangat bervariasi dan dapat berbeda
di antara penderitanya. Hal ini tergantung berbagai faktor seperti jumlah kista yang
tertelan, lamanya infeksi, faktor hospes dan parasitnya sendiri.
Gejala akut dimulai dengan rasa tidak enak di perut diikuti dengan mual dan tidak
napsu makan. Dapat juga disertai dengan demam ringan. Kemudia akan diikuti dengan
dapat juga terjadi kram perut. Pada tinja biasanya jarang ditemukan lendir dan darah.
Gejala akut biasanya berlangsung selama 3-4 hari dan dapat sembuh secara spontan.
Sebaliknya dapat juga menjadi fase subakut dan kronik yang berupa diare yang hilang
timbul selama 2 tahun atau lebih. Pada fase kronis penderita merasa lemah, sakit
kepala dan sakit otot yang disertai dengan penurunan berat badan dan malabsorpsi.
Pemeriksaan tinja merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum pemeriksaan
lain dilakukan. Pada infeksi ringan dapat dilakukan pemeriksaan cairan yang berasal
dari duodeno-jejunal junction untuk mencari trofozoit. Bila G.lamblia tidak dapat
ditemukan dengan kedua cara tersebut, maka dapat dilakukan biopsi usus halus di
daerah duodeno-jejunal junction. Parasit biasanya ditemukan pada perbatasan
mikrovilli, terutama didalam crypty. Deteksi antigen G.lamblia dalam tinja dapat
dilakukan baik pada tinja segar maupun tinja dengan pengawet formalin (Sutanto,
2008).
c) Pencegahan
Pencegahan infeksi parasit ini terutama dengan memperhatikan hygiene
perorangan, keluarga, dan kelompok dengan menghindari air minum yang
terkontaminasi. Sanitasi air minum untuk mencegah terjadinya epidemi giardiasis
dilakukan dengan metode coagulation-sedimentation-filtration. Klorinasi air minum
untuk mengeliminasi kista memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi dan kontak yang
lebih lama pada biasanya. Proteksi individu dapat dilakukan dengan merebus air
sampai mendidih minimal 1 menit. Bila air tidak dapat direbus, dapat diberikan 2-4
tetes kaporit untuk setiap liter air dan tunggu selama 60 menit sebelum diminum. Bila
airnya dingin dibutuhkan waktu semalam untuk membunuh kista G.intestinalis.
Memanaskan makanan atau makanan yang matang dapat mencegah infeksi kista
2.6.2. Entamoeba histolytica
a) Morfologi dan Daur Hidup
Amebiasis sebagai penyakit disentri yang dapat menyebabkan kematian dikenal
sejak 450 tahun sebelum masehi oleh Hippocrates. Parasitnya, yaitu Entamoeba
histolytica pertama kali ditemukan oleh Losh (1875) dari tinja disentri seorang
penderita di Leningrad, Rusia (Sutanto, 2008).
Dalam daur hidupnya, E.histolytica mempunyai 2 stadium, yaitu: trofozoit dan
kista. Bila kista matang tertelan, kista tersebut tiba di lambung masih dalam keadaan
utuh karena dinding kista tahan terhadap asam lambung. Di rongga terminal usus
halus, dinding kista dicernakan, terjadi enskistasi dan keluarlah stadium trofozoit yang
masuk ke rongga usus besar. Dari sebuah kista mengandung 4 buah inti, akan
terbentuk 8 buah trofozoit.
Stadium trofozoit berukuran 10-60 mikron, mempunyai inti entamoeba yang
terdapat di endoplasma. Ektoplasma bening homogen terdapat di bagian tepi sel, dapat
dilihat dengan nyata. Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma, besar dan lebar
seperti daun, dibentuk dengan mendadak, pergerakannya cepat dan menuju suatu arah
(linier).Endoplasma berbutir halus, biasanya mengandung bakteri atau sisa makanan.
Stadium trofozoit dapat bersifat patogen dan menginvasi jaringan usus besar. Dengan
aliran darah, menyebar ke jaringan hati, paru, otak, kulit, dan vagina. Stadium
trofozoit berkembang biak secara belah pasang. Stadium kista dibentuk dari stadium
trofozoit yang berada di rongga usus besar. Di dalam rongga usus besar, stadium
trofozoit dapat berubah menjadi stadium precyst yang berinti satu (enkistasi),
kemudian membelah menjadi berinti dua, dan akhirnya berinti 4 yang dikeluarkan
bersama tinja. Ukuran kista 10-20 mikron, berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai
dinding kista dan terdapat inti entamoeba. Di endoplasma terdapat benda kromatoid
yang besar, menyerupai lisong dan terdapat vakuol glikogen. Benda kromatoid dan
vakuol glikogen dianggap sebagai makanan cadangan, karena itu terdapat pada kista
lagi. Stadum kista tidak patogen, tetapi merupakan stadium yang infektif. Dengan
adanya dinding kista, stadium kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar
[image:31.612.114.529.195.524.2]badan manusia. Infeksi terjadi dengan menelan kista matang (Sutanto, 2008).
Gambar 2.2. : Daur Hidup Entamoeba histolytica
b) Gejala Klinis dan Diagnosis
Bentuk klinis yang dikenal adalah amebiasis intestinal dan amebiasis
ekstra-intestinal. Amebiasis intestinal terbagi menjadi dua yaitu amebiasis kolon akut dan
amebiasis kolon menahun. Gejala klinis yang biasa ditemukan pada amebiasis kolon
akut adalah nyeri perut dan diare yang berupa tinja cair, tinja berlendir, atau tinja
berdarah. Frekuensi diare dapat mencapai 10 x perhari. Demam dapat ditemukan pada
menurun. Pada amebiasis kolon menahun gejala tidak begitu jelas. Biasanya terdapat
gejala usus yang ringan, antara lain rasa tidak enak di perut, diare yang diselingi
obstipasi(sembelit). Amebiasis ekstra-intestinal terdiri dari gejala abses hati yang
paling sering ditemukan. Sebahagian besar penderita memperlihatkan gejala dalam
waktu yang relatif singkat (2-4 minggu). Penderita juga memperlihatkan demam,
batuk dan nyeri perut kuadran kanan atas. Bila permukaan diafragma hati terinfeksi,
maka pada penderita dapat terjadi nyeri pleura kanan atau nyeri yang menular sampai
bahu kanan. Pada 10% - 35% penderita dapat ditemukan gangguan gastrointestinal
berupa mual, muntah, kejang otot perut, perut kembung, diare dan konstipasi.
Pemeriksaan mikroskopis tidak dapat membedakan E.histolytica dengan E.dispar.
Pemeriksaan mikroskopis sebaiknya dilakukan paling sedikit 3 kali dalam waktu 1
minggu. Pemeriksaan antibodi akan sangat membantu menegakkan diagnosis pada
kelompok yang tidak tinggal di daerah endemis. Biasanya yang merupakan uji standar
adalah IHA, sedangkan ELISA merupakan alternatif karena lebih cepat, sederhana dan
juga lebih sensitif. Deteksi antigen juga dapat dilakukan. Antigen ameba yaitu
Gal/Gal-Naclectin dapat dideteksi dalam tinja, serum, cairan abses dan air liur
penderita. Hal ini dapat dilakukan terutama mengunakkan teknik ELISA, sedangkan
dengan teknik CIEP ternyata sensitivitasnya lebih rendah. Metode PCR mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang sebanding dengan deteksi antigen pada yinja penderita
amebiasis intestinal. Untuk penelitian polimorfisme E.histolytica teknik PCR
merupakan metode ungulan. Sampai saat ini diagnosis amebiasis yang invasif
biasanya ditetapkan dengan kombinasi pemeriksaan mikroskopis tinja dan uji
serologis. Bila ada indikasi, dapat dilakukan kolonoskopi dan biopsi pada lesi
intestinal atau pada cairan abses. Parasit biasanya ditemukan pada dasar dinding abses
c) Pencegahan
Pencegahan ameobiasis terutama ditujukan pada kebersihan perorangan dan
kebersihan lingkungan. Kebersihan perorangan antara lain mencuci tangan dengan
bersih sesudah buang air besar dan sebelum makan. Kebersihan lingkungan meliputi:
masak air minum sampai mendidih sebelum diminum, mencuci sayuran sampai bersih
atau memasaknya sebelum dimakan, buang air besar di jamban, tidak menggunakan
tinja manusia untuk pupuk, menutup dengan baik makanan yang dihidangkan untuk
menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas, membuang sampah di tempat sampah
yang tertutup untuk menghindari lalat ( Sutanto, 2008).
2.6.3. Cryptosporidium parvum
a) Morfologi dan Daur Hidup
Cryptosporidium adalah prozoa usus yang meyebabkan diare. Kasus pertama
kristosporidiosis pada manusia dilaporkan pada tahun 1976. Terdapat kriptosporidiosis
terutama ditemukan pada penderita imunokompromais (AIDS) dan menyebabkan
diare berat (Sutanto, 2008).
Cryptosporidium parvum adalah spesies yang menyebabkan infeksi pada manusia.
Infeksi terjadi bila tertelan ookista matang yang dikeluarkan bersama tinja hospes
terinfeksi. Ekskistasi terjadi di traktus gastrointestinal atas, sporozoit keluar dari
ookista dan masuk ke sel epitel usus pada bagian apeks di dalam membran sel hospes,
tetapi tidak di dalam sitoplasma, disebut meront. Parasit berkembang biak secara
aseksual (merogoni) dan menghasilkan merozoit yang memasuki sel lain. Merozoit
kemudian membentuk mikro dan makrogametosit yang berkembang menjadi mikro
dan makrogamet. Setelah pembuahan terbentuk ookista yang mengandung 4 sporozoit.
Ada dua macam ookista; yang berdinding tipis mengeluarkan sporozoit di dalam
usus (ekskistasi) dan menyebabkan autoinfeksi, sedangkan yang berdinding tebal
dikeluarkan dengan tinja. Ekskistasi terjadi jika terpapar dengan kombinasi kondisi
Meront dan ookista berukuran 4-5 mikron. Masa prepatan, yaitu waktu antara infeksi
dan pengeluaran ookista berkisar 5-21 hari. Lama pengeluaran ookista sebulan atau
lebih pada orang yang imunokompeten, sedangkan pada yang imunokompromais jauh
[image:34.612.113.528.183.553.2]lebih lama (Sutanto, 2008).
Gambar 2.3. : Daur Hidup Cryptosporidium parvum
b) Gejala Klinis dan Diagnosis
Kriptosporidiosis pada manusia biasanya disertai diare, tanpa adanya darah,
kehilangan cairan dalam jumlah besar (3-17L)dapat dijumpai pada pasien
immunokompromais, yang mungkin disebabkan toksin yang mirip toksin kolera.
Diare pada pasien immunokompeten dapat berlnagsung sampai 1 bulan, sedangkan
sampai 3 tahun. Gejala klinis lainnya adalah nyeri ulu hati, mual, muntah, anoreksia,
dan demam ringan.
Diagnosis kriptosporidiosis ditetapkan dengan menemukan ookista dalam tinja
segar atau yang diawetkan dengan formalin 10% atau dengan polvinil alkohol dengan
pemeriksaan langsung. Cara yang lebih baik untuk identifikasi ookista adalah
pemeriksaan sediaan tinja yang dipulas dengan modifikasi Ziehl-Neelsen. Deteksi
antigen dengan ELISA atau IFA telah dilaporkan pada infeksi akut. Biopsi jaringan
dari mukosa gastrointestinal dilakukan dengan pewarnaan hematoxylin-eosin (Sutanto,
2008).
c) Pencegahan
Ookista dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 65°C selama 30 menit atau
memasak air sampai mendidih selam 1 menit, dengan 5% sodium hipoklorit atau 5%-
10% amonia (Sutanto, 2008).
2.6.4. Cacing Parasit (Helminth Parasites)
Cacing parasit tidak biasa diteliti oleh para ahli mikrobiologi, namun demikian
keberadaanya dalam air buangan bersama viral pathogen dan protozoan parasites,
menjadi perhatian hal pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Bentuk telurnya
merupakan tahap infeksi dari parasit helminth. Telurnya keluar bersama dengan
kotoran dan menyebar melalui air buangan, tanah, atau makanan. Telur ini sangat
tahan terhadap tekanan lingkungan dan khlorinasi dalam pengolahan air buangan(Said,
2005). Parasit yang masuk melalui telur matang/mengandung embrio adalah Ascaris
Gambar 2.5. : Daur Hidup Ascaris Lumbricoides
[image:36.612.221.421.424.642.2]2.7. Diare 2.7.1. Definisi
Diare adalah kondisi dimana frekuensi defekasi tidak biasa (lebih dari 3 kali
sehari) dan ada perubahan dalam jumlah dan konsistensi tinja (feses cair) (Baughman,
2000).
2.7.2. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
1 .Faktor infeksi
a) Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang
merupakan penyebab utama diare.
b) Infeksi bakteri
c) Infeksi Virus
d) Infeksi parasit.
e) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di
luar alat pencernaan seperti peradangan pada tonsil, kerongkongan
dan paru-paru.
2. Faktor Malabsorbsi
Faktor malabsorbsi ini meliput i:
a) Malabsorbsi karbohidrat
b) Malabsorbsi lemak
c) Malabsorbsi protein
3.Faktor makanan :basi, beracun, alergi terhadap makanan tertentu.
4.Faktor psikologis :rasa takut dan cemas (Handayani, 2004).
2.7.3. Jenis
a) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b) Diare kronik,yaitu diare yang sifatnya berulang yang
c) Disentri,yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.
d) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
secara terus menerus yang disebabkan oleh agen infeksius (Patwari, 2006).
2.7.4. Akibat Diare
a) Kehilangan air(dehidrasi)
b) Gangguan keseimbangan asam basa (Baughman, 2000).
2.7.5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik primer diarahkan pada pengontrolan dan penyembuhan
penyakit yang mendasari
a) Diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral
b) Diare sedang, obat obat non-spesifik untuk menurunkan
motilitas dari sumber non-infeksius.
c) Diresepkan antimikrobial jika teridentifikasi perparat infeksius
atau diare memburuk.
2.8. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam)
tingkatan (Effendi, 2009) :
2.8.1.Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu
ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain meyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya (Effendi, 2009).
2.8.2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari (Effendi, 2009).
2.8.3.Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain (Effendi, 2009).
2.8.4.Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Misalnya mampu membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya (Effendi, 2009).
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan
kata lain sistesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan,
meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada (Effendi, 2009).
2.8.6.Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
[image:41.612.113.526.240.371.2]Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam penelitian adalah:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Definisi Operasional
Berdasarkan kerangka konsep di atas, definisi operasional adalah: a) Pencemaran air bersih
1. Pencemaran air bersih adalah oleh parasit-parasit Giardia intestinalis, Entamoeba histolytica, Cryptosporidium parvum, Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura.
2. Cara ukur: Pengumpulan dan pemeriksaan air dengan teknik pengendapan dan pengapungan modifikasi Caldwel dan Caldwel. 3. Alat Ukur: Mikroskop
4. Skala ukur: Nominal 5. Kategori : +/-
i. Positif jika ditemuka n parasit. ii. Negatif jika tidak ditemukan parasit.
Diare Pencemaran sumber air bersih oleh parasit
b) Tingkat pengetahuan penggunaan air bersih oleh responden.
1. Cara ukur: Kuesioner, pertanyaan yang dianjurkan sebanyak 10 dengan skor 20, dengan ketentuan berikut:
a) Pertanyaan dengan pilihan jawaban angka (1, 2, 3)
- Jika tidak memilih salah satu dari pilihan jawaban diberi skor 0 - Jika memilih 1-2 pilihan jawaban diberi skor 1
- Jika memilih 3 pilihan jawaban diberi skor 2 b) Pertanyaan dengan pilihan jawaban angka (i, ii)
-Jika tidak memilih salah satu dari pilihan jawaban diberi skor 0 -Jawaban i = skor 1
-Jawaban ii = skor 2
c) Pertanyaan dengan pilihan jawaban huruf (a, b, c)
-Jika tidak memilih salah satu dari pilihan jawaban diberi skor 0 - Jawaban benar = skor 2
- Jawaban salah = skor 0 2. Alat Ukur: Kuesioner 3. Skala ukur: Ordinal
4. Kategori: Pengukuran tingkat pengetahuan dikategorikan dalam 3 tingkatan, yaitu:
i.Tingkat pengetahuan baik, jika > 75% pertanyaan dijawab benar oleh responden.
ii.Tingkat pengetahuan sedang, jika 40-75% pertanyaan dijawab benar oleh responden.
iii.Tingkat pengetahuan kurang baik, jika < 40% pertanyaan dijawab benar oleh responden.
c) Kejadian penyakit diare pada responden dalam waktu satu bulan lalu. 1. Cara ukur: Kuesioner, dengan 3 pertanyaan
2. Alat Ukur: Kuesioner 3. Skala ukur: Nominal 4. Kategori: +/-
i. Positif salah satu pertanyaan dijawab ada. ii. Negatif jika semua pertanyaan dijawab tidak.
3.3. Hipotesis
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan secara cross
sectional. Survey cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi dan
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat “point time approach” (Notoatmodjo,
2005).
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di Kampung Susuk, Kecamatan Medan Selayang
karena higiene dan sanitasi yang kurang.
4.2.2. Waktu Penelitian
Proposal penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret-Juni 2013,
sedangkan pengambilan dan pengumpulan data telah dilakukan mulai bulan
September 2013 – Nopember 2013.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah sampel air dari rumah penduduk untuk pemeriksaan
air dan tingkat pengetahuan penduduk untuk pengukuran tingkat pengetahuan
penggunaan air bersih yang tinggal di Kampung Susuk, Kecamatan Medan Selayang.
4.3.2. Sampel
Dalam menentukan besarnya sampel peneliti telah menggunakan metode
pengambilan sampel secara cluster sampling. Jumlah sampel dihitung dengan rumus:
n = ___N___ 1 + N(d2)
n = Sampel
N = Populasi
d = penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi ditetap sebesar 0,10
(Notoatmojo, 2005)
Maka,
n = __
1 + 285(0.102) 285___
= 74,02
Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat relatif
adalah sebesar 10%, jumlah sampel air dan penduduk yang telah diperoleh dengan
memakai rumus di atas adalah 74 (Notoatmodjo, 1993).
4.4. Metode Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan sampel air yang telah digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan mengumpul air dari perumahan dengan penampung plastik, kemudian
dibawa ke laboratorium parasitologi dan diperiksa dengan teknik pengendapan dan
pengapungan modifikasi Caldwel dan Caldwel. Lima puluh ml contoh air disentrifuge
selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm, supernatan dibuang dan endapan dicuci
dengan aquades 1-2 kali atau sampai bersih. Kemudian 1- 2 tetes endapan telah
diperiksa di bawah mikroskop dengan larutan lugol 2%.
Untuk pengukuran tingkat pengetahuan penduduk, peneliti telah menjelaskan
(Informed Consent) secara lisan dan tulisan. Selanjutnya, responden diminta mengisi
kuesioner yang diberikan oleh peneliti. Kuesioner sudah dilakukan uji validitas. Uji
validitas dilakukan dengan uji korelasi antara skor (nilai) setiap item pertanyaan
dengan skor total kuensioner tersebut. Adapun teknik korelasi yang biasa dipakai
untuk mengetahui apakah nilai korelasi setiap pertanyaan itu significant, maka dapat
menggunakan SPSS untuk mengujinya. Setelah dilakukan uji validity test construct
dengan menggunakan SPSS 17, 10 pertanyaan tentang tingkat pengetahuan adalah
[image:45.612.114.534.320.646.2]valid.
Tabel 4.1.
Data Hasil Validitas Dan Realiabilitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan
Variabel Nomor Pertanyaan
Total Pearson Correlation
Status Cronbach’s Alpha
Status
Tingkat Pengetahuan
1 .856** Valid 0,771 Reliable
2 .551* Valid Reliable
3 .759** Valid Reliable
4 .567** Valid Reliable
5 .920** Valid Reliable
6 .920** Valid Reliable
7 .558* Valid Reliable
8 .826** Valid Reliable
9 .625** Valid Reliable
4.5. Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2005). Pertanyaan-pertanyaan dalam
kuesioner telah diberikan kepada sekelompok responden sebagai sarana uji coba.
Kemudian, pertanyaan-pertanyaan tersebut diberi skor atau nilai jawaban
masing-masing sesuai dengan sistem penilaian yang telah ditetapkan. Selanjutnya, korelasi
antara skor masing-masing pertanyaan dengan skor total dihitungkan. Pertanyaan
dikatakan valid jika nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan itu memenuhi taraf significancy.
Untuk jumlah 20 responden berdasarkan tabel, taraf significancy yang diperlukan
adalah di atas 0,444.
4.6. Reabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur
dapat dipercayai atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau
lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama
(Notoatmodjo, 2005). Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner telah dites
sekurang-kurangnya dua kali. Uji coba tersebut kemudian diuji dengan tes menggunakan rumus
korelasi product moment dan perhitungan realibilitas hanya dilakukan pada
pertanyaan-pertanyaan yang sudah memiliki validitas. Bila hasilnya (angka
korelasinya) sama atau lebih dari angka kritis pada derajat kemaknaan P 0,05, maka
kuesioner tersebut reliabel.
4.7 Metode Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan program komputer
SPSS ( statistical product and service solution) secara deskriptif dan hasil ditampilkan
Pengolahan data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa
tahap, yaitu tahap pertama editing, dengan mengecek nama dan kelengkapan identitas
maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai
petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner
untuk mempermudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data, tahap
ketiga entry yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer
program SPSS (Statistical Product dan Service Solution), tahap keempat melakukan
cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada
kesalahan atau tidak.
Untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen, dianalisa
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini, dipaparkan hasil penelitian beserta pambahasannya. Penelitian
dilakukan sejak penyusunan proposal hingga penyusunan laporan hasil penelitian.
Sampel sumber air diambil untuk melihat pencemaran oleh parasit dan pengisian
kuesioner dilakukan untuk melihat tingkat pengetahuan penggunaan air bersih oleh
penduduk di Kampung Susuk.
5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kampung Susuk yang berada di Kelurahan Padang
Bulan Selayang I - Kecamatan Medan Selayang. Pengambilan sampel telah dilakukan
di Kampung Susuk karena kondisi sanitasi dan higiene pada kampung tersebut tidak
cukup baik.
5.2. Deskripsi Sampel Penelitian
Sebanyak 74 sampel sumber air bersih dan pengisian kuesioner oleh 74 Ketua
Keluarga(KK) dari Kampung.
5.3. Hasil Analisa Data
5.3.1. Pencemaran Air Bersih oleh Parasit
Secara total frekuensi pencemaran air bersih oleh parasit di Kampung Susuk
[image:48.612.110.531.610.699.2]adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1. Frekuensi Pencemaran Air Bersih oleh Parasit di Kampung Susuk
No Pencemaran Air n %
1 Ya 3 4,1
2 Tidak 71 95,9
Secara teoritis, parasit yang tertentu seperti Giardia lamblia, Entamoeba
histolytica, dan Cryptosporidium tidak dapat dieliminasikan melalui proses klorinasi
air (Athari, 1996; Markell et al., 1999). Sementara itu, parasit cacing (Helminth
parasites) yang perlu diperhatikan adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
dan Strongyloides stercoralis (Said, 2005). Namun hasil identifikasi sampel sumber
air bersih di Kampung Susuk didapati hanya 2,7% terkontaminasi Ascaris
[image:49.612.117.532.281.348.2]lumbricoides (tabel 5.2)
Tabel 5.2. Distribusi Pencemaran Air Bersih oleh Parasit di Kampung Susuk
Jenis Parasit Frekuensi Persentase(%)
Ascaris lumbricoides 2 2,7
Hymenolepis nana 1 1,4
5.3.2. Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih
Secara total frekuensi jawaban responden tentang tingkat pengetahuan
penggunaan air bersih responden di Kampung Susuk, yang paling banyak adalah
responden dengan tingkat pengetahuan yang sedang yaitu sebanyak 40 responden
(54.1%).
Tabel 5.3. Frekuensi Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih
No Tingkat Pengetahuan N %
1 Baik 34 45.9
2 Sedang 40 54.1
3 Kurang Baik 0 0
Total 74 100
Berdasarkan total jawaban responden terhadap 10 pertanyaan tentang tingkat
pengetahuan penggunaan air bersih, distribusi tingkat pengetahuan dapat dijabarkan
[image:49.612.113.534.493.605.2]Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih Sampel
No Pertanyaan Penilaian Jawaban
Benar (2) Kurang Tepat (1)
Salah (0) Total
n % n % n % n %
1 Sumber air bersih yang bisa digunakan
60 81,1 14 18,9 - - 74 100
2 Air bersih digunakan untuk apa saja
50 67.6 24 32,4 - - 74 100
3 Bagaimana air bersih yang bisa digunakan
66 89,2 8 10,8 - - 74 100
4 Air bersih yang dapat menyebabkan keluhan kesehatan
61 82,4 13 17,6 - - 74 100
5 Apakah bisa langsung dikonsumsi air dari sumber air
44 59,5 - - 30 40,5 74 100
6 Apakah perlu dimasak air yang diminum dari sumber air
19 25,7 - - 55 74,3 74 100
7 Apakah buahan bisa langsung dimakan setelah dicuci dari sumber air
23 31,1 - - 51 68,9 74 100
8 Apakah sayuran bisa langsung dikonsumsi
35 47,3 - - 39 52,7 74 100
9 Apakah benar
penyimpanan sumber air dalam wadah terbuka?
43 58,1 - - 31 41,9 74 100
10 Apakah bisa digunakan air yang terdapat endapan dalam tempat penyimpan
5.3.3. Kejadian Diare
Berdasarkan tabel dibawah dapat dilihat bahwa dari 74 responden di Kampung
[image:51.612.109.536.217.308.2]Susuk, yang positif dengan kejadian diare adalah sebanyak 21 responden (28,4%).
Tabel 5.5. Frekuensi Kejadian Diare
No Kejadian Diare n %
1 Positif 21 28.4
2 Negatif 53 71.6
Total 74 100
5.3.4. Hubungan Kejadian Diare dengan Pencemaran Air Bersih Oleh Parasit
Berdasarkan tabel dibawah, responden dengan sumber air tercemar dan positif
dengan kejadian diare adalah sebesar 66,7%. Sedangkan responden dengan sumber air
yang tidak tercemar dan positif dengan kejadian diare adalah sebesar 26,8%.
Tabel 5.6. Hubungan Kejadian Diare dengan Pencemaran Air Bersih Oleh Parasit
Pencemaran Kejadian Diare
No Air Positif Negatif Total
n % n % n %
1 Ya 2 66,7 1 33,3 3 100
2 Tidak 19 26,8 52 73,2 71 100
Total 21 28,4 53 71,6 74 100
5.3.5. Hubungan Kejadian Diare dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih
Berdasarkan tabel dibawah, responden yang mempunyai tingkat pengetahuan
yang baik dan positif dengan kejadian diare adalah sebesar 23,5%. Sedangkan
responden yang mempunyai tingkat pengetahuan yang sedang dan positif dengan
[image:51.612.116.530.429.551.2]Tabel 5.7. Hubungan Kejadian Diare dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air
Bersih
Tingkat Kejadian Diare
No Pengetahuan Positif Negatif Total
n % n % n %
1 Baik 8 23,5 26 33,3 34 100
2 Sedang 13 32,5 27 67,5 40 100
3 Kurang Baik 0 0 0 0 0 100
Total 21 28,4 53 71,6 74 100
5.4. Uji Statistik Chi Square
Prinsip dari uji chi-square adalah membandingkan frekuensi yang diamati
dengan frekuensi yang diharapkan. Pengujian hipotesis dengan chi square dapat
digunakan bila memenuhi persyaratan yaitu:
a. Tidak ada sel yang nilai observed yang bernilai nol
b. Sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah
sel.
5.4.1. Hubungan Kejadian Diare dengan Pencemaran Air Bersih Oleh Parasit
Hasil uji statistik dengan Cross tabulation antara variabel pencemaran air bersih
oleh parasit dengan kejadian diare didapatkan ada dua sel (50%) yang mempunyai
nilai expected kurang dari lima. Jika syarat uji chi square tidak terpenuhi, maka
dipakai uji alternatifnya. Alternatif uji chi square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher.
Hasil uji statistik dengan Fisher’s Exact Test didapatkan p-value sebesar 0,192
lebih besar dari 0,05 (0,192>0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara pencemaran
Tabel 5.8. Uji Silang Kejadian Diare dengan Pencemaran Air dan Uji Fisher's Exact
Pencemaran Kejadian Diare
No Air Positif Negatif Total Uji Fisher’s
n % n % n p-value
1 Ya 2 66,7 1 33,3 3
2 Tidak 19 26,8 52 73,2 71
Total 21 28,4 53 71,6 74 0,192
5.4.2. Hubungan Kejadian Diare dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih
Hasil uji statistik dengan Cross tabulation antara variabel tingkat pengetahuan
dengan kejadian diare didapatkan sel yang nilai observed yang bernilai nol. Jika syarat
uji chi square tidak terpenuhi, maka digunakan langkah alternatif yaitu penggabungan
sel.
Hasil uji statistik dengan Chi-square antara variabel tingkat pengetahuan air
bersih dengan kejadian diare didapatkan p-value sebesar 0,394 lebih besar dari 0,05
(0,394>0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan penggunaan
air bersih dengan kejadian diare.
Tabel 5.9. Uji Silang Kejadian Diare dengan Tingkat Pengetahuan dan Uji Chi-
Square
Tingkat Kejadian Diare
No Pengetahuan Positif Negatif Total Uji Chi-Square
n % n % n p-value
1 Baik 8 23,5 26 33,3 34
2 Sedang & 13 32,5 27 67,5 40
Kurang Baik
[image:53.612.115.529.562.704.2]5.5. Pembahasan
5.5.1. Pencemaran Air Bersih oleh Parasit
Beberapa survei di Indonesia menunjukkan prevalensi Ascaris yang tinggi
bahkan beberapa desa di Sumatera mempunyai angka prevalensi sebanyak 78%
(Sutanto,2008). Hal yang sama dapat dilihat dari hasil penelitian sumber air bersih di
Kampung Susuk yaitu pencemaran sumber air bersih lebih didominasi oleh telur
Ascaris lumbricoides (2,7%). Ini kemungkinan karena daerah Kampung Susuk
dikelilingi oleh tanah liat yang lembab. Tanah liat, dengan kelembapan tinggi dan
suhu 25-30oC merupakan kondisi yang sangat baik untuk berkembangnya telur
Ascaris lumbricoides (Sutanto, 2008).
Telur Hymenolepis nana juga ditemui dalam sampel air tersebut. Hal ini karena
sanitasi dan higienitas Kampung Susuk sangat buruk dan terdapat banyak tikus yang
berkeliaran di daerah kampung tersebut. Tikus merupakan salah satu hospes untuk
Hymenolepis nana (Sutanto,2008). Kurangnya sanitasi terhadap sumber air
menyebabkan mudahnya parasit tersebut mengkontaminasi sumber air masyarakat
setempat.
Beberapa studi menyatakan bahwa terdapat sekitar 65-97% ookista
Cryptosporidium sp. dijumpai dalam sumber air (Blanchfield, 1996) tetapi tidak
dijumpai dalam sampel air di Kampung Susuk. Hal ini mungkin karena suhu di
Kampung Susuk adalah lebih tinggi sehingga ookista Cryptosporidium sp. ini tidak
dapat berkembang biak secara optimal di dalam air tersebut. Ookista lebih rentan
terhadap suhu tinggi (heat sensitive) dan parasit ini lebih sesuai untuk berkembang
pada kondisi yang lebih dingin dan lembab (Robertson dkk, 1992).
Strongyloides stercoralis juga tidak ditemukan. Hal ini karena telur cacing
tambang cepat menjadi matang dan dalam 24-48 jam mengeluarkan larva
rhabditiform, sedangkan larva cacing tambang lebih mudah hidup di tanah berpasir
yang gembur, tercampur humus dan terlindungi dari sinar matahari langsung
5.5.2. Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih
Setelah hasil analisa data dari kuesioner, hampir seluruh responden mengetahui
tentang ciri-ciri dan kegunaan air bersih. Namun, apabila ditanya mengenai
persyaratan air bersih untuk dikonsumsi, banyak yang menjawab bahwa langsung bisa
diminum tanpa perlu dimasak terlebih dahulu. Sekitar 51 orang dari jumlah responden
mengatakan bahwa buah dapat dikonsumsi langsung sedangkan 39 orang dari jumlah
responden mengatakan bahwa sayuran dapat dikonsumsi langsung setelah dicuci dari
sumber air bersih. Selain itu, sejumlah responden masih menganggap penyimpanan
sumber air dalam wadah terbuka dan penggunaan air yang terdapat endapan adalah
benar.
Secara keseluruhan, ternyata penduduk di Kampung Susuk mempunyai tingkat
pengetahuan yang rata-ratanya sedang. Hal ini dikarenakan banyak di antara
responden yang memiliki taraf pendidikan SMP sehingga mempengaruhi tingkat
pengetahuan mereka.
5.5.3. Hubungan Kejadian Diare dengan Pencemaran Air Bersih oleh Parasit
Dari hasil penelitian diketahui responden dengan sumber air tercemar dan positif
dengan kejadian diare adalah sebesar 66,7%.
Berdasarkan hasil analisis Fisher’s Exact Test diperoleh p-value 0,192 (p-value
> 0,05). Ketentuan yang berlaku adalah jika nilai p-value < 0.05 maka H0 ditolak dan
apabila p-value > 0.05 maka H0 diterima, yang berarti bahwa dalam penelitian ini
tidak ada hubungan yang bermakna antara pencemaran air bersih oleh parasit dengan
kejadian diare.
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas
air turun (Depkes,1990). Standar kualitas air yang digunakan masyarakat harus
kesehatannya meliputi persyaratan Mikrobiologi, Fisika, Kimia, dan Radioaktif
(Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fikri, 2012, Universitas Pembangunan
Nasional 'Veteran' Yogyakarta berjudul faktor-faktor sanitasi yang berpengaruh
terhadap timbulnya penyakit diare pada anak di puskesmas depok jaya periode
februari-maret di Jakarta menunjukkan tidak terdapat hubungan dengan kualitas fisik
air bersih dengan kejadian diare pada balita.
5.5.4. Hubungan Kejadian Diare dengan Tingkat Pengetahuan Penggunaan Air Bersih
Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang mempunyai tingkat
pengetahuan baik dan positif dengan kejadian diare adalah sebesar 23,5% dan
responden yang mempunyai tingkat pengetahuan yang sedang dan positif dengan
kejadian diare adalah sebesar 32,5%.
Berdasarkan hasil analisis Chi-Square (X2) diperoleh nilai koefisien korelasi
sebesar 0,728 dengan p-value 0,394 (p-value > 0,05). Ketentuan yang berlaku adalah
jika nilai p-value < 0.05 maka H0 ditolak dan apabila p-value > 0.05 maka H0 diterima,
yang berarti bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara tingkat pengetahuan penggunaan air bersih dengan kejadian diare.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu (know), dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Dari pengalaman dan penelitian, perilaku yang didasari pengetahuan akan bertahan
lebih lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Effendi,2009).
Secara teoristis, berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu penelitian Suharti,
1989, Universitas Diponegoro berjudul penggunaan air bersih kaitannya dengan
daerah istimewa Yogyakarta di Yogyakarta, menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pengetahuan penggunaan air bersih dengan kejadian diare.
Setiap penelitian tidak terlepas dari kemungkinan adanya keterbatasan yang
dapat mempengaruhi kualitas hasil penelitian. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi yaitu pengumpulan data menggunakan kuesioner yang bersifat
subjektif sehingga kebenaran sangat tergantung pada kejujuran responden.
Pada penelitian ini pertanyaan tentang tingkat pengetahuan penggunaan air
bersih yang diberikan oleh peneliti mungkin agak rumit untuk dimengerti oleh
responden. Hal ini menyebabkan terjadinya bias yang menghasilkan kesimpulan, tidak
ada hubungan antara tingkat pengetahuan penggunaan air bersih dengan kejadian
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1) Pencemaran sumber air oleh parasit di Kampung Susuk adalah sejumlah 4,1%.
2) Hanya 21 penduduk Kampung Susuk yang positif dengan kejadian diare (28,4%).
3) Tidak ada hubungan kejadian diare dengan pencemaran air bersih oleh parasit
dengan kejadian diare (p-value 0,192).
4) Mayoritas penduduk Kampung Susuk memiliki tingkat pengetahuan yang sedang
terhadap penggunaan air bersih (54,1%).
5) Tidak ada hubungan kejadian diare dengan tingkat pengetahuan penggunaan air
bersih (p-value 0,394).
6.2. Saran
Saran yang diperlukan adalah:
1) Diharapkan pemerintah dapat memfasilitasi penyediaan air bersih dan penyehatan
lingkungan serta sosialisas