• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan fiqih muamalat terhadap pelaksanaan pembiayaan mudharabah untuk sektor pertanian di BPRS al-Barokah Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan fiqih muamalat terhadap pelaksanaan pembiayaan mudharabah untuk sektor pertanian di BPRS al-Barokah Depok"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN FIQH MUAMALAT TERHADAP PELAKSANAAN

PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

DI BPRS AL-BAROKAH DEPOK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syari’ah (S.E.Sy)

Oleh:

ZURRAHMAH ARIF

NIM: 107046100367

KONSENTRASI PERBANKAN SYARI’AH P R O G R A M S T U D I M U A M A L A T

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, termasuk pencabutan gelar akademik.

Jakarta, 07 Agustus 2011

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Yang maha Pengasih dan Penyayang yang

telah memberikan rahmat hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam

selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW serta keluarga, sahabat serta para

penerus perjuangan Dinul Islam. Atas nikmat dan Karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:

TINJAUAN FIQIH MUAMALAT TERHADAP PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI BPRS AL-BAROKAH DEPOK.

Skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah menolong

penulis dalam menyelesaikannya. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada

pihak-pihak berikut:

1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syari’ah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.

2. Ibu Dr. Euis Amalis, M.Ag, ketua prodi Muamalat Fakultas Syari’ah dan Hukum,

dan Bapak Mu’min Rouf M.Ag, Sekretaris prodi Muamalat Fakultas Syari’ah dan

Hukum.

3. Dr.H.Abd.Wahab Abd. Muhaimin, Lc.,MA dan M. Nur Rianto Al Arif, SE, M.Si,

Dosen Pembimbing.

4. Para dosen yang telah mendidik penulis dengan baik sehingga penulis dapat

(6)

5. Pihak BPRS Al-Barokah Depok khususnya untuk bapak Nur Rohim, terimakasih

untuk waktu dan kesediaannya dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi

ini.

6. Kedua orang tua penulis yaitu Buya Muhammad Arif dan Umi Syamsiah, terima

kasih atas kasih sayang, doa dan dorongan semangat nya agar penulis bisa meraih

cita-cita yang diinginkan. Tak lupa pula untuk Mak Adang dan Mintuo, yang

telah menyokong penulis untuk bisa melanjutkan pendidikan. Insyaallah penulis

akan menjadi anak yang dibanggakan keluarga. Amin.

7. Untuk kakak, adik dan familylain yang terus mengingatkan penulis untuk

cepat-cepat menyelesaikan studi strata 1 ini.

8. My best friends Salmi hayati, Hindayanti, Anisa, Tini, dan Anne thanks for

everythink. Duniaku tak akan berwarna tanpa kalian.

9. Untuk seseorang yang tak perlu penulis sebutkan namanya, terimakasih atas

supportnya, hubugan ini terlalucomplicateduntuk dilanjutkan.

Akhirnya penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari

berbagai pihak untuk perbaikan skripsi ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi

semua pihak. Amin.

Jakarta: 07 Agustus 2011M

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………. .i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… .ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN………. .iii

LEMBAR PERNYATAAN………..iv

KATA PENGANTAR………....v

DAFTAR ISI………..vii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………4

C. Tujuan dan Manfaat penulisan………..5

D. Review Studi Terdahulu………...5

E. Metode Penelitian……….7

F. Sistematika Penulisan Skripsi………..11

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pembiayaan………14

B. Pengertian AkadMudharabah……….16

C. Landasan Hukum PembiayaanMudharabah………...19

D. Aplikasi PembiayaanMudharabahdi Perbankan Syari’ah…….27

(8)

A. Sejarah Berdirinya BPRS ………40

B. Struktur Organisasi BPRS………...43

C. Visi dan Misi BPRS ………44

D. Produk-produk BPRS ……….45

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Mekanisme Pengajuan Pembiayaan Mudharabah di BPRS Al-Barokah ……….48

B. Aplikasi Pembiayaan Mudharabah untuk sektor Pertanian di BPRS Al-Barokah……….………52

C. Analisis………..………55

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan……….…..78

B. Saran-saran………..….……….…....81

DAFTAR PUSTAKA………..83

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia dikenal dengan sebutan sebagai negara agraris. Yang berarti

sebagian besar masyarakatnya hidup dengan cara bertani. Dengan potensi pertanian

yang begitu besar mestinya perbankan Indonesia bisa melihat ini sebagai peluang.

Namun pada kenyataannya masih sedikit bank yang mempunyai jenis pembiayaan

yang dikhususkan untuk membiayai usaha para petani.

Sehingga persoalan terbesar masyarakat pertanian sekarang ini adalah

kesulitan mengakses permodalan. Secara makro alokasi pendanaan bank pada sektor

pertanian ini memang masih minim dibanding alokasi pendanaan pada sektor usaha

besar. Umumnya alokasi kredit lebih diarahkan untuk kepentingan konsumtif

daripada investasi dan modal kerja. Bank umumnya masih melihat risiko pertanian

secara berlebihan sehingga mensyaratkan jaminan yang besar dan prosedur yang

berat dengan standar bank. Ukurannya adalahbankable(dapat dibayar) dan bukannya

feasible(kemungkinan) dari aspek bisnis.1

Begitu juga dengan petani, menurut mereka permodalan melalui bank

umumnya sangat identik dengan pembiayaan yang sangat sulit ditanggulangi,

khususnya dalam mengembangkan usaha tani di pedesaan. Akses petani terhadap

sumber-sumber permodalan resmi masih sangat terbatas, tetapi sebaliknya petani

1

(10)

lebih mudah mendapatkan modal dari para pelepas uang (tengkulak) dengan bunga

tinggi.

Bank dalam mengabulkan pembiayaan nasabah tentunya tidak mau

mengambil risiko, bank pasti akan meminta agunan untuk back up jika pembiayaan

tersebut bermasalah. Jika lahan usaha tani yang dijadikan agunan untuk mendapatkan

kredit modal perbankan, maka hampir dapat dipastikan bahwa sebagian besar petani

tidak layak mendapat modal yang bersumber dari lembaga keuangan resmi. Oleh

karena itu modal menjadi faktor penghambat dalam mengelola usaha tani.2

Oleh karena alasan itulah masyarakat pertanian sering menggunakan jasa

rentenir untuk meminjam uang dikarenakan prosedur yang digunakan oleh rentenir

dalam meminjamkan uang kepada masyarakat tidak berbelit-belit dan tidak

membingungkan masyarakat petani yang mana sebagian besar dari petani di

Indonesia merupakan masyarakat awam yang tidak mau dipusingkan dengan prosedur

peminjaman uang. Walaupun sebenarnya konsekuensi dari meminjam uang pada

rentenir besar, dikarenakan bunga yang diambil oleh rentenir dalam peminjaman uang

tersebut tidaklah kecil. Menurut masyarakat petani lebih baik meminjam ke rentenir

daripada mengajukan pinjaman ke Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang

menggunakan beberapa prosedur dalam meloloskan kreditnya kepada nasabah.

Sebagai bahan informasi, secara nasional sampai dengan akhir tahun 2010,

penyaluran kredit kepada sektor pertanian mencapai Rp 91 trilliun atau 5,15 % dari

2

(11)

total kredit perbankan, di antara kredit tersebut sebesar Rp 1,76 trilliun merupakan

pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah. Peran perbankan syariah dalam

pembiayaan sektor pertanian khususnya agribisnis masih relatif kecil.3

Dari sedikitnya bank yang mempunyai jenis pembiayaan yang

dikhususkan pada petani, penulis akhirnya menemukan satu BPRS yang bernama

BPRS Al-Barokah yang berlokasi di daerah Sukmajaya, Depok. Menurut penulis

BPRS ini unik karena memberikan pembiayaan kepada semua nasabah disemua

sektor usaha asalkan jenis usaha tersebut halal.

Selama tahun 2009/2010 BPRS Al-Barokah mencoba melakukan

pendanaan pada sektor pertanian dan agro industri, dalam tahun itu ada 7 nasabah

yang mengajukan pembiayaan dengan nilai plafond per-nasabah (non-group)Rp 120

juta sehingga total pendanaan mencapai Rp 840 juta.

Namun pada perkembangan selanjutnya, nasabah mulai mengalami

kendala dalam bidang pemasaran seperti hasil panen tidak memenuhi standar, adanya

persaingan antar petani dan masalah teknis lainnya. hingga orientasi BPRS

Al-Barokah pun berubah, dan pada tahun selanjutnya BPRS Al-barokah tidak lagi

3

(12)

melakukan pendanaan di sektor pertanian karena dalam tahun tersebut perkembangan

sektor pertanian dirasa kurang menguntungkan bagi BPRS Al-Barokah.4

Dengan melihat pada permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk

membahas hal tersebut lebih lanjut melalui skripsi dengan judul TINJAUAN FIQIH

MUAMALAT TERHADAP PELAKSANAAN PEMBIAYAAN

MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI BPRS AL-BAROKAH DEPOK.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Melihat dari latar belakang permasalahan diatas, penulis akan membahas

mengenai Bagaimana pandangan fiqh muamalat terhadap pelaksanaan pembiayaan

mudharabahuntuk sektor pertanian di BPRS Al-Barokah?

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah diatas maka penulis merumuskan masalahnya

menjadi sebagai berikut:

a. Bagaimana pandangan fiqh muamalat mengenai akadmudharabah?

b. Seperti apa aplikasi akad mudharabah untuk sektor pertanian di BPRS

Al-Barokah?

c. Apakah sesuai antara mekanisme pengajuan pinjaman mudharabah untuk

sektor pertanian dengan aplikasi menurut analisis penulis?

4

(13)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis kesesuaian antara praktek pembiayaan mudharabah

untuk sektor pertanian di BPRS Al-Barokah dengan yang ada di literatur

fiqh muamalat.

b. Untuk mengetahui langkah-langkah pengajuan proses pembiayaan di

BPRS Al-Barokah.

2.Manfaat Penelitian skripsi ini diharapkan sebagai berikut:

a. Bagi Penulis: mendapat wawasan dan pengetahuan yang lebih luas

mengenai pandangan fiqh muamalat mengenai akad mudharabah untuk

sektor pertanian dan aplikasi pembiayaan tersebut di BPRS Al-Barokah.

b. Bagi BPRS Al-Barokah: bisa menjadi bahan acuan untuk agar lebih

mempermudah prosedur peminjaman kepada masyarakat petani.

c. Bagi masyarakat luas: untuk lebih mengetahui seperti apa dan bagaimana

cara mengajukan pembiayaan ke BPRS Al-Barokah, dan menambah

pemahaman masyarakat tentang BPRS Al-Barokah.

D. Review Studi Terdahulu

1.Kendala dan tantangan penerapan sistem muzara’ah di bank syariah skripsi

Ahmad Rifa’i(2008).

Dalam menulis skripsi ini Ahmad Rifa’i menggunakan metode penelitian

kualitatif yang bertempat di Bank Muamalat Indonesia dan PKES. Sedangkan dalam

(14)

a. Melakukan analisis terhadap tanggapan penerapan system bagi hasil pertanian di

BMI dan PKES.

b. Menganalisis risiko penerapan bagi hasil pertanian di BMI dan PKES.

Kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah: tentang penerapan sistem

muzara’ah di bank syariah yang masih banyak kendala terutama di sumber daya

finansial. Dan hambatannya pada masyarakat petani yang kurang memiliki

kemampuan dalam baca tulis.

Perbedaan antara skripsi ini dengan skripsi diatas adalah: penulis

mengangkat tema tentang pandangan fiqh muamalat terhadap pembiaayaan

mudharabah untuk sektor pertanian dan prakteknya di BPRS Al-Barokah sedangkan

skripsi di atas membahas mengenai tantangan penerapan akad muzara’ah di bank

syari’ah, yang mana tantangannya ada pada sumber daya finansial dan masyarakat

petani yang kurang memiliki kemampuan baca tulis.

2.Tinjauan ekonomi Islam terhadap pinjaman modal pertanian dengan

pengembalian berdasarkan nilai tukar harga gabah skripsi Rodhiah Damayanti

(2008).

Pendekatan penelitian yang digunakan di skripsi ini adalah pendekatan

sosiologi ekonomi yaitu meneliti kegiatan ekonomi yang terjadi dalam sebuah

masyarakat bagaimana sebuah sistem ekonomi tersebut diterapkan dan apa

pengaruhnya bagi masyarakat itu sendiri.

Kesimpulan dari skripsi ini adalah: Sistem pinjaman modal pertanian

(15)

skripsi ini dapat dikatakan belum sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam,

karena belum memberikan keadilan untuk semua pihak karena dalam hal ini yang

diuntungkan adalah pemilik modal yang sudah dipastikan mendapatkan hasil dari

investasinya dan tidak mungkin rugi. Sedangkan petani belum tentu mendapatkan

untung dari hasil usahanya.

Perbedaan antara skripsi ini dengan skripsi diatas adalah skripsi diatas

mengangkat tema tentang tinjauan ekonomi Islam terhadap pinjaman modal pertanian

dengan pengembalian berdasarkan nilai tukar harga gabah. Jadi skripsi diatas

menganalisis pendapat ekonomi Islam terhadap praktek pinjaman modal pertanian

yang dilakukan di desa Belendung, Karawang, Jawa Barat. Sedangkan skripsi ini

menganalisis antara kesesuaian praktek pembiayaan mudharabah di BPRS

Al-Barokah dengan yag ada di literatur fiqh muamalat.

E. Metode Penelitian

Sugiono5 menyatakan bahwa definisi metode penelitian adalah: cara

ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan,

dibuktikan dan dikembangkan sebagai suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya

dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.

1. Lokasi Penelitian

Dalam skripsi ini lokasi penelitiannya adalah BPRS Al-Barokah yang

terletak di Sukmajaya, Depok.

2. Jenis Penelitian

5

(16)

Jenis pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif,

menurut Burhan Bungin6 pendekatan kualitatif berpusat pada prinsip umum yang

mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial yang ada didalam

masyarakat. Sasaran kajian pendekatan kualitatif adalah pola-pola yang berlaku

sebagai prinsisp umum yang hidup dalam masyarakat.

Lexy Moleong7 dalam bukunya “Metodologi Penelitian Kualitatif”

menyebutkan beberapa fungsi dan pemanfaatan penelitian kualitatif ialah untuk

meneliti latar belakang fenomena yang tidak dapat diteliti melalui penelitian

kuantitatif, digunakan oleh peneliti yang bermaksud meneliti sesuatu secara

mendalam, dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah suatu latar

belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai sikap dan persepsi. Dan

dimanfaatkan oleh peneliti yang yang ingin meneliti sesuatu dari segi prosesnya.

Dengan demikian penulis memutuskan untuk menggunakan metode penelitian

kualitatif dalam penyusunan skripsi ini karena data-data yang penulis perlukan untuk

penelitian tidak diperoleh melalui proses statistika atau bentuk hitungan lainnya.

3. Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan 2 jenis sumber data

yaitu:

a. Data Primer

6

Burhan Bungin,Analisis Data Penelitian Kualitatif,(Jakarta: Rajawali Press), hal: 78.

7

(17)

Data primer merupakan data yang digunakan dan tertuang dalam

item-item pertanyaan wawancara yang terangkum. Di skripsi ini penulis akan

mewawancarai pihak dari BPRS Al-Barokah itu sendiri.

b. Data sekunder

Dalam penelitian ini penulis juga melakukan studi kepustakaan yaitu

dengan mempelajari buku pustaka, literatur, bulletin, majalah serta materi kuliah yang

berkaitan erat dengan pembahasan masalah ini.

c. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data yang dibutuhkan

dengan menggunakan beberapa teknik yaitu:

1. Study Lapangan(Field Study):

a. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau

pewawancara dengan si penjawab dengan menggunakan panduan

wawancara.8Dalam hal ini penulis akan mewanwancarai pihak dari BPRS

Al-Barokah.

b. Studi dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan cara mengumpulkan

dokumen yang berkaitan dengan masalah akad pembiayaanmudharabah.

2. Penelitian Pustaka (Library research): Yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk

mempelajari serta mengumpulkan teori-teori yang relevan dengan pembahsan ini,

8

(18)

guna dijadikan dasar dalam melakukan penelitian dan perbandingan dengan praktek

yang ada, penelitian ini dilakukan dengan mengadakan penelaahan terhadap

buku-buku literatur, teks book, dan catatan kuliah.

3. Metode Analisis Data

Menurut Uma Sekaran tujuan analisis data ada 3 yaitu: untuk

mendapatkan perasaan terhadap data (feel for the data), untuk menguji kualitas data

(goodness of data)dan untuk menguji hipotesis penelitian.9

Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis isi (content analysis). Analisis ini digunakan karena data yang tersedia

sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi.

Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini antara lain :

1.Data Reduction(Mereduksi data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema polanya. Aplikasi reduksi data

yang telah diaplikasikan oleh penulis adalah memilih data yang pokok yang ada

hubungannya dengan masalah yang akan diteliti yaitu tentang usaha apa saja yang

telah dilakukan oleh BPRS dalam menarik nasabah untuk mengajukan pembiayaan di

BPRS. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang

lebih jelas dan memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data yang diperlukan.10

9

Uma Sekaran,Metodologi penelitian Untuk Bisnis,(Jakarta: Penerbit Salemba 4, 2006) hal 178.

10

(19)

2.Data Display(Penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Adapun

tujuan penyajian data adalah memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut. Dalam

aplikasi penyajian data ini penulis melakukannya dalam bentuk uraian singkat.

3.Conclusion Drawing dan Verifikation

Langkah ketiga dalam analisis data menurut Miles dan Huberman adalah

conclusion drawing dan verifikation (penarikan kesimpulan dan verifikasi). Sejak

semula peneliti berusaha mencari makna data atau kesimpulan dari data yang telah

dikumpulkan. Untuk itu perlu dicari pola, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang

sering timbul, dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan dengan verifikasi selama

penelitian berlangsung.

4. Teknik Penulisan

Adapun sistem penulisan skripsi ini mengacu kepada “Pedoman Penulisan

Skripsi, Tesis dan Disertasi yang diterbitkan oleh FSH UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta 2007”.

F. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini, penulis akan memberikan gambaran

(20)

penulis menyajikan kerangka skripsi yang terdiri dari 5 bab, dimana keseluruhan bab

tersebut saling berkesinambungan. Yang masing-masing tersusun sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini memuat tentang latar belakang masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode

penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II : Kajian Pustaka

Dalam bab ini yang akan dibahas antara lain tentang pengertian

pembiayaan mudharabah, landasan hukum pembiayaan mudharabah, dan aplikasi

pembiayaanmudharabahdi perbankan syari’ah.

BAB III : Gambaran Umum BPRS

Dalam bab ini penulis akan menguraikan sejarah berdirinya BPRS

Al-Barokah, Struktur Organisasi BPRS Al-Al-Barokah, Visi dan Misi BPRS Al-Al-Barokah,

dan Produk-produk yang dikeluarkan oleh BPRS Al-Barokah.

BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bab ini penulis membahas mengenai mekanisme dan aplikasi

penyaluran pembiayaan mudharabah untuk sektor pertanian di BPRS Al-Barokah

serta analisis dari perspektif fiqh muamalat dan analisis dari perspektif penulis

terhadap pelaksanaan akadmudharabahtersebut.

(21)

Bab ini merupakan penutup dari pembahasan masalah yang diuraikan pada

skripsi ini yang berisikan tentang kesimpulan apa yang penulis sajikan, serta mencoba

(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang

atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil11.

Fungsi Pembiayaan:

a. Meningkatkan daya guna uang, artinya : para penabung menyimpan uangnya

dibank dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Uang tersebut dalam persentase

tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha peningkatan

produktifitas.

b. Meningkatkan peredaran uang, artinya : pembiayaan yang disalurkan melalui

rekening-rekening Koran pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang

giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet, giro, wesel, promes dan sebagainya.

c. Stabilitas ekonomi, artinya : dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah

stabilisasi pada arus inflasi diarahkan pada usaha-usaha untuk pengendali inflasi,

peningkatan ekspor, rentabilitas prasarana dan pemenuhan kebutuhan pokok

rakyat12.

11

Kasmir,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002) hal 92.

12

(23)

Prinsip Analisis Pembiayaan

Prinsip adalah sesuatu yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan suatu

tindakan. Pegawai pembiayaan bank syari’ah pada saat melakukan analisis

pembayaran. Secara umum, prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5 C

yaitu:

a. Characterartinya sifat atau karakter nasabah pembiayaan.

b. Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan

mengembalikan pembiayaan.

c. Capitalartinya besarnya modal yang diperlukan.

d. Collateral artinya jaminan yang telah dimiliki nasabah yang diberikan nasabah

kepada bank.

e. Conditionartinya keadaan usaha naabah atau prospek usaha nasabah13.

Selain 5 C, bank juga menerapkan 7 P:

a. Personality (kepribadian) yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau

tingkah lakunya sehari-hari dan masa lalunya.

b. Party (para pihak) yaitu mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu

berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya.

c. Purpose(tujuan) yaitu mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil pembiayaan,

termasuk jenis pembiayaan yang diinginkannya.

13

(24)

d. Payment (pembayaran) merupakan ukuran bagaimana cara nasabah

mengembalikan pembiayaan dan sumber dana dari mana saja untuk pengembalian

pembiayaan.

e. Protection (perlindungan) tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan

jaminan mendapatkan perlindungan.

f. Prospect(ramalan kedepan) yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan

datang mempunyai prospek atau sebaliknya14.

Disamping menggunakan prinsip pemberian pembiayaan diatas, bank

syari’ah dalam memberikan pembiayaan juga menggunakan prinsip 3 R yaitu:

a. Returns(hasil yang diperoleh) apakah penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh

perusahaan calon peminjam setelah mendapatkan kredit apakah hasil tersebut

cukup untuk menutupi hasil pinjaman serta sekaligus memungkinkan pula

usahanya untuk berkembang.

b. Repayment (pembayaran kembali) apakah pembayaran kembali tersebut cocok

dengan jadwal pembayaran kembali dari pembiayaan yang akan diberikan itu.

c. Risk bearing ability (kemampuan menanggung risiko). Hal yang perlu

diperhatikan adalah sejauh mana kemampuan debitur untuk menanggung risiko15.

B. Pengertian AkadMudharabah

Ketika bank syari’ah pertama kali berkembang, baik ditanah air maupun di

mancanegara, seringkali dikatakan bahwa bank syari’ah adalah bank bagi hasil. Hal

14

Kashmir,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002) hal 106.

15

(25)

ini dilakukan untuk membedakan bank syari’ah dengan bank konvensional yang

beroperasi dengan sistem bunga. Hal ini betul, tapi tidak sepenuhnya benar, karena

sesungguhnya bagi hasil itu hanya merupakan bagian saja dari system operasi bank

syari’ah.

Penjelasan diatas perlu ditegaskan untuk meluruskan pemahaman dan

persepsi masyarakat, bahwa bank syari’ah hanya terbatas pada sistem bagi hasil.

Sebenarnya tidaklah demikian. Bank syari’ah mempunyai ruang gerak yang lebih luas

dari system bagi hasil. Bank syari’ah juga dapat menerapkan sistem jual beli dan

sewa menyewa, disamping tentunya system bagi hasil16.

Mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan.

Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang

memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.

Secara teknis,mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak

dimana pihak pertama(shahibul maal)menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak

lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut

kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh

pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya

kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si

pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut17.

16

Adiwarman A. Karim,Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan,(Jakarta: UIN Press, 2009) hal 204.

17

(26)

Serupa dengan pendapat AH. Azharudin Lathif18 yang mengatakan bahwa

mudharabah pada dasarnya adalah berbagi keuntungan (profit sharing). Apabila

terjadi kerugian dari segi permodalan ditanggung sepenuhnya oleh shahibul maal

sedangkan pengusaha (mudharib) menanggung kerugian berupa hilangnya

kesempatan mendapatkan profit. Akadmudharabah dibolehkan dalam Islam, karena

bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seseorang yang ahli

dalam mengelola dana. Banyak diantara pemilik modal yag tidak ahli dalam

mengelola dan memproduktifkan uangnya, sementara banyak yang ahli dibidang

perdagangan tapi tidak memiliki modal.

Mudharabah19 adalah akad yang telah digunakan oleh umat muslim sejak

zaman nabi, bahkan telah dipraktekkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam.

Ketika nabi Muhammad Saw berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad

mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian ditinjau dari segi hukum Islam,

maka akadmudharabahdibolehkan, baik menurut Alqur’an, Sunnah, maupunIjma’.

Dalam praktek mudharabah antara Khadijah dan nabi, saat itu Khadijah

mempercayakan barang dagangannya untuk dijual oleh nabi Muhammad Saw keluar

negeri. Dalam kasus ini Khadijah berperan sebagai pemilik modal (shahibul maal)

sedangkan nabi Muhammad Saw berperan sebagai pelaksana usaha (mudharib).

Bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal

18

Azharudin Lathif,Fiqh Muamalat,(Jakarta Selatan: UIN Jakarta Press, 2005) hal: 134.

19

(27)

dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua yakni

pelaksana usaha dengan tujuan untuk mendapatkan untung disebut akadmudharabah.

Singkatnya akad mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu

pihak dengan kerja dari pihak lain.

C. Landasan Hukum PembiayaanMudharabah

Secara umum, landasan dasar syari’ah akad mudharabah lebih

mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat dan hadits

(28)

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri

(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau

sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang

bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah

mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas

waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu

bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa

akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang

berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang

yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah

(bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan

berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa

saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh

(balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling

besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah

Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(al-Muzammil:20)

b.Al-Hadits

Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda, “tiga

hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh,

muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung

(29)

c.Ijma’

Di antara dalil kuat yang menunjukkan akan disyariatkannya mudharabah

ialah kesepakatan ulama Islam sejak zaman dahulu hingga sekarang akan hal tersebut.

Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsentrasi

terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para

sahabat ini sejalan dengan spirit hadits yang dikutip Abu Ubaid.

Ibnu Munzir asy-Syafi'i berkata, "Kita tidak mendapatkan dalil tentang

al-Qiradh (mudharabah) dalam Kitab Allah 'Azza wa Jalla, tidak juga dalam sunnah

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Akan tetapi, kita dapatkan bahwa para

ulama telah menyepakati akan kehalalanal-Qiraadhdengan modal berupa uang dinar

dan dirham." (Al-Isyarafoleh Ibnul Munzir asy-Syafi'i, 2/38).

Ibnu Hazm berkata, "Al-Qiraadh (al-Mudharabah) telah dikenal sejak

zaman Jahiliyyah, dan dahulu kaum Quraish adalah para pedagang. Mereka tidak

memiliki mata pencaharian selain darinya, padahal di tengah-tengah mereka terdapat

orang tua yang tidak lagi kuasa untuk bepergian, wanita, anak kecil, anak yatim. Oleh

karena itu, orang-orang yang sedang sibuk atau sakit menyerahkan modalnya kepada

orang lain yang mengelolanya dengan imbalan mendapatkan bagian dari hasil

keuntungannya. Dan tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah diutus,

beliaupun membenarkan akad tersebut, dan kaum muslimin kala itu juga

menjalankannya. Kalaupun sekarang ada yang menyelisihi tentang hal ini, maka

(30)

praktik nyata seluruh umat dari zaman kita hingga zaman Rasulullah shallallahu

'alaihi wa sallam." (Al-Muhallaoleh Ibnu Hazm, 8/247).

Di antara bukti nyata bahwa kesepakatan akan disyariatkannya

mudharabah ialah praktik dari para al-Khulafa' ar-Rasyidiin, tanpa ada seorangpun

dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengingkarinya

(Riwayat-riwayat dari para al-khulafa' ar-Rasyidin dapat dibaca di kitab Irwaa'ul Ghalil oleh

al-Albany, 5/290-294)20.

Hukum yang berkaitan dengan usaha dalam akad mudharabah dalam

mazhab Syafi’I membatasi mudharabah hanya untuk kegiatan perdagangan. Tetapi

ulama yang lain mengizinkan semua jenis aktivitas yang berorientasi keuntungan

seperti perdagangan, industri, pertanian ataupun jasa.21

Sedangkan hukum yang menyangkut keuntungan dalam akad mudharabah

adalah:

a. Pengakuan keuntungan

Harus ditentukan suatu waktu untuk menilai keuntungan yang dicapai

dalam suatu mudharabah. Menurut akademi fiqh Islam OKI, keuntungan dapat

dibayarkan (due) ketika diakui dan dimiliki dengan pernyataan atau revaluasi dan

hanya bisa dibayarkan pada waktu dibagikan.

b. Hak terhadap keuntungan

20

Blog Muhammad Arifin Badri,Mengenal Akad Mudharabah,diakses tanggal 4 Maret 2011

21

(31)

Mazhab Hanafi dan sebagian mazhab Syafi’i mengatakan bahwa

keuntungan harus diakui seandainya keuntungan usaha sudah diperoleh (walaupun

belum dibagikan), sedangkan mazhab Maliki dan sebagian mazhab hambali

menyebut bahwa keuntungan hanya dapat diakui ketika dibagikan secara tunai pada

kedua pihak.

c. Distribusi keuntungan

Distribusi atau pembagian keuntungan umumnya dilakukan dengan

mengembalikan lebih dahulu modal yang ditanamkan shahibul maal. Meskipun

demikian, kebanyakan ulama menyetujui bila kedua pihak sepakat membagi

keuntungan tanpa mengembalikan modal. Tentu saja hal tersebut berlaku sepanjang

kerjasama mudharabah masih berlangsung. Para ulama berbeda pendapat tentang

keabsahan menahan untung. Bila keuntungan telah dibagikan setelah itu usaha

mengalami kerugian sebagian ulama berpendapat bahwa pengelola akan diminta

untuk menutupi kerugian tersebut dari keuntungan yang telah dibagikan.22

Hukum yang berkaitan dengan kerugian para ulama sepakat bahwa

kerugian ditanggung hanya oleh penyedia dana. Pengelola tidak menanggung bagian

apapun kecuali jika kerugian itu karena kesalahan yang disengaja atau kelalaian.

Hukum mengenai pelanggaran mudharib yaitu jika mudharib melanggar

syarat atau tujuan kontrak, maka ia dianggap melakukan kesalahan yang disengaja.

Demikian juga bila ia melanggar batasan-batasan yang diberikan padanya oleh

shahibul maal. Dengan adanya kesalahan seperti itu, statusnya sebagai pemegang

22

(32)

dana berubah dari dana mudharabahmenjadi sebuah hutang yang wajib dibayar oleh

pengelola. Jika ditengah pelanggaran tersebut pengelola berhasil memperoleh

keuntungan, sebagian ulama mengatakan bahwa keuntungan itu harus dibagi diantara

keduanya.23

Hukum yang berkaitan dengan pembatalan mudharabah, apabila sebuah

kontrak mudharabah dibatalkan karena tidak memenuhi salah satu syarat, dana tersisa

tetap merupakan amanah bagi pengelola. Tindakannya terhadap dana yang batal itu

bisa sah dan efektif jika upaya nya membuahkan keuntungan, sebagian ulama

berpendapat bahwa semua keuntungan harus menjadi milik penyedia dana.

Sedangkan pengelola berhak atas upah pekerjaannya itu. Sebagian ulama lain

berpendapat, pengelola berhak menerima salah satu dari dua kemungkinan, upah

kerja atau bagian keuntungan yang dinyatakan dalam kontrak itu. Hal itu tergantung

mana yang lebih rendah. Tetapi ada ulama lain yang mengatakan bahwa pengelola

menerima persentase keuntungan yang sama dengan yang telah disepakati dalam

kontrak.

Hukum yang berkaitan dengan penghentian mudharabah adalah apabila

suatu kontrak mudharabah berakhir jika ada kesepakatan yang berkenaan dengan

berakhirnya kontrak tersebut sebagai berikut:

a. Mudharibharus mengembalikan modal padashahibul maal

23

(33)

Bila mudharibtidak mengembalikannya ia dianggap cedera janji (default)

dan dana itu menjadi jaminannya. Dengan demikian dana mudharabahakan berubah

dari dana mudharabah menjadi hutang yang wajib dibayar pengelola.

b. Bilamudharabahdihentikan sedangkan sebagian atau semua modal dalam bentuk

barang belum terjual, maka kedua belah pihak bersepakat untuk menjual segera

asset-aset itu lalu membagi hasil penjualan tersebut diantara mereka.

Dibolehkan pula bila salah satu dari keduanya mengambil asset tersebut

untuknya dan memberikan pada pihak lainnya bagian yang adil dari nilai barang itu

dalam bentuk tunai. Tapi bila kedua pihak berbeda pendapat mengenai perlunya

menjual segera barang tersebut, atau menunggu sampai saat tertentu maka harus

dinilai adakah harapan keuntungan pada masa depan. Jika ada harapan keuntungan

maka pandangan mudharib diambil dan sebaliknya.24

Faktor-faktor yang harus ada dalam akadmudharabahadalah:

a. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)

b. Objekmudharabah( modal dan kerja)

c. Persetujuan antara kedua belah pihak(ijab kabul)

d. Nisbah keuntungan.

24

(34)

SkemaMudharabah:

Perjanjian bagi Hasil

Modal 100%

Keahlian

Nisbah X% Nisbah Y%

Pengambilan Modal Pokok

Bank (shahibul maal) Nasabah (mudharib)

Proyek/usaha

keuntungan

Bagi hasil sesuai porsi keuntungan modal(nisbah)

(35)

Keterangan:

a. Bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul Maal) dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib);

b. Nasabah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan

dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya termasuk didalamnya

melakukan akadmudharabahdengan pihak lain;

c. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan dalam bentuk piutang ataupun

kredit serta dinyatakan dalam jumlah nominalnya;

d. Nasabah wajib untuk memelihara saldo giro tersebut minimum yang telah

ditetapkan oleh bank dan tidak dapat ditarik kembali oleh nasabahnya kecuali

dalam rangka untuk menutup rekeningnya;

e. Pembagian keuntungan harus dinyatakan kedalam bentuk nisbah dan

dituangkan dalam akad pembukaan rekening;

f. Pemberian keuntungan untuk para nasabah didasarkan pada saldo terendah

setiap akhir bulan laporan;

g. Bank menutup biaya operasional giro dengan meggunakan nisbah sesuai

dengan keuntungan yang akan menjadi haknya;

h. Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan dari nasabah

tanpa ada persetujuan dari pihak yang bersangkutan.

D. Aplikasi PembiayaanMudharabahdi Perbankan Syari’ah

Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan

(36)

a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan

khusus, seperti tabungan kurban dan sebagainya.

b. Deposito biasa.

c. Deposito spesial dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis

tertentu misalnyamurabahahsaja atauijarahsaja.

Sedangkan pada sisi pembiayaanmudharabahditerapkan untuk:

a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.

b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber

dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang

telah ditetapkan olehshahibul maal.

Disamping itu pendanaan dengan prinsip mudharabah menurut Ascarya

terbagi menjadi:

a. TabunganMudharabah

Bank syari’ah menerima simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening

tabungan (saving account) untuk keamanan dan kemudahan pemakaian seperti,

rekening giro, tetapi tidak sefleksibel rekening giro karena nasabah tidak dapat

menarik dananya dengan cek. Prinsip yang digunakan dapat berupa: wadi’ah, qardh,

danmudharabah.

Bank juga dapat mengintegrasikan rekening tabungan dengan rekening

investasi dengan prinsip mudharabah dengan bagi hasil yang disepakati bersama.

Mudharabah merupakan prinsip bagi hasil dan bagi kerugian ketika nasabah sebagai

(37)

diusahakan. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian ditanggung oleh

pemilik dana atau nasabah.25

b. Deposito/ Investasi Umum

Bank syari’ah menerima simpanan deposito berjangka (pada umumnya

untuk satu bulan keatas) kedalam rekening investasi umum (general investment

account) dengan prinsip mudharabah al-muthlaqah. Investasi umum ini sering

disebut juga sebagai investasi tidak terikat. Nasabah rekening investasi lebih

bertujuan untuk mencari keuntungan daripada untuk mengamankan uangnya. Dalam

mudharabah al-muthlaqah bank sebagai mudharib mempunyai kebebasan mutlak

dalam pengelolaan investasinya. Jangka waktu investasi dan bagi hasil disepakati

bersama. Apabila bank menghasilkan keuntungan akan dibagi sesuai kesepakatan

awal. Apabila bank mengalami kerugian, bukan karena kelalaian bank, kerugian

ditanggung oleh nasabah deposan sebagai shahibul maal. Deposan dapat menarik

dananya dengan pemberitahuan terlebih dahulu.26

c. Deposito/ Investasi Khusus

Selain rekening investasi umum, bank syari’ah juga menawarkan rekening

investasi khusus (special investment account) kepada nasabah yang ingin

menginvestasikan dananya langsung dalam proyek yang disukainya yang

dilaksanakan oleh bank dengan prinsip mudharabah al-muqayyadah. Investasi

khusus ini sering disebut juga sebagai investasi terikat. Rekening investasi khusus ini

25

Ascarya,Akad dan Produk Bank Syari’ah,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal 117.

26

(38)

biasanya ditujukan kepada para investor besar dan institusi. Dalam mudharabah

al-muqayyadah bank menginvestasikan dana nasabah kedalam proyek tertentu yang

diinginkan nasabah. Jangka waktu investasi dan bagi hasil disepakati bersama dan

hasilnya langsung berkaitan dengan keberhasilan proyek investasi yang dipilih.27

Ulama kontemporer melakukan inovasi baru atas skema mudharabah

yang melibatkan tiga pihak. Tambahan satu pihak ini diperankan oleh bank syari’ah

sebagai lembaga perantara yang mempertemukan shahibul maal dengan mudharib.

Sehingga terjadi evolusi dari konsepdirect financingmenjadiindirect financing.

Dalam indirect financing, bank menerima dana dari shahibul maal dalam

bentuk dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana-dana ini dapat berbentuk

tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu bervariasi.

Selanjutnya dana yang telah terkumpul ini disalurkan kembali oleh bank kedalam

bentuk pembiayaan-pembiayaan yang menghasilkan (earning assets). Keuntungan

dari penyaluran pembiayaan inilah yang akan dibagi hasilkan antara bank dengan

pemilik DPK (dana pihak ketiga).

Proses inilah yang dipotret dalam neraca bank syari’ah, sehingga neraca

suatu bank syari’ah pada dasarnya akan tampak sebagai berikut:

27

(39)

Aktiva

Penyaluran Dana (Financing & Investment)

Pada prinsipnya,mudharabahsifatnya mutlak dimanashahibul maaltidak

menetapkan restriksi atau syarat-syarat tertentu kepada si mudharib. Bentuk

mudharabah ini disebut mudharabah muthlaqah atau dalam bahasa inggrisnya

dikenal sebagaiunrestricted investment account. Namun demikian, apabila dipandang

perlushahibul maalboleh menetapkan batasan-batasan tertentu guna menyelamatkan

modalnya dari risiko kerugian. Syarat-syarat ini harus dipenuhi oleh si mudharib.

Apabila mudharib melanggar batasan ini ia harus bertanggung jawab atas kerugian

yang timbul. Jenis mudharabah seperti ini disebut mudharabah muqayyadah

(mudharabah terbatas). Jadi pada dasarnya, terdapat dua bentuk mudharabah yakni

muthlaqahdanmuqayyadah.

Dalam praktik perbankan syari’ah modern, kini dikenal dua bentuk

mudharabah mudharabah muqayyadah, yakni on balance sheet dan off balance

(40)

nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sektor terbatas,

misalnya pertanian, manufaktur, dan jasa. Nasabah investor lainnya mungkin

mensyaratkan dananya hanya boleh dipakai untuk pembiayaan disektor

pertambangan, property dan pertanian. Selain berdasarkan sektor, nasabah investor

dapat saja mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang digunakan, misalnya hanya

boleh digunakan berdasarkan akad penjualan cicilan saja, atau penyewaan cicilan

saja, atau kerja sama usaha saja. Skema ini disebut on balance sheet karena dicatat

dalam neraca bank.

Dalam mudharabah off balance sheet, aliran dana berasal dari satu

nasabah investor kepada satu nasabah pembiayaan (yang dalan bank konvensional

disebut debitur). Disini bank syari’ah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan

transaksinya di bank syari’ah dilakukan secara off balance sheet. Sedangkan bagi

hasilnya hanya melibatkan nasabah investor dan pelaksana usaha saja. Besar bagi

hasil tergantung kesepakatan antara nasabah investor dan nasabah pembiayaan. Bank

hanya memperoleh arrange fee.Skema ini disebutoff balance sheet karena transaksi

ini tidak dicatat dalam neraca bank, tetapi hanya dicatat dalam rekening administratif

saja.

Dari sudut pandang nasabah investor, terdapat tiga skema aliran dana dari

nasabah investor yakni:

1. Mudharabah muqayyadah off balance sheet

Dalam skema ini, aliran dana berasal dari satu nasabah investor kepada

(41)

bank syari’ah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan transaksinya dibank

syari’ah secara off balance sheet. Bagi hasilnya hanya melibatkan nasabah investor

dan pelaksana usaha saja. Besar bagi hasil tergantung kesepakatan antara nasabah

investor dan nasabah pembiayaan. Bank hanya memperoleh arrange fee. Disebut

mudharabah karena skemanya bagi hasil, muqayyadah karena ada pembatasan yaitu

hanya untuk pelaksana usaha tertentu danoff balance sheetkarena tidak dicatat dalam

neraca bank.

Contoh:

Pak Akbar menanamkan dananya di Bank A dalam bentuk deposito

mudharabah sebesar Rp 500.000.000 dengan akad mudharabah muqayyadah untuk

disalurkan dalam pembiayaan pertanian. Dari pembiayaan tersebut pendapatan yang

dihasilkan adalah sebesar Rp 2.500.000. maka berapakah pendapatan pak Akbar dari

dana yang ditanamkan di bank tersebut? Nisbah bagi hasil untuk nasabah adalah

35:65 dan bobot adalah 0,85.

Jawab:

Dana nasabah : Rp 500.000.000

Dana yang dapat disalurkan : Rp 0,85 x 500.000.000 = Rp 425.000.000

Dana bank = 0

Pendapatan dari pembiayaan = Rp 2.500.000

Maka:

Pendapatan tiap 1000 nasabah:

Rasio Dana Terpakai x Keuntungan x 1 x 1000

Dana Nasabah

475.000.000 x 2.500.000 x 1 x 1000 =4,5

(42)

Pendapatan yang akan diterima oleh nasabah: =4,5 x 35% x 500.000.000

1000 =787.500

Jadi pendapatan yang akan diterima oleh Pak Akbar adalah Rp 787.500

2. Mudharabah muqayyadah on balance sheet

Dalam skema ini aliran dana dapat terjadi dari satu nasabah investor ke

sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sector terbatas, misalnya pertanian,

manufaktur dan jasa. Nasabah investor lainnya mungkin mensyaratkan dananya

hanya boleh dipakai untuk pembiayaan di sektor pertambangan, properti dan

pertanian. Selain berdasarkan sektor, nasabah investor dapat saja mensyaratkan

berdasarkan jenis akad yang digunakan, misalnya hanya boleh digunakan berdasarkan

akad penjualan cicilan saja, atau penyewaan cicilan saja, atau kerja sama usaha saja.

Skema ini membuat bank terlibat dalammudharabah muqayyadah on balance sheet.

Disebuton balance sheetkarena dicatat dalam neraca bank.

Contoh:

Pak Zubair menabung dalam bentuk giro di Bank B sejumlah Rp

80.000.000, dengan akad mudharabah muqayyadah on balance sheet. Bank

menyalurkan dana pinjaman kepada nasabah senilai Rp 100.000.000 dan pendapatan

yang dialokasikan untuk giro sebesar 1.500.000. jika nisbah bagi hasil antara nasabah

dan bank adalah 60:40 maka berapakah nilai bagi hasil yang akan diterima oleh Pak

(43)

Jawab:

Dana nasabah investor = 80.000.000

Dana yang dapat disalurkan = 76.000.000 (0,95 x 80.000.000) Dana yang disalurkan dalam bentuk pinjaman=100.000.000

Dana bank =100.000.000–76.000.000

Bagi hasil yang akan diterima Pak Zubair adalah: 80.000.000 x 14,25 x 40% = 456.000

1.000

Jadi bagi hasil yang akan diterima Pak Zubair adalah Rp 456.000

3. Mudharabah muthlaqah on balance sheet

Dalam skema ini seluruh nasabah investor kepada bank digunakan tanpa

ada pembatasan tertentu kepada pelaksana usaha yang dibiayai maupun akad yang

digunakan. Nasabah investor memberikan kebebasan secara mutlak kepada bank

syari’ah utnuk mengatur seluruh aliran dana, termasuk memutuskan jenis akad dan

pelaksanaan usaha diseluruh sektor.

Contoh:

Di Bank C jumlah dana tabungan dengan akad mudharabah muthlaqah

adalah sebesar Rp 250.000.000 dan bank menyalurkan pembiayaan sebesar Rp

325.000.000. pendapatan yang dihasilkan dari pembiayaan dan merupakan proporsi

untuk tabungan adalah sebesar Rp 5.000.000. Dengan nisbah bagi hasil sebesar 60:30

bagi bank maka berapakah pendapatan yang akan diperoleh oleh Pak Umar jika ia

(44)

Jawab:

Diketahui dana nasabah investor : Rp250.000.000

Dana yang dapat disalurkan = 250.000 x 0,95 = 237.500.000

Pembiayaan yang disalurkan = 325.000.000

Dana bank = 87.500.000

Pendapatan yang dihasilkan = 5.000.000

Maka:

Pendapatan investasi dari setiap 1000 dana nasabah = 237.500.000 x 5.000.000 x 1 x 1000 = 14,62

325.000.000 250.000.000

Pendapatan investasi dari setiap 1000 dana nasabah adalah 14,62 Sehingga bagian pendapatan Pak Umar adalah:

70.000.000 x 14,62 x 60% = 598.000 1000

Berbeda dengan perhitungan bagi hasil dilihat dari sudut pandang nasabah

yang lebih terfokus pada penghitungan berapa bagi hasil yang akan didapatkan oleh

nasabah. Pada sudut pandang pihak bank perhitungan bagi hasil ditujukan juga untuk

menentukan berapa besar nisbah bagi hasil dan alokasi bagi hasil yang akan

dibagikan kepada nasabah.

Penentuan Tingkat Bobot

Yang dimaksud dengan bobot adalah tingkat persentase produk pendanaan

yang dapat dimanfaatkan untuk dana pembiayaan. Dengan demikian tidak semua

dana nasabah dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya

tuntutan terlaksananya sistem prudential banking dan terpenuhinya kebutuhan

likuiditas. Beberapa faktor yang menentukan tingkat bobot adalah:

1. Tingkat Giro Wajib Minimum yang ditetapkan oleh bank sentral. Untuk Indonesia

(45)

2. Besarnya cadangan dana yang dibutuhkan oleh bank untuk menjamin

terlaksananya operasional perbankan sehingga bank akan menyimpan cadangan

dananya diatas kewajiban yang 5%.

3.Tingkat besarnya dana-dana yang ditarik sector oleh nasabah atau investor

(floating).

Dalam bentuk equation, teknis penghitungan tingkat bobot dapat

dituliskan sebagai berikut:

Tingkat bobot = 1–(GWM+Excess Reserve + floating rate) a. Perhitungan Dengan Saldo Akhir Bulan

Bagi bank, keseluruhan dana yang dikelolanya akan dipilah-pilah sesuai

jenisnya. Katakanlah bank mengelompokkannya menjadi giro, tabungan, deposito 1

bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.

Kolom 1 adalah saldo akhir bulan masing-masing jenis dana. Namun tidak

seluruh dana ini dapat disalurkan oleh bank, karena bank harus menyimpan minimum

5% dari dana ini di Bank Indonesia (GWM), dan biasanya bank juga

memperhitungkan kelebihan cadangan yang disimpannya di atas kewajibannya yang

5% tersebut, juga memperhitungkan adanya dana-dana yang ditarik setor oleh

nasabah investor (floating). Ketiga komponen ini menjadi faktor pengurang dalam

perhitungan bobot dikolom 2. Kolom 3 adalah saldo yang benar-benar dapat

diinvestasikan oleh bank. Kolom 4 adalah pendistribusian pendapatan yang diperoleh

oleh bank kedalam masing-masing jenis dana. Kolom 5 adalah nisbah nasabah

(46)

nasabah untuk masing-masing jenis dana. Untuk memudahkan bank menghitung bagi

hasil kepada tiap-tiap investor, maka bank menghitung pendapatan nasabah pada

kolom 6 tersebut dalam bentuk presentase yaitu pada kolom 7.

Jenis Saldo

b. Perhitungan Dengan Saldo Rata-rata Harian

Bank dapat pula menghitung berdasarkan saldo rata-rata harian sebagai

berikut:

Kolom 1 adalah saldo akhir bulan masing-masing jenis dana. Namun tidak

seluruh dana ini dapat disalurkan oleh bank, karena bank harus menyimpan minimum

5% dari dana ini di Bank Indonesia (GWM). Karena perhitungannya adalah

menggunakan saldo rata-rata harian, nilai ini telah merefleksikan saldo yang

mengendap di bank yang dapat digunakan oleh bank untuk melakukan investasi. Jadi

hanya komponen GWM saja yang menjadi faktor pengurang dalam perhitungan

bobot di kolom 2. Kolom 3 adalah saldo yang benar-benar dapat diinvestasikan oleh

bank. Kolom 4 adalah pendistribusian pendapatan yang diperoleh oleh bank kedalam

(47)

mengalikan kolom 4 dan kolom 5, maka didapat bagian pendapatan nasabah untuk

masing-masing jenis dana. Untuk memudahkan bank menghitung bagi hasil kepada

tiap-tiap investor, maka bank menghitung pendapatan nasabah pada kolom 6 tersebut

dalam bentuk presentase yaitu pada kolom 7.

(48)

BAB III

GAMBARAN UMUM BPRS AL-BAROKAH A. Sejarah Berdirinya BPRS Al-Barokah

Sejarah berdirinya BPRS di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari

sejarah-sejarah BPR pada umumnya. Bank Perkreditan Rakyat yang status hukumnya

disahkan dalam Paket Kebijaksanaan Keuangan Moneter dan Perbankan melalui

PAKTO tanggal 27 Oktober 1998, pada hakikatnya merupakan penjelmaan model

baru dari lumbung desa dan Bank Desa dengan beraneka ragam namanya yang ada

khususnya di pulau jawa sejak akhir 1890-an hingga tahun 1967 sejak dikeluarkannya

UU Pokok Perbankan, status hukumnya diperjelas dengan izin dari menteri keuangan.

Dengan adanya keharusan izin tersebut, diikuti dengan upaya-upaya pembenahan

terhadap badan-badan kredit desa yang berproses menjadi lembaga keuangan bank.28

Keinginan masyarakat terhadap adanya BPR tanpa bunga tersebut

mendapatkan angin segar dengan adanya deregulasi disektor perbankan sejak 1 juni

1983 yang memberikan kebebasan kepada bank-bank termasuk BPR untuk

menetapkan sendiri tingkat bunganya. Bahkan bank-bank tidak dilarang untuk

menerapkan bunga 0%.

28

Warkum Sumitro,Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait,

(49)

Peluang beroperasinya BPR tanpa bunga tersebut semakin terbuka setelah

PAKTO 1988 tanggal 27 Oktober 1988 yang memberikan peluang berdirinya

bank-bank baru, termasuk diantaranya bank-bank tanpa bunga.29

Berdirinya Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah di Indonesia selain didasari

oleh tuntutan berusaha (muamalah) sesuai hukum (syari’ah) Islam yang merupakan

keinginan kuat dari sebagian besar umat Islam di Indonesia, juga sebagai langkah

aktif dalam rangka restrukturisasi perekonomian di Indonesia yang dituangkan

kedalam berbagai kebijakan keuangan dan moneter perbankan secara umum. Secara

khusus adalah mengisi peluang terhadap kebijakan yang membebaskan bank dalam

penetapan tingkat suku bunga, yang kemudian dikenal dengan bank tanpa bunga.

PT. BPRS Al-Barokah yang berkedudukan di Jalan Proklamasi Blok A

No. 9 Depok, didirikan dengan Akta Nomor 56 Notaris Harun Kamil SH tanggal 12

Juni 1995 di Jakarta. Akta pendirian disetujui oleh Menteri Keuangan Republik

Indonesia dengan SK: No. KEP-046/KM.17/1996, tertanggal 6 Februari 1996 dan

mulai melaksanakan kegiatan dan beroperasi pada tanggal 11 Maret 1996.

Ide konkrit pendirian PT. BPRS Al-BArokah berawal dari sebuah kegiatan

pengajian yang diikuti oleh para pensiunan karyawan PT. Stanvac Indonesia, yang

masih aktif bekerja di PT. Exspan Sumatera, PT. Exspan Nusantara, dan PT. Exspan

Petrogas Intranusa yang merupakan bagian dari PT. Medco Energi, yakni perusahaan

yang mengelola minyak dan gas bumi.

29

(50)

Para pensiunan karyawan PT Stanvac Indonesia akhirnya menghasilkan

ide dan kesepakatan untuk mendirikan sebuah Bank Pembiayaan Rakyat yang

mempunyai sistem operasional berdasarkan syari’ah Islam yatu dengan menggunakan

sistem bagi hasil (mudharabah), usaha berserikat (musyarakah), dan jual beli

(murabahah).

Pada saat penandatanganan Akta Pendirian PT. BPRS Al-barokah terdapat

25 orang sebagai pemegang saham yang mendukung penuh pendirian bank tersebut.

Dengan modal dasar sebesar Rp 200.000.000,- yang disetor tunai kepada Bank

Indonesia sebesar Rp 50.000.000,- sebagai deposito. Kemudian setelah memenuhi

syarat yang ditentukan Undang-undang, maka Bank Indonesia mengizinkan PT.

BPRS Al-Barokah beroperasi dan pada tanggal 11 Maret 1996 secara resmi PT.

BPRS Al-Barokah melaksanakan kegiatannya.

Dengan perkembangan yang terus maju maka PT. BPRS Al-Barokah sejak

tahun 2005 telah merubah modal dasar menjadi Rp 2.000.000.000,- dengan modal

disetor sebesar Rp 1.000.000.000,-.30

30

(51)

B. Struktur Organisasi BPRS Al-Barokah

Fatwa-fatwa DSN-MUI

DPS

R.U.P.S

Dewan Komisaris

Direktur Utama

Direktur

Personalia Akuntansi Keuangan

Kasir

Litbang & Pemasaran

(52)

BPRS Al-Barokah saat ini mempunyai 2 orang Dewan Pengawas

Syari’ah yakni:

a. Drs. H. Murtadho Ghozali sebagai ketua dan

b. Drs. H. Saifuddin L Yasin sebagai Anggota

Dan BPRS Al-Barokah juga mempunyai 2 orang Dewan Komisaris yaitu:

a. Ir. H. Solichin sebagai Komisaris Utama dan

b. H. Muh. Rafiq, SE., MM sebagai Komisaris

Sedangkan Direksinya adalah:

a. Drs. Lukman Hakim sebagai Direktur Utama dan

b. Mieke Widya Rachmawati, SE sebagai Direktur31

C. Visi dan Misi BPRS Al-Barokah

1. Visi dari PT. BPRS Al-Barokah yaitu menjadi salah satu BPRS terbaik di

Indonesia.

2. Misi dari PT. BPRS Al-Barokah adalah:

a. Memberdayakan potensi ekonomi ummat sesuai dengan prinsip syari’ah

Islam.

b. Menggalang dan menyalurkan dana guna meningkatkan kemakmuran

dan rasa keadilan.32

Tujuan operasionalisi BPRS Al-Barokah:

31

Ibid.

32

(53)

a.Meningkatkan kesejahteraan ekonomi ummat Islam terutama kelompok masyarakat

ekonomi lemah yang pada umumnya berada didaerah pedesaan.

b.Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat

mengurangi arus urbanisasi.

c.Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan

pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai.

Untuk mencapai tujuan operasionalisasi BPRS Al-Barokah tersebut

diperlukan beberapa strategi operasional sebagai berikut:

a. BPRS tidak bersifat menunggu (pasif) terhadap datangnya permintaan fasilitas,

melainkan bersifat aktif dengan melakukan solisitasi/penelitian kepada

usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki

prospek bisnis yang baik.

b. BPRS memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek

dengan mengutamakan usaha skala kecil dan menengah.

c. BPRS mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingakt kompetitifnya

produk yang akan diberi pembiayaan.

D. Produk-produk BPRS Al-Barokah 1. Produk Penghimpunan Dana

BPRS Al-Barokah menghimpun dan mengelola dana nasabah dari sumber

yang halal dengan konsep Al-Wadiah Yad Adh Dhamanah dengan keuntungan yang

akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang ditetapkan dari mufakat antara Bank

(54)

a. Deposito BerjangkaMudharabahdan

b. TabunganMudharabah

c. TabunganWadi’ah

2. Penyaluran Dana

BPRS Al-Barokah menyalurkan dana untuk pemenuhan kebutuhan

permodalan dan investasi melalui pola jual-beli, bagi hasil, dan jasa guna

meningkatkan usaha produktif berskala mikro (kecil menengah)

Untuk kebutuhan permodalan (equity financing)dilakukan dengan konsep

kontrak bagi hasil (profit sharing contract)menggunakan akadAl-Mudharabah yaitu

perjanjian akad kerjasama antara bank yang menyediakan dana (shahibul maal)

dengan mitra usaha yang memiliki keahlian dan keterampilan mengelola usaha

produktif dan halal. Keuntungan dari usaha dibagi berdasar nisbah yang disepakati.

Untuk kebutuhan pembiayaan dilakukan dengan konsep kontrak jual beli

(sale contract) menggunakan akad Ba’i Al-Murabahah yaitu perjanjian jual beli

barang pada harga asal setelah ditambah margin (keuntungan yang disepakati),

barang diserahkan dengan segera, sedangkan pembayaran harga atas barang

dilakukan kemudian hari.

3. Pinjaman Kebajikan(Benevolence Loan)

Produk ini merupakan pinjaman lunak kepada kaum Dhuafa yang

memiliki karakter baik dan usaha yang berpeluang untuk dikembangkan yaitu dengan

(55)

dikembalikan sebesar pokok pinjaman saja. Sumber dana berasal dari zakat, infaq,

dan shadaqah.33

33

(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Mekanisme Pengajuan PembiayaanMudharabahdi BPRS Al-Barokah

Jenis mudharabah yang diterapkan di BPRS Al-Barokah adalah

mudharabah muthlaqah artinya modal 100% mutlak berasal dari shahibul maal

(penyedia dana) dan mitra diberi kebebasan penuh untuk mengelola dana tersebut

sesuai keahliannya.

Untuk mengajukan pembiayaan mudharabah, nasabah BPRS Al-Barokah

diharapkan memenuhi beberapa kriteria yaitu:

1. Penyedia dana(sahibul maal)dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.

2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan

kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan

hal-hal berikut:

a.Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak

(akad).

b.Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.

c.Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan

menggunakan cara-cara komunikasi modern.

3. Modal adalah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana

kepadamudharibuntuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:

(57)

b.Modal dapat berbentuk uang atau barang yang bernilai. Jika modal diberikan

dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.

c.Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib,

baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari

modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:

a.Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk

satu pihak.

b.Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan

dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi

(nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus

berdasarkan kesepakatan.

c.Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan

pengelola tidak boleh menanggung kerugian apa pun kecuali diakibatkan dari

kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan(muqabil) modal

yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:

a.Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia

dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

b.Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa

(58)

c.Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syariah Islam dalam tindakannya yang

berhubungan denganmudharabah,dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku

dalam aktivitas itu.34

Dan berikut ini adalah prosedur pengajuan pembiayaan mudharabah di

BPRS Al-Barokah:

a. Rencana Pengembangan Usaha

Nasabah yang mengajukan pembiayaan terlebih dahulu harus mengajukan

draft rencana pengembangan usaha. Usaha seperti apa yang akan dikembangkan,

berapa dana yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha tersebut, dan prospek

kedepan dari usaha tersebut. Jika draft pengembangan usaha telah dirancang maka

lanjut ke tahap berikutnya.

b. Mengisi Formulir Permohonan

Formulir permohonan pembiayaan ini harus diisi nasabah untuk

melengkapi data-data nasabah. Dalam mengisi formulir ini juga harus dilengkapi

dengan Pas Photo, Photo Copy KTP, Photo Copy Kartu Keluarga, Photo Copy BPKB

dan Faktur Kendaraan (jika jaminan kendaraan bermotor), dan dokumen lain yang

bisa mendukung permohonan pembiayaan ini.

c. Melengkapi Persyaratan

34

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini mengetahui pengaruh pembiayaan mudharabah, musyarakah, dan murabahah terhadap profitabilitas pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pembiayaan mudharabah , musyarakah, dan murabahah terhadap tingkat profitabilitas BPRS di Indonesia periode

1. Sebagai sumber informasi untuk pengembangan BPRS dan lembaga keuangan syariah lainnya di masa yang akan datang.. Sebagai bahan pertimbangan untuk lebih memantapkan

Selain itu dalam prosedur pembiayaan yang dilakukan BPRS Kota Bandar Lampung nasabah mengajukan permohonan dengan mengisi formulir yang telah diselesaikan

Metode penelitian kuantitatif digunakan untuk mengukur risiko pembiayaan dan mengukur potensi kerugian yang mungkin terjadi pada pembiayaan sektor pertanian di BPRS

BPRS Baiturrahman penulis menyarankan bank harus lebih berhati-hati dalam mengelola pembiayaan- pembiayaan yang diberikan kepada nasabah oleh pihak bank dan harus sesuai

Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan model yang tepat untuk nasabah tabungan di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Sumatera Utara sehingga dapat

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, BPRS Patriot Bekasi juga telah melakukan prosedur pelaksanaan pembiayaan murabahah sesuai dengan teori, dimana pembiayaan murabahah diberikan