• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi dan Tingkat Keragaman Hijauan Pakan Domestik Berdasarkan Ketinggian Kawasan dalam Mendukung Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi dan Tingkat Keragaman Hijauan Pakan Domestik Berdasarkan Ketinggian Kawasan dalam Mendukung Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Malang"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI DAN TINGKAT KERAGAMAN HIJAUAN PAKAN

DOMESTIK BERDASARKAN KETINGGIAN KAWASAN

DALAM MENDUKUNG USAHA PETERNAKAN SAPI

DI KABUPATEN MALANG

FRANSISKA RAHMADANI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi dan Tingkat Keragaman Hijauan Pakan Domestik Berdasarkan Ketinggian Kawasan dalam Mendukung Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Malang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Fransiska Rahmadani

(4)

ABSTRAK

FRANSISKA RAHMADANI. Potensi dan Tingkat Keragaman Hijauan Pakan Domestik Berdasarkan Ketinggian Kawasan dalam Mendukung Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Malang. Dibimbing oleh M. AGUS SETIANA dan IWAN PRIHANTORO.

Wilayah Kabupaten Malang berada di pesisir pantai hingga pegunungan, salah satu sentra peternakan sapi di Jawa Timur yang pola penyediaan hijauannya bergantung pada hijauan lokal. Penelitian ini bertujuan menganalisis potensi keragaman dan penyebaran vegetasi hijauan, serta karakteristik penyediaannya pada daerah di ketinggian kawasan berbeda. Penelitian ini menggunakan metode survei dan observasi lapang dengan analisis deskriptif, analisis komposisi botani, dan analisis vegetasi. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi kawasan nilai kapasitas mengarit, pemberian hijauan, produktivitas lahan, dan jenis hijauan semakin meningkat. Komposisi rumput alam Desa Bandungrejo didominasi rumput

Paspalum conjugatum Berg. 16.92%, di Desa Ngembal rumput Digitaria nuda

Schuamcher. 20.08%, dan di Desa Gubug Klakah rumbah Ageratum conyzoides L. 20.43%. Kesamaan komunitas hijauan (IS) Desa Bandungrejo dengan Desa Ngembal 31.58%, Desa Bandungrejo dan Desa Gubug Klakah 25.64%, dan Desa Ngembal dengan Desa Gubug Klakah 27.91%.

Kata kunci: keragaman hijauan, ketinggian, komposisi botani, sapi

ABSTRACT

FRANSISKA RAHMADANI. Potential and Level Diversity of Domestical Forage based on Altitude of Area to Support Cattle Farms in Malang Regency. Supervised by M. AGUS SETIANA and IWAN PRIHANTORO.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

POTENSI DAN TINGKAT KERAGAMAN HIJAUAN PAKAN

DOMESTIK BERDASARKAN KETINGGIAN KAWASAN

DALAM MENDUKUNG USAHA PETERNAKAN SAPI

DI KABUPATEN MALANG

FRANSISKA RAHMADANI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Potensi dan Tingkat Keragaman Hijauan Pakan Domestik Berdasarkan Ketinggian Kawasan dalam Mendukung Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Malang

Nama : Fransiska Rahmadani

NIM : D24100033

Disetujui oleh

Ir M Agus Setiana, MS Pembimbing I

Dr Iwan Prihantoro, SPt MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang selalu melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2013 ialah Potensi dan Tingkat Keragaman Hijauan Pakan Domestik Berdasarkan Ketinggian Kawasan dalam Mendukung Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Malang.

Kabupaten Malang merupakan salah satu sentra ternak sapi di Jawa Timur yang mayoritas dalam skala usaha rakyat dan masih mengandalkan ketersediaan hijauan pakan domestik dalam memenuhi kebutuhan pakan ternaknya. Kondisi topografi Kabupaten Malang menyebabkan perbedaan kesuburan tanah dan produktivitas lahan dalam menyediakan hijauan pakan untuk ternak ruminansia. Setiap daerah mempunyai ciri khas hijauan pakan tersendiri yang berpengaruh pada pemberiannya terhadap ternak. Pola penyebaran keragaman hijauan dan kemampuan adaptasi tumbuhan dapat digunakan sebagai patokan optimalisasi penyediaan hijauan untuk mendukung pengembangan usaha peternakan sapi di Kabupaten Malang.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kalangan yang berkepentingan.

Bogor, Maret 2014

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

METODOLOGI 1

Materi 1

Lokasi dan Waktu 2

Prosedur Penelitian 2

Pelaksanaan Penelitian 2

Pembuatan Herbarium dan Identifikasi Hijauan Pakan 2

Pengukuran pH tanah 2

Analisis Data 3

Analisis Deskriptif 3

Analisis Komposisi Botani 3

Analisis Vegetasi 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kondisi Umum Kawasan dan Peternakan di Kabupaten Malang 4

Karakteristik Peternak 5

Komposisi Hijauan Kandang 8

Komposisi Hijauan Kebun 11

Keragaman Jenis Hijauan 11

Analisis Keanekaragaman Hijauan 14

Tingkat Kemiripan Hijauan 15

Kondisi Lahan dan Produktivitas Hijauan 15

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 20

RIWAYAT HIDUP 26

(12)

DAFTAR TABEL

1 Perhitungan analisis vegetasi 3

2 Profil desa penelitian 4

3 Penggunaan lahan dan populasi ternak ruminansia 5

4 Pemberian pakan ternak 6

5 Gambaran umum peternak 6

6 Kapasitas mengarit berdasarkan desa 7

7 Komposisi hijauan kandang 9

8 Komposisi hijauan kebun 12

9 Dominasi keragaman jenis hijauan 13

10 Analisis keanekaragaman hijauan 14

11 Jenis tanah dan produktivitas lahan 15

DAFTAR GAMBAR

1 Skema pelaksanaan penelitian 2

2 Desain petak pengamatan 3

3 Kepemilikan ternak, kapasitas mengarit dan pemberian hijauan 5

4 Kapasitas mengarit dan pemberian hijauan 7

5 Hijauan pakan dominan di kandang 8

6 Hijauan dominan di kebun 11

7 Hijauan yang tumbuh dominan di desa penelitian 13

8 Tingkat kemiripan hijauan 15

9 Kondisi tanah desa penalitian 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta ketinggian wilayah Kabupaten Malang 20

2 Keragaman jenis hijauan 20

3 Populasi ternak riil 22

4 Gambar jenis hijauan 22

5 Manajemen pemeliharaan 24

6 Kegiatan mengarit 24

(13)

1

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi garis katulistiwa, menyimpan banyak potensi dan kekayaan alam yang mendukung pengembangan subsektor peternakan yang menjadi salah satu sumber ekonomi kerakyatan. Di Indonesia, permintaan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani terus meningkat dan membuka sebuah peluang usaha yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Komponen utama yang berkaitan dalam pengembangan usaha ternak adalah ketersediaan lahan, ternak, dan pakan (Soedarjat 2000). Pakan menjadi prioritas utama dalam usaha peternakan karena menjadi faktor dominan dalam upaya peningkatan produksi ternak (Aminudin 1997). Hijauan merupakan pakan utama ternak ruminansia, bahkan di sebagian wilayah Indonesia hijauan menjadi pakan tunggal yang sangat diperlukan ketersediannya secara kuantitatif dan kualitatif sepanjang tahun dalam sistem produksi ternak ruminansia. Peternakan sapi potong di Indonesia mayoritas merupakan usaha ternak rakyat dengan skala rumah tangga (Wibowo dan Haryadi 2006) dan masih mengandalkan ketersedian hijauan domestik (Setiana 2010). Permasalahan hijauan domestik meliputi rendahnya produktivitas, kandungan nutrisi, serta keterbatasan pengembangannya (Setiana 2009), sehingga diperlukan optimalisasi potensi wilayah dalam menyediakan hijauan yang berkesinambungan sepanjang tahun (Rukmana 2005).

Kabupaten Malang berpotensi tinggi dalam pengembangan subsektor peternakan dengan populasi sapi tertinggi ketiga di wilayah Jawa Timur. Populasi ternak sapi perah di Kabupaten Malang sebanyak 30.43% dan sapi potong 4.86% dari populasi di Jawa Timur (BPS 2012). Wilayah Kabupaten Malang terletak di pesisir pantai hingga pegunungan dan potensi peternakan tersebar pada berbagai tingkat ketinggian dengan tingkat kesuburan tanah yang berbeda. Topografi, sifat fisik, dan sifat kimia tanah mempengaruhi jenis dan kemampuan reproduksi tumbuhan (Kartawinata 1989). Saat ini, kajian potensi dan tingkat kemiripan jenis hijauan pakan berdasarkan ketinggian di Kabupaten Malang masih sangat terbatas. Perbedaan produktivitas dan jenis hijauan dapat mempengaruhi kemampuan daya dukung kawasan dalam pengembangan usaha peternakan, sehingga perlu dilakukan kajian analisis keragaman potensi hijauan pakan dan pemanfaatannya sebagai pakan ternak dalam mendukung usaha pengembangan peternakan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi keragaman dan penyebaran vegetasi hijauan pakan domestik yang terdapat di lapang dan karakteristik penyediaan hijauan untuk ternak sapi pada daerah dengan perbedaan ketinggian kawasan di Kabupaten Malang, Jawa Timur.

METODOLOGI

Materi

(14)

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Bandungrejo, Desa Ngembal, dan Desa Gubug Klakah, Kabupaten Malang, serta analisis di Laboratorium Agrostologi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni hingga Agustus tahun 2013.

Prosedur Penelitian Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode observasi langsung di lapangan terhadap komposisi botani hijauan, kajian analisis vegetasi, dan produktivitas lahan.

Gambar 1 Skema pelaksanaan penelitian

Pembuatan Herbarium dan Identifikasi Hijauan Pakan

Pembuatan herbarium dari hijauan dengan pendekatan metode Stone (1983). Jenis hijauan diidentifikasi dengan membandingkan ciri-ciri fisik pada pustaka terkait untuk menemukan nama latinnya.

Pengukuran pH tanah

(15)

3

Analisis Data

Data hasil wawancara karakteristik peternak diolah menggunakan analisis deskriptif, sedangkan data hijauan pakan diolah menggunakan analisis komposisi botani dan analisis vegetasi.

Analisis Deskriptif

Data hasil wawancara di lapangan terhadap peternak diolah secara deskriptif meliputi pengalaman beternak, pendidikan, umur, dan kepemilikan ternak.

Analisis Komposisi Botani Hijauan

Analisis komposisi botani kebun mengacu pada metode dry weight rank

(Mannetje dan Haydock 1963). Analisis dilakukan dengan menyebar kuadran berukuran 0.5x0.5m sebanyak 25 kali secara acak kemudian dilakukan estimasi peringkat hijauan. Analisis komposisi botani kandang dilakukan dengan mencatat jenis-jenis hijauan dari hasil mengarit peternak yang terdapat di kandang serta estimasi peringkat hijauan. Peringkat tersebut dikalikan dengan tetapan koefisien, peringkat pertama dikalikan dengan 8.04, peringkat kedua 2.41, dan peringkat ketiga 1.

Analisis Vegetasi

Teknik pengambilan data tumbuhan tingkat bawah (semai) dengan pembuatan petak pengamatan 20 m x 20 m, dan 5 sub plot berukuran 2 x 2 m2 di dalam petak pengamatan (Kusmana 1997).

Gambar 2 Desain petak pengamatan berukuran 20 x 20 m dengan 5 sub plot pengamatan 2 x 2 m

Komposisi jenis tumbuhan diolah berdasarkan indeks nilai penting, indeks keanekaragaman, indeks kekayaan, indeks kemerataan, indeks dominansi, dan indeks kesamaan komunitas. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998), rumus hitung dalam analisis vegetasi tumbuhan bawah yaitu:

Tabel 1 Perhitungan analisis vegetasi

Perhitungan Rumus Keterangan

INP KR + FR INP

 K Jumlah individu suatu jenis

Luas petak contoh ha x %

 KR Kerapatan suatu jenis

Total kerapatan seluruh jenis x %

 F Jumlah plot ditemukan suatu jenis

Total kerapatan seluruh jenis x %

 FR Frekuensi suatu jenis

Total kerapatan seluruh jenis x %

(16)

4

Tabel 1 Perhitungan analisis vegetasi (lanjutan)

Perhitungan Rumus Keterangan

H’ − ∑[niN lnniN ]

n

i=1

H’ : Indeks keanekaragaman jenis Ni : INP jenis i

N : Total INP

R1 S −

ln N

R1 : Indeks kekayaan

S : Jumlah jenis yang ditemukan N : Jumlah total individu

E H′

ln S

E : Indeks kemerataan jenis H’: Indeks keanekaragaman jenis

IS : Indeks kesamaan komunitas

w : Jumlah jenis yang sama antara komunitas a dan b a : Jumlah jenis yang terdapat pada komunitas a b : Jumlah jenis yang terdapat pada komunitas b

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Kawasan dan Peternakan di Kabupaten Malang

Kabupaten Malang terletak di 112º17`10.9``- 122º57`00``BT dan 7º44`55.11``- 8º26`35.45`` LS, Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Malang bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto, bagian timur Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang, bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri, serta bagian selatan dengan Samudera Indonesia. Wilayah Kabupaten Malang seluas 3 519 km2, terletak pada

ketinggian 0 – 2 600 m dpl dan terbagi dalam 33 kecamatan dengan jumlah penduduk 2 443 609 jiwa (BPS 2010).

Tabel 2 Profil desa penelitian

Profil Bandungrejo1 Ngembal2 Gubug Klakah3

Kecamatan Bantur Wajak Poncokusumo

Ketinggian (m dpl) 0 - 390 500 - 560 900 – 1 300

Luas (ha) 1 212.55 284.53 384

Curah hujan (mm) 280 215 2 300

Penduduk (jiwa) 9 630 5 086 3 746

1 Profil Desa Bandungrejo (2012), 2 Profil Desa Ngembal (2012), 3 Profil Desa Gubug Klakah (2011).

(17)

5

sebagai sumber penyedia hijauan pakan di Desa Bandungrejo adalah 833.5 ha (68.74%), Desa Ngembal 185.9 ha (65.34%) dan Desa Gubug Klakah 365.7 ha (95.23%). Beternak sapi dilakukan sebagai usaha sampingan dengan mata pencaharian utama sebagai petani melalui pemanfaatan potensi hijauan lokal serta limbah pertanian.

Tabel 3 Penggunaan lahan dan populasi ternak ruminansia

Kondisi umum Bandungrejo1 Ngembal2 Gubug Klakah3

Penggunaan lahan

1 Profil Desa Bandungrejo (2012), 2 Profil Desa Ngembal (2012), 3 Profil Desa Gubug Klakah (2011);

* persentase luas lahan desa; **hasil perhitungan konversi satuan ternak.

Karakteristik Peternak

Gambar 3 Kepemilikan ternak, kapasitas mengarit dan pemberian hijauan. 1) Desa Bandungrejo, 2) Desa Ngembal, 3) Desa Gubug Klakah;

Kepemilikan ternak (ST orang-1), Kapasitas mengarit

(kg orang-1 hari-1), Pemberian hijauan (kg ST-1 hari-1).

Rataan kepemilikan ternak per orang tertinggi terdapat di Desa Ngembal. Berdasarkan kelompok umur ternak, mayoritas peternak di Desa Gubug Klakah memelihara pedet. Hal tersebut dikarenakan Desa Gubug Klakah menjadi penampung pedet sapi perah dari desa terdekat. Rendahnya kepemilikan ternak dikarenakan beternak hanya sebagai usaha sampingan dan tabungan.

Kapasitas mengarit dan pemberian hijauan pakan antar desa menunjukkan adanya perbedaan sebagai akibat perbedaan produktivitas lahan hijau (Tabel 10). Kapasitas mengarit merupakan kemampuan peternak mencari dan membawa

(18)

6

hijauan pakan dari lapang untuk diberikan ke ternaknya di kandang dalam satuan waktu (kg hari-1), dengan waktu peternak mengarit selama 2-3 jam perhari. Kapasitas mengarit peternak, pemberian hijauan segar serta pemberian bahan kering (BK), protein kasar (PK), dan total nutrisi tercerna (TDN) per-satuan ternak meningkat seiring meningkatnya ketinggian wilayah. Pemberian hijauan pakan (BK dan TDN) per satuan ternak di kawasan vulkanis jumlahnya lebih banyak dibanding daerah lain (Prawiradiputra 2003). Pamungkas et al. (2005) menyatakan bahwa perbedaan kondisi pemberian pakan mencerminkan bahwa pola pemberian pakan ternak di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan pakan di wilayah tersebut dan tingkat pengetahuan peternak.

Tabel 4 Pemberian pakan ternak berdasarkan desa

Rataan pemberian Bandungrejo Ngembal Gubug Klakah

BK (kg ST-1 hari-1) 13.10±3.80b 15.52±6.85b 22.54±6.74a

PK (kg ST-1 hari-1) 1.18±0.34b 1.39±0.62b 2.02±0.61a

TDN(kg ST-1 hari-1) 6.39±1.85b 7.58±3.34b 11.01±3.29a

Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05); BK sampel 22%; PK

dan TDN analisis Salimah (2010) dengan perhitungan Hartadi et al. (1980); BK= bahan kering, PK=

protein kasar, TDN= total digestible nutrient.

Tabel 5 Gambaran umum peternak berdasarkan desa

Parameter Bandungrejo Ngembal Gubug Klakah

Jumlah ternak (ST orang-1) 1.34±0.54 1.52±1.10 1.29±0.73

Kapasitas mengarit (kg hari-1) 73.65±22.30b 86.76±44.78ab 117.71±55.98a

Pemberian hijauan segar (kg ST-1 hari-1) 59.53±17.26b 70.54±31.16b 102.47±30.67a

Pendidikan (tahun)* 5.55±2.80 5.06±2.62 6.19±3.49

Umur (tahun) 49.50±13.04ab 50.69±13.11a 39.43±10.64b

Pengalaman (tahun) 9.30±7.80 10.30±8.04 11.24±7.87

Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.01); * SD: 6 tahun, SMP:

9 tahun, SMA: 12 tahun.

Pendidikan peternak mayoritas hanya tingkat sekolah dasar, sesuai dengan penelitian Permana (2012) bahwa 60.29% peternak di Desa Air Sulau, Kabupaten Bengkulu Selatan hanya berpendidikan SD. Pendidikan peternak yang tergolong rendah mengakibatkan terbatasnya akses informasi, pengetahuan, dan keterampilan dalam mengelola peternakannya. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan mengadopsi teknologi dan pola pikir masyarakat (Yakin 2011).

Usia peternak identik dengan tingkat produktivitas, khususnya dalam pengembangan usaha peternakan. Kajian kapasitas mengarit menunjukkan bahwa peternak berumur lebih dari 60 tahun telah memasuki tingkatan usia tidak produktif sehingga kemampuan mengaritnya pun telah menurun. Usia produktif yaitu pada 15-54 tahun (Ningsih 2010) dan peternak yang berumur lebih dari 55 tahun telah sulit menerima pengarahan untuk pengembangan usahanya (Bahar 2013).

(19)

7

mengarit. Selain umur dan pengalaman beternak, kapasitas mengarit dipengaruhi oleh jumlah ternak yang dipelihara, produktivitas lahan hijau, dan lama mengarit.

Tabel 6 Kapasitas mengarit berdasarkan desa (kg orang-1 hari-1) Parameter Bandungrejo Ngembal Gubug Klakah Rataan Umur peternak

21-30 48.00±0.00 - 117.67±45.09 107.71±48.86

31-40 61.00±21.66 48.38±25.08 100.75±50.93 70.86±40.62 41-50 80.57±25.97 127.00±79.20 107.38±54.21 98.65±50.45 51-60 74.25±28.28 97.24±40.86 168.00±85.35 105.84±57.57 61-70 69.00±12.68 84.50±44.55 - 76.17±23.13

≥71 93.00±0.00 88.00±0.00 - 90.50±3.54

Pengalaman beternak

1-5 68.75±25.76 58.17±26.34 85.43±55.90 74.65±35.88b 6-10 82.83±24.59 127.00±79.20 117.00±65.05 98.50±43.85ab 11-15 80.67±11.24 128.67±41.10 143.25±54.54 120.10±46.65a 16-20 73.00±0.00 116.00±0.00 153.50±80.75 133.83±70.89a

≥21 55.50±4.95 74.00±18.52 91.50±38.46 77.67±29.44b Rataan 73.65±22.30b 86.76±44.78ab 117.71±55.98a

Huruf berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).

Gambar 4 Kapasitas mengarit (kg hari-1) dan pemberian hijauan (kg ST-1 hari-1). Desa Bandungrejo kapasitas mengarit y= 37.844ln(x) + 65.867, R2=0.5539, pemberian hijauan y= -28.8ln(x) + 74.606, R2= 0.5712; Desa Ngembal kapasitas mengarit y= 48.261ln(x) + 79.763, R2=0.7754, pemberian hijauan y= -27.99ln(x) + 65.286, R2= 0.5061;

(20)

8

Kapasitas mengarit responden tergolong lebih rendah karena beternak sebagai usaha sampingan dengan waktu terbatas. Kapasitas mengarit peternak di Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi sebesar 150-200 kg orang-1 hari-1 dengan waktu mengarit 4 jam perhari (Setiana 2011), di Pondok Rangon, Jakarta Timur sebesar 345 kg orang-1 hari-1 (Bahar 2013). Berdasarkan tingkat kepemilikan,

kapasitas mengarit peternak semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah ternak (ST), namun tingkat pemberian hijauan cenderung menurun dengan meningkatnya satuan ternak (Gambar 4), yang menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas mengarit peternak tidak sebanding dengan peningkatan kebutuhan ternak yang dipelihara. Sistem mengarit tradisional menjadi faktor pembatas dalam pemenuhan kebutuhan ternak (Alviyani 2013). Kebutuhan hijauan sebesar 6.29 kg BK ST-1 hari-1 (28.59 kg segar ST-1 hari-1; BK 22%) (Nell dan Rollinson 1974), sedangkan pemberian hijauan pakan terendah sebesar 41.33 kg ST-1 hari-1 sehingga penurunan pemberian hijauan masih dapat memenuhi kebutuhan ternak.

Komposisi Hijauan Kandang

Komposisi hijauan kandang merupakan hijauan yang terdapat di kandang dari hasil mengarit dan pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak ruminansia yang terdiri dari rumput, legum, dan rumbah. Pemberian hijauan di kandang didominasi oleh daun pucuk tebu (Saccharum officinarum L.), kolonjono (Panicum maximum Jacq.), kaliandra(Calliandra calothyrsus Meisn.), alang-alang (Imperata cylindrica (L.) P. Beauv), dan limbah jagung (Zea mays L.). Perbedaan komposisi hijauan menunjukkan adanya perbedaan vegetasi yang tumbuh dan tersedia di desa penelitian, sehingga mempengaruhi pemberian hijauan pada ternak. Penggunaan daun Saccharum officinarum L. dan limbah Zea mays L. sebagai hijauan pakan dikarenakan ketersediaannya melimpah. Hijauan pucuk tebu mengandung protein kasar sebesar 5.57%, TDN 55.29%, dan serat kasar 29.04%; daun jagung mengandung protein kasar 9.66%, dan klobot jagung 3.40% (Wahyono dan Hardianto 2004), dengan nilai koefisien cerna bahan kering (KCBK) daun jagung sebesar 58% dan klobot jagung 68% (Umiyasih dan Wina 2008). Sedangkan kandungan protein kasar jerami padi 5.06% dan serat kasar 34.98% (Prasetiyono et al. 2007). Alang-alang diperoleh di sekitar hutan seiring dengan meningkatnya jumlah ternak yang dipelihara dan berkurangnya ketersediaan hijauan pakan terlebih saat musim kemarau. Pemberian alang-alang dapat menyebabkan luka pada mulut ternak dan terkendala nilai gizi yang rendah. Kandungan protein kasar alang-alang sebesar 7.9% dan serat kasar 43.8% (Soewardi 1976).

a b c

Gambar 5 Hijauan pakan dominan di kandang. a) Saccharum officinarum L.

(21)

9

Tabel 7 Komposisi hijauan kandang desa penelitian*

No

Desa Bandungrejo Desa Ngembal Desa Gubug Klakah

Nama Hijauan Nama Lokal %

Jenis Nama Hijauan Nama Lokal

%

Jenis Nama Hijauan Nama Lokal

% Jenis

1 Saccharum

officinarum L. 3

Daun tebu 26.50 Saccharum

officinarum L. 3

Daun tebu 23.26 Pannicum maximum

Jacq. 1

Kolonjono 23.31

2 Panicum

maximum Jacq. 1

Kolonjono 26.15 Panicum maximum

Jacq. 1

Kolonjono 21.94 Calliandra

calothyrsus Meisn. 2

Jawan 9.11 Eleusine indica

(L.) Gaertn.1

Lulangan 7.57 Setaria palmifolia (J. Koenig) Stapf.1

Lamtoro 2.54 Cynodon dactylon

(L.) Pers.1

Grinting 3.95 Setaria barbata

(Lam.) Kunth.1

- 4.35

8 Cynodon dactylon

(L.) Pers.1

Grinting 2.36 Digitaria nuda

Schuamcher.1

- 3.72 Imperata cylindrica

(L.) P. Beauv.1

Data primer (2013); 1Rerumputan, 2Kacangan, 3Rumbah (Setiana 2014).

(22)

10

Tabel 7 Komposisi hijauan kandang desa penelitian (lanjutan)*

No

Desa Bandungrejo Desa Ngembal Desa Gubug Klakah

Nama Hijauan Nama Lokal %

Jenis Nama Hijauan

Nama Lokal

%

Jenis Nama Hijauan Nama Lokal

% Jenis

10 Gliricidia sepium

(Jacq.) Kunth ex Walp. 2

Gamal 1.05 Rhynchelytrum

roseum (Ness) Stapf

& C.E. Hubb.1

Merak 2.18 Oplismenus

burmannii (Retz.) P.

Beauv. 1

- 2.00

11 Eleusine indica

(L.) Gaertn. 1

Lulangan 0.87 Ageratum conyzoides

L.3

Wedusan 1.86 Cyperus Sp. 1 Teki 1.42

12 Digitaria nuda

Schuamcher. 1

- 0.87 Eragrostis cilianensis

(All.) E. Mosher. 1

*Data primer (2013); 1Rerumputan, 2Kacangan, 3Rumbah (Setiana 2014).

(23)

11

Komposisi Hijauan Lapang

Komposisi hijauan alam Desa Bandungrejo didominasi rumput Paspalum conjugatum Berg., rumput Digitaria nuda Schuamcher., dan Cyperus sp., Desa Ngembal didominasi rumput Digitaria nuda Schuamcher, rumput Eleusine indica (L.) Gaertn. dan Cyperus sp, sedangkan di Desa Gubug Klakah didominasi rumbah

Ageratum conyzoides L., rumput Eleusine indica (L.) Gaertn. dan rumput Cynodon

dactylon (L.) Pers. (Tabel 8). Perbedaan dominansi vegetasi pada ketiga desa menunjukkan adanya perbedaan kemampuan adaptasi dari jenis-jenis hijauan terhadap lingkungan. Perbedaan kondisi lingkungan menyebabkan perbedaan ketersedian air, cahaya, suhu dan kelembaban. Setiap jenis tumbuhan dan hewan memiliki kebutuhan cahaya, air, suhu, dan kelembaban yang berbeda-beda sehingga kemampuan tumbuhnya pada suatu tempat dapat berbeda dengan tempat lainnya (Reijntjes et al. 1992). Kebutuhan yang spesifik pada setiap jenis hijauan harus terpenuhi dari lingkungan tumbuhnya, dan keterbatasan pada kondisi lingkungan menyebabkan tumbuhan melakukan adaptasi, sesuai dengan Hukum Leibig bahwa suatu organisme harus mendapatkan bahan-bahan penting yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang biak dalam keadaan tertentu, jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhannya (Irwan 2012). Rumput Paspalum conjugatum Berg. merupakan jenis rumput mampu beradaptasi pada tanah dengan kadar liat tinggi dibanding jenis lainnya, sedangkan Digitaria nuda Schuamcher. mampu beradaptasi pada tanah tandus dan berpasir. Paspalum conjugatum Berg. mampu toleran terhadap kadar garam hingga 29% (Na 131 mM dan K 3.2 mM) (Ibemesim 2010a) dan mampu tumbuh dengan mortalitas 0% pada tingkat pencemaran fraksi larut air hingga 50% (Ibemesim 2010b).

a b c

Gambar 6 Hijauan dominan di kebun. a) Paspalum conjugatum Berg. b) Digitaria nuda Schuamcher. c) Ageratum conyzoides L.

Keragaman Jenis Hijauan

(24)

xii

Tabel 8 Komposisi botani kebun*

No

Desa Bandungrejo Desa Ngembal Desa Gubug Klakah

Nama Hijauan Nama

Lulangan 17.62 Eleusine indica (L.) Gaertn.1 Lulangan 17.62

3 Cyperus sp. 1 Teki 10.32 Cyperus sp. 1 Teki 15.08 Cynodon dactylon (L.) Pers. 1 Grinting 13.62

4 Cynodon dactylon (L.)

Pers. 1

Grinting 9.68 Eragrostis

multicaulis Steud.1

Lulangan 7.51 Echinochola colona

(L.) Link.1

Grinting 4.00 Hyptis rhomboidea MART. & GAL. 3

- 4.35

9 Hedyotis auricularia L.3 - 5.97 Sporobolus sp. 1 - 3.16 Xerochloa cheribon (Steud.)

Ohwi. 1

- 4.00

10 Ageratum conyzoides L.3 Wedusan 4.84 Hedyotis

auricularia L. 3

- 3.16 Cyperus sp. 1 Teki 3.92

12 Rhynchelytrum roseum

(Ness) Stapf & C.E. Hubb. 1

Merak 4.84 Xerochloa cheribon

(Steud.) Ohwi. 1

15 Dipteracanthus repens (L.)

HAMK. 3

- 0.70

*Data Primer (2013); 1Rerumputan, 2Kacangan, 3Rumbah (Setiana 2014).

(25)

13

Tabel 9 Dominasi keragaman jenis hijauan pakan*

Desa Hijauan KR FR INP

Bandungrejo

Cynodon dactylon (L.) Pers. 31.15 6.52 37.67

Digitaria nuda Schuamcher. 18.64 10.87 29.51

Eleusine indica (L.) Gaertn. 16.16 8.70 24.85

Hyptis capitata Jacq. 8.70 10.87 19.57

Cyperus sp. 9.61 6.52 13.96

Ageratum conyzoides L. 4.14 8.70 12.84

Ngembal

Digitaria nuda Schuamcher. 35.29 7.55 42.84

Cyperus sp. 13.31 9.43 22.74

Eleusine indica (L.) Gaertn. 11.64 7.55 19.19

Eragrostis multicaulis Steud. 7.76 7.55 15.31

Ageratum conyzoides L. 5.87 9.43 15.31

Eragrostis cilianensis (All.) E. Mosher. 7.74 7.27 15.01

Leersia hexandra Sw. 8.25 5.45 13.70

Centella usiatica (L.) Urb. 6.92 5.45 12.38

*

Data Primer (2013); KR= kerapatan relatif, FR= frekuensi relatif, INP= indeks nilai penting.

a b

Gambar 7 Hijauan yang tumbuh dominan di desa penelitian. a) Eleusine indica (L.) Gaertn. b) Cynodon dactylon (L.) Pers.

(26)

14

Analisis Keanekaragaman Hijauan

Analisis keanekaragaman jenis dilakukan pada kawasan dengan perbedaan tingkat ketinggian untuk mengetahui perbedaan struktur vegetasi hijauan dalam komunitas tersebut. Ketinggian tempat berpengaruh terhadap kemampuan tumbuh jenis-jenis tumbuhan sehingga menciptakan perbedaan struktur vegetasi (Mulyasana 2008).

Tabel 10 Analisis keanekaragaman hijauan*

Desa H' R1 E ID IS

kemerataan jenis, ID= indeks dominansi, IS= indeks kesamaan komunitas.

Indeks keanekaragaman jenis (H’) hijauan ketiga desa tergolong sedang. Nilai keanekaragaman H’<2.0 termasuk rendah, sedang jika 2.0<H’< 3.0 dan

keanekaragaman tergolong tinggi jika H’>3.0 (Magurran 1988). Nilai H’

menggambarkan jumlah komposisi jenis dalam suatu komunitas yang secara umum memiliki kemiripan sifat dan daya adaptasi. Jumlah jenis tumbuhan semakin menurun dengan meningkatnya ketinggian wilayah karena suhu udara dan intensitas cahaya yang semakin kecil dengan semakin tinggi suatu tempat sehingga membutuhkan perbedaan kemampuan adaptasi. Jumlah jenis tingkat semai tertinggi ditemukan pada kawasan dengan ketinggan 1000 sampai 1500 m dpl (Mulyasana 2008). Indeks kekayaan jenis (R’) ketiga desa tergolong rendah karena R’<3.5 (Magurran 1988), ditentukan dari jumlah jenis yang tumbuh dalam komunitas

tersebut dan berkorelasi positif dengan keanekaragaman jenis. Rendahnya nilai R’

menunjukkan terbatasnya jenis hijauan yang tumbuh. Keanekaragaman jenis hijauan selain dipengaruhi faktor fisik dan kimia, juga dipengaruhi keberadaan hewan dan manusia. Aktifitas manusia sebagai spesies invensif dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Penurunan keanekaragaman hayati dapat terjadi akibat kerusakan habitat walaupun luas wilayahnya tidak berkurang (Soemarwoto 2004).

Indeks kemerataan jenis (E) menunjukkan pola penyebaran vegetasi dalam suatu areal yang berkorelasi negatif dengan indeks dominasi (ID). Nilai E<0.3 menunjukkan kemerataan jenis rendah, kemerataan jenis sedang jika 0.3<E<0.6 dan nilai E>0.6 menunjukkan kemerataan jenis tinggi (Magurran 1988). Kemerataan jenis tinggi menunjukkan tidak ada dominasi dari suatu jenis tumbuhan dalam suatu ekosistem. Nilai E mendekati satu menunjukkan spesies yang tumbuh pada suatu komunitas semakin merata, jika E mendekati nol menunjukkan ketidakmerataan spesies dalam komunitas (Krebs 1978). Nilai indeks kesamaan komunitas hijauan antar desa bernilai rendah akibat perbedaan lingkungan tempat tumbuh hijauan yang membutuhkan kemampuan adaptasi berbeda dari masing-masing jenis hijauan.

Kemiripan komunitas terjadi jika IS≥75% (Setiadi et al. 1989). Fenomena

(27)

15

Tingkat Kemiripan Hijauan

Pengukuran kemiripan komposisi hijauan pakan di kandang dan di lapang menggunakan program NTsys 2.10 (Gambar 8) menunjukan tingkat kemiripan hijauan di kandang Desa Ngembal dan Desa Gubug Klakah sebesar 50%, sedangkan Desa Bandungrejo dan kedua desa lainnya sebesar 42%. Kemiripan hijauan di kebun Desa Bandungrejo dan Desa Ngembal sebesar 42%, dan kedua desa dengan Desa Gubug Klakah sebesar 38%. Semakin rendah tingkat kemiripan antar desa menunjukkan semakin tinggi perbedaan daya adaptasi yang dibutuhkan tumbuhan terhadap lingkungannya.

a b

Gambar 8 Tingkat kemiripan hijauan. a) Kemiripan di kandang, b) Kemiripan di lapang.

Kondisi Lahan dan Produktivitas Hijauan

Perbedaan ketinggian kawasan Kabupaten Malang berpengaruh terhadap jenis tanahnya. Perbedaan jenis tanah ketiga desa penelitian menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat kesuburan tanah. Pembentukan tanah dipengaruhi faktor iklim, bahan induk, topografi, organisme dan waktu, sedangkan pebedaan pengaruh faktor-faktornya menghasilkan perbedaan karakteristik tanah (biologi, fisik, kimia) yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah (Fahrunsyah 2012).

Tabel 11 Jenis tanah dan produktivitas lahan*

Desa Jenis

tanah

pH

pH Produktivitas hijauan (ton BK ha-1)

H2O KCl

Bandungrejo Alfisol 6.03±0.02 5.29±0.06 -0.74 0.18±0.03 Ngembal Inseptisol 5.26±0.17 4.50±0.06 -0.76 0.39±0.13 Gubug Klakah Andosol 5.30±0.17 4.79±0.21 -0.51 0.61±0.13

*

Data Primer (2013); ∆ pH= pH KCl – pH H2O; BK= bahan kering.

(28)

16

Keterbatasan ketersediaan hijauan menyebabkan peternak menempuh jarak yang lebih jauh untuk mendapatkan hijauan dan membutuhkan waktu yang lebih lama (Bahar 2013). Tingginya produktivitas lahan Desa Gubug Klakah terjadi akibat peremajaan tanah dari letusan Gunung Semeru. Debu dan pasir vulkanik letusan gunung yang melapisi permukaan tanah akan mengalami pelapukan sehingga terjadi proses peremajaan dan meningkatkan kandungan kation Ca, Mg, K dan Na dalam tanah hingga 50% dari sebelumnya (Fiantis 2006). Analisis kemasaman (pH) tanah menunjukkan ∆ pH bernilai <-0.5 yang berarti tanah didominasi mineral tak terubahkan. Nilai ∆ pH tanah Desa Gubug Klakah mendekati -0.5 sehingga memiliki kandungan mineral terubahkan lebih besar dibanding kedua desa lainnya.

a b c

Gambar 9 Kondisi tanah desa penelitian. a) Desa Bandungrejo, b) Desa Ngembal, c) Desa Gubug Klakah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ketinggian wilayah mempengaruhi potensi pengembangan peternakan, jenis vegetasi hijauan dan produktivitas lahan, semakin tinggi kawasan maka nilai potensi, jenis vegetasi dan produktivitas lahan cenderung meningkat. Kawasan penelitian berpotensi sedang untuk pengembangan peternakan. Jenis hijauan pakan di kandang didominasi oleh limbah Saccharum officinarum L. dan rumput Panicum maximum Jacq. Sedangkan rumput Cynodon dactylon (L.) Pers dan Eleusine indica

(L.) Gaertn. merupakan jenis hijauan yang memiliki daya adaptasi tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan di ketinggian kawasan yang berbeda.

Saran

(29)

17

DAFTAR PUSTAKA

Alviyani. 2013. Analisis potensi dan pemanfaatan hijauan pakan pada peternakan domba rakyat Desa Randobawa Ilir, Kecamatan Mandirancan, Kabupaten Kuningan. Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Aminudin. 1997. Beberapa Jenis dan Metode Pengawetan Hijauan Pakan Ternak

Tropika. Purwokerto (ID): Univ Jenderal Soedirman.

Bahar A. 2013. Produktivitas tenaga pengarit dan komposisi hijauan pakan domestik di peternakan sapi perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Kabupaten Malang. Malang (ID). Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang.

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2012. Populasi Ternak Besar Menurut Kabupaten/Kota 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Duke JA. 1983. Handbook of energy crops Cynodon dactylon (L.) Pers. Di dalam: Halvorson WL, Guertin P. 2003. Factsheet for Cynodon dactylon (L.) Pers. Arizona (US). Arizona Univ.

Fahrunsyah. 2012. Studi karakteristik kimia tanah dan status kesuburan tanah di kawasan sentra produksi tanaman pangan Kabupaten Tana Tidung. Ziraa’ah. 33(1): 1-9.

Fiantis D. 2006. Laju pelapukan kimia debu vulkanis G. Talang dan pengaruhnya terhadap proses pembentukan mineral liat non-kristalin. Padang (ID): Univ Andalas.

Ibemesim RI. 2010a. Effect of salinity and wytch farm crude oil on Paspalum conjugatum Bergius (Sour Grass). J Biol Sci. 10(2): 122-130

Ibemesim RI. 2010b. Tolerance and sodium ion relations of Paspalum conjugatum

Bergius (Sour Grass) to water soluble fractions of crude oil. Res J Environ Sci.

Irwan ZD. 2012. Prinsip-Prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman AD, Kearl LC, Harris LE. 1980. Tabel-Tabel Dari Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. Utah (US): Utah State Univ.

Kantor Desa Bandungrejo. 2012. Profil Desa Bandungrejo 2012. Malang (ID): Desa Bandungrejo Kecamatan Bantur.

Kantor Desa Gubug Klakah. 2011. Profil Desa Gubug Klakah 2011. Malang (ID): Desa Gubug Klakah Kecamatan Poncokusumo.

Kantor Desa Ngembal. 2012. Profil Desa Ngembal 2012. Malang (ID): Desa Ngembal Kecamatan Wajak.

Kartawinata K. 1989. Keanekaragaman flora dalam hutan Pamah. Seminar Regional Aspek Konservasi dalam Pembangunan Sumberdaya Hutan Tropika Humida di Kalimantan. Samarinda (ID): 18-19 Oktober 1989. Krebs CJ. 1978. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and

Abundance. New York (UK): Harper & Row.

(30)

18

Larashati I. 2004. Keanekaragaman tumbuhan dan populasinya di Gunung Kelud, Jawa Timur. Biodiversitas. 5(2): 71-76.

Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurenment. Princeton NJ (US): Princeton Univ Pr.

Mannetje L, Haydock KP. 1963. The dry weight rank method for the botanical analysis of Pasture. J Brit Grassland Soc. 18 (4):268-275.

Mulyasana D. 2008. Kajian keanekaragaman jenis pohon pada berbagai ketinggian tempat di Taman Nasional Gunung Ciremai Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nell AJ, Rollinson DHL. 1974. The Requirement and Availability of Livestock Feed in Indonesia. Jakarta (ID): UNDP Project INS/72/009.

Ningsih AS. 2010. Pola penyediaan hijauan makanan ternak domba dan kambing di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo, Kecamatan Pacitan. Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nobis M, Kowalczyk T, A Nowak. 2010. Eleusine Indica (Poaceae): A new alien species in the flora of Tajikistan. Polish Botanical J. 56(1).

Pamungkas D, Affandhy L, Anggraeny YN. 2005. Status pakan induk sapi potong lokal dan persilangan kondisi pascaberanak dalam usaha peternakan rakyat: studi kasus di Kecamatan Kota Probolinggo Jawa Timur. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005.

Prasetiyono BWHE, Suryahadi, Toharmat T, Syarief R. 2007. Strategi suplementasi protein ransum sapi potong berbasis jerami dan dedak padi. Med Pet. 3(3): 207-217.

Prawiradiputra BR. 2003. Sistem produksi hijauan pakan di lahan kering DAS Jratunseluna. JITV. 8(3): 189-195.

Permana M. 2012. Keragaman jenis dan pola penyediaan hijauan pakan ternak sapi di Desa Air Sulau, Kecamatan Kedurang Ilir, Kabupaten Bengkulu Selatan, Propinsi Bengkulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Reijntjes C, Haverkort B, Bayer AW. 1992. Pertanian Masa Depan, Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Sukoco Y, penerjemah. Jakarta (ID). Kanisius. Terjemahan dari: Farming for the Future, an Introduction to Low-External-Input and Sustainable Agriculture. Macmillan Pr LTD.

Rukmana R. 2005. Budidaya Rumput Unggul. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Salimah A. 2010. Kecernaan nutrien dan neraca nitrogen sapi Peranakan Ongole yang mendapatkan pakan blok mengandung ekstrak metanol lerak (Sapindus rarak) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Setiadi D, Muhadiono I, Yusron A. 1989. Penuntun Praktikum Ekologi. IPB Pr. Setiana MA. 2009. Domestic grasses as cattle main feed on coastal area at desa

Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi. International Seminar on Animal Industry 2009. p 376-379.

(31)

19

Setiana MA. 2011. Komposisi hijauan pakan domba dan kapasitas mengarit di kebun sawit Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi [internet]. Tersedia pada: http://massetiana.staff.ipb.ac.id/2012/06/15/komposisi- hijauan-pakan-domba-dan-kapasitas-mengarit-di-kebun-sawit-kecamatan-cibadak-kabupaten-sukabumi/#more-113

Setiana MA. 2014. Hijauan pakan [internet]. Tersedia pada: http://massetiana.staff.ipb.ac.id/2014/03/25/hijauan-pakan/#more-128 Soedrajat S. 2000. Potensi dan prospek bahan pakan lokal dalam mengembangkan

industri peternakan di Indonesia. Bul Pet. Edisi Tambahan: 11-15.

Soemarwoto O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta (ID): Djambatan. p 133.

Soerianegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID): IPB Pr. Soewardi B. 1976. Penelitian tentang pemanfaatan Alang-Alang (Imperata

cylindrical (L.) Beauv.) untuk makanan sapi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Stone BC. 1983. A guide to collecting Pandanaceae (Pandanus, Freycinetia, Sararanga): Ann Missouri Bot Gard. 70: 137-14.

Tan KH. 1993. Principles of Soil Chemistry. Second ed. Athens (GE): Georgia Univ Pr. p 269-270.

Umiyasih, Wina E. 2008. Pengolahan dan nilai nutrisi limbah tanaman jagung sebagai pakan ternak ruminansia. Wartazoa. 18(3): 127-136.

Wahyono DE, Hardianto R. 2004. Pemanfaatan sumberdaya pakan lokal untuk pengembangan usaha sapi potong. Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004. Wibowo SA, Haryadi FT. 2006. Faktor karakteristik peternak yang

mempengaruhi sikap terhadap program kredit sapi potong di kelompok peternak Andiniharjo Kabupaten Sleman Yogyakarta. Med Pet. 29 (3): 176-186.

(32)

20

Lampiran 1 Peta ketinggian kawasan Kabupaten Malang

Google.com; Lokasi penelitian.

Lampiran 2 Keragaman jenis hijauan*

Desa Nama Latin KR FR INP

B

and

un

gre

jo

Cynodon dactylon (L.) Pers. 31.15 6.52 37.67

Digitaria nuda Schuamcher. 18.64 10.87 29.51

Eleusine indica (L.) Gaertn. 16.16 8.70 24.85

Hyptis capitata Jacq. 8.70 10.87 19.57

Cyperus sp. 9.61 4.35 13.96

Ageratum conyzoides L. 4.14 8.70 12.84

- 0.91 10.87 11.78

Mimosa pudica L. 1.16 6.52 7.68

Axonopus aminis 0.91 6.52 7.43

Salvia riparia H. B. K. 2.40 4.35 6.75

Paspalum conjugatum Berg. 3.73 2.17 5.90

- 0.50 4.35 4.84

Solanum melongena L. 0.33 4.35 4.68

*

(33)

21

Digitaria nuda Schuamcher. 35.29 7.55 42.84

Cyperus sp. 13.31 9.43 22.74

Eleusine indica (L.) Gaertn. 11.64 7.55 19.19

Eragrostis multicaulis Steud. 7.76 7.55 15.31

Ageratum conyzoides L. 5.87 9.43 15.31

Cynodon dactylon (L.) Pers. 7.87 5.66 13.53

Oplismenus burmannii (Retz.) P. Beauv. 7.49 3.77 11.26

- 2.48 7.55 10.03

Paspalum conjugatum Berg. 8.25 7.27 15.52

Eragrostis cilianensis (All.) E. Mosher. 7.74 7.27 15.01

Leersia hexandra Sw. 8.25 5.45 13.70

Centella usiatica (L.) Urb 6.92 5.45 12.38

Cyperus sp. 5.30 5.45 10.75

Xerochloa cheribon (Steud.) Ohwi. 6.72 3.64 10.36

- 4.89 5.45 10.34

(34)

22

Lampiran 3 Populasi ternak riil

Desa Ternak Populasi (ekor)

1 Konversi (ST) 2

1Profil desa penelitian; 2Konversi satuan ternak (dewasa 1 ST, muda 0.6 ST, anak 0.25 ST).

Lampiran 4 Gambar jenis hijauan

Eragrostis multicaulis Steud. Xerochloa cheribon (Steud.) Ohwi.

Cyperus sp. Echinochloa colona (L.) Link.

Eragrostis cilianensis (All.) E. Mosher.

(35)

23

Echinocloa stagnina (Retz.) Beauv. Oplismenus burmannii (Retz.) P. Beauv.

Setaria barbata (Lam.) Kunth. Rhynchelytrum roseum (Ness) Stapf & C.E. Hubb.

Hyptis capitata Jacq. Dipteracanthus repens (L.) HAMK.

Widelia biflora (Linn.) D. C. Stachytarpheta jamaicensis (L.)

VAHL.

(36)

24

Lindernia sessiliflora (BTH) WETT TST.

Salvia riparia H.B.K. Lampiran 5 Manajemen pemeliharaan sapi

(37)

25

(38)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang pada 6 Maret 1992, anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Suyono dan Ibu Siti Fatoyah. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di MI Al-Hikmah Karanganyar tahun 1998-2004, sekolah menengah pertama di MTs Al-Ittihad Belung hingga tahun 2007, kemudian sekolah menengah atas di SMAN 1 Tumpang tahun 2007-2010 dan diterima di Institut Pertanian Bogor tahun 2010 melalui jalur USMI di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Penulis merupakan penerima beasiswa BIDIKMISI

dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2010-2014. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Club Ilmiah Asrama (CIA) tahun 2010-2011, Himpunan Mahasiswa Arek Malang (HIMAREMA) 2010-2011, Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) 2011-2013, serta aktif pada berbagai kepanitian, antara lain: humas Seminar Pakan Nasional (2011), ketua pelaksana Lomba Cepat Tepat Nutrisi (2012), humas Meet Cowboy 48 (2012), humas International Feed Seminar (2012) dan ketua pelaksana Feed Formulation Training (2013), selain itu penulis pernah mengikuti magang di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari tahun 2013. Penulis mendapatkan dana dari DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M) dan penelitian (PKM-P), serta juara 1 pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) bidang pengabdian masyarakat tahun 2013 di Mataram.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir M. Agus Setiana, MS selaku pembimbing akademik dan pembimbing utama, Dr Iwan Prihantoro, S.Pt M.Si selaku pembimbing anggota dan panitia seminar, atas bimbingan, arahan, dan masukan selama penelitian hingga akhir penulisan. Terima kasih kepada Ir Asep Tata Permana, MSc selaku dosen pembahas seminar hasil penelitian pada 21 November 2013, Dr Despal, S.Pt MSc Agr dan Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi selaku dosen penguji sidang serta Dilla Mareistia Fassah, S.Pt MSc selaku panitia sidang pada 7 April 2014 atas koreksi dan saran dalam penyusunan skripsi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada ayah dan mama, adik Sinta, tante Kusti serta paman Saiful dan Ryan atas doa, dukungan dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para peternak dan perangkat Desa Bandungrejo, Desa Ngembal dan Desa Gubug Klakah Kabupaten Malang atas izin dan bantuan selama penelitian, keluarga besar laboratorium Agrostologi, keluarga besar INTP 47, sahabat terdekat (Khuluq, Ayu L, Cindy, Dyah, Kanip, Tenti, Santa), dan tim penelitian. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada KEMENDIKBUD yang telah mendukung penulis selama kuliah dan mendanai penelitian ini.

Gambar

Gambar 1  Skema pelaksanaan penelitian
Tabel 3  Penggunaan lahan dan populasi ternak ruminansia
Tabel  6 Kapasitas mengarit berdasarkan desa (kg orang-1 hari-1)
Gambar 5  Hijauan pakan dominan di kandang. a) Saccharum officinarum L.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Media Macca dapat mengembangkan aspek perkembangan: (1) fisik motorik dengan cara menggunakan koordinasi mata dan tangan dalam

Penelitian ini membahas tentang metode penafsiran yang digunakan Asma Barlas yaitu maudhu’i karena Barlas membahas ayat alquran sesuai dengan tema yang telah ditetapkan,

Kehadiran film Hollywood dengan tokoh superhero perempuan tersebut seolah hendak menyerukan bahwa kesetaraan gender bukan merupakan masalah yang hanya dialami Indonesia..

Hubungan antara aqidah akhlak dengan kesejahteraan siswa di sekolah. memiliki hubungan yang

Dengan materi pokok penelitian adalah untuk mengetahui prosedur penerimaan siswa baru dan penilaian yang nantinya digunakan sebagai bahan analisa perancangan

Sistem ini dibangun dengan menerapkan metode Simple Additive Weighting (SAW) sebagai metode penjumlahan terbobot yang digunakan dalam memecahkan masalah multi

[r]

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan tentang penggunaan modal sendiri, modal kredit dan luas lahan yang dimiliki petani jeruk terhadap peningkatan usaha