• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bioekologi Dan Karakteristik Habitat Larva Anopheles Spp. Di Wilayah Kerja Pelabuhan Laut Sinabang Kabupaten Simeulue Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bioekologi Dan Karakteristik Habitat Larva Anopheles Spp. Di Wilayah Kerja Pelabuhan Laut Sinabang Kabupaten Simeulue Provinsi Aceh"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BIOEKOLOGI DAN KARAKTERISTIK HABITAT LARVA

Anopheles

spp.

DI WILAYAH KERJA PELABUHAN LAUT SINABANG

KABUPATEN SIMEULUE PROVINSI ACEH

WA UMMAYAH IMRAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:”BIOEKOLOGI DAN KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles spp. DI WILAYAH KERJA PELABUHAN LAUT SINABANG KABUPATEN SIMEULUE PROVINSI ACEH” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua sumber datadan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksakebenarannya.

Bogor, Januari 2017

(4)

RINGKASAN

WA UMMAYAH IMRAN. Bioekologi dan Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp. di Wilayah Kerja Pelabuhan Laut Sinabang Kabupaten Simeulue Provinsi Aceh. Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan UPIK KESUMAWATI HADI

Malaria disebabkan oleh Plasmodium sp, dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles dari orang yang sakit kepada orang yang sehat melalui gigitannya. Provinsi Aceh terdiri atas 23 kabupaten/kota yang umumnya merupakan daerah endemik malaria. Satu di antaranya adalah Kabupaten Simeulue yang merupakan satu pulau tersendiri di sebelah barat daya Provinsi Aceh. Walaupun API (annual parasite incidence) di Kabupaten Simeulue pada 2014 masih di bawah 10/00 akan

tetapi mobilitas penduduk yang keluar dan masuk wilayah ini yang semakin tinggi sehingga memungkinkan akan terjadinya peningkatan kasus malaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioekologi dan karakteristik habitat larva Anopheles spp di wilayah kerja Pelabuhan Laut Sinabang. Penangkapan nyamuk dilakukan di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu dengan metode human landing collection dan resting collection pada April hingga Juni 2015. Penangkapan nyamuk dilakukan pada 4 rumah yang merupakan permukiman penduduk dekat Bandara Lasikin dan Pelabuhan Ferry Kota Batu, pernah dikonfirmasi ada penderita malaria dan dekat dengan habitat potensial larva Anopheles spp. Penangkapan nyamuk dewasa selama empat malam berturut – turut setiap bulannya selama 3 bulan. Pengukuran karakteristik habitat larva Anopheles dilakukan dengan cara mengamati seluruh genangan yang berpotensi menjadi habitat perkembangbiakan Anopheles dengan mengukur faktor fisik (suhu, kekeruhan, arus air, kedalaman air, dan dasar habitat) dan faktor biologis (keberadaan tanaman air dan predator). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 spesies nyamuk yaitu An. vagus, An. tesselatus, An. barbirostris, An. kochi dan An. indefinitus. An. vagus dan An. tesselatus merupakan spesies yang dominan di kedua desa. Angka kepadatan Anopheles menggigit di dalam rumah dan di luar rumah per orang setiap jam (man hour density/MHD) di Desa Lasikin masing-masing untuk An. vagus adalah 0.94 dan An. tesselatus 0.67. Adapun di Desa Kota Batu, An. vagus 0.58, An. tesselatus 0.36, An. indefinitus 0.17, An. barbirostris 0.13 dan An. kochi 0.09. Aktivitas Anopheles di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu lebih banyak di luar rumah dari pada di dalam rumah, sedangkan An. indefinitus hanya ditemukan menghisap darah di dalam rumah di Desa Kota Batu. Di kedua desa ditemukan sebanyak 102 habitat potensial perkembanganbiakan Anopheles dan 22 (21%) habitat di antaranya ditemukan larva Anopheles. Habitat larva An. vagus ditemukan pada genangan air bekas tapak kaki hewan, An. indefinitus pada kubangan dan kobakan, sedangkan An. kochi di parit.

(5)

SUMMARY

WA UMMAYAH IMRAN. Bioecology and characteristics of the larvae of Anopheles spp. habitat in work area of Sinabang Seaport Simeulue Regency Aceh Province. Under direction of SUSI SOVIANA and UPIK KESUMAWATI HADI

Malaria is caused by Plasmodium sp, which transmitted by Anopheles mosquitoes from the illness people to healthy people through bites. Aceh province consists of 23 districts/cities which are generally malaria endemic areas. One of the endemic area is Simeulue Regency which is an island that located at southwest of Aceh Province. Although Simeulue API (Annual Parasite Incidence) on 2014 were still below 10/00, but the high population mobility that were in and out of the

island that could increas of malaria cases. This research aimed to determine bioecology of Anopheles and characteristics of the larvae habitat around Sinabang Seaport work area. The collecting of mosquitoes were conducted in Lasikin and Kota Batu village by using human landing and resting collection methods on April to June 2015. The catching of mosquitoes were conducted in 4 houses around Lasikin Airport and Kota Batu Ferry Port. It was confirmed that there was malaria case and not far from Anopheles spp larvae habitat. The collecting of adult mosquitoes were conducted in four consecutive nights every month for 3 months. The measurement of the characteristics Anopheles spp larvae habitat was performed by observing the entire puddles which have potential as Anopheles breeding habitat by physical factors (temperature, turbidity, water flow, water depth and basic habitat) and biological factors (water plants and predators). The results indicated that there were 5 species of mosquito i.e An. vagus, An. tesselatus, An. kochi, An. barbirostris, An. indefinitus. An. vagus and An. tesselatus were dominant species in both villages. The number of Anopheles biting density indoor and outdoor per person per hour (man hour density/MHD) in Lasikin village for An. vagus was 0.94 and for An. tesselatus was 0.67. Meanwhile in Kota Batu village, An. vagus was 0.58, An. tesselatus was 0.36, An. indefinitus was 0.17, An. barbirostris was 0.13 and An. kochi was 0.09. The activity of Anopheles in Lasikin dan Kota Batu Villages were more frequent out door than indoor, however An. indefinitus was only active indoor in Kota Batu village. There were 102 potential habitats of Anopheles breeding in both villages and 21 % (22 habitat) of were habitats positively with Anopheles larvae. The habitat of An. vagus larvae was in the puddle of animal footprints. An. indefinitus was found in puddle and wallow, while An. kochi was in a ditch.

Keywords: Anopheles, larvae habitat characteristics, Malaria, Aceh Province, Simeulue.

IMAM HANAFY. Diversity, Density and Blood Feeding Activity of Anopheles

(Diptera: Culicidae) on Zooprophylaxis Application in Malaria Endemic Area. Supervised by SUSI SOVIANA and UPIK KESUMAWATI HADI

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

BIOEKOLOGI DAN KARAKTERISTIK HABITAT LARVA

Anopheles

spp.

DI WILAYAH KERJA PELABUHAN LAUT SINABANG

KABUPATEN SIMEULUE PROVINSI ACEH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, rizki dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang dilanjutkan dengan penyusunan dan penulisan tesis dengan judul “Bioekologi dan Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp. Di Wilayah Kerja Pelabuhan Laut Sinabang Kabupaten Simeulue Provinsi Aceh ”. Tesis ini disusun dalam rangka penyelesaian studi program magister (S2) pada Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (PEK) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih dengan penuh rasa hormat penulis sampaikan kepada Dr Drh Susi Soviana, M.Si dan Prof Drh Upik Kesumawati Hadi, MS Ph.D selaku komisi pembimbing tesis yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan tesis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr Drh Risa Tiuria, M.Si selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan dan arahan yang bermanfaat dalam penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak/Ibu dosen yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, atas ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan di Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan serta semua pegawai Parasitologi dan Entomologi Kesehatan atas bantuannya terutama bimbingannya dalam praktikum.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Klas III Banda Aceh Ibu Dr Yusnidar Anwar, M.Kes (Epid) yang telah memberi kesempatan kepada penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang strata-2. Terima kasih pula kepada Pusat Standarisasi, Sertifikasi dan Pendidikan Berkelanjutan Sumber Daya Manusia Kesehatan (Pustanserdik) Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPPSDM) Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan bantuan dana. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Desa Lasikin dan Kepala Desa Kota Batu yang telah membantu menyediakan tempat selama penelitian, teman – teman Wilker Pelabuhan Laut Sinabang dan teman – teman Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue (Tim kolektor) yang telah membantu secara teknis selama penelitian.

Terimakasih dan penghargaan tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda Larata Imran, Ibu Sitti Hana Kapang, Suamiku terkasih Carles, S ST Pi, M.Si dan ketiga Putriku Fayola Lesya Iriani, Fauziyyah Lesya Ariyani, Faeezah Lesya Gava Putri atas kesabaran, dukungan, motivasi, kasih sayangnya dan kebersamaannya sehingga penulis merasa tidak pernah sendiri, serta semua keluarga besar penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu memberikan doanya untuk kesuksesan penulis. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman Pasca PEK 2013 dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan motivasi untuk penulis. Akhirnya penulis berharap semoga informasi dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi program pengendalian malaria, khususnya di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Keanekaragaman Jenis Anopheles spp. 3

PerilakuNyamuk Anopheles Menghisap Darah dan Beristirahat 4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepadatan Populasi Anopheles spp. 5

Habitat Perkembangbiakan Anopheles spp. 6

Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Habitat Perkembangbiakan Larva

Anopheles spp. 8

3 METODE 11

Lokasi Penelitian 11

Waktu Penelitian 12

Metode Penelitian 12

Pengukuran Kepadatan dan Perilaku Nyamuk Anopheles spp. 12 Pengukuran Kepadatan Larva Anopheles dan Karakteristik Habitatnya 13

Identifikasi Nyamuk Anopheles spp. 13

Pengukuran Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp. 14 Penandaan Lokasi dan Koordinat Habitat Larva Anopheles spp. 15

Pengumpulan Data Pendukung 16

Analisis Data 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Keanekaragaman Jenis Nyamuk Anopheles spp. 19

Kepadatan Nyamuk Anopheles spp. 22

Perilaku Menghisap Darah Nyamuk Anopheles spp. 24

Hubungan Kepadatan Anopheles Dengan Indeks Curah Hujan 27 Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp 28

Pemetaan Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp 37

5 SIMPULAN DAN SARAN 40

Simpulan 40

Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 41

(12)

DAFTAR TABEL

1 Keanekaragaman Jenis Anopheles spp. 19

2 Kelimpahan Nisbi, Frekwensi dan Dominansi Anopheles spp 23

3 Nilai MHD Bulanan di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu 24

4. Jenis Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles spp 30

5. Pengukuran Karakteristik Kimia dan Biologi Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu 32

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Lokasi Penelitian 11

2 Metode Penangkapan Nyamuk 12

3 Pengumpulan Larva Anopheles spp. 13

4 Identifikasi Nyamuk Anopheles spp. 14

5 Keanekaragaman Jenis Anopheles spp. 20

6 Aktivitas Anopheles Menghisap Darah di Dalam Rumah di Desa Lasikin 25 7 Aktivitas Anopheles Menghisap Darah di Luar Rumah di Desa Lasikin 25 8 Aktivitas Anopheles Menghisap Darah di Dalam Rumah di Desa Kota

Batu 26

9 Aktivitas Anopheles Menghisap Darah di Luar Rumah di Desa Kota Batu 26 10 Hubungan Indeks Curah Hujan dengan MBR di Desa Lasikin 28 11 Hubungan Indeks Curah Hujan Dengan MBR di Desa Kota Batu 28 12 Berbagai Tipe Kubangan Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles 31 13 Berbagai Tipe Kobakan Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles 33 14 Berbagai Tipe Tapak Kaki Hewan Habitat Perkembangbiakan Larva

Anopheles 34

15 Berbagai Tipe Parit Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles 35 16 Berbagai Tipe Rawa - Rawa Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles 36 17 Berbagai Tipe Sumur Tua, Kolam Ikan, Potongan Bambu dan Batok

Kelapa Habitat Perkembangbiakab Larva Anopheles 37 18 Titik Koordinat Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles di Desa

Lasikin 38

19 Titik Koordinat Habitat Potensial Perkembangbiakan Larva Anopheles di Desa

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium, yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Anopheles betina (Depkes 2003). Secara global masih terdapat 3.2 milliar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. WHO memperkirakan jumlah pasien malaria di dunia sebanyak 214 juta kasus pada 2015 dan 438 000 yang meninggal dunia. Setiap tahunnya sebanyak 660 000 orang meninggal dunia karena malaria, 320 000 diantaranya berada di negara kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia (WHO 2015).

Di Indonesia penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi. Berdasarkan annual parasite incidence (API), stratifikasi wilayah di Indonesia bagian timur termasuk ke dalam stratifikasi malaria tinggi. Adapun beberapa wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera termasuk stratifikasi sedang sedangkan Jawa dan Bali termasuk ke dalam stratifikasi rendah. Di Indonesia tingginya kasus malaria dan kejadian luar biasa (KLB) malaria sangat berkaitan erat dengan beberapa hal yaitu perubahan lingkungan yang berakibat meluasnya tempat perindukan Anopheles, perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan lebih panjang dari musim kemarau dan mobilitas penduduk yang cukup tinggi (Kemenkes 2014).

Provinsi Aceh terdiri atas 23 kabupaten/kota yang umumnya merupakan daerah endemik malaria. Data Dinas Kesehatan Propinsi Aceh tahun 2011 menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Aceh Jaya merupakan daerah endemik malaria tertinggi dengan nilai API mencapai 12.90/00 pertahun. Disusul Kabupaten

Aceh Barat 11.50/00, Kabupaten Aceh Besar 9.80/00, Kabupaten Aceh Singkil kembali kasus malaria pada tahun selanjutnya, mengingat mobilitas penduduk masuk dan keluar wilayah ini yang semakin tinggi.

Simeulue adalah daerah bertipologi kepulauan, yang secara geografis terletak antara 2o15’– 2o Lintang Utara dan 95o 40 – 96o Bujur Timur atau berada di sebelah barat daya Provinsi Aceh yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia (BPS Kab.Simeulue 2014). Kondisi ini menyebabkan terdapatnya beberapa tempat potensial perindukan nyamuk Anopheles spp. Beberapa kecamatan berada di daerah dataran rendah, yang umumnya terletak di sepanjang pantai timur Kabupaten Simeulue. Di wilayah ini sering terjadi pasang laut yang mencapai daratan dan meninggalkan genangan-genangan air bila pasang berakhir. Ekologi pesisir pantai yang sesuai dengan habitat larva Anopheles spp. berpotensi menjadi sumber perkembangan vektor malaria di wilayah tersebut. Disamping itu penelitian tentang vektor malaria belum pernah dilakukan.

(14)

(Soejoeti 1995). Oleh karena itu pengendalian malaria dilakukan dengan upaya memutuskan mata rantai penularan yang melibatkan vektor Anopheles sangat penting dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioekologi dan karakteristik habitat larva Anopheles spp. di Wilayah Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Laut Sinabang. Penelitian ini meliputi pengukuran terhadap keragaman jenis, kepadatan dan perilaku Anopheles serta karakteristik habitat larvanya.

Manfaat Penelitian

(15)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Keanekaragaman Jenis Anopheles spp. Sebagai Vektor Malaria

Penyakit malaria ditularkan dari orang sakit ke orang yang sehat melalui gigitan nyamuk Anopheles. Nyamuk Anopheles disebut sebagai vektor malaria apabila spesies Anopheles tersebut telah pernah terbukti mengandung sporozoit di dalam kelenjar ludah. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembangbiak dalam sel darah merah manusia. Anopheles spp. yang dilaporkan ditemukan di Indonesia sebanyak 81 spesies 26 di antaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor. Sampai saat ini jenis yang diketahui merupakan vektor utama di Indonesia adalah An. aconitus, An. punctulatus, An. farauti, An. balabacencis, An. barbirostris, An. sundaicus dan An. maculatus, An. koliensis, An. subpictus dan An. vagus (Kemenkes 2015). Jenis nyamuk Anopheles spp. yang menularkan penyakit di suatu daerah sering berbeda dengan Anopheles spp. yang menularkan penyakit malaria di daerah lain.

Provinsi Aceh mempunyai keanekaragaman jenis Anopheles spp. sebanyak 4 jenis yaitu An. balabacensis, An. sundaicus, An. maculatus, dan An. subpictus (Kemenkes 2014). Hal ini sesuai dengan pernyataan Muhammad et al. (2015) bahwa di Desa Datar Luas Kecamatan Krueng Sabee Aceh terdapat tigabelas spesies yang ditemukan dengan metode human landing dan resting collection serta dari habitat perkembangbiakan larva, yaitu An. kochi, An. barbirostris, An. maculatus, An. letifer, An. tesselatus, An. sinensis, An. vagus, An. separatus, An. sundaicus, An. minimus, An. subpictus, serta An. aconitus dan An. barumbrosus. Menurut Sari et al. (2007) di Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala Aceh ditemukan tiga jenis nyamuk Anopheles yaitu An. subpictus, An. vagus dan An. sundaicus.

Keanekaragaman jenis Anopheles spp. di berbagai daerah lainnya di Indonesia antara lain An. sundaicus, An. vagus, An. tessellatus, An. aconitus, An. subpictus, An. annularis, An. kochi, An. minimus, An. barbirostris dan An. maculatus yang ditemukan di Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran. Penelitian dilaksanakan di dua kecamatan endemis malaria dengan status kasus tinggi malaria, yaitu Kecamatan Rajabasa dan Kecamatan Padangcermin. Wilayah Kecamatan Rajabasa didapatkan 10 spesies Anopheles yang kontak dengan manusia, yaitu An. sundaicus, An. vagus, An. tessellatus, An. aconitus, An. subpictus, An. annularis, An. kochi, An. minimus, An. barbirostris dan An. maculatus. Wilayah Kecamatan Padangcermin didapatkan delapan spesies Anopheles yang kontak dengan manusia, yaitu An. sundaicus, An. subpictus, An.barbirostris, An. kochi, An. aconitus, An. tessellatus, An. vagus dan An. hyrcanus group. Nyamuk An. sundaicus merupakan spesies dominan di Kecamatan Rajabasa dan Padangcermin, sebagaimana ditunjukkan dari angka gigitan per orang per jam (MHD) sangat tinggi melebihi spesies lainnya (Suwito et al. 2010).

(16)

Tiga spesies lainnya terdiri atas An. barbirostris, An. tesselatus dan An. maculatus yang hanya tertangkap di sekitar kandang kambing. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian 150 – 240 meter di atas permukaan laut dan berjarak 477 km ke arah Tenggara Kota Medan. Kedua lokasi penelitian merupakan daerah endemis malaria, banyak ditemukan kolam dan sawah di sekitar permukiman penduduk yang merupakan tempat perkembangbiakan Anopheles. Hasil konfirmasi vektor malaria, An. sudaicus terbukti sebagai vektor di Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal, sedangkan di Kabupaten Simeulue sampai saat ini belum diketahui spesies Anopheles yang terbukti sebagai vektor malaria.

Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Simeulue yang bertipologi kepulauan yang terletak pada ketinggian diantara 0 – 300 meter dari permukaan laut. Hampir 78.51 persen atau 106 desa dari keseluruhan 138 desa di kabupaten ini merupakan desa pesisir. Desa pesisir ini lebih dominan ditemui di Kecamatan Simeulue Timur, Kecamatan Teupah Tengah, Kecamatan Teupah Selatan dan Kecamatan Teupah Barat.

Perilaku Nyamuk Anopheles spp.

Perilaku Nyamuk Anopheles spp. Mengisap Darah dan Beristirahat

Nyamuk Anopheles spp. tertarik pada manusia serta hewan. Hal ini disebabkan oleh perangsangan bau yang dikeluarkan hewan terutama CO2, beberapa asam amino dan lokalisasi yang dekat dengan suhu hangat serta kelembapan. Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan untuk memilih tempat perkembangbiakan sesuai kebutuhannya. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu bahwa nyamuk Anopheles pada umumnya aktif mencari darah pada malam hari. Perilaku ini bila diteliti lebih lanjut ada yang menggigit mulai senja hingga tengah malam, ada pula yang mulai tengah malam hingga menjelang pagi. Perilaku mencari darah juga dikaitkan dengan tempat, kebiasaan nyamuk dewasa yang mencari mangsa di luar rumah (eksofagik) atau di dalam rumah (endofagik). Perilaku mencari sumber darah dibagi berdasarkan kebiasaan dari menggigit nyamuk yang menyenangi darah manusia (antropofilik), dan ada pula yang menyenangi darah hewan (zoofilik) atau bahkan menyenangi keduanya (zooantropofilik). Perilaku nyamuk betina mencari darah dikaitkan dengan frekuensi menggigit. Nyamuk betina memerlukan darah untuk proses pematangan telurnya. Frekuensi menghisap darah tergantung pada lamanya waktu yang digunakan nyamuk sampai di tempat istirahat, proses mencerna darah, perkembangan telur, pencapaian tempat peneluran yang cocok dan waktu yang digunakan hingga mengisap darah lagi (siklus gonotropik) (Hadi dan Koesharto 2006).

Nyamuk Anopheles spp. mempunyai perilaku menghisap darah yang berbeda-beda tergantung spesies dan tempatnya. Menurut Waris (2010) di Desa Sanur Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara nyamuk An. tesselatus bersifat endofagik. Mading (2013) menyatakan di Desa Selong Balanak Kabupaten Lombok Tengah aktifitas menggigit An. vagus, lebih bersifat eksofagik.

(17)

penangkapan nyamuk Anopheles di Desa Lifuleo Nusa Tenggara Timur yang paling banyak tertangkap adalah dengan umpan orang luar rumah (32.22%), di ikuti dengan yang tertangkap di kandang sapi (24.16%) dan di dinding dalam rumah (14.84%) sementara yang paling sedikit tertangkap dengan perangkap cahaya (0.53%). Berbagai metode penangkapan tersebut terlihat bahwa paling banyak nyamuk Anopheles yang tertangkap dengan umpan orang di luar rumah.

Laumalay (2013) menyatakan An. barbirostris di sekitar Danau Tuadale Kampung Salupu Kabupaten Kupang, mempunyai perilaku menghisap darah manusia baik malam maupun siang hari. An. barbirostris ditemukan menghisap darah manusia pada siang hari. Perilaku An. barbirostris yang menghisap darah siang hari puncaknya pada pukul 10.00-11.00 dan pukul 15.00-16.00 siang tanpa sengaja ditemukan di Kampung Salapu dan tempat tambak ikan bandeng di Desa Lifuleo. Munif et al. (2008) di Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi, menyatakan An. vagus menghisap darah manusia sepanjang malam baik di dalam dan di luar rumah (eksofagik). Sama halnya dengan laporan Garjito et al. (2004) di Desa Sidoan dan Desa Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah,

ditemukan perilaku Anopheles spp. lebih bersifat eksofagik. Nyamuk mempunyai dua cara istirahat yaitu istirahat sebenarnya selama

waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara pada waktu sebelum dan sesudah mencari darah (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk Anopheles spp. ada yang istirahat di dalam rumah (endofilik) dan beristirahat di luar rumah (eksofilik). Nyamuk An. aconitus hanya beristirahat/hinggap di tempat yang dekat tanah di luar rumah, sedangkan An. sundaicus di tempat – tempat yang lebih tinggi di luar rumah.

Perilaku Anopheles spp. di beberapa daerah di antaranya di Desa Selong Balanak, kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang istirahat di luar rumah lebih tinggi dibandingkan yang istirahat di dalam rumah yaitu An. vagus, An. subpictus, An. aconitus dan An. maculatus (Mading 2013). Hasil penelitian Widiastuti (2013), tentang kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang istirahat di luar rumah pada malam hari di Desa Giripurno dan Giritengah Kabupaten Magelang yaitu An. aconitus, An. barbirostris, dan An. maculatus.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepadatan Populasi Anopheles spp. Suhu Udara

(18)

Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban udara mempengaruhi kelangsungan hidup (survival rate), kebiasaan mencari darah dan istirahat nyamuk. Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Kelembaban juga berpengaruh terhadap kemampuan terbang nyamuk. Pada kelembaban yang lebih rendah nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit (Saputro et al. 2011). Hal ini berbeda dengan Epstein et al. (1998) menyatakan bahwa, kepadatan nyamuk berbanding lurus dengan kelembaban udara, semakin tinggi kelembaban udara maka kepadatan nyamuk akan semakin tinggi pula. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Juliawati (2008), bahwa kepadatan nyamuk An. letifer menghisap darah di Nyaru Menteng Palangkaraya meningkat dengan meningkatnya kelembaban dan puncaknya terjadi pada saat kelembaban di atas 83%. Kelembaban udara rata – rata di Kabupaten Simeulue berkisar antara 60% – 79% (BPS Kab.Simeulue 2014).

Curah Hujan

Lingkungan fisik mempengaruhi tempat perkembangbiakan Anopheles spp. salah satunya adalah air. Curah hujan berperan pada tersedianya air sebagai tempat perindukan nyamuk. Kabupaten Simeulue termasuk ke dalam zona iklim tropika basah, dengan temperatur udara berkisar antara 23° – 34.5°C dan rata-rata suhu harian antara 25° – 27°C dengan curah hujan rata-rata cukup tinggi yaitu 2.884 mm/tahun. Suwito et al. (2010) melaporkan di Kecamatan Rajabasa, curah hujan berfluktuatif 10 – 22 ml dan memiliki hubungan dengan kepadatan nyamuk Anopheles. Curah hujan akan menambah jumlah dan jenis genangan air, yang sebelumya sedikit atau tidak ada pada musim kemarau, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya siklus akuatik dalam siklus hidup nyamuk. Pengaruh curah hujan adalah arus air yang tinggi karena berpengaruh pada breeding site, jika sangat lebat diikuti dengan angin dalam waktu yang relatif lama, justru dapat menghilangkan tempat perindukan.

Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp. Jenis - jenis Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp.

Habitat perkembangbiakan nyamuk pada saat pradewasa, mulai dari telur, larva dan pupa berupa genangan air. Suatu habitat dapat cocok untuk mendukung perkembangbiakan nyamuk, jika kondisi lingkungan yang dibutuhkan terpenuhi. Karakteristik habitat larva Anopheles spp. berbeda-beda tergantung dari jenis nyamuknya, air tidak boleh tercemar atau terpolusi dan harus selalu berhubungan dengan tanah. Tempat perkembangbiakan nyamuk juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kadar garam, kejernihan dan flora.

(19)

dengan memanfaatkan genangan temporer, untuk memperoleh sumberdaya yang diperlukan dan tekanan pemangsaan yang lebih rendah (Fischer dan Scheigmann 2008). Karakteristik habitat larva nyamuk, dibutuhkan untuk memahami dinamika interaksi dari berbagai jenis vektor yang menjadi ancaman dan kajian terhadap predatornya, diperlukan bagi pengembangan pengendalian vektor secara dini pada tingkat larva (Favaro et al. 2008).

Distribusi spasial Anopheles spp. menurut Kenea et al. (2013) distribusi penyebaran Anopheles berdasarkan wilayah geografis dipengaruhi oleh kondisi topografi, kemiringan lereng, ketinggian tempat dan pemanfaatan lahan. Hasil analisis prevalensi malaria menurut ketinggian lokasi di Kabupaten Sukabumi, menunjukkan bahwa zona risiko tinggi malaria terkonsentrasi di daerah pantai yang banyak terdapat habitat perkembangbiakan nyamuk yaitu tambak dan lagun, sedangkan zona kurang berisiko terkonsentrasi di daerah pegunungan (Wibowo et al. 2008).

Karakteristik habitat, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ernamaiyanti et al. (2010) di Desa Muara Kelantan Kabupaten Siak, yang menjadi habitat vektor malaria dan larva nyamuk Anopheles spp. meliputi faktor abiotik yaitu suhu air dengan rata-rata 340C, pH rata-rata 4.12, salinitas 0, kedalaman 48.7 cm, dengan dasar perairan lumpur, warna air coklat, kecepatan arus 0.25 cm/dt dan kelembaban udara rata-rata 60.5%. Faktor biotik yang mempengaruhi larva adalah vegetasi berupa rumput-rumputan, talas, pisang, sagu, bambu dan kangkung serta keberadaan predator berupa kecebong, ikan cereh, ikan lele dan nimfa capung.

Amirullah (2012) melaporkan di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan, larva nyamuk Anopheles spp tersebar pada enam tipe habitat yaitu; kubangan, parit, tapak ban/tapak hewan, kolam, kobakan dan lagun. Habitat-habitat tersebut ditemukan di perkebunan, jalanan dan permukiman. Rueda et al. (2010) di Korea mendapatkan 6 spesies dari Hyrcanus grup yang tertangkap (An. sinensis, An. sineroides, An. belenrae, An. kleini, An. lesteri, dan An. pullus,) yang ditemukan di saluran irigasi, lahan kosong dan kolam tanah. Larva Anopheles dengan jumlah tertinggi ditemukan pada jenis habitat sawah (34.8%), diikuti oleh saluran irigasi (23.4%), kolam (17.0%), kubangan dan kolam renang terbengkalai (12.0%).

(20)

Faktor-faktor yang Memengaruhi Habitat Perkembangbiakan Larva

Anopheles spp. Suhu Air

Suhu air sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan telur, larva dan pupa. Pertumbuhan dan perkembangan lebih optimal pada suhu air yang hangat dari pada di suhu air yang dingin. Secara umum nyamuk Anopheles lebih menyukai temperatur yang tinggi jika dibandingkan dengan jenis nyamuk lainnya. Menurut Zhou et al. (2012) kehidupan dan pertumbuhan organisme air dipengaruhi oleh suhu air, dalam batas tertentu kecepatan pertumbuhan meningkat sejalan dengan naiknya suhu air. Larva nyamuk dapat beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan dan suhu air.

Rao (1981) melaporkan bahwa larva nyamuk tidak dapat hidup bertahan pada suhu yang sangat ekstrim tinggi dan kecepatan pertumbuhan larva akan lebih cepat pada suhu air yang lebih panas dari pada air yang bersuhu rendah. Laju tetas telur Anopheles dipengaruhi oleh suhu air pada tempat perindukannya. Menurut Muhammad et al. (2015) di Desa Datar Luas Kabupaten Aceh Jaya, suhu air habitat perkembangbiakan An. letifer adalah 28 – 30 °C, An. kochi 27 – 29 °C, An. aconitus pada suhu 27 – 29 °C, An. separatus 29 – 31 °C, An. barumbrosus 26 – 28 °C, dan An. vagus 26 – 28 °C.

Suhu optimum untuk pertumbuhan larva berbeda diberbagai zona geografi, di daerah tropis stadium pradewasa nyamuk akan selesai dalam dua minggu pada suhu air berkisar antara 23– 270C WHO (2013). Alonso et al. (2010) melaporkan bahwa perubahan suhu berperan penting terhadap meningkatnya kasus malaria yang disebabkan oleh semakin melimpahnya jumlah nyamuk. Suhu berpengaruh terhadap masa perkembangan dan perbedaan tahapan dalam siklus hidup nyamuk, laju mencari makan, siklus gonotrofik dan usia nyamuk.

Derajat Keasaman (pH) Air

Derajat keasaman (pH) menunjukkan aktifitas ion hidrogen dalam air. Air murni (H2O) berasosiasi sempurna sehingga memiliki ion H+ dan ion H-

dalam konsentrasi yang sama dan dalam keadaan demikian pH air menjadi netral: 7. Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil respirasi maka pH air

akan turun, sebaliknya aktifitas fotosintesis yang banyak membutuhkan ion CO2 menyebabkan pH naik. pH air mempengaruhi tingkat kesuburan

perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam kurang baik untuk perkembangbiakan bahkan cenderung mematikan organisme. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun dan menjadi penyebab matinya organisme air (Kordi dan Tancung 2007). Namun beberapa hasil pengamatan terhadap konsentrasi pH di tempat perindukan, menunjukkan adanya beberapa spesies larva nyamuk yang memiliki variasi pH dengan toleransi yang cukup besar (Ndoen et al. 2010).

(21)

perkembangbiakan antara lain kolam, rawa – rawa, sumur tua, genangan air hujan, parit, dan bekas tapak ban dengan pH air 7.1 – 7.9.

Salinitas Air

Salinitas merupakan salah satu besaran yang berperan dalam ekologi laut, konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut dikenal sebagai salinitas. Tingkat salinitas suatu habitat dipengaruhi oleh berubahnya luas genangan air, curah hujan dan aliran air tawar dan evaporasi. Perubahan salinitas selama satu tahun menyebabkan banyak spesies melakukan adaptasi. Setiap jenis Anopheles memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda – beda terhadap derajat salinitas.

Hasil penelitian di Desa Datar Luas Kabupaten Aceh Jaya selama empat bulan, larva An. letifer, An. kochi, An. aconitus, An. barumbrosus, dan An. vagus ditemukan pada habitat perkembangbiakan dengan salinitas berkisar antara 0 – 0.1‰, sedangkan An. separatus ditemukan pada habitat dengan salinitas 0.2‰ (Muhammad et al. 2015). Di Kabupaten Trenggalek habitat perkembangbiakan An. sundaicus dan An. vagus adalah lagun dengan tanaman bakau, rumput air dan lumut dengan tingkat salinitas air 9‰ (Mardiana et al. 2002).

Tanaman Air

Larva Anopheles spp. memanfaatkan keberadaan tanaman air untuk menambatkan diri serta sebagai tempat berlindung dari arus air dan serangan predator. Tanaman air termasuk ganggang pada permukaan air yang mendapat sinar matahari langsung sangat membantu perkembangan larva karena mikro fauna sebagai bahan makanan larva banyak berkumpul di sekitar tanaman air. Keberadaan tanaman air yang mengapung di atas permukaan air berpengaruh terhadap populasi larva. Puncak kepadatan larva terjadi sebelum dilakukan pembersihan terhadap tanaman air.

Adanya tanaman air berpengaruh positif sebagai tempat berlindungnya larva dari arus air dan serangan predator. Lemna sp. yang bergerombol padat di atas permukaan air menyulitkan larva Anopheles untuk mengambil udara. Menurut Mading (2013) berbagai jenis organisme uniseluler di perairan, terutama dari genus Diatomae sebagai jenis plankton yang merupakan makanan bagi larva nyamuk dalam perkembangannya. Komposisi spesies larva Anopheles bervariasi dalam habitat yang berbeda di berbagai lokasi. Populasi Anopheles berfluktuasi dengan dinamika musiman vegetasi (Rueda et al. 2010). Surendran et al. (2011) di Sri Lanka menemukan habitat larva An. subpictus di daerah pesisir pantai memiliki vegetasi tanaman air seperti Hydrilla sp., Nelimbium sp., Salvinea sp. dan Eichornia sp.) serta ganggang hijau.

Predator Larva

(22)

nyamuk untuk mencegah terjadinya ledakan populasi.

Jenis – jenis ikan yang dikenal sebagai predator adalah Gambusia affinis, Cyprinus carpio, Xiphophorus maculates, Carrassius juratus, Nothobrancius guentheri, Cynolebies helloti, Cynolebies longatus, Anabas secandens, Aplochelius panchax sp, dan Aplochellius sp (WHO 2013). Predator insekta antara lain kumbang air Grynus spp. yang menyelam di bawah permukaan air, sedangkan Notonectidae adalah serangga air yang dapat bersifat pemangsa larva nyamuk pada wilayah kolam.

(23)

3 METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Pelabuhan Ferry di Desa Kota Batu dan wilayah Bandara Lasikin di Desa Lasikin mulai April sampai dengan Juni 2015. Desa Kota Batu termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Simeulue Timur yang terdiri atas 17 desa. Luas wilayah Desa Kota Batu mencapai 12.30 km² dengan batasan wilayah sebagai berikut:

Sebelah barat : Desa Air Dingin Sebelah timur : Desa Pulau Bengkalak Sebelah selatan : Desa Perkebunan Masyarakat Sebelah utara : Teluk Sinabang

Penduduk Desa Kota Batu berjumlah 1 046 jiwa dengan 239 KK. Letak desa ini sekitar ± 8 km dari ibukota kabupaten, dan termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Simeulue Timur. Desa Lasikin termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Teupah Tengah yang terdiri atas 12 desa. Luas wilayah Desa Lasikin mencapai 2.21 km² dengan batasan wilayah sebagai berikut:

Sebelah barat : Desa Sua Sua Sebelah timur : Desa Lanting Sebelah selatan : Desa Matanurung

Sebelah utara : Desa Perkebunan Masyarakat

Penduduk Desa Lasikin berjumlah 1011 jiwa dengan 264 KK. Letak desa ini sekitar ± 11 km dari ibukota kabupaten, dan termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Teupah Tengah (BPS Kabupaten Simeulue 2014).

(24)
(25)
(26)
(27)

Kedalaman Habitat

Kedalaman habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. diukur menggunakan alat meteran kayu dengan satuan senti meter (cm). Pengukuran dilakukan pada bagian tengah habitat, apabila habitatnya luas dan dalam maka pengukuran dilakukan di bagian pinggirnya.

pH Air

Derajat keasaman (pH) air diukur menggunakan pH meter digital kisaran pH 0 – 14. Alat ini dicelupkan pada sampel air kemudian dibaca hasilnya.

Suhu Air

Suhu air diukur menggunakan alat termometer digital, dengan satuan derajat celcius (0C). Pengukuran suhu dilakukan dengan mencelupkan ujung termomoter selama tiga menit, dibaca hasilnya.

Salinitas Air

Salinitas air diukur menggunakan alat Refractometer, dengan satuan per mil (‰). Pengukuran dilakukan dengan meneteskan air pada permukaan obyek pengamatan di bagian ujung Refractometer, kemudian diteropong dan dibaca hasilnya.

Kekeruhan Air

Tingkat kekeruhan air diamati secara visual berdasarkan klasifikasi jernih dan keruh.

Tanaman Air

Pengamatan keberadaan tanaman air pada habitat perkembangbiakan dilakukan secara visual pada permukaan air dan tanaman air dicatat berdasarkan jenisnya.

Predator Larva

Keberadaan predator pada tempat perindukan larva dilakukan pengamatan secara visual dan dicatat berdasarkan jenisnya yaitu: kecebong, ikan – ikan kecil, udang – udangan, nimfa capung, kumbang air dan anggang – anggang.

Penandaan Lokasi dan Koordinat Habitat Larva Anopheles spp.

(28)

genangan air yang kemungkinan digunakan sebagai tempat perindukan vektor nyamuk malaria diambil jentiknya. Titik-titik koordinat habitat kemudian ditransformasikan ke dalam peta digital lokasi penelitian.

Pengumpulan Data Pendukung

Data pendukung terdiri atas data penduduk dari Kantor Kecamatan Simeulue Timur dan Kecamatan Teupah Tengah. Data kasus malaria didapatkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue, Puskesmas Simeulue timur dan Puskesmas Teupah tengah. Data curah hujan dari BMKG Persiapan Lasikin Teupah Tengah, sedangkan peta lokasi penelitian bersumber dari kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Simeulue dan peta bersumber google earth.

Analisis Data Analisis Data Kepadatan Nyamuk Anopheles spp.

Pengukuran kepadatan nyamuk Anopheles spp. yang hinggap pada orang per jam dihitung berdasarkan nilai Man hour density (MHD). Nyamuk Anopheles spp. yang hinggap pada orang per malam dihitung berdasarkan Man biting rate (MBR). Nilai MHD dan MBR dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Anopheles spesies tertentu yang tertangkap MHD = ---

∑ kolektor x ∑ waktu penangkapan (jam)

Anopheles spesies tertentu yang tertangkap MBR = ---

∑ kolektor x ∑ waktu penangkapan (hari) Keterangan:

MHD = Man hour density (jumlah Anopheles hinggap di badan per orang per jam). MBR = Man bitting rate (jumlah Anopheles hinggap di badan per orang per malam).

Fluktuasi MHD ditampilkan bentuk grafik selama 12 jam (jam 18.00 – 06.00), di dalam dan di luar rumah. Fluktuasi MBR dirata – ratakan tiap bulannya dan ditampilkan bentuk grafik selama tiga bulan, baik di dalam maupun di luar rumah.

Kelimpahan Nisbi

(29)

∑ nyamuk Anopheles spesies tertentu

Kelimpahan Nisbi = --- x 100% Total ∑ spesies nyamuk yang diperoleh

Frekuensi Nyamuk Tertangkap

Frekuensi nyamuk tertangkap dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah penangkapan diperolehnya Anopheles spesies tertentu terhadap jumlah total penangkapan (Sigit 1968).

∑ penangkapan diperolehnya Anopheles spesies tertentu Frekuensi = ---

∑ total penangkapan

Dominansi Spesies (%)

Angka dominansi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan.

Dominansi Spesies = Kelimpahan nisbi x Frekuensi tertangkap.

Analisis Data Kepadatan larva Anopheles spp.

Pengukuran kepadatan larva Anopheles spp. dilakukan dengan cara pengambilan larva dari setiap jenis habitat dihitung dengan cara menjumlahkan larva Anopheles spp. dibagi banyaknya cidukan, per perciduk = 200 – 300cc (Depkes RI. 2003);

∑ jentik Anopheles tertangkap --- ∑ cidukan

Analisis Data Cuaca

Suhu dirata – ratakan tiap bulannya, nilai indeks curah hujan (ICH) bulanan dihitung dengan mengalikan jumlah curah hujan perbulan dengan hari hujan perbulan, lalu dibagi dengan jumlah hari pada bulan yang bersangkutan.

∑ curah hujan (mm) perbulan x ∑ hari hujan perbulan ICH = ---

∑ hari (dalam satu bulan)

Indeks curah hujan ditampilkan dalam bentuk grafik selama tiga bulan (April sampai Juni 2015). Hubungan indeks curah hujan dengan MBR kepadatan nyamuk Anopheles spp, kemudian di uji menggunakan uji korelasi Pearson apabila terdapat hubungan yang signifikan selanjutnya dilihat pengaruhnya dengan uji regresi linier menggunakan program komputer SPSS versi 17.0. dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 5%).

(30)

Analisis Data Kasus Malaria

Fluktuasi data kasus malaria ditampilkan selama tiga bulan dalam bentuk grafik, kemudian data tersebut dihubungkan dengan MHD dan MBR Anopheles spp. Hubungan antara nilai MHD dan MBR dengan kasus malaria dianalisis menggunakan uji korelasi.

Analisis Data Titik Koordinat Larva dan Nyamuk Anopheles spp.

(31)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Jenis Nyamuk Anopheles spp.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu terdiri atas lima spesies yaitu An. vagus, An. tesselatus, An. indefinitus, An. barbirostris dan An. kochi. Keanekaragaman jenis Anopheles spp. yang tertangkap di Desa Lasikin Kecamatan Teupah Tengah dan di Desa Kota Batu Kecamatan Simeulue Timur disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 Keragaman jenis Anopheles spp. yang tertangkap di Desa Lasikin dan

Berdasarkan pengelompokkan subgenus, nyamuk Anopheles yang ditemukan lebih banyak dari Subgenus Cellia dari pada Subgenus Anopheles. Subgenus Cellia mempunyai ciri khusus yaitu pada costa vena sayap pertama terdapat empat atau lebih noda putih, sedangkan pada Subgenus Anopheles ditemukan tiga noda pucat atau kurang. Spesies Anopheles spp. yang termasuk subgenus Cellia dengan kaki tidak berbercak adalah An. vagus dan An. indefinitus, sedangkan An. tesselatus dan An. kochi termasuk ke dalam subgenus Cellia kaki berbercak. An. barbirostris termasuk ke dalam subgenus Anopheles dari An. barbirostris grup. Di antara lima spesies Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Kota Batu terdapat satu spesies (An. barbirostris) yang telah dikonfirmasi sebagai satu di antara vektor utama malaria di Provinsi Aceh (Dinkes. Prov. Aceh 2010).

Di Desa Lasikin ditemukan dua jenis Anopheles yaitu An. vagus (Gambar 5A) dan An. tesselatus (Gambar 5B), sedangkan Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Kota Batu terdiri atas lima spesies, yaitu An. vagus (Gambar 5A), An. tesselatus (Gambar 6B), An. kochi (Gambar 5C), An. barbirostris (Gambar 5D), dan An. indefinitus (Gambar 5E).ta

An. vagus mempunyai ciri khas berupa sedikit bagian pucat pada ujung probosis, panjang probosis kira – kira sama dengan panjang palpi, panjang gelang pucat di ujung palpus sekurang – kurangnya tiga kali panjang gelang gelap dibawahnya. Adapun daerah persambungan tibia tarsus kaki belakang tidak ada gelang pucat yang lebar dan tarsus ke 5 kaki belakang gelap (Gambar 5A).

(32)

Gambar 5 Keanekaragaman jenis Anopheles spp di Desa Lasikin Kecamatan Teupah Tengah dan Desa Kota Batu Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue, April – Juni 2015. A= An.vagus, B= An. tesselatus, C= An. indefinitus, D= An. barbirostris, E= An. kochi. =Tanda panah menunjukkan ciri khas spesies.

tarsi kaki belakang terdapat gelang – gelang pucat yang sempit (Gambar 5B). An. indefinitus mempunyai ciri yang khas pada proboscis yang seluruhnya gelap, gelang – gelang pucat pada ujung palpi (subapical pucat) dua kali panjang gelang gelap di bawahnya (subapical gelap) (Gambar 5C). An. barbirostris

A

B

C

D

(33)

mempunyai ciri yang khas berupa palpi yang seluruhnya gelap tanpa gelang-terdapat sikat – sikat dari sisik gelap, gelang – gelang pucat yang lebar pada tarsi kaki belakang, dan femur serta tibia ada bercak bintik – bintik pucat (Gambar 5E). Jenis Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Lasikin ada dua spesies yaitu An. vagus merupakan jenis yang mendominasi. Jenis nyamuk yang tertangkap di Desa Lasikin adalah An. vagus merupakan spesies paling banyak ditemukan (31.9%) dan disusul An. tesselatus (22.9%).

Keanekaragaman jenis Anopheles spp. di Desa Kota Batu ditemukan 5 spesies yaitu An. vagus, An. tesselatus, An. kochi, An. barbirostris dan An. indefinitus. An. vagus merupakan jenis yang terbanyak jumlahnya dan ditemukan secara teratur selama penelitian, disusul An. tesselatus, sedangkan An. kochi merupakan spesies yang paling sedikit ditemukan. Jumlah nyamuk yang tertangkap di Desa Kota Batu adalah An. vagus merupakan spesies yang paling banyak (19.7%) disusul oleh An. tesselatus (1.2%) dan An. indefinitus (5.8%). Ada dua spesies yang mempunyai presentase yang rendah yaitu An. barbirostris (4.3%) dan An. kochi (3.2%) (Tabel 1).

Jika dikaitkan dengan beberapa penemuan Anopheles spp. di daerah lain yang merupakan daerah endemis malaria terdapat beberapa spesies Anopheles spp. yang sama. Muhammad et al. (2015) menemukan tiga belas spesies Anopheles di Desa Datar Luas Kabupaten Aceh Jaya yaitu An. kochi, An. barbirostris, An. maculatus, An. letifer, An. tesselatus, An. sinensis, An. vagus, An. separatus, An. sundaicus, An. minimus, An. subpictus, An. aconitus dan An. barumbrosus. Empat spesies di antaranya (An. barbirostris, An. kochi, An.tesselatus dan An. vagus) merupakan spesies yang sama dengan yang ditemukan di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu Kabupaten Simeulue. Sari et al. (2007) di Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala menemukan tiga spesies yaitu An. subpictus, An. vagus dan An. sundaicus. Idram et al. (2002) di Mandailing Natal Sumatera Utara menemukan An. sinensis, An. umbrosus, An. separatus, An. lestiparaliae, An. barbirostris, An. tesselatus, An. maculatus, An. nigerrimus, An. sundaicus dan An. kochi.

Sementara itu, Suwito et al. (2010) melaporkan bahwa di Kecamatan Padangcermin dan Kecamatan Rajabasa ditemukan 11 spesies Anopheles, yaitu An. sundaicus, An. vagus, An. tessellatus, An. aconitus, An. subpictus, An. annularis, An. kochi, An. minimus, An.barbirostris, An. maculatus, dan An. hyrcanus group. Rahmawati et al. (2014) menyatakan di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat Nusa Tenggara Timur terdapat enam jenis Anopheles yaitu An. barbirostris, An. subpictus, An. annularis, An. vagus, An. umbrosus, dan An. indefinitus. Nyamuk An. barbirostris dan An. subpictus merupakan dua spesies dengan kepadatan tertinggi. Empat jenis di antaranya yaitu An.vagus, An. tesselatus, An. kochi dan An. barbirostris merupakan spesies yang sama dengan yang ditemukan di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu.

(34)

ditemukan di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu. Perbedaan jumlah spesies Anopheles yang ditemukan pada setiap daerah disebabkan oleh faktor lingkungan yang berbeda, jauh dekatnya habitat nyamuk Anopheles dengan permukiman, serta geografi masing-masing daerah. Di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu sangat berpotensi sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk, disebabkan banyaknya tempat – tempat perkembangbiakan yang sesuai untuk perkembangbiakan Anopheles spp. Habitat perkembangbiakan untuk An. barbirostris, An. kochi dan An. indefinitus yang utama adalah di persawahan dengan saluran irigasinya, rawa – rawa, tapak kaki hewan dan kolam. Habitat ini hanya ditemukan di Desa Kota Batu sedangkan di Desa Lasikin tidak ditemukan. Hutan, semak belukar, dan perkebunan rakyat yang banyak terdapat di Desa Kota Batu menjadi tempat nyamuk Anopheles untuk istirahat. Fahmi et al. (2014) menyatakan bahwa perbedaan keanekaragaman jenis nyamuk Anopheles spp. di berbagai daerah di pengaruhi oleh jumlah spesies dan kemampuan spesies bertahan hidup di habitatnya.

Kepadatan Nyamuk Anopheles spp.

Kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominansi nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil pengamatan menunjukkan nilai kelimpahan nisbi di Desa Lasikin tertinggi adalah An. vagus sebesar 58.25% dengan frekuensi 1.0 dan dominansi sebesar 58.25%, dan An. tesselatus sebesar 41.75%, frekuensi 1.0 dan dominansi sebesar 41.75 %. Di Desa Kota Batu menunjukkan kelimpahan nisbi teringgi An. vagus sebesar 43.53% dengan frekuensi 0.9 dan dominansi sebesar 39.18%, disusul An. tesselatus sebesar 21.06%, frekuensi 0.7 dan dominansi sebesar 14.74 %, dan kelimpahan nisbi yang terendah adalah An. kochi sebesar 7.06% dengan frekuensi 0.3 dan dominansi sebesar 2.12%.

Munif et al. (2008) melaporkan nyamuk An. vagus di Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi merupakan spesies dengan kelimpahan nisbi tertinggi (96.61%) dibandingkan dengan spesies lainnya. Amirullah (2012) juga menyatakan di Kabupaten Halmahera Selatan, kelimpahan tertinggi An. tesselatus yang terdapat di perkebunan (40.4%), diikuti oleh hutan (21.1%), semak (30.2%) dan yang terendah terdapat di permukiman (8.4 %). Hal ini sama dengan An. vagus dan An. tesselatus yang merupakan spesies dengan kelimpahan nisbi tertinggi yang ditemukan di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu. An. tesselatus yang tertinggi ditemukan di permukiman penduduk kedua desa yang dekat perkebunan rakyat dan semak belukar.

(35)

Tabel 2 Kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominansi Anopheles spp. yang tertangkap di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu, April – Juni 2015

Lokasi Desa Spesies Kelimpahan Nisbi (%)

Amirullah (2012) melaporkan di Halmahera Selatan kelimpahan nisbi tertinggi An. kochi (52.17%) diikuti oleh An. indefinitus (35.52%) dan yang terendah adalah An. punctulatus (0.2%). Muhammad (2013) melaporkan bahwa di Desa Datar Luas Aceh Jaya, An. vagus dan An. tesselatus mempunyai nilai dominansi sama yaitu 0.65 dengan frekuensi 0.12. Munif et al. (2008) melaporkan di Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi nyamuk An. vagus merupakan spesies dengan kelimpahan nisbi tertinggi (96.61%) dibandingkan dengan spesies lainnya, hal ini sama dengan yang ditemukan di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu. Berbeda dengan Anopheles spp. di daerah Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah, sebanyak 1204 spesimen nyamuk Anopheles spp. tertangkap dengan berbagai cara penangkapan, ditemukan sepuluh spesies dan An. barbirostris merupakan nyamuk yang paling dominan (76.87%) dari total yang tertangkap dan yang paling sedikit adalah An. kochi (3.5%) (Sulaeman 2004).

Pengamatan terhadap spesies Anopheles spp. dalam mengisap darah sangat penting untuk mengetahui perilaku yang berpotensi menularkan malaria. Kepadatan nyamuk mengisap darah dapat diketahui dengan cara human landing collection yang dinyatakan dalam nyamuk/orang/jam di dalam rumah dan di luar rumah. Aktivitas Anopheles spp. mengisap darah setiap bulan di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu disajikan pada Tabel 3.

Di Desa Lasikin An. vagus adalah jenis yang sering kontak dengan orang baik di dalam rumah maupun di luar rumah dengan total MHD 0.94 nyamuk/orang/jam dan An. tesselatus dengan total MHD 0.67 nyamuk/orang/jam. Sementara itu, di Desa Kota Batu nyamuk Anopheles yang sering kontak dengan manusia di dalam dan di luar rumah yang terbanyak adalah An. vagus dengan total MHD 0.58 nyamuk/orang/jam, An. tesselatus dengan total MHD 0.36 nyamuk/orang/jam, An. indefinitus total MHD 0.17 nyamuk/orang/jam, An. barbirostris dengan total MHD 0.13 nyamuk/orang/jam dan terendah dan An. kochi dengan total MHD 0.09 nyamuk/orang/jam.

(36)

Tabel 3 Nilai MHD (Man hour density) bulanan (nyamuk/orang/jam) di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu, April – Juni 2015

Lokasi Spesies Bulan Penangkapan Rataan MHD merupakan spesies nyamuk dengan kepadatan tertinggi (0.22 nyamuk/orang/jam), An. tesselatus, An. barbirostris dan An. vagus masing-masing dengan kepadatan 0.04 nyamuk/orang/jam dan yang paling sedikit adalah An. subpictus, An. maculatus, An. minimus, An. sundaicus dan An. separatus (0.02 nyamuk/orang/jam).

Sementara di daerah Lengkong Sukabumi, Munif et al. (2008) menyatakan jumlah rata–rata nyamuk yang tertangkap dengan umpan orang di luar rumah yang menunjukkan MHD tertinggi adalah An. barbirostris (2.47 nyamuk/orang/jam), kemudian An. aconitus mencapai 2.00 nyamuk/orang/jam, sedangkan kepadatan terendah ditemukan An. tesselatus dengan MHD 0.04 nyamuk/orang/jam. Rahmawati et al. (2014) menyatakan di Desa Lifuleo Nusa Tenggara Timur, angka kepadatan menggigit di luar rumah per orang setiap jam (Man Hour Density/MHD) masing-masing untuk An. barbirostris adalah 5.45 nyamuk/orang/jam, An. subpictus 1.35 nyamuk/orang/jam, An. annularis 0.05 nyamuk/orang/jam, An. vagus 0.29 nyamuk/orang/jam, An. umbrosus 0.21 nyamuk/orang/jam dan An. indefinitus 0.02 nyamuk/orang/jam.

Perilaku Mengisap Darah Nyamuk Anopheles spp.

Perilaku nyamuk mencari darah dikaitkan dengan waktu, pada umumnya nyamuk Anopheles aktif mencari darah pada malam hari. Perilaku ini bila diteliti lebih lanjut ada yang menggigit mulai senja hingga tengah malam, ada pula yang mulai menggigit tengah malam hingga menjelang pagi.

Selama 12 kali penangkapan yang dilakukan dari bulan April - Juni di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu ada enam penangkapan yang dilakukan dalam kondisi hujan turun menjelang pagi sehingga nyamuk yang diperoleh sedikit. Curah hujan, suhu udara dan kelembaban juga sangat mempengaruhi kepadatan nyamuk pada suatu tempat.

(37)

tesselatus yang mengisap darah mulai pukul 18.00 sampai 04.00 WIB dan puncaknya pada pukul 23.00 - 24.00 WIB.

Di Desa Kota Batu An. vagus ditemukan mengisap darah di dalam rumah dan di luar rumah mulai pukul 19.00 - 24.00 WIB puncaknya terjadi pada pukul 22.00 - 23.00 WIB di dalam rumah dan pukul 20.00 dan 24.00 WIB di luar rumah. An. tesselatus hanya ditemukan mengisap darah di luar rumah mulai pukul 20.00 - 24.00 WIB dan puncaknya pukul 22.00 WIB, sedangkan di dalam rumah tidak ditemukan mengisap darah.

Anopheles lain yang juga ditemukan mengisap darah manusia di dalam rumah, meskipun dalam jumlah yang kecil adalah An. barbirostris mulai pukul 01.00 - 02.00 WIB, An. kochi pada pukul 24.00 - 02.00 WIB dan An. indefinitus pada pukul 20.00 WIB. An. barbirostris yang telah dikonfirmasi sebagai vektor utama malaria di Aceh, mempunyai frekuensi gigitan yang sangat sedikit disebabkan curah hujan yang tinggi selama penelitian.

Gambar 6 Aktivitas Anopheles spp. menghisap darah (Nyamuk/orang/jam) di dalam rumah di Desa Lasikin periode April – Juni 2015

Gambar 7 Aktivitas Anopheles spp. menghisap darah (Nyamuk/orang/jam) di luar rumah di Desa Lasikin periode April – Juni 2015

(38)

Gambar 8 Aktivitas Anopheles spp. menghisap darah (Nyamuk/orang/jam) di dalam rumah di Desa Kota Batu periode April – Juni 2015

Gambar 9 Aktivitas Anopheles spp. menghisap darah (Nyamuk/orang/jam) di luar rumah dan di luar rumah di Desa Kota Batu periode April – Juni 2015 Beberapa penemuan di daerah lain yang merupakan daerah endemis malaria, yakni aktivitas Anopheles spp. yang sama juga ditemukan pada daerah endemis malaria lainnya. Kazwaini (2013) menyatakan di Pulau Sumba fluktuasi kepadatan An. vagus tertinggi pada pukul 21.00 - 22.00 dan terendah pada pukul 18.00 - 19.00 dan pukul 02.00 - 03.00. Mading (2013) juga menyatakan di Kabupaten Lombok Tengah aktifitas menggigit An. vagus lebih suka di luar rumah dengan kepadatan tertinggi pada pukul 20.00 - 21.00 dan di dalam rumah dengan kepadatan menggigit tertinggi pada pukul 21.00 - 22.00, sedangkan pada pukul 24.00 - 05.00 An. vagus tidak ditemukan.

Hermawan et al. (2011) di Desa Sumare Kabupaten Mamuju selama 3 malam penangkapan, An. vagus hanya ditemukan pada satu malam saja yaitu pada penangkapan luar rumah, sebanyak 4 nyamuk pukul 03.00 - 04.00. Di Sleman

(39)

Jenis nyamuk yang ditemukan di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu pada saat istirahat di luar rumah pada tanaman perdu dan di semak - semak adalah An. vagus, An. tesselatus, An. indefinitus, An. barbirostris dan An. kochi. Penelitian Sari et al. (2007) di Banda Aceh menyatakan An. vagus merupakan nyamuk yang ditemukan istirahat di sekitar kandang ternak dan semak belukar.

Berdasarka penelitaian ini bahwa nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di dua lokasi selama penangkapan lebih banyak didapat nyamuk yang menggigit orang di luar rumah (eksofagik) dari pada yang menggigit orang di dalam rumah (endofagik). Muhammad et al. (2015) melaporkan di Desa Datar Luas Kabupaten Aceh Jaya, An. vagus, An. kochi, An. barbirostris, An. letifer dan An. separatus bersifat eksofagik. Hal ini mengindikasi bahwa nyamuk An. vagus aktif mencari inang pada saat orang beranjak tidur atau masih aktif di luar rumah. Kebiasaan masyarakat di Pulau Simeulue yang masih aktif di luar untuk rumah minum kopi di warung hingga pukul 02.00, sehingga peluang untuk kontak dengan nyamuk Anopheles spp. menjadi besar.

Hubungan Kepadatan Anopheles spp. dengan Indeks Curah Hujan

Rata-rata curah hujan di Desa Lasikin dan Desa Kota Batu dari April – Juni 2015 berkisar antara 80 - 328 mm/bulan. Curah hujan bulan April mencapai 210.5 mm/bulan, dan mengalami penurunan pada bulan Mei menjadi 80 mm/bulan, curah hujan kembali mengalami peningkatan pada Juni menjadi 328 mm/bulan. Jumlah hari hujan tertinggi pada bulan April yaitu 24 hari, disusul bulan Juni mencapai 17 hari hujan dan jumlah hari hujan yang terendah terjadi pada bulan Mei yaitu 16 hari hujan (BMKG Lasikin 2015).

Indeks curah hujan dari awal sampai akhir penelitian sangat fluktuatif, yang tercatat hujan pada bulan April sebesar 168.4 mm, dan mengalami penurunan di bulan Mei (41.3 mm) kemudian kembali mengalami peningkatan pada bulan Juni (185.9 mm) yang merupakan indeks curah hujan tertinggi. Hubungan kepadatan Anopheles spp. dengan indeks curah hujan terlihat pada Gambar 10 dan 11.

Hubungan indeks curah hujan dan kepadatan nyamuk An. vagus di Desa Lasikin menunjukkan korelasi yang kuat (R = 0.78) dan tidak signifikan (p = 0.42). Sebaliknya korelasi An. tesselatus dengan indeks curah hujan sangat lemah (R = 0.01) dan tidak signifikan (p = 0.99). Sedangkan hubungan indeks curah hujan dengan kepadatan nyamuk An. vagus di Desa Kota Batu menunjukkan korelasi yang kuat (R = 0.76) dan tidak signifikan (p = 0.44), dan kepadatan An. tesselatus menunjukkan korelasi yang kuat/nyata (R = 0.99) dan tidak signifikan (P = 0.07).

(40)

Gambar 10 Hubungan indeks curah hujan (mm/bulan) dengan kepadatan Anopheles spp. di Desa Lasikin Kecamatan Teupah Tengah Kabupaten Simeulue, April – Juni 2015

Gambar 11 Hubungan indeks curah hujan (mm/bulan) dengan kepadatan Anopheles spp. di Desa Kota Batu Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue, April – Juni 2015

penelitian Muhammad et al. (2015) di Desa Datar Luas Aceh Jaya dan Effendi (2002) di Desa Hargotirto, Kulonprogo yang menunjukkan saat curah hujan tinggi tidak diikuti dengan kepadatan nyamuk sebaliknya jika curah hujan rendah kepadatan nyamuk cenderung tinggi.

Adanya korelasi yang kuat dan berbanding lurus antara indeks curah hujan dengan kepadatan An. vagus menunjukkan habitat larva An. vagus baik di Desa Lasikin maupun Desa Kota Batu merupakan perairan yang meluas pada saat terkena hujan.

Karakteristik Jenis Habitat Perkembangbiakan Larva Anopheles spp.

Jenis habitat potensial tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Lasikin sebanyak tujuh belas titik yang terdiri dari lima jenis habitat perkembangbiakan yaitu kubangan (9.1 %), parit (4.5 %), potongan

(41)

bambu (0) dan kobakan (0). Jenis habitat potensial tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Kota Batu sebanyak 84 titik yang terdiri dari sembilan jenis habitat perkembangbiakan yaitu kubangan (22.7 %), parit (9.1 %), kobakan (27.3 %), tapak kaki hewan (27.3 %) dan potongan bambu,batok kelapa, sumur tua, rawa-rawa dan kolam ikan terbengkalai masing-masing (0) (Tabel 6).

Kepadatan larva Anopheles spp. yang didapat di Desa Lasikin menunjukkan parit memiliki habitat positif yang tertinggi dengan kepadatan 0.70 larva/percidukan dan kubangan 0.59 larva/percidukan, sedangkan pada potongan bambu, perahu dan kobakan tidak ditemukan larva Anopheles spp. Habitat perkembangbiakan larva Anopheles spp. yang tertinggi kepadatannya adalah parit, larva Anopheles yang ditemukan adalah An. kochi, dan habitat kubangan ditemukan adalah An. indefinitus.

Kepadatan larva Anopheles spp. yang didapat di Desa Kota Batu menunjukkan kubangan memiliki habitat positif yang tertinggi dengan kepadatan 2.99 larva/percidukan, parit 1.43 larva/percidukan dan terendah tapak kaki hewan 0.47 (larva/cidukan). Potongan bambu, batok kelapa, sumur tua, rawa-rawa dan kolam ikan terbengkalai tidak ditemukan larva Anopheles spp. karena kemungkinan pada titik yang dilakukan pencidukan larva tidak tepat, sehingga larva Anopheles tidak ditemukan. Selain itu, larva Anopheles kemungkinan hidup pada habitat yang tidak terjangkau untuk diamati. Muhammad et al. (2015) melaporkan di Aceh Jaya Provinsi Aceh terdapat lima titik habitat potensial yang positif larva Anopheles spp. yaitu satu kolam, dua rawa-rawa, satu sumur tua, dan satu genangan air hujan.

Sebagian besar habitat ditemukan predator seperti kecebong, anak ikan, dan larva capung. Pandji et al. (2012) melaporkan di Sidamulih, tempat perkembangbiakan larva Anopheles instar I – III ditemukan di enam lokasi dengan karakteristik habitat berupa kolam-kolam bekas tambak, sawah tadah hujan dan parit yang tergenang. Kazwaini (2013) di pulau Sumba menemukan habitat perkembangbiakan Anopheles spp. tertinggi pada tapak kaki kerbau dengan kepadatan jentik 7.2 larva/cidukan dan terendah pada selokan 0.1 larva/cidukan. Larva yang diperoleh dari habitat yang positif kemudian dipelihara hingga dewasa untuk memudahkan diidentifikasi, dengan menggunakan petunjuk kunci identifikasi nyamuk dewasa Sumatera dan Kalimantan (Depkes RI 2000). Hasil identifikasi ditemukan tiga spesies Anopheles spp yaitu An. vagus, An. kochi dan An. indefinitus.

Pengukuran karakteristik habitat potensial perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. dilakukan sebulan sekali selama tiga bulan penelitian, sehingga di dapat secara jelas data tentang karekteristik habitat larva Anopheles spp. yang disajikan pada tabel 7. Faktor fisik, kimia dan biologi memiliki peranan penting dalam perkembangan dan penyebaran nyamuk. Faktor-faktor tersebut meliputi suhu, salinitas, kedalaman, pH, kecerahan dan warna air. Setiap spesies nyamuk memiliki faktor fisik dan kimia lingkungan yang berbeda bagi pertumbuhannya (Brown 1979).

(42)

Tabel 6 Jenis habitat potensial perkembangbiakan larva Anopheles spp. di Lasikin kubangan), merupakan genangan air yang menempati lekuk tanah atau pada bekas galian pasir yang lebih luas yang berisi air pada waktu hujan yang bersifat permanen. Kubangan ini terletak di areal terbuka yang dekat dengan permukiman penduduk berjarak 100 – 700 m, hal ini karena masih banyak terdapat lahan - indefinitus berkisar antara 2.8 – 26 cm. Kedalaman air pada habitat mempengaruhi perkembangan larva. Air yang terlalu dalam menyebabkan suplai oksigen tidak dapat ke dalam air, sehingga oksigen hanya cukup di dekat lapisan permukaan saja. Selain itu kedalaman air dapat mempengaruhi tingkat penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan fitoplankton untuk proses fotosintesis.

(43)

Gambar

Gambar 1.  Lokasi penelitian di Desa Kota Batu Kecamatan Simeulue Timur dan Desa
grafik, kemudian data tersebut dihubungkan dengan MHD dan MBR Anopheles
Gambar 5 Keanekaragaman jenis Anopheles spp di Desa Lasikin Kecamatan
Tabel 3 Nilai MHD (Man hour density) bulanan (nyamuk/orang/jam) di Desa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 36 menyebutkan bahwa sesudah menerima penetapan pengadilan yang dimaksud dalam Pasal 33, Menteri Kehakiman segera menyampaikan penetapan tersebut kepada

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “ Pengaruh Lama

Sistem klasifikasi AASHTO bermanfaat untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Karena sistem ini ditujukan

Olah raga Rekreasi adalah olah raga permainan yang mana dalam melakukan aktifitasnya, olahragawan dapat menggunakan kelompok atau perorangan, dalam melakukan aktifitasnya

Bahan baku yang digunakan untuk membuat kerajban kunbgan dengan memakai serbuk kunbgan yang didatangkan dari

Kandungan tanin pada serasah daun jati mampu memberikan proteksi pada protein pakan terhadap degradasi oleh mikrobia di dalam rumen sehingga menurunkan produksi

distribusi seperti ini permainan harga sangat sering dilakukan dalam tahap sebelum masuk ke proses pengolahan bahan baku menjadi mebel oleh mereka yang memiliki informasi tentang