• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Perendaman Induk Betina Menggunakan Ekstrak Purwoceng (Pimpinella Alpina) Dengan Nisbah Kelamin Ikan Guppy (Poecilia Reticulata)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Perendaman Induk Betina Menggunakan Ekstrak Purwoceng (Pimpinella Alpina) Dengan Nisbah Kelamin Ikan Guppy (Poecilia Reticulata)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN ANTARA PERENDAMAN INDUK BETINA

MENGGUNAKAN EKSTRAK PURWOCENG

(

Pimpinella alpina

) DENGAN NISBAH KELAMIN IKAN

GUPPY (

Poecilia reticulata

)

HERRY DANIEL LAURENT MARPAUNG

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA *

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara Perendaman induk betina menggunakan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina) dengan nisbah kelamin Ikan Guppy (Poecilia reticulata) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

4

ABSTRAK

HERRY DANIEL LAURENT MARPAUNG. Hubungan antara Perendaman induk betina menggunakan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina) dengan nisbah kelamin Ikan Guppy (Poecilia reticulata) Dibimbing oleh Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Ir. Harton Arfah, M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman induk betina yang sedang bunting dalam larutan ekstrak purwoceng pada dosis 0 mg/L (Kontrol), 10 dan 20 mg/L selama 24 jam terhadap nisbah kelamin anakan.Induk guppy jantan dan betina yang digunakan berukuran 4-5 cm dengan bobot ±3 g. Perkawinan dilakukan dengan perbandingan betina dan jantan 2:1 setiap perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan dosis purwoceng 0 mg/L menghasilkan persentase ikan jantan paling tinggi yaitu 85 % dengan kelangsungan hidup 100 %, sedangkan pada perlakuan perendaman induk bunting dalam larutan ekstrak purwoceng dosis 10 mg/L menghasilkan 74,28 % ikan jantan dengan kelangsungan hidup yaitu 94,28 % dan pada dosis 20 mg/L dihasilkan 58,06 % ikan jantan dengan kelangsungan hidup yaitu 90,32%.

Kata kunci: ikan guppy Poecilia reticulata, purwoceng Pimpinella alpina, nisbah kelamin.

ABSTRACT

HERRY DANIEL LAURENT MARPAUNG. Immersion of pregnant female guppy fish using extract of purwoceng (Pimpinella alpina) with the sex ratio of progeny. Dibimbing oleh Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Ir. Harton Arfah, M.Si.

This study aims to evaluate theimmersion effect of pregnant female guppy fish atdifferent doses of purwoceng extract (0, 10 and 20 mg/L) with 24 hoursinvolved sex ratio of progeny. This research was conducted using pregnant female guppy fish with average body length 4-5 cm and weight of ±3 g. Matting was carried out at ratio 2:1 female to male each treatment. The results showed that the highest percentage of male was observed in 0 mg/L (control) at around of 85% with 100% of survival rate, while using purwoceng treatment at dose of 10 mg / L produced 74.28% males with 94.28% survival rate higher than dose 20 mg / L which was 58.06% males with90.32% of survival rate.

(5)

5

HUBUNGAN ANTARA PERENDAMAN INDUK BETINA

MENGGUNAKAN EKSTRAK PURWOCENG (

Pimpinella

alpina

) DENGAN NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY (

Poecilia

reticulata

)

HERRY DANIEL LAURENT MARPAUNG

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

8

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2014 berjudul “Hubungan antara perendaman Induk Betina menggunakan Ekstrak Purwoceng (Pimpinella alpina) dengan Nisbah Kelamin Ikan Guppy (Poecilia reticulata).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Bapak Ir. Harton Arfah, M.Si selaku pembimbing, dan Bapak Dr.Ir.Sukenda, M.Sc selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan, serta Ibu Dr. Munti Yuhana, S.Pi, M.Si selaku pembimbing akademik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman atas doanya, juga kepada semua pihak yang telah membantu saya, seluruh staf pengajar dan tata usaha Departemen BDP, teman-teman Laboratorium PBI 2 serta seluruh teman-teman BDP 47.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

9

Perendaman Induk Betinadalam Ekstrak Purwoceng... 4

Kualitas Air... 4 1. Data pengukuran kualitas air selama penelitian... 5

2. Jumlah kelahiran anak ikan guppy yang dihasilkan... 5

DAFTAR GAMBAR 1.Juvenil ikan guppy berjenis kelamin jantan (a) dan betina (b)... 6

2. Persentase ikan guppy jantan pada perlakuan perendaman induk betina dalam larutanpurwoceng... 6

3. Tingkat kelangsungan hidup anak guppy pada umur 90 hari... 7

DAFTAR LAMPIRAN 1. Pembuatan media perlakuan dengan ekstrak Purwoceng...11

(10)
(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan guppy (Poecilia reticulata, Peters 1860) merupakan ikan hias yang mempunyai nilai komersil tinggi baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Berdasarkan morfologisnya, ikan guppy jantan memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan corak warna tubuh dan sirip yang lebih cemerlang dari pada guppy betina, sehingga permintaan komoditas ikan guppy jantan lebih banyak dari pada guppy betina. Ditinjau dari segi harga, ikan guppy jantan yang memiliki sirip panjang dan variasi warna tersebut harganya lebih mahal dibandingkan dengan ikan betinanya.Beberapa ikan hiasjenis yang lain juga memiliki perbedaan harga antara jantan dan betina, misalnya ikan cupang (Betta splendens) yaitu padaumumnya ikan jantan lebih tinggi harganya dibandingkan ikan betina. Keunggulan ikan jantan dari segi warna dan nilai estetik tersebut menyebabkan jumlah permintaan ikan guppy jantan di masyarakat sangat tinggi. Salah satu upaya untuk memenuhi tingginya permintaan terhadap ketersediaan ikan jantan tersebutadalah dengan meningkatkan populasi ikan jantan. Teknik maskulinisasi merupakan salah satu metode untuk mengarahkan kelamin ikan menjadi jantan pada masa diferensiasi kelamin. Dengan demikian diharapkan dapat memproduksiikan jantan yang lebih banyak dan keuntungan yang lebih besar.

Status kelamin pada ikan terbentuk pada saat terjadinya fertilisasi menjadi zygote yaitu determinasi kelamin dan diferensiasi kelamin yaitu perkembangan kelamin menjadi jantan atau betina secara fungsional. Determinasi kelamin dapat diartikan sebagai variabel dari penentuan seks secara genetik, sedangkan seks diferensiasi diartikan sebagai prosesfisiologis yang mengarah pada perkembangan testis dan ovarium dari gonad yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan.Pada masa diferensiasi kelamin,perkembangan gonad ikan dapat diarahkan dengan mempengaruhi faktor internal atau faktor eksternal (Devlin and Nagahama, 2002). Pengarahan kelamin bertujuan untuk mengarahkan kelamin ikan dari betina genetik menjadi jantan fungsional ataupun sebaliknya dengan rangsangan hormon steroid pada fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid. Hormon steroid yang sering digunakan diantaranya adalah androgen dan estrogen. Androgen merupakan hormon perangsang sifat-sifat jantan sedangkan estrogen merupakan hormon-hormon perangsang sifat-sifat betina (Zairin,2002).

Perubahan lingkungan yang terjadi di dalam atau di luar tubuh akan diterima oleh indra disampaikan ke sistem syaraf pusat, setelah itu dikirim ke hypotalamus, kemudian memerintahkan kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan hormon gonadotropin yang masuk ke dalam darah dan dibawa kembali ke gonad sebagai petunjuk untuk memulai pembentukan gonad. Perubahan jenis kelamin secara buatan dimungkinkan karena pada saat fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid sehingga dapat diarahkan dengan menggunakan hormon steroid (Fujaya, 2002).Teknik maskulinisasi untuk mengarahkan kelamin menjadi jantan yang pernah dlakukan

(12)

2

Keberhasilan pengarahan kelamin secara perendaman ikan atau melalui pakan tergantung pada ukuran dan jenis ikan serta sifat reproduksinya dan masa diferensiasi kelamin.Pada ikan nila, masa diferensiasi terjadi hingga 30 hari setelah penyerapan kuning telur atau 37 hari setelah menetas (Kwon, 2000). Tanaman purwoceng (Pimpinella alpina) merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah spermatozoa karena dapat meningkatkan kadar LH, FSH, dan testosteron (Juniarto, 2004). Tanaman purwoceng berasal dari pegunungan dengan ketinggian 1800-3500m di atas permukaan laut, yaitu Pegunungan Pangrango, Papandayan, Tangkuban Perahu (Jawa Barat), dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah), dan Gunung Bromo (Jawa Timur). Penelitian Taufiqurrahman dan Wibowo (2005) menunjukkan bahwa pada pemberian ekstrak purwoceng dengan dosis 25 mg dan 50 mg yang di implankan langsung ke dalam mulut tikus jantan dewasa dapat meningkatkan kadar testosteron dan LH dengan lama pemberian 30 hari. Ekstrak Purwoceng (Pimpinella alpina) juga telah digunakan oleh Putra (2011) dalam pengarahan kelamin jantan pada ikan nila (Oreochromis niloticus). Rata-rata presentase populasi ikan jantan yang dihasilkan melalui perendaman larva selama 8 jam pada dosis 10, 20, 30 mg/L ekstrak purwoceng masing-masing sebesar 66,70%, 73,33% dan 68,88% dibandingkan kontrol sebesar 52,20%. Bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak purwoceng yaitu fitoandrogen berupa stigmasterol sebesar 5,38% dari keseluruhan tanaman (Widowati dan Faridah 2005).

Pemanfaatan ekstrak purwoceng juga pernah diteliti pada ikan cupang(Bulkini, 2012)melalui perendaman induk yang menghasilkan peningkatan kualitas sperma dan aktifitas seksual ikan.Purwoceng juga pernah digunakan untuk perendaman artemia dengan dosis 20 mg/L selama 8 jam kemudian diberikan sebagai pakan larva ikan cupang dapat menghasilkan 75 % ikan jantan (Cahyani, 2014). Pada penelitian ini, purwoceng akan dicobakan untuk pengarahan kelamin pada ikan hias berukuran kecil yang melahirkan secara parsial yaitu ikan guppy (Poecillia reticulata).Pada jenis ikan yang melahirkan, percobaan maskulinisasi memungkinkan dilakukan pada saat ikan bunting melalui perendaman induk pasca fertilisasi atau pada saat embrio mencapai fase bintik mata (4-7 hari paska pembuahan). Penelitian ini menggunakan perlakuan dosis purwoceng berbeda yang diberikan pada guppy betina yang telah bunting melalui perendaman selama 24 jam. Hal ini terkait dengan kisaran masa diferensiasi kelamin pada ikan guppy adalah saat embriogenesis dan post larva (Piferrer, 2001) sekitar 8-12 hari.

Tujuan

(13)

3

BAHAN DAN METODE

Bahan Uji

Ikan guppy yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk jantan dan betina yang siap kawin berukuran ±4-5 cm, bobot ± 3 g dan berumur ±4-4,5 bulan dengan ratio jantan dan betina 1:2 untuk setiap ulangan perlakuan. Bahan yang digunakan untuk perendaman induk adalah serbuk tanaman purwoceng yang kemudian diekstrak dalam pelarut metanol dan dibuat larutan sesuai dengan dosis perlakuan.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan perlakuan dosis yang berbeda menggunakan dua ulangan. Perlakuan yang diberikanberupa ekstrak purwoceng dengan dosis 0 mg/L (P0),10 mg/L (P1), dan20 mg/L (P2). Perlakuan diberikan

melalui perendaman induk betina yang sedang bunting. Lama perendaman selama 24 jam, kemudian induk dipelihara sampai melahirkan dan larvanya dipelihara sampai dapat diidentifikasi jenis kelaminnya secara visual.Variabel yang diamati meliputi jumlah kelahiran, tingkat kelangsungan hidup dan nisbah kelamin jantan.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terbagi ke dalam beberapa tahapan yaitu pembuatan sediaan ekstrak purwoceng untuk media perlakuan, pemijahan induk, perendaman induk betina yang sedang bunting dalam ekstrak purwocengsesuai dengan dosis, pemeliharaan anakan dan pengamatan kelamin sekunder ikan secara visual.

Pembuatan Ekstrak Purwoceng

Bubuk ekstrak purwoceng ditimbang sesuai dengan masing-masing dosis perlakuan yaitu 0, 10 dan 20 mg. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambah dengan alkohol 70% dimana 2 mg = 4,6 mL alkohol 70 % (Cahyani, 2014). Campuran tersebut diaduk selama 1-1,5 jam agar tercampur merata, kemudian didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya campuran disaring dengan kertas saring (Putra, 2011). Ekstrak yang didapatkan diencerkan dengan 1 liter akuades kemudian dimasukkan pada masing-masing perlakuan (Lampiran 1).

Pemijahan Induk

Ikan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan guppy (Poecilia reticulata) fase yang sudah siap dikawinkan. Calon induk ikan guppy berumur 4-4,5 bulan. Sebelum dikawinkan, ikan jantan dan ikan betina dipelihara secara terpisah dalam wadahyang berbeda berupa akuarium berukuran 30x30x30 cm dan volume air 3L. Makanan yang diberikan berupa cacing sutera secara adlibitum

(14)

4

belakang sirip anal dan perutnya sedikit membengkak. Sesudah masa perkawinan, ikan betina dapat dipisahkan dari induk jantan agar tidak terganggu selama masa kebuntingan. Induk betina yang bunting dipelihara sampai melahirkandi akuarium berukuran 30x30x30cm dengan volume 3L air dan diberi aerasi.

Perendaman Induk Betina dalam Ekstrak Purwoceng

Perendaman induk betina dilakukan pada saat induk betina sudah mengalami proses perkawinan dan dipastikan bunting. Induk betina yang bunting direndam dalam larutan ekstrak purwoceng sesuai dengan dosis perlakuan yaitu 0, 10, dan 20 mg/L selama 24 jam dalam akuarium berukuran 30x30x30cm. Kemudian induk betina dipelihara dalam akuarium pemeliharaan sampai melahirkan dan larvanya dipindahkan ke dalam akuarium berukuran 30x30x30cm dengan volume air 3L. Selama pemeliharaan dalam akuarium dilakukan pergantian air 3 hari sekali dalam 20% dari volume air

Setelah kuning telur habis pada hari ketiga, selanjutnya anak ikan mulai diberi pakan air hijau yang diambil dari salah satu bak di Kolam Percobaan Babakan. Pemberian air hijau dilakukan sampai hari keenam. Pada hari ketujuh sampai hari ke 30 pakan yang diberikan adalah cacing sutera secara adlibitum 2 kali sehari pada siang dan malam hari.Selanjutnya pakan buatandan cacing beku diberikan mulai hari ke 31 sampai akhir pemeliharaan yaitu pada hari 90. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari pada siang hari dan malam hari secara adlibitum.

Selama pemeliharaan dilakukan pengamatan jumlah kelahiran dan kelangsungan hidupnya sampai akhir pemeliharaan ikan uji yaitu selama 90hariatau sampai terlihat perbedaan fenotip kelamin sekunder ikan jantan dan betina. Ikan Guppy jantan dapat dilihat dari warnanya yang cerah dan menarik, bagian perut ramping, serta sirip anal, punggung dan ekor yang melebar (Zairin, 2002).

Kualitas Air

(15)

5

Tabel 1. Data pengukuran kualitas air selama penelitian.

Waktu pengukuran

Data dianalisis secara deskriptif menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Word 2007 dan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Jumlah Kelahiran

Ikan guppy melahirkan secara parsial dengan jumlah anak yang dilahirkan berkisar antara 20-35 ekor dalam masa melahirkan sampai 90 hari masa

pemeliharaan (Tabel 2).

Tabel 2. Jumlah kelahiran anak ikan guppy yang dihasilkan Dosis

(16)

6

Nisbah kelamin

Pengamatan jenis kelamin dilakukan dengan metode morfologi jantan dan betina berdasarkan visualisasi kelamin sekunder. Perbedaan antara ikan guppy jantan dan betina pada umur 90 hari pemeliharaan sudah nyata. lkan guppy jantan yang sudah dewasa ditandai dengan adanya warna yang lebihterang pada tubuh dan ekor, bentuk ekor menyerupai kipas melebar. Selain itu, sirip punggung lebih panjang serta badan terlihat lebih pipih. Sedangkan untuk ikan guppy betina ditandai dengan warna yang gelap pada tubuh dan badan terlihat lebih gendut (Gambar 1).

Gambar 1 Juvenil ikan guppy berjenis kelamin jantan (a) dan betina (b). Jumlah ikan jantan X 100 %

Jumlah ikan total

Pada dosis penggunaan ekstrak purwoceng 0 mg/L (Kontrol) menghasilkan persentase ikan guppy jantansebesar 85%, sementara pada dosis 10 mg/L sebesar 74,28%, dan pada dosis 20 mg/L adalah 58,06% (Gambar 2). Perendaman induk dengan ekstrak purwoceng menghasilkan persentase ikan jantan yang lebih rendah yaitu pada perlakuan perendaman induk bunting dengan ekstrak purwoceng dosis 20 mg/L lebih sedikit ikan jantan yang dihasilkan dibandingkan dengan dosis 10 mg/L dibandingkan kontrol.

A B

Gonopodium

Urogenital

(17)

7

Gambar 2. Persentase ikan guppy jantan yang dihasilkan pada perlakuan perendaman induk bunting dalam larutan ekstrak purwoceng. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)

Pada perlakuan tanpa perendaman dalam ekstrak purwoceng tidak ditemukan anak ikan guppy yang mati hingga akhir penelitian atau tingkat kelangsungan hidupnya 100%,sedangkan pada perlakuan perendaman induk yang bunting dalam eksttrak purwoceng dosis 10 dan 20 mg/L terdapat kematian 6-10 % (Gambar 3). Rumus Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) ini menggunakan rumus dari (Effendi, 1997) (Lampiran 2).

Gambar 3 Tingkat kelangsungan hidup anak guppy pada umur 90 hari.

Nt No Keterangan :

SR = Kelangsungan hidup anak ikan Guppy Nt = Jumlah anak ikan akhir pemeliharaan No = Jumlah anak ikan awal pemeliharaan

(18)

8

Pembahasan

Ikan guppy bersifat ovovivipar, yaitu pembuahan terjadi di dalam tubuh, selanjutnya embrio disimpan dan terus berkembang dalam tubuh induk, dan akan dilahirkan sebagai anak setelah kurang lebih 20 hari masa kehamilan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, perendaman induk yang sedang bunting dalam larutan ekstrak purwoceng dosis 10 dan 20 mg/L menghasilkan kelahiran yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa perendaman, namun ada kematian berkisar 6-10%, sedangkan pada control tingkat kelangsungan hidup anak yang dilahirkan sampai masa pemeliharaan 90 hari sebesar 100%.Perendaman induk yang bunting dalam larutan ekstrak purwoceng selama 24 jam menghasilkan nisbah kelamin jantan 60-70 %, lebih rendah dibandingkan dengan tanpa perendaman yaitu sebesar 85%.

Lama perendaman dan dosis yang diberikan berpengaruh terhadap nisbah kelamin yang dihasilkan. Apabila waktu perendaman melebihi 30 jam, maka dapat mengakibatkan kematian pada ikan. Hunter dan Donalson (1983) menyatakan bahwa pemberian hormon tidak boleh berlebihan, karena dosis yang terlalu tinggi dapat menimbulkan tekanan pada pembentukan gonad dan tingginya mortalitas. Selain itu, waktu pemberian hormon yang terlalu lama dapat menyebabkan perkembangan gonad dalam pembentukan gamet menjadi terhambat. Pada perlakuan maskulinisasi secara perendaman selama 30 jam dengan dosis 2 mg/L hormon 17α-metiltestosteron dapat menghasilkan pembentukan kelamin jantan maksimal (100%), sedangkan penggunaan androgen alami maupun testosteron belum memberikan hasil yang memuaskan (Zairin, 2002). Lama perendaman diduga mempengaruhi penyerapan hormon yang masuk ke dalam tubuh. Keberhasilan pemberian hormon steroid untuk mengubah jenis kelamin ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis dan umur ikan, dosis hormon serta suhu selama perlakuan (Kadriah, 2000).

Penelitian ini merupakan salah satu dari penelitian maskulinisasi menggunakan bahan alami sebagai alternatif penggunaan bahan-bahan hormon sintetis yang sudah mulai ditinggalkan karena berpotensi toksik dan tidak ramah lingkungan. Selain itu, pemanfaatan bahan-bahan alami potensial sumber hayati sesuai dengan kearifan lokal sebaiknya terus ditingkatkan. Pengembangan penyelidikan dapat bertitik tolak dari pengetahuan dan informasi terkait senyawa-senyawa aktif dari familia-familia tertentu memiliki kandungan kimiawi atau memiliki kemiripan (khematoksonomi). Purwoceng adalah salah satu tanaman yang memiliki fungsi sebagai obat yang merupakan tanaman khas jawa tengah, dimana tumbuhan ini dapat meningkatkan vitalitas (afrodisiak) yang telah diteliti dan diformulasikan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

(19)

9

Dosis penggunaan ekstrak purwoceng yang pernah dicobakan dalam berbagai penelitian maskulinisasi pada ikan berkisar 0-20 mg/L dan diferensiasi kelamin yang menentukan nisbah kelamin sangat dipengaruhi oleh factor lingkungan (Zairin, 2012). Porwoceng sebagai afrodisiak mengandung komponen kimia kelompok steroid, atsiri, furanokumarin, danvitamin, yang terdapat di bagian tajuk maupun akar (Rahardjo dan Darwati, 2006).

Kelompok steroid terdiri dari sitosterol, stigmasterol (stigmasta-7, 16 dien-3-ol), dan (stigmasta-7, 25 dien-3-ol). Steroid merupakan komponen kimia berkhasiat dalamsintesis hormon testoteron pada manusia. Komponen kimia tersebut yang menjadikan purwoceng sebagai obattradisional untuk meningkatkan vitalitas dan kesuburan pria. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan jengger anak ayam dapat dipercepat dengan pemberian ramuan ekstrak purwoceng. Selain mengandung steroid, purwoceng juga mengandungatsiri, dan turunannya antara lain germacrene, β-besabolene, β-caryophylline, α-humulene, dan carvacrol. Senyawa-senyawa tersebut ditemukan di tajuk tanaman, sedangkan di bagian akar hanya mengandung germacrene dan β-besabolene. Xanthotoxin hanya ditemukan di tajuktanaman yang tumbuh di Dieng. Vitamin E ditemukan di tajuk tanaman tetapi tidak ditemukan pada akar tanaman. Bergapten, sitosterol, dan vitamin E kadarnya tertinggi pada saat tanaman memasukifase generatif yaitu tanaman mulai berbunga. Bergapten berfungsi sebagai peningkatan vitalitas tubuh manusia. Purwoceng berpengaruh terhadap kadar LH (Luteinizing Hormone ) dan testosteron pada tikus jantan (Taufiqqurohman& Wibowo, 1999). Purwoceng yang diberikan secara bioenkapsulasi menggunakan artemia pada dosis 20 mg/L melalui perendaman selama 24 jam menghasilkan ikan cupang jantan sebesar 75 % (Cahyani, 2014), dan sebagai afrodiasak juga bermanfaat dapat meningkatkan kualitas sperma ikan (Nugrahadi, 2014).

KESIMPULAN DAN SARAN

Perendaman induk betina ikan guppy yang sedang bunting menggunakan ekstrak purwoceng dengan dosis 10 dan 20 mg/L menghasilkan nisbah kelamin jantan 60-70% dan tingkat kelangsungan hidup 90-94%, sedangkan pada perlakuan perendaman tanpa ekstrak purwoceng menghasilkan 85 % ikan jantan dan kelangsungan hidup 100%.

DAFTAR PUSTAKA

Bulkini A. 2012. Maskulinisasi Ikan Cupang (Betta splendens) Melalui Perendaman Embrio dengan Ekstrak tanaman purwoceng (Pimpinella alpina) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Cahyani D. 2014. Maskulinisasi Ikan Cupang Betta splendens dengan Ekstrak Purwoceng Pimpinella alpinamelalui perendaman artemia. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Devlin RH, Nagahama Y.2002. Sex Determination and Sex Differentiation in Fish: an Overview of Genetic, Physiological, and Environmental Influences.

(20)

10

Effendie Ml.1997. Biologi Perikanan. YayasanPustaka Nusantara. Bogor

Fujaya Y. 2002. Fisiologi lkan. DasarPengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta.Jakarta.

Hunter GA, Donaldson EM.1983. Hormonal sex control its application to fish culture. ln: Hoar, W.S., Randall, D.J. (Eds.), Fish Physiology, Vol. lX B: Behaviour and Fertitity Control. Academic Press, New York, pp.223-303.

Huwoyon GH, Rustidja, Rudhy G. 2008. Pengaruh Pemberian Hormon Methyltestosterone Pada Larva Ikan Guppy (Poecilia reticulate) Terhadap Perubahan Jenis Kelamin. Jurnal Zoo Indonesia 17(2): 49-54.

Juniarto AZ. 2004. Perbedaan pengaruh pemberian ekstrak Eurycoma longifolia

dan Pimpinella alpina pada spermatogenesis tikus Spraque dawley [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Kadriah lAK.2000. Efek Manipulasi Hormon17α-metiltestosteron pada Berbagai VariasiTemperatur terhadap Ratio Kelamin lkan Gapi(Poecilia

reticulataPeters).[Skripsi]. ProgramStudi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan,lnstitut Pertanian Bogor.

Kwon JYV, Haghpanah LM, Hurtado B, McAndrew D, Penman. 2000.

Masculinization of Genetic Female Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) by Dietary Administration of An Aromatase Inhibitor. During Sexual

Differentiation. Journal of Experimental Zoology 287:46-53.

Mundayana Y, Suyanto R. 2000. Ikan Hias Air Tawar Guppy. Penebar swadaya.Jakarta hal 60-63.

Nugrahadi HA. 2014. Penentuan Dosis Purwoceng (Pimpinella alpina molk). Terhadap kuantitas dan kualitas sperma Ikan Maskoki (Carassius auratus). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Piferrer F, Lim LC. 1997. Application of Sex Reversal Technology In Ornamental Fish Culture. Jurnal Aquarium Science and Conservation,1(113-118).

Putera S. 2011. Maskulinisasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Melalui Perendaman dalam Ekstrak tanaman purwoceng (Pimpinella alpina) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rahardjo M, Darwati I. 2006. Produksi dan MutuSimplisia Purwoceng

berdasarkan lingkungan tumbuhdan umur tanaman. J. Bahan Alam Indonesia (TheIndonesian Journal of Natural Products). PERHIBA5:310-320.

Susanto H. 1990. Budidaya lkan Guppy. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Taufiqurrachman, Wobowo S. Purwoceng (Pimpinella alpina KDS) experimental study in male rats spraguedawley. Makalah disam-paikan pada Seminar NasionalTumbuhan Obat Indonesia POKJANAS TOI ke 28 diBalittro, Bogor tanggal 15-16 September, 8 p.

Utomo B.2008. Efektivitas Penggunaan Aromatase Inhibitor dan Madu terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy (Poecillia reticulata Peters). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Widowati D, Faridah. 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Kimia Dalam Fraksi Non-Polar dari Tanaman Purwoceng (Pimpinella alpina). Prosiding seminar nasional tumbuhan obat Indonesia XXVIII. Bogor (ID), 15-16 September 2005.

(21)

11

LAMPIRAN

Lampiran 1.Pembuatan ekstrak Purwoceng (Pimpinella alpina )

Lampiran 2. Contoh Perhitungan Persentase Kelamin jantan anak ikan Guppy serta kelangsungan hidup ikan Guppy.

Kontrol : Jumlah ikan jantan X 100 % Jumlah ikan total

Jantan= 17 x 100 % = 85 % 20

Dosis 10 mg/L : Jumlah ikan jantan X 100 % Jumlah ikan total

Jantan = 26 x 100 % = 74, 21 % 35

Dosis 20 mg/L : Jumlah ikan jantan X 100 % Jumlah ikan total

Jantan = 18 x 100 % = 58, 06 % 31

Kelangsungan hidup total

SR = Nt x 100 % = 81 x 100 = 94, 18 %

(22)

12

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Herry Daniel Laurent Marpaung. Penulis lahir di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 27 Desember 1991 dari pasangan Bapak Drs. Hotman Marpaung, SH dan Dra. Gris Rosalinda Siahaan S.Pi. Penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara, dengan kakak bernama Evi Angelina Marpaung S.E.,M.M.,M.Si , Grace Natalia Marpaung S.E,M.Si, Jurist Devani M.Marpaung S.H.,M.H , Shinta Priani Bertuah Marpaung,ST , serta adik saya bernama Shella Pricilia Marpaung

Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah TK. Karya Maju dan lulus pada tahun Medan dan lulus pada tahun 1998, SD. Santo Antonius IV Medan dan lulus pada tahun 2004, SMP Santo Thomas 1 Medan dan lulus pada tahun 2007, SMAN 2 Medan dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada program studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pada masa perkuliahan, penulis melakukan magang di Balai Penelitian dan Pengembangan Budi daya Air Tawar, Subang, Jawa Barat, Indonesia dan Praktek Lapangan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budi daya Laut, Gondol Bali, Indonesia pada tahun 2013. Penulis juga merupakan Asisten dari Mata kuliah Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik (BDP 321).

Dalam tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul

Gambar

Gambar 1 Juvenil ikan guppy berjenis kelamin jantan (a) dan betina (b).
Gambar 2. Persentase ikan guppy jantan yang dihasilkan pada perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak akar purwoceng (Pimpinella alpina KDS) yang diberikan pada induk bunting secara oral setiap hari selama 1-13 hari masa kebuntingan dapat mempercepat

Tujuan dari peuelitian iui adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman induk gapi selama 5, 10, dau 15 jam dalam akrinavin terhadap kelangsungan hidup, perubahan panjang

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa akriflavin yang diberikan pada induk gapi yang bunting melalui metode perendaman... Untuk mengetahui pengaruh

Pengarahan kelamin (sex reversal) dengan hormone steroid dapat dilakukan melalui perendaman, penyuntikan atau secara oral melalui pakan, namun pada penelitian ini yaitu

1995 Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk di dalam Larutan Hormon 17 alpha Methyltestosteron terhadap Nisbah Kelamin Anak Ikan Gapi Poecilia reticulate Peters.. Fakultas

Penggunaan ekstrak purwoceng dalam maskulinisasi ikan cupang hias halfmoon pada dosis 20 µL/L dapat meningkatkan persentase populasi ikan cupang jantan hingga

Kurang optimalnya air kelapa dalam pengarahan kelamin jantan ikan gapi, diduga akibat perendaman larutan air kelapa terhadap induk yang sedang bunting tidak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman induk ikan guppy Poecilia reticullata dalam larutan 17α- metiltestosteron dengan konsentrasi tertentu terhadap persentase