• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Sumatera Utara"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI EKSPLORATIF UPAYA KESEHATAN SAPI POTONG

PERANAKAN ONGOLE (PO) OLEH PETERNAK DI

KECAMATAN HALONGONAN KABUPATEN PADANG

LAWAS UTARA SUMATERA UTARA

YUNITA DEWI AFIATI NAINGGOLAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Yunita Dewi Afiati Nainggolan

(4)

ABSTRAK

YUNITA DEWI A NAINGGOLAN. Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh AGUS WIJAYA dan RP AGUS LELANA.

Kecamatan Halongonan merupakan daerah potensi pengembangan ternak sapi potong peranakan yang ditunjukkan dengan adanya peternak, sumberdaya lahan, dan hijauan pakan yang memadai. Studi eksploratif ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang upaya peternak dalam menjaga kesehatan ternaknya. Data diperoleh dengan wawancara 30 peternak, pengamatan lapangan, dan pemeriksaan ternak dengan sampel 60 ekor.Hasil wawancara menunjukkan tingkat pendidikan peternak SLTA 33%, SLTP 33%, SD 7%, dan tidak sekolah 27%; 80% berpengalaman lebih dari 5 tahun; kepemilikan 1-5 ekor 67%, 5-10 ekor 13% dan lebih dari 10 ekor 20%. Kesadaran terhadap pentingnya kesehatan hewan dapat dilihat dari keanggotaan sebagai kelompok ternak (100%), vaksinasi (100%), dan keaktifan melaporkan kepetugas kesehatan hewan jika hewan sakit. Kesadaran akan pentingnya inseminasi buatan masih rendah. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan adanya dua sistem pemeliharaan, yaitu di dalam kandang semi permanen dan di naungan kebun kelapa sawit.

Pakan ternak yang diberikan hanya rumput lapang (100%) yang terdapat dilahan penggembalaan di sekitar perkebunan kelapa sawit. Seluruh peternak hanya menggunakan cara kawin alam (100%) dalam proses pengawinan ternak yang mereka miliki. Berdasarkan pemeriksaan fisik sapi PO masih mengalami masalah pada gizi. Upaya dalam pengendalian penyakit terhadap sapi PO seperti vaksinasi, pemberian vitamin dan deworming telah dilakukan peternak (100%) secara rutin dengan cara melaporkan kepada paramedis secara berkala. Kesadaran dan pengetahuan peternak akan pentingnya manajemen sistem pemeliharaan dalam upaya kesehatan peternakan masih kurang, seperti perkandangan dan pakan. Upaya peningkatan kesehatan peternakan dilakukan dengan cara pemberian penyuluhan oleh Dinas Peternakan terhadap sistem pemeliharaan sapi PO.

Kata kunci : Menejemen Pemeliharaan, Sapi PO, Upaya Kesehatan Sapi

ABSTRACT

YUNITA DEWI A NAINGGOLAN. Explorative Study Farmer Efforts on PO Beef Cattle at Halongonan Sub-District, North Padang Lawas, North Sumatera.Supervised by AGUS WIJAYA andRP AGUS LELANA.

(5)

information concerning farmers effort in animal health care by farmers.Data obtained by interviewing 30 farmers, field observations and examination of the sample of 60 head of cattle. The result of interview showed that the level of farmer education are high school education 33%, 33% junior high school, elementary school 7% and no education 27%. 80% experienced more than 5 years; 67% ownership of the tail 1-5, 5-10 tail 13% and more than 10 tails 20%. Awareness to the animal health care could be seen from the membership in a farmer group (100%), vaccination (100%), and the reportation activity to animal health officer concerning sign of animal disease. Awareness to the importance of artificial insemination was low. Field observations indicated the existence of two system of maintenance, which is semi-permanent in the house cages and in the shade of palm oil plantations. The fooder was only grassy fields (100%) located in the grazing area around an oil palm plantation. To breed their livestock, most farmers only used natural mating process (100%). A physical inspection showed that derived Ongole Beef (OB) cattle still had a problem with nutrition. Attempts to control the diseases against OP cattle such as vaccination, provision of vitamins and deworming have been done (100%) by farmers periodically by reporting to the paramedics. Awareness and knowledge of the farmers on the importance of raising management system in livestock health efforts was still lacking, such as housing and feed. Efforts to improve cattle health were carried out by providing counseling conducted by the Animal Husbandry Agency concerning PO cattle rearing system.

(6)

© Hak Cipts Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

STUDI EKSPLORATIF UPAYA KESEHATAN SAPI POTONG

PERANAKAN ONGOLE (PO) OLEH PETERNAK DI

KECAMATAN HALONGONAN KABUPATEN PADANG

LAWAS UTARA SUMATERA UTARA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(8)
(9)

Judul Skripsi :Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan

Ongole (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Sumatera Utara

Nama :Yunita Dewi Afiati Nainggolan

NIM :B04070030

Disetujui oleh

Diketahui oleh

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet. Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

drh. Agus Wijaya, M.Sc, Ph.D Pembimbing I

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan Juli 2012 ini ialah Upaya Kesehatan Sapi Potong (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada drh Agus Wijaya, M.Sc, Ph.D dan drdrhRP Agus Lelana, SpMP, MSi. selaku pembimbing atas kesediaan, kesabaran dalam memberikan bimbingan dan arahan selama membimbing penulis dalam masa penyelesaian karya ilmiah ini. Selain itu penulis juga berterimakasih kepada Prof. dr. Dra. Iis Arifiantini, M.Sc selaku dosen Pembimbing Akademik atas perhatian dan kasih sayangnya yang tidak pernah bosan memberikan motivasi kepada penulis.

Ungkapan terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada Papa H. Khairullah Naingggolan, Mama Hj. Sutiem, adik-adik, serta seluruh keluarga besar, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Parubahan Harahap, SP atas segala doa, motivasi dan semangatnya kepada penulis. Selain itu terimakasih juga penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat penulis: SiGi (Nur Astri, Ardha, Nurul, Aiu, vully), Ririn, Dani atas doa dan dukungan selama ini, kepada teman-teman seperjuangan: Ricco, Mechris, Arif, Veki atas bantuan dan kerjasamanya serta member semangat yang tak henti-hentinya, OMDA IMATAPSEL, Gianuzzi’ dan kebersamaannya, serta semua pihak yang tak bisa penulis sampaikan satu persatu-satu, terimakasih atas segala dukungan dan doa dalam membantu menyelesaikan karya ilmiah ini.

Akhir kata penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan penulis dalam kerya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Maksud dan Tujuan Studi 1

Manfaat Studi 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Karakteristik Bangsa Sapi Potong 2

Sapi Peranakan Ongole (PO) 3

Status Kesehatan Sapi 3

Kebersihan Kulit dan Rambut 3

Status Gizi 4

Suhu Tubuh 4

Frekuensi Denyut Jantung dan Pulsus 4

Frekuensi Pernafasan 5

Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong (PO) 5

Sistem Pemeliharaan Sapi Potong 5

Perkandangan 5

Cara Penyusunan Model Evaluasi Usaha Kesehatan Hewan 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum Wilayah 8

Profil Peternak Sapi Potong 8

Profil Manajemen Pemeliharaan Ternak 9

Sistem Perkandangan 9

Pola Manajemen Pakan 11

Profil Manajemen Reproduksi Ternak 12

Profil Manajemen Kesehatan Ternak 13

Profil Kesehatan Fisik Ternak 14

Evaluasi Usaha Kesehatan Hewan oleh Peternak 15

(12)

DAFTAR TABEL

1 Profil Peternak Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan 9 2 Gambaran Sistem Perkandangan Sapi Potong POdi Kecamatan

Halongonan 10

3 Gambaran Sistem Perkawinan Sapi Potong POdi Kecamatan

Halongonan 13

4 Gambaran Upaya Kesehatan Sapi Potong PO oleh Peternak di

Kecamatan Halongonan 14

DAFTAR GAMBAR

1 Sapi potong Peranakan Ongole (PO) di salah satu peternakan rakyat

Kecamatan Halongonan 2

2 Kontruksi Kandang Keadaan Kandang Sapi PO (kandang tanpa atap

dan kandang dengan atap) 11

3 Lahan Penggembalaan Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan 12

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, menyatakan bahwa penyelenggaraan kesehatan hewan sebagai prasyarat terselenggaranya peternakan sangat esensial dalam mewujudkan peternakan yang maju, berdaya saing dan berkelanjutan. Kesuksesan penyelenggaraan kesehatan hewan, selain ditentukan oleh kemampuan petugas kesehatan hewan seperti dokter hewan dan paramedis veteriner juga ditentukan oleh kesadaran dan upaya kesehatan yang dilakukan peternak.

Selama ini evaluasi terhadap upaya kesehatan hewan yang dilakukan oleh peternak sapi potong belum dilakukan secara sistematis, padahal upaya ini dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan dalam program swasembada daging sapi nasional. Tolak ukur tersebut dapat dikaitkan dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani.

Penyusunan suatu bentuk evaluasi terhadap upaya kesehatan hewan yang dilakukan oleh peternak dan sekaligus untuk memperoleh profil kesehatan ternak sapi potong dipilih Kecamatan Halongonan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara. Daerah ini merupakan wilayah yang berpotensi untuk pengembangan usaha peternakan sapi potong, seperti peternak, sumberdaya lahan yang memadai, dan tersedianya hijauan pakan ternak.

Tersusunnya model evaluasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah dan Dinas Peternakan setempat untuk melakukan pembenahan terhadap sistem pemeliharaan dan kesehatan sapi potong di daerah tersebut.

Tujuan

Tujuan dari studi ini adalah mendapatkan informasi dari peternak tentang usaha kesehatan hewan yang dilakukan. Informasi ini dikonfirmasi dengan meninjau langsung kondisi perkandangan, manajemen pakan, dan manajemen reproduksi pada peternakan rakyat tersebut maupun dengan memeriksa status kesehatan hewan berdasarkan pengukuran pulsus, frekuensi nafas, temperatur rektal, habitus, dan status gizi.

Manfaat

(14)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Bangsa Sapi Potong

Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Berdasarkan karakteristk tersebut, dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya (Tanari 2001). Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi yaitu :

Masing-masing jenis ternak terdiri atas berbagai bangsa, yaitu sekelompok ternak yang memiliki kesamaan sifat yang dapat diturunkan. Beberapa contoh bangsa sapi yang termasuk Bos taurus adalah Friesien holstein (FH), Jersey, Shorthorn, dan Angus, sedangkan bangsa sapi yang termasuk Bos indicus adalah sapi Ongole, Brahman, Angkole, dan Boran. Bos sondaicus yang terkenal adalah Banteng dan sapi bali. Bangsa-bangsa sapi yang sudah lama di Indonesia dan dianggap sebagai sapi lokal adalah sapi bali termasuk Bos sondasicus, serta Peranakan Ongole (PO), sapi Madura, sapi Jawa, sapi Sumatera (sapi pesisir), dan sapi Aceh (Natasasmita dan Mudikdjo 1985). Diantara bangsa sapi yang besar populasinya adalah sapi Bali, sapi Ongole, Peranakan Ongole (PO), dan sapi Madura.

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Sub kelas : Theria Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae Genus : Bos Spesies : B. indicus

B. taurus B. sondaicus

(15)

3

Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi PO merupakan salah satu sapi potong lokal Indonesia. Sapi PO adalah sapi hasil persilangan antara sapi Ongole dengan sapi lokal di pulau Jawa secara grading up. Sapi tersebut memiliki ciri-ciri yang khas, yaitu berpunuk besar, bergelambir longgar dan berleher pendek. Kulit di sekeliling mata, bulu mata, moncong, kuku, dan bulu cambuk pada ujung ekor berwarna hitam. Mata besar dengan sorot yang tenang. Tanduk pada sapi betina berukuran lebih panjang dan menggantung dibandingkan tanduk sapi Jantan. Sapi Ongole Jantan dewasa memiliki bobot maksimal 600 kg dan sapi Betina 400 kg (Sarwono dan Arianto 2003).

Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1985), ciri-ciri sapi PO diantaranya bertubuh besar, bergumba besar dan leher bergelambir, bobot badan sapi Jantan dewasa 350-450, Betina dewasa 300-400 kg; kebanyakan warna rambutnya putih abu-abu dengan campuran rambut hitam dan merah, sedangkan waktu lahir berwarna kecoklatan; panjang badan pada sapi Jantan 133 cm dan Betina 132 cm, lingkar dada pada sapi Jantan 172 cm dan Betina 163 cm, dan produksi karkas 45% pada sapi Jantan dan Betina.

Status Kesehatan Sapi

Keadaan sapi yang baik dan sehat dapat terlihat dari keadaan fisik, emosi, dan fisiologi. Mengetahui penyakit yang menyerang sapi sedini mungkin sangatlah baik, sehingga nantinya penyakit tersebut tidak menjadi lebih serius. Pemeriksaan fisik merupakan suatu tindakan memeriksa keadaan hewan untuk menemukan tanda-tanda klinis suatu penyakit. Hasil pemeriksaan ini akan dicatat dalam catatan medis (rekam medis) yang akan membantu dalam penegakan diagnosa dan perencanaan perawatan. Umumnya, pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi tindakan pemeriksaan status kesehatan umum seperti penghitungan frekuensi nadi dan pulsus, penghitungan frekuensi nafas, pengukuran suhu tubuh, pengamatan terhadap mukosa, turgor kulit, dan keadaan penting lainnya (Kelly 1984; Anonimus 2007). Selain itu perlu penunjang dengan pemeriksaan Laboratorium.

Kebersihan Kulit dan Rambut

Kebersihan kulit, kebersihan rambut, ekor dankebersihan tubuh secara keseluruhan merupakan titik acuan dalam pemeriksaan kebersihan tubuh. Kebersihan rambut merefleksikan kondisi dari kulit dan kesehatan seekor sapi. Dalam keadan normal, sapi seharusnya memiliki bulu yang kering, datar dan berkilau. Bulu yang kusut menandakan sapi sedang dalam keadaan tidak sehat.

Status Gizi

(16)

4

pada hewan disebut dengan Body Condition Scoring (BCS). Body Condition Scores adalah angka yang dipergunakan untuk mengukur kegemukan sapi (Glaze 2009).

Suhu Tubuh

Suhu tubuh hewan dapat diukur dengan menggunakan termometer. Hasil yang diperoleh tidak menunjukkan jumlah total panas yang diproduksi tubuh tetapi menunjukkan keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran panas tubuh. Secarafisiologis, suhu tubuh akan meningkat hingga 1.5ºC pada saat setelah makan, saat partus, terpapar suhu lingkungan yang tinggi, dan ketika hewan banyak beraktifitas fisik maupun psikis (Kelly 1984; Rosenberger 1979).

Frekuensi Pulsus

Denyut nadi adalah denyut yang dihasilkan dari proses lewatnya darah pada pembuluh darah arteri yang dipompakan oleh denyut jantung. Denyut nadi dapat digunakan untuk mengetahui keadaan fisiologis denyut jantung dan organ tubuh yang lain. Menurut Cunningham (2002), frekuensi denyut jantung adalah banyaknya denyut jantung dalam satu menit. Pulsus hewan dapat dirasakan dengan menempelkan tangan pada pembuluh darah arteri coccygeal di bawah ekor bagian tengah sekitar 10 cm dari anus (Kelly 1984).

Frekuensi Pernafasan

Menurut Jackson dan Cockroft (2002), penghitungan frekuensi nafas pada sapi dilakukan dengan cara menghitung gerakan flank dan tulang rusuk yang bergerak simetris pada saat inspirasi dan ekspirasi selama 1 menit. Frekuensi pernafasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ukuran tubuh, umur, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan, adanya gangguan padasaluran pencernaan, kondisi kesehatan hewan, dan posisi hewan (Kelly 1984). Tipe pernafasan pada sapi adalah kosto-abdominal yang didominasi oleh gerakan pernafasan abdominal, sehingga dikelompokkan dalam tipe pernafasan abdominal.

Diagnosa Laboratorium sebagai Diagnosa Penunjang

(17)

5

Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong PO

Sistem Pemeliharaan Sapi Potong

Salah satu upaya untuk meningkatkan populasi dan mempercepat penyebaran ternak besar oleh peternak adalah dengan cara pemeliharaan ternak yang baik dan benar. Pemeliharaan ternak yang baik sangat mempengaruhi perkembangbiakan serta terjaminnya kesehatan ternak (Hernowo 2006). Keberhasilan tahap pemeliharaan sebelumnya merupakan pangkal pemeliharaan berikutnya sehingga usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan dengan fase hidup sapi yang bersangkutan, mulai dari pedet, sapi muda, dan sapi dewasa.

Menurut Hernowo (2006), sistem pemeliharaan sapi potong dikategorikan dalam tiga cara yaitu sistem pemeliharaan intensif yaitu ternak dikandangkan, sistem pemeliharaan semi intensif yaitu ternak dikandangkan pada malam hari dan dilepas di ladang penggembalaan pada pagi hari dan sistem pemeliharaan ekstensif yaitu ternak dilepas di padang penggembalaan.

Sistem Perkandangan

Kandang merupakan tempat berlindung ternak dari hujan, terik matahari, pengamanan ternak terhadap binatang buas, pencuri, dan sarana untuk menjaga kesehatan Kandang memiliki beberapa fungsi penting dalam suatu usaha sapi potong yaitu (1) melindungi sapi potong dari gangguan cuaca, (2) tempat sapi beristirahat dengan nyaman, (3) mengontrol sapi agar tidak merusak tanaman di sekitar lokasi peternakan, (4) tempat pengumpulan kotoran sapi, (5) melindungi sapi dari hewan pengganggu, (6) memudahkan pemeliharaan, terutama dalam pemberian pakan, minum dan mempermudah pengawasan kesehatan (Abidin 2002). Menurut Abidin (2002), kandang harus memiliki syarat-syarat teknis yaitu luas kandang harus dibuat sesuai dengan jumlah sapi, kandang terbuat dari bahan-bahan berkualitas sehingga tahan lama, sistem ventilasi kandang harus baik.

(18)

6

Pola Manajemen Pakan

Kebutuhan pakan sapi tropis berbeda dengan sapi subtropis. Sapi tropis yang adaptasinya terhadap lingkungan cukup bagus membutuhkan pakan relatif lebih sedikit daripada sapi subtropis. Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1979), bahan pakan dikelompokkan menjadi dua yaitu menurut asalnya pakan terdiri dari hijauan alami (rumput lapangan); hijauan tanaman (rumput gajah); hasil limbah pertanian (jerami); hasil limbah industri (bungkil); hasil pengawetan (silase, selai) Menurut kandungan zat makanan dan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan ternak terdiri dari hijauan kering; hijauan segar; silase; sumber energi; sumber protein; sumber mineral; sumber vitamin, dan makanan tambahan.

Pengelolaan pakan akan sangat menentukan tingkat keberhasilan pemeliharaan sapi. Ketersediaan padang penggembalaan pada pemeliharaan ternak sapi diperlukan sekali sebagai sumber pakan hijauan. Pemberian pakannya dapat dilakukan dengan pemotongan rumput tersebut, kemudian diberikan pada ternak sapi yang ada di dalam kandang. Pemberian pakan seperti ini disebut cut and carry. Selain itu, rumput juga dapat dikonsumsi langsung oleh sapi di areal padang penggembalaan berdasarkan pada stocking rate (daya tampung) padang penggembalaan tersebut untuk mencukupi kebutuhan penggembalaan setiap UT atau Unit Ternak (Santosa 2005). Program penggemukan sapi potong yang berorientasi pada keuntungan financial perlu dipertimbangkan penggunaan pakan berupa konsentrat (Abidin 2002).

Pakan ternak sapi potong merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Bahan pakan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak daripada berat keringnya, yaitu lebih besar dari 18%. Konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit daripada hijauan yaitu kurang dari 18% dan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang relatif banyak namun jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne 1993). Tingkat konsumsi ransum sapi berbeda-beda bergantung pada status fisiologinya. Sapi dewasa dapat mengkonsumsi bahan kering minimal 1,4% bobot badan/hari, sedangkan sapi kebiri umur 1 tahun dengan hijauan berkualitas baik dapat mengkonsumsi 3% dari bobot badan (Parakkasi 1999).

Manajemen Reproduksi

(19)

7

Sistem Perkawinan

Sapi dapat dikembangbiakan dengan dua metode, yaitu metode alamiah dan metode Inseminasi Buatan (IB). Metode alamiah adalah sapi jantan pemacek dikawinkan dengan sapi betina yang sedang birahi. Sperma sapi jantan pemacek untuk perkawinan alamiah hanya mampu melayani 120 ekor sapi betina/tahun, Metode IB, lebih dikenal dengan kawin suntik. Perkawinan dilakukan dengan bantuan peralatan khusus dan manusia (inseminator). Seekor sapi jantan pemacek sebagai sumber sperma dapat dipergunakan untuk mengawini sapi betina sampai 20.000 ekor per tahun (Hernowo 2006).

Menurut Santosa (2005), keterampilan dalam melihat tanda-tanda berahi ternak sapi betina sangat menentukan keberhasilan perkawinan ternak sapi. Tanda-tanda yang lazim nampak pada ternak adalah sapi betina tidak tenang (gelisah), nafsu makan berkurang, sering melenguh, mendekati pejantan, sering menaiki sapi lain dan jika dinaiki akan diam. Selain itu Santosa (2005), menyatakan tanda khusus dari vulva adalah keadaannya yang tampak memerah, membengkak dan keluar lendir bening. Bila sudah terlihat tanda-tanda berahi, secepatnya sapi betina tersebut dikawinkan. Perkawinan akan berhasil apabila dilakukan terutama pada 15-18 jam setelah tanda-tanda berahi mulai tampak. Apabila perkawinan dilakukan sebelum mencapai 6 jam setelah tanda berahi tampak maka perkawinan kurang berhasil. Namun apabila perkawinan dilakukan setelah 28 jam setelah tanda-tanda berahi tampak maka perkawinan akan mengalami kegagalan.

Manajemen Kesehatan

Kesehatan hewan adalah suatu kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi secara normal (Akoso 1996). Kerusakan sel mungkin saja terjadi secara normal sebagai akibat proses pertumbuhan yang dinamis demi kelangsungan hidup, sehingga terjadi pergantian sel tubuh yang rusak atau mati bagi hewan yang sehat. Bagi negara yang beriklim tropis seperti Indonesia, keadaan cuaca yang panas, sangat kering atau lembab akan mempengaruhi status kesehatan hewan.

Pemberantasan penyakit secara tuntas di suatu kawasan tertentu mungkin sulit dilaksanakan walaupun upaya telah berlangsung bertahun-tahun. Hal ini karena dapat terjadi karena sifat ilmiah agen penyakit yang berkemampuan tetap hidup diluar induk semangnya, keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menciptakan vaksin yang handal, atau ketidakmungkinan mengatasi atau mengendalikan semua macam pembawa sifat bagi jasad renik yang ada (Akoso 1996).

(20)

8

Banyak ternak di negara tropis mengidap berbagai penyakit secara sub-klinis yang tidak cukup kuat memberikan dampak yang dapat diamati, tetapi cukup dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan kemampuan berproduksi serta reproduksi secara optimal.

METODE

Lokasi dan Waktu Studi

Studi eksploratif ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2012. Kegiatan ini dilaksanakan pada lokasi peternakan rakyat di perkebunan kelapa sawit dansekitar perkampungan masyarakat di Kecamantan Halongonan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara.

Cara Penyusunan Model Evaluasi Usaha Kesehatan Hewan

Penyusunan model evaluasi usaha kesehatan hewan oleh peternak ini dlakukan dengan pendekatan studi eksploratif. Studi ini dilakukan dengan mewawancarai 30 peternak, memeriksa status kesehatan 60 ekor sapi potong PO, dan tinjauan sistem pemeliharaan di lapangan.

Alat dan bahan yang digunakan diantaranya thermometer, alat tulis, kamera digital, stopwatch, dan tali tambang.

Topik wawancara diarahkan untuk menggali informasi tentang metode pemeliharaan ternak ditinjau dari aspek pakan (jenis pakan yang diberikan dan cara pemberian pakan pada ternak), aspek perkawinan (metode perkawinan dan identifikasi ternak birahi) dan ditinjau dari aspek kesehatannya (program vaksinasi, pemberian obat cacing dan pemberian obat-obatan terhadap ternak jika ternak sakit. Data yang diperoleh disajikan dalam dalam bentuk tabeldan gambar, kemudian dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah

Kabupaten Padang Lawas Utara merupakan wilayah dari Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Padang Lawas Utara yang dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Selatan pada tanggal 17 Juli 2007. Kabupaten Padang Lawas Utara mempunyai luas wilayah ± 3918, 05 km2.(DISNAKKAN 2011).Secara administratif Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki batas-batas wilayah yaitu :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Pekanbaru

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan

(21)

9 dimanfaatakan sebagai lahan penggembalaan ternak di Kabupaten Padang Lawas Utara yaitu perkebunan rakyat (32 059 Ha, perkebunan besar (101 121 Ha, dan perkebunan milik kkoperasi (428 Ha). Kecamatan Halongonan memiliki lahan penggembalaan ternak areal perkebunan seluas 9 565 Ha, perkebunan besar 9 306 Ha (DISNAKKAN 2011).

Profil Peternak Sapi Potong

Berdasarkan data kuisioner diperoleh bahwa peternak memiliki keragaman usia mulai dari 25 tahun hingga 50 tahun yaitu 73.3% peternak (22 peternak) berusia dibawah 50 tahun dan 8 peternak (26.7 %) yang berusia diatas 50 tahun. Pendidikan formal para petermak beragam yaitu pendidikan SD sebanyak 3.3 %, SMP sebanyak 60% dan SMA sebanyak 36.7%.

Para peternak memiliki pengalaman beternak yang beragam yaitu 24 peternak memiliki pengalaman berternak diatas 5 tahun dan 6 peternak kurang dari lima tahun (peternak pemula). Bekal pengetahuan mengenai cara beternak umumnya diperoleh secara turun temurun atau lebih dikenal dengan peternakan secara tradisional. Usaha peternakan dilakukan oleh peternak untuk menambah pendapatan (33.3 %) dan sebagai tabungan (66.7 %) dari hasil penjualan sapi potong.Sebagian besar peternak tergabung dalam Kelompok Tani BINA TERNAK.Jumlah ternak yang dimiliki relatif beragam, sebagian besar (66.7%) peternak memiliki sapi 2 hingga 5 ekor. Untuk lebih jelasnya data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel.1 Profil Peternak Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan

No Karakteristik Peternak (orang) Presentase (%)

1. Umur

4. Jenis kelamin peternak

a. Laki-laki

5. Tergabung dalam kelompok tani

a. Ya

7. Jumlah ternak yang dimiliki

(22)

10

Profil Manajemen Pemeliharaan Ternak

Hasil studi eksploratif menunjukkan bahwa jenis sapi potong yang dipelihara oleh peternak hanya sapi PO. Alasan peternak memelihara sapi PO karena sangat mudah pemeliharaaan dan perawatannya. Lokasi pengamatan memiliki iklim yang panas pada musim kemarau. Menurut Basuki (1991), sapi PO memiliki keunggulan, diantaranya kuat, tahan panas, tahan lapar, dan haus, serta dapat menyesuaikan dengan pakan yang sederhana. Hasil studi eksploratif ini menunjukkan bahwa 100% peternak menerapkan sistem pemeliharaan secara semi intensif, yaitu pada siang hari hingga sore hari dilepas dipadang penggembalaan, sedangkan pada malam harinya ternak dikandangkan.

Sistem Perkandangan

Ukuran kandang beragam tergantung jumlah sapi yang dimiliki. Ukuran kandang sapi yg dimiliki peternak pada umumnya belum memenuhi standar dan kandang ternak yang terdapat dipemukiman hanya diikat dibelakang rumah. Hanya sekedar ternak mereka aman dan tidak lepas atau lari dari kandang. Terdapat pula kandang berbentuk kandang koloni, dimana sapi ditempatkan pada satu kandang saja secara berkelompok. Luas kandang individu disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi yaitu 1.5x2.5 meter (Rasyid dan Hartati 2007). Luas kandang ternak yang dimiliki peternak diantaranya 5-10 m2 (28 peternak) dan ≥10 m2 (2 peternak).

Berdasarkan tabel 2, sebanyak 80% (24 peternak) memiliki kandang yang berjarak lebih dari 10 meter dari tempat tinggal mereka dan 13.3% (4 peternak)

Tabel 2. Gambaran Sistem Perkandangan Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan

a. Terpisah dari rumah dengan jarak <10 meterr

b. Terpisah dari rumah dengan jarak ≥10 meter

c. Terpisah jauh dari rumah (terletak di sekitar

4 Bahan yang digunakan

(23)

11 memiliki kandang yang berjarak kurang dari 10 meter dari pemukiman. Hal ini masih belum baik karena jarak kandang dan perumahan sebaiknya minimal 10 meter (Rasyid dan Hartati 2007). Hal ini dimaksudkan agar memudahkan peternak dalam memelihara dan melakukan pengawasan terhadap ternaknya. Kelemahan dari pembangunan kandang yang dekat dengan rumah adalah bau kotoran yang dapat mengganggu dan dapat mengundang lalat disekitar rumah, yang dapat menjadi vektor penyebab penyakit pada masyarakat setempat. Data tentang sistem perkandangan dapat dilihat pada Tabel 2.

Peternak juga menerapkan sistem integrasi kebun kelapa sawit, namun hanya 6.7% (2 peternak) dari 30 peternak. Jarak kandang sapi ini sekitar 3 km dari pemukiman. Sistem ini saling menguntungkan bagi sapi dan kebun kelapa sawit, selain sapi mendapatkan pakan rumput dari sekitar kebun kelapa sawit, kotoran sapi juga dapat membantu menyuburkan kelapa sawit sebagai pengganti pupuk atau lebih dikenal dengan pupuk kandang.

Keadaan kandang yang terdapat di sekitar kebun kelapa sawit kurang baik. Berdasarkan Tabel 2, terdapat 6.7% (2 peternak) memiliki kandang terbuka yaitu kandang hanya berpagar kayu dan kawat duri, tanpa ada atap yang dapat melindungi sapi potong dari hujan. Hal ini dikhawatirkan sapi akan dengan mudah terserang penyakit dan gangguan yang dapat membahayakan ternak itu sendiri. Dalam hal kebersihan, sebanyak 66.7% (20 peternak) memiliki kandang yang kebersihannya masih kurang diperhatikan. Hanya 26.7% dari total peternak yang memiliki kesadaran dan rutin dalam membersihkan kandang ternaknya. Bangunan kandang yang terdapat di Kecamatan Halongonan secara umum memiliki bangunan yang non permanen.

(24)

12

Pola Manajemen Pakan

Hasil wawancara diperoleh peternak menerapkan sistemsistem manajemen pakan tradisional, yaitu hanya diberi pakan hijauan saja berupa rumput lapang.Sistem ini merupakan sistem turun temurun yang telah lama mereka jalani, halini dapat dilihat dari performa tubuh ternak yang masih kurang baik dan terlihat kurus.

Ketersediaan pakan hijauan sifatnya musiman, seluruh peternak (30 peternak) mengatakan bahwa hijauan pakan ternak tidak mencukupi sepanjang tahun. Pada musim hujan, hijauan pakan ternak berlimpah sedangkan pada musim kemarau hijauan pakan ternak terbatas,hal ini yang menyebabkan pertumbuhan sapi kurang optimal. Peternak hanya mengenal sistem manajemen pakan tradisional, peternak belum pernah menggunakan pakan tambahan seperti limbah pertanian atau tambahan konsentrat sebagai alternatif pengganti pakan hijauan. Kurangnya kesadaran peternak dalam memanfaatkan lahan pertanian untuk menanam rumput budidaya menyebabkan kurang optimalnya pertumbuhan sapi potong PO di daerah ini. Selain itu, kurangnya pengetahuan peternak dalam pengelolaan pakan ternak juga menjadi alasan yang kuat. Dampak yang menonjol dari defisiensi pakan yaitu terhentinya aktivitas siklus reproduksi, adanya birahi tenang, kelainan ovulasi, kegagalan konsepsi, dan kematian embrio.Sapi dara paling sensitif terhadap kekurangan nutrisi pada tingkat akhir kebuntingan jika belum mencapai kematangan fisik. Hal ini diperlihatkan dengan keterlambatan birahi post partus dan angka konsepsi pada proses kebuntingan pertama (Arthur et al. 1989).

Setiap hewan ternak memerlukan pakan yang memenuhi syarat meliputi protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air. Unsur-unsur tersebut di tubuh hewan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, produksi, dan reproduksi. Nutrisi ternak dalam jumlah dan kualitas yang cukup akan menjamin kelangsungan fungsi-fungsi dalam tubuh ternak termasuk fungsi reproduksi. Kebutuhan reproduksi tidak akan terganggu bila kebutuhan nutrisi minimal untuk hidup sudah terpenuhi (Toelihere 1981).

Profil Manajemen Reproduksi Ternak

Program perkawinan dilakukan untuk menghasilkan keturunan dan mutu genetik yang baik. Sistem perkawinan ternak sapi potong dipeternakan saat ini

(25)

13 pada umumnya yaitu perkawinan alami dan IB. Namun seluruh peternak (100%) menggunakan sistem kawin secara alami karena telah dilakukan oleh peternak secara turun temurun. Peternak hanya mengandalkan sistem tersebut sebagai sistem reproduksi secara tradisional. Sistem teknologi reproduksi IB belum dilakukan, hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran dan pengetahuan dari peternak akan keuntungan sistem ini. Selain itu, sapi yang dipelihara oleh peternak umumnya liar sehingga susah untuk ditanganidan tingkat keberhasilannya masih diragukan oleh peternak. Sistem IB mulai dicoba disalah satu peternak namun belum diketahui tingkat keberhasilannya, karena tenaga ahli belum terlalu mahir dan perlu dilakukan berulang kali untuk menghasilkan tingkat keberhasilan yang tinggi.

Tingkat keberhasilan perkawinan hewan ternak secara alami di Kecamatan Halongonan cukup tinggi. Pengenalan tanda birahi yang umum diketahui oleh peternak yaitu hewan gelisah dan menguak-nguak (40%) dari tingkah laku ternak dan sebagian besar (60%) peternak tidak tahu dan dibiarkan. Peternak mengawinkan sapi yang birahi dengan jantan pemacek. Waktu antara timbulnya tanda birahi sampai dengan dikawinkan memerlukan saat yang tepat untuk mendapatkan fertilitas yang tinggi. Pada waktu sapi berada diluar kandang hingga siang hari, diikat di bawah pohon atau digembalakan di lahan kebun kelapa sawit, kemudian peternak melakukan kegiatan lain sehingga tanda birahi sering terlewatkan dan tidak termonitor dengan baik. Data tentang gambaran sistem manajemen reproduksi ternak sapi potong PO dapat dilihat pada Tabel 3.

Profil Manajemen Kesehatan Ternak

Keberhasilan suatu usaha peternakan sapi potong sangat ditentukan oleh kesehatan ternak itu sendiri. Ternak harus bebas dari penyakit sehingga dapat tumbuh, berproduksi/bereproduksi secara optimal, dapat dijual dan dikembangbiakan lebih cepat, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pemeliharanya. Beberapa tindakan seperti pemeliharaan kesehatan ternak dan pencegahan penyakit merupakan bagian penting dalam pengelolaan suatu usaha peternakan. Pengendalian penyakit dimaksudkan untuk menjauhkan dan membebaskan ternak dari penyakit. Terdapat dua sarana produksi peternakan

Tabel 3. Gambaran Sistem Manajemen Reproduksi Ternak Sapi Potong PO oleh Peternak di Kecamatan Halongonan

No Variabel Jumlah Presentase (%)

2. Identifikasi ternak birahi

a. Melihat bagian vulva

3. Program Inseminasi Buatan

(26)

14

yang biasa digunakan di daerah ini diantaranya vaksin dan obat-obatan. Beberapa tindakan yang telah dilakukan seperti pemberian antibiotik dan obat cacing oleh paramedis veteriner.

Hasil wawancara menunjukan beberapa penyakit yang pernah menyerang daerah ini yang menyebabkan kematian dan kerugian sangat tinggi, diantaranya Septichaemia Epizootica, Surra ,Timpani (kembung), Bovine Ephemeral Fever (demam tiga hari), Pink Eye (mata merah). Namun masalah penyakit yang hingga kini masih menyerang ternak adalah timpan, demam tiga hari, dan Surra dengan tingkat kematian yang relatif jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya (DISNAKKAN 2011). Hal ini menyebabkan petugas kesehatan dari Dinas Peternakan memberikan penyuluhan ke peternak agar melakukan vaksinasi sedini mungkin. Hasil wawancara terhadap 30 peternak bahwa seluruh peternak melakukan vaksinasi terhadap hewan ternak. Pemberian vaksin Septichaemia Epizootica (SE) dilakukan sejak umur pedet 6 hingga 12 bulan, kemudian vaksin ulang diberikan 6 bulan kemudian. Hal ini telah dilakukan terhadap seluruh ternak di daerah ini karena peternak tidak ingin lagi ternak mereka mati akibat serangan panyakit. Pengendalian penyakit terhadap sapi yang terserang demam tiga hari belom ada vaksin untuk penyakit ini hanya di beri antibiotik atau pengobatan dengan memberikan obat simtomatik (Akoso 1996).

Beberapa agen penyakit dapat menular melalui kontak langsung dengan hewan yang sakit, oral, dan aerogen (Pribadi 1991). Selain pemberian vaksin, pemberian obat cacing (deworming) juga dilakukan oleh paramedis secara berkala. Pemberian obat cacing dilakukan sejak sapi berumur 1-2 bulan kemudian berulang 6 bulan kemudian dan sekaligus diberi vitamin. Pemberian vitamin juga dilakukan oleh paramedis antara lain Vitamin A, D,E dan B complex (B12). Data tentang pola manajemen kesehatan sapi potong PO dapat dilihat di Tabel 4.

Tabel 4. Gambaran Sistem Manajemen Kesehatan Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan

No Variabel Jumlah

Peternak (orang) Presentase (%)

1. Vaksinasi

2. Usaha penanggulangan terhadap sapi yang

sakit

a. Melaporkan pada petugas

b. Dibiarkan

c. Langsung di jual atau di sembelih

30

5. Jenis obat cacing yang digunakan

a. Obat komersial /paten

b. Obat racikan / tradisional

30 0

(27)

15

Profil Kesehatan Fisik Ternak

Keberhasilan usaha kesehatan hewan diukur dengan mengukur langsung kesehatan fisik ternak. Secara umum keadaan fisik kesehatan sapi potong di daerah ini tergolong cukup baik, hal ini dibuktikan dari segi pemeriksaan fisik hewan yang dilakukan secara langsung pada ternak. Secara umum tingkah laku sapi normal, karena gerakan sapi yang aktif, sikap sapi potong PO sigap ketika didekati, sadar dan tanggap terhadap perubahan situasi sekitar yang mencurigakan. Kondisi tubuh sapi dapat dikatakan masih kurang gizi karena terlihat kurus. Pada saat sapi berjalan, gerakan kakinya dilakukan dengan wajar dan tidak ada yang pincang. Sewaktu sapi berdiri berada pada keadaan seimbang dan bertumpu pada keempat kakinya dengan posisi yang santai. Kulit dan bulu secara umum tampak halus dan mengkilat, namun ada sebagian tampak yang kotor dan tidak mengkilat, hal ini dapat dipengaruhi oleh konsumsi pakan yang kurang baik.

Frekuensi nafas sapi potong bervariasi, tergantung dari jenis dan umur sapi tersebut. Frekuensi nafas sapi PO pada umur pedet didapatkan dengan rata-rata 47 kali per menit, sapi muda didapatkan dengan rata-rata 38-39 kali per menit dan sapi dewasa berada pada rata-rata 19-20 kali per menit. Angka ini terbilang tinggi, penyebabnya sapi ini liar, bergerak sangat aktif dan lincah. Menurut Akoso (1996), frekuensi nafas sapi pedet adalah 30-37 kali per menit. Tinggi rendahnya frekuensi nafas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran tubuh, umur hewan, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan dan kondisi kesehatan hewan (Kelly 1984).

Hasil pengukuran pulsus terhadap sapi potong PO pada umur pedet diperoleh dengan rata-rata 91 kali per menit, pada sapi umur muda frekuensi pulsus 85 kali per menit dan frekuensi pulsus sapi dewasa rata-rata 55 kali per menit. Frekuensi normal pulsus pada pedet dapat mencapai 100-200 kali per menit dan sapi dewasa mencapai 55-80 kali per menit (Kelly 1984). Tingginya pulsus pada pedet dapat disebabkan oleh aktifitas fisik sapi, umur dan keadaan fisiologis sapi serta jenis kelamin.

Suhu rektal sangat penting sebagai parameter sapi dapat dikatakan sehat atau sakit. Dari hasil pengukuran langsung, sapi umur pedet didapatkan suhu rektal rata-rata adalah 39.2 ºC, pada sapi umur muda 38.3 ºC, dan dewasa 38.1 ºC. Aktifitas tubuh hewan seperti banyak bergerak atau setelah makan dapat meningkatkan suhu tubuh akibat metabolisme yang meningkat. Fungsi dan status reproduksi hewan seperti estrus, kebuntingan dan partus juga mempengaruhi suhu tubuh hewan. Suhu dan kondisi lingkungan juga mempengaruhi suhu tubuh, dimana suhu lingkungan yang meningkat pada siang hari dapat meningkatkan suhu tubuh (Rosenberger 1979).

Evaluasi Usaha Pemeliharaan Kesehatan Hewan oleh Peternak

(28)

16

kebun kelapa sawit. Performa fisik itu termasuk performa dari kebersihan kulit dan rambut serta performa gizi ternak. Kebersihan kulit dan rambut pada ternak yang dikandangkan di sekitar perkampungan lebih bersih dibandingkan dengan sapi yang dikandangkan di sekitar kebun kelapa sawit, hal ini dikarenakan kotoran sapi dilantai kandang sering dibersihkan. Berbeda dengan sapi yang dipelihara dikebun kelapa sawit, lantai kandang masih jarang dibersihkan.

Performa fisik tubuh sapi yang sehat dilihat berdasarkan status gizi pada tubuh hewan ternak. Ternak yang dikandangkan di kebun kelapa sawit lebih memiliki performa lebih baik dibandingkan dengan sapi yang dikandangkan dipemukiman. Hal ini karena tercukupinya pakan rumput yang lebih berlimpah di sekitar kebun kelapa sawit.

Pengetahuan peternak secara medis cukup untuk memberikan informasi hewan sakit atau sehat. Informasi ini didapat melalui penyuluhan yang diberikan oleh Dinas Peternakan. Berdasarkan hasil pengamatan, tindakan pencegahan dan pengobatan sudah dilakukan dengan baik. Hasil wawancara diperoleh bahwa seluruh peternak melaporkan apabila ada ternaknya yang sakit kepetugas kesehatan atau paramedis veteriner setempat, paramedis memberikan pengobatan secepatnya sebelum ternak semakin parah dan mati.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sistem pemeliharaan peternakan di Kecamatan Halongonan adalah semi intensif.Kandang yang digunakan masih bersifat non-permanen dan masih kurang layak sebagai tempat aktivitas ternak.Pakan ternak yang diberikan hanya rumput lapang yang terdapat dilahan penggembalaan di sekitar perkebunan kelapa sawit. Mayoritas peternak hanya menggunakan cara kawin alam dalam proses pengawinan ternak yang mereka miliki. Upaya kesehatan terhadap pengendalian penyakit terhadap sapi PO seperti vaksinasi, pemberian vitamin dan deworming telah dilakukan dengan baik oleh peternak secara rutin dengan cara melaporkan kepada paramedis secara berkala.

Saran

(29)

17

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z. 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Penggemukan Sapi Potong. Jakarta (ID) : Agromedia Pustaka.

Anonimus. 2007. Physical Examination. [Diunduh 2007 November 3]. Tersedia pada : http://id.wikipedia.org/wiki/physical-examination.

Akoso BT. 1996. Kesehatan Sapi. Yogyakarta (ID) : Kanisius

Arthur GH, Noakes DE, Pearson H. 1989. Veterinary Reproduction and Obstetrics (Theriogenology). London (UK) : Bailliere Tindall.

Basuki P. 1998. Dasar ilmu Ternak Potong dan Kerja. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

Blakely J, Bade DH. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Terjemahan : Bambang Srigandono. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Pr.

Cole HH, Cupps PT. 1977. Reproduction in Domestic Animal 2nd Ed. New York and London : Academic Pr.

Cunningham JG. 2002. Veterinary Physiology. Philadeplhia London: Saunders Company

Direktorat Jenderal Peternakan. 2000. Pedoman Budidaya Sapi Potong yang Baik (Good Farming Practices). Jakarta (ID).

[DISNAKKAN] Dinas Peternakan dan Perikanan. 2011. Data Base Profil Pembangunan Peternakan dan Perikanan Kabupaten Padang Lawas Utara. PALUTA : Dinas Paternakan dan Perikanan.

Glaze JB. 2009. Body Condition Scoring(BCS) in Beef Cattle. [Diunduh 2013 Februari 20]. Tersedia pada : http://osufacts.okstate.edu/ bcs_pres_carl.pdf. Hardjopranjoto HS. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Surabaya (ID) :

Airlangga University Pr.

Hernowo B. 2006.Prospek Pengembangan Usaha Pengembangan Sapi Potong di Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi.[Skripsi] : Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor (ID). [KEMENKES] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Interpretasi

Data Laboratorium. Jakarta (ID).

Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis 3th Ed. London (UK): Bailliere Tindall

Natasasmita A, Mudikdjo K. 1985. Beternak Sapi Daging. Bogor : Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor (ID).

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi Ternak Sapi. Jakarta(ID) : PT Gramedia Pustaka Utama.

(30)

18

Rasyid A, Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Pedaging. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.: Dinas Pertanian.

Rosenberger G. 1979. Clinical Examination of Cattle. Berlin & Hamburg: Verlag Paul Parley.

Setiawan AI. 1996. Memanfaatkan Limbah Ternak. Yogyakarta (ID) : Penebar Swadaya.

Santosa U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.

Suharto. 1999. Integrasi Ternak pada Usaha Pertanian dan Peternakan. Seminar Nasional dalam Rangka Lustrum Fakultas Peternakan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

(31)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 17 Juni 1989 dari pasangan H. Khairullah Nainggolan dan Hj. Sutiem. Penulis merupakan anak pertama dari sepuluh bersaudara.

Penulis dibesarkan di Desa Hutaimbaru I, Sumatera Utara dan menempuh pendidikan di SDN 142763 Hutaimbaru hingga lulus tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 3 Padang Bolak dan lulus tahun 2004. Penulis lulus dari SMA N 8 Medan pada tahun 2007 dan diterima di IPB melalui jalur USMI.

(32)

20

(33)

26

Form Data Base Peternakan Tahun 2011

Kab/kota : Padang Lawas Utara Jenis ternak : Sapi Potong

Tabel 1. Luas lahan penggembalaan Ternak Areal Perkebunan per Kecamatan di Kabupaten padang Lawas Utara (Ha) Tahun 2011

No Kecamatan Lahan

Tabel 2. Data Penyakit Hewan Ternak yang Sering Berjangkit di Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2011

No Kecamatan Nama Penyakit Ternak sakit (ekor)

Penanggulangan

Halongonan New Castle Disease (ND) 400 Vaksinasi Bovine Ephe,eral Fever

(Demam Tiga Hari)

95 Antibiotik

Scabies 140 Ivomec

Timpani 75 Antibiotik

Pink Eye (Mata Merah) 68 Antibiotik

Rabies 30 Vaksinasi

(34)
(35)

25

(36)

21

KUESIONER PENELITIAN

Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) Peternakan Rakyat Tradisional Di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang

Lawas Utara Sumatera Utara

IDENTITAS PEMILIK SAPI POTONG (PO)

1. Nama Peternak :

1. Berapa jumlah ternak sapi yang Bapak/Ibu/Sdr miliki sekarang?

Jenis Ternak Sapi Jumlah Jenis (Breed)

Sapi Dewasa Sapi Muda Sapi Pedet

2. Dari mana sapi potong yang Bapak/Ibu/Sdr pelihara tersebut berasal?

……….

3. Bagaimana status riwayat kepemilikan sapi yang Bapak/Ibu/Sdr milik? a. Ternak Milik Sendiri d. Warisan

b. Bantuan Pemerintah e. Kerjasama dengan Pihak Swasta c. Sistem Bagi Hasil

4. Pengalaman Berternak Bapak/Ibu/Saudara ?

Perkandangan

7. Bahan apa yang Bapak/Ibu/Sdr gunakan dalam membangun kandang? a. Kayu b. Bambu c. Semen

(37)

22

8. Apakah ketersediaan pakan cukup?

a. Ya b. Tidak

9. Apakah jenis pakan yang diberikan kepada ternak sapi anda?

………..

10.Apakah ada jenis pakan lain yang Bapak/Ibu/Sdr berikan?

……….

11.Ternak Bapak/Ibu/Sdr dipelihara secara ? a. Dilepas berkeliaran sepanjang hari

b. Dilepas di pagi hari dan dikandangkan pada malam hari c. Dikandangkan sepanjang hari

12.Bagaimana sistem pemberian pakan yang Bapak/Ibu/Sdr lakukan? a. Menggembalakan di padang penggembalaan

b. Menggembalakan di lahan pertanian atau perkebunan c. Diberikan rumput potongan

d. Kombinasi (digembalakan dan diberikan rumput potongan)

13.Jika pemberian pakan dengan penggembalaan di lahan penggembalaan, pada jam berapa Bapak/Ibu/Sdr menggembalakan serta berapa lama?

……… (jam/hari)

14.Dalam menggembalakan sapi apakah Bapak/Ibu/Sdr lakukan sendiri atau

membayar orang untuk menggembalakan sapi tersebut? ………

Jika Ya, berapa biaya yang Bapak/Ibu/Sdr keluarkan untuk membayar orang

dalam menggembalakan sapi ? ……….(Rp/bulan)

15.Bagaimana sistem pemberian minum yang Bapak/Ibu/Sdr lakukan? a. Ad-libitum b. terbatas

16.Apakah air yang digunakan tersedia sepanjang tahun dalam jumlah yang

mencukupi ? ………

17.Apakah sumber air mudah dicapai atau mudah disediakan? a. Ya b. tidak

18.Sumber air yang digunakan berasal dari mana? a. Sungai b. kolam c. sumur

Perkawinan

19.Dalam pengembangbiakan ternak, metode perkawiinan ternak apa yang Bapak/Ibu/Sdr terapkan pada ternak sapi ?

a. Metode alamiah

b. Menggunakan teknologi Inseminasi Buatan c. Menggunakan teknologi Transfer Embrio

(38)

23 b. Tingkah laku

c. Tidak tahu (dibiarkan)

21.Apakah ada program Inseminasi Buatan (IB) di wilayah Bapak/Ibu/Sdr dalam beternak?

………..

Pelayanan Kesehatan Hewan

22.Bagaimana sistem pengelolaan kesehatan di peternakan ini?

………

23.Apakah pernah terdapat penyakit menular di peternakan ini?

a. Ada (jenis penyakit ……….) b. Tidak

24.Apakah ternak yang Bapak/Ibu/Sdr pelihara pernah terjangkit penyakit ?

a. Ya b. Tidak

Jika Ya, jenis penyakit apa yang pernah menjangkit ternak Bapak/Ibu/Sdr ?

……… ………

25.Bagaimana cara Bapak/Ibu/Sdr menanggulangi penyakit tersebut ? a. Menanggulangi sendiri dengan pengobatan tradisional b. Pemanggilan Mantri Hewan

c. Tidak dilakukan pengobatan

d. Ternak yang sakit langsung di sembelih atau di jual

26.Bagaimana frekuensi pemeriksaan kesehatan sapi miliki Bapak/Ibu/Sdr ? a. Hanya saat ternak sakit

b. Seminggu sekali c. Sebulan sekali d. Rutin setiap hari

27.Apakah Bapak/Ibu/Sdr pernah melakukan pengobatan terhadap penyakit kecacingan (deworming) ?

a. Ya b. Tidak

28.Seberapa sering Bapak/Ibu/Sdr melakukan pengobatan terhadap penyakit kecacingan (doworming) ?

a. Saat ada pelayanan gratis saja b. 3 bulan sekali

c. 6 bulan sekali d. 1 tahun sekali

29.Bagaimana penjadwalan pemberian vaksin di peternakan Bapak/Ibu/Sdr ?

a. Dilakukan b. Tidak dilakukan

Jika dilakukan, berapa kali setahun ? ………..

30.Vaksin apa saja yang diberikan pada ternak Bapak/Ibu/Sdr ?

………..

31.Adakah penjadwalan khusus mengenai kesehatan ternak kepada Dinas setempat?

(39)

24

LEMBAR PHYSICAL EXAMINATION SAPI POTONG PERANAKAN

ONGOLE (PO)

Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) Peternakan Rakyat Tradisional Di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang

Lawas Utara Sumatera Utara

Signalement hewan Status Present

Keadaan Umum

Nama :

Ras/Breed :

Warna Bulu, kulit :

Jenis Kelamin :

Jantan/Betina :

Umur : thn/bln

Tinggi :

Berat Badan :

Tanda-tanda :

khusus

Bekas Luka :

Perawatan :

Tingkah laku/temperament :

Sikap berdiri :

Habitus/kebiasaan :

Body Condition Scoring :

Keadaan kulit :

Keadaan bulu :

Kebersihan kulit dan bulu :

Ada alergi kulit : ya/tidak

Sikap berdiri :

Frekuensi nadi :

Frekuensi nafas :

(40)

LEMBAR PHYSICAL EXAMINATION SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE

(PO)

Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) Peternakan Rakyat Tradisional Di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara

Sumatera Utara

Signalement hewan Anamnesis Status Present Keadaan Umum

Nama :

Ras/Breed :

Warna Bulu, kulit :

Jenis Kelamin : jantan/betina

Umur : thn/bln

Tinggi :

Berat Badan :

Tanda-tanda :

khusus

Bekas Luka :

Perawatan :

Tingkah laku/temperament :

Sikap berdiri :

Habitus/kebiasaan :

Body Condition Scoring :

Keadaan kulit :

Keadaan bulu :

Kebersihan kulit dan bulu :

Ada alergi kulit : ya/tidak

Sikap berdiri :

Frekuensi nadi :

Frekuensi nafas :

Gambar

Gambar 1 Sapi potong Peranakan Ongole (PO) peternakan
Tabel.1 Profil Peternak Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan
Gambar.2. Kontruksi Kandang sapi PO dengan atap (a) dan (b), kandang
Gambar 3 Lahan Penggembalaan Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jatibarang, menyewakan speedboat, membuka rumah makan, berdagang souvenir dan yang lainya. Lokasi wisata tersebut juga membuat nilai ekonomis lahan pertanahan

Fluida kerja yang digunakan adalah air , karena mudah didapat serta memenuhi syarat utama sebagai fluida kerja, yaitu tidak bereaksi dengan material pipa maupun struktur sumbu

Para penganut paham ini meyakini bahwa setiap keputusan hakim harus didasari pada makna kata- kata atau kalimat yang dipahami melalui analisa sejarah dalam penyusunan dan

Kriptografi adalah ilmu dan seni untuk menjaga kerahasian pesan dengan cara menyandikannya ke dalam bentuk yang tidak dapat dimengerti lagi maknanya.. • Istilah kriptografi dalam

izin, Yang Mulia, saya sampaikan kaitanya dengan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) soal mekanisme pemberian kuasa, ini mekanisme yang terjadi di dalam struktur hukum

akan mendapatkan tugas untuk mejadi pembuat ember dan pembuat begel yang berada di lokasi berbeda. Parallel editing di acara ini bertujuan untuk memberikan informasi

(2) The Treffinger model is proved to be effective in improving the students’ ability in determining the main idea of paragraph in tenth grade (3 rd class of

Kepadatan penduduk sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat, sebab adanya kepadatan penduduk yang tinggi akan banyak menimbulkan berbagai masalah yang