• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alternatif Indeks Gizi Seimbang untuk Menilai Kualitas Konsumsi Pangan Anak Usia 2-12 Tahun di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Alternatif Indeks Gizi Seimbang untuk Menilai Kualitas Konsumsi Pangan Anak Usia 2-12 Tahun di Indonesia"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ALTERNATIF INDEKS GIZI SEIMBANG

UNTUK MENILAI KUALITAS KONSUMSI PANGAN ANAK

USIA 2-12 TAHUN DI INDONESIA

ANGGA HARDIANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Alternatif Indeks Gizi Seimbang untuk Menilai Kualitas Konsumsi Pangan Anak Usia 2-12 Tahun di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Angga Hardiansyah

(4)

RINGKASAN

ANGGA HARDIANSYAH. Alternatif Indeks Gizi Seimbang untuk Menilai Kualitas Konsumsi Pangan Anak Usia 2-12 Tahun di Indonesia. Dibimbing oleh HARDINSYAH dan DADANG SUKANDAR.

Saat ini masih banyak anak Indonesia yang mengalami masalah gizi. Sebesar 19,6% balita mengalami berat kurang (underweight) dan lebih dari 30% balita dan anak pendek (stunting). Di sisi lain, balita gemuk dilaporkan sebesar 11,9% pada tahun 2013. Pengendalian masalah gizi tersebut dilakukan Kemenkes dengan menyusun Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014 sebagai pedoman diet sehat bagi semua kelompok umur termasuk kelompok anak. Meskipun telah memiliki pedoman makan, Indonesia belum memiliki instrumen untuk menilai kualitas konsumsi pangan secara praktis dan menyeluruh untuk kelompok anak. Padahal, di negara lain seperti Amerika, Australia dan Thailand telah dikembangkan instrumen tersebut yang disebut dengan Healthy Eating Index (indeks gizi seimbang) bagi semua kelompok umur. Di Indonesia sendiri, Indek Gizi Seimbang baru dikembangkan untuk kelompok dewasa. Oleh karena itu, penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan indeks gizi seimbang (IGS) untuk menilai kualitas konsumsi pangan anak usia 2-12 tahun di Indonesia, dengan tujuan khusus: 1) menganalisis konsumsi pangan anak usia 2-12 tahun di Indonesia, 2) mengembangkan beberapa alternatif IGS untuk anak usia 2-12 tahun di Indonesia, dan 3) menguji validitas berbagai alternatif IGS dan menentukan IGS terpilih.

Penelitian pengembangan IGS ini dilakukan pada bulan September 2014 – Mei 2015. Subjek dalam penelitian ini adalah anak usia 2-12 tahun hasil Riskesdas 2010. Jumlah subjek yang telah ditapis sesuai dengan kriteria eksklusi sebanyak 38890 anak usia 2-12 tahun. Terdapat 3 tahapan dalam pengembangan IGS, yaitu 1) pengelompokan pangan, 2) pengembangan alternatif IGS dan sistem penilaian, dan 3) validasi IGS melalui uji korelasi yang dilakukan antara alternatif IGS dengan nilai mutu gizi pangan (MGP) subjek. Terdapat 15 zat gizi yang dipertimbangkan dalam perhitungan MGP, yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat, air, vitamin A, vitamin B1, folat, vitamin B12, vitamin C, kalsium, fosfor, besi, seng, natrium. Data asupan gizi tersebut diperoleh dari hasil konversi data konsumsi pangan hasil Riskesdas 2010 menggunakan daftar komposisi pangan indonesia, nutrition fact pada pangan berlabel, USDA nutrient database, dan nutrisurveysoftware. Terdapat 12 alternatif IGS yang dikembangkan dalam penelitian ini. Perbedaan dari setiap IGS terletak pada cara pemberian nilai serta komponen penilaian yang disertakan.

(5)

IGS3-60 merupakan indeks valid yang dapat digunakan secara praktis untuk menilai kualitas konsumsi pangan anak. Modifikasi IGS ini ke dalam bentuk kartu praktis IGS perlu dilakukan untuk lebih memudahkan pengguna. Studi lanjutan juga perlu dilakukan untuk mempelajari hubungan antara penilaian IGSK-104 dengan outcome gizi dan kesehatan. Penilaian dengan IGSK-60, IGS3-60, dan IGSK-104 menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber karbohidrat anak Indonesia perlu dibatasi, sedangkan konsumsi sayur, buah, pangan sumber protein hewani (termasuk susu), dan pangan sumber protein nabatinya perlu ditingkatkan.

(6)

SUMMARY

ANGGA HARDIANSYAH. Alternative of Balanced Diet Index to Assess the Quality of Food Consumption of Children Aged 2-12 Years. Supervised by HARDINSYAH and DADANG SUKANDAR

Currently, there are many Indonesian children who experience nutritional problems. 19.6 % of children under five years are underweight, more than 30% are stunted. On the other hand ,11.9% of children are overweight in 2013. The Ministry of Health developed Guidelines for Balanced Diet in 2014 as healthy eating guidelines for all age groups, including children to control these nutritional problems. Although the balanced dietary guideline is available, Indonesia has yet developed a practical and comprehensive instrument to assess children’s food consumption quality. Other countries, e.g. United States of America, Australia and Thailand had developed such instrument called Healthy Eating Index (balanced diet index) for all age groups. Indonesia’s Healthy Eating Index or Balanced Diet Index was only developed for adult group. Therefore, this study was aimed generally to develop the balanced diet index (BDI) for Indonesian children aged 2-12 years. The specific purposes of this study were to analyze food consumption of Indonesian children aged 2-12 years, to develop several alternatives of BDIs for Indonesian children aged 2-12 years, and to select the most appropriate BDI for Indonesian children.

The study was conducted from September 2014 to May 2015. Subjects were healthy children aged 2-12 years from the Basic Health Research (Riskesdas) in 2010. 38890 children were selected as final subjects after data cleaning based on exclusion criteria. The development of balanced diet index (BDI) was performed in three steps, namely 1) the classification of food, 2) the development of BDI alternatives and assessment systems, and 3) validation of the BDI using correlation test between BDI alternatives with the nutritional quality (NQ) of the diet of the subject. Mean adequacy level of 15 nutrients was included in the calculation of NQ of the subjects’ diet, i.e. energy, protein, fat, carbohydrate, water, vitamin A, vitamin B1, vitamin B9 (folate), vitamin B12, vitamin C, sodium, calcium, iron, phosphorus, and zinc. The nutrient intake data were obtained from conversion of food consumption data of Riskesdas 2010 using Indonesian food composition tables, nutrition fact of labeled foods, the USDA nutrient database, and nutrisurvey software. 12 alternatives of BDI were developed in this study. The difference of each BDI was on the scoring systems and the components that were included in the assessment.

(7)

BDI3-60 was a valid index that can be used practically to assess the quality of children’s food consumption. The BDI modification in the form of practical card is needed to make it more user-friendly. Further study should also be conducted to study the relationship between BDIC-104 score and nutrition or health outcomes. The assessment with BDIC-60, BDI3-60, and BDIC-104 showed that the consumption of carbohydrate foods for Indonesian children should be limited, and the consumption of vegetables, fruits, animal protein foods (including dairy), and plant protein foods should be improved.

(8)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

ALTERNATIF INDEKS GIZI SEIMBANG

UNTUK MENILAI KUALITAS KONSUMSI PANGAN ANAK

USIA 2-12 TAHUN DI INDONESIA

ANGGA HARDIANSYAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Alternatif Indeks Gizi Seimbang untuk Menilai Kualitas Konsumsi Pangan Anak Usia 2-12 Tahun di Indonesia

Nama : Angga Hardiansyah

NIM : I151130061

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Hardinsyah, MS Ketua

Prof Dr Ir Dadang Sukandar, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat

Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Juli 2015 (tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penulisan tesis ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Hardinsyah, MS dan Prof Dr Ir Dadang, MSc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, dan motivasi untuk menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Yayuk Farida Baliwati, MS selaku penguji luar komisi dan kepada Prof. Dr Ir Ali Khomsan MS selaku pemandu ujian tesis atas saran perbaikan yang diberikan dalam penyusunan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan izin untuk menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Terima kasih juga diucapkan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan beasiswa program pascasarjana kepada penulis. Rasa terimakasih dan penuh kasih sayang juga penulis ucapkan kepada istri tercinta, kedua orang tua, adik, keluarga besar, teman seperjuangan penulis, yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat serta kepercayaan kepada penulis sehingga penulisan tesis ini dapat selesai dengan baik.

Karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis memohon saran dan masukan dari pembaca karena pembelajaran adalah proses yang tidak pernah berhenti. Semoga karya ilmiah ini dapat membawa manfaat.

Bogor, Agustus 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN ii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 3

Manfaat 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Masalah Gizi Anak Indonesia 3

Perkembangan Konsep Gizi Seimbang 4

Penilaian Kualitas Konsumsi Pangan Anak 5

Mutu Gizi Pangan (MGP) 5

Pola Pangan Harapan (PPH) 6

Healthy Eating Index (HEI) 6

Prinsip Pengembangan HEI 12

3 KERANGKA KERJA 13

Kerangka Kerja 13

Definisi Operasional 15

4 METODE 16

Desain, Tempat, dan Waktu 16

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek 16

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 17

Pengolahan dan Analisis Data 18

Karakteristik Sosial Ekonomi Subjek 18

Konsumsi Pangan Subjek 19

Asupan Zat Gizi Subjek 19

Kebutuhan Zat Gizi Subjek 19

Analisis Mutu Gizi Pangan (MGP) 22

Pengembangan Indeks Gizi Seimbang 22

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 25

Karakteristik Sosial Ekonomi 25

Konsumsi Pangan dan Asupan Gizi 27

Tingkat Partisipasi Konsumsi Pangan 27

Kuantitas Konsumsi Pangan 27

Asupan Gizi 29

Alternatif Indeks Gizi Seimbang (IGS) 31

6 SIMPULAN DAN SARAN 39

Simpulan 39

Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 42

(14)

ii

DAFTAR TABEL

1 Komponen penilaian dalam HEI 1995 7

2 Komponen penilaian dalam HEI 2005 7

3 Komponen penilaian dalam HEI 2010 8

4 Komponen THEI dan sistem penilaiannya 9

5 Komponen HEI Australia dan sistem penilaiannya 10

6 Alternatif IGS untuk pria dan wanita dewasa 11

7 IGS3-60 untuk pria dewasa Indonesia dan sistem penilaiannya 11

8 IGS3-105 untuk pria dewasa Indonesia dan sistem penilaiannya 12

9 Jenis dan cara pengumpulan data 18

10 Kebutuhan energi subjek menurut usia dan jenis kelamin 20

11 Angka kecukupan protein subjek menurut usia dan jenis kelamin 21

12 Kebutuhan air subjek menurut berat badan 21

13 Kebutuhan zat gizi mikro subjek 22

14 Alternatif IGS yang dikembangkan 24

15 Sebaran subyek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi 26

16 Tingkat partisipasi (%) konsumsi kelompok pangan 27

17 Rataan dan standar deviasi konsumsi kelompok pangan 28

18 Rataan dan standar deviasi asupan gizi subjek 30

19 Tingkat kecukupan gizi (%) dan mutu gizi pangan subjek 31

20 Hasil uji korelasi pearson antara IGS dan mutu gizi pangan subjek 32

21 Kriteria penilaian IGSK-60 untuk anak 2-3 tahun 33

22 Rataan dan standar deviasi skor IGSK-60 anak usia 2-12 tahun 33

23 Kriteria penilaian IGS3-60 untuk anak usia 2-3 tahun 34

24 Rataan dan standar deviasi skor indeks gizi seimbang IGS3-60 34

25 Kriteria penilaian IGSK-104 untuk anak 2-3 tahun 35

26 Rataan dan standar deviasi skor IGSK-104 anak usia 2-12 tahun 35

27 Kualitas konsumsi pangan subjek menurut batasan skor IGS 36

28 Sebaran subjek menurut batasan skor IGSK-60 37

29 Sebaran subjek menurut batasan skor IGS3-60 37

30 Sebaran subjek menurut batasan skor IGSK-104 37

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka kerja pengembangan Indeks Gizi Seimbang 14

2 Proses penapisan subjek 17

3 Kurva persamaan garis linier antara porsi konsumsi sayur dengan skor IGS 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kriteria IGSK-60, IGS3-60, dan IGSK-104 untuk anak 4-12 Tahun 42

2 Rataan dan standar deviasi skor IGS anak usia 2-12 tahun 47

3 Keterangan porsi makan 50

(15)
(16)
(17)
(18)
(19)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini masih banyak anak Indonesia (usia 2-12 tahun) yang mengalami masalah gizi, baik kekurangan gizi makro, mikro, maupun kelebihan gizi. Prevalensi balita berat kurang (underweight) di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 17,9% dan meningkat menjadi 19,6% pada tahun 2013. Prevalensi balita pendek (stunting) pada tahun 2010 sebesar 35,6% dan meningkat menjadi 37,2% pada tahun 2013. Prevalensi pendek pada kelompok anak usia 5-18 tahun juga masih cukup tinggi,yaitu berkisar antara 23,3-40,2% pada tahun 2013. Permasalahan gizi mikro seperti anemia juga dilaporkan masih tinggi pada tahun 2013, yaitu 28,1% pada balita dan 26,4% pada anak usia 5-14 tahun. Di sisi lain terjadi permasalahan gizi lebih, balita gemuk dilaporkan sebesar 14% pada tahun 2010 dan 11,9% pada tahun 2013 (Kemenkes 2014).

Masalah gizi yang terjadi pada saat balita dan anak menyebabkan berbagai dampak negatif, antara lain peningkatan angka kesakitan dan kematian pada balita, penurunan kemampuan intelektual, serta penurunan kapasitas kerja pada saat dewasa (Koletzko et al. 2011). Anak wanita yang mengalami masalah gizi akan tumbuh menjadi wanita dewasa dengan kapasitas reproduktif yang tidak optimal dan cenderung melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) (Ramakhrisman 2004; Victora et al. 2008). Rendahnya jumlah dan mutu konsumsi pangan merupakan salah satu penyebab utama terjadinya masalah gizi, dan banyaknya anak yang mengalami masalah gizi mencerminkan lambatnya perkembangan nasional suatu negara (WHO 2008; Koletzko et al. 2011).

Sejak pasca kemerdekaan, pedoman untuk mengatur konsumsi pangan masyarakat sebenarnya telah dikembangkan oleh pemerintah sebagai salah satu upaya perbaikan masalah gizi. Pada tahun 1950an, telah diperkenalkan slogan “4

Sehat 5 Sempurna” yang memberikan pedoman pentingnya mengonsumsi makanan

yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan, serta minum susu untuk menyempurnakan menu tersebut. Kemudian pada tahun 1992, mulai dikembangkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Perbedaan mendasar antara slogan 4 Sehat 5 Sempurna dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang adalah penekanan dalam zat gizi dalam jenis dan jumlah (porsi) yang sesuai dengan kebutuhan setiap orang atau kelompok umur. PUGS mengandung 13 pesan gizi seimbang, dan dalam konsep ini, susu bukan merupakan minuman yang dianggap sempurna (Kemenkes 2014).

(20)

2

perilaku hidup bersih, 3) melakukan aktivitas fisik, 4) mempertahankan dan memantau berat badan normal (Kemenkes 2014).

Pedoman Gizi Seimbang (PGS) yang digunakan sebagai acuan masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi pangan yang sehat memang telah dikembangkan. Namun, instrumen (alat ukur) yang digunakan untuk menilai kesesuaian konsumsi pangan terhadap amjuran PGS tersebut belum disusun dan diaplikasikan untuk semua kelompok umur. Oleh karena itu, monitoring kesesuaian konsumsi pangan terhadap PGS belum dapat dilakukan dengan mudah dan tepat untuk semua kelompok umur. Padahal, di beberapa negara telah dikembangkan instrumen untuk menilai kesesuaian konsumsi pangan masyarakat terhadap pedoman diet di masing-masing negara. Bahkan, beberapa negara telah melakukan revisi instrumen tersebut sesuai perkembangan ilmu dan permasalahan gizi.

Guenther et al. (2008; 2010) telah mengembangkan instrumen penilaian kualitas konsumsi pangan yang disesuaikan dengan pedoman makanan di negara Amerika (Dietary Guidlines for Americans), yang disebut dengan Healthy Eating Index (HEI/Indeks Makanan Sehat). HEI tersebut merupakan tabel komponen pangan yang dianjurkan (whole grain, buah, sayur, daging, susu, kacang-kacangan) beserta item pangan yang harus dibatasi (gula, lemak jenuh, natrium). Konsumsi pangan yang dianjurkan dalam jumlah besar mendapatkan skor HEI besar, dan sebaliknya konsumsi pangan yang dibatasi dalam jumlah besar mendapatkan skor yang kecil. Skor total HEI merupakan skor kumulatif dari masing-masing item (rentang skor masing-masing item adalah 0-10). Selanjutnya, Hurley et al.(2009) memodifikasi HEI yang digunakan untuk kelompok anak dan remaja. Pada kurun waktu yang sama, Australian Institute of Health and Welfare (2007) menyusun HEI yang digunakan sebagai instrumen penilaian kualitas konsumsi pangan di negara Australia. Taechangam et al.(2008) juga menyusun HEI untuk negara Thailand, tentunya dengan berbagai modifikasi yang disesuaikan dengan pola konsumsi masyarakat setempat.

(21)

3

Tujuan

Tujuan penelitian ini secara umum adalah mengembangkan indeks gizi seimbang (IGS) untuk menilai kualitas konsumsi pangan anak usia 2-12 tahun di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2010. Tujuan penelitian ini secara khusus adalah :

1. Menganalisis konsumsi pangan anak usia 2-12 tahun di Indonesia 2. Mengembangkan beberapa alternatif IGS untuk anak usia 2-12 tahun di

Indonesia

3. Menguji validitas berbagai alternatif IGS

Manfaat

IGS yang dikembangkan pada penelitian ini diharapkan mampu menjadi suatu instrumen untuk menilai kesesuaian konsumsi pangan anak di Indonesia terhadap anjuran porsi konsumsi pangan pedoman gizi seimbang 2014. Instrumen ini diharapkan juga mampu digunakan untuk memonitor perubahan konsumsi pangan yang terjadi pada anak di Indonesia secara periodik.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Masalah Gizi Anak Indonesia

Saat ini Indonesia dihadapkan pada permasalahan gizi ganda. Prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada balita sebesar 18.4% pada tahun 2007, menurun 17.9% tahun 2010 dan kemudian meningkat menjadi 19.6% pada tahun 2013. Prevalensi pendek (tinggi badan menurut umur) pada balita sebesar 36.7% tahun 2007, menurun menjadi 35.7% tahun 2010 dan meningkat menjadi 37.2% pada tahun 2013. Prevalensi anak kurus (berat badan menurut tinggi badan) menurun dari 13.6 % tahun 2007 menjadi 13.3% pada tahun 2010 dan 12.1% pada tahun 2013. Permasalahan gizi mikro seperti anemia juga dilaporkan masih tinggi pada tahun 2013, yaitu 28.1% pada balita. Di sisi lain, prevalensi balita gemuk dilaporkan sebesar 12.2% pada tahun 2007, 14% pada tahun 2010, dan 11.9% pada tahun 2013 (Kemenkes 2014).

Permasalahan gizi anak umur 6-12 tahun juga masih perlu perhatian serius. Prevalensi anak pendek pada kelompok tersebut diatas 30% pada tahun 2010 dan hingga tahun 2013 masih di atas 30%. Prevalensi anak kurus sebesar 11% dan masih pada kisaran yang sama pada tahun 2013. Permasalahan gizi mikro seperti anemia juga dilaporkan masih tinggi pada tahun 2013, yaitu 26.4 pada anak usia 5-14 tahun. Di sisi lain, prevalensi kegemukan pada anak ditemukan meningkat tajam dari 9.2% pada tahun 2010 menjadi 18.8% pada tahun 2013 (anak usia 5-12 tahun) (Kemenkes 2014).

(22)

4

dan menjadi salah satu penyebab tingginya kematian pada balita. Permasalahan gizi akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang mengalami permasalahan gizi cenderung tumbuh menjadi dewasa dengan kemampuan fisik dan mental yang tidak optimal, dan mempunyai produktifitas yang lebih rendah (Koletzko et al. 2011). Kondisi ini akan berdampak luas bagi perkembangan sumberdaya manusia dan pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Oleh karena itu, asupan gizi optimal dari makanan sangat dibutuhkan untuk menunjang perkembangan suatu negara

Perkembangan Konsep Gizi Seimbang

Sejak tahun 1950an, konsep gizi seimbang di Indonesia telah diperkenalkan

oleh Prof. Poorwo Soedamo dengan slogan “4 Sehat 5 Sempurna”. Konsep tersebut merupakan hasil adaptasi dari prinsip “Basic Four” Amerika Serikat yang mulai dikembangkan pada era 1940an. Alasan dikembangkannya konsep gizi seimbang ini adalah adanya fakta bahwa pada dasarnya tidak ada satupun bahan makanan dengan kandungan gizi lengkap, sehingga seseorang harus mengombinasikan berbagai makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi hariannya. Slogan “4 Sehat 5

Sempurna” memberikan pedoman pentingnya mengonsumsi makanan yang terdiri

dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan, serta minum susu untuk menyempurnakan menu tersebut. Namun, slogan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu dan permasalahan gizi dewasa ini sehingga perlu diperbarui dengan pedoman yang sesuai dengan kondisi saat ini (Kemenkes 2014).

Pada tahun 1992, mulai dikembangkan prinsip Nutrition Guide for Balanced Diet sebagaihasil kesepakatan konferensi pangan se-dunia di Roma. Di Indonesia prinsip tersebut dikenal dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Perbedaan mendasar antara slogan 4 Sehat 5 Sempurna dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang adalah penekanan dalam zat gizi dalam jenis dan jumlah (porsi) yang sesuai dengan kebutuhan setiap orang atau kelompok umur. Diektorat Bina Gizi, Departemen Kesehatan, pada tahun 1995 menerbitkan buku panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Ke-13 pesan tersebut adalah (1) makanlah aneka ragam makanan, (2) makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi, (3) makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi, (4) batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi, (5) gunakan garam beryodium, (6) makanlah makanan sumber zat besi; (7) berikan ASI saja kepada bayi sampai usia 6 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya, (8) biasakan makan pagi, (9) minumlah air bersih yang aman yang cukup jumlahnya, (10) lakukan aktivitas fisik secara teratur, (11) hindari minum minuman berakohol, (12) makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, dan (13) bacalah label makanan yang dikemas (Kemenkes 2014).

(23)

5

Pada tahun 2014, Kemenkes telah melakukan revisi 13 pesan PUGS menjadi 10 pesan Gizi seimbang (PGS). PGS dikemas menjadi pesan yang lebih sederhana agar lebih mudah diterima pada seluruh lapisan masyarakat, dan tentunya mengandung pesan yang lebih relevan terhadap kecenderungan permasalahan gizi saat ini. Ke-10 pesan PGS tersebut adalah 1) syukuri dan nikmati aneka ragam makanan, 2) banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan, 3) biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi, 4) biasakan mengonsumsi aneka ragam makanan pokok, 5) batasi konsumsi pangan manis, asin, dan berlemak, 6) biasakan sarapan, 7) biasakan minum air putih yang cukup dan aman, 8) biasakan membaca label pada kemasan pangan, 9) cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir, 10) lakukan aktifitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal (Kemenkes 2014).

Penilaian Kualitas Konsumsi Pangan pada Anak

Pedoman Gizi Seimbang 2014 memang telah dikembangkan di Indonesia, tetapi sampai saat ini belum terdapat suatu instrumen untuk menilai kesesuaian konsumsi pangan anak di Indonesia terhadap anjuran porsi konsumsi makanan dari PGS 2014. Beberapa cara menilai kualitas konsumsi pangan yang telah dikembangkan hingga saat ini antara lain yaitu konsep Mutu Gizi Pangan (MGP), Pola Pangan Harapan, dan Healthy Eating Index (HEI) dari beberapa negara.

Mutu Gizi Pangan

Mutu Gizi Pangan merupakan persentase asupan gizi terhadap kecukupan atau kebutuhannya. Komponen yang dibutuhkan dalam perhitungan MGP adalah asupan gizi dari aneka ragam pangan yang dikonsumsi dan kebutuhan zat gizi dari seseorang. Rumus perhitungan MGP sebagai berikut:

MGP = ∑TKG-i / n Keterangan:

MGP = Mutu Gizi Pangan

TKG-i = Tingkat kecukupan zat gizi i, yaitu konsumsi zat gizi ke-i/kecukupan zat gizi ke-i

n = Jumlah zat gizi yang dipertimbangkan dalam penilaian MGP

Penilaian MGP mampu menghasilkan suatu nilai yang mudah untuk dianalisis karena merupakan peubah kontinyu (dapat dicari rataan, median, standar deviasi, serta dapat dianalisis secara regresi). Setiap nilai TKGi bernilai maksimum 100 (truncated at 100) dengan alasan untuk meminimalkan kompensasi antara nilai TKGi yang rendah dan tinggi secara matematik, karena secara biologis antar zat gizi yang berbeda tidak dapat saling substitusi melainkan saling berinteraksi. Ada empat kategori yang digunakan untuk mengelompokkan MGP yaitu sangat kurang (<55), kurang (55-69), cukup (70-84), dan baik (≥85) (Hardinsyah 1996).

(24)

6

pengumpulan data konsumsi pangan. MGP juga tidak dapat menggambarkan adanya kelebihan zat gizi.

Pola pangan harapan (PPH)

Definisi dari pola pangan harapan menurut FAO-RAPA adalah komposisi kelompok pangan utama, yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya (Hardinsyah et al. 2002). PPH merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk menilai suatu mutu pangan penduduk berdasarkan skor pangan. Skor PPH yang tinggi mencerminkan beragamnya konsumsi pangan, yang berarti semakin baik komposisi dan mutu gizinya.

Skor PPH = ∑ (TKEi x Ri)

Keterangan:

SPPH = Skor Pola Pangan Harapan

TKEi = Tingkat kecukupan energi (%) kelompok pangan ke-i

Ri = Rating/bobot untuk kelompok pangan ke-i

i = 9 jenis kelompok pangan (padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur/ buah, dan lainnya.

PPH menilai mutu pangan berdasarkan skor pangan. Skor pengan tersebut diperoleh melalui perkalian antara tingkat kontribusi tiap kelompok pangan dengan bobotnya. Dalam setiap kelompok pangan, bobot didasarkan pada konsentrasi kalori, kepadatan kalori, zat gizi esensial, zat gizi mikro, kandungan serat, volume pangan dan tingkat kelezatannya. Di Indonesia, PPH sering digunakan sebagai instrumen untuk menilai situasi ketersediaan dan konsumsi pangan wilayah, yang dinilai dari jumlah dan komposisi pangan menurut jenis pangan secara agregat. Hasil analisis tersebut umumnya juga digunakan untuk merencanakan kebijakan terkait perencanaan ketersediaan dan konsumsi pangan wilayah. Keunggulan PPH yaitu sangat relevan dengan tujuan ketahanan pangan, sesuai anjuran mutu gizi, memenuhi diversifikasi pangan dan gizi, dan terdapat keseimbangn antar kelompok pangan.

Healthy eating index (HEI)

1. HEI Amerika

(25)

7

skor dibawah 51 mengindikasikan buruknya kualitas diet. Komponen penilaian dalam HEI 1995 disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Komponen penilaian dalam HEI 1995

No Komponen Skor

0 5 8 10

Point

1 Total buah 0 2-4 takaran saji

(sekitar 1-2 gelas)

2 Total sayur 0 5-5 takaran saji

(sekitar 1,5 – 2,5 gelas)

3 Total grain 0 6-11 takaran saji

(sekitar 6-11 oz eq)

4 Susu 0 2-3 takaran saji

(sekitar 2-3 gelas) 5

Daging/kacang-kacangan

0 2-3 takaran saji

(sekitar 5,5 – 7,0 oz eq)

6 Natrium ≥ 4.8 ≤ 2.4 gram

7 Lemak jenuh ≥ 15 ≤ 10% energi

8 Lemak total ≥ 45 ≤ 30% energi

9 Kolesterol ≥ 450 ≤ 300 mg

10 Keragaman ≤ 6 ≥ 16 makanan berbeda selama 3

hari

Perubahan pada Dietary Guidlines for Americans pada tahun 2005 mengharuskan terjadinya revisi pada HEI yang digunakan karena adanya peningkatan perhatian pada pentingnya aspek kualitas konsumsi pangan, seperti pada kelompok whole grains, jenis dan varisai sayuran, spesifikasi jenis lemak, dan pengenalan terhadap konsep baru bebas kalori. Dengan demikian, revisi HEI 1995 (original) menjadi HEI 2005 memembuat instrumen tersebut lebih relevan dengan perkembangan ilmu dan permasalahan kesehatan. Komponen penilaian dalam HEI 2005 disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Komponen penilaian dalam HEI 2005

No Komponen Skor

0 5 8 10 20 Poin

1 Total buah ≥ 0.8 gelas eq/1000 kkal

2 Whole fruit ≥ 0.4 gelas eq/1000 kkal

3 Total sayur ≥ 1.1 gelas eq/1000 kkal

4 Sayuran berdaun hijau dan orange, serta legumes

≥ 0.4 gelas eq/1000 kkal

5 Total grains ≥ 3.0 oz eq/1000 kkal

6 Whole grains ≥ 1.5 oz eq/1000 kkal

7 Susu ≥ 1.3 gelas

8 Daging dan kacang-kacangan

≥ 2.5 oz

9 Minyak ≥ 12 g/1000 kkal

10 Lemak jenuh ≤ 7% energi

11 Sodium ≥ 0.7 g/1000 kkal

12 Kalori dari SoFAAS

(26)

8

Kelemahan HEI ini antara lain belum dicantumkannya komponen lemak trans (belum adanya data tersedia), yang mana pada perkembangan ilmu pangan dan gizi sekarang disinyalir lebih berbahaya dibandingkan lemak jenuh. Selain itu, pola penilaian dilakukan dengan menggunakan densitas pangan dan zat gizi (terhadap 1000 kalori), sehingga lebih rumit karena membutuhkan komputasi. Akan tetapi, bisa diterapkan untuk semua kelompok umur (kecuali balita di bawah 2 tahun).

Perubahan pada Dietary Guidelines for Americans (DGA)pada tahun 2010 menuntut adanya revisi pada HEI 2005 menjadi HEI 2010. Persamaan HEI 2010 dengan HEI 2005 antara lain masih mempertahankan jumlah komponen penilaian, yaitu 12 komponen, masih menggunakan pendekatan densitas pangan dan gizi/1000 Kalori, dan masih membatasi item tertentu sesuai dengan DGA terbaru. Adapun perbedaannya terletak pada pemilihan komponen penilaian, karena ada beberapa modifikasi sesuai dengan DGA dan perkembangan ilmu dan permasalahan gizi yang baru. Perbedaan tersebut antara lain perubahan pada komponen protein dengan memasukkan komponen protein seafood, adanya konsep empty calories, dan adanya komponen fatty acids yang menggambarkan rasio antara asam lemak jenuh dan tak jenuh. Komponen lemak trans dalam HEI 2010 belum disertakan karena data kandungan lemak trans dari berbagai komponen pangan belum tersedia. Komponen penilaian dalam HEI 2010 disajikan pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3 Komponen penilaian dalam HEI 2010

No Komponen Skor

0 5 8 10 20 Poin

1 Total buah ≥ 0.8 gelas eq/1000 kkal

2 Whole fruit ≥ 0.4 gelas eq/1000 kkal

3 Total sayur ≥ 1.1 gelas eq/1000 kkal

4 Sayuran hijau dan kacang-kacangan

≥ 0.2 gelas eq/1000 kkal

5 Whole grains ≥ 1.5 oz eq/1000 kkal

6 Dairy ≥ 1.3 gelas/1000 kkal

7 Keseluruhan protein pangan

≥ 2.5 oz/1000 kkal

8 Protein seafood dan nabati

≥ 0.8 oz/1000 kkal

9 Asam lemak (PUFA+MUFA)/2 ≤1.2

s/d >2.5

10 Refined grains ≥ 4.3 oz/1000 kkal s/d ≤1.8

oz/1000 kkal

11 Sodium ≥ 2.0 gr/1000 kkal s/d ≤1.1

gr/1000 kkal 12 Empty Calories

≥ 50% energi sehari s/d ≤ 19% energi sehari

2. HEI Thailand (THEI)

(27)

9

Nutrition Flag. THEI terdiri dari 11 komponen, yang masing-masing merepresentasikan aspek berbeda dari anjuran konsumsi pangan yang sehat. Komponen 1-5 mengukur kesesuaian pola makan individu terhadap rekomendasi porsi sajian 5 kelompok pangan utama berdasarkan Thailand Nutrition Flag: beras dan sumber pati (beras, roti, sereal dan pasta), sayur-sayuran, buah-buahan, susu (susu, yogurt dan keju), dan daging (daging, unggas, ikan, kacang, telur) . Komponen 6,7, dan 8 mengukur lemak total, lemak jenuh dan konsumsi gula tambahan, dalam bentuk persentase per total asupan energi. Komponen 9 dan 10 mengukur total kolesterol dan asupan sodium dan komponen 11 mengukur keragaman konsumsi pangan individu.

Kriteria sistem penilaian dikembangkan berdasarkan rekomendasi yang ada pada pedoman makan Thailand, rekomendasi asupan pangan dan gizi harian Thailand (DRI), serta berbagai bukti ilmiah tentang kaitan pola makan dengan penyakit kronis. Masing-masing dari setiap komponen mempunyai rentang skor 0 hingga 10, dengan total skor 110. Skor yang tinggi menandakan kesesuaian dari pedoman yang dianjurkan, sedangkan skor yang rendah menunjukkan rendahnya kepatuhan dalam menerapkan pedoman diet yang di anjurkan di Thailand. Skor total THEI dikategorikan ke dalam 3 tingkat, skor >66 menunjukkan bahwa pola makan sudah baik, nilai 55-66 menunjukkan perlunya perbaikan, dan skor <55 menunjukkan pola makan sangat buruk.

Validasi kriteria THEI dilakukan dengan menggunakan uji korelasi pearson terhadap data asupan gizi masyarakat Thailand. Terdapat hubungan signifikan antara skor HEI tersebut dan asupan gizi dengan koefisien korelasi 0.3-0.5 (p< 0.01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa skor THEI dapat mencerminkan asupan gizi masyarakat. Tabel 4 di bawah ini menunjukkan komponen-komponen dan sistem penilaian THEI.

Tabel 4 Komponen dari THEI dan sistem penilaiannya

No Komponen Kisaran

0-10 ≤10% total energi ≥15% total energi

8 Konsumsi gula tambahan

0-10 <6% total energi >10% total energi

9 Asupan kolesterol 0-10 ≤300 mg/hari ≥400 mg/hari 10 Asupan sodium 0-10 ≤2400 mg/hari ≥3300 mg/hari 11 Keragaman

makanan

0-10 ≥30 jenis/hari ≤20 jenis/hari

3. HEI Australia

(28)

10

keragaman diet, pilihan makanan sehat, konsumsi buah, konsumsi sayur, pilihan susu rendah lemak, daging rendah lemak, dan konsumsi makanan tinggi lemak jenuh. Sumber data yang digunakan dalam penentuan skor HEI Australia ini menggunakan data hasil Food Frequency Questionnaire (FFQ) yang tidak dapat diterjemahkan ke dalam asupan zat gizi harian (berbeda dengan HEI Amerika dan Thailand), dan beberapa data hasil Short Dietary Questionnaire (SDQ). Ada 5 komponen yang diberikan rentang skor 0 hingga 10, dan 2 komponen diberikan penilaian 0 hingga 5, sehingga total skor kumulatif dari HEI Australia adalah 60. Aspek keragaman, makanan sehat, buah, sayur, susu dan daging rendah lemak diberikan skor lebih tinggi jika dikonsumsi lebih banyak. Adapun konsumsi lemak jenuh dan pangan dengan densitas zat gizi rendah diberikan skor lebih rendah jika dikonsumsi lebih banyak. Tabel 5 di bawah ini menunjukkan komponen-komponen dan sistem penilaian HEI Australia (AIHW 2007).

Tabel 5 Komponen HEI Australia dan sistem penilaiannya

No Komponen Kriteria untuk skor maksimum dimakan minimal satu kali seminggu

0 (tidak ada)

10 FFQ

3 Konsumsi buah Dua porsi atau lebih per hari

4. HEI Indonesia (Indeks Gizi Seimbang)

Amrin et al. (2013) telah mengembangkan berbagai model HEI Indonesia dan kemudian menyebutnya sebagai Balanced Diet Index (BDI) atau Indeks Gizi Seimbang (IGS) untuk menilai kesesuaian kualitas diet pria dewasa terhadap anjuran porsi konsumsi pangan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) 1994. Selanjutnya, Perdana et al. (2014) mengembangkan berbagai alternatif model IGS dengan prinsip penyusunan serupa yang ditujukan bagi populasi wanita dewasa.

(29)

11

protein nabati, lemak total, lemak jenuh, dan gula tambahan); serta 10 (pangan karbohidrat, sayur, buah, pangan hewani, pangan protein nabati, lemak total, lemak jenuh, gula tambahan, kolesterol, dan natrium). Sistem penilaian IGS (skoring) yaitu menggunakan tiga tingkat (0, 5, dan 10) dan empat tingkat (0, 4, 7, dan 10). Tabel 6 berikut ini menunjukkan berbagai alternatif IGS yang telah dikembangkan.

Tabel 6 Alternatif Indeks Gizi Seimbang (IGS) untuk pria dan wanita dewasa

No Indeks gizi seimbang

Jumlah tingkat skor

Jumlah kelompok pangan/zat gizi

Jumlah zat gizi

1 IGS 3-50 3 5 -

2 IGS 3-60 3 6 -

3 IGS 3-61 3 6 1

4 IGS 3-83 3 8 3

5 IGS 3-105 3 10 5

6 IGS 4-50 4 5 -

7 IGS 4-60 4 6 -

8 IGS 4-61 4 6 1

9 IGS 4-83 4 8 3

10 IGS 4-105 4 10 5

Validasi dari IGS yang dikembangkan menggunakan uji korelasi pearson antara skor IGS dan skor mutu gizi pangan pria (Amrin et al. 2013) dan wanita (Perdana et al. 2014) dewasa. Data mutu gizi pangan tersebut diperoleh dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010). Terdapat hubungan positif yang signifikan antara skor berbagai alternatif IGS dan skor mutu gizi pangan dengan koefisien korelasi 0.4-0.6 (Amrin et al. 2013) dan 0.2-0.7 (Perdana et al. 2014). IGS dengan validitas terbaik dalam mengukur kualitas konsumsi pangan adalah IGS 3-60 yang disajikan pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. IGS 3-60 untuk pria dewasa Indonesia dan sistem penilaiannya

No Komponen Skor

0 8.35 16.7

1 Pangan karbohidrat < 4 porsi 4-8 porsi ≥ 8 porsi

2 Konsumsi sayur < 1 porsi 1-3 porsi ≥3 porsi

3 Konsumsi buah < ½ porsi ½ -2 porsi ≥2 porsi

4 Lauk hewani < 1 porsi 1-3 porsi ≥ 3 porsi

5 Lauk nabati < 1 porsi 1-3 porsi ≥ 3 porsi

6 Susu ≤ ¼ porsi ¼ -1 porsi ≥ 1 porsi

(30)

12

Tabel 8 IGS 3-105 untuk pria dewasa Indonesia dan sistem penilaiannya

No Komponen Skor

0 5 10

1 Pangan karbohidrat < 4 porsi 4-8 porsi ≥ 8 porsi

2 Sayuran < 1 porsi 1-3 porsi ≥ 3 porsi

3 Buah < ½ porsi ½ - 2 porsi ≥ 2 porsi

4 Pangan Hewani (total) a. Lauk hewani

Prinsip Pengembangan Healthy Eating Index

Pengelompokan Pangan

Prinsip utama yang dijadikan langkah awal dalam penyusunan HEI adalah pengelompokan pangan berdasarkan Guidlines of Diet. Guenther et al. (2007) menyusun HEI Amerika dengan membagi item pangan ke dalam 10 kelompok. Hurley et al. (2009) mengembangkan The Youth HEI, dengan membagi pangan ke dalam 13 kelompok. Taechangam (2008) membagi item pangan menjadi 10 dalam penyusunan HEI Thailand, ditambah 1 item keragaman pangan. Australian Institute of Health and Welfare (2007) menyusun HEI Australia hasil modifiikasi HEI Amerika dan membagi item pangan ke dalam 7 kelompok. Amrin et al. (2013) dan Perdana et al. (2013) telah mengembangkan berbagai alternatif HEI Indonesia yang dinamakan sebagai Indeks Gizi Seimbang (IGS) bagi kelompok dewasa, dimana item pangan dalam indeks tersebut dibagi ke dalam 5, 6, 8, dan 10 kelompok. Pengelompokan pangan dari setiap HEI yang disusun oleh masing-masing peneliti tesebut disesuaikan dengan Guidlines of Diet yang berlaku di masing-masing negara, dan sesuai dengan perkembangan tren permasalahan gizi dan penyakit tidak menular dari tahun ke tahun, sehingga memiliki berbagai perbedaan.

Sistem Pembuatan Skor

Sistem Pembuatan skor merupakan langkah selanjutnya setelah pengelompokan pangan. Pembuatan skor tentunya juga berbeda dari setiap jenis HEI yang dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah item pangan dalam HEI yang disusun, serta adanya penekanan terhadap item pangan yang dianggap penting untuk dibatasi konsumsinya. HEI Amerika yang dikembangkan pertama kali tahun 1995 memberikan skor 0 hingga 10 dari setiap item pangan. Semakin banyak porsi pangan yang dianjurkan konsumsinya maka semakin tinggi skornya. Sebaliknya, konsumsi item pangan yang seharusnya dibatasi mendapatkan skor yang rendah apabila dikonsumsi lebih besar.

(31)

13

hingga 100. Beberapa item pangan diberikan skor 0 hingga 5, dan beberapa item diberikan skor 0 hingga 10, dan ada item yang diberi skor 0 hingga 20. Akan tetapi, prinsip sistem skor tetap sama, yaitu pangan yang seharusnya dibatasi konsumsinya akan mendapatkan skor yang rendah apabila dikonsumsi dalam jumlah besar. Sebaliknya, item pangan yang harus dicukupi, akan mendapatkan semakin besar skor jika dikonsumsi semakin banyak (Guenther et al. 2007). Pola sistem skoring HEI Amerika ini menjadi acuan pembuatan sistem skoring dari berbagai HEI, tentunya dengan berbagai modifikasi.

Validasi

Validasi dilakukan untuk menilai apakah HEI yang dikembangkan cukup valid dalam mengukur kualitas konsumsi pangan. Ada beberapa jenis uji validitas yang dapat dilakukan, antara lain yaitu dengan melakukan uji validitas kriteria. Taechangam et al. (2008) melakukan uji validitas kriteria melalui uji korelasi pearson antara skor THEI dengan kualitas asupan gizi masyarakat Thailand. Terdapat hubungan signifikan antara skor HEI tersebut dan kualitas asupan gizi dengan koefisien korelasi 0.3-0.5 (p< 0.01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa skor THEI dapat mencerminkan kualitas asupan gizi masyarakat. Amrin et al. (2013) dan Perdana et al. (2014) juga melakukan uji validitas kriteria melalui uji korelasi pearson antara skor

IGS dan skor mutu gizi pangan pria dan wanita dewasa. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara skor berbagai alternatif IGS dan skor mutu gizi pangan dengan koefisien korelasi 0.4-0.6 (Amrin et al. 2013) dan 0.2-0.7 (Perdana et al. 2014). Artinya, IGS yang dikembangkan tersebut mencerminkan mutu gizi pangan pria dan wanita dewasa di Indonesia.

3 KERANGKA KERJA

Kerangka Kerja

Pengembangan Indeks Gizi Seimbang (IGS) sebagai instrumen untuk menilai kualitas konsumsi pangan anak Indonesia didasarkan pada metode yang dilakukan oleh Amrin et al. (2013) dan Perdana et al. (2014). Tahap pertama adalah formulasi konsep dan tujuan penilaian kualitas konsumsi pangan anak dengan Indeks Gizi Seimbang. Konsep gizi seimbang yang dijabarkan di dalam pedoman gizi seimbang (PGS) Indonesia diperoleh melalui studi literatur. Secara garis besar, terdapat empat pilar Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014, yaitu: 1) mengonsumsi makanan beragam, 2) membiasakan perilaku hidup bersih, 3) melakukan aktivitas fisik, 4) mempertahankan dan memantau berat badan normal. Aspek yang dinilai dalam indeks gizi seimbang adalah aspek pertama terkait konsumsi pangan.

(32)

14

dari pemenuhan asupan zat gizi individu terhadap kebutuhannya. Data konsumsi pangan dan asupan gizi dalam perhitungan MGP diperoleh dari Riskesdas 2010. IGS yang dianggap valid adalah IGS yang mempunyai korelasi tertinggi terhadap MGP dibandingkan dengan berbagai alternatif IGS yang lain.

Gambar 1 Kerangka kerja pengembangan Indeks Gizi Seimbang untuk anak Indonesia (modifikasi dari Perdana et al. 2014)

Studi literatur pengukuran kualitas konsumsi pangan yang sudah ada di Indonesia

A. Identifikasi kriteria yang

tepat B.

Identifikasi kelompok

pangan

C. Identifikasi konsep sistem

skoring

Formulasi kelompok pangan

Formulasi sistem skoring

Pengujian validitas kriteria

Perumusan Indeks Gizi Seimbang yang tepat untuk anak Indonesia

Formulasi konsep dan tujuan penilaian kualitas konsumsi pangan dengan Indeks Gizi

(33)

15

Definisi Operasional

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dimakan oleh subjek

Asupan gizi adalah jumlah dan jenis zat gizi dari pangan yang dikonsumsi oleh subjek.

Kebutuhan Gizi adalah jumlah dan jenis zat gizi yang diperlukan oleh subjek untuk tetap hidup sehat dan produktif

Tingkat kecukupan gizi adalah persentase perbandingan antara asupan gizi dengan kebutuhan gizi subjek.

Mutu Gizi Pangan adalah adalah nilai yang mencerminkan tingkat pemenuhan asupan gizi terhadap kebutuhan gizi secara keseluruhan yang dinilai dengan menjumlahkan semua nilai tingkat kecukupan energi dan zat gizi, kemudian membaginya dengan jumlah 15 item zat gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat, air, vitamin A, vitamin B1, B9, B12, vitamin C, kalsium, fosfor, besi, seng, natrium).

Gizi Seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan.

Pedoman Gizi Seimbang adalah pedoman yang memberikan anjuran kepada masyarakat untuk menerapkan prinsip gizi seimbang

Indeks gizi seimbang adalah instrumen penilaian kualitas konsumsi pangan yang mengukur kesesuaian konsumsi pangan anak dengan anjuran porsi konsumsi pangan Pedoman Gizi Seimbang di Indonesia.

(34)

16

4 METODE

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini merupakan penelitian yang mengembangkan suatu instrumen Indeks Gizi Seimbang (IGS). Validasi Indeks Gizi Seimbang menggunakan data sekunder konsumsi pangan dari Riskesdas 2010. Data Riskesdas 2010 dikumpulkan melalui survey dengan desain cross-sectional. Waktu dan tempat pengambilan data sesuai dengan pedoman Riskesdas 2010 yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Indonesia. Adapun tempat dan waktu penelitian pengembangan IGS ini adalah di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, pada bulan September 2014 – Mei 2015

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek

Subjek rumah tangga dalam Riskesdas 2010 dipilih berdasarkan listing Sensus Penduduk tahun 2010. Proses pemilihan rumah tangga dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan two stage sampling. Riskesdas mengambil 2800 blok sensus dengan 70000 rumah tangga. Cakupan Riskesdas 2010 sebanyak 69300 rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga sebanyak 251388 orang dan sebanyak 45797 orang merupakan kelompok anak usia 2-12 tahun. Selanjutnya, proses penapisan (cleaning) dilakukan untuk mendapatkan subjek yang memenuhi kriteria eksklusi.

(35)

17

Gambar 2 Proses penapisan subjek

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Peneliti tidak melakukan pengambilan data secara langsung, semua data merupakan hasil survey Riskesdas tahun 2010 (data sekunder). Data dalam bentuk electronic file diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Keterangan mengenai peubah, posisi dalam kuesioner, dan cara pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 9 di bawah ini.

Jumlah subjek sebelum ditapis: 45797 anak usia 2-12 Tahun

Kriteria proses penapisan:

 Tidak ada data antropometri (BB dan TB): 505 orang

 Z-Skor TB/U <-6 atau >6: 1247 orang

 Z-Skor BB/U <-6 atau>5 : 170 orang

 Z-Skor BB/TB<-5 atau BB/TB > 5 : 91 orang

 Z-Skor IMT/U <-5 atau > 5 : 1013

 Kondisi konsumsi pangan tidak biasa (sakit, puasa, hajatan, dan hari raya) : 536 orang

 Asupan energi <0.3 atau >3 kali dari energi basal : 1150 orang

 Tingkat kecukupan zat gizi >400% : 2195orang

(36)

18

Tabel 9 Jenis dan cara pengumpulan data

Peubah Keterangan Cara pengumpulan data

Karakteristik subjek 2. Pendidikan Ayah dan Ibu

3. Pekerjaan Ayah dan Ibu 4. Daerah tempat tinggal - Diukur dengan timbangan

berat badan digital

- Diukur dengan alat ukur tinggi badan multi fungsi

Konsumsi pangan

Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft excel dan SPSS 20 for windows. Data yang dianalisis berupa karakteristik sosial ekonomi, asupan dan kebutuhan gizi, tingkat kecukupan gizi, mutu gizi pangan, dan skor indeks gizi seimbang (IGS) subjek. Penyusunan IGS sendiri dilakukan dengan tahapan: 1) pengelompokan pangan, 2) pembuatan alternatif IGS dan sistem skoring, dan 3) validasi IGS.

Karakteristik Sosial Ekonomi Subjek

(37)

19

Konsumsi Pangan Subjek

Konsumsi pangan subjek dibedakan atas beberapa kelompok pangan, yaitu pangan sumber karbohidrat, sayur, buah, pangan sumber protein hewani (lauk hewani dan susu), dan pangan sumber protein nabati. Dalam penelitian ini, konsumsi pangan dilihat dari aspek tingkat partisipasi dan kuantitas konsumsi. Tingkat partisipasi merupakan perbandingan antara jumlah subjek yang mengonsumsi kelompok pangan tertentu dengan jumlah subjek total yang dinyatakan dalam persen (%). Adapun kuantitas konsumsi merupakan berat kelompok pangan yang dikonsumsi oleh subjek dalam satuan gram (g).

Asupan Zat Gizi Subjek

Data asupan gizi diperoleh dari hasil konversi data konsumsi pangan menggunakan tabel komposisi bahan pangan indonesia (TKPI) 2011 dan nutrition fact (pada produk olahan berlabel). Jika kandungan zat gizi tidak terdapat dalam daftar TKPI, maka digunakan National Nutrient Database for Standard Reference (USDA 2011) dan software Nutrisurvey.

Penggunaan database tersebut perlu dikoreksi terhadap berat pangan dan berat yang dapat dimakan (BDD) dari setiap bahan pangan. Prinsip metode yang digunakan untuk menganalisis konsumsi zat gizi adalah sebagai berikut :

Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)}

Keterangan :

Kgij = kandungan zat-zat gizi-i dalam bahan makanan-j Bj = berat makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij = kandungan zat gizi dalam 100 g BDD bahan makanan-j BDDj = bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Subjek a) Kebutuhan Energi

(38)

20

Tabel 10 Kebutuhan energi subjek menurut usia dan jenis kelamin

Rumus Perhitungan Kebutuhan Energi Kecukupan Energi EER anak usia 0 – 2 Tahun Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.12 (ringan) EER Perempuan 3-9 tahun dengan status gizi normal EER = TEE + energi cadangan

EER = 135.3 – (30.8xU) + PA x (10xBB + 934xTB)+ 20 Kal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.16 (ringan)

EER + 10%TEE

Obese dan Overweight

EER = 389-(41.2 x U) + PA x (15 x BB + 701.6 x TB) + 25 Kal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.18 (ringan)

EER + 10%TEE

EER Laki-laki 10-18 tahun dengan status gizi normal EER = TEE + energi cadangan

EER = 88.5 – (61.9xU) + PA x (26.7xBBA+ 903xTB)+ 25 kkal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.13 (ringan) Obese dan overweight

EER = 114 – (50.9xU) + PA x (19.5xBBE+ 1161.4xTB)+ 25kkal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.12 (ringan)

EER + 10%TEE

EER Perempuan 9-18 tahun dengan status gizi normal EER = TEE + energi cadangan

EER = 135.3 – (30.8xU) + PA x (10xBBA + 934xTB)+ 25 kkal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.16 (ringan) Obese dan overweight

EER = 389 – (41.2xU) + PA x (15xBBE+ 701.6xTB)+ 25 kkal Keterangan: PA = 1.0 (sangat ringan), PA = 1.16 (ringan)

EER + 10% TEE

Sumber: IOM (2005) Keterangan:

U = umur (tahun), BB = berat badan (Kg), TB = tinggi badan (m) EER = estimasi kebutuhan energi (Kal)

TEE = total pengeluaran energi (Kal) PA = koefisien aktivitas fisik

b) Kebutuhan Zat Gizi Makro

Perhitungan kebutuhan protein subjek didasarkan pada kebutuhan protein per kilogram berat badan menurut umur dan jenis kelamin berdasarkan review yang dilakukan IOM (2005). Kemudian Hardinsyah et al. (2012) menambahkan perlunya pertimbangan faktor koreksi mutu protein sesuai dengan konsumsi pangan sumber protein di Indonesia. Rumus perhitungan kebutuhan protein adalah sebagai berikut:

Keterangan:

AKP = Angka kecukupan protein (g/kgBB/hari) Faktor koreksi mutu protein = 1.5

(39)

21

Tabel 11 Angka kecukupan protein subjek menurut usia dan jenis kelamin

Usia Kebutuhan Protein (gram/KgBB/ Hari)

1-3 tahun 1.3

4-6 tahun 1.2

7-9 tahun 1.2

10-12 tahun (laki-laki) 1.1

10-12 tahun (perempuan) 1.1

Sumber : Hardinsyah et al. 2012

Perhitungan kebutuhan lemak merujuk pada anjuran perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein, dan lemak di Amerika Serikat (IOM 2005). Selanjutnya, Hardinsyah et al. (2012) menyelaraskannya dengan pedoman gizi seimbang dan konsumsi pangan masyarakat Indonesia. Dengan demikian, kebutuhan lemak subjek dianjurkan sebesar 35% (2-3 tahun) dan 30% (4-12 tahun) dari kebutuhan energi total. Adapun kebutuhan karbohidrat diperoleh jika sudah diketahui banyaknya energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein dan lemak. Rumus perhitungan karbohidrat adalah sebagai berikut:

Kebutuhan air subjek dihitung berdasarkan persamaan Darrow (1950) yang diacu dalam Astuti et al. (2012). Persamaan tersebut menilai kebutuhan air berdasarkan berat badan subjek. Kebutuhan air subjek disajikan pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel 12 Kebutuhan air subjek menurut berat badan

Berat badan (kg) Kebutuhan Air (ml)

< 10 100 /kg BB

10-20 1000 + (50/kg BB untuk setiap kenaikan BB >10) >20 1500 + (20/kg BB untuk setiap kenaikan BB >20) Sumber : Astutiet al. 2012

c) Kebutuhan Zat Gizi Mikro

Tidak semua zat gizi mikro dihitung asupannya dalam penelitian ini dengan alasan keterbatasan instrumen. Zat gizi mikro yang dihitung dalam penelitian ini adalah vitamin A, vitamin B1, vitamin B9, vitamin B12, vitamin C, kalsium, fosfor, besi, dan seng. Kebutuhan vitamin B1 meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi. Oleh karena itu, kebutuhan vitamin B1 subjek ditetapkan sebesar 0,5 mg/1000 kkal energi (Sulaeman et al. 2012). Kebutuhan vitamin lainnya merujuk pada hasil review Sulaeman et al. (2012), sedangkan kebutuhan mineral merujuk pada hasil review Soekatri dan Kartono (2012) untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Secara rinci, kebutuhan zat gizi mikro subjek disajikan pada Tabel 13 di bawah ini.

(40)

22

Tabel 13 Kebutuhan zat gizi mikro subjek

Kebutuhan Zat Gizi Usia (tahun)

1-3 4-6 7-9 10-12 (pria) 10-12 (wanita)

Vitamin A (µg) 400 450 500 600 600

Vitamin B9 (folat) (µg) 160 200 300 400 400

Vitamin B12 (µg) 0.9 1.2 1.5 1.8 1.8

Vitamin C (mg) 40 45 45 50 50

Kalsium (mg) 650 1000 1000 1200 1200

Fosfor (mg) 500 500 500 1200 1200

Besi (mg) 8 9 10 13 20

Seng (mg) 4 5 11 14 13

Natrium (mg) 1000 1200 1200 1500 1500

Sumber : Sulaeman et al.(2012); Soekarti dan Kartono (2012)

Analisis Kecukupan Zat Gizi

Tingkat kecukupan zat gizi (TKG) merupakan perbandingan antara zat gizi yang dikonsumsi dengan kebutuhan zat gizi subjek yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Berikut adalah perhitungan tingkat kecukupan zat gizi subjek:

Analisis Mutu Gizi Pangan (MGP)

Penilaian MGP dilakukan dengan menganalisis kandungan gizi makanan yang dikonsumsi dibandingkan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan dan dinyatakan dalam persen. MGP dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi ke-i

n = Jumlah zat gizi yang dipertimbangan dalam penilaian MGP (energi, protein, lemak, karbohidrat, air, vitamin A, vitamin B1, vitamin B9 (folat), vitamin B12, vitamin C, kalsium, fosfor, besi, seng, natrium)

Setiap nilai TKGi bernilai maksimum 100 (truncated at 100) dengan alasan untuk meminimalkan kompensasi antara nilai TKGi yang rendah dan tinggi secara matematik, karena secara biologis antar zat gizi yang berbeda tidak dapat saling substitusi melainkan saling berinteraksi. Ada empat kategori yang digunakan untuk mengelompokkan MGP yaitu sangat kurang (<55), kurang (55-69), cukup (70-84),

dan baik (≥85) (Hardinsyah 1996).

Pengembangan Indeks Gizi Seimbang (IGS)

Pengembangan IGS untuk anak di Indonesia mengacu pada pengembangan IGS untuk pria dan wanita dewasa oleh Amrin et al. (2013) dan Perdana et al. (2014) yang telah disesuaikan dengan pedoman gizi seimbang 2014. Perbedaan dengan

TKG (%) = Konsumsi zat gizi x 100 Kebutuhan zat gizi

MGP (%) = Ʃ TKGi

(41)

23

IGS dewasa tersebut adalah IGS yang dikembangkan dalam penelitian ini tidak membatasi asupan kolesterol pada anak. Berdasarkan FAO (2008), anjuran pembatasan kolesterol pada anak tidak dilakukan karena masih dalam masa tumbuh kembang. IGS yang dikembangkan dalam penelitian ini justru membatasi konsumsi pangan sumber karbohidrat, dimana hal tersebut tidak dilakukan dalam pengembangan IGS dewasa. Hal ini penting untuk menjaga kelebihan asupan pangan sumber karbohidrat seperti yang telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya (Hardinsyah et al. 2012). Selain itu, di dalam penelitian ini dikembangkan alternatif IGS dengan sistem penilaian secara kontinyu. Secara umum, terdapat 3 tahapan dalam pengembangan IGS dalam penelitian ini, yaitu 1) pengelompokan pangan, 2) pengembangan alternatif IGS dan sistem penilaian, dan 3) validasi IGS.

1) Pengelompokan pangan

Konsep pengelompokan pangan dalam pengembangan IGS ini terbagi menjadi 2, yaitu konsumsi kelompok pangan yang harus dicukupi dan aspek pangan yang harus dibatasi konsumsinya terkait dengan penyakit tidak menular (PTM). Kelompok pangan dalam IGS terdiri atas: 1) kelompok pangan sumber karbohidrat, 2) sayur, 3) buah, 4) Pangan sumber protein hewani (lauk hewani dan susu), dan 5) pangan sumber protein/lauk nabati. Aspek pangan yang harus dibatasi konsumsinya terkait penyakit tidak menular (PTM) terdiri atas: 1) lemak total, 2) lemak jenuh, 3) gula tambahan dan 4) natrium.

2) Alternatif IGS dan sistem skoring

Pemberian nilai untuk setiap komponen dalam IGS terbagi atas 3 cara, yaitu: 1) penilaian secara diskrit tiga tingkat (IGS3); 2) penilaian secara diskrit empat tingkat (IGS4), dan 3) penilaian secara kontinyu (IGSK). IGS3, IGS4, dan IGSK ini kemudian dikembangkan dalam berbagai alternatif. Setiap alternatif yang dikembangkan memiliki perbedaan dalam hal skor kumulatif karena skor setiap komponen memiliki rentang 0-10. Misalnya, IGS dengan 5 komponen penilaian memiliki rentang skor kumulatif 0-50 sedangkan IGS dengan 6 komponen penilaian memiliki rentang skor kumulatif 0-60.

(42)

24

Gambar 3 Kurva persamaan garis linier antara porsi konsumsi sayur dan skor IGS Anjuran standar porsi makan sehari untuk kelompok pangan sumber karbohidrat, sayur, buah, pangan sumber protein hewani (lauk hewani dan susu), dan lauk nabati disesuaikan dengan anjuran porsi konsumsi pangan dari pedoman gizi seimbang 2014, yang telah dikoreksi sesuai kebutuhan gizi anak berdasarkan kelompok usia. Anjuran proporsi energi dari lemak dan gula tambahan mengacu pada pedoman FAO (2008) dan WHO (2012). Sementara itu, anjuran asupan natrium pada anak sesuai dengan hasil review Soekantri dan Kartono (2012). Penyusunan IGS didasarkan pada perbedaan kelompok usia, yaitu 2-3 tahun, 4-6 tahun, 7-9 tahun, pria 10-12, dan wanita 10-12 tahun. Alternatif IGS yang dikembangkan dijelaskan secara detail pada Tabel 14 di bawah ini.

Tabel 14 Alternatif IGS yang dikembangkan

No. Nama

IGS dengan cara penilaian 3 tingkat, terdiri atas 5 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM

0 – 50

2. IGS 3-60

IGS dengan cara penilaian 3 tingkat, terdiri atas 6 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM

0 – 60

3. IGS 3-94

IGS dengan cara penilaian 3 tingkat, terdiri atas 9 komponen penilaian dan 4 aspek pangan terkait PTM

0 – 90

4 IGS 3-104

IGS dengan cara penilaian 3 tingkat, terdiri atas 10 komponen penilaian dan 4 aspek pangan terkait PTM

0 – 100

5. IGS 4-50

IGS dengan cara penilaian 4 tingkat, terdiri atas 5 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM

0 – 50

6. IGS 4-60

IGS dengan cara penilaian 4 tingkat, terdiri atas 6 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM

0 – 60

7 IGS 4-94

IGS dengan cara penilaian 4 tingkat, terdiri atas 9 komponen penilaian dan 4 aspek pangan terkait PTM

0 – 90

8 IGS 4-104

IGS dengan cara penilaian 4 tingkat, terdiri atas 10 komponen penilaian dan 4 aspek pangan terkait PTM

0-100

9. IGS K-50

IGS dengan cara penilaian kontinyu, terdiri atas 5 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM

0 – 50

10. IGS K-60

IGS dengan cara penilaian kontinyu, terdiri atas 6 komponen penilaian dan 0 aspek pangan terkait PTM

0 – 60

11 IGS K-94

IGS dengan cara penilaian kontinyu, terdiri atas 9 komponen penilaian dan 4 aspek terkait PTM

0– 90

12 IGS K-104

IGS dengan cara penilaian kontinyu, terdiri atas 10 komponen penilaian dan 4 aspek terkait PTM

(43)

25

3) Validasi IGS

Uji korelasi pearson digunakan untuk menilai korelasi antara skor berbagai alternatif indeks gizi seimbang (IGS) dengan skor mutu gizi pangan (MGP). IGS yang paling valid merupakan IGS yang memiliki korelasi terbaik yang ditunjukkan dengan koefisien korelasi tertinggi terhadap MGP. Rumus perhitungan koefisien korelasi atau pearson product moment (r) dapat dilihat sebagai berikut:

Keterangan: r = koefisien korelasi atau pearson product moment x = skor indeks gizi seimbang dari masing-masing subjek y = skor mutu gizi pangan dari masing-masing subjek n = jumlah subjek

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sosial Ekonomi

Karakteristik sosial ekonomi subjek yang diteliti meliputi wilayah tempat tinggal, pendidikan orang tua (ayah dan ibu), pekerjaan orang tua (ayah dan ibu), dan status ekonomi keluarga (kuintil). Secara keseluruhan, lebih dari separuh subjek (51.5%) tinggal di wilayah pedesaan. Secara umum sebagian besar ibu subjek tidak tamat sekolah atau berpendidikan sekolah dasar (51.3%). Hal serupa juga pada pendidikan ayah subjek, sebagian besar (47.4%) tidak tamat sekolah atau berpendidikan sekolah dasar. Dilihat dari aspek pekerjaan, sebagian besar ibu subjek tidak bekerja (ibu rumah tangga) atau sedang sekolah. Adapun ayah subjek sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta/layanan jasa (33.9%) dan petani/nelayan (31.4%). Karakteristik subjek secara rinci disajikan pada Tabel 15.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan hasil yang serupa. Prasetyo et al. (2013) menunjukkan bahwa sebagian besar anak Indonesia usia 2-6 tahun tinggal di wilayah pedesaan. Pendidikan ayah dan ibu dari anak Indonesia sebagian besar hanya setingkat sekolah dasar dengan profesi ayah sebagian besar adalah wiraswasta/layanan jasa dan petani/nelayan. Kemudian Pertiwi et al. (2014) juga menunjukkan bahwa sebagian besar anak Indonesia usia 7-12 tahun tinggal di wilayah pedesaan. Sebagian besar ayah dan ibu dari anak Indonesia memiliki pendidikan terakhir hanya setingkat sekolah dasar. Profesi ayah sebagian besar merupakan wiraswasta/layanan jasa dan petani/nelayan. Amrin et al. (2013) juga melaporkan bahwa sebagian besar pria dewasa di Indonesia (usia 19-55 tahun) tidak tamat atau hanya tamat sekolah dasar, dengan pekerjaan sebagai wiraswasta/layanan jasa atau petani/nelayan. Perdana et al. (2014) juga melaporkan bahwa sebagian besar pendidikan wanita dewasa (usia 19-55 tahun) di Indonesia tidak tamat sekolah atau hanya tamat sekolah dasar.

(44)

26

Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik sosial ekonomi

Karakteristik

Umur (tahun)

Total

2-3 4-6 7-9 10-12

(pria)

10-12 (wanita)

n % n % n % n % n % n %

Wilayah

Perkotaan 2704 49.1 4903 48.0 5763 49.2 2829 47.2 2673 48.6 18845 48.5 Pedesaan 2807 50.9 5318 52.0 5921 50.8 3169 52.8 2830 51.4 20045 51.5 TOTAL 5511 100 10221 100 11657 100 5998 100 5503 100 38890 100 Pendidikan Ibu

TS/SD/MI 2418 43.9 4989 48.9 6014 51.6 3425 57.1 3107 56.5 19962 51.3 SMP/MTS 1226 22.2 2033 19.9 2212 19.0 1029 17.2 959 17.4 7459 19.2 SMA/MA/PT 1867 33.9 3190 31.2 3431 29.4 1544 25.7 1437 26.1 11469 29.5 TOTAL 5511 100 10221 100 11657 100 5998 100 5503 100 38890 100 Pendidikan Ayah

TS/SD/MI 2258 41.0 4674 45.7 5554 47.6 3105 51.8 2853 51.8 18444 47.4 SMP/MTS 1099 19.9 1921 18.8 2031 17.5 1010 16.8 890 16.2 6951 17.9 SMA/MA/PT 2154 39.1 3626 35.5 4072 34.9 1883 31.4 1760 32.0 13495 34.7 TOTAL 5511 100 10221 100 11657 100 5998 100 5503 100 38890 100 Pekerjaan Ibu

Tidak bekerja/ Sekolah

2793 50.7 4942 48.4 5534 47.5 2696 44.9 2537 46.1 18502 47.6

PNS/Pegawai 368 6.7 589 5.8 658 5.6 344 5.7 295 5.4 2254 5,8 Wiraswasta/

layanan jasa

697 12.6 1293 12.7 1551 13.3 803 13.4 772 14.0 5116 13.2

Petani/Nelayan 835 15.2 1805 17.7 2147 18.4 1287 21.5 1102 20.0 7176 18.5 Buruh 233 4.2 516 5.0 589 5.1 322 5.4 305 5.5 1965 5.1 Lainnya 585 10.6 1076 10.5 1178 10.1 546 9.1 492 8.9 3877 10,0 TOTAL 5511 100 10221 100 11657 100 5998 100 5503 100 38890 100 Pekerjaan Ayah

Tidak bekerja/ Sekolah

65 1.2 123 1.2 152 1.3 95 1.6 99 1.8 534 1.4

PNS/Pegawai 682 12.4 1166 11.4 1395 12.0 727 12.1 627 11.4 4597 11.8 Wiraswasta/

layanan jasa

1988 36.1 3546 34.7 3977 34.1 1887 31.5 1804 32.8 13202 33.9

Petani/Nelayan 1541 28.0 3159 30.9 3619 31.0 2084 34.7 1827 33.2 12230 31.4 Buruh 1033 18.7 1863 18.2 2079 17.8 1033 17.2 963 17.5 6971 17.9 Lainnya 202 3.7 364 3.6 435 3.7 172 2.9 183 3.3 1356 3.5 TOTAL 5511 100 10221 100 11657 100 5998 100 5503 100 38890 100 Status ekonomi

(45)

27

Konsumsi Pangan dan Asupan Gizi

Konsumsi pangan subjek dibedakan atas beberapa kelompok pangan, yaitu pangan sumber karbohidrat (pangan pokok), sayur, buah, pangan sumber protein hewani (lauk hewani dan susu), dan pangan sumber protein nabati (lauk nabati). Di bawah ini disajikan konsumsi pangan subjek dalam aspek tingkat partisipasi (%) dan kuantitas (g)

Tingkat Partisipasi Konsumsi Pangan (%)

Tingkat partisipasi adalah persentase jumlah subjek yang mengkonsumsi pangan tertentu dibandingkan dengan jumlah total subjek . Tingkat partisipasi konsumsi pangan subjek secara rinci disajikan pada Tabel 16 di bawah ini.

Tabel 16 Tingkat partisipasi (%) konsumsi kelompok pangan subjek

No Kelompok

Kelompok pangan sumber karbohidrat merupakan kelompok pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek dengan tingkat partisipasi sebesar 99.9% dan persentase tersebut cenderung sama di setiap kelompok usia. Partisipasi anak yang mengonsumsi sayur cukup rendah, yaitu secara keseluruhan sebesar 57.6%. Semakin tinggi usia, partisipasi konsumsi sayur cenderung meningkat. Partisipasi konsumsi buah juga cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia, meskipun partisipasi konsumsi buah anak secara keseluruhan sangat rendah (14.0%). Jika dilihat dari konsumsi pangan hewani secara total, partisipasi konsumsi pangan hewani cukup besar dengan persentase sebesar 80.0%. Jika dipisahkan antara susu dan pangan hewani berupa lauk (bukan susu), maka partisipasi konsumsi susu secara keseluruhan sangat rendah (20.4%). Partisipasi konsumsi susu cenderung menurun seiring bertambahnya usia. Partisipasi konsumsi pangan sumber protein/lauk nabati juga cukup rendah (36,4%). Partisipasi konsumsi lauk nabati juga cenderung meningkat seiring bertambahnya usia

Kuantitas Konsumsi Pangan

Gambar

Tabel 1 Komponen penilaian dalam HEI 1995
Tabel 4 Komponen dari THEI dan sistem penilaiannya
Tabel 5  Komponen HEI Australia dan sistem penilaiannya
Tabel 6 Alternatif Indeks Gizi Seimbang (IGS) untuk pria dan wanita dewasa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan sebaran nilai IGS3-60, remaja perempuan memiliki nilai IGS3- 60 yang lebih tinggi (6,5) dibandingkan laki-laki (5,6) pada pangan karbohidrat, sedangkan untuk pangan

Berdasarkan sebaran nilai IGS3-60, remaja perempuan memiliki nilai IGS3- 60 yang lebih tinggi (6,5) dibandingkan laki-laki (5,6) pada pangan karbohidrat, sedangkan untuk pangan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk me- nilai konsumsi pangan, mutu gizi konsumsi pangan dan skor pola pangan harapan (PPH) pada anak usia 2—6 tahun di

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk me - nilai konsumsi pangan, mutu gizi konsumsi pangan dan skor pola pangan harapan (PPH) pada anak usia 2—6 tahun di

Studi tersebut menunjukkan bahwa SM 63, yaitu skor makanan (SM) berdasarkan enam kelompok pangan utama (makanan pokok, pangan hewani, tahu dan tempe, sayur, buah, dan susu) dan

Berdasarkan sebaran nilai IGS3-60, remaja perempuan memiliki nilai IGS3- 60 yang lebih tinggi (6,5) dibandingkan laki-laki (5,6) pada pangan karbohidrat, sedangkan untuk pangan

TUJUAN Pengabdian masyarakat ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan anak usia pra sekolah tentang gizi seimbang terutama konsumsi sayur dan buah melalui pendidikan kesehatan

Pedoman ini memuat tentang kebutuhan gizi anak sekolah sumber makanan dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan, pesan gizi seimbang untuk anak sekolah, cara memilih pangan dan PJAS yang