• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Mulsa Jerami Jagung dan Kepadatan Tanah terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Mulsa Jerami Jagung dan Kepadatan Tanah terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN MULSA JERAMI JAGUNG DAN

KEPADATAN TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

PRODUKSI JAGUNG (

Zea mays

)

ANITA SILVIANA DEWI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian Mulsa Jerami Jagung dan Kepadatan Tanah terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea Mays) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ANITA SILVIANA DEWI. Pengaruh Pemberian Mulsa Jerami Jagung dan Kepadatan Tanah terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea Mays). Dibimbing oleh OTENG HARIDJAJA dan YAYAT HIDAYAT.

Pengolahan tanah secara intensif dapat merusak struktur tanah dan membuat tanah menjadi lebih padat, dan menurunkan ketersediaan air tanah. Pemberian mulsa sebagai penutup permukaan tanah dapat mengurangi laju evaporasi dan meningkatkan ketersediaan air dalam tanah. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian mulsa jerami jagung dan kepadatan tanah terhadap karakteristik fisik tanah serta menentukan bobot isi dan dosis mulsa yang paling sesuai untuk pertumbuhan dan produksi jagung. Percobaan dirancang menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Faktor pertama adalah perlakuan tingkat kepadatan tanah yang terdiri dari bobot isi 0.8, 1.0, dan 1.2 g/cm3 (K1, K2, dan K3). Faktor kedua adalah perlakuan pemberian mulsa jerami jagung yaitu 0%, 30%, 60%, dan 90% (M0, M1, M2, dan M3). Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% serta dibentuk persamaan regresi. Hasil penelitian menunjukkan interaksi kepadatan tanah dengan mulsa berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 11-14 MST, jumlah daun pada umur 10, 11, 12, dan 14 MST, bobot kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot, serta bobot pipilan kering. Peningkatan kepadatan tanah berpengaruh nyata terhadap kadar air kapasitas lapang, resistensi tanah sebelum penanaman, evapotranspirasi fase reproduktif dan total satu musim tanam, bobot akar, biomassa tanaman, pertumbuhan dan produksi, serta karakteristik fisik tanah setelah panen. Pemberian mulsa berpengaruh nyata terhadap evapotranspirasi fase vegetatif, tinggi tanaman pada umur 8-14 MST, diameter batang pada umur 10 MST, dan produksi, kecuali bobot pipilan kering. Bobot isi dan tutupan mulsa yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksi jagung adalah 0.8 g/cm3 dan 90%.

(5)

ABSTRACT

ANITA SILVIANA DEWI. The Effect of Corn Straw Mulch and Soil Compaction Applications on Growth and Production of Corn (Zea mays). Supervised by OTENG HARIDJAJA dan YAYAT HIDAYAT.

Intensive land cultivation can damage soil structure and further enable soil to be compact, and reduce water availability in the soil. Mulch application to cover the soil surface will reduce evaporation rate and increase availability of water in the soil. The research was aimed to study the effect of corn straw mulching and soil density application on physical characteristics of the soil, to determining soil bulk density and dose of mulch which is most suitable for corn growth and production of corn. The experiment was designed using a completely randomized factorial design. The first factor is the density of soil which is consist of soil bulk density 0.8, 1.0, dan 1.2 g/cm3 (K1, K2, dan K3). The second factor was corn straw mulch application which was divided into three doses i.e. 0%, 30%, 60%, and 90% (M0, M1, M2, and M3). Data were analyzed using analysis of variance (ANOVA) and further testing using Tukey Test at the level of 5%. The results of the research show the interaction of soil compaction with mulch were significantly affect on plant height at age 11-14 weeks after growing, the number of leaves at the age of 10, 11, 12, and 14 weeks after growing, dry weight of corncob both with and without husk, and dry weight of seed.The increasing of soil compaction were significantly affect on field capacity, soil resistance before planting, both total and reproductive phase evapotranspiration in single growing season, weight of roots, plant biomass, plant growth and production, also soil physics characteristic after harvest. Mulch application significantly affect on evapotranspiration of vegetative phase, plant height at 8-14 weeks after growing, stem diameter at 10 weeks after growing, and production except dry weight of seed. Soil bulk density and mulch cover suitable for the growth and production of corn is 0.8 g/cm3 and 90%.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

PENGARUH PEMBERIAN MULSA JERAMI JAGUNG

DAN KEPADATAN TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN PRODUKSI JAGUNG (

Zea mays

)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Mulsa Jerami Jagung dan Kepadatan Tanah terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays)

Nama : Anita Silviana Dewi NIM : A14090064

Disetujui oleh

Dr Ir Oteng Haridjaja, MSc Pembimbing I

Dr Ir Yayat Hidayat, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Pemberian Mulsa Jerami Jagung dan Kepadatan Tanah terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays).

Pengolahan tanah secara intensif dapat merusak struktur tanah dan membuat tanah menjadi padat, akibatnya ketersediaan air bagi akar dan tanaman berkurang, serta dapat menurunkan produksi tanaman. Pemberian mulsa jerami jagung pada permukaan tanah dapat mencegah evaporasi dan menjaga ketersediaan air dalam tanah, sehingga dapat membantu dalam proses pertumbuhan tanaman. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang diharapkan dapat menjawab pengolahan tanah yang baik untuk pertumbuhan dan produksi jagung dengan menentukan bobot isi dan dosis mulsa yang sesuai, serta mengetahui jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman jagung selama masa pertumbuhannya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Oteng Haridjaja, MSc selaku pembimbing utama dan Dr Ir Yayat Hidayat, MSi selaku pembimbing anggota, atas bimbingan dan motivasi yang diberikan selama kegiatan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Dr Ir Dwi Putro Tedjo Baskoro, MSc selaku penguji ujian lisan yang telah memberikan masukan-masukan yang berarti bagi penulisan untuk penyempurnaan karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua, Mama dan Bapak yang selalu memberikan doa dan motivasi baik moril maupun materiil serta adik, Raihan Maliki. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman satu penelitian, Hannim atas suka dan duka menjalani tugas akhir ini, tanah 46 dan teman kristal (Nurila, Dini, Putri, Athu, Tia, Erli) atas dukungan dan perhatiannya yang diberikan kepada penulis. Kepada staf University Farm Cikabayan, Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, dan seluruh pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK iii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Hipotesis 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Karakteristik Tanah Sebelum Pemadatan 4

Karakteristik Tanah Setelah Pemadatan 5

Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa terhadap Evapotranspirasi 6 Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan Produksi

Jagung 9

Analisis Tanah Akhir 23

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

(13)

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh kepadatan tanah terhadap kadar air kapasitas lapang

(%-bobot) 5

2 Pengaruh kepadatan tanah terhadap resistensi tanah sebelum

penanaman 6

3 Pengaruh kepadatan tanah terhadap evapotranspirasi (mm) pada fase

reproduktif dan total satu musim tanam 6

4 Pengaruh tutupan mulsa terhadap evapotranspirasi (mm) pada fase

vegetatif 7

5 Suhu dan perbedaan pendugaan evapotranspirasi (mm) metode Thornwaite-Mather dan pengukuran langsung pada setiap fase

pertumbuhan 8

6 Pengaruh kepadatan tanah terhadap pertumbuhan tanaman 9

7 Pengaruh tutupan mulsa terhadap tinggi tanaman (cm) dan diameter

batang (mm) 12

8 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dengan tutupan mulsa terhadap

tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun 14

9 Pengaruh kepadatan tanah terhadap bobot akar dan biomassa tanaman

(g) 18

10 Pengaruh kepadatan tanah terhadap bobot basah tongkol dengan

kelobot dan tanpa kelobot (g) 19

11 Pengaruh tutupan mulsa terhadap bobot basah tongkol dengan kelobot

dan tanpa kelobot (g) 20

12 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dengan tutupan mulsa terhadap bobot kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot, serta bobot

pipilan kering (g) 21

13 Pengaruh kepadatan tanah dan tutupan mulsa terhadap kadar air, bobot isi, ruang pori total tanah setelah penanaman 23

DAFTAR GAMBAR

1 Kadar air pada berbagai kepadatan tanah 5

2 Hubungan antara kepadatan tanah dengan nilai resistensi tanah

sebelum penanaman 6

3 Hubungan antara kepadatan tanah dengan evapotranspirasi (mm) fase

reproduktif dan total satu musim tanam 7

4 Hubungan antara tutupan mulsa dengan evapotranspirasi (mm) pada

fase vegetatif 8

5 Hubungan kepadatan tanah terhadap tinggi tanaman (cm) pada umur

(a. 5, 6, dan 7 MST, b. 8, 9, dan 10 MST) 10

(14)

6 Hubungan kepadatan tanah terhadap diameter batang (mm) pada umur (a. 2, 3, 4 MST, b. 5, 6, 7 MST, c. 8, 9, 10 MST, d. 11, 12, 13, 14

MST) 11

7 Hubungan kepadatan tanah terhadap jumlah daun pada umur (a. 5, 6,

dan 7 MST, b. 8 dan 9 MST) 12

8 Hubungan tutupan mulsa terhadap (a. Tinggi tanaman (cm) pada umur 8, 9, dan 10 MST, b. Diameter batang (mm) pada umur 10 MST) 13 9 (a) Hubungan tinggi tanaman (cm) pada umur (a. 11 MST, b. 12

MST) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa 15 (b) Hubungan tinggi tanaman (cm) pada umur (a. 13 MST, b. 14

MST) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa 16 10 (a) Hubungan jumlah daun pada umur 10 MST dengan kepadatan

tanah pada berbagai tutupan mulsa 16

(b) Hubungan jumlah daun pada umur (a. 11 MST, b. 12 MST, c. 14 MST) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa 17 11 Hubungan kepadatan tanah dengan (a. Bobot akar, b. Biomassa

tanaman) 19

12 Hubungan kepadatan tanah terhadap bobot basah tongkol dengan

kelobot dan tanpa kelobot (g) 20

13 Hubungan tutupan mulsa terhadap bobot basah tongkol dengan kelobot

dan tanpa kelobot (g) 21

14 Hubungan bobot kering (a. Tongkol dengan kelobot, b. Tongkol tanpa kelobot, c. Pipilan) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan

mulsa 22

15 Hubungan kepadatan tanah sebelum tanam terhadap (a. Bobot isi, b. Kadar air tanah, c. Ruang pori total) setelah tanam 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai evapotranspirasi potensial harian (mm) pada suhu rata-rata

≥ 26.5 °C 27

2 Lama penyinaran rata-rata matahari yang mungkin terjadi pada derajat

lintang selatan (Darmaga 6° 33' 8.07'' LS) 27

3 Analisis ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa serta interaksinya terhadap KAKL, resistensi tanah, dan evapotranspirasi 27 4 Analisis ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa serta interaksinya

terhadap pertumbuhan tanaman 28 5 Analisis ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa serta interaksinya

terhadap perakaran, biomassa tanaman, produksi, dan analisis tanah

akhir 30

6 Perbandingan pertumbuhan tanaman jagung pada umur 13 MST 31 7 Tanaman jagung terserang hama penggerek tongkol (Helicoverpa

armigera) 31

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan pangan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan yang terdapat di Indonesia, selain itu jagung juga merupakan pakan ternak (Purwono dan Hartono 2007). Jagung menjadi pangan pokok di beberapa wilayah seperti Madura dan Nusa Tenggara. Kebutuhan jagung nasional untuk pangan, pakan dan industri terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data BPS (2011), Produktivitas jagung di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 4.24 ton/ha mengalami peningkatan sebesar 4.48 % pada tahun 2010 menjadi 4.43 ton/ha. Pada tahun 2010 produksi jagung nasional sebesar 18.4 juta ton, tetapi belum mencukupi kebutuhan jagung nasional sebesar 20 juta ton.

Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia yaitu dengan melakukan program intensifikasi pertanian, seperti pengolahan tanah secara intensif. Pengolahan tanah intensif dapat merusak struktur tanah, membuat tanah semakin padat, sehingga aerasi terhambat, menurunkan ketersediaan air, pertumbuhan akar menjadi terganggu dan produksi tanaman juga dapat menurun. Cara lainnya yaitu dapat dilakukan dengan peningkatan teknologi pembudidayaan tanaman. Akan tetapi terdapat masalah dalam pembudidayaan tanaman jagung yaitu kebutuhan air tanaman tersebut. Salah satu upaya guna mendukung program pengembangan agribisnis tanaman jagung adalah penyediaan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman (Ditjen Tanaman Pangan 2005). Pemberian mulsa dapat mengurangi evaporasi dan menjaga ketersediaan air dalam tanah. Air yang menguap dari permukaan tanah akan ditahan oleh bahan mulsa, dan baru menuju ke tanah (Fauzan 2002).

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk: 1) mengetahui pengaruh pemberian mulsa jerami jagung dan kepadatan tanah terhadap karakteristik fisik tanah 2) menentukan bobot isi dan dosis mulsa yang paling sesuai untuk pertumbuhan dan produksi jagung.

Hipotesis

(16)

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai November 2013. Pengambilan bahan tanah berupa tanah Podsolik diambil dari daerah Jasinga, Kabupaten Bogor. Percobaan pot dilaksanakan di Rumah Kaca University Farm IPB dan analisis sifat fisik tanah dilaksanakan di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain bahan tanah (tanah podsolik Jasinga), pasir kuarsa, benih jagung varietas Bisi 2, mulsa jerami jagung, air, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, dan pestisida Decis 25 EC.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk pengambilan dan persiapan contoh tanah terganggu diantaranya adalah cangkul, karung, ayakan 5 mm, dan timbangan. Simulasi pemadatan tanah menggunakan alat pemadat tanah berupa silinder besi (ukuran diameter 5 cm, tinggi 18.5 cm dan berat 3 kg). Peralatan lainnya yaitu penetrometer saku, toples, pot, PVC (pipa), plastik, kain kasa, cawan, timbangan, oven, eksikator, ring sample, gelas ukur, termometer, penggaris, meteran dan jangka sorong.

Prosedur

Pengambilan dan Persiapan Bahan Tanah

Tanah Podsolik Jasinga diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm. Bahan tanah tersebut dikering udarakan, diayak menggunakan ayakan 5 mm dan dilakukan penetapan kadar air dan simulasi kepadatan tanah.

Analisis Tanah Setelah Pemadatan

Kadar Air Kapasitas Lapang. Penetapan KAKL metode Alhricks dengan

(17)

3

Resistensi Tanah. Pengukuran resistensi tanah menggunakan penetrometer

saku dilakukan sebelum penanaman. Pengukuran dilakukan 5 kali ulangan. Selanjutnya ketahanan mekanik dapat terbaca dari nilai penetrometer.

Perlakuan Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan faktorial disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah tingkat kepadatan tanah terdiri dari bobot isi 0.8, 1.0, dan 1.2 g/cm3 (K1, K2, K3). Faktor kedua adalah pemberian tutupan mulsa jerami jagung 0%, 30%, 60% dan 90% (M0, M1, M2, M3). Kombinasi tersebut menghasilkan 36 satuan percobaan.

Persiapan Penanaman

Persiapan penanaman dilakukan dengan simulasi kepadatan tanah dengan bobot isi masing-masing 0.8, 1.0 dan 1.2 g/cm3. Penetapan bobot isi dilakukan dengan cara memberikan tanda tera pada semua pot untuk menyeragamkan ketinggian tanah. Penimbangan tanah untuk media tanam sesuai dengan persamaan bobot isi yang setara dengan 12.75 kg BKU/pot untuk simulasi bobot isi 0.8 g/cm3, 15.94 kg BKU/pot untuk simulasi bobot isi 1.0 g/cm3 dan 19.13 kg BKU/pot untuk simulasi bobot isi 1.2 g/cm3. Kadar air tanah pada saat simulasi pemadatan tanah yang diberikan yaitu sebesar 27%-bobot. Nilai kadar air ini sesuai dengan hasil penetapan kadar air tanah awal. Pemadatan tanah dilakukan secara bertahap yaitu masing-masing taraf kepadatan tanah terbagi menjadi 3 tahap pemadatan. Tanah dipadatkan dengan memberikan tekanan secara manual dengan menggunakan silinder besi seberat 3 kg sampai mencapai tanda tera yang ditetapkan. Dengan cara demikian, diharapkan kepadatan dan ketinggian tanah dapat merata secara keseluruhan. Dosis mulsa dengan tanpa mulsa 0% sebesar 0 ton/ha, tutupan pemberian mulsa 30% sebesar 2 ton/ha, 60% sebesar 5 ton/ha, dan 90% sebesar 8 ton/ha.

Pengukuran Evapotranspirasi

Pengukuran kehilangan air melalui proses evapotranspirasi didasarkan pada hasil penyusutan dari data kadar air tanah setiap hari dalam kondisi yang stabil, pada setiap masa pertumbuhan. Pengukuran evapotranspirasi dilakukan dengan metode gravimetri, yaitu dengan cara setiap perlakuan ditimbang pot beserta tanamannya, hal ini dilakukan pada pagi hari. Lalu ditetapkan selisih dari bobot tanaman tersebut dan dapat diketahui data kehilangan air akibat evapotranspirasi.

Evapotranspirasi harian juga dihitung dengan menggunakan metode Thornthwaite-Mather. Nilai ETP harian dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Persamaan untuk suhu udara rata-rata ≥ 26.5 °C (Tabel Lampiran 1) ETP harian = ETP* x f

Yang mana :

ETP harian = Evapotranspirasi harian (mm)

(18)

4

f = Faktor koreksi (lama penyinaran rata-rata matahari yang mungkin terjadi pada derajat lintang utara dan derajat lintang selatan) (Tabel Lampiran 2)

T = Suhu udara harian (0C)

Penanaman, Pemeliharaan, dan Panen Tanaman

Benih jagung varietas Bisi 2 ditanam pada pot sebanyak satu benih/pot. Setelah penanaman, dilakukan pemupukan dasar urea 300 kg/ha, SP-36 150 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Pemupukan dilakukan 3 kali yaitu pada minggu ke-0 (1/3 urea, 1/3 KCl, dan 1 SP-36), ke-3 (1/3 urea dan 1/3 KCl) dan ke-5 (1/3 urea dan 1/3 KCl). Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyiraman air untuk menjaga ketersediaan air sekitar KAKL bagi pertumbuhan tanaman jagung. Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan Decis 25 EC. Pengamatan yang dilakukan pada saat panen meliputi, bobot tongkol, bobot jagung pipilan, bobot akar, panjang akar dan biomassa tanaman. Analisis tanah setelah panen yaitu penetapan bobot isi, kadar air dan ruang pori total.

Analisis Data

Analisis ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila pengaruh tersebut nyata dilakukan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% dan pengujian dalam bentuk persamaan regresi. Model statistika yang digunakan adalah:

Y  ij



ijjk Yang mana:

Y ijk = Nilai pengamatan pada faktor kepadatan tanah taraf ke-i. faktor mulsa taraf ke-j dan ulangan ke-k

 = Nilai tengah percobaan

i = Pengaruh kepadatan tanah ke-i

j = Pengaruh mulsa ke-j

(i j = Pengaruh interaksi antara kepadatan tanah dan mulsa

jk = Galat percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tanah Sebelum Pemadatan

(19)

5

Karakteristik Tanah Setelah Pemadatan

Kadar Air Kapasitas Lapang

Penetapan kadar air kapasitas lapang menggunakan metode Alhricks dengan ketebalan pasir kuarsa 6 cm dan tanah 3 cm. Penetapan kadar air dilakukan sampai jangka waktu tertentu hingga nilai kadar air cenderung stabil (Gambar 1). Grafik polinomial yang dibuat digunakan untuk menghitung nilai kadar air kapasitas lapang. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan adanya penurunan kadar air dari hari ke hari. Pada Gambar 1 dapat dilihat untuk kepadatan tanah yang semakin besar maka nilai kadar air juga semakin meningkat. Hal ini dikarenakan pada kondisi tanah yang padat, air tidak dapat bergerak melalui pori tanah, karena pori tanah lebih didominasi oleh pori mikro.

Tabel 1 Pengaruh kepadatan tanah terhadap kadar air kapasitas lapang (%-bobot)

Kepadatan Tanah/BI (g/cm3) Kadar Air Kapasitas Lapang (%-bobot)

0.8 44a

1.0 49b

1.2 56c

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%.

Hasil analisis ragam menunjukkan kepadatan tanah memberikan pengaruh sangat nyata (Tabel Lampiran 3) terhadap kadar air kapasitas lapang (Tabel 1). Semakin tinggi kepadatan tanah, KAKL semakin meningkat. Walaupun demikian, air tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman karena air diikat kuat oleh pori mikro (Maryamah 2010). Pengukuran KAKL menggunakan metode Alhricks dianggap yang paling sesuai dilihat dari sisi agronomis tanaman, baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman (Setianingsih, 2013), dibandingkan dengan metode lainnya, seperti Pressure Plate dan Drainase Bebas.

Resistensi Tanah

Berdasarkan hasil analisis ragam, kepadatan tanah berpengaruh sangat nyata (Tabel Lampiran 3) terhadap resistensi tanah sebelum penanaman (Tabel 2) dan persamaan regresinya disajikan pada Gambar 2.

(20)

6

Tabel 2 Pengaruh kepadatan tanah terhadap resistensi tanah sebelum penanaman

Kepadatan tanah/BI (g/cm3) Resistensi Tanah (kg/cm2)

0.8 0.38a

1.0 1.43b

1.2 2.38c

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%

Resistensi tanah merupakan mudah tidaknya tanah ditembus oleh akar tanaman. Nilai resistensi tanah semakin meningkat dengan meningkatnya kepadatan tanah. Nilai resistensi tanah yang lebih besar menunjukkan tanah akan semakin sulit ditembus oleh akar. Makin padat suatu tanah makin tinggi bobot isi, berarti makin sulit tanah meresapkan air atau ditembus akar tanaman (Hardjowigeno 2007).

Hasil analisis korelasi kepadatan tanah terhadap resistensi tanah menunjukkan tingkat hubungan linier antara kedua peubah tersebut terlihat cukup erat, hal ini dapat dilihat juga pada nilai koefisien korelasi sebesar 0.87. pada kepadatan tanah yang rendah maka nilai resistensi tanah juga kecil dan pada kepadatan tanah tinggi maka nilai resistensi tanah juga besar. Makin tinggi tingkat kepadatan tanah maka makin berkurang persentase pori makro dan resistensi tanah terhadap penetrasi akar makin meningkat (Maryamah 2010).

Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa terhadap Evapotranspirasi

Hasil analisis ragam menunjukkan kombinasi kepadatan tanah dan tutupan mulsa tidak berpengaruh nyata (Tabel Lampiran 3) terhadap evapotranspirasi pada setiap fase pertumbuhan dan total satu musim tanam.

Tabel 3 Pengaruh kepadatan tanah terhadap evapotranspirasi (mm) pada fase reproduktif dan total satu musim tanam

Kepadatan Tanah Fase Reproduktif Total K1 (0.8 g/cm3) 256.42ab 558.5ab K2 (1.0 g/cm3) 303.74a 647.5a K3 (1.2 g/cm3) 145.86b 354.3b

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%

Gambar 2 Hubungan antara kepadatan tanah dengan nilai resistensi tanah sebelum penanaman

(21)

7 Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan kepadatan tanah tidak berpengaruh nyata terhadap evapotranspirasi pada fase vegetatif, tetapi berpengaruh nyata pada fase reproduktif dan total satu musim tanam (Tabel 3 dan Tabel Lampiran 3). Fase reproduktif tanaman jagung selama 34 hari. Saat tanaman memasuki fase tersebut, kebutuhan air meningkat dibandingkan fase sebelumnya, karena terjadi proses pembungaan dan pembentukan tongkol serta pengisian biji. Air lebih sulit untuk bergerak pada tanah yang padat, karena jumlah pori mikro meningkat, dan air diikat kuat oleh pori mikro, sehingga nilai evapotranspirasi lebih kecil dibandingkan dengan kepadatan tanah yang lebih rendah. Pemadatan tanah berfungsi seperti kerak permukaan tanah, yaitu bisa memperkecil porositas permukaan tanah sehingga laju evaporasi air dari dalam tanah akan berkurang. Tanah yang tidak porous menyebabkan pergerakan air dari tanah ke atmosfer terhambat (Hanafiah 2005). Kontinuitas pori menentukan aliran air dan udara. Pada kondisi kering, kontinuitas pori akan terputus. Tanah dengan porositas tinggi pada kondisi kering akan menjadi penghambat aliran air dan udara, sehingga kontinuitas pori terputus, oleh karena itu ketersediaan air harus terjaga. Menurut FAO dalam Aqil et al. (2007), jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang, berkisar antara 400-500 mm/musim.

Persamaan regresi hubungan kepadatan tanah terhadap evapotranspirasi fase reproduktif dan total satu musim tanam disajikan pada Gambar 3. Kepadatan tanah yang semakin meningkat cenderung menurunkan nilai evapotranspirasi. Perlakuan kepadatan tanah terhadap evapotranspirasi pada fase reproduktif dan total satu musim tanam memiliki korelasi nyata dan hubungan yang cukup erat. Nilai koefisien korelasi yang didapat dari analisis regresi kepadatan tanah terhadap evapotranspirasi pada fase reproduktif dan total satu musim tanam yaitu 0.73 dan 0.71.

Tabel 4 Pengaruh tutupan mulsa terhadap evapotranspirasi (mm) pada fase vegetatif nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%

Gambar 3 Hubungan antara kepadatan tanah dengan evapotranspirasi (mm) fase reproduktif dan total satu musim tanam

Total Satu Musim Tanam y = -734.89x2 + 1337.9x - 255.57

Kepadatan tanah (g/cm3)

Reproduktif

(22)

8

Perlakuan tutupan mulsa berpengaruh nyata terhadap evapotranspirasi fase vegetatif, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap fase generatif dan total satu musim tanam (Tabel 4 dan Tabel Lampiran 3). Hal ini dapat disebabkan karena pada fase vegetatif perlakuan mulsa lebih dominan, tanaman masih berukuran kecil, kebutuhan air untuk tanaman tidak terlalu banyak, sehingga kehilangan air lebih didominasi oleh evaporasi. Saat tanaman memasuki fase reproduktif perlakuan kepadatan tanah lebih dominan. Pada fase tersebut kebutuhan air untuk tanaman lebih banyak untuk proses pembungaan dan pengisian biji, sehingga kehilangan air lebih didominasi oleh proses transpirasi. Pada fase reproduktif tanaman sudah berukuran besar, pengaruh mulsa tertutup oleh kanopi tanaman, sehingga pengaruh mulsa menjadi hilang. Fase vegetatif tanaman jagung selama 51 hari. Evapotranspirasi yang ditahan oleh bahan mulsa berkaitan langsung dengan suhu. Permukaan tanah tanpa tutupan mulsa menghasilkan nilai evapotranspirasi yang paling tinggi dibandingkan dengan adanya perlakuan tutupan mulsa. Adanya tutupan mulsa dapat mengurangi evaporasi tanah ke atmosfer. Hal ini sejalan dengan pernyataan Fauzan (2002) yaitu teknologi pemulsaan dapat mencegah evaporasi, dalam hal ini air yang menguap dari permukaan tanah akan ditahan oleh bahan mulsa, dan baru menuju ke tanah.

Persamaan regresi hubungan tutupan mulsa terhadap evapotranspirasi pada fase vegetatif dapat dilihat pada Gambar 4. Meningkatnya tutupan mulsa mempunyai korelasi nyata terhadap evapotranspirasi fase vegetatif. Nilai koefisien korelasi sebesar 0.80. Hubungan antara tutupan mulsa dengan evapotranspirasi fase vegetatif cukup erat. Tutupan mulsa yang semakin meningkat cenderung menurunkan nilai evapotranspirasi.

Tabel 5 Suhu dan perbedaan pendugaan evapotranspirasi (mm) metode Thornwaite-Mather dan pengukuran langsung pada setiap fase pertumbuhan

Reproduktif 35.71 217 235 Total satu musim tanam 35.10 726 520

Suhu harian yang diukur memiliki rentang nilai 27-38 ˚C. Suhu yang sesuai untuk penanaman jagung yaitu 27-32 ˚C. Fase reproduktif tanaman jagung

Gambar 4 Hubungan antara tutupan mulsa dengan evapotranspirasi (mm) pada fase vegetatif

(23)

9 terlambat pada saat penanaman di rumah kaca, sehingga untuk pendugaan evapotranspirasi menghasilkan nilai yang lebih kecil dibandingkan fase vegetatif. Secara umum pendugaan evapotranspirasi metode Thornwaite-Mather menghasilkan nilai evapotranspirasi yang lebih besar dibandingkan dengan pengukuran langsung. Pendugaan evapotranspirasi metode Thornwaite-Mather dianggap kurang sesuai karena hanya menggunakan suhu udara sebagai dasar perhitungan, akan tetapi faktor yang lain diabaikan, seperti keawanan, kecepatan angin, selisih tekanan uap dan radiasi di permukaan.

Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung

Pertumbuhan (Tinggi Tanaman, Diameter Batang dan Jumlah Daun)

Kepadatan tanah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 5-14 MST, diameter batang pada umur 2-5-14 MST, dan jumlah daun pada umur 5-11 MST (Tabel 6 dan Tabel Lampiran 4).

Tabel 6 Pengaruh kepadatan tanah terhadap pertumbuhan tanaman

Umur Tanaman (MST)

Kepadatan Tanah (g/cm3)

0.8 1.0 1.2

(24)

10

Parameter pertumbuhan yang diukur diantaranya tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan karena tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat (Sitompul dan Guritno 1995). Pengamatan diameter batang dan jumlah daun sangat diperlukan karena selain sebagai indikator pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi (Ekowati dan Nasir 2011). Dari Tabel 6 dapat dilihat dengan bertambahnya umur tanaman maka tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun akan mengalami peningkatan. Pada ketiga parameter pertumbuhan tersebut menunjukkan adanya penurunan pertumbuhan dengan kepadatan tanah yang tinggi, yaitu 1.2 g/cm3 dan tidak dapat menghasilkan pertumbuhan yang optimum. Pertumbuhan tanaman berkaitan erat dengan ketersediaan air tanah, resistensi tanah, dan perakaran tanaman. Tanah yang semakin padat dapat menyebabkan akar tanaman tidak dapat berkembang secara maksimum. Pertumbuhan akar menjadi terhambat, akar akan sulit untuk menembus tanah, sehingga kemampuan akar untuk menyerap air, oksigen dan unsur hara terganggu (Damanik 2007). Kepadatan tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman, baik dari parameter tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Maryamah (2010) dan Kusumawati (2012).

Gambar 5 Hubungan kepadatan tanah terhadap tinggi tanaman (cm) pada umur (a. 5, 6, dan 7 MST, b. 8, 9, dan 10 MST)

Kepadatan tanah (g/cm3)

5 MST

Kepadatan tanah (g/cm3)

8 MST

9 MST

(25)

11

Gambar 6 Hubungan kepadatan tanah terhadap diameter batang (mm) pada umur (a. 2, 3, 4 MST, b. 5, 6, 7 MST, c. 8, 9, 10 MST, d. 11, 12,

Kepadatan tanah (g/cm3)

2 MST

Kepadatan tanah (g/cm3)

5 MST

Kepadatan tanah (g/cm3)

8 MST

Kepadatan tanah (g/cm3)

11 MST

12 MST

13 MST

(26)

12

Persamaan regresi hubungan kepadatan tanah terhadap tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun dapat dilihat pada Gambar 5, 6, dan 7. Pengaruh kepadatan tanah terhadap tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun memiliki korelasi nyata dan hubungan yang cukup erat. Secara umum seiring dengan peningkatan kepadatan tanah maka pertumbuhan tanaman akan menurun, karena tanah yang semakin padat dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Pada Gambar 6b dan 6c untuk kepadatan 1.0 g/cm3 terdapat kecenderungan pertumbuhan diameter batang yang optimal.

Tabel 7 Pengaruh tutupan mulsa terhadap tinggi tanaman (cm) dan diameter batang (mm) 9 104.90ab 120.77ab 100.68b 132.23a 10 116.35b 129.53ab 111.50b 148.75a

Diameter Batang (mm)

10 9.80b 10.68b 9.75b 14.32a

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%. MST: Minggu Setelah Tanam

Perlakuan tutupan mulsa tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2-7 MST, diameter batang pada umur 2-9 MST dan 11-14 MST, serta jumlah daun pada umur 2-14 MST. Akan tetapi perlakuan tutupan mulsa

Gambar 7 Hubungan kepadatan tanah terhadap jumlah daun pada umur (a. 5, 6, dan 7 MST, b. 8 dan 9 MST)

Kepadatan tanah (g/cm3)

5 MST

Kepadatan tanah (g/cm3)

8 MST

(27)

13 berpengaruh nyata terhadap tiggi tanaman pada umur 8-14 MST dan diameter batang pada umur 10 MST (Tabel 7 dan Tabel Lampiran 4). Hal ini dapat disebabkan karena pada saat tanaman baru tumbuh dan masih berukuran kecil, maka perakaran tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, media tanam yaitu tanah menjadi faktor pembatas. Faktor kepadatan tanah lebih dominan mempengaruhi pertumbuhan awal tanaman dibandingkan faktor tutupan mulsa. Berdasarkan data pada Tabel 7, tinggi tanaman dan diameter batang optimum dicapai dengan pemberian tutupan mulsa sebesar 90%. Adanya pemberian mulsa memiliki kecenderungan untuk menjaga ketersediaan air dalam tanah untuk akar dan tanaman, serta mengurangi evaporasi, sehingga dapat membantu dalam proses pertumbuhan tanaman dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Persamaan regresi hubungan antara tutupan mulsa terhadap tinggi tanaman dan diameter batang dapat dilihat pada Gambar 8. Meningkatnya tutupan mulsa mempunyai korelasi nyata dan hubungan yang cukup erat terhadap tinggi tanaman pada umur 8, 9, dan 10 MST dan diameter batang pada umr 10 MST. Secara umum adanya perlakuan tutupan mulsa yang semakin meningkat memiliki kecenderungan untuk meningkatkan tinggi tanaman. Pada tutupan mulsa sebesar 60% tinggi tanaman lebih rendah dan diameter batang lebih kecil dibandingkan tutupan mulsa 30%. Hal ini dikarenakan pada perlakuan tersebut terdapat tanaman yang mati dan pertumbuhannya kerdil atau terhambat, dimungkinkan karena penempatan pupuk terlalu dekat dengan akar tanaman.

(28)

14

Tabel 8 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dengan tutupan mulsa terhadap tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun

Perlakuan Mulsa

Kepadatan M0 M1 M2 M3

Tinggi Tanaman (cm) 11 MST

K1 164.00a 170.00a 161.00a 174.00a K2 141.00a 163.00a 158.50a 148.15a K3 75.40c 107.90b 77.50c 161.00a

12 MST

K1 166.00a 177.00a 165.00a 175.00a K2 148.20a 167.50a 182.00a 152.50a K3 80.90b 108.00b 92.90b 174.00a

13 MST

K1 169.00a 181.00a 168.00a 175.00a K2 149.00a 169.00a 183.00a 157.25a K3 83.00b 108.50b 110.60b 182.00a

14 MST

K1 171.00a 182.50a 169.00a 175.00a K2 149.25a 171.50a 183.00a 158.00a K3 84.90b 109.00b 164.50a 184.00a

Jumlah Daun 10 MST

K1 12.00ab 13.00a 11.00abc 10.00bc K2 11.50abc 9.50bc 10.00bc 9.00cd K3 5.00e 6.50de 6.50de 10.50abc

11 MST

K1 11.50ab 12.50a 10.50ab 10.00abc K2 11.50ab 11.00ab 9.00bc 10.00abc K3 5.50d 7.00cd 7.00cd 10.50ab

12 MST

K1 11.00ab 11.50a 10.50abc 10.00abc K2 11.00ab 8.50abcd 9.50abc 11.50a K3 5.50d 7.50cd 8.00cd 10.50abc

14 MST

K1 10.50ab 11.50a 10.00ab 9.00abc K2 9.00abc 8.00bc 8.00bc 11.00a K3 5.00d 6.50cd 7.00cd 11.00a

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5 %

Hasil analisis ragam menunjukkan interaksi kepadatan tanah dengan tutupan mulsa tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2-10 MST, diameter batang pada umur 2-14 MST, dan jumlah daun pada umur 2-9 MST dan 13 MST. Akan tetapi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 11-14 MST dan jumlah daun pada umur 10, 11, 12 dan 11-14 MST (Tabel 8 dan Tabel Lampiran 4). Hasil interaksi yang tidak nyata dapat disebabkan karena adanya faktor individu yang lebih dominan, yaitu kepadatan tanah.

(29)

15 lanjut BNJ taraf 5%, kepadatan tanah lebih dominan mempengaruhi tinggi tanaman dibandingkan tutupan mulsa. Tinggi tanaman menurun dan jumlah daun semakin sedikit seiring dengan peningkatan kepadatan tanah, namun adanya tutupan mulsa memiliki kecenderungan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Kepadatan tanah yang tinggi dapat menghambat perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman. Adanya tutupan mulsa pada permukaan tanah dapat menjaga ketersediaan air di dalam tanah untuk akar dan tanaman, sehingga dengan kepadatan tanah yang tinggi dan adanya tutupan mulsa yang semakin meningkat tanaman masih dapat tumbuh dengan baik.

Pada data tinggi tanaman, perlakuan kepadatan tanah 0.8 g/cm3 dengan tutupan mulsa 60% menghasilkan tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya dengan kepadatan tanah yang sama, hal ini disebabkan karena terdapat tanaman yang pertumbuhannya terhambat. Hal ini juga sama pada perlakuan kepadatan tanah 1.0 g/cm3 dengan tutupan mulsa 90%. Pada data jumlah daun, perlakuan kepadatan tanah 0.8 g/cm3 dengan tutupan mulsa 60% dan 90% hasil jumlah daun lebih sedikit dibandingkan tanpa tutupan mulsa dan tutupan mulsa 30%, hal ini karena pada perlakuan tersebut daun tanaman jagung terserang hama ulat dan belalang, sehingga hasil yang didapat lebih rendah. Perlakuan mulsa belum mampu memperbaiki kepadatan tanah, karena kandungan lignin yang tinggi pada bahan mulsa menyebabkan mulsa akan lama untuk terdekomposisi dan belum bisa menurunkan kepadatan tanah, sehingga bahan mulsa akan melindungi permukaan tanah lebih lama.

Gambar 9a Hubungan tinggi tanaman (cm) pada umur (a. 11 MST, b. 12 MST) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa

M0

Kepadatan tanah (g/cm3)

M0

Kepadatan tanah (g/cm3)

M0

M1

M2

(30)

16

Gambar 9b Hubungan tinggi tanaman (cm) pada umur (a. 13 MST, b. 14 MST) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa

M0

Kepadatan tanah (g/cm3)

M0

Kepadatan tanah (g/cm3)

M0

M1

M2

M3

Gambar 10a Hubungan jumlah daun pada umur 10 MST dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa

M0

Kepadatan tanah (g/cm3)

M0

M1

M2

(31)

17

Persamaan regresi hubungan tinggi tanaman dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa dapat dilihat pada Gambar 9a dan 9b, serta hubungan antara jumlah daun dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa dapat dilihat pada Gambar 10a dan 10b. Hubungan antara tinggi tanaman pada umur 11-14 MST dan jumlah daun pada umur 10, 11, 12, dan 11-14 MST dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa memiliki korelasi yang nyata dan hubungan yang erat. Secara umum, tinggi tanaman menurun dan jumlah daun semakin sedikit dengan kepadatan tanah yang semakin meningkat dan tanpa tutupan mulsa.

Gambar 10b Hubungan jumlah daun pada umur (a. 11 MST, b. 12 MST, c. 14 MST) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan

Kepadatan tanah (g/cm3)

M0

Kepadatan tanah (g/cm3)

M0

Kepadatan tanah (g/cm3)

M0

M1

M2

(32)

18

Kepadatan tanah yang semakin meningkat menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman yang menurun dan jumlah daun yang sedikit, namun adanya mulsa pada permukaan tanah memiliki kecenderungan untuk meningkatkan tinggi tanaman dan hasil jumlah daun.

Perakaran dan Biomassa Tanaman

Parameter pertumbuhan lain yang diukur yaitu perakaran dan biomassa tanaman. Biomassa tanaman relatif mudah diukur dan merupakan gabungan dari hampir semua peristiwa yang dialami oleh tanaman selama siklus hidupnya (Sitompul dan Guritno 1995). Biomassa tanaman dan perakaran merupakan indikator pertumbuhan tanaman yang paling representatif (Diah dan Nasir 2011). Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh interaksi kepadatan tanah dengan tutupan mulsa tidak berpengaruh nyata terhadap perakaran dan biomassa tanaman (Tabel Lampiran 5). Hasil interaksi yang tidak nyata dapat disebabkan karena adanya faktor individu yang lebih dominan, yaitu faktor kepadatan tanah, dapat dilihat pada Tabel 9 dan persamaan regresinya disajikan pada Gambar 11.

Tabel 9 Pengaruh kepadatan tanah terhadap bobot akar dan biomassa tanaman (g)

Kepadatan Tanah Bobot Basah Akar (g) nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%

(33)

19

Pengaruh kepadatan tanah terhadap bobot akar dan biomassa tanaman memiliki korelasi nyata dan hubungan yang cukup erat. Kepadatan tanah yang semakin meningkat cenderung menurunkan bobot akar dan biomassa tanaman. Bobot akar dan biomassa tanaman optimal dicapai pada kepadatan tanah 1.0 g/cm3. Nilai koefisien korelasi yang didapat dari analisis regresi kepadatan tanah terhadap bobot basah dan kering akar yaitu 0.84 dan 0.83. Nilai koefisien korelasi yang didapat dari analisis regresi kepadatan tanah terhadap biomassa basah dan kering tanaman yaitu 0.82 dan 0.85.

Produksi (Tongkol dan Pipilan)

Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan kepadatan tanah berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot serta bobot pipilan kering. Tutupan mulsa berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot. Interaksi kepadatan tanah dengan tutupan mulsa berpengaruh nyata terhadap bobot kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot serta bobot pipilan kering (Tabel Lampiran 5). Tabel 10 Pengaruh kepadatan tanah terhadap bobot basah tongkol dengan kelobot

dan tanpa kelobot (g)

Kepadatan Tanah Bobot Basah

Tongkol dengan Kelobot (g) Tongkol Tanpa Kelobot (g) K1 (0.8 g/cm3) 99.15a 85.36a

K2 (1.0 g/cm3) 91.63a 75.94a K3 (1.2 g/cm3) 37.06b 28.56b

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%

Gambar 11 Hubungan kepadatan tanah dengan (a. Bobot akar, b. Biomassa tanaman)

Kepadatan tanah (g/cm3)

Bobot Basah Akar (g)

Kepadatan tanah (g/cm3)

Biomassa Basah Tanaman

(34)

20

Hasil analisis ragam menunjukkan secara individu perlakuan kepadatan tanah berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot serta bobot pipilan kering (Tabel 10 dan Tabel Lampiran 5). Produksi tanaman menurun seiring dengan kepadatan tanah yang semakin meningkat. Hal ini berkaitan langsung dengan perakaran tanaman jagung yang semakin terhambat dengan meningkatnya kepadatan tanah. Ketersediaan air tanah juga berkaitan langsung dengan produksi tanaman.

Persamaan regresi hubungan kepadatan tanah terhadap bobot basah tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot disajikan pada Gambar 12. Peningkatan kepadatan tanah terhadap bobot basah tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot memiliki korelasi yang nyata dan hubungan yang cukup erat. Nilai dari koefisien korelasi yang didapat untuk bobot basah tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot sebesar 0.78 dan 0.79.

Tabel 11 Pengaruh tutupan mulsa terhadap bobot basah tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot (g)

Tutupan Mulsa Bobot Basah

Tongkol dengan Kelobot (g) Tongkol Tanpa Kelobot (g) M0 ( 0 %) 46.40c 41.71b

M1 ( 30 %) 67.45c 56.18ab M2 ( 60%) 81.90ab 67.04ab M3 ( 90 %) 108.05a 88.20a

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%

Hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 5) menunjukkan pengaruh tutupan mulsa berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot (Tabel 11), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot pipilan kering. Hasil produksi semakin meningkat dengan adanya tutupan mulsa yang semakin meningkat. Tutupan mulsa sebesar 90% menghasilkan produksi yang paling optimum. Dalam hal ini dengan adanya tutupan mulsa maka tidak hanya mengurangi evaporasi tetapi juga dapat meningkatkan hasil produksi dalam bentuk tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot.

Gambar 12 Hubungan kepadatan tanah terhadap bobot basah tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot (g)

Tongkol dengan kelobot

Kepadatan tanah (g/cm3)

(35)

21

Persamaan regresi hubungan tutupan mulsa terhadap bobot basah tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot disajikan pada Gambar 13. Meningkatnya tutupan mulsa berkorelasi nyata terhadap bobot basah tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot serta memiliki hubungan yang cukup erat pada bobot basah tongkol dengan kelobot dan hubungan yang tidak begitu erat pada bobot basah tongkol tanpa kelobot. Nilai dari koefisien korelasi yang didapat untuk bobot basah tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot masing-masing sebesar 0.79 dan 0.65.

Tabel 12 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dengan tutupan mulsa terhadap bobot kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot, serta bobot pipilan kering (g)

Perlakuan Mulsa

Kepadatan M0 M1 M2 M3

Bobot Kering Tongkol dengan Kelobot (g)

K1 54.19ab 72.54ab 78.07a 60.00ab K2 47.39b 48.07b 59.52ab 78.54a K3 14.83c 16.00c 17.72c 66.75ab

Bobot Kering Tongkol Tanpa Kelobot (g)

K1 48.35abc 64.41a 69.53a 46.17abc K2 22.12cd 31.95cd 47.14abc 69.98a K3 8.25d 13.00d 14.45d 57.80abc

Bobot Pipilan Kering (g)

K1 36.70abc 46.35abc 47.53ab 19.30cd K2 21.45cd 25.01abcd 28.22abcd 49.94a K3 6.00d 7.00d 7.51d 37.12abc

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5 %

Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 5), interaksi kepadatan tanah dengan tutupan mulsa berpengaruh nyata terhadap bobot kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot serta bobot pipilan kering. Pengaruh interaksi kepadatan tanah dengan tutupan mulsa terhadap bobot kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot, serta bobot pipilan kering dapat dilihat pada Tabel 12. Secara umum dengan kepadatan tanah yang tinggi dan tanpa tutupan mulsa cenderung menurunkan hasil produksi jagung. Tutupan mulsa yang semakin meningkat cenderung meningkatkan hasil produksi jagung. Pada perlakuan kepadatan tanah 0.8 g/cm3 dengan tutupan mulsa 90%, hasil produksi jagung lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tutupan mulsa lainnya, hal ini dikarenakan

Gambar 13 Hubungan tutupan mulsa terhadap bobot basah tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot (g)

(36)

22

terdapat tanaman jagung dengan perlakuan tersebut tumbuh tidak normal atau kerdil dan terkena serangan hama penggerek tongkol, sehingga terlihat jelas hasil yang lebih rendah.

Saat tanaman berada pada fase reproduktif, baru terlihat adanya serangan hama penggerek tongkol (Helicoverpa armigera). Awalnya Imago betina Helicoverpa armigera meletakkan telur pada pucuk tanaman, kemudian telur diletakkan pada rambut jagung. Gejala fisik yang terlihat yaitu daun dan pelepah tampak berlubang-lubang karena dimakan ulat muda. Selanjutnya ulat ini akan memakan buah dan biji. Kadang-kadang ulat ini pun akan menggerek batang tanaman muda atau pucuk tanaman. Rambut tongkol juga terpotong karena adanya serangan hama tersebut dan pengisian biji menjadi tidak sempurna (Adisarwanto dan Widyastuti 2002). Infestasi serangga ini akan menurunkan kualitas tongkol jagung.

Gambar 14 Hubungan bobot kering (a. Tongkol dengan kelobot, b. Tongkol tanpa kelobot, c. Pipilan) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa

M0

Kepadatan tanah (g/cm3)

M0

Kepadatan tanah (g/cm3)

M0

Kepadatan tanah (g/cm3)

M0

M1

M2

(37)

23 Persamaan regresi hubungan antara bobot kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot serta bobot pipilan kering dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa dapat dilihat pada Gambar 14. Hubungan kepadatan tanah dengan tutupan mulsa terhadap bobot kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot serta bobot pipilan kering memiliki korelasi yang nyata dan hubungan yang erat. Tingkat kepadatan tanah yang semakin meningkat akan menurunkan hasil produksi jagung, dengan adanya tutupan mulsa yang semakin meningkat cenderung meningkatkan hasil produksi jagung. Kepadatan tanah 0.8 g/cm3 dengan tutupan mulsa 90% menghasilkan produksi yang lebih rendah dibandingkan perlakuan mulsa lainnya, hal ini karena pada perlakuan tersebut serangan hama penggerek tongkol sangat tinggi dan secara langsung menurunkan hasil produksi jagung.

Analisis Tanah Akhir

Hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 5) menunjukkan hubungan antara kepadatan tanah dengan tutupan mulsa tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, bobot isi dan ruang pori total tanah setelah penanaman atau setelah panen. Interaksi kedua faktor yang tidak nyata dapat dimungkinkan adanya salah satu faktor yang lebih berpengaruh, yaitu faktor kepadatan tanah, hal ini dapat dilihat pada Tabel 13. Pemberian mulsa selama satu musim tanam tidak memberikan pengaruh nyata untuk menurunkan bobot isi, meningkatkan kadar air dan porositas total tanah setelah penanaman.

Tabel 13 Pengaruh kepadatan tanah dan tutupan mulsa terhadap kadar air, bobot isi, ruang pori total tanah setelah penanaman

Perlakuan Kadar air tanah setelah tanam (%) nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%

(38)

24

sehingga rongga dan agregat tanah yang terbentuk belum cukup untuk menghasilkan penurunan bobot isi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sinukaban (2007), pemberian mulsa akan nyata mempengaruhi bobot isi, jika mulsa diterapkan pada lahan lebih dari satu musim tanam.

Persamaan regresi hubungan kepadatan tanah terhadap analisis tanah akhir dapat dilihat pada Gambar 15. Hasil uji korelasi kepadatan tanah terhadap analisis tanah akhir menunjukkan bahwa kepadatan tanah mempunyai korelasi yang nyata dan hubungan yang cukup erat terhadap bobot isi, kadar air, dan ruang pori total setelah panen. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi yang didapat yaitu 0.89 (bobot isi tanah setelah panen), 0.77 (kadar air tanah setelah panen), serta 0.89 (ruang pori total setelah panen). Terdapat penurunan bobot isi untuk masing-masing kepadatan tanah dan ruang pori total tanah mengalami kenaikan dengan penurunan kepadatan tanah.

Gambar 15 Hubungan kepadatan tanah sebelum tanam terhadap (a. Bobot isi, b. Kadar air tanah, c. Ruang pori total) setelah tanam

y = 1.5755x2 - 2.7015x + 1.9626

Kepadatan tanah sebelum tanam (g/cm3)

y = -150.83x2 + 281.69x - 66.662

Kepadatan tanah sebelum tanam(g/cm3)

y = -59.455x2 + 101.94x + 25.939

(39)

25

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Peningkatan kepadatan tanah berpengaruh nyata terhadap kadar air kapasitas lapang, resistensi tanah sebelum penanaman, evapotranspirasi fase reproduktif dan total satu musim tanam, pertumbuhan dan produksi tanaman (bobot basah dan kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot, serta bobot pipilan kering), serta kadar air, bobot isi, dan ruang pori total tanah setelah panen. 2. Perlakuan tutupan mulsa berpengaruh nyata terhadap evapotranspirasi fase

vegetatif, tinggi tanaman pada umur 8-14 MST, diameter batang pada umur 10 MST, dan bobot basah dan kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot. 3. Perlakuan kepadatan tanah dengan tutupan mulsa berpengaruh nyata terhadap

tinggi tanaman pada umur 11-14 MST, jumlah daun pada umur 10, 11, 12 dan 14 MST, bobot kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot, serta bobot pipilan kering.

4. Pertumbuhan dan produksi jagung berkembang dengan baik pada bobot isi 0.8 g/cm3 dan tutupan mulsa 90%.

Saran

Tanah Podsolik Jasinga tergolong tanah masam dengan kandungan hara yang rendah, oleh karena itu penanaman jagung di lahan kering pada tanah Podsolik Jasinga sebaiknya dilakukan dengan olah tanah minimum dan perlu penambahan bahan organik. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh interaksi kepadatan tanah dan mulsa jerami jagung untuk pertumbuhan dan produksi jagung melalui pengaplikasian lapang.

DAFTAR PUSTAKA

Abu-Hamdeh N. H. 2003. Compaction and subsoiling effects on corn growth and soil bulk density. Soil Science Society of America Journal 67 (4):1213.

Adisarwanto, Widyastuti. 2002. Meningkatkan Produksi Jagung. Penebar Swadaya: Jakarta.

Aqil M., I. U Firmansyah, dan Akil. 2007. Pengelolaan Air Tanaman Jagung. http://balitsereal.litbang.deptan.-go.id/ind//bjagung/duatujuh. [28 November 2013]

BPS [Badan Pusat Statistik]. 2011. Produktivitas Tanaman Jagung. http://www.bps.go.id. [28 November 2013]

(40)

26

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2005. Evaluasi Kecambah Pengujian Daya Berkecambah. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Perbenihan. Depok.

Ekowati D. dan M. Nasir. 2011. Pertumbuhan tanaman jagung (zea mays l.) Varietas bisi-2 pada pasir reject dan pasir asli di pantai trisik kulonprogo. J Manusia dan Lingkungan, Vol. 18, No.3, Nov. 2011: 220 – 231.

Fauzan A. 2002. Pemanfaatan Mulsa dalam Pertanian Berkelanjutan. Pertanian Organik. Malang. H.182-187.

Hanafiah K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.

Kurnia U., F. Agus A. Adimihardja, A. Dariah. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Jakarta: Balai Besar Litbang Sumberdaya lahan Pertanian Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Kusumawati R. D. 2012. Pengaruh kepadatan tanah terhadap pertumbuhan dan produksi kacang tanah (Arachis hypogaea L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Maryamah L. S. 2010. Pengaruh kepadatan tanah terhadap sifat fisik tanah dan perkecambahan benih kacang tanah dan kedelai [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Purwono, R. Hartono. 2007. Bertanam Jagung Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya. Setianingsih M. 2013. Penetapan kadar air kapasitas lapang dengan metode alhricks, drainase bebas, dan pressure plate pada berbagai tekstur tanah untuk tanaman bunga matahari (Helianthus anuus L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Simanjuntak R. 2005. Pengaruh pemberian bahan organik, kapur, dan belerang terhadap produksi biomassa, kadar serapan belerang pada tanaman jagung (Zea mays) di tanah Podsolik, Jasinga [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sinukaban N. 2007. Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi dan Pemberian Mulsa Jerami terhadap Produksi Tanaman Pangan dan Erosi Hara. Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan Berkelanjutan. Direktorat Jenderal RLPS. Bogor.

(41)

27

Tabel Lampiran 2 Lama penyinaran rata-rata matahari yang mungkin terjadi pada derajat lintang selatan (Darmaga 6° 33' 8.07'' LS)

Lintang interaksinya terhadap KAKL, resistensi tanah, dan evapotranspirasi

Peubah Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr>f

Keragaman Bebas Kuadrat Tengah

KAKL Perlakuan 2 296.222 148.111 148.111 0.000**

(42)

28

Tabel Lampiran 4 Analisis ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa serta interaksinya terhadap pertumbuhan tanaman

Peubah Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr>f

Keragaman Bebas Kuadrat Tengah

MST Tinggi Tanaman

(43)

29 Tabel Lampiran 4 (Lanjutan)

(44)

30

Tabel Lampiran 4 (Lanjutan)

12 Kepadatan 2 36.58 18.29 10.98 0.0020**

Keterangan: **sangat nyata; *nyata; tn tidak nyata

Tabel Lampiran 5 Analisis ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa serta interaksinya terhadap perakaran, biomassa tanaman, produksi, dan analisis tanah akhir

Peubah Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr>f

Keragaman Bebas Kuadrat Tengah

Panjang

KepadatanxMulsa 6 6599.46 1099.91 0.91 0.521tn

Bobot Kering Kepadatan 2 2308.89 1154.45 6.70 0.011*

KepadatanxMulsa 6 31056.42 516.07 1.34 0.311tn

Biomassa Kering Tanaman

Kepadatan 2 12226.77 6113.39 9.23 0.004**

Mulsa 3 755.36 251.79 0.38 0.769tn

KepadatanxMulsa 6 5636.51 939.42 1.42 0.285tn

Bobot Basah Tongkol dengan Kelobot

Kepadatan 2 16794.56 8397.28 8.82 0.004**

Mulsa 3 10000.19 3333.40 3.50 0.049*

KepadatanxMulsa 6 16767.76 2794.63 2.94 0.053*

Bobot Basah Tongkol Tanpa Kelobot

Kepadatan 2 13421.21 6710.61 8.30 0.006**

Mulsa 3 5899.40 1966.47 2.43 0.116tn

KepadatanxMulsa 6 12023.14 2003.86 2.48 0.085tn

Bobot Kering

KepadatanxMulsa 6 94.889 15.815 1.274 0.306tn

Bobot Isi

(45)

31

Lampiran 6 Perbandingan pertumbuhan tanaman jagung pada

umur 13 MST

Lampiran 7 Tanaman jagung terserang hama penggerek tongkol

(Helicoverpa armigera)

(46)

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Januari 1992 di Tangerang, Banten. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari Ayah Ahmad Syarief, S.Pd dan Ibu Aliyah, S.Pd.I.

Pendidikan SMP diselesaikan di SMPI Nur Insan pada tahun 2006. Pendidikan SMA diselesaikan di MAN 10 Jakarta Barat pada tahun 2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2009 sebagai mahasiswa Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (2010-2014).

Gambar

Gambar 1  Kadar air pada berbagai kepadatan tanah
Tabel 2 Pengaruh kepadatan tanah terhadap resistensi tanah sebelum penanaman
Tabel 6 Pengaruh kepadatan tanah terhadap pertumbuhan tanaman
Gambar 5 Hubungan kepadatan tanah terhadap tinggi tanaman (cm)  pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut Rita Kurnia (2009) permainan memiliki manfaat yang sangat baik bagi anak. Anak akan belajar kata-kata baru sehingga memperkaya perkembangan bahasanya serta

Meskipun dalam tulisan ini, sering disebutkan istilah Bugis Pagatan, namun hal tersebut tidaklah merujuk pada orang-orang Bugis yang hanya tinggal di Dsa Pagatan sebab

Manajemen laba merupakan usaha pihak manajemen yang disengaja untuk memanipulasi laporan keuangan dalam batasan-batasan yang diperoleh oleh prinsip-prinsip akuntansi dengan

Penelitian ini membahas tentang pengaruh edukasi, sosialisasi, dan himbauan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan di KPP

Puji dan syukur kepada tuhan yang maha esa, tuhan yesus kristus dan roh kudus yang telah memberikan rahmat dan berkat-nya hingga selesainya tugas akhir ini dengan

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan nilai t hitung dan nilai probabilitas f hitung maka dapat disimpulkan bahwa variabel X1 (Inflasi), X2 (Suku bunga BI7DRR),

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pola sidik bibir berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa ras Papua Melanesoid di Universitas Sriwijaya.. Untuk mengetahui

Setelah manusia melampaui tahap teologi dan intelektual (Hati dan Akal), adalah ada tahap jasmani, karena tidak dapat disangkal bahwa manusia adalah makhluk yang berdemensi