• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Dan Pemanfaatan Honje Di Pekarangan Rumah Daerah Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Dan Pemanfaatan Honje Di Pekarangan Rumah Daerah Bogor."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN DAN PEMANFAATAN HONJE

DI PEKARANGAN RUMAH

DAERAH BOGOR

DINA HANDAYANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman dan Pemanfaatan Honje di Pekarangan RumahDaerah Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015 Dina Handayani

(4)

RINGKASAN

DINA HANDAYANI. Keanekaragaman dan Pemanfaatan Honje di Pekarangan RumahDaerah Bogor. Dibimbing oleh NUNIK SRI ARIYANTI dan MIEN A. RIFAI.

Honje (Etlingera spp., Zingiberaceae) telah lama dikenal di Bogor sebagai tanaman obat dan rempah. Namun belum banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias atau bunga potong. Eksplorasi honje di Bogor dilakukan untuk mengumpulkan variasi honje, mengelompokkan koleksi berdasarkan keserupaan morfologi, dan mengumpulkan informasi pemanfaatannya pada masyarakat Bogor saat ini.

Sampel dikumpulkan dari pekarangan rumah penduduk. Pengamatan morfologi dilakukan pada rimpang, batang semu, daun, perbungaan dan perbuahan. Informasi pemanfaatan diperoleh dengan metode wawancara terhadap pedagang honje dan penduduk yang menanam honje. Koleksi dikelompokkan berdasarkan data morfologi, menggunakan metode UPGMA pada program NTSYSpc versi 2.11a.

Hasil menunjukkan dua jenis honje (E. elatior dan E. hemisphaerica) ditanam di Bogor. Kedua jenis honje tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan ciri pada pelepah daun (tebal atau tipis pola garis-garis, ada atau tidak hiasan titik-titik, dan tebal atau tipis lapisan lilin), warna kuncup daun (hijau muda, hijau kemerahan, dan merah keunguan), warna permukaan bawah daun (hijau muda, hijau kemerahan) dan warna tepi daun (merah, kuning). Variasi perbungaan ditemukan di antara spesimen yang dikumpulkan. Pemanfaatan honje sedikit berubah dari penggunaan di masa lalu.

(5)

SUMMARY

DINA HANDAYANI. Diversity and Utilization of Torch Gingers in Home Gardens of Bogor District. Supervised by NUNIK SRI ARIYANTI and MIEN A. RIFAI.

Torch gingers (Etlingera spp., Zingiberaceae) have been known in Bogor as medicinal plants and spices. However the plants have not been used widely as ornamental plants or cut flowers. An exploration was conducted in Bogor to record the variations of torch ginger, to group the collected samples based on the morphological similarity, and to collect the uses of the gingers in the Bogor society nowadays.

The samples were collected from the plants cultivated in home gardens. The morphological data was obtained by observing the rhizomes, pseudo-stems, leaves, inflorescences and infructescences. Information of torch gingers utilization was obtained based on interview with torch ginger traders and the residents who planted the torch gingers in their home gardens. The plant collections were grouped based on morphological data using UPGMA method in NTSYSpc program version 2.11a.

The results show that two species of torch gingers (E. elatior and E. hemisphaerica) are planted in Bogor. These species could be identified by characteristics of sheath (striped pattern: thick or thin; dots pattern: present or absent; and wax layer: thick or thin), the color of leaf buds (pale green, reddish green, and purplish red), the color of lower surface (pale green, reddish green), and the color of leaf margin (red, yellow). Variations of inflorescence were found among the collected specimens. Utilization of torch gingers has been slightly changed from their use in the past.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

KEANEKARAGAMAN DAN PEMANFAATAN HONJE

DI PEKARANGAN RUMAH

DAERAH BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ialah keanekaragaman dan pemanfaatan honje, dengan judul Keanekaragaman dan Pemanfaatan Honje di Pekarangan Rumah Daerah Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Dra. Nunik Sri Ariyanti, M.Si dan Bapak Prof. Mien A. Rifai, Ph.D selaku dosen pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

TINJAUAN PUSTAKA 3

Sejarah tatanama Etlingera 3

Cara perbanyakan dan budi daya Etlingera 4

Penyerbukan E. elatior 4

Pemanfaatan E. elatior 4

METODE 6 Waktu dan tempat 6 Bahan penelitian 6

Ekplorasi dan koleksi 7

Pengamatan ciri morfologi 7 Pengumpulan data pemanfaatan 7

Pengelompokan koleksi 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Ciri pembeda antara E. elatior dengan E. hemisphaerica 8

Variasi karakter vegetatif 9

Variasi karakter generatif 10

Pencirian baru E. elatior 14

Pencirian baru E. hemisphaerica 14

Pengelompokan berdasarkan variasi morfologi 15

Pemanfaatan honje di Bogor 20 Potensi honje sebagai tanaman hias dan bunga potong 23

SIMPULAN DAN SARAN 24 Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 28

(12)

DAFTAR TABEL

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi pengambilan sampel penelitian di Bogor 6 2 Pelepah daun dan kuncup daun pada E. elatior dan E. hemisphaerica 9

di Bogor

3 Variasi sisik rimpang pada E. elatior dan E. hemisphaerica di Bogor 10 4 Variasi perbungaan pada E. elatior dan E. hemisphaerica di Bogor 11 5 Variasi bentuk ujung daun gagang fertil pada E. elatior dan 11

E. hemisphaerica di Bogor 6 Variasi jumlah cuping daun gantilan pada E. elatior dan 13

E. hemisphaerica di Bogor 7 Variasi warna bibir bunga pada E. elatior dan E. hemisphaerica 13

di Bogor

8 Variasi posisi bantalan “V” pada E. elatior dan E. hemisphaerica 13

di Bogor

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Ciri morfologi dan skor biner E. elatior dan E. hemisphaerica 29 untuk analisis kelompok

(15)

1

PENDAHULUAN

Honje tersebar luas di Indonesia, antara lain di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Bali dan Kalimantan (Valeton 1921; Hartini dan Puspitaningtyas 2005, 2009; CABI 2009; Poulsen 2006, 2007, 2012; Putra et al 2013). Honje yang ditemukan dan dikenal di Indonesia meliputi beberapa jenis dari genus Etlingera Giseke famili Zingiberaceae. Honje yang ditemukan di Sumatera, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Bali adalah Etlingera elatior (Jack) R.M. Sm. (Hartini dan Puspitaningtyas 2005, 2009; CABI 2009; Poulsen 2012; Putra et al 2013), di Jawa adalah E. elatior dan Etlingera hemisphaerica (Blume) R.M. Sm. (Valeton 1921; Poulsen 2007), di Kalimantan adalah E. elatior dan Etlingera pyramidosphaera (K. Schum.) R.M. Sm. (Poulsen 2006).

Honje dikenal dengan nama lokal yang berbeda-beda. Setiap daerah memiliki nama khusus untuk E. elatior, misalnya Indonesia: kecombrang (Jawa Tengah), honje hejo (Sunda), petikala (Maluku) katimong (Sulawesi), bongkot (Bali); Malaysia: kantan (Malay), kechala (Iban, Serawak), ubut adat (Kelabit, Serawak). Nama khusus untuk E. hemisphaerica, misalnya Indonesia: honje leuweung (Sunda), honje beureum (Sunda); Malaysia: kantan liar (Malay) (Ibrahim dan Setyowati 1999; Poulsen 2007, 2012; Putra et al 2013).

Masyarakat Bogor mengenal dan membedakan dua jenis honje berdasarkan warna permukaan bawah daun. Honje dengan permukaan bawah daun berwarna hijau disebut honje hejo adalah E. elatior dan honje dengan permukaan bawah daun berwarna merah keunguan disebut honje beureum adalah E. hemisphaerica. Akan tetapi warna permukaan bawah daun saja belum cukup membedakan kedua jenis honje sebelum berbunga. Karakter vegetatif tersebut mengalami perubahan seiring pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta dapat dipengaruhi kondisi lingkungan. Warna permukaan bawah daun dewasa honje beureum yaitu merah keunguan dapat memudar menjadi hijau kemerahan. Variasi permukaan bawah daun hijau kemerahan juga dijumpai pada daun dewasa honje hejo.

Kedua jenis honje tersebut juga dibedakan berdasarkan perbungaan (Poulsen 2007). Etlingera elatior mempunyai perbungaan tegak dengan panjang 60–200 cm, panjang daun gagang terluar mencapai 13 cm dan melengkung ke arah luar ketika mekar, dasar perbungaan memanjang sekitar 10 cm. Etlingera hemisphaerica memiliki perbungaan tegak dengan panjang 15–100 cm, daun gagang terluar membentuk cangkir dan tidak melengkung ketika mekar, dasar perbungaan < 2 cm (Poulsen 2007).

(16)

2

honje tersebut di kalangan floris dan pengusaha tanaman hias dan bunga potong di negara-negara Asia Tenggara (Ibrahim dan Setyowati 1999).

Kekeliruan mengenal dan menanam kedua jenis honje di Bogor tersebut secara saling tertukar, selama ini tidak bermasalah karena keduanya memiliki manfaat yang sama, bagian dimanfaatkan juga sama yaitu organ vegetatif dan kuncup perbungaan. Namun pemanfaatan honje sebagai tanaman hias dan bunga potong memerlukan kepastian jenis pada saat bibit ditanam, karena masing-masing jenis memiliki karakter bunga berbeda. Bunga potong ditanam untuk mendapatkan karakter bunga yang diinginkan. Oleh karena itu karakter vegetatif diperlukan untuk mengenal jenis honje yang ditanam. Begitu pula honje yang lebih banyak diperjualbelikan di pasar dan yang disuka oleh masyarakat Bogor adalah honje dari jenis E. elatior yang memiliki kuncup dan tangkai perbungaan merah, sehingga diperlukan karakter vegetatif untuk mengenalnya supaya tidak terjadi kekeliruan jenis pada saat menanam.

(17)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah tatanama Etlingera

Jenis pertama dari Etlingera dikoleksi pada 4 Juni 1779 di Phuket (Thailand) oleh ahli farmasi dan botani dari Denmark yaitu Johan Gerhand Konig. Beliau mendeskripsikan jenis tersebut sebagai Amomum littoralis pada tahun 1783. Kemudian pada tahun 1792 ahli botani dari Jerman yaitu Paul Dietrich Giseke menggunakan deskripsi A. littoralis sebagai dasar pembentukan genus baru yaitu Etlingera yang diambil dari nama seorang ahli botani dari Jerman Andreas Ernst Etlinger. Sehingga dapat diketahui bahwasanya Amomum littoralis (Konig) (1783) dan Etlingera littoralis (Konig) Giseke (1792) berturut-turut merupakan basionim dan tipe jenis dari Etlingera (Burtt dan Smith 1986).

Untuk waktu lama, honje dikenal sebagai jenis-jenis Nicolaia dengan ciri perbungaan tegak, tangkai perbungaan kuat dan sedikit ramping (Heyne 1927; Backer dan Bakhuizen 1968). Ketika itu dikenal beberapa marga lain yang sekerabat, dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut (Smith 1986): Nicolaia memiliki tangkai perbungaan 60–130 cm, tegak di atas permukaan tanah; penutupan daun gagang steril menyebar, sangat mengesankan; bunga berjumlah banyak; cuping tengah dari bibir bunga tidak memanjang; kepala sari lebih kurang tegak, kantung sari membuka antara 1/2–2/3 bagian atas.

Achasma memiliki tangkai perbungaan sangat pendek, hampir seluruhnya di permukaan tanah; penutupan daun gagang steril sebagian terbenam di tanah; cuping tengah dari bibir bunga memanjang; kepala sari membentuk sebuah sudut menuju bagian berlepasan dari tangkai sari; kantung sari membuka lebih kurang sama dengan panjangnya.

Geanthus memiliki tangkai perbungaan dan penutupan daun gagang steril sangat pendek, tetapi terkadang penutupan mereduksi; cuping tengah dari bibir bunga tidak memanjang; kepala sari tegak atau sedikit menyudut, kantung sari membuka sama dengan panjangnya atau tidak.

Akan tetapi sejak tahun 1986 ketika Burtt dan Smith berpendapat bahwasanya Genus Etlingera, Achasma Griff., Nicolaia Horan., dan Geanthus Val. berhubungan erat satu sama lain sehingga dapat dimasukkan dalam satu genus yaitu Etlingera Giseke (Burtt dan Smith 1986). Karakter-karakter yang menyatukan keempat genus tersebut menjadi genus Etlingera Giseke yaitu terdapat daun pembalut steril, bongkol perbuahan pendek, bibir bunga dan tangkai sari bergabung dalam tabung di atas daun mahkota (Smith 1986).

(18)

4

Cara perbanyakan dan budi daya Etlingera

Etlingera diperbanyak dengan rimpang tetapi bisa juga dengan biji (Ibrahim dan Setyowati 1999). Pada saat perbanyakan dengan rimpang maka rimpang harus dijaga agar tidak cepat mengering dan terkontaminasi oleh jamur. Rimpang yang telah dipecah-pecah setelah direndam pestisida segera disemaikan pada bedeng-bedeng pesemaian atau langsung ditanam di lahan. Pada saat menanam rimpang tidak boleh terlalu dalam, karena hal ini akan mengundang jamur dan menyebabkan busuk akar (ETP 2014). Bila perbanyakan dilakukan dengan biji, maka setelah biji diambil dari buah harus segera disemaikan, agar biji tidak mengalami kekeringan. Biji yang mengering akan turun viabilitasnya (Tyas 2000). Tetapi perbanyakan melalui rimpang dan biji relatif lama serta akar rentan terhadap patogen tanah sehingga diperlukan metode perbanyakan yang lebih cepat dan steril. Perbanyakan melalui metode kultur jaringan diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan menghilangkan patogen (Karim dan Munir 2011).

Budi daya E. elatior sudah mulai dikembangkan sebagai bunga potong (Herlina 2012). Etlingera elatior berbunga merah hati, merah muda, dan light pink merupakan salah satu bunga tropis dari suku Zingiberaceae yang diperagakan pada pameran lingkup hortikultura (Herlina 2012). Etlingera elatior berbunga merah, merah muda, dan putih di Bali sedang dikembangkan sebagai tanaman hias (Putra et al 2013). Jenis-jenis ini menurut desain lanskap termasuk semak tinggi dengan tinggi maksimal 3–4.5 m, warna bunga yang menarik dan tekstur kasar yang terbentuk oleh daun-daun besar, cabang-cabang besar (tidak memunyai ranting halus dan kecil) atau pertumbuhan menyebar bebas (Putra et al 2013). Honje di Sumatera Barat juga sudah disusun dalam rangkaian bunga dan ditata di luar ruangan sebagai tanaman hias (DPTP 2014).

Penyerbukan E. elatior

Variasi bentuk dan warna perbungaan yang menarik serta nektar yang dihasilkan (Poulsen 2006) merupakan daya tarik untuk hewan mengunjungi E. elatior. Hewan-hewan tersebut adalah burung Anthreptes malacensis (Ibrahim dan Setyowati 1999), Arachnothera longirostra (Poulsen 2006), Nectarinia jugularis (Poulsen 2012). Kunjungan dari burung tersebut secara tidak langsung membantu proses penyerbukan pada honje. Penyerbukan dengan perantaraan hewan, biasanya bunganya mempunyai ciri-ciri seperti warna yang menarik, menghasilkan sesuatu yang menarik atau menjadi makanan hewan, serbuk sari sering bergumpal-gumpal dan berperekat sehingga mudah menempel pada tubuh hewan, dan kadang-kadang mempunyai bentuk yang khusus sehingga bunga hanya dikunjungi oleh jenis hewan tertentu saja (Tjitrosoepomo 1985).

Pemanfaatan E. elatior

(19)

5

anyaman dan bahan baku pembuatan kertas (Ibrahim dan Setyowati 1999). Perdagangan kuncup perbungaan dan buah sebagai sayur atau bumbu dilakukan secara lokal (Tyas 2000). Kuncup sebagai bahan ramuan bumbu kari, dimakan mentah sebagai lalap, disambal, atau dimasak bersama sayuran lainnya. Bagian tengah tunas daunnya sebagai pemberi aroma masakan atau dimakan mentah dengan nasi. Buah setengah masak untuk campuran masakan, buah masak dapat dimakan mentah atau disambal. Batang direbus dan airnya untuk mandi ibu-ibu sehabis melahirkan atau diminum untuk obat meriang (Hartini dan Puspitaningtyas 2005). Penggunaan ekstrak air dan manisan bunga honje dalam pembuatan permen jelly (Muawanah et al. 2012). Zat warna dari ekstrak bunga honje sebagai pewarna alami lipstik(Adliani et al. 2012).

(20)

6

METODE

Waktu dan tempat

Penelitian dilaksanakan bulan Januari 2013 sampai April 2014. Keanekaragaman honje dideskripsikan berdasarkan spesimen yang dikumpulkan dari pekarangan rumah penduduk di Kabupaten dan Kota Bogor. Lokasi penelitian di Kabupaten Bogor terdiri atas Kelurahan Margajaya, Kecamatan Dramaga; Desa Gunung Leutik, Kecamatan Ciampea; Desa Taman Sari dan Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya; Kampung Angsana, Kecamatan Leuwiliang; Kampung Babakan dan Kampung Anyer Sari, Kecamatan Jasinga; taman koleksi Villa Botani di Desa Tajur Halang, Kecamatan Cijeruk; taman koleksi ECOPARK LIPI Kecamatan Cibinong. Lokasi penelitian di Kota Bogor yaitu Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur; dan taman koleksi di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO), Kecamatan Bogor Barat (Gambar 1).

Gambar 1 Lokasi pengambilan sampel penelitian di Kabupaten (1–6, 9) dan Kota (7–8) Bogor. 1=Jasinga, 2=Leuwiliang, 3= Ciampea, 4=Tenjolaya, 5=Dramaga, 6=Cibinong, 7=Bogor Barat, 8=Bogor Timur, 9=Cijeruk.

Bahan penelitian

(21)

7

Eksplorasi dan koleksi

Eksplorasi dan koleksi spesimen honje dilaksanakan dengan menjelajahi setiap bagian di lokasi penelitian (Rugayah et al. 2004). Materi sampel yang dikumpulkan dari lokasi penelitian (Gambar 1) dibuat spesimen herbarium sebanyak dua duplikat untuk masing-masing individu dengan mengikuti metode koleksi kering dan basah. Koleksi kering meliputi daun dan batang semu. Koleksi basah meliputi rimpang, perbungaan dan perbuahan (Rugayah et al. 2004). Spesimen disimpan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Sistematika Tumbuhan Universitas Negeri Medan.

Pengamatan ciri morfologi

Pengamatan morfologi dilakukan pada rimpang, batang semu, daun, perbungaan, dan perbuahan. Hasil pengamatan dideskripsikan menggunakan istilah botani mengacu pada Radford (1986), Ibrahim dan Setyowati (1999), Poulsen (2006, 2007), dan terjemahan resmi mengikuti glosarium biologi (Rifai dan Ermitati 1993).

Pengumpulan data pemanfaatan

Data pemanfaatan diperoleh dengan metode wawancara terbuka terhadap pedagang, pemilik kebun, dan penduduk (Walujo 2004). Responden berjumlah 16 orang terdiri atas 1 orang di Pasar Caringin, 1 orang di Pasar Gunung Batu, 2 orang di Pasar Bogor, 1 orang di Pasar Ramayana, 2 orang di Kecamatan Dramaga, 1 orang di Kelurahan Baranangsiang Kecamatan Bogor Timur, 1 orang di Desa Gunung Leutik Kecamatan Ciampea, 1 orang di Desa Taman Sari dan 1 orang Desa Situ Daun di Kecamatan Tenjolaya, 2 orang di Kampung Angsana Kecamatan Leuwiliang, 1 orang di Kampung Babakan dan 1 orang Kampung Anyer Sari di Kecamatan Jasinga, 1 orang di Kecamatan Kemang, 1 orang di Villa Botani di Desa Tajur Halang Kecamatan Cijeruk. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk tabel dan deskripsi.

Pengelompokan koleksi

(22)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi berhasil mengumpulkan 32 nomor koleksi dari 32 rumpun honje di Bogor, meliputi dua jenis honje yaitu E. elatior berjumlah 19 nomor koleksi dan E. hemisphaerica berjumlah 13 nomor koleksi. Jumlah rumpun honje yang ditemukan di Kelurahan Margajaya Kecamatan Dramaga ada 1 rumpun, di Kelurahan Baranangsiang Kecamatan Bogor Timur ada 1 rumpun, di Desa Gunung Leutik Kecamatan Ciampea ada 1 rumpun, Desa Taman Sari dan Desa Situ Daun di Kecamatan Tenjolaya ada 4 rumpun, Kampung Angsana di Kecamatan Leuwiliang ada 15 rumpun, Kampung Babakan dan Kampung Anyer Sari di Kecamatan Jasinga ada 2 rumpun, dan taman koleksi di Villa Botani di Desa Tajur Halang Kecamatan Cijeruk ada 5 rumpun, di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO) ada 1 rumpun, di ECOPARK LIPI ada 2 rumpun.

Ciri pembeda antara E. elatior dengan E. hemisphaerica

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dua jenis honje, E. elatior dan E. hemisphaerica dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri berikut. Etlingera elatior memiliki pelepah daun dengan pola garis-garis tebal tanpa hiasan titik-titik, dan lapisan lilin beserbuk es tebal, warna kuncup daun hijau muda atau hijau kemerahan. Adapun E. hemisphaerica memiliki pelepah daun berpola garis-garis tipis dengan hiasan titik-titik, dan lapisan lilin beserbuk es tipis, warna kuncup daun merah keunguan (Tabel 1 dan Gambar 2). Ada dan tidaknya hiasan titik-titik pada permukaan pelepah daun dapat dilihat lebih jelas dengan alat kaca pembesar (handlens).

Tabel 1 Ciri pembeda antara E. elatior dengan E. hemisphaerica

Ciri E. elatior E. hemisphaerica

Garis pada pelepah daun tebal tipis

Hiasan titik-titik pada pelepah daun

tidak ada ada

Lapisan lilin pada pelepah daun menyerbuk es tebal menyerbuk es tipis

Kuncup daun hijau muda, hijau

kemerahan

merah keunguan

Ciri-ciri di atas dapat digunakan untuk membedakan E. elatior dan E. hemisphaerica sebelum tanaman berbunga. Adapun ciri-ciri tersebut tersusun dalam kunci menuju jenis di bawah ini.

Kunci menuju jenis honje di Bogor

1a. Pelepah daun berpola garis-garis tebal tanpa hiasan titik-titik dan lapisan lilin beserbuk es tebal; kuncup daun hijau muda atau hijau kemerahan...Etlingera elatior 1b. Pelepah daun berpola garis-garis tipis dengan hiasan titik-titik dan lapisan

(23)

9

B

A C D E F G

Gambar 2 Pelepah daun dan kuncup daun pada E. elatior (A-D) dan E. hemisphaerica (E-G) di Bogor. Etlingera elatior memiliki pelepah daun bergaris tebal tanpa hiasan titik-titik, lapisan lilin beserbuk es tebal dengan variasi hijau kemerahan (A), dan hijau muda (B), kuncup daun hijau muda (C), dan hijau kemerahan (D). Etlingera hemisphaerica memiliki pelepah daun bergaris tipis dengan hiasan titik-titik, lapisan lilin beserbuk es tipis dengan variasi hijau kemerahan (E), dan hijau muda (F), kuncup daun merah keunguan (G).

Poulsen (2007) menggunakan warna permukaan bawah daun dan beberapa ciri perbungaan dan bunga untuk membedakan E. elatior dan E. hemisphaerica. Dari penelitian ini terungkap bahwa warna permukaan bawah daun saja tidak cukup untuk mengenali atau membedakan E. elatior dan E. hemisphaerica pada saat tanaman belum berbunga. Hal ini karena beberapa koleksi E. elatior dijumpai juga mempunyai warna permukaan bawah daun hijau kemerahan seperti pada E. hemisphaerica. Selain itu, warna permukaan bawah daun dapat berubah seiring pertumbuhan dan perkembangan serta dapat dipengaruhi kondisi lingkungan.

Identifikasi jenis pada saat sebelum berbunga diperlukan terutama jika tanaman tersebut dimanfaatkan sebagai tanaman hias atau bunga potong. Pemanfaatan honje sebagai tanaman hias atau bunga potong berpotensi untuk dikembangkan karena masing-masing jenis mempunyai perbungaan yang berbeda, namun honje mulai berbunga pada tahun kedua setelah penanaman dari rimpang (Ibrahim dan Setyowati 1999). Sehingga ciri-ciri pembeda kedua honje tersebut dapat membantu masyarakat untuk membedakan keduanya sebelum berbunga.

Variasi karakter vegetatif

(24)

10

A B C D

Tabel 2 Variasi ciri vegetatif E. elatior dan E. hemisphaerica

Ciri E. elatior E. hemisphaerica

Sisik rimpang hijau kekuningan, merah terang

hijau kekuningan, merah terang

Pelepah daun hijau muda, hijau kemerahan Permukaan bawah daun hijau muda, hijau

kemerahan

hijau kemerahan

Tepi daun merah, kuning merah

Gambar 3 Variasi sisik rimpang pada E. elatior (A-B) dan E. hemisphaerica (C-D) di Bogor. Etlingera elatior memiliki sisik rimpang merah terang (A), dan hijau kekuningan (B). Etlingera hemisphaerica memiliki sisik rimpang merah terang (C), dan hijau kekuningan (D).

Variasi karakter generatif

Dua jenis honje di Bogor dapat juga dibedakan berdasarkan bentuk perbungaan, bentuk daun gagang steril, dan orientasi daun gagang steril saat mekar. Variasi morfologi pada E. elatior dijumpai pada warna perbungaan, panjang dan warna tangkai perbungaan, rambut di pangkal tangkai perbungaan, jumlah daun gagang steril, jumlah dan bentuk daun gagang fertil, bentuk ujung daun gagang fertil, jumlah cuping dan bentuk ujung daun gantilan, jumlah dan bentuk ujung kelopak, rambut di ujung kelopak, jumlah dan bentuk ujung cuping mahkota, posisi cuping samping mahkota, warna bibir bunga, rambut di

permukaan bibir bunga, posisi bantalan „V‟ pada tabung mahkota, pembukaan

ruang sari pada kepala sari, bentuk kepala putik (Tabel 3 dan Gambar 4, 5, 6, 7, 8). Variasi morfologi pada E. hemisphaerica dijumpai pada warna perbungaan, panjang dan warna tangkai perbungaan, jumlah daun gagang steril, jumlah dan bentuk daun gagang fertil, bentuk ujung daun gagang fertil, jumlah cuping dan bentuk ujung daun gantilan, jumlah kelopak, jumlah dan bentuk ujung cuping mahkota, posisi cuping samping mahkota, rambut di permukaan bibir bunga, bentuk kepala putik (Tabel 3 dan Gambar 4, 5, 6, 7, 8).

(25)

11

A B C D

E F G

A B C D

elatior memiliki perbungaan gasing dengan daun gagang steril melengkung sedangkan E. hemisphaerica mempunyai perbungaan cangkir dengan daun gagang steril tidak melengkung. Bentuk perbungaan, kondisi melengkung dan tidak melengkungnya daun gagang steril hanya terlihat pada saat perbungaan mekar (Poulsen 2007).

Gambar 4 Variasi perbungaan pada E. elatior (A-D) dan E. hemisphaerica (E-G) di Bogor. Etlingera elatior memiliki perbungaan gasing dengan variasi warna: merah tangkai merah (A), merah muda tangkai merah (B), merah muda keputihan tangkai hijau keputihan (C), dan putih tangkai hijau keputihan (D). Etlingera hemisphaerica memiliki perbungaan cangkir dengan variasi perbungaan merah tangkai hijau (E), merah muda tangkai hijau (F), dan merah tangkai merah (G).

(26)

12

Tabel 3 Ciri generatif E. elatior dan E. hemisphaerica

Ciri E. elatior E. hemisphaerica

Bentuk perbungaan gasing cangkir

Warna perbungaan merah, merah muda, merah muda keputihan, putih

merah, merah muda

Panjang tangkai perbungaan 53-144 cm 17.5-99.5 cm Warna tangkai perbungaan merah, hijau keputihan hijau, merah Pangkal tangkai perbungaan berambut, gundul berambut Jumlah daun gagang steril 6-20 helai 4-12 helai

Bentuk daun gagang steril menjorong, melonjong membundar telur Orientasi daun gagang steril saat Jumlah daun gagang fertil 88-300 helai 48-260 helai Bentuk daun gagang fertile menjorong, melonjong,

melanset, melanset Jumlah cuping daun gantilan 2-3 berlekatan 2-3 berlekatan

Bentuk ujung daun gantilan runcing, membundar, rata

runcing, membundar Jumlah cuping pada kelopak 2-3 berlekatan 2-3 berlekatan Bentuk ujung cuping kelopak bertusuk, runcing bertusuk Rambut di ujung cuping kelopak ada, tidak ada tidak ada Jumlah cuping mahkota 1 cuping belakang, 2

cuping samping

1 cuping belakang, 2 cuping samping Bentuk ujung cuping mahkota bertusuk, membundar bertusuk

Posisi kedua cuping samping

Warna bibir bunga merah tua tepi kuning, kuning memudar menjadi putih di bagian tengah sampai pangkal

merah tua tepi kuning

Bentuk bibir bunga membundar telur sungsang

membundar telur sungsang

Permukaan luar bibir bunga berambut, gundul berambut, gundul Posisi bantalan "V" di tabung Bentuk kepala putik bersegi tiga, bersegi

lima

bersegi tiga, bersegi lima

Bentuk dan posisi mulut putik menjorong dengan posisi melintang

menjorong dengan posisi melintang

(27)

13

G

A B C D

E F

A B C

Gambar 6 Variasi jumlah cuping daun gantilan pada E. elatior (A-B) dan E. hemisphaerica (C-D) di Bogor. Etlingera elatior memiliki jumlah cuping daun gantilan dua (A) atau tiga saling berlekatan (B). Etlingera hemisphaerica memiliki jumlah cuping daun gantilan dua (C) atau tiga saling berlekatan (D).

Gambar 7 Variasi warna bibir bunga pada E. elatior (A-D) dan E. hemisphaerica (E-G) di Bogor. Bibir bunga merah tua dengan pinggiran kuning (A-C dan E-G). Bibir bunga kuning memudar menjadi putih di bagian tengah sampai pangkal (D).

Gambar 8 Variasi posisi bantalan “V” pada E. elatior (A-B) dan E. hemisphaerica (C) di Bogor. Etlingera elatior memiliki posisi

bantalan “V” di ujung bagian dalam tabung mahkota (A), dan di kedua

sisi bagian dalam tabung mahkota (B). Etlingera hemisphaerica memiliki posisi bantalan “V” di ujung bagian dalam tabung mahkota (C).

(28)

14

Ciri-ciri yang dicetak miring pada pencirian baru untuk E. elatior dan E. hemisphaerica merupakan ciri yang tidak dijelaskan oleh Poulsen (2006, 2007).

Pencirian baru E. elatior

Etlingera elatior memiliki rimpang merayap pendek dengan sisik hijau kekuningan atau merah terang, diameter sekitar 2.8-6.4 cm. Batang semu mencapai 146-450 cm, jarak antar batang 5-25 cm dan jumlah per rumpun mencapai 5-60 batang; pelepah daun berwarna hijau muda atau hijau kemerahan, berpola garis-garis tebal tanpa hiasan titik-titik dan lapisan lilin menyerbuk es tebal (Gambar 2). Ligula dan kuncup daun memiliki warna yang sama yaitu hijau muda atau hijau kemerahan. Helaian daun berjumlah 5-29, berukuran 16.3-75 x 8.6-15.4 cm, bentuk melanset atau melonjong, bentuk ujung meruncing, pangkal meruncing atau menjantung, permukaan atas hijau tua, permukaan bawah hijau muda atau hijau kemerahan, tepi kuning atau merah. Perbungaan berbentuk gasing berwarna merah, merah muda, merah muda keputihan dan putih (Gambar 4), tangkai perbungaan berwarna merah atau hijau keputihan dengan panjang sekitar 53-144 cm, berambut atau gundul. Daun gagang steril berjumlah 6-20 helai, ukuran 6-13.3 x 1.8-6.5 cm, melengkung ke arah luar pada saat mekar, berbentuk menjorong atau melonjong, bentuk ujung bertusuk. Daun gagang fertil berjumlah 88-300 helai, ukuran 3.1-9.3 x 0.5-2 cm, bentuk menjorong, melonjong, melanset atau melanset sungsang, ujung membundar atau bertusuk (Gambar 5), dan (satu cuping belakang, dan dua cuping samping), ukuran cuping belakang 1.2-4 x 0.3-0.8 cm, ukuran cuping samping kanan dan kiri sama yaitu 1.1-4.3 x 0.2-0.4 cm, ujung ketiga cuping bertusuk atau membundar, tipis seperti selaput, cuping belakang menutupi putik dan benang sari, dua cuping samping membentuk garis miring memusat atau garis miring memencar. Bibir bunga merah tua dengan pinggiran kuning atau kuning memudar putih di bagian tengah sampai pangkal (Gambar 7), ukuran 1.1-3.6 x 0.7-1.7 cm, berbentuk membundar telur sungsang, permukaan berambut atau gundul. Posisi bantalan “V”di ujung atau di kedua sisi bagian dalam tabung mahkota (Gambar 8). Benang sari berjumlah satu, berbentuk melonjong dengan dua kepala sari, pembukaan ruang sari½ atau 1 bagian penuh di kepala sari. Putik berjumlah satu, kepala bersegi tiga atau bersegi lima, mulut menjorong dengan posisi melintang, panjang tangkai 0.9-3.5 cm dan berambut.

Pencirian baru E. hemisphaerica

(29)

15

merah keunguan. Helaian daun berjumlah 4-23, berukuran 17.5-76 x 5.8-16.1 cm, bentuk melanset atau melonjong, bentuk ujung meruncing, pangkal meruncing atau menjantung, permukaan atas hijau tua, permukaan bawah hijau kemerahan, tepi merah. Perbungaan berbentuk cangkir berwarna merah atau merah muda (Gambar 4), tangkai perbungaan berwarna hijau atau merah dengan panjang sekitar 17.5-99.5 cm, pangkal berambut. Daun gagang steril berjumlah 4-12 helai, ukuran 3.8-9.5 x 2.8-6.3 cm, tegak pada saat mekar dan berbentuk membundar telur, ujung bertusuk. Daun gagang fertilberjumlah 48-260 helai, ukuran 2.6-5.7 x 0.4-1.9 cm, bentuk menjorong, melonjong atau melanset sungsang, ujung membundar atau bertusuk (Gambar 5). Daun gantilan memiliki dua atau tiga cuping yang saling berlekatan (Gambar 6), ukuran 1.8-3.2 x 0.5 cm, ujung runcing atau membundar. Bunga berjumlah 48-260, panjang 1.3-5.1 cm. Kelopak memiliki tiga cuping berlekatan, 2.3-4.3 x 0.3-0.7 cm, ujung bertusuk dan gundul, tipis seperti selaput. Mahkota berbentuk tabung dengan tiga cuping (satu cuping belakang, dan dua cuping samping), ukuran cuping belakang 1.7-4.2 x 0.3-0.5 cm, ukuran cuping kanan dan kiri sama yaitu 1.6-4.2 x 0.2-0.4 cm, ujung bertusuk, tipis seperti selaput, cuping belakang menutupi putik dan benang sari, dua cuping samping membentuk garis miring memusat atau garis miring memencar. Bibir bunga merah tua dengan pinggiran kuning (Gambar 7), ukuran 1.1-3.2 x 0.5-1.5 cm, bentuk membundar telur sungsang, permukaan luar berambut atau gundul. Posisi bantalan “V” di ujung bagian dalam tabung mahkota (Gambar 8). Benang sari berjumlah satu berbentuk melonjong dengan dua kepala sari, pembukaan ruang sari ½ bagian di kepala sari. Putik berjumlah satu, kepala bersegi tiga atau bersegi lima, mulut menjorong dengan posisi melintang, panjang tangkai 0.8-3.3 cm dan berambut.

Pengelompokan berdasarkan variasi morfologi

Hasil analisis berdasarkan 69 ciri morfologi menggunakan metode UPGMA menghasilkan empat kelompok honje (E. elatior dan E. hemisphaerica). Koleksi E. elatior mengelompok dengan koefisien keserupaan sebesar 63% dan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok 1 (perbungaan merah dan merah muda) dan 2 (perbungaan merah muda keputihan dan putih). Koefisien kesamaan dalam kelompok 1 sebesar 74% sedangkan dalam kelompok 2 sebesar 70% (Gambar 9). Kelompok 1 memiliki kesamaan ciri kuncup daun hijau kemerahan, bibir bunga merah tua dengan pinggiran kuning, bantalan “V” di ujung bagian dalam tabung mahkota, dan tangkai perbungaan merah. Kelompok 2 memiliki kesamaan ciri kuncup daun hijau muda dan tangkai perbungaan hijau keputihan. Bibir bunga dan posisi bantalan “V” pada E. elatior perbungaan merah muda keputihan berbeda dengan E. elatior perbungaan putih. Etlingera elatior perbungaan merah muda keputihan memiliki bibir bunga merah tua dengan

pinggiran kuning dan posisi bantalan “V” di ujung bagian dalam tabung mahkota.

(30)

16

Beberapa ciri vegetatif pada E. elatior dapat memprediksi warna perbungaan. Adapun ciri-ciri tersebut tersusun dalam kunci identifikasi variasi di bawah ini.

Kunci identifikasi variasi perbungaan E. elatior

1a. Kuncup daun hijau kemerahan dengan tepi daun merah; pelepah daun hijau kemerahan; sisik rimpang merah terang; tangkai perbungaan merah...E. elatior perbungaan merah atau merah muda 1b. Kuncup daun hijau muda dengan tepi daun kuning; pelepah daun hijau

muda; sisik rimpang hijau kekuningan; tangkai perbungaan hijau keputihan...E. elatior perbungaan merah muda keputihan atau putih

Etlingera elatior perbungaan merah dengan tangkai merah

Perbungaan; gasing; merah; tangkai perbungaan; 72-144 cm; merah; pangkal berambut atau gundul; daun gagang steril; 6-20 helai; 6.5-11.7 x 3-5.6 cm; menjorong atau melonjong; ujung bertusuk; posisi melengkung ke arah luar pada saat mekar; daun gagang fertil; 110-300 helai; 3.1-9.3 x 0.5-2 cm; melonjong, melanset, atau melanset sungsang; ujung membundar atau bertusuk, ujung berambut; daun gantilan; dua atau tiga cuping saling berlekatan; 1.3-2.9 x 0.4- 0.8 cm; ujung membundar atau rata; kelopak; dua atau tiga cuping saling berlekatan; 1.8-3.6 x 0.3-0.6 cm; ujung bertusuk, ujung berambut; mahkota; cuping mahkota; tiga cuping saling berlepasan (satu cuping belakang, dua cuping samping);ukuran cuping belakang 1.2-3.8 x 0.3-0.8 cm; cuping kanan dan kiri berukuran sama yaitu 1.1-4.3 x 0.2-0.4 cm; ujung ketiga cuping bertusuk; posisi kedua cuping samping menyerong dan menumpu atau menyerong dan menyebar; tabung mahkota; posisi bantalan “V” di ujung bagian dalam tabung

mahkota; bibir bunga; 1.3-3.4 x 0.6-1.7 cm; membundar telur sungsang; merah tua dengan tepi kuning; permukaan luar berambut atau gundul; tepi di bagian pangkal berambut atau gundul; benang sari; satu; melonjong dengan dua kepala sari; ruang sari; membuka ½ bagian di kepala sari; putik; satu, kepala putik;

bersegi tiga atau bersegi lima, mulut putik; menjorong dengan posisi melintang,

tangkai putik; panjang 0.9-3.5 cm; berambut (Lampiran 1–2).

Distribusi (Nomor koleksi) : Kampung Angsana Kecamatan Leuwiliang (Dina1, Dina2, Dina3, Dina4, Dina5), Villa Botany di Desa Tajur Halang Kecamatan Cijeruk (Dina42), dan Desa Taman Sari di Kecamatan Tenjolaya (Dina22).

Etlingera elatior perbungaan merah muda dengan tangkai merah

Perbungaan; gasing; merah muda; tangkai perbungaan; 54-135 cm; merah; pangkal berambut atau gundul; daun gagang steril; 8-20 helai; 6-11.3 x 4-6.1 cm; menjorong atau melonjong; ujung bertusuk; posisi melengkung ke arah luar pada saat mekar; daun gagang fertil; 88-300 helai; 2.9-9 x 0.8-2 cm; melonjong atau melanset sungsang; ujung membundar atau bertusuk, ujung berambut atau gundul; daun gantilan; dua atau tiga cuping saling berlekatan; 1.3-3.1 x 0.3- 0.7 cm; ujung membundar atau runcing; kelopak; dua atau tiga cuping saling berlekatan; 1.9-3.8 x 0.4-0.6 cm; ujung bertusuk, ujung berambut atau gundul;

(31)

17

menyerong dan menyebar; tabung mahkota; posisi bantalan “V” di ujung bagian dalam tabung mahkota; bibir bunga; 1.3-3.6 x 0.8-1.7 cm; membundar telur sungsang; merah tua dengan tepi kuning; permukaan luar berambut atau gundul; tepi di bagian pangkal berambut atau gundul; benang sari; satu; melonjong dengan dua kepala sari; ruang sari; membuka ½ -1 bagian penuh; putik; satu,

kepala putik; bersegi tiga atau bersegi lima, mulut putik; menjorong dengan posisi melintang, tangkai putik; panjang 1.1-3.4 cm; berambut (Lampiran 1–2).

Distribusi (Nomor koleksi) : Kampung Angsana Kecamatan Leuwiliang (Dina15), Villa Botany di Desa Tajur Halang Kecamatan Cijeruk (Dina41), Desa Gunung Leutik Kecamatan Ciampea (Dina18), Kampung Babakan dan Anyer Sari di Kecamatan Jasinga (Dina20, Dina21), Kecamatan Dramaga (Dina30).

Etlingera elatior perbungaan merah muda keputihan dengan tangkai hijau

keputihan

Perbungaan; gasing; merah muda keputihan; tangkai perbungaan; 65-120 cm; hijau keputihan; pangkal berambut dan gundul; daun gagang steril; 12-20 helai; 6-13.3 x 1.8-6.5 cm; melonjong; ujung membundar atau bertusuk; posisi melengkung ke arah luar pada saat mekar; daun gagang fertil; 115-300 helai; 3.5-7.8 x 0.7-2 cm; melonjong atau melanset; ujung membundar atau bertusuk, ujung berambut; daun gantilan; dua atau tiga cuping saling berlekatan; 1.4-3.1 x 0.4-0.7 cm; ujung runcing atau membundar; kelopak; tiga cuping saling berlekatan; 1.9-4 x 0.3-0.7 cm; ujung bertusuk, ujung berambut atau gundul;

mahkota; cuping mahkota; tiga cuping saling berlepasan (satu cuping belakang, dua cuping samping); ukuran cuping belakang 1.6-3.5 x 0.3-0.5 cm; cuping kanan dan kiri berukuran sama yaitu 1.6-3.9 x 0.2-0.4 cm; ujung ketiga cuping bertusuk; posisi kedua cuping samping menyerong dan menumpu; tabung mahkota; posisi

bantalan “V” di ujung bagian dalam tabung mahkota; bibir bunga; 1.1-3.2 x 0.7-1.5 cm; membundar telur sungsang; merah tua dengan tepi kuning; permukaan luar gundul; tepi di bagian pangkal gundul; benang sari; satu; melonjong dengan dua kepala sari; ruang sari; membuka ½ bagian; putik; satu, kepala putik;

bersegi tiga atau bersegi lima, mulut putik; menjorong dengan posisi melintang,

tangkai putik; panjang 0.9-3.3 cm; berambut (Lampiran 1–2).

Distribusi (Nomor koleksi) : Kampung Angsana Kecamatan Leuwiliang (Dina6, Dina7, Dina9, Dina14).

Etlingera elatior perbungaan putih dengan tangkai hijau keputihan

Perbungaan; gasing; putih; tangkai perbungaan; 53-117 cm; hijau keputihan; pangkal gundul; daun gagang steril; 14-16 helai; 6-10.6 x 1.5-4.5 cm; menjorong atau melonjong; ujung bertusuk; posisi melengkung ke arah luar pada saat mekar;

(32)

18

tabung mahkota; bibir bunga; 1.3-3.2 x 0.5-1.2 cm;membundar telur sungsang; kuning memudar putih di bagian tengah sampai pangkal; permukaan luar berambut; tepi di bagian pangkal gundul; benang sari; satu; melonjong dengan dua kepala sari; ruang sari; membuka ½ bagian; putik; satu, kepala putik;

bersegi tiga, mulut putik; menjorong dengan posisi melintang, tangkai putik;

panjang 1.1-3 cm; berambut (Lampiran 1–2).

Distribusi (Nomor koleksi) : Villa Botany di Desa Tajur Halang Kecamatan Cijeruk (Dina37, Dina39).

Koleksi E. hemisphaerica mengelompok dengan koefisien keserupaan sebesar 80% dan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok 1 (tangkai perbungaan hijau) dan 2 (tangkai perbungaan merah). Koefisien kesamaan ciri morfologi dalam kelompok 1 sebesar 82%, dalam kelompok 2 sebesar 89% (Gambar 9). Kelompok 1 memiliki kesamaan ciri sisik rimpang hijau kekuningan dan tangkai perbungaan hijau. Kelompok 2 memiliki kesamaan ciri sisik rimpang merah terang dan tangkai perbungaan merah. Etlingera hemisphaerica perbungaan merah memisah menjadi dua kelompok karena perbedaan warna sisik rimpang dan warna tangkai perbungaan. Etlingera hemisphaerica perbungaan merah pada kelompok 1 memiliki pelepah daun hijau muda, sisik rimpang hijau kekuningan, dan tangkai perbungaan hijau, sedangkan perbungaan merah pada kelompok 2 memiliki pelepah daun hijau kemerahan, sisik rimpang merah terang dan tangkai perbungaan merah.

Beberapa ciri vegetatif pada E. hemisphaerica dapat memprediksi warna perbungaan. Adapun ciri-ciri tersebut tersusun dalam kunci identifikasi variasi di bawah ini.

Kunci identifikasi variasi perbungaan E. hemisphaerica

1a. Pelepah daun hijau muda; sisik rimpang hijau kekuningan; tangkai perbungaan hijau...E. hemisphaerica perbungaan merah atau merah muda 1b. Pelepah daun hijau kemerahan; sisik rimpang merah terang; tangkai

perbungaan merah...E. hemisphaerica perbungaan merah

Etlingera hemisphaerica perbungaan merah dengan tangkai hijau

Perbungaan; cangkir; merah; tangkai perbungaan; 17.5-99.5 cm; hijau; pangkal berambut; daun gagang steril; 4-12 helai; 4-9.2 x 2.8-5.5 cm; membundar telur; ujung bertusuk atau terbelah; posisi tegak pada saat mekar;

daun gagang fertil; 52-134 helai; 3-5.7 x 0.7-1.9 cm;melonjong; ujung bertusuk atau membundar, ujung berambut atau gundul; daun gantilan; dua atau tiga cuping saling berlekatan; 2.1-3.2 x 0.5 cm; ujung membundar atau runcing;

kelopak; dua atau tiga cuping saling berlekatan; 2.5-4.2 x 0.5-0.6 cm; ujung bertusuk, ujung berambut atau gundul; mahkota; cuping mahkota; tiga cuping saling berlepasan (satu cuping belakang, dua cuping samping); ukuran cuping belakang 1.7-4.2 x 0.3-0.5 cm; cuping kanan dan kiri berukuran sama yaitu 1.6-4.2 x 0.2-0.4 cm; ujung ketiga cuping bertusuk; posisi kedua cuping samping menyerong dan menumpu atau menyerong dan menyebar; tabung mahkota;

posisi bantalan “V” di ujung bagian dalam tabung mahkota; bibir bunga; 1.1-3.2

(33)

19

dengan dua kepala sari; ruang sari; membuka ½ bagian; putik; satu, kepala putik; bersegi tiga atau bersegi lima, mulut putik; menjorong dengan posisi melintang, tangkai putik; panjang 0.8-3.3 cm; berambut (Lampiran 1–2).

Distribusi (Nomor koleksi) : Kampung Angsana Kecamatan Leuwiliang (Dina8, Dina10, Dina11, Dina16, Dina17), Balitro (Dina34), Desa Situ Daun Kecamatan Tenjolaya (Dina24, Dina25).

Etlingera hemisphaerica perbungaan merah muda dengan tangkai hijau

Perbungaan; cangkir; merah muda; tangkai perbungaan; 20.5-88.5 cm; hijau; pangkal berambut; daun gagang steril; 8-12 helai; 3.8-8.8 x 2.6-5.2 cm; membundar telur; ujung bertusuk; posisi tegak pada saat mekar; daun gagang fertil; 76-132 helai; 3.3-5.2 x 0.5-1.6 cm; menjorong; ujung membundar, ujung berambut atau gundul; daun gantilan; dua cuping saling berlekatan; 1.8-2.8 x 0.5 cm; ujung runcing; kelopak; tiga cuping saling berlekatan; 2.3-3.7 x 0.5-0.6 cm; ujung bertusuk, ujung berambut; mahkota; cuping mahkota; tiga cuping saling berlepasan (satu cuping belakang, dua cuping samping); ukuran cuping belakang 1.9-3.9 x 0.3-0.5 cm; cuping kanan dan kiri berukuran sama yaitu 1.7-3.9 x 0.2-0.4 cm; ujung ketiga cuping bertusuk; posisi kedua cuping samping menyerong dan menumpu; tabung mahkota; posisi bantalan “V” di ujung bagian dalam

tabung mahkota; bibir bunga; 1.1-2.8 x 0.5-1.4 cm; membundar telur sungsang; merah tua dengan tepi kuning; permukaan luar berambut; tepi di bagian pangkal gundul; benang sari; satu; melonjong dengan dua kepala sari; ruang sari;

membuka ½ bagian; putik; satu, kepala putik; bersegi lima, mulut putik;

menjorong dengan posisi melintang, tangkai putik; panjang 1.1-3 cm; berambut (Lampiran 1–2).

Distribusi (Nomor koleksi) : Ecopark LIPI (Dina27, Dina28).

Etlingera hemisphaerica perbungaan merah dengan tangkai merah

Perbungaan; cangkir; merah; tangkai perbungaan; 49.2-84.5 cm; merah; pangkal berambut; daun gagang steril; 8-10 helai; 5-9.5 x 2.2-6.3 cm; membundar telur; ujung bertusuk; posisi tegak pada saat mekar; daun gagang fertil; 110-260 helai; 2.6-4.7 x 0.4-2.6 cm; melonjong; ujung bertusuk atau membundar, ujung berambut atau gundul; daun gantilan; 2-2.8 x 0.4-0.7 cm; jumlah cuping dua saling berlekatan; ujung runcing; kelopak; tiga cuping saling berlekatan; 2.3-4.3 x 0.3-0.7 cm; ujung bertusuk, ujung berambut atau gundul;

mahkota; cuping mahkota; tiga cuping saling berlepasan (satu cuping belakang, dua cuping samping); ukuran cuping belakang 2.6-4.3 x 0.4-05 cm; cuping kanan dan kiri berukuran sama yaitu 2.6-4.2 x 0.2-0.3 cm; ujung ketiga cuping bertusuk; posisi cuping samping menyerong dan menumpu; tabung mahkota; posisi

bantalan “V” di ujung bagian dalam tabung mahkota; bibir bunga; 1.8-3.1 x

1.2-1.6 cm; membundar telur sungsang; merah tua dengan tepi kuning; permukaan luar gundul; tepi di bagian pangkal gundul; benang sari; satu; melonjong dengan dua kepala sari; ruang sari; membuka ½ bagian; putik; satu, kepala putik;

bersegi tiga dan bersegi lima, mulut putik; menjorong dengan posisi melintang,

tangkai putik; panjang 1.4-3.5 cm; berambut (Lampiran 1–2).

(34)

20

Gambar 9 Dendogram 32 koleksi honje berdasarkan 69 ciri morfologi menggunakan metode UPGMA pada program NTSYSpc versi 2.11a menunjukkan kelompok E. elatior dan E. hemisphaerica, masing-masing terbagi dalam dua kelompok.

Pemanfaatan honje di Bogor

Berdasarkan eksplorasi diketahui bahwa masyarakat Bogor sudah lama menanam honje di pekarangan rumahnya. Honje ditanam dengan menggunakan rimpang dan tidak ada pengaturan jarak tanam. Honje tumbuh secara alami tanpa ada pemberian pupuk. Perawatan tanaman hanya berupa pemangkasan batang semu bila terlalu rimbun. Masyarakat Bogor saat ini memanfaatkan semua variasi honje untuk kegunaan yang sama, yaitu sebagai bahan masakan, bahan wewangian, bahan obat-obatan tradisional, racun menangkap kepiting (Tabel 4).

Bahan masakan

(35)

21

bagian ini untuk bahan masakan. Daun dapat digunakan sebagai pembungkus masakan pepes. Buah merupakan salah satu komposisi dalam rujak untuk acara tujuh bulanan ibu hamil.

Pemanfaatan honje di masa lalu yang terlupakan oleh masyarakat Bogor yaitu kuncup perbungaan dan buah sebagai pengganti buah asam (tamarinde). Bahkan masyarakat tidak mengetahui buah matang dapat dijadikan manisan (Ibrahim dan Setyowati 1999), padahal dahulu Heyne (1927) sudah melaporkan bahwa tanaman ini dibudidayakan karena buahnya dapat diolah menjadi manisan yang enak (Tabel 4).

Bahan wewangian dan pewarna alami

Seperti dulu, pada saat ini honje masih dimanfaatkan sebagai bahan wewangian. Batang semu yang dimemarkan dan dicampur dengan air dimanfaatkan untuk mayat. Dari pengamatan lapang ditemukan pemanfaatan yang baru yaitu batang semu sebagai wewangian untuk memandikan bayi. Penggunaan rimpang sebagai pewarna alami kuning (Heyne 1927) merupakan pemanfaatan yang tidak diketahui oleh masyarakat Bogor saat ini (Tabel 4).

Bahan obat-obatan tradisional

Berdasarkan pengamatan terungkap pemanfaatan baru yaitu honje sebagai bahan obat-obatan tradisional. Batang semu dimemarkan dan dicampur air hangat dapat dimanfaatkan sebagai obat penurun panas dan menghilangkan bekas campak. Batang semu yang dimemarkan dan dicampur dengan bahan lain juga digunakan sebagai obat asma. Air dari batang diteteskan ke mata sebagai obat sakit mata, sedangkan untuk obat sakit gigi air dari batang dicampurkan air garam lalu dikumur-kumur. Batang semu dan kuncup perbungaan yang direbus atau dikukus dapat digunakan sebagai obat pencuci darah, bisul, menghaluskan kulit, menambah nafsu makan dan menurunkan berat badan. Kuncup perbungaan yang dihaluskan dimanfaatkan sebagai parem untuk ibu hamil dan dipercaya dapat mempermudah persalinan (Tabel 4).

Racun menangkap kepiting

Dari informasi yang baru dikumpulkan terungkap bahwa batang semu dimemarkan dan diletakkan dekat sarang kepiting merupakan racun untuk menangkapnya. Pemanfaatan ini belum tercatat pada masa lalu (Tabel 4).

(36)

22

Tabel 4 Pemanfaatan honje di Bogor dari dahulu sampai sekarang No Pemanfaatan Bagian yang

dimanfaatkan

Tidak tahu Sayur lodeh, sayur daun singkong, sayur

Daun Tidak tahu Pembungkus masakan

pepes

Batang semu Tidak tahu Obat penurun panas, menghilangkan bekas

Tidak tahu Obat pencuci darah, bisul, menghaluskan

Batang semu Tidak tahu Batang semu dimemarkan dan diletakkan dekat sarang kepiting merupakan racun untuk

(37)

23

Potensi honje sebagai tanaman hias dan bunga potong

Etlingera elatior dan E. hemisphaerica memiliki bentuk dan warna perbungaan yang indah dan menarik bila digunakan dalam rangkaian bunga. Keindahan bentuk dan warna perbungaan tersebut berpotensi untuk dibudidayakan sebagai tanaman hias di pekarangan rumah dan bunga potong yang dapat digunakan sebagai titik sentral rangkaian. Kedua pemanfaatan tersebut lebih bernilai ekonomi daripada hanya digunakan sebagai bahan masakan, bahan wewangian, bahan obat-obatan tradisional, dan racun menangkap kepiting.

Variasi warna perbungaan honje yang dapat dikembangkan sebagai tanaman hias dan bunga potong ada tujuh yaitu E. elatior perbungaan merah dengan tangkai merah, merah muda dengan tangkai merah, merah muda keputihan dengan tangkai hijau keputihan, dan putih dengan tangkai hijau keputihan, serta E. hemisphaerica perbungaan merah dengan tangkai hijau, merah muda dengan tangkai hijau, merah dengan tangkai merah. Pemanfaatan honje sebagai tanaman hias atau bunga potong belum banyak dilakukan di Bogor (Tyas 2000), meskipun Ibrahim dan Setyowati (1999) telah memaparkan pemanfaatan lain dari honje berbunga merah darah adalah sebagai tanaman hias dan bunga potong. Pendapat tersebut juga didukung oleh Wong (2008) yang mengatakan honje banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan bunga potong. Pada saat ini para penjual tanaman hias di Bogor tidak menjual honje. Masyarakat Bogor belum mengenal honje sebagai kultivar tanaman hias dan bunga potong sehingga kedua pemanfaatan tersebut tidak ditemukan di Bogor. Padahal honje sudah dibudidayakan di negara-negara Asia Tenggara sebagai kultivar tanaman hias dan bunga potong (Ibrahim dan Setyowati 1999). Ada pun kultivar dari E. elatior antara lain Bloody Mary, Almost White, Frilly Pink, Red Torch, Burma Pink Torch, Emi-rose Torch, Evita‟s Rose Torch, Grace, Ice Rose, Lu-lu, Maya, Pink Spyder, Pink Torch, Porcelain Torch, Rose, dan Thai White (HSI 2013, VA 2015). Kultivar dari E. hemisphaerica antara lain Black Tulip, Cerise Tulip, Red Artiste, Tulip Torch,danPink Tulip (VA 2015).

(38)

24

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dua jenis honje (E. elatior dan E. hemisphaerica) yang ditanam di pekarangan rumah di Bogor sebelum berbunga dapat dibedakan berdasarkan ciri pada pelepah daun (tebal atau tipis pola garis-garis, ada atau tidak hiasan titik-titik, tebal atau tipis lapisan lilin), dan warna kuncup daun (hijau muda, hijau kemerahan, dan merah keunguan). Identifikasi jenis pada saat steril atau belum berbunga diperlukan terutama jika honje dimanfaatkan sebagai tanaman hias atau bunga potong. Etlingera elatior memiliki ciri morfologi lebih bervariasi daripada E. hemisphaerica.

Koleksi E. elatior mengelompok berdasarkan warna perbungaan yaitu kelompok 1 (perbungaan merah, merah muda) dan 2 (merah muda keputihan, putih), masing-masing dengan koefisien keserupaan 74% dan 70%. Koleksi E. hemisphaerica mengelompok berdasarkan warna tangkai perbungaan yaitu kelompok 1 (tangkai perbungaan hijau) dan 2 (tangkai perbungaan merah), masing-masing dengan koefisien keserupaan 82% dan 89%.

Pemanfaatan tanaman honje oleh masyarakat Bogor hanya sebatas untuk keperluan sehari-hari. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan bahwa pemanfaatan sekarang berbeda dengan dahulu dan masyarakat belum memanfaatkan honje secara komersial yaitu sebagai tanaman hias atau bunga potong.

Saran

(39)

25

DAFTAR PUSTAKA

Adliani N, Nazliniwaty, Purba D. 2012. Formulasi Lipstik Menggunakan Zat Warna dari Ekstrak Bunga Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R. M. Sm.). Journal of Pharmaceuties and Pharmacology 1(2): 87–94.

Anggraeni. 2007. Aplikasi Ekstrak Bunga Kecombrang (Nicolaia sp. Horan) sebagai Pengawet Mie Basah. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Aziman N, Abdullah N, Noor ZM, Zulkifli KS, Kamarudin WSSW. 2012. Phytochemical Constituents and In Vitro Bioactivity of Ethanolic Aromatic Herb Extracts. Sains Malaysiana 41(11):1437–1444.

Backer CA, Bakhuizen van den Brink Jr. 1968. Flora of Java III. Leyden: The Auspices of The Rijksherbarium.

Burtt BL, Smith RM. 1986. Etlingera: The Inclusive for Achasma, Geanthus and Nicolaia (Zingiberaceae). Notes from the Royal Botanic Garden Edinburgh 43(2): 235–241.

[CABI] Commonwealth Agricultural Bureaux International. 2009. Etlingera elatior (torch ginger). [Internet]. [diunduh 22 Juni 2015]. Tersedia pada:

[DPTP] Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2014. Pengembangan Tanaman Hias di Sumatera Barat. Padang: Dinas Pertanian Tanaman Pangan.

[ETP] Exotic Tropical Plants. 2014. Red Torch Ginger (Etlingera elatior). [Internet]. [diunduh 18 Nopember 2014]. Tersedia pada: http://stores.ebay.com.au/exotictropicalplants

Harjadi SS. 2009. Zat Pengatur Tumbuh. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Hartini S, Puspitaningtyas DM. 2005. Flora Sumatera Utara Eksotik dan Berpotensi. Bogor (ID): Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI.

Hartini S, Puspitaningtyas DM. 2009. Keanekaragaman Tumbuhan Pulau Sumatera. Jakarta (ID): LIPI Press.

Herlina D. 2012. Bunga Potong Tropis yang Dirilis BALITHI. IPTEK Hortikultura (8):36-40.

Heyne K. 1927. De Nuttige Planten van Nederlandsch Indie. Buitenzorg. Diterjemahkan oleh Badan Litbang Departemen Kehutanan menjadi Tumbuhan Berguna Indonesia. Jakarta (ID): Sarana Wana Jaya.

[HSI] Heliconia Society International. 2013. Etlingera Cultivar Program. [Internet]. [diunduh 01 Maret 2015]. Tersedia pada: www.heliconia.org#!etlingera/c7oh.

(40)

26

Karim S, Munir S. 2011. A Newly Developed Method for Rapid Propagation of an Important Culinary and Medicinal Herb (Etlingera elatior). UK: Insight Ethnophanacology 1 (1): 3–4, 2011.

Lachumy SJT., Sasidharan S, Sumathy V, Zuraini Z. 2010. Pharmacological Activity, Phytochemical Analysis and Toxicity of Methanol Extract of Etlingera elatior (Torch Ginger) Flowers. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine (2010): 769–774.

Maulana T. 2012. Inventarisasi dan Uji Metabolit Sekunder Zingiberaceae sebagai Tumbuhan Obat Tradisional di Hutan Aek-Nauli Prapat Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. [skripsi]. Medan: Universitas Negeri Medan.

Muawanah A, Djajanegara I, Sa‟duddin A, Sukandar D, Radiastuti N. 2012.

Penggunaan Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) dalam Proses Formulasi Permen Jelly. Valensi 2(4):526–533.

Ningtyas R. 2010. Uji Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Air Daun Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) Sebagai Pengawet Alami Terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. [skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Poulsen AD. 2006. Etlingera of Borneo. Kota Kinabalu: Natural History

Putra IGNMS, Sukewijaya IM, Pradnyawathi NLM. 2013. Identifikasi Tanaman Jahe-Jahean (Famili Zingiberaceae) di Bali yang dapat Dimasukkan Sebagai Elemen dalam Desain Lanskap. Agroekoteknologi Tropika 2(1):18-26.

Radford AE. 1986. Fundamental of Plant Systematic. New York (US): Harper & Row Publisher.

Renaninggalih R, Mulkiya KY, Sadiyah ER. [Nama editor tidak diketahui]. Karakterisasi dan Pengujian Aktivitas Penolak Nyamuk Minyak Atsiri Daun Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith). Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sains 2014, Teknologi Dan Kesehatan; [Internet] [waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bandung (ID): LPPM Universitas Islam Bandung. hlm 483490; [diunduh

04 Maret 2015]. Tersedia pada:

prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/Sains/article/download/725/pdf. Rifai MA, Ermitati. 1993. Glosarium Biologi. Jakarta (ID): Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa.

Rugayah, Retnowati A, Windadri FI, Hidayat A. 2004. Pengumpulan Data Taksonomi. Di dalam: Rugayah, Widjaja EA, Praptiwi, editor. Pedoman Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora. Bogor (ID): Puslit-LIPI. Smith RM. 1986. A Review of Bornean Zingiberaceae: II (Alpineae, Concluded).

Notes from the Royal Botanic Garden Edinburgh 43(3): 439–466.

(41)

27

Sukandar D, Radiastuti N, Jayanegara I, Ningtiyas R. 2011. Karakterisasi Senyawa Antibakteri Ekstrak Air Daun Kecombrang (Etlingera elatior). Valensi 2(3):414–419.

Tjitrosoepomo G. 1985. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Tyas KN. 2000. Potensi Etlingera sebagai Tanaman Hias. Di dalam: [Nama editor tidak diketahui]. Prosiding Seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional; 2000 Nov 5; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Kebun Raya Bogor. hlm 203–207.

[VA] Vivero Anones Inc. 2015. Available Heliconias, Gingers, Musas and other related plants in the order Zingiberales (Rhizomes & Potted Plants) February 2015. [Internet]. [diunduh 02 Maret 2015]. Tersedia pada: http://viveroanones.com/VAWEBSITE/Heliconias.htm.

Valeton T. 1921. Nicolaia Horan. Description of new and interesting species. Bulletin du Jardin Botanique Buitenzorg 3:128–140.

Walujo EB. 2004. Pengumpulan Data Etnobotani. Di dalam: Rugayah, Widjaja EA, Praptiwi, editor. Pedoman Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora. Bogor (ID): Puslit–LIPI.

(42)
(43)

29

Lampiran 1 Ciri morfologi dan skor biner E. elatior dan E. hemisphaerica untuk analisis kelompok

No Ciri morfologi Skor biner

1 Sisik rimpang merah terang ya (1), tidak (0)

2 Sisik rimpang hijau kekuningan ya (1), tidak (0)

3 Pelepah daun hijau muda ya (1), tidak (0)

4 Pelepah daun hijau kemerahan ya (1), tidak (0)

5 Garis pada pelepah daun tebal ya (1), tidak (0)

6 Garis pada pelepah daun tipis ya (1), tidak (0)

7 Ada hiasan titik-titik pada pelepah daun ya (1), tidak (0) 8 Tidak ada hiasan titik-titik pada pelepah daun ya (1), tidak (0) 9 Lapisan lilin di pelepah daun tebal ya (1), tidak (0)

22 Perbungaan merah muda keputihan ya (1), tidak (0)

23 Perbungaan putih ya (1), tidak (0)

24 Pangkal tangkai perbungaan berambut ya (1), tidak (0) 25 Pangkal tangkai perbungaan gundul ya (1), tidak (0)

26 Tangkai perbungaan merah ya (1), tidak (0)

27 Tangkai perbungaan hijau keputihan ya (1), tidak (0)

28 Tangkai perbungaan hijau ya (1), tidak (0)

29 Daun gagang steril menjorong ya (1), tidak (0)

30 Daun gagang steril melonjong ya (1), tidak (0)

31 Daun gagang steril membundar telur ya (1), tidak (0) 32 Ujung daun gagang steril bertusuk ya (1), tidak (0) 33 Ujung daun gagang steril membundar ya (1), tidak (0) 34 Ujung daun gagang steril terbelah ya (1), tidak (0) 35 Orientasi daun gagang steril membengkok saat mekar ya (1), tidak (0) 36 Orientasi daun gagang steril tegak saat mekar ya (1), tidak (0)

37 Daun gagang fertil menjorong ya (1), tidak (0)

38 Daun gagang fertil melonjong ya (1), tidak (0)

39 Daun gagang fertil melanset ya (1), tidak (0)

(44)

30

No Ciri morfologi Skor biner

45 Dua cuping berlekatan di daun gantilan ya (1), tidak (0) 46 Tiga cuping berlekatan di daun gantilan ya (1), tidak (0)

47 Ujung daun gantilan membundar ya (1), tidak (0)

48 Ujung daun gantilan rata ya (1), tidak (0)

49 Ujung daun gantilan runcing ya (1), tidak (0)

50 Ujung kelopak bertusuk ya (1), tidak (0)

51 Ujung kelopak runcing ya (1), tidak (0)

52 Ujung kelopak berambut ya (1), tidak (0)

53 Ujung kelopak gundul ya (1), tidak (0)

54 Ujung cuping mahkota bertusuk ya (1), tidak (0)

55 Ujung cuping mahkota membundar ya (1), tidak (0)

56 Posisi cuping samping mahkota garis miring dan memusat ya (1), tidak (0) 57 Posisi cuping samping mahkota garis miring dan

memencar

ya (1), tidak (0) 58 Bibir bunga merah tua tepi kuning ya (1), tidak (0) 59 Bibir bunga kuning memudar menjadi putih di bagian

tengah sampai pangkal

ya (1), tidak (0) 60 Permukaan luar bibir bunga berambut ya (1), tidak (0) 61 Permukaan luar bibir bunga gundul ya (1), tidak (0) 62 Tepi bibir bunga di bagian pangkal berambut ya (1), tidak (0) 63 Tepi bibir bunga di bagian pangkal gundul ya (1), tidak (0) 64 Posisi bantalan "V" di ujung bagian dalam tabung mahkota ya (1), tidak (0) 65 Posisi bantalan "V" di kedua sisi bagian dalam tabung

mahkota

ya (1), tidak (0)

66 Kepala putik bersegi tiga ya (1), tidak (0)

67 Kepala putik bersegi lima ya (1), tidak (0)

(45)

31

Lampiran 2 Matriks ciri morfologi E. elatior dan E. hemisphaerica untuk analisis kelompok

No No Koleksi

No. Koleksi: 1=Dina1, 2=Dina2, 3=Dina3, 4=Dina4, 5=Dina5, 6=Dina15, 7=Dina41, 8=Dina42, 9=Dina18, 10=Dina20, 11=Dina21, 12=Dina22,13=Dina30 14=Dina6, 15=Dina 7, 16=Dina9, 17=Dina14, 18=Dina37, 19=Dina39, 20=Dina8, 21=Dina10, 22=Dina11, 23=Dina16, 24=Dina 17, 25=Dina34, 26=Dina24, 27=Dina25, 28=Dina27, 29=Dina28, 30=Dina23, 31=Dina36, 32=Dina43

(46)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 12 Agustus 1984 dari ayah Akhmad Yanuar, SE dan ibu Sri Hartati, S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Medan dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa di Universitas Negeri Medan (UNIMED) pada Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan lulus pada tahun 2007. Tahun 2008 penulis diterima bekerja sebagai Dosen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Negeri Medan. Tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan Magister di Program Studi Biologi Minat Sistematika Tumbuhan Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1  Lokasi pengambilan sampel penelitian di Kabupaten (1–6, 9) dan Kota
Tabel 2  Variasi ciri vegetatif E. elatior dan E. hemisphaerica
Gambar 4 Variasi perbungaan pada E. elatior (A-D) dan E. hemisphaerica (E-
Tabel 3  Ciri generatif E. elatior dan E. hemisphaerica
+4

Referensi

Dokumen terkait

Rumah belajar garis inspirasi memberikan kesempatan secara terbuka dan gratis kepada siswa-siswi untuk belajar menggunakan internet sehingga memudahkan bagi

Tujuan Penelitian ini adalah mempelajari perbedaan pemanfaatan lahan pekarangan pada keluarga peserta dan bu- kan peserta kursus; mengetahui sumbangan hasil pekarangan

Abdomen tergum III-V berwarna coklat-oranye atau coklat - merah dengan pola warna hitam atau semuanya berwarna hitam hanya bagian tengah posterior yang

1) Menanamkan pola pemikiran bahwa dengan kreatifitas dan menerapkan prinsip desain, limbah atau barang bekas yang tidak berguna akan jadi berguna. 2) Menanamkan pikiran positif

1) Menanamkan pola pemikiran bahwa dengan kreatifitas dan menerapkan prinsip desain, limbah atau barang bekas yang tidak berguna akan jadi berguna. 2) Menanamkan pikiran positif

1) Tingkat kebisingan satu hari atau L sm di ruangan UGD melebihi baku mutu, serta kebisingan tertinggi terjadi pada hari kerja (Senin) titik 2, 3, dan 4 sebesar 61 dB (A), 63

pertama terdiri dari kader Posyandu, kader Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) atau kader kesehatan lainnya yang tinggal di desa terpilih, sedangkan kelompok kedua adalah

Untuk analisis data tentang hubungan motivasi kerja pada aspek perilaku kerja dengan kinerja perawat menunjukkan bahwa P-value yang didapat dari uji chi-squere adalah 0,000 atau