KEANEKARAGAMAN DAN PEMANFAATAN KABAU DAN
KERABAT-KERABATNYA (
ARCHIDENDRON
SPP.)
DI SUMATERA
DEWI KOMARIAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Keanekaragaman dan Pemanfaatannya Kabau dan Kerabat-kerabatnya (Archidendron spp.) di Sumatera” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
RINGKASAN
DEWI KOMARIAH. Keanekaragaman dan Pemanfaatan Kabau dan Kerabat-kerabatnya (Archidendron spp.) di Sumatera. Dibimbing oleh ALEX HARTANA dan MIEN A. RIFAI.
Kabau (Archidendron bubalinum (Jack) I.C. Nielsen) merupakan kerabat dekat jengkol (Archidendron jiringa (Jack) I.C. Nielsen). Jenis ini secara alami tumbuh di Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, dan Sumatera. Kabau merupakan salah satu sumber daya alam yang memunyai manfaat sebagai bahan pangan, akan tetapi belum banyak dikenal oleh masyarakat di luar daerah tumbuhnya. Kabau dianggap tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga menyebabkan tumbuhan ini kurang populer di Indonesia dibandingkan dengan jengkol. Informasi mengenai variasi jenis kabau yang dimanfaatkan oleh masyarakat Sumatera masih belum terungkap. Penelitian ini bertujuan mempelajari keanekaragaman morfologi jenis kabau yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Sumatera.
Penelitian dilakukan dari Februari 2014 hingga April 2015. Sampel tumbuhan kabau dikoleksi dari provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Pengamatan morfologi dan identifikasi spesimen dilaksanakan di Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong dan Laboratorium Biologi Tumbuhan Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSHB IPB). Informasi mengenai pemanfaatan kabau diperoleh melalui wawancara yang dilakukan secara semi terstruktur terhadap pedagang kabau di pasar tradisional, pembeli, dan masyarakat. Pengamatan dilakukan terhadap 30 ciri morfologi yang dianalisis dengan koefisien Simple Macthing (SM) dan metode UPGMA. Data ciri morfologi Archidendron bubalinum dianalisis hubungan keeratannya dengan menggunakan UPGMA dari matriks data yang diputar (ciri terhadap sampel tumbuhan), yang hasilnya berupa dendrogram hubungan keeratan antar ciri. Dendrogram ini dipakai untuk pemilihan ciri secara praktis.
Sebanyak lima sampel tumbuhan dari 33 sampel tumbuhan kabau yang diamati, memiliki ciri morfologi yang berbeda dengan Archidendron bubalinum, terutama bentuk polongnya. Dua tumbuhan yang ditemukan di pekarangan penduduk di Betung, Sumatera Selatan, memiliki perawakan perdu dengan diameter batang ±10 cm serta bentuk polong lurus dan berlekuk, diusulkan sebagai Archidendron rifaianum Komariah, sp. nov. Tiga tumbuhan lainnya yang ditemukan di pekarangan penduduk di Betung (Sumatera Selatan) dan Sungai Gelam (Jambi) memiliki polong pipih melengkung hingga spiral dan agak berlekuk, tekstur polong bagian luar seperti Archidendron jiringa tetapi dengan buah yang tersusun rapat dan bentuk biji menyerupai Archidendron bubalinum, diusulkan sebagai Archidendron jiringoides Komariah, sp. nov.
potongan melintang biji, dan ukuran biji. Pengelompokan Archidendron bubalinum menggunakan metode UPGMA baik berdasarkan 20 ciri morfologi maupun 10 ciri morfologi terpilih, masing-masing menghasilkan dua kelompok A dan B dengan anggota masing-masing kelompok yang sama.
Kabau belum banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat, tetapi keberadaannya di alam semakin berkurang. Buah kabau dapat dimanfaatkan sebagai lalaban, penambah rasa masakan, sedangkan kayunya digunakan sebagai bahan bangunan dan peralatan rumah tangga, serta bijinya dapat dikembangkan sebagai obat pengendali diabetes.
SUMMARY
DEWI KOMARIAH. Diversity and Utilization of Kabau and It’s Allies (Archidendron spp.) in Sumatera. Supervised by ALEX HARTANA and MIEN A. RIFAI.
Kabau (Archidendron bubalinum (Jack) I.C. Nielsen) is a close relative of djengkol (Archidendron jiringa (Jack) I.C. Nielsen). This spesies is native in Myanmar, Thailand, Malay Peninsula, and Sumatra. Kabau is naturally used as food, but uncommon in outside of its native areas. Kabau is considered to have low economic value that makes is less popular compared to jengkol. Information on variations and utilization of kabau used by people in Sumatra is still scanty. This research was conducted to study the morphological diversity of kabau used by people in Sumatra.
The study was conducted from February 2014 to April 2015. Kabau plant samples were collected from Jambi, South Sumatra, and Lampung. Morphological identification of specimens was carried out in Herbarium Bogoriense Biology Research Center LIPI Cibinong and the Laboratory of Plant Biology Research Center for Biological Resources and Biotechnology Bogor Agricultural University (PPSHB IPB). Kabau utilization by local people were obtained through semi-structured interviews from kabau traders in traditional markets, buyers, and the people. Data of 30 morphological characters were observed and analyzed using Simple Matching coefficient and UPGMA method. Morphological characters of Archidendron bubalinum were analyzed using UPGMA by rotating the data matrix (the characters againts sample of plants) which resulted in dendrogram of clustered characters. This dendrogram is used for character selection.
Five of 33 samples of kabau have different morphological characters with Archidendron bubalinum, especially the form of pods. Two plants were found in the yard of Betung area (South Sumatra) having shrub habit, stem diameter of ±10 cm, with straight and curved of pods which proposed as Archidendron rifaianum Komariah, sp. nov. Three other plants were found in the yard in Betung (South Sumatra) and Sungai Gelam (Jambi) having flat-curve to spiral pods and slightly curved, the outside texture of pods is the same as Archidendron jiringa but with seeds that fully-filled the pod and its shape is similar to Archidendron bubalinum seeds, proposed as Archidendron jiringoides Komariah, sp. nov.
Archidendron bubalinum is a spesies which is generally known as Kabau. Based on the observations, some morphological variations were observed in the leaves and pods (petiole color on young leaves, color of rachilla on young leaves, petiole and rachilla surface, leaflets apex shape, shape and form of the fruit apex, cross-sectional shape of seeds, and seed size). The clustering result of Archidendron bubalinum using UPGMA method based on 20 or 10 morphological characters both produced two groups A and B with the same members of group.
Kabau is not widely known and used by people, yet its existence in nature is endangered. Current utilization of kabau is still very traditional, used as “lalaban” (salad) and food flavouring, building materials and household appliances, and has been used as a diabetic drug.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
KEANEKARAGAMAN DAN PEMANFAATAN KABAU DAN
KERABAT-KERABATNYA (
ARCHIDENDRON
SPP.)
DI SUMATERA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
Judul Tesis : Keanekaragaman dan Pemanfaatan Kabau dan Kerabat-kerabatnya (Archidendron spp.) di Sumatera
Nama : Dewi Komariah
NRP : G353124061
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Alex Hartana, MSc Ketua
Prof Mien A. Rifai, MSc, PhD Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan
Dr Ir Miftahudin, MSi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
PRAKATA
Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Keanekaragaman dan Pemanfaatan Kabau dan Kerabat-kerabatnya (Archidendron spp.) di Sumatera” dapat terselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Alex Hartana, M.Sc. dan Prof. Mien A. Rifai, M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing, dan Dr. Rugayah selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Herbarium Bogoriense LIPI Cibinong yang telah membantu selama pengamatan dan pengumpulan data morfologi kabau, serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih Kepada Dinas Pendidikan Jambi atas bantuan Beasiswa Program Luar tahun 2013-2014. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, dan sahabat yang selalu memberikan doa, motivasi serta inspirasi bagi penulis agar tetap sabar dalam mencapai kesuksesan, keluarga besar prodi Biologi Tumbuhan serta seluruh keluarga besar di laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi IPB atas segala doa dan dukungannya.
Harapan besar bagi saya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan masyarakat serta bangsa pada umumnya.
DAFTAR ISI
Persebaran dan Ekologi Archidendron 4
Pemanfaatan Archidendron 4
3 METODE PENELITIAN 6
Tempat dan Waktu Penelitian 6
Pengambilan Sampel dan Data Pemanfaatan 6
Pengamatan Morfologi 7
Prosedur Analisis Data 7
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Keanekaragaman Jenis Kabau 9
Taksonomi Archidendron bubalinum dan Kerabat-kerabatnya 11
Kunci identifikasi jenis 11
Archidendron jiringoides Komariah, sp.nov. 11 Archidendron rifaianum Komariah, sp.nov. 13 Archidendron bubalinum (Jack) I.C.Nielsen 15
Keanekaragaman Archidendron bubalinum 18
Variasi morfologi Archidendron bubalinum 18
Pengelompokan Archidendron bubalinum 19
Penyederhanaan pengelompokan Archidendron bubalinum dengan
sepilihan ciri morfologi 21
Kunci menuju kelompok Archidendron bubalinum 24
Pemanfaatan Kabau 24
Bahan masakan dan lalaban 24
Bahan bangunan dan peralatan rumah tangga 25
Bahan obat-obatan tradisional 25
5 SIMPULAN 26
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 29
DAFTAR TABEL
1 Ciri dan sifat ciri morfologi kabau di Sumatera 8
2 Sepuluh ciri morfologi Archidendron bubalinum yang terpilih 22
DAFTAR GAMBAR
1 Persebaran dan jumlah jenis marga Archidendron 3
2 Lokasi pengambilan sampel tumbuhan kabau di beberapa daerah di
Sumatera 6
3 Dendrogram 33 individu kabau berdasarkan 30 ciri morfologi dengan
metode UPGMA 10
4 Morfologi buah kabau di Sumatera 11
5 Morfologi Archidendron jiringoides Komariah, sp.nov. 12 6 Morfologi Archidendron rifaianum Komariah, sp.nov. 14 7 Morfologi Archidendron bubalinum (Jack) I.C.Nielsen 16 8 Permukaan tangkai dan rakila daun Archidendron bubalinum 18 9 Bentuk ujung helaian anak daun Archidendron bubalinum 18 10 Variasi polong dan biji Archidendron bubalinum 19
11 Variasi ukuran biji Archidendron bubalinum 19
12 Dendrogram dari 28 individu Archidendron bubalinum berdasarkan 20
ciri morfologi 20
13 Dendrogram 20 ciri morfologi Archidendron bubalinum menggunakan
metode UPGMA 22
14 Perbandingan dendrogram dari 28 individu Archidendron bubalinum
berdasarkan 20 dan 10 ciri morfologi 23
DAFTAR LAMPIRAN
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Marga Archidendron terdiri dari 94 jenis yang beberapa anggotanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan (Burkill 1935; Nielsen 1992). Jengkol merupakan anggota dari marga Archidendron yang dikenal memiliki biji dengan aroma khas yang menyengat karena adanya senyawa asam jengkolat (Bunawan et al. 2013). Jenis yang dikenal dengan nama kabau, juga memiliki biji beraroma seperti jengkol dan dimakan.
Kabau (Archidendron bubalinum (Jack) I.C. Nielsen) merupakan kerabat dekat jengkol (Archidendron jiringa (Jack) I.C. Nielsen). Secara alami jenis ini tumbuh di Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, dan Sumatera (Nielsen 1992; GBIF 2016). Kabau memiliki nama lokal berbeda-beda, misalnya kabau (Jambi, Palembang, Riau, Sumatera Barat), jering utan (Riau), kabeu (Bengkulu), jering kabau (Sumatera Barat), julang-jaling (Lampung), buah pelong, keredas, keredas padi, keredas antan atau jering tupai (Malaysia), kue-da, ka-nua, yi-ring buu-kong, dan nieng-nok (Thailand) (Heyne 1927; Nielsen 1992; Hanum 1998; Lim 2012; Ghazalli et al. 2014).
Kabau merupakan salah satu sumber daya tumbuhan yang mempunyai manfaat sebagai bahan pangan, akan tetapi belum banyak dikenal oleh masyarakat di luar daerah tumbuhnya. Jenis ini memiliki buah polong yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan jengkol, berbentuk melonjong berwarna hijau dengan biji yang tersusun rapat di dalam polongnya. Rasa dan aroma biji kabau lebih kuat dibandingkan dengan biji jengkol. Biji kabau yang tua biasanya dimanfaatkan sebagai bahan masakan dan penambah aroma pada masakan, sedangkan biji yang muda dimakan mentah sebagai lalaban (Rahayu et al. 2007). Bagi penyuka kabau, aroma khas dari bijinya dapat meningkatkan selera makan. Selain menghasilkan biji yang dapat digunakan sebagai bahan pangan, jenis ini juga menghasilkan kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan berbagai peralatan rumah tangga (Heyne 1927; Burkill 1935).
Kabau dianggap tidak memiliki nilai ekonomi tinggi yang menyebabkan tumbuhan ini kurang populer di Indonesia dibandingkan dengan jengkol. Kabau belum dibudidayakan seperti halnya jengkol. Secara alami kabau tumbuh liar di hutan primer dan sekunder dataran rendah (Nielsen 1992), di Sumatera kabau dapat dijumpai di kebun karet rakyat dan pekarangan penduduk, namun banyaknya masyarakat yang mengubah kebun karet menjadi perkebunan sawit yang berdampak pada populasi kabau yang semakin berkurang. Jenis ini memiliki banyak manfaat sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai tanaman budi daya yang ditanam dengan sistem tumpang sari dalam sistem agroforestri karet (Lehébel-Péron et al. 2011).
2
Tujuan Penelitian
3
2
TINJAUAN PUSTAKA
Archidendron bubalinum
Archidendron F. Muell. merupakan anggota suku Fabaceae anak suku Mimosoideae (Mohlenbrock 1966). Marga Archidendron terdiri dari 94 jenis yang tersebar di India, Sri Lanka, Asia Tenggara, kawasan Malesia, Australia, Micronesia, dan Kepulauan Solomon (Nielsen 1992). Marga Archidendron memiliki dua pusat spesiasi, yaitu Indo-China hingga ke Malesia Barat (30 jenis dan 11 jenis di antaranya merupakan jenis endemik) dan Nugini (33 jenis dan 28 jenis di antaranya merupakan jenis endemik) (Gambar 1) (Hanum 1998).
Gambar 1 Persebaran dan jumlah jenis marga Archidendron. Angka pada gambar menunjukkan jumlah jenis endemik (atas) dan jumlah total jenis setiap daerah (bawah). Sumber: Nielsen 1992
Beberapa anggota Archidendron merupakan sumber daya alam yang mempunyai manfaat sebagai bahan pangan (Burkill 1935). Jenis yang sudah banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas adalah Archidendron jiringa (jengkol). Selain jengkol, anggota marga Archidendron yang juga biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Sumatera adalah kabau (Archidendron bubalinum (Jack) I.C. Nielsen).
4
menjadi Pithecellobium bubalinum (Jack) Benth. Kuntze pada tahun 1891 mengelasifikasikan jenis ini sebagai Feuilleea bubalina (Jack) O. Kuntze. Kostermans pernah memasukkan jenis ini ke dalam dua marga yang berbeda, yaitu Cylindrokelupha bubalina (Jack) Kosterm. pada tahun 1954 dan Ortholobium bubalinum (Jack) Kosterm. pada tahun 1956 (Nielsen 1992). Nama-nama tersebut kemudian dijadikan sebagai sinonim dari jenis Archidendron bubalinum (Jack) I.C. Nielsen.
Persebaran dan Ekologi Archidendron
Anggota dari marga Archidendron merupakan semak atau pohon di hutan hujan, terutama pada dataran rendah tetapi terdapat juga pada ketinggian hingga 1800 mdpl. Sebagian besar ditemukan tumbuh pada hutan primer dan sekunder dataran rendah. Sebagian besar anggota marga ini dijumpai tumbuh pada habitat tanah berpasir atau laterit, habitat rawa, dan tanah kapur (Nielsen 1992).
Archidendron bubalinum tersebar secara alami di Myanmar, Thailand, Malaysia, dan Sumatera (Nielsen 1992; GBIF 2016). Jenis ini dapat ditemukan pada hutan hujan tropis primer dan sekunder, pada kondisi tanah lempung berpasir atau laterit hingga ketinggian 600 mdpl pada kawasan dengan intensitas cahaya yang tinggi atau kawasan terbuka. Secara umum, jenis ini berbunga dan berbuah pada Januari hingga Oktober (Nielsen 1992).
Archidendron bubalinum memiliki bunga beraroma harum seperti juga bunga Archidendron jiringa. Bunga A. jiringa terbuka pada malam hari dan diserbuki oleh ngengat atau jenis serangga lainnya. Hewan yang memakan biji jenis ini, seperti tupai, monyet, dan burung berperan dalam penyebaran biji (Hanum 1998).
Pemanfaatan Archidendron
Archidendron bubalinum, Archidendron ellipticum, dan Archidendron jiringa digunakan sebagai tanaman pelindung di hutan tanaman industri perkebunan dan tanaman tumpang sari pada perkebunan karet dengan sistem agroforestri di Indonesia (Hanum 1998, Lehébel-Péron et al. 2011).
Bagian kayu dari beberapa anggota marga Archidendron digunakan sebagai bahan konstruksi ringan, furnitur dan lemari, sampan, dayung, pagar, peralatan rumah tangga, pegangan pisau, sarung senjata, kotak dan peti mati, serta digunakan sebagai kayu bakar (Hanum 1998). Kayu kabau memiliki struktur yang keras dan kuat, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan bahan dasar pembuatan peralatan rumah tangga (Burkill 1935).
Biji Archidendron jiringa, Archidendron bubalinum, dan Archidendron microcarpum (terutama di Malaysia, Nielsen 1992) digunakan sebagai penambah rasa pada masakan tetapi bersifat racun jika dikonsumsi dalam jumlah banyak (Hanum 1998). Masyarakat Sumatera mengkonsumsi kabau sebagai penambah nafsu makan. Biji yang tua dimanfaatkan sebagai bahan dan penambah rasa masakan, dan biji muda dimakan mentah sebagai lalaban (Rahayu et al. 2007).
5
kulit kayunya dapat diminum sebagai obat demam (Heyne 1927). Abu dari daun tua Archidendron jiringa digunakan sebagai obat sakit dada dan gatal-gatal, dan abu dari daun mudanya digunakan untuk obat luka. Tapal daun Archidendron clypearia dan Archidendron microcarpum adalah obat tradisional untuk mengobati cacar, sakit kaki, pembengkakan, dan batuk. Kulit kayu Archidendron clypearia mengandung tanin untuk mengobati kudis, dan air rebusan kulit kayu Archidendron bubalinum digunakan sebagai obat penurun panas (Heyne 1927; Hanum 1998).
Archidendron juga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Bagian polong dari jenis Archidendron jiringa digunakan sebagai pewarna ungu untuk sutera. Di Kalimantan, pewarna hitam dihasilkan dari kulit kayu dan daun Archidendron jiringa (Hanum 1998).
6
3
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari Februari 2014 hingga April 2015. Pengambilan sampel tumbuhan dilakukan dengan metode survei di Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung (Gambar 2). Pengamatan morfologi dan identifikasi spesimen dilaksanakan di Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong dan Laboratorium Biologi Tumbuhan Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB Dramaga.
Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel tumbuhan kabau di beberapa daerah di Sumatera. ( ) lokasi pengambilan sampel. sumber: http://www.google.co.id/maps
Pengambilan Sampel dan Data Pemanfaatan
7
Pengamatan Morfologi
Morfologi yang diamati meliputi ciri pada batang, daun, bunga, buah, dan biji, mengikuti istilah botani Radford (1986), de Vogel (1987), Glosarium Biologi (Rifai & Ermitati 1993), dan Harris dan Harris (2006). Pengamatan 30 ciri morfologi meliputi 20 ciri kualitatif dan 10 ciri kuantitatif yang merupakan data deskripsi dan data skoring (Tabel 1). Selain dari spesimen yang dikumpulkan di lapang, pengamatan morfologi juga dilakukan pada spesimen herbarium Archidendron bubalinum yang disimpan di Herbarium Bogoriense. Sebagai pembanding untuk mengamati Archidendron yang masuk ke dalam jenis baru, digunakan beberapa spesimen herbarium Archidendron, yaitu Archidendron ellipticum, Archidendron fagifolium, Archidendron jiringa, dan Archidendron tjendana.
Prosedur Analisis Data
Data pengamatan ciri morfologi ditransformasikan ke dalam bentuk skor yang berupa matriks data (33x30):33 sampel tumbuhan kabau dengan 30 ciri morfologi. Data skor digunakan untuk menganalisis kemiripan antar tumbuhan kabau menggunakan prosedur Sequential Angglomerative, Hierarchical and Nested (SAHN) dengan metode Unweighted Pair group method with arithmetic average (UPGMA) koefisien Simple Matching (SM) dalam program komputer Numerical Taxonomy and Multivariate System (NTSys) versi 2.11 (Rohlf 1998) yang menghasilkan matriks kemiripan antar tumbuhan.
8
Tabel 1 Ciri dan sifat ciri morfologi kabau di Sumatera
No Ciri Sifat ciri (skor)
1 Perawakan Pohon (1); perdu (2)
2 Permukaan tangkai daun Gundul (1); berambut jarang (2); berambut rapat (3)
3 Warna tangkai daun muda Merah (1); hijau (2) 4 Kelenjar tangkai Rata (1); menonjol (2) 5 Bentuk kelenjar tangkai Membulat (1); melonjong (2) 6 Warna rakila muda Merah (1); hijau (2)
7 Rambut permukaan rakila Gundul (1); jarang (2); rapat (3) 8 Kelenjar rakila Ada (1); tidak ada (2)
9 Jumlah anak daun per rakila
1 helai (1); 1-2 pasang (2); 2 pasang (3); 2-3 pasang (4)
10 Bentuk ujung daun Melancip tumpul (1); berekor (2) 11 Tekstur helaian daun Tipis kaku (1); tebal kaku (2) 12 Permukaan daun bagian
atas
Mengkilap (1); kusam (2) 13 Duduk bunga Melekat (1); bertangkai (2)
14 Bentuk braktea Menyegitiga (1); membundar telur (2) 15 Bentuk kelopak Memangkuk (1); mencorong luas (2);
menggenta (3)
16 Ukuran kelopak <2 mm (1); 2-3 mm (2) 17 Ukuran mahkota 2-3 mm (1); >3 mm (2) 18 Warna polong bagian luar Hijau (1); hijau keunguan (2)
19 Permukaan luar polong Gundul kecuali di kampuh (1); berbulu balig (2)
20 Kulit polong bagian luar Licin (1); keriput (2)
21 Bentuk polong Silinder (1); pipih (2); berlekuk (3); melingkar (4)
22 Panjang polong 4-8 cm (1); 9.5-15 cm (2); ≥18 cm (3) 23 Lebar polong 1-2 cm (1); >2 cm (2)
24 Bentuk ujung buah Membundar (1); bertakik (2) 25 Tebal kulit buah <1 mm (1); 1-2 mm (2); >2 mm (3) 26 Jumlah biji per polong 1-9 (1); ≥10 (2)
27 Potongan melintang biji Membundar (1); memipih (2) 28 Diameter biji 1-2 cm (1); >2 cm (2)
9
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Jenis Kabau
Tumbuhan kabau asal Sumatera sebanyak 33 individu dianalisis kemiripannya berdasarkan 30 ciri morfologi yang diamati, menggunakan metode UPGMA yang hasilnya berupa dendrogram kemiripan 33 tumbuhan tersebut (Gambar 3). Tumbuhan kabau di Sumatera mengelompok menjadi empat kelompok.
Dendrogram yang dihasilkan memperlihatkan bahwa setiap anggota dari kelompok yang terbentuk tidak mengelompok berdasarkan lokasi pengambilan sampel. Kelompok I terdiri dari 19 sampel tumbuhan yang berasal dari provinsi Jambi (JMB1, TLN1, SSR1, SBK1, SBK2, MRL1, PLY1, PLY2, SGT5, SKR1, SKR2) dan provinsi Lampung (TA1, TA2, TA5, TA6, TA7, TA8, WN1, WN2). Kelompok II terdiri dari sembilan sampel yang berasal dari provinsi Jambi (TE3, TE5, SKR3, PLY3, SGT3), provinsi Sumatera Selatan (BTG5 dan BTG2), dan provinsi Lampung (TA3, dan TA4). Kelompok III terdiri dari tiga sampel yang berasal dari provinsi Jambi (SGL1 dan SGL2) dan provinsi Sumatera Selatan (BTG3). Kelompok IV terdiri dari dua tumbuhan (BTG1 dan BTG4) yang berasal dari provinsi Sumatera Selatan. Dua kelompok pertama beranggotakan tumbuhan kabau dari jenis Archidendron bubalinum, sedangkan dua kelompok lainnya dari dua jenis yang berbeda.
Sebagian besar (28 sampel) koleksi masuk ke dalam kelompok I dan II. Semua anggota kelompok I dan II merupakan jenis kabau sejati dengan nilai koefisien kemiripan 64%. Jenis ini memiliki perawakan berupa pohon, jumlah anak daun bervariasi antara 1 hingga 3 pasang pada tiap rakila daun, bentuk polong bervariasi antara silinder hingga pipih, lurus hingga sedikit melengkung, permukaan polong gundul hingga berambut rapat, warna polong hijau, tebal kulit polong 1-3 mm, bentuk potongan melintang biji tengah membundar atau memipih. Secara umum jenis inilah yang dikenal oleh masyarakat sebagai kabau dan banyak dijual di pasar-pasar tradisional, sedangkan kedua jenis lainnya jarang atau ditemukan dalam jumlah sedikit.
10
Gambar 3 Dendrogram 33 individu kabau berdasarkan 30 ciri morfologi dengan metode UPGMA
Kelompok IV beranggotakan dua sampel yang ditemukan di pekarangan penduduk di Betung, Sumatera Selatan. Masyarakat menyebutnya dengan nama kabau juga karena aroma dari bijinya sama dengan aroma biji Archidendron bubalinum. Kelompok ini sangat berbeda dengan tiga kelompok lainnya, karena berperawakan perdu, jumlah anak daun 1 helai pada tiap rakila, anak bunga bertangkai, bentuk kelopak memangkuk, polong lurus berlekuk, kulit polong tipis (<1 mm) (Gambar 4b).
Berdasarkan perbedaan ciri morfologi yang cukup tajam, maka sesudah membandingkan dengan koleksi jenis-jenis Archidendron di Herbarium Bogoriense (BO), dan setelah mendalami revisi, monograf, dan flora yang ada (Kostermans 1954, Nielsen 1985, Nielsen 1992, Hanum 1998), dapatlah disimpulkan bahwa ketiga kelompok tersebut merupakan tiga jenis Archidendron yang berbeda. Kelompok I dan II adalah A. bubalinum, sedangkan kelompok III dan IV berturut-turut diusulkan sebagai jenis baru, yaitu A. jiringoides Komariah, sp. nov. dan A. rifaianum Komariah, sp. nov. (Gambar 4).
Coefficient
BTG4 IV: Archidendron rifaianum II: Archidendron bubalinum
I: Archidendron bubalinum
III: Archidendron jiringoides
67%
11
Gambar 4 Morfologi buah kabau di Sumatera, Archidendron bubalinum (a), A. rifaianum, sp. nov. (b), A.jiringoides, sp. nov. (c)
Taksonomi Archidendron bubalinum dan Kerabat-kerabatnya
Kunci identifikasi jenis
Kunci identifikasi jenis kabau dan kerabatnya di Sumatera berdasarkan ciri morfologi tumbuhan adalah sebagai berikut:
1a. Polong bagian luar hijau keunguan, gundul, melengkung hingga melingkar
spiral, anak daun tiga pasang per
rakila ...Archidendron jiringoides b. Polong bagian luar hijau, gundul atau berbulu balig, lurus hingga melengkung,
anak daun 1 helai hingga tiga pasang per
rakila...(2) 2a. Habitus perdu, diameter batang 10 cm, anak daun satu helai per rakila, polong berlekuk...Archidendron rifaianum b. Habitus pohon, diameter batang 20-30 cm, anak daun 1-3 pasang per rakila, polong tidak berlekuk...Archidendron bubalinum
Archidendron jiringoides Komariah, sp. nov. (Gambar 5)
Tipe: Sungai Gelam, Jambi, Januari 2015, Komariah SGL1 (BO).
Habit tree; stem 20 m high, diameter 25 cm, unarmed. Bark light brown, branclets terete, glabrous. Leaves bipinnate, spirally arranged; petiole 1-2 cm, glabrous; petiole glands circular, in crease of pinnae, flat; pinnae 1 pair, 4-5.5 cm, red purplish when young, glabrous or puberulous; petiolules 4-5 mm, glabrous; leaflet 3 pairs per pinnae, opposite, red purplish when young, green when mature, ovate to oblong, base cuneate, apex acuminate or caudate, margin entire, upper surface dull. Inflorescences axilary, pedunculate, umbel or panicles; umbels of 4-5 flowers. Flower sessile, sweetly scented, bisexual; calyx
connate, broadly cup-shaped, 1 mm, light green, puberulous, 5 dentate, triangular, 0.5 mm; corolla connate, cup shaped, greenish yellow, 3-4 mm, puberulous, 5 lobed, ovate, 1-2 mm, apex acute, stamen ±50, 10-15 mm, white; pistil 1, stylus 15 mm; ovary superior, 0.8-1 mm, glabrous, stipitate. Pod 18 cm, 3.5-4 cm diameter, compressed, curved into a circle, purplish green, reddish brown inside, glabrous or puberulous in the suture, pod skin 5 mm thick, dehiscing along the ventral suture. Seed 10-12, filling the entire cavity of the pod, ellipsoid, thick 1.3-1.8 cm, diameter 3 cm; testa brown or red blackish, thick.
b c
12
Gambar 5 Morfologi Archidendron jiringoides Komariah, sp. nov., perawakan (a), warna daun muda (b), letak perbungan (c), perbungaan (d), bunga (e), bakal buah (f), bentuk polong dan biji (g)
1 mm
d
e
f g
b
13
Perawakan pohon, tegak; batang hingga 20 m, diameter 25 cm, tidak berduri. Kulit batang coklat terang, ranting menggalah, gundul. Daun majemuk menyirip rangkap, tersusun spiral; tangkai 1-2 cm, permukaan gundul; kelenjar tangkai membulat, terletak pada lipatan rakila daun, tidak menonjol; rakila satu pasang, 4-5.5 cm, merah keunguan saat muda, hijau saat dewasa, gundul atau berbulu balig; tangkai anak daun 4-5 mm; helaian anak daun tiga pasang per rakila, berhadapan, merah keunguan saat muda, hijau saat dewasa, helaian daun membundar telur hingga jorong, pangkal membaji, ujung melancip atau berekor, tepi rata, permukaan atas kusam. Perbungaan aksilar, tersusun payung majemuk seperti malai, anak payung tersusun atas 4-5 bunga. Bunga berbilangan 5, duduk, harum, biseksual; kelopak memangkuk pendek, panjang 1 mm, hijau terang, berbulu balig halus, bergigi 5, menyegitiga, 0.5 mm; mahkota memangkuk, kuning kehijauan, 3-4 mm, berbulu balig halus, bercuping 5, cuping membundar telur, 1-2 mm, ujung melancip; benang sari ±50, 10-15 mm, putih; putik satu; tangkai putik 15 mm; bakal buah menumpang, 0.8-1 mm, gundul, bertangkai. Polong 18 cm, diameter 3.5-4 cm, pipih, melingkar setengah atau penuh, bagian luar hijau keunguan hingga ungu gelap, coklat kemerahan di dalam, gundul atau berbulu balig di sepanjang kampuh, tebal kulit 5 mm. Biji 10-12 biji, tersusun rapat di dalam polong, menjorong, tebal 1.3-1.8 cm, diameter hingga 3 cm; kulit biji coklat hingga merah kehitaman, agak tebal.
Persebaran: pekarangan rumah penduduk. Jambi (Sungai Gelam), Sumatera Selatan (Betung).
Etimologi: Penunjuk jenis A. jiringoides merujuk pada bentuk polong jenis ini yang menyerupai jengkol.
Spesimen yang diamati: Sumatera, Jambi, Sungai Gelam (Komariah SGL1, Komariah SGL2), Betung (Komariah BTG3)
Catatan: Jenis ini mempunyai kemiripan bentuk polong dengan Archidendron ellipticum tetapi berbeda dari warna polong, tekstur polong, dan bentuk biji. Bentuk dan tekstur polong jenis ini juga mirip dengan Archidendron jiringa, tetapi berbeda dengan bijinya yang tersusun rapat memenuhi polong. Bentuk biji jenis ini mirip dengan bentuk biji A. bubalinum, tetapi memiliki ukuran lebih besar sehingga masyarakat menyebut jenis ini sebagai kabau besar atau kabau jengkol.
Archidendron rifaianum Komariah, sp. nov. (Gambar 6)
Tipe: Betung, Sumatera Selatan, Maret 2014, Komariah BTG1 (BO).
Habit shrub, 3-4 m high, 10 cm in diameter, unarmed. Bark light gray;
branclets terete, glabrous. Leaves bipinnate, spirally arranged; petiole 1.5-2 cm, glabrous; petiole gland absent; pinnae 1 pair, 1.5-4 cm, green, glabrous; petiolules 5 mm, green, glabrous; leaflets 1-1 pair per pinna, opposite, light green when young, ovate, base acute, apex caudate, margin entire, glabrous at both surface, upper surface glossy, under surface dull, tiny. Inflorescences terminal or axilar at the distal leaves, paniculiform cyme, sweetly scented, bisexual; peduncle 5 cm, pubescent tomentose; flower pentamerous, pedicellate; pedicel 3-5 mm;
calyx light green, cupuliform, 2-3 mm, 5 dentate, triangular, 0.5-1 mm; corolla
14
Gambar 6 Morfologi Archidendron rifaianum Komariah, sp.nov., perawakan (a), daun (b), daun muda (c), perbungaan (d), bunga (e), kelopak (f), bakal buah (g), polong dan biji (h)
b
c a
f e
g h
15
corolla tube, white; filament 15 mm. Pistil 1, stylus 15 mm. Ovary superior, 2 mm, stipitate. Pod yellowish green, straight, 6-13 cm, 1.5 cm in diameter, pubescent. Seed 3-5, 1.5-2.5 cm high, 1 cm diameter, ovoid or ovoid truncate; testa black shine, thin.
Perawakan: perdu, batang: 3-4 m, diameter 10 cm, tidak berduri. Kulit batang abu-abu terang; ranting menggalah, permukaan gundul. Daun majemuk, tersusun berseling spiral; tangkai daun 1.5-2 cm, gundul; kelenjar tangkai tidak ada; rakila daun satu pasang, 1.5-4 cm, berwarna hijau, gundul; tangkai anak daun 5 mm, hijau, gundul; anak daun satu helai-satu pasang per rakila, berhadapan, anak daun hijau terang saat muda, helaian daun membundar telur, pangkal melancip, tepi rata, ujung berekor, kedua permukaan gundul, permukaan atas mengkilat, permukaan bawah kusam, tipis. Perbungaan terminal atau aksilar di dekat daun bagian atas, tersusun dalam perbungaan tandan menyerupai malai; gagang bunga 5 cm, berbulu balig halus menggimbal. Bunga berbilangan 5, bertangkai, harum, biseksual; tangkai anak bunga 3-5 mm; kelopak memangkuk, berwarna hijau terang, panjang 2-3 mm, bergigi 5, gigi menyegitiga, mahkota mencorong hingga menggenta, 4-6 mm, berbulu balig halus, putih krem, bercuping 5, menjorong, ujung melancip, 2-2.5 mm, gundul; benang sari ±50, bersatu di pangkal membentuk tabung, tabung benang sari sama tinggi dengan tabung mahkota, putih; tangkai sari 15 mm; putik satu, tangkai putik 0.5-1 mm; bakal buah menumpang, 2 mm, bertangkai, gundul. Polong hijau kekuningan, lurus, berlekuk, panjang 6-13 cm, diameter 1.5 cm, kulit polong tipis <1 mm, permukaan luar berbulu balig halus menggimbal. Biji 3-5, tebal 1.5-2.5 cm, diameter 1 cm, menjorong hingga menjorong rompang, kulit biji hitam, tipis.
Persebaran: jenis ini ditemukan di dua lokasi di Betung, Sumatera Selatan. Tumbuh di pekarangan penduduk.
Etimologi: Penunjuk jenis A. rifaianum dipilih untuk menghormati Prof. Dr. Mien Achmad Rifai, seorang taksonom tumbuhan dari Indonesia.
Pemanfaatan: biji dari jenis ini dimanfaatkan sebagai lalaban.
Spesimen yang diamati: Sumatera: Betung (Komariah BTG1, Komariah BTG4).
Catatan: Jenis ini mempunyai kemiripan dengan Archidendron fagifolium dari perawakan, tetapi berbeda pada jumlah rakila dan jumlah anak daun per rakila. Bentuk polong jenis ini mirip dengan Archidendron tjendana.
Archidendron bubalinum (Jack) I.C. Nielsen(Gambar 7)
Archidendron bubalinum (Jack) Nielsen, Adansonia ser. 2, 19 (1):16 (1979); Opera Bot. 76:50 (1984); Fl. Thailand 4, 2:212 (1985); Fl. Malesiana ser. 1, 11 (1):96 (1992). — Inga bubalina Jack, Mal. Misc. 2:771 (1822). —Pithecellobium bigeminum (L.) Mart, var. bubalinum (Jack) Benth., Lond. J. Bot. 3:207 (1844).
16
Gambar 7 Morfologi Archidendron bubalinum (Jack) I.C.Nielsen, perawakan (a), daun muda (b), letak perbungaan (c), perbungaan (d), duduk bunga (e), bentuk kelopak (f), polong dan biji (g)
b
a c
d
e
1 mm
f
17
Perawakan pohon; batang tegak, 10-20 m, diameter 20-30 cm, tidak berduri. Kulit batang coklat terang, ranting menggalah, permukaan gundul atau berbulu balig. Daun majemuk menyirip genap, berseling atau berseling spiral; tangkai daun 1-4 cm, tidak bersayap, gundul hingga berbulu balig halus; kelenjar tangkai di lipatan rakila daun atau 1-2 cm di bawah lipatan rakila daun, membundar atau melonjong, rata atau menonjol; rakila daun satu pasang, 2-14 cm, berwarna merah keunguan atau hijau saat muda, gundul atau berbulu balig halus; tangkai anak daun 4-5 mm, gundul; helaian anak daun 1-3 pasang per rakila, berhadapan, ungu gelap kemerahan atau hijau saat muda, helaian anak daun membundar telur, membundar telur sungsang, membundar telur lanset, atau menjorong, pangkal membaji, ujung melancip berekor atau tidak berekor, tepi rata, permukaan atas hijau mengkilap atau kusam, permukaan bawah kusam. Perbungaan terminal atau aksilar dekat pangkal tangkai daun, tersusun dalam perbungaan gundung majemuk bergantilan. Bunga berbilangan 5, harum, biseksual; gagang bunga 5-10 cm, berbulu balig halus; kelopak menggenta hingga mencorong, panjang 1-1.5 mm, hijau terang, berbulu balig halus, bergigi 5, gigi menyegitiga, luas 0.5 mm; mahkota mencorong, 3-5 mm, putih kekuningan, berbulu balig halus, bercuping 5, 2 mm, membundar telur, ujung melancip; tabung benang sari sama panjang dengan tabung mahkota; benang sari ±48 ̶ 50, 15 mm; putik satu, tangkai putik 15 mm; bakal buah menumpang, gundul. Polong silinder atau pipih, lurus atau sedikit melengkung, panjang 4-8 cm, diameter 1.3-3 cm, hijau di luar, coklat kemerahan di dalam, gundul hingga
berbulu balig, tebal kulit buah 1 ̶ 3.5 mm, merekah di sepanjang kedua kampuh
saat tua. Biji rapat di dalam polong, 1-9, diameter 0.8 ̶ 2.5 cm, tebal biji tengah
0.5 ̶ 1.5 cm, berbentuk seperti cakram, irisan melintang biji membundar atau memipih, biji ujung 1.5 cm, menggasing rompong; kulit biji merah kehitaman, tipis.
Persebaran: Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera.
18
Keanekaragaman Archidendron bubalinum
Variasi morfologi Archidendron bubalinum
Archidendron bubalinum merupakan jenis yang secara umum dikenal oleh masyarakat sebagai kabau, dan dalam penelitian ini merupakan jenis yang paling banyak ditemukan.Variasi morfologi tumbuhan A. bubalinum terlihat pada ciri daun dan polong. daun bervariasi antara gundul, berambut jarang, atau berambut rapat (Gambar 8). Kelenjar pada tangkai menonjol atau rata.
Jumlah helaian anak daun antara satu hingga tiga pasang per rakila. Variasi jumlah helaian anak daun per rakila, yaitu dari 1-2 pasang, 2 pasang, hingga 2-3 pasang. Bentuk ujung daun memiliki 2 variasi, melancip tidak berekor dan berekor (Gambar 9).
Gambar 8 Permukaan tangkai dan rakila daun Archidendron bubalinum, gundul (a1&a2), berambut jarang (b1&b2), berambut rapat (c1&c2)
Gambar 9 Bentuk ujung helaian anak daun Archidendron bubalinum, melancip (tidak berekor) (a1&a2), berekor (b1&b2). Sumber: Harris & Harris 2006 (a2 & b2)
Buah dan biji
Diameter polong berkisar antara 1.3 hingga 2.7 cm, panjang 5-10 cm. Permukaan luar berwarna hijau hingga hijau kekuningan dengan variasi kulit licin atau keriput, gundul kecuali di kampuh atau berbulu balig di seluruh permukaan. Bentuk buah atau polong kabau bervariasi, antara silinder atau pipih, lurus atau melengkung. Bentuk, polong pipih memiliki bentuk pangkal menirus, ujung membulat, dan bentuk potongan melintang biji memipih, sedangkan bentuk
19
polong silinder memiliki bentuk pangkal membulat, ujung bertakik, dan bentuk potongan melintang biji membulat (Gambar 10).
Gambar 10 Variasi polong dan biji Archidendron bubalinum, bentuk polong pipih; ujung polong membundar; potongan melintang biji memipih (a), bentuk polong silinder; ujung polong bertakik; potongan melintang biji membulat (b)
Ukuran biji bervariasi: biji kecil memiliki diameter <2 cm, dan biji besar
memiliki diameter ≥2 cm (Gambar 11). Variasi ukuran biji tidak dipengaruhi oleh
bentuk polong, karena pada bentuk polong silinder maupun pipih, masing-masing memiliki ukuran biji besar dan kecil. dan polong.
Pengelompokan Archidendron bubalinum
Untuk melihat nilai kemiripan 28 sampel tumbuhan kabau yang diamati, maka dianalisis kembali menggunakan metode UPGMA berdasarkan 20 ciri morfologi. Analisis terhadap 28 tumbuhan Archidendron bubalinum di Sumatera menghasilkan dua kelompok A dan B (Gambar 12). Ciri yang memisahkan kelompok A dan B adalah bentuk kelenjar tangkai daun, bentuk polong, tebal kulit buah, bentuk potongan melintang biji tengah.
Kelompok A mengelompok berdasarkan kesaman ciri bentuk kelenjar tangkai daun membulat, bentuk polong pipih, dan potongan melintang biji memipih. Kelompok B mengelompok berdasarkan kesamaan ciri bentuk polong silinder, bentuk ujung buah bertakik, dan potongan melintang biji membundar.
a b
a b
20
Gambar 12 Dendrogram dari 28 individu Archidendron bubalinum berdasarkan 20 ciri morfologi
Kelompok A terdiri dari 19 sampel tumbuhan yang dikoleksi dari Jambi dan Lampung. Ciri yang dimiliki oleh kelompok ini adalah permukaan tangkai daun gundul atau berambut, bentuk kelenjar pada tangkai daun membulat, kelenjar rata atau menonjol, permukaan rakila gundul atau berambut, jumlah helaian anak daun 1-2 pasang, 2 pasang, atau 2-3 pasang, bentuk ujung helaian anak daun berekor atau tidak berekor, tekstur helaian anak daun tipis kaku atau tebal kaku, permukaan daun bagian atas mengkilap atau kusam, permukaan polong bagian luar berbulu balig di kampuh atau di seluruh permukaan, kulit polong bagian luar licin atau keriput, bentuk polong pipih, lebar polong 1-2 cm kecuali pada tiga nomor koleksi (Komariah SKR1, Komariah TA5, Komariah TA6) memiliki lebar polong >2 cm, bentuk ujung buah membundar kecuali pada Komariah SKR1 bertakik, tebal kulit buah 1-2 mm kecuali pada Komariah SBK1, Komariah TA5, dan Komariah TA6 >2 mm, bentuk potongan melintang biji memipih, diameter biji tengah 1-2 cm kecuali pada Komariah TA5 dan Komariah TA6 (>2 cm), tebal biji tengah 5-8 mm kecuali pada lima nomor koleksi (Komariah TA1, Komariah TA2, Komariah TA5, Komariah TA6, Komariah WN1) 1-2 cm.
Kelompok B beranggotakan sembilan sampel tumbuhan yang berasal dari Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Ciri yang dimiliki kelompok ini adalah permukaan tangkai daun gundul kecuali pada Komariah TA3, Komariah TA4, Komariah BTG2 (berambut), bentuk kelenjar tangkai daun membundar kecuali Komariah PLY3 dan Komariah BTG2 melonjong, kelenjar tangkai daun rata atau menonjol, permukaan rakila berambut kecuali pada Komariah TA4 dan Komariah BTG 2 gundul, jumlah halaian anak daun 1-2 pasang, 2 pasang, atau 2-3 pasang,
21
bentuk ujung helaian anak daun berekor kecuali Komariah BTG2 tidak berekor, tekstur helaian anak daun tipis kaku atau tebal kaku, permukaan atas helaian anak daun mengkilap atau kusam, permukaan luar polong berbulu balig di seluruh permukaan kecuali Komariah TE5 hanya di bagian kampuh, kulit polong licin kecuali Komariah SKR3 keriput, bentuk polong silinder, lebar polong 1-2.5 cm, bentuk ujung buah bertakik, tebal kulit buah 1-2 mm kecuali pada Komariah TA3 dan Komariah TA4 >2 mm, bentuk potongan melintang biji membundar, diameter biji 1-2.2 cm, tebal biji tengah 0.7-1.5 cm, tebal biji ujung 1.5-2.6 cm.
Penyederhanaan pengelompokan Archidendron bubalinum dengan sepilihan ciri morfologi
Pemilihan ciri bertujuan untuk mempermudah pengelompokan dan pembuatan kunci identifikasi, dilakukan dengan menganalisis ciri morfologi untuk mengetahui hubungan keeratan antar ciri menggunakan metode UPGMA. Pemilihan ciri dilakukan dengan cara memutar matriks data sampel tumbuhan terhadap ciri (28x20) menjadi data ciri terhadap sampel tumbuhan Archidendron bubalinum (20x28), sehingga dihasilkan dendrogram hubungan keeratan antar ciri (Gambar 13). Dendrogram yang dihasilkan digunakan untuk membantu dalam proses pemilihan ciri. Ciri yang memiliki nilai keeratan yang tinggi dipilih salah satunya dengan mempertimbangkan syarat-syarat distinct (berbeda), uniform (seragam), dan stable (stabil) dengan memperhatikan kesederhanaan demi kepraktisan serta ciri yang dianggap penting. Pemilihan ciri dimulai dengan membandingkan ciri yang memiliki nilai keeratan yang tinggi. Ciri yang memiliki nilai keeratan 100% dianggap sebagai ciri yang selalu ada bersama-sama pada setiap sampel tumbuhan, seperti ciri nomor 23 dan 28 serta ciri nomor 21 dan 27, dari ciri tersebut dipilih salah satu dengan membandingkan ciri mana yang dianggap lebih mudah diamati, sehingga dipilihlah ciri nomor 23 (lebar polong) dan nomor 21 (bentuk polong). Ciri nomor 3 (warna tangkai daun muda) dan nomor 6 (warna rakila muda) memiliki nilai keeratan 96%, sehingga dipilih salah satunya yaitu ciri warna tangkai daun muda. Ciri nomor 5 (bentuk kelenjar tangkai) dan nomor 30 (tebal biji ujung) dibandingkan dengan ciri nomor 23, kemudian ciri nomor 23 tetap dipilih karena dianggap bahwa lebar polong lebih mudah diamati dibandingkan bentuk kelenjar dan tebal biji ujung. Selanjutnya ciri nomor 2 (permukan tangkai daun) dan nomor 7 (rambut permukaan rakila) dibandingkan, dan dipilihlah ciri nomor 2 sebagai ciri yang akan digunakan untuk analisis selanjutnya. Setiap ciri yang telah dipilih kemudian dibandingkan dengan ciri lain yang memiliki nilai keeratan yang paling dekat dengan ciri tersebut. Ciri yang memiliki nilai keeratan kecil atau jauh dari ciri yang lain, maka ciri tersebut akan tetap digunakan dalam analisis selanjutnya, seperti ciri nomor 9 ( jumlah anak daun per rakila) yang terpisah dari ciri yang lain pada nilai keeratan 35%. Setiap jumlah ciri yang terpilih maka dilakukan analisis ulang dengan pengelompokan UPGMA. Hasil pengelompokan ciri UPGMA dicoba untuk dipilih kembali cirinya hingga akhirnya mendapatkan ciri yang dirasa mampu menunjukkan pengelompokan sampel yang tetap.
22
mengelompokan 28 sampel Archidendron bubalinum kembali menggunakan metode UPGMA.
Gambar 13 Dendrogram 20 ciri morfologi Archidendron bubalinum menggunakan metode UPGMA
Tabel 2 Sepuluh ciri morfologi Archidendron bubalinum yang terpilih
NO Ciri Sifat Ciri (skor)
4 Bentuk ujung daun Melancip tumpul (1); berekor (2) 5 Permukaan daun bagian
atas
Mengkilap (1); kusam (2)
6 Permukaan luar polong Gundul kecuali di kampuh (1); berbulu balig (2)
7 Kulit polong bagian luar Licin (1); keriput (2)
8 Bentuk polong Silinder (1); pipih (2); berlekuk (3); 9 Lebar polong 1-2 cm (1); >2 cm (2)
10 Bentuk ujung buah Membundar (1); bertakik (2)
Hasil analisis berdasarkan 10 ciri terpilih, menghasilkan dendrogram yang membagi 28 sampel Archidendron bubalinum menjadi 2 kelompok pada koefisien kemiripan 66% (Gambar 12b). Kelompok A dan B hasil pengelompokan dengan menggunakan 10 ciri dan 20 ciri memiliki anggota yang sama, hanya saja koefisien kemiripan antar tiap anggota kelompok memiliki nilai yang berbeda (Gambar 14). Kelompok A memiliki ciri bersama permukaan tangkai daun gundul atau berambut jarang hingga rapat, warna tangkai daun muda merah atau hijau, jumlah helaian anak daun 1-2 pasang atau 2 pasang per rakila, bentuk ujung helaian anak daun melancip tidak berekor atau berekor, permukaan daun bagian atas mengkilap atau kusam, permukaan luar polong gundul kecuali di sepanjang
23
Gambar 14 Perbandingan dendrogram dari 28 individu Archidendron bubalinum berdasarkan 20 dan 10 ciri morfologi, dendrogram hasil pengelompokan berdasarkan 20 ciri (a), dendrogram hasil pengelompokan berdasarkan 10 ciri (b)
24
kampuh atau berbulu balig di seluruh permukaan, kulit polong licin atau keriput, bentuk polong pipih, lebar polong 1-2 cm kecuali tiga nomor koleksi (Komariah TA5, Komariah TA6, dan Komariah SKR 1) >2 cm, bentuk ujung buah membulat.
Kelompok B memiliki ciri bersama permukaan tangkai daun gundul atau berambut jarang, warna tangkai daun muda merah atau hijau, jumlah helaian anak daun 1-3 pasang per rakila, bentuk ujung helaian anak daun berekor kecuali Komariah BTG2 tidak berekor, permukaan helaian daun bagian atas mengkilap atau kusam, permukaan polong berbulu balig di seluruh permukaan kecuali Komariah TE5 hanya berbulu balig di sepanjang kampuh, kulit polong licin kecuali Komariah SKR3 keriput, bentuk polong silinder, lebar polong 1-2 cm kecuali Komariah BTG2 dan Komariah BTG5 >2 cm, bentuk ujung buah bertakik. Kunci menuju kelompok Archidendron bubalinum
Kunci identifikasi kelompok-kelompok Archidendron bubalinum berdasarkan beberapa variasi ciri morfologi pada bagian polong dan biji sebagai berikut:
1a. Bentuk polong pipih, bagian ujung polong membundar, bentuk potongan melintang biji memipih...kelompok A b. Bentuk polong silinder, bagian ujung polong bertakik, bentuk potongan
melintang biji membulat...kelompok B Dari dua kelompok yang terbentuk, belum ditemukan adanya pemisahan oleh masyarakat. Tidak adanya perbedaan rasa dan perbedaan ukuran yang jelas menyebabkan masyarakan tidak memisahkan antara Archidendron bubalinum polong pipih dan polong silinder. Hasil pengelompokan ini dapat dijadikan sebagai informasi awal bila akan dilakukan pengembangan kabau dengan merakit kultivarnya sesuai dengan tuntutan selera masyarakat dalam mendapatkan bentuk produk tanaman yang diinginkan dalam membudidayakan kabau (Archidendron bubalinum).
Pemanfaatan Kabau
Kabau memiliki beberapa nama daerah, di Lampung tumbuhan ini dikenal dengan nama julang-jaling, di Riau dengan nama kabau atau jering utan, Bengkulu kabeu, dan di Sumatera Barat dengan nama jering kabau. Minat masyarakat terhadap kabau masih tergolong rendah, terlihat dari semakin berkurangnya populasi kabau yang terdapat di alam. Sebagian masyarakat menilai bahwa kabau tidak memiliki nilai ekonomis seperti halnya jengkol, sehingga hanya sebagian masyarakat yang memanfaatkan tumbuhan ini. Pemanfaatan kabau hanya terbatas dalam penggunaan sederhana. Tumbuhan kabau dimanfaatkan sebagai bahan masakan dan lalaban, bahan bangunan dan perlengkapan rumah tangga, serta sebagai obat tradisional. Bagian tumbuhan kabau yang dimanfaatkan oleh masyarakat meliputi batang, daun, dan biji.
Bahan masakan dan lalaban
25
Pengelompokan tersebut hanya didasarkan pada ukuran polong atau bijinya. Pada penelitian ini, didapatkan bahwa kabau besar dan kabau kecil merupakan jenis yang berbeda. Jenis yang disebut sebagai kabau kecil oleh masyarakat adalah A. bubalinum dan A. rifaianum, sedangkan kabau besar merupakan sebutan untuk A. jiringoides. Jenis yang umum dijual di pasar-pasar tradisional di Jambi dan Lampung adalah A. bubalinum dan A. jiringoides, sementara itu A. rifaianum terbatas hanya dikonsumsi untuk skala rumahan.
Pada umumnya, A. bubalinum dan A. jiringoides dijual di pasar tradisional dalam bentuk polong yang diikat ataupun biji yang sudah dipisahkan dari polongnya. Biji yang dimanfaatkan adalah biji yang tua dan muda. Biji yang tua dimanfaatkan sebagai penambah rasa pada masakan, biji digoreng dan dimakan dengan kuah gulai, atau biji ditumbuk kasar untuk campuran sambal. Biji kabau yang muda dimakan mentah sebagai lalaban, dan dilaporkan memiliki sedikit rasa manis dan lebih renyah. Masyarakat Malaysia juga mengonsumsi biji A. bubalinum yang masih mentah sebagai ulam (lalaban) (Lim 2012).
Ketiga jenis Archidendron yang ditemukan memiliki biji yang beraroma menyengat. Bau yang tajam dari biji A. bubalinum dapat dikurangi dengan merendamnya di dalam air atau air bekas cucian beras. Air rendaman diganti hingga 3 kali sebelum biji diolah. Selain itu, cara lain untuk mengurangi bau pada biji adalah dengan mengecambahkan biji kabau sebelum dikonsumsi. Biji yang sudah berkecambah dinamakan lahang oleh masyarakat Jambi. Lahang terasa lebih renyah, dapat dimakan mentah sebagai lalaban atau diolah menjadi sambal atau digoreng dan dimakan seperti kacang.
Selaian biji, masyarakat Jambi juga mengkonsumsi daun A. bubalinum sebagai lalaban karena bagian daunnya memiliki aroma seperti biji. Daun yang dijadikan lalaban merupakan daun muda yang baru keluar dan masih berwarna merah keunguan atau hijau. Daun yang masih muda terasa segar tetapi sedikit sepat saat dimakan. Sementara itu, daun A. rifaianum dan A. jiringoides tidak dikonsumsi oleh masyarakat. Perlu ditambahkan bahwa bagian daun A. jiringa juga tidak dikonsumsi oleh masyarakat di Jambi, karena jenis ini memiliki daun yang tidak beraroma dan rasa yang lebih sepat dibandingkan dengan daun A. bubalinum.
Bahan bangunan dan peralatan rumah tangga
Bagian kayu A. bubalinum dimanfaatkan untuk tiang rumah dan kayu bakar oleh masyarakat Suku Anak Dalam dan masyarakat Tanjung Jabung Barat, Jambi. Archidendron bubalinum memiliki struktur kayu yang keras dan dapat bertahan lama, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi, lemari, dayung, kano, dan peralatan rumah tangga (Burkill 1935; Lim 2012).
Bahan obat-obatan tradisional
26
5
SIMPULAN
Tumbuhan kabau yang dikenal di Sumatera tidak hanya berasal dari jenis Archidendron bubalinum, tetapi terdapat dua jenis baru yang diusulkan sebagai Archidendron rifaianum Komariah, sp. nov. dan Archidendron jiringoides Komariah, sp. nov. Ketiga jenis tersebut memiliki perbedaan yang jelas pada ciri perawakan, daun, dan bentuk polong. Pengelompokan Archidendron bubalinum menggunakan metode UPGMA baik berdasarkan 20 ciri morfologi maupun 10 ciri morfologi terpilih, masing-masing menghasilkan dua kelompok A dan B dengan anggota kelompok yang sama.
27
DAFTAR PUSTAKA
Asmaliyah, Martin E, Utami S. 2006. Potensi etnobotani sebagai sumber penghasil pestisida nabati dalam pengendalian hama. Di dalam: Prosiding Seminar Hasil‐Hasil Penelitian. Optimalisasi Peran Iptek dalam Mendukung Peningkatan Produktifitas Hutan dan Lahan; 22 Des2005. Dephut. Jambi. Bunawan H, Dusik L, Bunawan SN, Amin NM. 2013. Botany, traditional uses,
phytochemistry and pharmacology of Archidendron jiringa: A review. Global Journal Pharmacology 7(4): 474-478.
Burkill IH. 1935. A Dictionary of the Economic Products of the Malay Peninsula. Volume ke-2. London (GB): Crown Agents For The Colonies.
de Vogel EF, editor. 1987. Manual of Herbarium: Taxonomy Theory and Practice. Jakarta (ID): UNESCO Regional Office for Science and Technology For Southeast Asia.
[GBIF] Global Biodiversity Information Facility. 2016. Archidendron bubalinum (Jack) I.C. Nielsen [Internet]. 13 April 2016; [diunduh 16 April 2016]. Tersedia pada: http://www.gbif.org/species/2941202.
Ghazalli MN, H Masrom, Y Omar, S Aishah-Farhana. 2014. A preliminary flora survey in Gunung Kajang, Pulau Tioman, Pahang Darul Makmur, Malaysia. Malaysian Applied Biology 43(2):17-23.
Hanum IF. 1998. Archidendron F. Muell. Di dalam: Sosef MSM, Hong LT, Prawirohatmodjo S, editor. Plant Resources of South-East Asia No 5(3): Timber trees: Lesser-known timbers. Bogor (ID):Prosea.
Harris JG, Harris MW. 2006. Plant Identification Terminology. An Illustration Glossary. Utah (US): Spring Like Publishing.
Heyne K. 1927. De Nuttige Planten van Nederlandsch Indie. Buitenzorg (ID). Diterjemahkan oleh Badan Litbang Departemen Kehutanan 1987 menjadi Tumbuhan Berguna Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya. Kostermans AJGH. 1954. A monograph of the Asiatic, Malaysian, Australian and
Pacifik species of Mimosaceae, formerly included in Pithecelobium Mart. Bulletin Organisatie voor Natuurwetenschappelijk Onderzoek in Indonesië 20:1-122.
Lehébel-Péron A, Feintrenie L, Levang P. 2011. Rubber agroforests’ profitability, the importance of secondary products. Forests, Trees and Livelihoods 20(1):69–84.
Lim TK. 2012. Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants.Volume2. Fruits New York (US): Springer.
Martin GJ. 1995. Ethnobotany: A Methods Manual. London (GB): Chapman & Hall.
Mohlenbrock RH. 1966. A revision of Pithecellobium sect. Archidendron. Webbia 21(2):653-724.
Nielsen IC. 1985. Leguminosae-Mimosoideae. Di dalam: Smitinand T, Larsen K, editor. Flora of Thailand. Volume 4 (2). Bangkok (TH): The Auspices of Danida at the TISTR Press.
28
Radford AE. 1986. Fundamentak of Plants Systematics. New York (US): Harper & Row Publisher.
Rahayu M, Susiarti S, Purwanto Y. 2007. Kajian pemanfaatan tumbuhan hutan non kayu oleh masyarakat lokal di Kawasan Konservasi PT. Wira Karya Sakti Sungai Tapa-Jambi. Biodiversitas 8(1):73-78.
Retno S, Sudrajati, Sudiasturi. 2013. Efektivitas infusa biji jengkol (Archidendron jiringa Jack) dan daun Veronia amygdalina Delile terhadap penurunan kadar gula darah mencit (Mus musculus) yang diinduksi alokasan. Prosiding Seminar Sains dan Teknologi FMIPA Unmul Periode Maret 2016. Samarinda, Indonesia.
Rifai MA, Ermitati. 1993. Glosarium Biologi. Jakarta (ID): Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Rohlf FJ. 1998. NTSys-pc Numerical Taxonomy and Multivariate Analysys System Version 2.02 User Guide. New York (US): Exterter Software.
Rugayah, Retnowati A, Windadri FI, Hidayat A. 2004. Pengumpulan data taksonomi. Di dalam: Rugayah, Widjaja EA, Praptiwi, editor. Pedoman Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora. Bogor (ID): Puslit-LIPI.
Utami S, Haneda NF. 2010. Pemanfaatan etnobotani dari hutan tropis Bengkulu sebagai pestisida nabati. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 16(3):143-147. Walujo EB. 2004. Pengumpulan data etnobotani. Di dalam: Rugayah, Widjaja EA,
29
31
Lampiran 1 Daftar sampel tumbuhan yang dikoleksi dari lapangan
No No koleksi Lokasi pengambilan sampel Kelengkapan organ
1 Komariah
JMB1
Kec. Telanai, Kota Jambi, Jambi Vegetatif dan generatif
2 Komariah
JMB2
Kec. Telanai, Kota Jambi, Jambi Vegetatif
3 Komariah
Sengeti, Kab. Muaro Jambi, Jambi Vegetatif
8 Komariah
SGT2
Sengeti, Kab. Muaro Jambi, Jambi Vegetatif
9 Komariah
SGT3
Sengeti, Kab. Muaro Jambi, Jambi Vegetatif dan generatif
10 Komariah
SGT5
Sengeti, Kab. Muaro Jambi, Jambi Vegetatif dan generatif
11 Komariah
Pelayangan, Kab. Batanghari,
Jambi
Vegetatif dan generatif
15 Komariah
PLY2
Pelayangan, Kab. Batanghari,
Jambi
Vegetatif dan generatif
16 Komariah
PLY3
Pelayangan, Kab. Batanghari,
Jambi
Vegetatif dan generatif
17 Komariah
SBK1
Sabak, Kab. Tanjung Jabung Timur, Jambi
Vegetatif dan generatif
18 Komariah
SBK2
32
Lampiran 1 Daftar sampel tumbuhan yang dikoleksi dari lapangan (Lanjutan)
No No koleksi Lokasi pengambilan sampel Kelengkapan organ
25 Komariah
TE5
Tambang Emas, Kab. Bangko, Jambi Vegetatif dan generatif
26 Pratama
TB1
Kab. Tebo, Jambi Vegetatif
27 Pratama
TB2
Kab. Tebo, Jambi Vegetatif
28 Pratama
TB3
Kab. Tebo, Jambi Vegetatif
29 Komariah
BTG1
Betung, Sumatera Selatan Vegetatif dan generatif
30 Komariah
BTG2
Betung, Sumatera Selatan Vegetatif dan generatif
31 Komariah
BTG3
Betung, Sumatera Selatan Vegetatif dan generatif
32 Komariah
BTG4
Betung, Sumatera Selatan Vegetatif dan generatif
33 Komariah
BTG5
Betung, Sumatera Selatan Vegetatif dan generatif
33