• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integrasi Data Sub Bottom Profile Dan Gravity Core Untuk Menentukan Dinamika Sedimentasi Resen Di Perairan Utara Wokam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Integrasi Data Sub Bottom Profile Dan Gravity Core Untuk Menentukan Dinamika Sedimentasi Resen Di Perairan Utara Wokam"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

INTEGRASI DATA

SUB BOTTOM PROFILE

DAN

GRAVITY

CORE

UNTUK MENENTUKAN DINAMIKA SEDIMENTASI

RESEN DI PERAIRAN UTARA WOKAM

ULIL AMRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Integrasi Data Sub bottom Profile dan Gravity Core untuk Menentukan Dinamika Sedimentasi Resen di Perairan Utara Wokam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Ulil Amri

(4)

RINGKASAN

ULIL AMRI. Integrasi Data Sub bottom Profile dan Gravity Core untuk Menentukan Dinamika Sedimentasi Resen di Perairan Utara Wokam. Dibimbing oleh TOTOK HESTIRIANOTO, HENRY M. MANIK dan P. HADI WIJAYA.

Keberadaan sedimen di dasar laut mendapat pengaruh faktor hidro-oseanografi hingga material sedimen terbawa dan terendapkan pada dasar laut. Dalam kurun waktu yang panjang sedimen terendapkan akan mengalami sedimentasi hingga terbentuk lapisan sedimen di dasar laut, dengan mengetahui kondisi tersebut dapat diketahui bagaimana proses lapisan sedimen terbentuk dan faktor oseanografi yang mempengaruhinya (Hutabarat dan Evans 1985). Sedimentasi di dasar laut Arafura terjadi secara bertahap membentuk lapisan-lapisan, sehingga antara lapisan yang lebih dalam dengan lapisan bagian luar akan mempunyai materi organik yang berbeda (Nurhayati 2006). Pentingnya mengetahui tipe partikel penyusun dasar perairan adalah untuk mengetahui pola sebaran berbagai jenis sedimen berdasarkan ukuran dan asal substrat pada suatu perairan untuk itu perlu diupayakan metode lain yang dapat memberikan informasi dasar laut. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang kedalaman laut (Bathymetry) dengan menggunakan Sub bottom profiler (SBP) jenis pinger,

mengidentifikasi struktur, lapisan dan lingkungan pengendapan sedimen, mengidentifikasi informasi abiotik ukuran sedimen dan sebarannya.

Secara morfologi bathymetri daerah penelitian dibagi menjadi dua lokasi, yaitu daerah dataran pada bagian timur dan daerah rendahan sangat dalam pada bagian barat. Pada bagian timur morfologi yang terbentuk terdiri dari closure atau punggungan, kisaran kedalaman -1.5 hingga -100 meter dibawah permukaan air laut, sedangkan morfologi pada bagian Barat merupakan morfologi rendahan dengan kedalaman kisaran -101 hingga -3735.5 meter dibawah permukaan air laut (Palung Aru). Analisis tekstur yang dilakukan terhadap sampel sedimen di lokasi penelitian menunjukan adanya empat tipe sedimen, yaitu kerikilan, pasiran, lanauan dan lempungan. Secara keseluruhan dari empat lokasi pengambilan contoh didominasi oleh lanauan 53.1 %, pasiran 39.3 %, kerikilan 5.7 % dan lempungan 1.95 %. Berdasarkan hasil analisa fraksinasi sedimen pada empat titik pengambilan

core, teridentifikasi adanya dua tipe substrat, yaitu lanau pasiran dan pasiran. Hasil identifikasi fasies ditemukan dua belas jenis yaitu: Subparallel, Sigmoid, Chaotic Fill, Downlap, Erosional Truncation, Prograded Fill, Divergent, Complex, Hummocky, Wavy parallel Subparallel between parallel, Divergent fill.

Lingkungan pengendapan sedimen didominan oleh fasies Subparallel, Sigmoid dan

Chaotic Fill. Hasil identifikasi pola refeksi akustik ditemukan pola refleksi

discontinuity (tidak adanya keberlanjutan/putus-putus) dan pola continuity

(kemenerusan) sinyal akustik pada endapan sedimen. Pola discontinuity

menandakan bahwa frekuensi yang diterima endapan rendah, sedangkan continuity

menandakan frekuensi yang diterima tinggi.

(5)

SUMMARY

ULIL AMRI. Sub bottom profiler and Gravity Core Data Integration for Determine Recen Sedimentation Process of North Wokam Islands Offshore. Supervised by TOTOK HESTIRIANOTO, HENRY M. MANIK dan P. HADI WIJAYA.

The existence of sediments on the seabed influence of hydro-oceanographic factors to sedimentary material carried and deposited on the seabed. In a long period of sediment will deposited to form a layer on the sea floor, knowing these condition can be known how the sediment layer is formed and oceanographic factors influence (Hutabarat and Evans 1985). Sedimentation in the Arafura sea occurs gradually form layers between the inner layers and the outer layers will have different organic materials (Nurhayati 2006). The importance to knowing the type of constituent particles bottom waters is to determine the distribution pattern types of sediment by size and origin of the substrate on a body of water, so that we need other methods can provide information seabed. This study aimed to get information about the ocean depths (bathymetry) by using a sub bottom profiler (SBP) type pinger, identify the structures, layers and facies of sediment, identifying information abiotic sediment size and distribution.

Morphologically research area, location of research is divided into two location, it is the plains area in the Eastern part and the lower area is very deep (Trench Aru) in the West. In the eastern the morphology is formed consisting of a closure or ridge, depth range of -1.5 to -100 meters below sea level, while the morphology of the western very deep, the range of -101 to -3735.5 meters below sea level. This research result indicate texture analysis on samples of the sediment has been conducted the four types of sediment, which gravel, sandy, silty and clay. Overall four sampling sites are dominated by 53.1% of silty, 39.3% of sandy, 5.7% of gravel and 1.95% of clay. According of the analysis of sediment fractionation fourth of sample have been identified two types of substrates, namely sandy silt (three cores), sandy (single core).

Result of seismic in this research indicate of facies identification present found twelve types: Subparallel, Sigmoid, Chaotic Fill, Downlap, Erosional Truncation, Prograded Fill, Divergent, Complex, Hummocky, Wavy parallel, Subparallel between parallel, Divergent fill. The Facies of seabad dominanted by Subparallel, then Sigmoid and Chaotic Fill. Based on identification of acoustic reflection found discontinuity (lack of sustainability or dashed) and continuity (continuity of) an acoustic signal in the sediments. Discontinuity pattern indicates that the received frequency low deposition, while the continuity indicates the received in the high frequency.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

INTEGRASI DATA

SUB BOTTOM PROFILE

DAN

GRAVITY

CORE

UNTUK MENENTUKAN DINAMIKA SEDIMEN RESEN

DI PERAIRAN UTARA WOKAM

ULIL AMRI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Integrasi Data Sub bottom Profile dan Gravity Core untuk

Menentukan Dinamika Sedimentasi Resen di Perairan Utara Wokam

Nama : Ulil Amri NIM : C552130021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Totok Hestirianoto MSc Ketua

Henry Munandar Manik, SPi MT PhD Anggota

Dr Priatin Hadi Wijaya, ST MT Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

Dr Ir Jonson Lumban Gaol, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat penulis selesaikan dengan judul Integrasi Data

Sub bottom Profile dan Gravity Core untuk Menentukan Dinamika Sedimentasi Resen di Perairan Utara Wokam.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada komisi pembimbing Bapak Dr Totok Hestirianoto meter Sc, Bapak Henry M. Manik S Pi, MT, Ph D dan Bapak Dr P. Hadi Wijaya ST, MT atas segala arahan, masukan dan bimbingannya selama proses pelitian, pengolahan data dan penulisan tesis. Kepada Bapak Dr Ir Ediar Usman MT selaku penguji tamu pada ujian akhir tesis yang telah memberikan saran dan masukan pada penulis. Ucapan terima kasih kepada kepala PPPGL yang telah memberikan izin untuk mengikuti survei KR GEOMARIN III dan menggunakan data hasil survei, berikut staff dan kru kapal tanpa terkecuali, segenap staf Laboratorium Sedimen PPPGL Cirebon yang telah membatu selama analisis laboratorium dilaksanakan, semoga kerjasama ini bisa berlanjut. Ucapan terima kasih kepada DIKTI yang telah memberikan bantuan Beasiswa Pascasarjana Pendidikan Dalam Negeri (BPP-DN) tahun 2013-2015, selanjutnya kepada ketua prodi teknologi kelautan berikut jajaran staf dan dosen pengajar. Rekan-rekan TEK 2013, suatu kebanggaan bisa bersama-sama bersekolah di Sekolah Pascasarjana IPB. Terkhusus kepada orang tua tercinta dan keluarga yang selalu memberikan motivasi, semangat dan do’a hingga saat ini, serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini tidak semata-mata menjadi syarat kelulusan dari program magister pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan kontibusi dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis mengakui karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan dengan besar hati menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya penulisan dimasa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016

Ulil Amri

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pikir Penelitian 3

2 METODE 5

Waktu dan Lokasi Penelitian 5

Bahan dan Alat 5

Analisis Data 11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Bathymetry dan Morfologi Dasar Laut 22

High Frequency Echoes dan Post Signal Processing 24

Integrasi Data Akustik dan Data Sedimen Core 35

4 SIMPULAN DAN SARAN 54

Simpulan 54

Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55

LAMPIRAN 58

DAFTAR TABEL

1 Peralatan yang digunakan di lapangan 6

2 Daftar alat yang digunakan saat pengolahan data 6 3 Alat dan peralatan yang digunakan di laboratorium sedimentologi dan

geologi kelautan PPPGL Cirebon 7

4 Data rekaman Trace#26888 pada kedalaman 400 ms hingga 1000 ms data

minimum 256 dan maksimum 32640 26

5 Data rekaman trace#124098 pada kedalaman 50 ms hingga 125 ms data

minimum 128 dan maksimum 32640 28

6 Data rekaman trace#84798 pada kedalaman 1508.27 ms hingga 3466.53 ms

(12)

7 Data rekaman trace#62073 kedalaman 50 ms hingga 119.75 ms data

minimum 128 dan maksimum 26112. 32

8 Hasil pengambilan sampel inti sedimen di lapangan. 46 9 Tabel parameter statistik dan jenis sedimen di lokasi penelitian 46

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 3

2 Kerangka pikir penelitian bagian A bathymetry dan profil sedimen 4

3 Kerangka pikir penelitian bagian B akustik 4

4 Peta lokasi penelitian 5

5 Sistem konfigurasi komponen SBP 8

6 Konfigurasi array SBP SyQwest dan gambaran ping menuju dasar laut 8 7 Deskripsi alat gravity core untuk menangkap sampel inti sedimen 10

8 Grafik semi-variogram 15

9 Langkah pembelahan core sampel sedimen secara manual 16 10 Langkah pengolahan data SBP pada analisis fasies sesimik dangkal dan

penamaannya 21

11 Gambaran kedalaman perairan daerah penelitian 23 12 Gambaran 3D dan morfologi kedalaman perairan utara pulau wokam 24 13 Profil rekaman data SBP dan posisi trace#26888 pada Lintasan 1 26 14 Grafik perbandingan frekuensi kejadian pada masing-masing kelas

trace#26888 27

15 Profil rekaman SBP dan posisi trace#124098 pada Lintasan 3 28 16 Grafik perbandingan frekuensi kejadian pada masing-masing kelas

trace#124098 29

17 Profil rekaman SBP dan posisi tracetrace#84798 pada Lintasan 5 30 18 Grafik perbandingan frekuensi kejadian pada masing-masing kelas

trace#84798 31

19 Profil rekaman SBP dan posisi trace#62073 pada Lintasan 8 32 20 Grafik perbandingan frekuensi kejadian pada masing-masing kelas

trace#84798 33

21 Grafik perbandingan log frekuensi kejadian masing-masing trace 33 22 Profil seismik dangkal sub bottom profile pada Lintasan 1 36 23 Perbesaran titik pada Lintasan 1 trace#55000 - trace#68500 37 24 Pola refleksi akustik Lintasan 1 trace#55000 - trace#68500 37 25 Profil seismik dangkal sub bottom profile pada Lintasan 3 38 26 Perbesaran titik pada Lintasan 3 mulai trace#72000 - trace#84000 38 27 Pola refleksi akustik Lintasan 3 mulai trace#72000 - trace#84000 39 28 Profil seismik dangkal sub bottom profile pada Lintasan 5 39 29 Perbesaran titik pada Lintasan 5 mulai trace#76000 - trace#96000 40 30 Pola refleksi akustik Lintasan 5 mulai trace#76000 - trace#96000 40 31 Profil seismik dangkal sub bottom profile pada Lintasan 8 41 32 Profil a perbesaran x 4%, y 550% Lintasan 8 mulai trace#8000-

(13)

33 Pola refleksi akustik lintasan 8 mulai trace#8000- trace#33500 42 34 Profil b perbesaran x 4%, y 550% Lintasan 8 mulai trace#64000-

trace#92000 42

35 Pola refleksi akustik profil Lintasan 8 mulai trace#64000- trace#92000 43 36 Model 3D diagram pagar sub bottom profile dan lokasi gravity core 44 37 Distribusi dan interpolasi persentase fraksi krikilan pada masing-masing

core 47

38 Grafik arah pergerakan sedimen kerikilan berdasarkan core 48 39 Distribusi dan interpolasi persentase fraksi pasiran pada masing-masing

core 49

40 Grafik arah pergerakan sedimen pasiran berdasarkan core 49 41 Distribusi dan interpolasi persentase fraksi lanauan pada masing-masing

core 50

42 Grafik arah pergerakan sedimen lanauan berdasarkan core 51 43 Distribusi dan interpolasi persentase fraksi lempung pada masing-masing

core 51

44 Grafik arah pergerakan sedimen lempungan berdasarkan core 52

DAFTAR LAMPIRAN

1 Spesifikasi dan deskripsi Kapal Riset Geomarin III PPPGL 60 2 Spesifikasi instrumen Bathy-2010 CHIRP sub bottom profiler and

bathymetri echosounder 61

3a Pengujian impedansi tranduser 62

3b Penampang tansducer 3,5 kHz model TR-109 63

4 Spesifikasi alat navigasi yang digunakan selama penelitian 64 5 Tabel data berat sampel sedimen setelah diayak 66 6 Tabel data rekaman masing-masing trace yang sudah di filter 67

7 Grafik gelombang pada masing-masing trace 70

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberadaan sedimen di dasar laut mendapat pengaruh faktor hidro-oseanografi hingga material sedimen terbawa dan terendapkan pada dasar laut, dalam kurun waktu yang panjang sedimen terendapkan akan mengalami sedimentasi hingga terbentuk lapisan sedimen di dasar laut, dengan mengetahui kondisi tersebut dapat diketahui bagaimana proses lapisan sedimen terbentuk dan faktor oseanografi yang mempengaruhinya (Hutabarat dan Evans 1985). Sedimentasi di dasar Laut Arafura terjadi secara bertahap membentuk lapisan-lapisan, sehingga antara lapisan yang lebih dalam dengan lapisan bagian luar akan mempunyai materi organik yang berbeda (Nurhayati 2006). Menurut Irfania (2009) Laut Arafura dengan tingkat kesuburan yang tinggi dan memiliki potensi cukup besar dalam bidang perikanan sehingga memiliki daya tarik tersendiri untuk dikaji. Tingkat kesuburan dan potensi yang ada tidak terlepas dari faktor yang mempengaruinya seperti biota yang hidup di dasar perairan, struktur, jenis dan tipe sedimen dasar laut. Pentingnya mengetahui tipe partikel penyusun dasar perairan adalah untuk mengetahui pola sebaran berbagai jenis sedimen berdasarkan ukuran dan asal substrat pada suatu perairan. Substrat dasar perairan dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran partikel, sumber, lokasi, dan warnanya. Data dasar perairan diambil menggunakan grab yang memiliki banyak kendala, misalnya hanya dapat dipergunakan dalam wilayah yang terbatas dan dangkal dengan waktu yang lama, untuk itu perlu diupayakan metode lain yang dapat memberikan informasi dasar laut.

Metode hidro-akustik dan gravity core merupakan metode yang mampu mendapatkan informasi mengenai tipe dasar perairan dengan menggunakan

echosounder, disamping dapat mengetahui informasi mengenai tipe dasar perairan, metode hidro-akustik juga dapat diaplikasikan dalam pemetaan kedalaman perairan atau bathymetry. Jenis lapisan, ketebalan dan lingkungan pengendapan sedimen dapat diprediksi dan diketahui melalui pola refleksi gelombang akustiknya. Lapisan sedimen di dasar perairan memiliki sifat fisis yang variatif, salah satu sifat fisis yang terdapat di bawah permukaan adalah tingkat kerapatan (density) sedimen. Tingkat kerapatan sedimen ini merupakan parameter geologi yang sangat berpengaruh terhadap rambatan gelombang akustik. Variasi dari kerapatan sedimen pada permukaan dasar laut banyak didominasi oleh sedimen lepas, sedimen terkonsolidasi, sedimen kompak, terkadang dijumpai batuan keras namun variasinya tidak terlalu banyak pada suatu daerah. Kekompakan suatu sedimen biasanya dinyatakan dalam bentuk compressive fracture strength. Compressive fracture strenght merupakan tekanan maksimum yang mampu ditahan oleh batuan untuk mempertahankan diri dari terjadinya rekahan (fracture). Besarnya fracture strength dipengaruhi oleh densitas dan kekompakan sedimen, sedangkan besarnya densitas dan kekompakan juga dipengaruhi oleh elastisitas sedimen.

(16)

pendek, tunggal dan frekuensi tinggi (mulai dari 1 kHz hinga 40 kHz) ketika diaktifkan oleh dorongan listrik. Sistem yang paling umum digunakan menghasilkan frekuensi bandwidth yang sempit 3.5 kHz. Tranducer bertindak sebagai Transmitter dan Receiver. Pingers hanya dapat menangani pulsa energi rendah (biasanya 10-60 joule). Output daya rendah, dikombinasikan dengan

bandwidth frekuensi yang sempit, menghasilkan penetrasi yang terbatas hanya beberapa meter di sedimen berpasir, tetapi sampai 50 meter dalam sedimen berlumpur.

Perumusan Masalah

Wilayah perairan sekitar pulau kepulauan Aru telah mengalami sejarah eksplorasi yang panjang dari tahun 1973 sampai sekarang. Kegagalan yang umum dari eksplorasi tersebut adalah tidak dijumpainya muatan migas (no charge) dari sekuen berumur Jura, kegagalan lain adalah tidak dijumpainya sekuen-sekuen pasir yang diharapkan sebagai reservoar (sand missing, pinched out and eroded). Akibat adanya kegagalan pengeboran secara langsung mempengaruhi substrat dasar perairan sebagai habitat organisme laut dalam. Partikel-partikel sisa pengeboran yang terbawa oleh arus laut akan terus dibawa oleh arus dan pergerakan massa air hingga terjadi endapan di dasar perairan, pengendapan substrat dasar laut tidak hanya berasal dari sisa pengeboran migas lepas pantai, pemasangan pipa bawah laut, pembangunan pelabuhan dan abu letusan gunung vulkanik namun sungai juga memberikan pengaruh besar terhadap transpor sedimen. Beberapa faktor inilah yang mempengaruhi komposisi dan distribusi organisme perairan. Apabila terjadi perubahan kualitas substrat dasar perairan sebagai habitatnya secara langsung kuantitas sumberdaya hayati di lautan akan berkurang. Irfania (2009) telah memberikan beberapa informasi mengenai nilai backscattering dari berbagai tipe dasar perairan di bagian selatan Kepulauan Aru namum belum adanya pembahasan mengenai lapisan dan jenis lingkungan pengendapan sedimen di utara Kepulauan Aru. Berdasarkan permasalahan ini dapat diajukan beberaapa pertanyaan penelitian yakni: [1] seperti apa bathymetri dan topografi daerah penelitian dan teknik apa yanga bisa digunakan dalam melakukan deteksi dasar perairan dan lapisan sedimen, [2] seperti apa struktur geologi daerah penelitian, perubahan dan penebalan sedimen, karakter sedimen yang ada pada lapisan sedimen resen, [3] bagaimana cara memberikan informasi lapisan sedimen dan penamaan lingkungan pengendapan kepada pembaca (dalam hal ini Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan) dari data bathymetry dan sub bottom profiler dengan high frecuency.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah [1] mendapatkan informasi tentang kedalaman laut (Bathymetri) dengan menggunakan Sub bottom profiler (SBP) jenis

(17)

akan memberikan gambaran kondisi dasar laut untuk menentukan informasi penting yang berhubungan dengan topografi dan lapisan sedimentasi dasar laut. [3] mengidentifikasi informasi abiotik penyusun dasar laut (grain size) dan sebarannya dengan demikian, dapat dipahami karakteristik sedimen pada sampel core dan dinamika sedimentasi pada lapisan resen (berumur peistosen-holosen) melalui penampang lapisan sub bottom profile yang telah diinterpretasi secara vertikal.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi mengenai kedalaman laut, karakteristik dasar dan lapisan sedimen yang dihasilkan oleh alat akustik SubBottom Profiler jenis pinger. Selain itu gambaran lapisan sedimen juga bisa dimanfaaatkan untuk studi habitat dan geologi kelautan.

Kerangka Pikir Penelitian

(18)

Gambar 2 Kerangka pikir penelitian bagian A Bathymetry dan profil sedimen

Gambar 3 Kerangka pikir penelitian bagian B akustik

(19)

2 METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Data penelitian ini menggunakan data survei Kapal Riset GEOMARIN III Pusat Penelitian Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) perekaman data menggunakan instrumen sub bottom profiler dan pengambilan contoh sedimen selama 14 hari mulai tanggal 10 hingga 24 Juni 2014 di perairan Utara pulau Wokam Kepulauan Aru pada koordinat 4°22'49"LS – 5°34'3"LS dan 133°51'19" BT – 135°29'55" BT, lokasi survei ditampilkan pada Gambar 4. Analisis data sedimen dilakukan pada bulan Juli 2014 bertempat di Laboratorium Sedimentologi PPPGL Cirebon.

Gambar 4 Peta lokasi penelitian

Bahan dan Alat

Survei pengambilan data akustik dilakukan dengan menggunakan Kapal Riset GEOMARIN III Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Pusat Penelitian Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). Penempatan posisi

(20)

Tabel 1 Peralatan yang digunakan di lapangan

No Nama Peralatan Fungsi Keterangan

1 Kapal GEOMARIN III sarana penelitian Spesifikasi kapal terlampir pada 3 C-NavTM GPS System penentu data posisi spesifikasi terlampir

pada Lampiran 4 4 Gravity core alat pengambil contoh

substrat

Gambar 7 5 Pipa paralon tempat penyimpan

contoh

panjang = 7 m diameter = 5 inc 6 Kantung Plastik tempat penyimpanan

contoh

Tabel 2 Daftar alat yang digunakan saat pengolahan data No Nama Peralatan Fungsi dan Keterangan

1 Komputer Laptop media pengetikan dan pengolahan data : Intel®Core™ i5-3210M CPU @2.50GHz 4 GB RAM, 32-bit Operation System, VGA AMD Radeon Graphics, Windows7 Ultimate 2 Komputer PC media pengolahan data :

Intel®Core™ i5-4460M CPU @3.2GHz 8 GB RAM, 64-bit Operation System, VGA NVIDIA GeForce GT 730 Graphics, Windows7 Ultimate

3 Ayakan Bertingkat Menentukan ukuran butiran sedimen 6 microsoft office 2013 perangkat lunak penyaji data dalam bentuk teks,

tabel, slideshow 7 SonarWiz5, Seisee,

Kogeo, Triton Imaging

perangkat lunak dalam pemrosesan data rekaman akustik

(21)

Tabel 3 Alat dan peralatan yang digunakan di laboratorium sedimentologi dan geologi kelautan PPPGL Cirebon

No Nama Peralatan Fungsi

1 Bahan/Sampel core Bahan yang akan dianalisa

2 Ayakan bertingkat Menyaring sampel

3 Alumunium foil/cawan keramik Wadah sampel 4 Gelas ukur 1000 ml, 100 ml dan 10 ml Penakar larutan

5 Stopwacth Penghitung waktu

6 Oven Pengering sampel

7 Timbangan analitik Penakar sampel

8 Penyumpit dan Pipet tetes Penakar larutan (per ml) 9 Hydrogen Peroksida konsentrasi 3-5% Oksidator

10 Core cutter Alat pembelah core

11 Aquades dan perekat entellen Bahan pembuat sayatan oles 12 Kaca preparat dan cover glass Dasar dan penutup sayatan oles

13 Colour chart Mengetahui warna contoh sedimen

14 Nampan stainless steel Alas sampel dalam oven

15 Kuas Membersihkan ayakan dari partikel

sampel lumpur yang sangat halus

Perekaman Data Akustik

Survei sub bottom profile dilaksanakan bersamaan dengan survei bathymetry. Untuk mendapatkan data lapisan sedimen yang relatif bagus dan dapat mewakili kondisi dasar laut, maka lintasan kapal dibuat sistematik paralel memotong diagonal menggunakan alat akustik BATHY-2010 CHIRP sub bottom profiler dan

Bathymetric Echo Sounder SyQwest. Memotong diagonal daerah penelitian adalah mulai dari Timur Laut ke Barat Daya utara Kepulauan Aru, sehingga lintasan dibuat dominan arah Barat Laut ke Tenggara dengan harapan dapat memperoleh informasi geologi lapisan sedimen yang maksimal (Gambar 4). Alat ini merupakan tipe sub bottom profiler yang sederhana yang terdiri dari tranducer, console trans-receiver

dan software strata box yang terinstal dalam sebuah komputer akuisisi. Tranducer

terpasang di lambung kapal, console trans-receiver dan komputer akusisi terletak dalam salah satu ruangan kapal.

Software strata box yang terinstal dalam komputer memerintahkan console trans-receiver untuk mengirimkan sinyal gelombang akustik, kemudian gelombang akustik akan dipantulkan oleh lapisan-lapisan yang berada didasar laut hingga energinya habis. Hasil pantulan lapisan-lapisan dasar laut akan diterima oleh

consoletrans-receiver yang kemudian akan diteruskan kedalam software strata box

berupa sinyal digital yang kemudian akan tampak sebagai image (sistem konfigurasi SBP disajikan pada Gambar 5). Dalam kegiatan akuisisi peralatan sub bottom profile dilengkapi dengan peralatan penentu posisi DGPS dan software

navigasi untuk memandu jalanya survei agar sesuai dengan lintasan yang direncanakan (Gambar 6).

(22)

menghasilkan penetrasi pada kedalaman lapisan 10-15 meter, dengan resolusi kebawah 0.2 meter tergantung pada jenis endapan.

Gambar 5 Sistem konfigurasi komponen SBP (SyQwest.inc Bathy-2010 PC

manual book)

(23)

Sistem BATHY-2010 dikonfigurasi sebagai perangkat akustik dengan pengukuran sensor yang fleksibel mampu digunakan di perairan dangkal, perairan dalam dan lapisan sedimen. Aplikasi hidrografi, BATHY-2010 mampu memberikan algoritma yang canggih untuk mendeteksi sinyal puncak, mode otomatis: gain penerima, lintasan pada dasar, panjang pulsa dan kontrol tingkat daya sangat menurunkan akurasi probabilitas deteksi/pelacakan dasar laut selain itu alat ini juga mampu memberikan energi tinggi bandwidth yang lebar dalam mengirimkan gelombang dan algoritma pengolahan TVG yang canggih untuk memfasilitasi penghitungan penetrasi maksimum dasar perairan.

Receiver elektrik BATHY-2010 beroperasi dibawah kendali mikro prosesor dan memiliki karakteristik sebagai berikut, +26 dB pre-Amp Gain, kHz Signal Processing Bandwith, 60 dB controlled AGC, Programmable Balanced Modulator, 24 Bit Analog to Digital Conversion, 144 dB Signal Processing Dynamic Range,

Output dari receiver diproses oleh dua TI Digital Signal Processors yang canggih. Sistem ini menerapkan pengolahan deteksi hukum kuadrat yang diikuti oleh post-deteksi filter yang cocok ditetapkan sesuai dengan panjang pulsa yang dikirimkan.

Mode gain sistem hidrografi medeteksi puncak normalisasi, sistem menghitung nilai sinyal puncak rata-rata untuk periode integrasi dengan siklus 4 ping. Rata-rata nilai sinyal puncak dihitung menggunakan jendela geser integrasi 2 kali nilai panjang pulsa yang ditransmisikan. Rata-rata nilai puncak kemudian digunakan untuk menormalkan sinyal terdeteksi dengan menerapkan faktor gain yang sebanding dengan tingkat sinyal maksimum (gain faktor = nilai max/rata-rata nilai puncak). Hal ini dilakukan secara dinamis untuk setiap sampel output yang diproses. Kemudian Bathy-2010 melakukan fungsi deteksi dasar laut. Prediksi deteksi dasar laut di-filter dengan algoritma menggunakan kecepatan kapal, deteksi

threshold dan sepenuhnya beroperasi otomatis untuk memberikan "hand off" data digital kedalaman di bawah mayoritas kondisi operasi. Sistem ini difasilitasi dengan mode otomatis panjang pulsa dan pengendalian level daya. Modus deteksi puncak digitalisasi dasar memberikan representasi paling akurat dari titik tengah dari bim akustik dan berfungsi sebagai metode untuk meningkatkan akurasi sistem akustik bim lebar.

Sistem BATHY-2010 menggabungkan pemrosesan sinyal FM dengan

bandwidth yang lebar (CHIRP) agar memberikan penetrasi dan resolusi untuk aplikasi sub bottom profiling. Sistem ini menggunakan algoritma korelasi replika yang cocok dengan normalisasi untuk mendapatkan data rekaman dasar laut. Seorang pengguna dapat memipilih waktu bottom-triggered time varied gain (BT-TVG) kemudian diterapkan untuk mengimbangi pelemahan/atenuasi sedimen sehingga menghasilkan sesuaut yang penting dari kedalaman lapisan sedimen. BATHY-2010 biasanya dioperasikan pada frekuensi tengah 3.5 KHz dengan swep

(24)

menyebabkan lapisan sub bottom yang lebih keras atau lebih lembut dari sedimen di sekitarnya yang akan disorot. Semakin keras bagian bawah, atenuasi semakin besar karena perjalanan melalui lapisan dasar dan akibatnya semakin besar faktor gain yang harus diterapkan seperti dalam mode operasi hidrografi, gain dari hardware receiver dikendalikan sebagai fungsi ambient RMS background noise level (SyQwest 2010).

Data yang diperoleh dari pengeruman ini adalah data digital berformat *.odc, *.seg-Y dan *.seg-D yang merupakan format standar software BATHY-2010. Agar memudahkan dalam pengolahan data akan dilakukan rangkaian proses konversi ke bentuk format lain (pada sub bab analisis pemrosesan data sub bottom profiler). Pengambilan Contoh Sedimen

Dalam upaya mengambil contoh sedimen dari dasar laut, mulai menggunakan

grab sampler, piston core, gravity core, sediment trap bahkan diambil secara langsung ke dasar dengan cara menyelam. Metode pengambilan contoh sedimen dasar laut yang cepat dan mudah adalah coring. Coring adalah suatu teknik yang digunakan untuk membawa sedimen dari dasar laut ke permukaan dengan menggunakan pipa core metal panjang yang diberi beban pemberat 350 kg dan diikat dengan kawat sling diatasnya (Gambar 7). Core bisa menembus lapisan sedimen pada kedalaman tertentu atau lebih dalam tergantung sudut jatuh dan arus bawah laut, dengan menggunakan core peneliti bisa menggambarkan stratigrafinya. Semakin kecil nilai arus dan sudut jatuh core kecepatan jatuh akan lebih cepat dan lebih dalam core yang tertancap, dalam penggunaanya alat ini memiliki prinsip jatuh bebas sehingga disebut gravity core. Sebelum dioperasikan dari atas kapal

gravity core diikat menggukan kawat sling, pipa paralon berdiamater 2.5 inc sepanjang 312 cm dimasukan kedamam core sepanjang 7 meter selanjutnya ditutup dengan core catcher dan mata perunggu.

(25)

lapisan dan struktur sedimen yang tertangkap sesuai dengan lapisan endapan asli yang berada di dasar laut.

Pengambilan contoh sedimen dilakukan pada empat titik stasiun masing-masing mewakili garis lintasan (sampling 4, sampling 5, sampling 6, sampling 7) (Gambar 4). Jumlah tersebut diharapkan telah mewakili sampel dasar laut. Sampel ini berfungsi sebagai kontrol sebaran dasar laut berdasarkan nilai refleksi sistim akustik. Proses pengambilan sedimen dilakukan dari atas kapal, gravity core

berdiameter 2.5 inch dengan panjang 7 meter yang sudah terikat dengan kawat sling dibiarkan jatuh bebas hingga tertancap ke dasar laut dan dikontrol dengan data kedalaman melalui layar monitor. Setelah core tertancap dan mendapatkan sampel dasar perairan core ditarik ke atas kapal, beberapa persen (tidak lebih dari 2%) dikeluarkan dari core untuk dianalisa sementara diatas kapal dan sisanya untuk dianalisa di laboratorium. Sampel sedimen dalam pipa paralon tersebut dibiarkan berada dalam pipa dalam keadaan tertutup dan dimasukan kedalam wet room

dimana suhu ruangan disesuaikan dengan suhu dasar laut sehingga tidak mengubah struktur sedimen. Metode dan tahapan pengambilan contoh sebagai berikut : - Persiapan. Berupa penyiapan perangkat gravity corer, tempat sampel, labeling

dan alat pendukung lainnya.

- Pelaksanaan. Bila diperkirakan sedimen berukuran halus (lempung, lanau hingga pasir sangat halus) dan memiliki sifat kelekatan tinggi, maka gravity coring yang akan dilakukan. Perkiraan jenis substrat sedimen dan kedalaman laut dilakukan berdasarkan informasi dari sub bottom profiler 3.5 kHz. Kecepatan penurunan maupun penarikan kabel tidak lebih dari 25 meter/menit dan panjang kabel yang telah diturunkan atau ditarik dihitung oleh sebuah cable counter hasil rancang bangun teknisi PPPGL.

- Segera setelah contoh sedimen berada di deck, pada beberapa contoh core perlu dilakukan pemotongan dan pembelahan terlebih dahulu. Analisa awal kemudian dilakukan, yang berupa: pencatatan terhadap kondisi core, penomoran

(labelling), panjang perolehan core (core recovery), kedalaman dan posisi perolehan (core attribute) dan pemfotoan (picturing), serta pembuatan sayatan oles (smear slide).

- Deskripsi megaskopis dilakukan guna mendata dan mengamati perubahan vertikal dari bagian atas hingga bawah core (untuk contoh hasil gravity corer), meliputi perubahan warna (dibandingkan dengan color chart), kandungan dan sifat fisik lainnya. Penampang core dan hasil deskripsi megaskopis dapat dilihat pada lampiran. Selain itu dilakukan juga pemerian mengenai sifat ke-liat an dan keplastisan sedimen dengan menggunakan torvane tester, hasil pengukuran dapat dilihat pada lampiran.

Analisis Data

Analisis data dalam tulisan ini dititikberatkan pada lintasan 1, lintasan 3, lintasan 5 dan lintasan 8, sedangkan ukuran butir sedimen pada sampling core 4, 5, 6 dan 7 (Gambar 4). Alasan penarikan beberapa lintasan dan titik sampling core

(26)

singkat tanpa mengurangi hasil yang ingin dicapai, lintasan dan sampling core yang dipakai dianggap telah mewakili wilayah penelitian keseluruhan.

Pemrosesan Data Sub bottom profiler

Sub bottom profiler akustik bim tunggal dan unit deteksi dasar perairan biasa disebut sebagai pinger. Sistem ini sama prinsipnya dengan unit sounding kedalaman yang digunakan untuk navigasi pada kebanyakan kapal, namun frekuensi diatur lebih rendah untuk penetrasi kedalam dasar perairan (Luskin et al., 1954). Sistem ping ini terdiri dari elemen rongga keramik piezoelectrically dengan Tranducer/ transceiver untuk menghasilkan dan menerima panjang pulsa yang terkendali, sinyal akustik frekuensi sempit (McGee 1995). Data file format *.odc yang diperoleh dari lapangan selanjutnya akan diproses lebih lanjut di Laboratorium Geofisik PPPGL Bandung. Pengolahan data sonar tidak ada aturan yang baku, semua didasarkan pada kebutuhan tujuan masing-masing peneliti. Pengolahan data

sub bottom profiling menggunakan software pengolahan data SonarWiz Map, supaya data terlihat lebih baik dan lebih jelas dibanding data playback maka pada data olahan dilakukan beberapa langkah perlakuan seperti filtering, stacking, penambahan gain, selanjutnya dilakukan interpretasi data, digitasi terhadap lapisan-lapisan sedimen yang telah terbentuk. Hasil digitasi pada software ini diperoleh data X, Y dan Z yang selanjutnya digunakan sebagai data kedalaman.

Data rekaman akustik selama penelitian diambil berdasarkan titik sampling sedimen (sediment core) berada, sebelum data disajikan kedalam bentuk gambar, grafik dan peta raw data terlebih dahulu di proses menggunakan software Bathy-2010 kemudian di ekstrak menjadi seg-y dibuka pada software seisee dan kogeo. Tahap pertama pemrosesan sinyal dimulai dengan pre-processing, yaitu tahapan filter data dan menerapkan time variable gain (TVG), kedua kompresi pulsa adalah mencocokan range data yang telah di-filter (konversi kode waktu penyebaran pulsa ke fungsi “delta”). Tahapan selanjutnya beamforming adalah menghitung arah (mencocokan data yang sudah di-filter dengan koordinat lintang dan bujur). Kemudian deteksi yaitu mendeteksi potensi target dasar laut dan lapisan sedimen (Gambar 2 dan 3). Kelima, menghitung parameter pendukung, posisi dan kecepatan dari objek yang terdeteksi dan yang terakhir adalah klasifikasi target, indentifikasi target dan pengenalan pola (Hansen 2009).

Hubungan antara spectrum frekuensi (Hz) dengan amplitudo (dB) pada daerah core sedimen diambil pada satu trace dan dianalisis lebih lanjut. Nilai akustik akan di pangkas dari range 50-150 pada trace#26888 lintasan 1 sampling nomor 5 dan pada range 1500 hingga 2500 pada trace#124098 lintasan 3 sampling nomor 6, trace#84798 lintasan 5 sampling nomor 7 dan trace#62073 lintasan 8 sampling nomor 4. Pemotongan, penetapan pada range tersebut bertujuan untuk memadatkan, meningkatkan akurasi data. Hasil pemotongan data selanjutnya dikelompokan dari nilai minimal hingga nilai maksimal dengan interval kelas masing-masing 2500 data.

Klasifikasi dan Analisis Multivarians

(27)

kelas, kemudian dihitung banyaknya pengamatan yang masuk kedalam setiap kelas. Data yang disajikan dalam bentuk sebaran frekuensi dikatakan sebagai data yang telah dikelompokan. Banyaknya pengamatan yang masuk kedalam suatu kelas tertentu disebut frekuensi kelas (f). Lebar kelas suatu kelas didefenisikan sebagai selisih antara batas atas kelas dengan batas bawah kelas bagi kelas bersangkutan. Beberapa langkah dalam membuat sebaran frekuensi bagi segugus data yang besar menurut Walpole (1992), yakni :

1. metentukan banyaknya selang kelas yang diperlukan. 2. metentukan wilayah data tersebut.

3. membagi wilayah tersebut dengan banyaknya kelas untuk menduga lebar selangnya.

4. metentukan limit bawah kelas bagi selang yang pertama dan kemudian batas bawah kelasnya. Tambahkan lebar kelas pada batas bawah kelas untuk mendapatkan batas atas kelasnya.

5. mendaftarkan semua limit kelas dan batas kelas dengan cara menambahkan lebar kelas pada limit dan batas selang sebelumnya.

6. menentukan titik tengah kelas bagi massing-masing selang dengan merata-ratakan limit kelas atau batas kelasnya.

7. menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas.

8. menjumlahkan kolom frekuensi dan periksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total pengamatan.

Setelah dilakukan pengkelasan informasi yang terkandung dalam sebaran frekuensi dalam bentuk tabel kemudian disajikan secara grafik histogram, dalam diagram balok sebagai lebar balok diambil selang kelas sebaran frekuensinya sedangkan frekuensi setiap kelas ditunjukan oleh tinggi balok. Tujuan klasifikasi adalah untuk pengamatan kelompok ke dalam kategori yang terdiri dari individu-individu yang sama dan dengan demikian untuk memisahkan individu-individu yang berbeda dalam kategori yang berbeda. Analisis varians, kriteria yang harus dipenuhi adalah meminimalkan estimasi varians antara kelompok (Johnston 1980).

Analisis statistik multivarian merupakan metode analisis pengaruh beberapa variabel terhadap variabel lainnya dalam waktu yang bersamaan. Hubungan antar variabel, analisis multivarian dapat dibedakan menjadi dependence techniques dan

independence techbiques. Dependence techniques memiliki dua jenis variabel, yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Dependence techniques ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan mengenai hubungan antara dua kelompok variabel tersebut, sedangkan dalam independence techbiques kedudukan setiap variabel sama, tidak ada variabel terikat dan variabel bebas. Biasanya

independence techbiques digunakan untuk melihat saling keterkaitan hubungan antar semua variabel tanpa memperhatikan bentuk variabel yang dilibatkan.

(28)

sedikit, maka model makin baik. Hasianro (2013) Principle of Parsimony

merupakan suatu prinsip yang menyatakan bahwa semakin sederhana sebuah model statistik dengan jumlah variabel dependen (yang dipengaruhi) cukup informatif untuk menjelaskan model, semakin baik pula model statistik tersebut.

Pemodelan Bathymetry dan Topograpi Wilayah Penelitian

Peta bathymetry adalah peta kedalaman laut yang dinyatakan dalam angka kedalaman atau kontur kedalaman yang diukur terhadap datum vertikal (chart datum). Peta bathymetry diperlukan untuk mengetahui keadaan kedalaman laut sekitar lokasi suatu perairan (Triatmodjo 1999). Peta bathymetry biasanya menunjukkan relief dasar laut atau daerah dasar laut sebagai garis kontur dan pemilihan kedalaman. Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface). Gambaran dasar perairan dapat disajikan dalam garis-garis kontur atau model permukaan digital. Garis kontur kedalaman atau model bathymetry

diperoleh dengan menginterpolasikan titik-titik pengukuran kedalaman bergantung pada skala model yang hendak dibuat. Titik-titik kedalaman berada pada lajur-lajur pengukuran kedalaman yang disebut sebagai lajur perum atau sounding line. Jarak antar titik-titik fiks perum pada suatu lajur pemeruman minimal sama dengan atau lebih rapat dari interval lajur perum.

Pemeruman merupakan salah satu pekerjaan terpenting dalam survei

bathymetry. Pemeruman yang dirancang dengan baik (desain survei) akan diperoleh gambaran topografi dasar laut yang mendekati dengan kenyataan dan pengukuran kedalaman dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk mewakili keseluruhan daerah yang akan dipetakan, pada titik tersebut juga dilakukan pengukuran untuk penentuan posisi. Titik-titik tempat dilakukannya pengukuran untuk penentuan posisi dan kedalaman disebut titik fiks perum (Poerbandono dan Djunarsjah 2005).

Data yang digunakan untuk membuat peta bathymetry berasal dari alat

echosounder (sonar) yang sesuai dengan spesifikasi dan standar ketelitian survei hidrografi (IHO) dan dipasang di lambung kapal, berkas suara ke dasar laut. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk suara melakukan perjalanan melalui air, memantul dari dasar laut, dan kembali ke penerima menunjukkan jarak ke dasar laut. Alat ini bekerja dengan menggunakan sifat–sifat perambatan gelombang akustik yang dipancarkan dengan arah vertikal dari permukaan laut ke dasar laut. Bila kemudian gelombang pantulnya (dipantulkan oleh dasar laut) diterima, dan dicatat waktu tempuhnya, maka kedalaman laut dapat ditentukan. Prosedur standar kalibrasi dilaksanakan dengan menggunakan barcheck atau koreksi sound velocity profile

(SVP) untuk menentukan transmisi, kecepatan rambat gelombang suara dalam air, dan menentukan index error correction. Kalibrasi dilaksanakan sebelum dan sesudah survei. Daerah perairan yang tidak bisa dilalui oleh kapal survei penentuan kedalaman dilakukan secara manual dengan cara topometri.

(29)

Kriging adalah metode geostatistik yang digunakan untuk mengestimasi nilai dari sebuah titik atau blok sebagai kombinasi linier dari nilai contoh yang terdapat disekitar titik yang akan diestimasi. Bobot kriging diperoleh dari hasil variansi estimasi minimum dengan memperluas penggunaan semi-variogram. Estimator kriging dapat diartikan sebagai variabel tidak bias dan penjumlahan dari keseluruhan bobot adalah satu. Bobot inilah yang dipakai untuk mengestimasi nilai dari ketebalan, ketinggian, kadar atau variabel lain. Kriging memberikan lebih banyak bobot pada contoh dengan jarak terdekat dibandingkan dengan contoh dengan jarak lebih jauh, kemenerusan dan anisotropi merupakan pertimbangan yang penting dalam kriging, bentuk geometri dari data dan karakter variabel yang diestimasi serta besar dari blok juga ditaksir (Cressie 1991). Kriging memberikan ukuran error dan confidence. Metode ini menggunakan semivariogram yang merepresentasikan perbedaan spasial dan nilai diantara semua pasangan sampel data. Semivariogram dihitung berdasarkan sampel semivariogram dengan jarak h,

beda nilai z dan jumlah sampel data n diperlihatkan pada persamaan 1.

� ℎ =∑ [��= − � +ℎ ] . � ℎ

dimana : (h) = (semi) variogram untuk arah tertentu dan jarak h h = 1d, 2d, 3d, 4d (d = jarak antar contoh)

z(xi) = harga (data) pada titik xi

z(xi+h) = data pada titik yang berjarak h dari xi N(h) = jumlah pasangan data.

Gambar 8 Grafik semi-variogram (ESRI 1999)

Gambar 8 menunjukan grafik dari sebuah semivariogram, pada jarak yang dekat (sumbu horizontal) semivariance bernilai kecil. Tetapi pada jarak yang lebih besar, semivariance bernilai tinggi yang menunjukan bahwa variasi dari nilai z tidak lagi berhubungan dengan jarak titik sampel. Jenis Kriging yang bisa dilakukan adalah dengan cara spherical, circular, exponential, Gaussian dan linear (Webster dan McBratney 1986).

(30)

(hubungan antara data dan volume), [3]jika variogram isotrop dan pola data teratur, maka sistem kriging akan memberikan data yang simetris, [4] dalam banyak hal hanya contoh-contoh di dalam blok dan di sekitar blok memberikan estimasi dan mempunyai suatu faktor bobot masing-masing nol, [5] dalam hal ini jangkauan radius contoh yang pertama atau kedua pertama tidak memengaruhi (tersaring). [6] efek screen ini akan terjadi, jika tidak ada nugget effect, [7] efek nugget ini menurunkan efek screen, [8] untuk efek nugget yang besar, semua contoh mempunyai bobot yang sama. [9] contoh-contoh yang terletak jauh dari titik dapat diikutsertakan dalam estimasi ini melalui nilai rata-ratanya (Kriging 2016). Hasil dari pemodelan ini akan menjadi bentuk permukaan dasar laut yang akan di-overlay

dengan data sub bottom profiler menggunakan Software Surfer 11 dan ArcGis 10.1. Penanganan Sampel Core

Data core yang didapatkan dari lapangan kemudian dibawa ke laboratorium sedimentologi untuk dianalisa lebih lanjut. Sebelum menganalisa ukuran butir penanganan pertama yang harus diperhatikan adalah pembelahan inti (core) pipa paralon. Adapun tahapan penanganannya adalah sebagai berikut :

1. Siapkan alat core cutter (alat pembelah inti (core)) dan sampel yang akan dibelah.

2. Posisikan sampel dalam keadaan tepat dan pas pada lengkungan core cutter.

3. Nyalakan mesin pemotong dan masukan pipa paralon. 4. Tunggu hingga mesin selesai membelah.

5. Setelah sampel terbelah simpan bagian sebelah kiri dan bagian sebelah kanan siap untuk dilakukan analisa ukuran butir.

Gambaran pembelahann core sampel sedimen secara manual bisa dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Langkah pembelahan core sampel sedimen secara manual

Analisis ukuran butiran sedimen dilakukan di laboratorium dengan rujukan pada Rifardi (2001) sebagai berikut :

(31)

sedimen dari masing-masing stasiun direndam dengan larutan hidrogen peroksida (H2O2) 3-5 % selama 20 menit.

2 Sampel-sampel tersebut dipisahkan menjadi fraksi pasir dan lumpur melalui ayakan 0.063 mm. Sedimen yang lolos dari ayakan tersebut adalah fraksi lumpur, sedangkan yang tertahan adalah fraksi pasir dan kerikil (pengayakan basah). Untuk memisahkan fraksi pasir dan kerikil digunakan ayakan 2.0 mm (pengayakan kering) kemudian di timbang dan dicatat.

3 Prosedur metode pengayakan basah yaitu:

 sampel yang sudah direndam dengan larutan hidrogen peroksida (H2O2) 3-5 % di ayak dengan ayakan mesh size 63 m.

 pengayakan dilakukan dengan menyemprot air pada ayakan tersebut, dan air yang keluar ditampung dengan sebuah cawan besar yang volumenya minimal 2 liter.

 air yang keluar bersama sedimen ditampung dalam cawan yang mempunyai volume 1 liter. Hasil tampungan inilah yang digunakan untuk menganalisis fraksi lumpur dengan metode pipet.

 sedimen yang tertahan di atas adalah fraksi kerikil dan pasir.

4 Fraksi pasir dikeringkan dan dianalisa dengan metode pengayakan kering, yaitu dengan cara :

 ayakan yang digunakan adalah dengan mesh size 1.00 mm, 0.5 mm, 0.25 mm, 0.125 mm dan 0.063 mm.

screen ayakan dibersihkan dengan menggunakan brush yang lunak dan jangan dibersihkan atau ditekan dengan tangan karena dapat merusak ukuran mesh size screen tersebut. Jika hal ini terjadi maka ukuran butir yang diayak menjadi berubah.

 ayakan disusun berdasarkan mesh size yang ada dalam fraksi pasir, dimana ayakan dengan mesh terbesar berada pada tingkatan teratas dan seterusnya.  fraksi pasir dimasukkan pada ayakan yang paling atas, kemudian ayakan

digoyang sampai semua partikel dalam fraksi terayak secara sempurna.  sedimen yang tertahan pada masing-masing ayakan di timbang dan catat

dalam tabel.

5 Fraksi lumpur dianalisa menggunakan metode pipet, yaitu dengan cara:

 sedimen yang lolos saringan 63 m bersama airnya ditampung dalam sebuah cawan, kemudian ke dalam silinder atau tabung ukur yang mempunyai volume 1000 ml.

 hidrogen peroksida ditambahkan sebagai pengganti sodium hexa metaphospate sehingga volume persis 1000 ml.

 larutan tersebut diaduk menggunakan sebatang stick dan biarkan selama 1 hari agar partikel-partikel yang berkohosiv (lengket) satu sama lainnya terpisah dan diletakkan pada ruangan yang bertemperatur 20 C.

 setelah satu hari aduk lagi dengan cara menutup bagian atas silinder dengan telapak tangan, setelah itu balikkan silinder tersebut secara berulang-ulang selama 1 menit. ingat jangan sampai larutan terbuang.

 setelah selesai diaduk, diletakkan silinder pada meja datar dan langsung hidupkan stopwatch.

(32)

 pipet dimasukkan secara perlahan-lahan sehingga tidak terjadi pengadukan oleh pergerakan pipet tersebut. Jika larutan yang terambil melebihi 20 ml, maka jangan masukkan larutan tersebut kedalam silinder tetapi harus dibuang. hal ini tidak mengakibatkan kesalahan dalam penganalisaan.  larutan yang sudah diambil dimasukkan ke dalam cawan yang sudah

disiapkan sebelumnya, bersihkan pipet dengan cara memasukkan air destilasi kedalam pipet tersebut, air bilasan dimasukkan kedalam cawan yang sama, lakukan untuk phi 5, 6 dan 7.

 larutan yang berada dalam cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 90C. setelah kering ditimbang dan hasilnya dicatat kemudian dimasukkan ke dalam tabel perhitung fraksi lumpur.

Karakteristik Sedimen dan Penamaan Fraksi Sedimen

Hasil dari metode pengayakan basah dan metode pipet digabungkan dan didapatkan diameter rata-rata atau mean size (ø), koofisien sorting (δ1), skewness

(33)

Data komposisi sedimen pasir dianalisa dengan menggunakan cluster analisis dan diagram komposisi berdasarkan persentase kumulatif, kemudian dibahas secara deskrip dengan menggambarkannya pada peta distribusi. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan ditabulasikan kedalam bentuk tabel, grafik dan dibahas secara deskriptif. Data fraksi sedimen kemudian dianalisa untuk menghitung karakteristik sedimen yang meliputi Mean Size (Mz) untuk menghitung nilai rata-rata ukuran butiran sedimen, sorting (SO) untuk menghitung nilai kisaran partikel sedimen dan skewnes (Sk1) untuk menghitung nilai simetris distribusi fraksi sedimen. Perhitungan karakteristik ini merujuk pada rumus yang diajukan oleh Folk dan Ward (1957) sebagai berikut :

Mean Size (Mz)=∅16+∅350+∅84

Dinamika sedimentasi pada lapisan resen dilakukan dengan pendekatan pemodelan sebaran sedimen dasar laut yang mempertimbangkan data bathymetry, fasises seismik, sub bottom profiler dan pengaruh arus laut. Pemodelan sebaran sedimen diperoleh melalui beberapa tahapan. Pembuatan rangka grid model dua dimensi dari data bathymetry hasil olahan data sub bottom profiler. Input data sedimen dari masing-masing sampel sedimen permukaan sejumlah 4 titik lokasi. Proses penyebaran sedimen dilakukan dengan pendekatan Inverse Distance Weighted (IDW) interpolation (Watson dan Philip 1985). Metode (IDW) merupakan metode deterministik yang sederhana dengan mempertimbangkan titik sekitarnya. Asumsi dari metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh. Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel. Analisa spasial baik dalam format vektor maupun raster diperlukan data yang meliputi seluruh studi area, oleh sebab itu proses interpolasi perlu untuk mendapatkan nilai di antara titik sampel, hal ini bertujuan agar dalam perbandingan nilai dari titik observasi dan titik model bisa berimbang. Data hasil keluaran model prediksi cuaca numerik berupa data grid, sehingga dalam suatu wilayah spasial bisa terdiri dari banyak grid tergantung dari resolusinya.

Fungsi umum pembobotan adalah inverse dari kuadrat jarak dan persamaan ini digunakan pada metode Inverse Distance Weighted yang dirumuskan dalam formula berikut (Azpurua dan Ramos 2010) :

= ∑

dimana Zi (i=1,2,3, …..N) merupakan nilai ketinggian data yang ingin diinterpolasi sejumlah N titik dan bobot (weight) wi yang dirumuskan sebagai berikut :

(5)

(6)

(7)

(8)

(34)

= ℎ

−�

∑� ℎ−�

=

p adalah nilai positif yang dapat diubah-ubah yang disebut dengan parameter power

(biasanya bernilai 2) dan hj merupakan jarak dari sebaran titik ke titik interpolasi yang dijabarkan sebagai berikut :

ℎ = √ − + −

(x,y) adalah koordinat titik interpolasi dan (xi, yi) adalah koordinat untuk setiap sebaran titik. Fungsi peubah weight bervariasi untuk keseluruhan data sebaran titik sampai pada nilai yang mendekati nol dimana jarak bertambah terhadap sebaran titik.

Kelebihan dari metode interpolasi IDW adalah karakteristik interpolasi dapat dikontrol dengan membatasi titik-titik masukan yang digunakan dalam proses interpolasi. Titik yang digunakan dapat ditentukan secara langsung atau ditentukan berdasarkan jarak yang ingin diinterpolasi. Kelemahan dari interpolasi IDW adalah tidak dapat mengestimasi nilai diatas nilai maksimum dan dibawah nilai minimum dari titik-titik sampel (Pramono 2008). Efek yang terjadi jika interpolasi IDW diaplikasikan pada elevasi permukaan adalah terjadinya perataan (flattening) puncak dan lembah, kecuali jika titik-titik tertinggi dan terendah merupakan bagian dari titik sampel hal ini disebabkan oleh nilai estimasi yang merupakan nilai rata-rata hasil permukaan tidak tepat melewati titik-titik sampel.

Analisis Fasies Seismik Dangkal dan Pola Refleksi Sedimen

Pengolahan data seismic multi kanal hasil survei KR. Geomarin III dilakukan dalam beberapa tahapan mulai create new project hingga proses export hasil prosesing hingga menjadi sebuah gambar. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode menginterpretasi data sub bottom profiler berdasarkan batas seismik stratigrafi untuk menjelaskan morfologi permukaan, struktur geologi yang ada pada daerah penelitian. Mendetailkan horison yang ditarget sebagai reservoir dengan mengikat horison tersebut dengan data akustik yang telah dianalisis sebelumnya kemudian menganalisis pola struktur yang ada pada data seismik dan menjelaskan pembentukkan sedimentasi yang ada pada daerah penelitian. Gelombang seismik yang menembus dan terefleksikan kembali ke permukaan akan memberikan gambaran bentuk eksternal dan tekstur internal dari benda-benda geologi tersebut. Analisis bentuk eksternal dan tekstur internal benda geologi dari penampang rekaman seismik dikenal dengan analisa fasies seismik atau seismic facies analysis (Abdullah, 2011).

Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penafsiran rekaman seismik adalah sebagai berikut : Analisis runtunan seismik, yaitu dengan cara membagi penampang seismic menjadi beberapa tuntunan berdasarkan “boundary sequent” berupa bidang erosi atau kontak onlap. Analisis fasies, yaitu membagi runtunan seismik pada penampang seismik menjadi beberapa sub-runtunan berdasarkan gambaran reflektor. Analisis karakter reflektor dalam, dapat digunakan untuk menafsirkan sistem sedimentasi serta lingkungan pengendapan. Urutan kerja analisis fasies seismik selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 10.

(35)

Gambar 10 Langkah pengolahan data SBP pada analisis fasies sesimik dangkal dan penamaannya (post processing work-flow sonarwiz manual telah dimodifikasi)

Langkah pertama adalah memulai kerja dengan membuat laman kerja pada perangkat lunak data and image interpretasi. Menurut Stephanie et al. (2014) Interpretasi dilakukan untuk membedakan batas unit pengendapan lapisan sedimen dasar laut. Selanjutnya memanggil data rekaman agar bisa ditampilkan dan dilakukan filtering data. Filtering dilakukan untuk memisahkan antara frekuensi sinyal refleksi dengan noise yang ada pada data rekaman. Hasil data filtering

kemudian dilakukan preconditioning untuk memisahkan antara shot/channel yang rusak selama perekaman data. Amplitude recovery dilakukan untuk memulihkan amplitude akibat pengaruh atenuasi dan spherical divergent menggunakan parameter tes sesuai dengan target yang diinginkan dan dikontrol dengan nilai kecepatan dari hasil velocity analysis. Deconvlusi dilakukan untuk meningkatkan resolusi vertical seismic dengan menganalisa signature wavelet hasil autocorrelasi. Deconvolusi yang digunakan adalah predictive deconvolution. Analisis kecepatan digunakan untuk mendapatkan nilai kecepatan terbaik dari suatu sinyal refleksi, nilai kecepatan ini akan dijadikan input untuk amplitude recovery dan koreksi.

Selama onboard processing analisa kecepatan dilakukan pada interval yang tidak terlalu rapat. Stacking digunkan untuk menggabungkan trace yang berada dalam titik refleksi yang sama, sebelum melakukan stacking diperlukan koreksi posisi, navigasi dan source ke receiver.

(36)

Hasil penarikan horison-horison pada line seismik dibuatlah beberapa profil lintasan penelitian dan penamaan fasies. Penamaan fasies mengacu kepada metode Mitchum, Vail, and Sangree (1977). Setelah profil lintasan kapal sudah dilengkapi dengan penamaan fasies data sudah bisa di export ke bentuk gambar (format *.jpg).

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bathymetry dan Morfologi Dasar Laut

Laut Aru merupakan perairan yang dipengaruhi landas kontinen Arafura-Sahul dan terletak di wilayah Papua bagian selatan sampai perbatasan utara Benua Australia. Batas bagian utara perairan tersebut merupakan Laut Seram dan Pulau Irian Jaya (Papua) sedangkan Pantai Utara Australia dari semenanjung York sampai semenanjung Don merupakan batas di bagian Selatan, di bagian barat perairan tersebut dibatasi oleh laut Banda dan Laut Timor yang melewati Kepulauan Aru dan Tanimbar sedangkan bagian timur terdapat Pulau Dolak dan Semenanjung Don. Berdasarkan tingkat kedalamannya Laut Arafura termasuk perairan dangkal dengan kisaran kedalaman antara 30-90 meter (Wagey dan Arifin 2008).

Lintasan survei bathymetry dilakukan bersamaan dengan perekaman data sub bottom profile dengan arah lintasan Barat Laut hingga Tenggara menggunakan instrumen BATHY-2010 Chrip Sub Bottom Profiler and Bathymetric Echo Sounder, pengambilan contoh sedimen dasar laut menggunakan gravity core

dilakukan dengan lintasan terpisah. Data hasil pengukuran kedalaman dasar laut dilakukan koreksi dengan perbandingan data bathymetry citra Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) yang kemudian di olah menggunakan software image processing. Citra SRTM digunakan sebagai data visual pola kedalaman permukaan dasar laut (Bathymetry) secara luas pada lokasi penelitian.

Hasil pengukuran kedalaman permukaan dasar laut diinterpretasikan terdapatnya pola bentukan topografi yang tertutup (Clossure) pada kedalaman maksimal -100 meter di bawah permukaan air laut di sebelah barat daerah penelitian. Clossure yang terdapat pada bagian barat tidak mengidentifikasikan sebuah tinggian yang signifikan. Kedalaman Perairan Aru Utara berada di kisaran kedalaman -1.5 meter hingga -3735.5 meter dibawah permukaan air laut. Hal tersebut dikarenakan pada bagian timur memiliki morfologi yang relatif datar sedangkan pada bagian barat terdapat rendahan sangat dalam yang dikenal dengan palung aru, kedalaman morfologi pada bagian barat maksimum yaitu -3735.5 meter dibawah permukaan air laut (Wijaya et al. 2014). Gambaran kedalaman daerah perairan dapat dilihat pada Gambar 11.

(37)

pada kisaran -101 hingga -3735.5 meter dibawah permukaan air laut dengan interval kontur 315-540 meter. Menurut Pranowo (2012) secara umum kisaran kedalaman Laut Arafura adalah sama dengan Laut Timor, yakni maksimum sekitar ~5000 m. Terdapat palung yang memiliki kedalaman maksimum di barat Kepulauan Aru (di Laut Arafura berbatasan dengan Laut Banda) dan selatan Pulau Timor (di Laut Timor). Menurut Irfania (2009) perairan Laut Arafura termasuk ke dalam kategori perairan dangkal dimana kedalaman berkisar antara 3.92 meter hingga 82.56 m. posisi terdangkal 3.95 meter berada pada 80 LS dan 1730 BT dan posisi terdalam 82.56 meter berada pada 50 LS dan 1350 BT. Kedalaman perairan menunjukan adanya variasi kedalaman yang berbeda untuk setiap posisi lintang dan bujur.

Gambar 11 Gambaran kedalaman perairan daerah penelitian (data kedalaman diperoleh dari rekaman sub bottom profile dan echosounder bathymetry.

(38)

dan semakin meningkat ke arah Utara, sedangkan kedalaman di titik lintasan lainnya tercatat 60 meter dan perairan paling dangkal ditemukan di dekat core 6 dengan kedalaman 67.4 meter.

Gambar 12 Gambaran 3D dan morfologi kedalaman perairan utara Pulau Wokam (sumber data: data rekaman SBP yang telah diintegrasikan dengan data

Shuttle Radar Topography Mission (SRTM).

Paparan Arafura ini terdiri dari tiga bagian yaitu Paparan Arafura, Paparan Rowley dan Paparan Sahul atau Paparan Australia Utara. Luas seluruh wilayah paparan adalah 1.5 juta km2 yang terdiri atas Paparan Arafura 930 000 km2 dan Paparan Sahul serta Paparan Rowley masing-masing 300 000 km2. Paparan Arafura memilki kedalaman 30 meter hingga 100 meter. Kepulauan Aru terdiri dari lima pulau dan masing-masing dipisahkan oleh selat-selat sempit, seperti sungai dengan dasar laut yang lebih dalam dari dasar paparan sekitarnya. Sebuah punggung yang tidak terlalu jelas memanjang mulai dari Kepulauan Aru ke arah Timur yang dikenal sebagai Punggung Merauke. Zaman Plistosin, ketika permukaan laut masih rendah Kepulauan Aru menyatu dengan daratan Irian, tetapi antara Kepulauan Aru dengan Kepulauan Kai tidak pernah ada hubungan semacam itu meskipun jaraknya lebih dekat. Ini dikarenakan di antara kedua kepulauan itu terdapat penghalang berupa cekungan Aru yang dalamnya lebih 3 000 meter (Nontji 1987).

High Frequency Echoes dan Post Signal Processing

(39)

gelombang akustik yang mengenai dasar perairan mampu menembus ke dalam dasar perairan, selain itu pada saat gelombang akustik mengenai dasar perairan akan menunjukan pola jejak gema (echo trace) yang berbeda. Dasar perairan yang halus dan berlumpur akan menunjukan echo trace yang memiliki puncak sempit tanpa ekor (narrow peak with no tail) dimana sebagian besar energi akustiknya akan dipantulkan kembali ke transducer dan juga mengalami absorpsi oleh substrat lumpur, sedangkan echo trace dari dasar perairan yang kasar, camuran gravel akan memiliki puncak yang lebar dan berekor (Collins dan Lacroix 1997).

Sediment profilers atau SubBottom Profilers bertujuan untuk mengeksplorasi lapisan pertama sedimen dasar laut yang lebih dalam hingga mencapai puluhan meter. Teknologi SBP adalah bim tunggal yang bekerja pada tingkat frekuensi yang sangat tinggi dan rendah (pada penelitian ini digunakan frekuensi 3.5 kHz).

Sediment profilers sebagian besar menggunakan sinyal frekuensi modulasi dan teknik kompressi pulse untuk meningkatkan jangkauan penetrasi. Beberapa model menggunakan sumber parametrik non-linier, dengan memberikan directivity lobe

yang sempit meskipun dengan frekuensi rendah. Sinyal echo (pantulan) berasal dari pemantulan pada penghubung antar lapisan, yang sesuai dengan diskontinuitas sinyal akustik. Sinyal echo yang dikumpulkan ketika kapal sedang berlayar dijajarkan secara grafik, disusun kembali menjadi cross-section secara vertikal dari diskontinuitas lapisan endapan. Selama bertahun-tahun, rekaman ini hanya terbatas pada sebuah penyajian berupa gambar dari lapisan endapan. Pemrosesan amplitudo dari echo dengan SBP yang terkalibrasi, memungkinkan untuk menghasilkan koefisien pemantulan dan koefisien penyerapan, yang dihubungkan dengan lapisan endapan, yang dipantulkan (dikenai secara tegak lurus) oleh sinyal. Sediment profiler menggunakan sinyal pantulan echo, bukan hambur balik. The Stemp berasal dari konfigurasi pengukuran geometric (sistem tegak lurus terhadap dasar laut bertujuan agar sinyal echo yang dipantulkan dan dikembalikan ke arah yang sama) dan sebagian besar berasal dari kanal yang menggunakan frekuensi rendah. Hambur balik diabaikan dibandingkan dengan coherent echo, karena topografi amplitude mikroscale lebih kecil dibandingkan dengan panjang gelombang (Lurton 2002).

Informasi mengenai tipe dasar, sedimen dan dasar perairan dapat dikodekan dengan sinyal echo. Sinyal echo tersebut disimpan dan diperoleh secara bersamaan dengan data GPS kemudian diproyeksikan pada data digital. Verifikasi hasil dapat dilakukan dengan melakukan sampling fisik dasar perairan melalui penyelaman atau dengan kamera bawah air yang harus direkam sebagai data akustik yang diperoleh. Saat verifikasi pertama, hasil harus disimpan agar tipe dasar perairan yang tidak diketahui dapat dibadingkan dengan yang sudah diketahui dan dapat melakukan verifikasi data (Burczynski 2002).

Trace#26888_Lintasan1_Sampel5

(40)

suara yang dipancarkan transducer 2050 m/s dengan pulse power 600 watt, sedangkan kecepatan suara yang diterima oleh receiver setelah mengenai dasar perairan 1580 m/s.

Gambar 13 Profil rekaman data SBP dan posisi Trace#26888 pada lintasan 1

Tabel 4 Data rekaman Trace#26888 pada kedalaman 400 ms hingga 1000 ms data minimum 256 dan maksimum 32640 data.

Kelas Interval 2500 Frekuensi kejadian Log K 1 256,00 - 2756,00 81 1,908485 K 2 2756,00 - 5256,00 14 1,146128 K 3 5256,00 - 7756,00 17 1,230449 K 4 7756,00 - 10256,00 9 0,954243 K 5 10256,00 - 12756,00 9 0,954243 K 6 12756,00 - 15256,00 10 1

K 7 15256,00 - 17756,00 0 0

K 8 17756,00 - 20256,00 0 0

K 9 20256,00 - 22756,00 2 0,30103 K 10 22756,00 - 25256,00 2 0,30103 K 11 25256,00 - 27756,00 4 0,60206 K 12 27756,00 - 30256,00 1 0 K 13 30256,00 - 32756,00 10 1

Total frekuensi kejadian 159 Sumber : Data primer 2014

Gambar

Gambar 9.
Gambar 10 Langkah pengolahan data SBP pada analisis fasies sesimik dangkal dan penamaannya (post processing work-flow sonarwiz manual telah dimodifikasi)
Gambar 11 Gambaran kedalaman perairan daerah penelitian (data kedalaman diperoleh dari rekaman sub bottom profile dan echosounder bathymetry
Gambar 13 Profil rekaman data SBP dan posisi Trace#26888 pada lintasan 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Perubahan koefisien fungsi tujuan untuk produksi jenis Kue Roti Bolu dapat ditolelir jika kenaikan ,- dan penurunan ,-. Artinya, perubahan keuntungan yang

bahwa berat labur adalah banyaknya perekat yang diberikan pada permukaan kayu, berat labur yang terlalu tinggi selain dapat menaikkan biaya produksi juga akan mengurangi

Additionally, Young (1991) listed six potential sources of language anxiety, including personal and interpersonal factors, learners’ beliefs about language learning, and

Dari 8 indikator kinerja sasaran strategis perspektif stakeholder terdapat 4 indikator yang tercapai, yaitu: kontribusi ekspor produk industri alat transportasi darat

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sugianto (2011) yang berjudul Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PT. Madubaru

'HQJDQ PHQJJXQDNDQ SHQHOLWLDQ VWXGL HNVSORUDWLI GDQ WHNQLN SHQJXPSXODQ GDWD EHUXSD REVHUYDVL ZDZDQFDUD VWXGL GRNXPHQWDVL GDQ NHSXVWDNDDQ GLSHUROHK KDVLO SHQHOLWLDQ VHEDJDL

bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan sesuai Pasal 3 ayat (2) Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, perlu menetapkan Peta

Rata-rata persepsi guru IPA SMP Kota Pekanbaru terhadap kualitas buku teks pelajaran IPA berbasis Kurikulum 2013 untuk SMP/MTs kelas VII terbitan Kemendikbud pada