• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik struktur skelet kaki biawak air (Varanus salvator)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik struktur skelet kaki biawak air (Varanus salvator)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK STRUKTUR SKELET KAKI

BIAWAK AIR

(Varanus salvator)

ELING PURWANTO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Struktur Skelet Kaki Biawak Air (Varanus salvator) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Eling Purwanto

(4)

ABSTRAK

ELING PURWANTO. Karakteristik Struktur Skelet Kaki Biawak Air

(Varanus salvator). Dibimbing oleh NURHIDAYAT dan SAVITRI NOVELINA. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik skelet kaki

Varanus salvator dikaitkan dengan fungsi dan perilakunya. Anatomi skelet kaki

V. salvator dipelajari dengan melakukan pengamatan dan pengukuran pada tulang-tulang penyusun ekstremitas dan bidang persendian. Penamaan tulang dan bagian-bagiannya berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria 2012 dan atlas komodo. Os scapula pada kaki depan memiliki bentuk konveks, dan memiliki persendian yang luas dengan os humerus. Crista pectoralis ditemukan pada bagian proksimal os humerus, dan bagian distal tulang ini melebar ke arah lateral.

Ossa radius et ulna memiliki spatium interosseum antebrachii sepanjang kedua tulang tersebut. Kaki belakang terdiri atas os coxae memiliki bentuk konkaf, os femoris memiliki tiga buah ossa articulatio genus pada persendian

femorotibiofibularis dan ossa tibia et fibula memiliki spatium interosseum cruris

sepanjang kedua tulang tersebut.Daerah telapak kaki depan dan belakang, terdiri dari ossa carpi/tarsi, ossa metacarpalia/metatarsalia dan ossa phalanges manus/pedis yang memiliki struktur kompak dan khas. Hal ini mendukung kemampuan dalam memanjat pohon dan mencengkram mangsa. Struktur skelet kaki tersebut menyebabkan fleksibilitas yang tinggi pada gerakan skelet kaki depan dan belakang.

Kata kunci: ekstremitas, skelet kaki depan dan belakang, Varanus salvator

ABSTRACT

ELING PURWANTO. Morphological Characteristic of Appendicular Skeleton of Water Monitor Lizard (Varanus salvator). Under direction by NURHIDAYAT and SAVITRI NOVELINA.

This study was aimed to observe the marphological of appendicular skeleton of Varanus salvator, associated with the function and behavior. Anatomy of appendicular skeleton of V. salvator was observed and measured of length of bones and joints. The bones and their parts of appendicular skeleton named base on Nomina Anatomica Veterinaria 2012 and Atlas of Komodo Dragon. On the

forelimbs, os scapula has a convex shape, and has a broad joint with the

os humerus. In the proximal part of the os humerus was found crista pectoralis, and the distal part of the bone is widened laterally. Ossa radius et ulna has

spatium interosseum antebrachii along both of the bones. The hindlimbs consists of the os coxae has a concave shaped, os femoris which has three ossa articulatio genus on femorotibiofibularis joints, ossa et tibia fibula has spatium interosseum cruris along both of the bones. Soles area of the forelimbs and hindlimbs composed of ossa carpi/tarsi, ossa metacarpalia/metatarsalia and ossa phalanges manus/pedis which has compact structure and distinctive. This supports the ability to climb trees and gripping prey. The skeletal structure of the limb causes a high flexibility in the movement of the forelimbs and hindlimbs skeleton.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

KARAKTERISTIK STRUKTUR SKELET KAKI

BIAWAK AIR

(Varanus salvator)

ELING PURWANTO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian mengenai Karakteristik Struktur Skelet Kaki Biawak Air (Varanus salvator) yang dilakukan dari bulan Januari sampai Maret 2014. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Dr Drh Nurhidayat, MS PAVet, dan Dr Drh Savitri Novelina, MSi PAVet

selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan nasehat selama penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Keluarga besar Laboratorium Anatomi: Dr Drh Heru Setijanto, PAVet, Prof Drh Srihadi Agungpriyono, Phd PAVet, Dr Drh Chairun Nisa’, MSi PAVet, Drh Supratikno, MSi PAVet, dan Drh Danang Dwi Cahyadi.

3. Keluarga tercinta Bapak dan Ibu, Surtini, dan seluruh sanak saudara lain yang telah memberi dukungan, semangat dan nasehat.

4. PT. KPC (Kal-Tim Prima Coal) yang telah bersedia memberikan beasiswa selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

5. Nur Hidayah yang selalu memberi dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi.

6. Sahabat penelitian Rizal, Wiwit, Tita, Vian, Mas Hiro, Singgih, Nunu, dan Suwardi.

7. Sahabat Papaya Ija, Talita, Ryan, dan M. Fajar.

8. Teman-teman dari Acromion 47, terima kasih atas kebersamaannya selama di FKH IPB.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat untuk khazanah ilmu pengetahuan.

Bogor, Oktober 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Bahan dan Alat Penelitian 5

Metode Penelitian 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Hasil 6

Tulang Gelang Bahu (Cingulum membri thoracici) 6

Tulang Lengan Atas (Skeleton brachii) 6

Tulang Lengan Bawah (Skeleton antebrachii) 7

Tulang Telapak Kaki Depan (Skeleton manus) 7

Tulang Gelang Panggul (Cingulum membri pelvini) 10

Tulang Paha (Skeleton femoris) 10

Tulang Kaki Bawah (Skeleton cruris) 10

Tulang Telapak Kaki Belakang (Skeleton pedis) 11

Pembahasan 14

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Biawak airdi Lahugala National Park Sri Lanka 2

2 Ilustrasi perpindahan ekor biawak air saat menangkap ikan.

A. Tampak lateral B. Tampak dorsal 3

3 Biawak airsedang berenang 4

4 Biawak airyang sedang beristirahat di atas pohon 4

5 Rangkaian skelet kaki depan biawak air bagian kiri, os scapula, dan

os humerus 8

6 Struktur ossa radius et ulna, ossa carpi, ossa metacarpalia, dan

ossa phalanges manus biawak air bagiankiri 9

7 Struktur kaki belakang biawak air bagian kanan, os coxae, os femoris,

ossa tibia etfibula 12

8 Struktur ossa tibia et fibula dan persendian daerah digit biawak air

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki jenis kadal raksasa yang langka dan sangat dilindungi, yaitu Varanus komodoensis atau yang biasa dikenal secara umum dengan nama komodo. Komodo merupakan jenis kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Komodo banyak menjadi perhatian para peneliti karena statusnya yang terancam punah. Selain itu, Indonesia memiliki jenis kadal lain yang belum banyak mendapat perhatian yaitu biawak, yang berada dalam satu genus Varanus

(Koch et al. 2013).

Biawak dibedakan menjadi beberapa jenis yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Salah satu jenis biawak yang sering dijumpai adalah biawak air atau

Asian water monitor atau Varanus salvator (Koch et al. 2013). Biawak air telah ratusan bahkan ribuan tahun diburu manusia untuk dimanfaatkan kulitnya sebagai bahan industri kerajinan dan dagingnya sebagai bahan makanan atau obat (Shine et al. 1996). Banyaknya eksploitasi yang dilakukan manusia mengancam populasi jenis kadal raksasa ini. Biawak air masuk ke dalam Appendix II, sedangkan komodo adalah Appendix I (CITES 2012).

Biawak dan komodo memiliki beberapa kemiripan dalam struktur tubuh, dan perilakunya. Genus Varanus memiliki leher panjang, ekor, cakar yang kuat, dan tungkai yang berkembang dengan baik. Biawak air didukung oleh dua pasang kaki yang dilengkapi dengan cakar yang panjang dan kuat. Cakar ini dapat digunakan untuk mencengkram mangsanya dan dapat pula digunakan untuk mencengkram pohon saat memanjat dan turun dari pohon (Welton et al. 2010). Biawak dan komodo merupakan jenis reptil besar yang dapat berlari hingga 20 kilometer per jam dan dapat berenang dengan baik. Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauan, jenis reptil besar ini dapat berdiri menumpu dengan kedua kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang (Burnie dan Wilson 2001). Pengetahuan mengenai perilaku hewan ini berguna dalam mengendalikan (restrain) hewan tersebut dan dapat menunjang upaya konservasi yang dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai struktur skelet kaki biawak air.

Tujuan Penelitian

Mempelajari karakteristik skelet kaki biawak air dikaitkan dengan fungsi dan perilakunya.

Manfaat Penelitian

(12)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Distribusi Biawak Air

Menurut Koch et al. (2013), klasifikasi biawak air adalah sebagai berikut: Kelas : Sauropsida

Ordo : Squamata

Famili : Varanidae

Genus : Varanus

Spesies : Varanus salvator

Genus Varanus umumnya kadal berukuran besar, meskipun ada yang berukuran panjang 20 cm. Genus ini memiliki leher panjang, ekor, cakar yang kuat, dan tungkai yang berkembang dengan baik. Genus Varanus hingga saat ini yang telah teridentifikasi berjumlah 73 jenis (Welton et al. 2010).

Menurut Koch dan Acciaioli (2007), biawak air tersebar mulai dari Sumatera, Jawa sampai Sulawesi dan Maluku. Varanus indicus di Papua dan Australia, sementara jenis yang lain adalah Varanus komodoensis (komodo) yang mempunyai penyebaran di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur dan Varanus auffenbergi tersebar di Pulau Roti.

Morfologi Biawak air

Taylor (1963) melaporkan bahwa biawak air yang ditemukan di Jawa mencapai panjang 2.1 meter, sedangkan Khan (1969) menyatakan bahwa, biawak airyang mencapai panjang hingga 3 meter pernah ditemukan di Malaysia.

Biawak air memiliki bentuk kepala yang lonjong dengan rahang atas dan rahang bawah mengarah ke medial membentuk busur (Gambar 1). Konformasi skelet rahang sangat kuat, dilengkapi dengan gigi bertingkat, kuat dan tajam untuk menggigit atau mengoyak bangkai hewan (Jollie 1960).

Gambar 1 Biawak air di Lahugala National Park Sri Lanka (Wickramasinghe et al. 2010)

Spesies Varanus yang memiliki bentuk lubang hidung oval, diklasifikasikan sebagai Varanus salvator dan Varanus togianus, sedangkan spesies dengan lubang hidung bulat diklasifikasikan menjadi beberapa spesies yaitu Varanus indicus, Varanus kalabeck, Varanus gouldii, Varanus komodoensis, Varanus prasinus, Varanus kordensis dan Varanus timorensis (Rooij 1915). Auffenberg (1981) menyatakan bahwa jenis reptil besar ini memiliki organ

Jacobson sebagai organ penciuman paling penting. Organ ini berkembang dengan baik dan terletak di dekat ujung moncongnya. Biawak menjulurkan lidahnya untuk menangkap molekul bau di udara yang kemudian akan diterima oleh organ

(13)

3 Biawak air dilengkapi dengan ekor yang panjang dan sangat kuat, ekor ini dapat membantunya dalam berenang dan melumpuhkan mangsa atau musuhnya dengan kibasan ekornya (Gambar 2) (Wickramasinghe et al. 2010). Burnie dan Wilson (2001) menyatakan bahwa biawak dapat menangkap mangsa

yang berada di luar jangkauan dengan berdiri menumpu pada kaki belakang dan menggunakan ekornya sebagai penunjang.

Gambar 2 Ilustrasi perpindahan ekor biawak airsaat menangkap ikan. A. Tampak lateral B. Tampak dorsal (Wickramasinghe et al. 2010)

Biawak airmemiliki dua pasang kaki. Kaki biawak air dilengkapi dengan cakar yang panjang dan kuat. Cakar ini dapat digunakan untuk mencengkram mangsanya dan dapat pula digunakan untuk mencengkram pohon saat memanjat dan turun dari pohon (Gambar 4) (Welton et al. 2010). Bernnett (1995) menyatakan bahwa hewan yang memiliki kemampuan memanjat dengan baik cenderung memiliki jari kaki yang panjang dan fleksibel dan dilengkapi dengan dengan cakar yang panjang, kuat, tajam, dan melengkung untuk mencengkram saat memanjat dan saat turun dari pohon.

Habitat dan Perilaku Alamiah Biawak Air

Menurut Horn dan Gaulke (2004), biawak air memiliki habitat di daerah semi akuatik dan berbagai habitat alam, seperti hutan primer, hutan sekunder dan hutan bakau. Spesies ini juga banyak ditemui di lingkungan yang dekat dengan manusia, seperti persawahan, perkebunan, dan saluran irigasi.

Biawak air melakukan kegiatan berjemur, mencari makan dan aktivitas lainnya pada pagi dan siang hari, sedangkan pada malam hari digunakan untuk berlindung dan tidur di pohon atau lubang persembunyian (Bernnett 1995). Biawak sebagai hewan poikilotermik (berdarah dingin) harus menyesuaikan suhu tubuh dengan lingkungan (Iyai dan Pattiselannof 2006).

(14)

4

Gambar 3 Biawak air sedang berenang (Borden 2007)

Biawak air memiliki perilaku sosial saling mengenali langsung melalui bau tubuh. Mereka dapat mengenali teman dan lawan melalui aroma tubuh, sehingga mereka akan menghindar bila ada pemangsa yang mendekat (Tasoulis 1983). Menurut Gaulke (1992), biawak air adalah makhluk soliter, dan sering timbul perkelahian antar pejantan atau antar betina. Perkelahian lebih sering terjadi pada musim kawin. Jantan yang memenangkan perkelahian akan menjadi jantan dominan dan yang kalah akan menyingkir.

Gambar 4 Biawak air yang sedang beristirahat di atas pohon (Brown 2012) Skelet Kaki Reptil

Bentuk kaki beserta ototnya pada setiap hewan secara keseluruhan mengalami adaptasi sesuai dengan perilaku, fungsi dan kebiasaan hewan tersebut. Hewan pelari dengan kecepatan tinggi berkaitan dengan tulang yang panjang, cara menapak pada bidang tanah dan memiliki langkah yang panjang (Hildebrand 1960).

Struktur kaki pada reptil cukup unik dengan konformasi skelet yang kompak, dan terdiri dari banyak tulang kecil-kecil di daerah carpus, tarsus, metacarpus dan metatarsus. Susunan tulang ini mendukung aktivitas reptil dalam kehidupan dan perilaku alamiahnya. Reptil memiliki empat buah kaki yang sangat kuat, masing-masing memiliki lima jari bercakar (Grzimek 1975).

Menurut Surahya (1989), biawak air memiliki os scapula dan

(15)

5

centrale, dan empat buah ossa carpale distale. Menurut Romer (1956), reptil primitif memiliki ossa metacarpalia dan digit yang masing-masing berjumlah lima buah.

Reptil primitif memiliki os femoris dan os tibia yang membesar pada bagian proksimal dan distal (Colbert 1955). Schaeffer (1941) menjelaskan bahwa os tibia memilki facies articularis proximalis tibiae di bagian proksimal dan facies articularis distal tibiae pada ujung distal. Os fibula memiliki

facies articularis distalis fibulae pada ujung distal yang bersendi dengan

os astragalocalcaneus.

Komodo memiliki empat buah ossa articulatio genus, yaitu ossa articulare genus I–IV. Keempat tulang tersebut terletak di ujung distal os femoris dan proksimal ossa tibia et fibula, serta saling dihubungkan oleh ligamenta yang kuat (Surahya 1989).

Biawak air memiliki os calcaneus dan os astragalus tumbuh melekat membentuk os astragalocalcaneus, tetapi batas antar tulangnya masih tampak terlihat. Ossa tarsi terdiri atas os central tarsi, os tarsale distale III, dan os tarsale distale IV et V yang bersatu dengan os metatarsus V. Reptil ini memiliki lima buah digit (Surahya 1989). Ossa digitorum manus/pedis dibentuk oleh tiga tulang yaitu os phalanx proximalis/os compedale (tulang pergelangan), os phalanx media/os coronale (tulang tajuk), dan os phalanx distalis/os unguiculare (tulang kuku) (Getty 1975, ICVGAN 2012).

METODE

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2014 di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi, dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah satu set skelet kaki biawak air jantan. Biawak air ditangkap dari Waduk Jati Gede Sumedang dengan panjang tubuh ±2 meter dan berat 25 kilogram.

Alat

Alat yang diperlukan adalah sarung tangan, skalpel, pinset, kamera digital Canon EOS 700D, kawat tembaga, busur sudut, alat tulis, penggaris, dan software

(16)

6

Metode Penelitian

Biawak air yang telah ditangkap, disembelih dan selanjutnya tulang-tulang skelet kaki dipreparir. Skelet kaki biawak air dijemur dan dibersihkan, selanjutnya tulang dilepas satu persatu dari rangkaiannya untuk dilakukan analisis bagian-bagian tulang, dilakukan pengukuran pada beberapa kelengkungan bidang persendian dengan menggunakan kawat tembaga dan busur sudut, dan dilanjutkan dengan pemotretan dari arah dorsal, kranial, kaudal dan lateral dengan menggunakan kamera Canon EOS 700D. Gambar yang diperoleh diolah dengan menggunakan Adobe Photoshop CS3, kemudian struktur skelet dari masing-masing tulang penyusunnya dianalisis. Unsur-unsur skelet kaki biawak air diberi nama berdasarkan atlas komodo (Surahya 1989) dan Nomina Anatomica VeterinariaFifth Edition (ICVGAN 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Biawak air memiliki struktur skeletkaki depan dan belakang yang kokoh dan kompak. Skelet kaki depan terdiri atas os scapula, os humerus, os radius, os ulna, ossa carpi, ossa metacarpalia dan ossa phalanges manus, sedangkan skeletkaki belakang terdiri atas os coxae (os ilium, os pubis, os ischii), os femoris, ossa articulatio genus, os tibia, os fibula, ossa tarsi, ossa metatarsalia, dan ossa phalanges pedis.

Tulang Gelang Bahu (Cingulum membri thoracici)

Biawak air memiliki os scapula berbentuk konveks, dan terletak di

anterior dinding lateral thorax. Tulang ini di bagian dorsalmemiliki suprascapula

yang bentuknya melebar menyerupai kipas dengan permukaan yang kasar. Bagian

ventral terdapat os coracoidea, yang terdiri atas metacoracoidea, fenestra medialis, fenestra lateralis, procoracoidea dan epicoracoidea. Fenestra medialis et lateralis merupakan sebuah lubang dengan bentuk lonjong tidak beraturan.

Epicoracoidea berbentuk segitiga, meruncing ke arah anterior dan akan bersendi dengan clavicula pada os sternum. Os coracoidea memiliki cavitas glenoidalis

yang melengkung relatif dalam, dan membentuk radius bidang sendi 130o terhadap facies articularis proximalis humeri. Persendian antara os scapula dan

os humerus membentuk sudut 140o (Gambar 5A). Tulang Lengan Atas (Skeleton brachii)

Os humerus berbentuk silindris dengan panjang 11.5 cm, di bagian proksimal memiliki satu crista pectoralis dengan permukaan kasar, dan di bagian distal melebar ke arah lateral. Tulang ini pada bagian proksimal terdapat satu lubang kecil, dan di distal terdapat dua lubang kecil. Bidang persendian dengan

(17)

7 dan horizontal sebesar 110o (Gambar 5D). Os humerus dibagian distal terdapat

condylus ulnaris dan condylus radialis yang permukaannya halus. Condylus ulnaris terhadap bidang transversal membentuk radius bidang sendi 200o dan bersendi dengan os ulna, condylus radialis terhadap bidang transversal membentuk radius bidang sendi 110o dan bersendi dengan os radius. Persendian antara os humerus dan os radius membentuk sudut 90o, sedangkan dengan os ulna

membentuk sudut 110o (Gambar 5A).

Tulang Lengan Bawah (Skeleton antebrachii)

Biawak air memiliki ossa radius et ulna yang khas, os radius berbentuk silindris dengan panjang 9 cm dan os ulna berbentuk pipih dengan panjang 10 cm. Selain itu, os ulna berukuran lebih besar dibandingkan os radius. Persendian dengan os humerus tulang ini tampak menyatu, tetapi dengan ossa carpi tampak terpisah. Sehingga ossa radius et ulnatampak seperti huruf “V” (Gambar 6A). Os ulna bagian proksimalterdapat olecranon yang relatif kurang berkembang, facies articularis proximalis radii et ulnae yang berbentuk cekungan dengan permukaan yang licin. Ossa radius et ulna memiliki suatu celah pemisah yaitu spatium interosseum antebrachii sepanjang kedua tulang tersebut. Bagian distal os ulna

terdapat caput ulnae yng berbentuk konveks hampir setengah lingkaran dengan permukaan licin, sedangkan os radius bidang persendian dengan os carpi intermedius bergelombang dan kasar(Gambar 6A dan 6B).

Tulang Telapak Kaki Depan (Skeleton manus)

Biawak air memiliki sepuluh buah ossa carpi dengan bentuk menyerupai kubus tidak beraturan dan ukuran yang relatif kecil. Tulang-tulang ini tersusun menjadi baris proksimal dan distal. Pada baris proksimal yaitu os pisiforme,

os carpi ulnare, os carpi centrale, os carpi intermedius, ossa carpale I et II. Pada bagian distal os carpale distale I, os carpale distale II, os carpale distale III, os carpale distale IV, dan os carpale distale V. Os carpi ulnare memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan sembilan ossa carpi lainnya. Os carpale distale I

tumbuh bersatu dengan os metacarpale I, tetapi tampak ventral terlihat jelas perbedaan tulangnya (Gambar 6C dan C').

Biawak air mempunyai lima buah ossa metacarpalia berbentuk silindris, yaitu os metacarpale I, II, III, IV et V. Os metacarpale I dan os metacarpale V

berukuran lebih pendek, dengan panjang 2.5 cm dan 2 cm. Bagian distal

ossa metacarpalia bersendi dengan ossa phalanges manus berbentuk konkaf hampir setengah lingkaran dengan permukaan yang licin (Gambar 6B).

Ossa digitorum manus terdiri dari lima digit, yaitu digit I, digit II, digit III, digit IV, dan digit V, dengan panjang masing-masing 2.5 cm, 4.2 cm, 5.3 cm, 5.9 cm dan 3.3 cm. Setiap digit memiliki tiga buah tulang yaitu os phalanx proximalis, os phalanx media, dan os phalanx distalis. Ossa phalanges manus

berbentuk silindris pendek dengan persendian antar tulang yang memungkinkan terjadinya gerakan yang luas. Digit I-V kaki depan biawak air memiliki jumlah os phalanx media yang berbeda, masing-masing 0, 1, 2, 3, dan 1. Os phalanx distalis

(18)

8

Gambar 5 Rangkaian skelet kaki depan biawak air bagian kiri, os scapula, dan

os humerus

A. Rangkaian skelet kaki depan bagian kiri tampak dorsal

B. Os scapula tampak dorsal

C. Os humerus tampak lateral

D. Inset C tampak proksimolateral, dan E tampak mediodistal: radius bidang sendi

facies articularis proximalis humeri, condylus ulnaris dan condylus radialis

1. Cavitas glenoidalis, 2. Os scapula, 3. Suprascapula, 4. Os coracoidea,

5. Metacoracoidea, 6. Fenestra medialis, 7. Fenestra lateralis, 8. Procoracoidea, 9. Epicoracoidea, 10. Syndesmosis, 11. Facies articularis proximalis humeri, 12. Crista pectoralis, 13. Corpus humeri, 14. Condylus ulnaris, 15. Condylus radialis

(bar: 1 cm). A

1

2 3

4

8

9

6

7

10

5 B

૚૜૙⁰

11

12

13

14 C

11 12

D

E

14 15

(19)

9

Gambar 6 Struktur ossa radius et ulna, ossa carpi, ossa metacarpalia, dan

ossa phalanges manus biawak air bagiankiri

A. Ossa radius et ulna tampak lateral

B. Ossa radius et ulna, ossa carpi, ossa metacarpalia dan ossa phalanges manus

tampak dorsal

C. Inset A:Gambaran persendian ossa radius et ulna, ossa carpi, dan ossa metacarpalia

tampak dorsal

C'. Ossa carpi tampak ventral

1. Facies articularis proximalis radii, 2. Facies articularis proximalis ulnae,

3. Olecranon, 4. Corpus radii, 5. Corpus ulnae, 6. Spatium interosseum antebrachii

(20)

10

Tulang Gelang Panggul (Cingulum membri pelvini)

Os coxae pada biawak air tampak dorsal berbentuk konkaf. Os coxae kiri dan kanan menyatu pada symphysis pubis dan symphysis ischiadica (Gambar 7C).

Os coxae memiliki foramen diazonale berupa lubang kecil dengan diameter 2 mm dan foramen puboischiadicum yang ukurannya jauh lebih besar dengan diameter 4 cm(Gambar 7B). Tulang ini terdiri atas os pubis, os ischii, dan os ilium dengan batas-batas yang jelas antar tulang-tulang tersebut. Os pubis dan os ischii

menghadap ke ruang pangul, berbentuk pipih dengan aspek permukaan licin. Kedua tulang ini dipisahkan oleh foramen puboischiadicum. Os ilium memiliki bentuk yang khas. Tulang ini berbentuk silindris dan menjulur ke kaudal dengan panjang 7.5 cm. Os ilium bidang medial (facies articularis ossis ilii) akan bersendi dengan os sacrum. Facies articularis ossis ilii berukuran pendek sekitar sepertiga os ilium, relatif dangkal dengan permukaan licin. Tempat pertemuan dari os ilium,

os ischii dan os pubis adalah acetabulum. Acetabulum biawak air berbentuk seperti mangkuk dengan permukaan licin, yang membentuk radius bidang sendi kraniokaudal 90o dan dorsoventral70o terhadap caput ossis femoris (Gambar 7D). Tulang Paha (Skeleton femoris)

Os femoris berbentuk menyerupai “stick golf terbalikdengan panjang 11 cm. Bagian proksimal tulang ini terdapat caput ossis femoris, collum ossis femoris, dan trochanter mayor et minor. Caput ossis femoris merupakan bungkul relatif besar berbentuk konveks, dengan permukaan licin dan terletak di sisi medial (Gambar 7E). Caput ossis femoris memiliki radius bidang sendi pada bidang transversal 60o dan horizontal 140o, terhadap acetabulum. Caput ossis femoris dihubungkan oleh collum ossis femoris dengan corpus femoris.

Trochanter mayor terletak di sisi lateral dan ukurannya lebih berkembang dibandingkan trochanter minor di sisi medial. Os femoris bagian distal memiliki

condylus lateraliset medialis dengan permukaan licin, dan trochlea ossis femoris

yang relatif dangkal (Gambar 7F).

Os patella pada biawak air berbentuk segiempat tidak beraturan dengan panjang 1 cm dan lebar 0.8 cm. Facies articularis os patella melakukan persendian dengan trochlea ossis femoris yang berbentuk konkaf (Gambar 7F).

Biawak air memiliki tiga buah ossa articulatio genus, yaitu ossa articulatio genus I-III. Tulang ini termasuk tulang sesamoid, berbentuk seperti segitiga, dengan permukaan pipih beraspek licin mengarah ke bidang persendian lutut. Os articulare genus I beradadi sisi lateral, sedangkan ossa articulatio genus IIetIII berada di sisi medial, bidang persendian (Gambar 7F dan F').

Tulang Kaki Bawah (Skeleton cruris)

Tulang kaki bawah terdiri dari ossa tibia et fibula berbentuk silindris dengan panjang 8.6 cm dan 9 cm. Os tibia berukuran lebih besar dibandingkan dengan os fibula, dan antara kedua tulang tersebut terdapat spatium interosseum cruris sepanjang kedua tulang tersebut. Os tibia bagian proksimal terdapat facies articularis proximalis tibiae berbentuk datar dengan permukaan licin. Os tibia

(21)

11 Tulang Telapak Kaki Belakang (Skeleton pedis)

Biawak air memiliki empat buah ossa tarsi dan tersusun menjadi baris proksimal dan distal. Baris proksimal terdapat os astragalocalcaneus yang merupakan persatuan antara os astragalus dan os calcaneus. Tulang ini berbentuk persegi panjang tidak beraturan, dengan panjang 5.4 cm (Gambar 8C). Baris distal terdiri atas os tarsi centrale, os tarsale distale III, dan ossatarsale distale IVet V

yang bersatu dengan os metatarsale V. Os tarsi centrale berbentuk kubus tidak beraturan dengan panjang 3 cm (Gambar 8C).

Ossa metatarsalia biawak air berjumlah lima buah berbentuk silindris, yaitu ossa metatarsale I, II, III, IV et V. Os metatarsale I dan os metatarsale V

berukuran lebih pendek, dengan ukuran panjang masing-masing 3.5 cm. Bagian distal ossa metacarpalia bersendi dengan ossa phalangespedis (Gambar 8B).

Ossa digitorum pedis terdiri dari lima digit, yaitu digit I, digit II, digit III, digit IV, dan digit V, dengan panjang masing-masing 2.5 cm, 4 cm, 5.2 cm, 6.5 cm, dan 5.4 cm. Setiap digit tersusun oleh tiga buah tulang yaitu os phalanx proximalis, os phalanx media, dan os phalanx distalis. Ossa phalanges pedis

(22)

12

Gambar 7 Struktur kaki belakang biawak air bagian kanan, os coxae, os femoris, dan ossa tibia et fibula

A. Struktur kaki belakang kiri tampak dorsal

B. Os coxae tampak dorsal

C. Os coxae tampak ventral

D.Os coxae tampak lateroventral

E. Os femoris tampak medial

F. Persendian femorotibiofibularis tampaklateral F'. Persendian femorotibiofibularis tampak medial

G.Inset E: Perbesaran radius bidang sendi caput ossis femoris

1. Symphysis pubis, 2. Os pubis, 3. Foramen diazonale, 4. Acetabulum, 5. Foramen puboischiadicum, 6. Symphysis ischiadica, 7. Os ischii, 8. Facies articularis ossis ilii, 9. Os ilium, 10. Caput ossis femoris, 11. Trochanter mayor, 12. Collum ossis femoris, 13. Corpus ossis femoris, 14. Condylus medialis, 15. Trochlear ossis femoris, 16. Condylus lateralis, 17. Os patella, 18. Os articulare genus II, 19. Facies articularis proximalis tibiae,

20. Facies articularis proximalis fibulae, 21. Os tibia, 22. Os fibula,

23. Os articulare genus I, 24. Os articulare genus III, 25. Spatium interosseum cruris, 26. Trochanterminor (bar: 1cm).

(23)

13

Gambar 8 Struktur ossa tibia et fibula dan persendian daerah digit biawak air bagian kiri

A. Ossa tibiaetfibula tampak lateral

B. Struktur ossa tibiaetfibula dan persendian daerah digit kiri tampak dorsal C. Inset A: Persendian tarsus tampak dorsal

C'. Ossa tarsi tampak ventral

(24)

14

Pembahasan

Biawak air merupakan hewan quadrupedal. Reptil ini memiliki empat buah kaki yang sangat kuat, masing-masing memiliki lima jari bercakar dan terdiri dari banyak tulang kecil-kecil pada daerah carpus, tarsus, metacarpus, dan

metatarsus. Susunan tulang ini mendukung aktivitas reptil ini dalam kehidupan dan perilaku alamiahnya (Grzimek 1975). Perbedaan bentuk kaki beserta ototnya pada setiap hewan secara keseluruhan mengalami modifikasi sesuai dengan perilaku, fungsi, dan kebiasaan hewan tersebut (Hildebrand 1960).

Menurut Getty (1975), os scapula memiliki bentuk yang telah beradaptasi sesuai dengan permukaan dinding dada. Biawak air memiliki os scapula

berbentuk konveks dengan struktur yang unik. Tulang ini memiliki cavitas glenoidalis dengan radius bidang sendi sebesar 130o terhadap facies articularis humeri. Bentuk dan struktur os scapula pada biawak air ini diduga berfungsi mendukung pergerakan dan penopang tubuh bagian depan.

Bagian proksimal, os humerus hanya memiliki satu crista pectoralis, sedangkan pada komodo terdapat dua crista pectoralis dan satu crista deltoidea

(Surahya 1989). Facies articularis proximalishumeri ini berbentuk ellips, radius

bidang sendi terhadap bidang transversal sebesar 220o dan horizontal 110o. Hal tersebut diduga menyebabkan gerakan ekstensor dan fleksor os humerus cukup luas. Menurut Heaines (1952), kondisi tersebut menyebabkan os humerus lebih mudah bergerak ke kranial dan kaudal. Persendian os scapula dan os humerus

memungkinkan gerakan ekstensor, fleksor, sedikit pergerakan abduksi, adduksi, dan pergerakan rotasi (Skerritt dan Lelland 1984). Os humerus bagian distal meluas ke lateral dan terdapat condylus ulnaris dan condylus radialis yang masing-masing memiliki radius bidang sendi 220o dan 110o terhadap bidang transversal. Hal ini menyebabkan sendi siku biawak air memiliki gerakan ekstensor dan fleksor cukup luas. Menurut Surahya (1989) biawak air memiliki gerakakan kaki depan ke kranial dan kaudal lebih luas, dibandingkan pada komodo.

Ossa radius et ulna biawak air memiliki celah pemisah (spatium interosseum antebrachii) sepanjang kedua tulang tersebut. Celah pemisah antara

os radius dan os ulna yang panjang, memungkinkan terjadinya gerakan supinasio

dan pronasio. Gerakan tersebut sangat penting bagi biawak air pada saat berjalan, memanjat, menggali tanah, dan gerakan lain yang memerlukan fleksibilitas tinggi. Karnivora memiliki celah pemisah lebih panjang, sedangkan pada babi dan kuda celah ini sangat sempit (Dyce et al. 2002).

Os ulna biawak air, pada ujung proksimal terdapat olecranon yang relatif kurang berkembang, sedangkan olecranon pada komodo relatif berkembang (Surahya 1989). Biawak air memiliki kondisi olecranon relatif kurang berkembang dan bagian distal os humerus yang melebar ke lateral, yang memungkinkan reptil ini dapat melakukan ekstensio maksimum daerah brachium

(25)

15 Biawak air memiliki sepuluh buah ossa carpi, sedangkan pada komodo

ossa carpi berjumlah sebelas buah. Komodo memiliki dua buah os pisiforme

(Surahya 1989). Meskipun terdapat variasi jumlah ossa carpi antar spesies, pada umumnya tetap memiliki os carpi radiale, os carpi ulnare, dan beberapa spesies selalu memiliki os carpi intermedium (Colville 2002). Ujung distal os carpi ulnare biawak air terdapat caput ulnare yang hampir membentuk setengah lingkaran, sehingga memungkinkan persendian os ulna, dan os carpi ulnare lebih fleksibel dalam melakukan gerakan ekstensor maupun fleksor persendian carpus.

Os coxae pada biawak air terdiri atas os ilium, os pubis, dan os ischii. Menurut Colville (2002), os ilium merupakan tulang yang paling besar, bersendi dengan os sacrum. Surahya (1989) menjelaskan bahwa, biawak air memiliki

facies articularis ossis ilii pendek sekitar sepertiga panjang os ilium. Persendian

sacroiliaca yang terbentuk tidak memungkinkan terjadi gerakan os sacrum, sehingga kondisi ini mendukung dalam fleksibilitas daerah ekor biawak air.

Facies articularis ossis ilii komodo memanjang sampai ke kaudal dari os ilium, berbentuk lekukan yang relatif dalam, yang menyebabkan os sacrum sama sekali tidak dapat bergerak. Struktur acetabulum biawak air yang khas, berbentuk seperti mangkuk memungkinkan terjadinya gerakan rotasi meskipun terbatas. Gerakan rotasi ini pada komodo, tidak dapat dilakukan karena bentuk acetabulum bidang karaniokaudal lebih dalam daripada bidang dorsoventral, sehingga gerakan abduksi dan adduksi kaki belakang lebih luas dibandingkan gerakan ekstensor dan fleksor.

Os femoris biawak air merupakan tulang panjang yang paling kokoh, dengan caput ossis femoris membentuk radius bidang sendi terhadap bidang transversal sebesar 60o dan horizontal 140o. Hal ini memungkinkan gerakan abduksi dan adduksi kaki belakang lebih luas dibandingkan gerakan ekstensor dan fleksor.

Os femoris biawak air di bagian distal terdapat trochlear yang relatif dangkal, sedangkan pada komodo trochlear tersebut relatif dalam (Surahya 1989). Kondisi ini memungkinkan biawak air melakukan gerakan ekstensor dan fleksor yang lebih leluasa dibandingkan pada komodo. Ossa tibia et fibula pada persendian os femoris memiliki tiga buah ossa articulatio genus yang terletak di persendian femorotibiofibularis. Ossa articulatio genus tersebut dihubungkan oleh ligamenta yang sangat kuat ke distal os femoris, dan diduga berfungsi interosseum cruris sepanjang kedua tulang tersebut. Hubungan antar tulang

tersebut memungkinkan terjadinya gerakan supinasio dan pronasio (Dyce et al. 2002). Ossa tibia et fibula di bagian distal bersendi dengan

(26)

16

Colville (2002) menyatakan bahwa ossa tarsi yang memiliki ukuran terbesar adalah os talus (os tarsi tibiale) dan os calcaneus (os tarsi fibulare). Biawak air memiliki os astragalus (setara os talus) dan os calcaneus menyatu membentuk os astragalocalcaneus. Bagian distal tulang ini bersendi dengan os centrale tarsi yang permukaan persendiannya berbentuk ellips. Persendian ini memungkinkan terjadinya gerakan ekstensor dan fleksor yang cukup luas. Reptil ini dapat mencengkram dengan kuat saat memanjat pohon dan turun dari pohon (Welton et al. 2010).

Biawak air memiliki ossa metacarapalia dan ossa metatarsalia berbentuk silindris, dan pada bagian distal permukaan persendian dengan ossa phalanges manus/pedis berbentuk konveks dengan permukaan licin. Persendian ini memungkinkan gerakan ektensor dan fleksor yang relatif luas pada daerah digit. Biawak air memiliki lima buah digit pada kaki depan dan belakang, setiap digit terdiri atas os phalanx proximalis, os phalanx media, dan os phalanx distalis. Digit I memiliki dua os phalanx sedangkan yang lain memiliki tiga os phalanx

(Palastanga et al. 2002). Reptil ini pada digit III dan V memiliki lebih dua buah

os phalanx media, sedangkan pada digit IV memiliki tiga buah. Perbedaan struktur digit kaki depan dan kaki belakang adalah ukurannya. Kaki belakang memiliki digit yang lebih panjang dibandingkan kaki depan. Secara keseluruhan struktur digit kaki depan dan belakang reptil ini memiliki struktur yang khusus dan terusun secara kompak. Kondisi ini diduga terkait dengan perilaku biawak air dalam memanjat, mencengkram mangsa, dan aktivitas lain yang memerlukan struktur jari yang relatif panjang. Hewan yang memiliki kemampuan memanjat dengan baik cenderung memiliki jari kaki yang panjang dan fleksibel serta dilengkapi dengan dengan cakar yang panjang, kuat, tajam, dan melengkung untuk mencengkram saat memanjat serta saat turun dari pohon (Bernnett 1995).

Os phalanx distalis bagian distal terdapat cakar yang relatif panjang, kokoh dan melengkung. Cakar ini dapat digunakan untuk mencengkram mangsanya dan dapat pula digunakan untuk mencengkram pohon saat memanjat dan turun dari pohon (Welton et al. 2010).

Struktur skelet kaki depan dan belakang biawak air tersusun secara kompak dan memiliki bidang persendian yang lebih luas. Hal ini mendukung aktivitas reptil ini dalam berlari, berdiri, berenang, dan bertahan hidup di lingkungannya. Struktur jari kaki yang relatif panjang dan fleksibel, dilengkapi dengan cakar yang kuat, mendukung biawak air dalam memanjat, turun dari pohon, dan mengoyak mangsanya.

(27)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Struktur skelet kaki biawak air tersusun secara kompak dan kokoh. Skelet kaki depan biawak air memiliki os scapula berbentuk konveks, os humerus

memiliki satu crista pectoralis di bagian proksimal dan di distal melebar ke lateral, ossa radius et ulna terdapat spatium interosseum antebrachii relatif panjang. Skelet kaki belakang terdiri atas os coxae berbentuk konkaf, os femoris

yang memiliki tiga buah ossa articulatio genus pada persendian

femorotibiofibularis, ossa tibia et fibula terdapat spatium interosseum cruris yang relatif panjang. Ossa carpi/tarsi, ossa metacarpalia/metatarsalia, ossa phalanges manus/pedis memiliki struktur yang hampir sama, tetapi tulang penyusun telapak kaki belakang berukuran lebih panjang, dan setiap digit memiliki jumlah os phalanx media yang berbeda.

Saran

Penelitian lanjutan mengenai struktur anatomi fungsional pada biawak air masih perlu dilakukan terutama pada bagian struktur otot. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap mengenai anatomi fungsional biawak air.

DAFTAR PUSTAKA

Auffenberg W. 1981. The Behavioral Ecology of the Komodo Monitor. Gainesville, Florida (US): University Press of Florida.

Bernnett D. 1995. A Little Book of Monitor Lizards. British (GB): Viper press. Borden R. 2007. Varanus salvator (Asian Water Monitor) migration. Jurnal of

Varanid Biology and Husbandry 1(2).

Brown D. 2012. A Guide to Australian Monitors in Captivity. Burleigh (AU): ABK Reptile Publications.

Burnie D, Wilson DE. 2001. Animal. New York (US): DK Publishing, Inc. 417-420.

[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2012. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. [Internet]. [Diakses 12 September 2014].

Tersedia pada: http://www.cites.org/.

Colbert EH. 1955. Evolution of the Vertebrates. New York (US): John Wiley and Sons Inc. 1 – 223.

Colville T. 2002. The Skeletal System. In: Colville T and Bassert JM. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technicians. Philadelphia (US): Mosby. 95-118.

De Lisle HF. 1996. Natural History of Monitor Lizards. Malabar, Florida (US): Krieger Publ. Co.

(28)

18

Dyce KM, Sack WO, Wensing CJG. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy.

3rd Ed. Philadelphia (US): W.B. Saunders.

Gaulke M. 1992. Taxonomy and biology of Philippine water monitor

(Salvanus salvator). Philippine Jurnal Science 12: 345 – 381.

Getty R. 1975. Sisson and Grossman the Anatomy of the Domestic Animal. 5th Ed. Philadelphia (US): W. B. Saunders.

Grzimek B. 1975. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia. New York, Cinciannati, Torono, London Malbourne (EN): Van Nostrand Reinhold Company. Vol 6. 19 – 37:19 – 75: 321 – 337.

Heaines RW. 1952. The shoulder joint of lizards and the primitive reptilian shoulder mechanism. Jurnal Anatomy. 86: 412-422.

Hildebrand M. 1960. How Animal Run. In: Hildebrand M and Goslow GE JR. 2001. Analysis of Vetebrate Structure. 5th Ed. United State of Amerika (US): John Willey and Sons. 31-37.

Horn HG, Gaulke M. 2004. Varanus salvator (Subspecies). In: Pianka ER and King DR (ED), Varanoid lizards of the world. Bloomington (US): Indiana University Press. 258-271.

[ICVGAN] International Committee on Veterinary Gross Anatomical Nomenclature. 2012. Nomina Anatomica Veterinaria. 5th Ed. Hannover (DE): Editorial Commitee of WAVA.

Iyai DA, Faidiban OR. 2003. Studi bioekologi biawak (Varanus spp.) di pulau mansinam kabupaten manokwari. [Skripsi]. Manokwari (ID): Fakultas Peternakan, Perikanan dan Ilmu KelautanUniversitas Negeri Papua. Iyai DA, Pattiselannof F. 2006. Diversitas dan ekologi biawak (Varanus indicus)

di Pulau Pepaya Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Irian Jaya Barat. Varanid Biology and Husbandry 1(2): 77-82.

Koch AM, Ziegler T, Böhme W, Arida E, Auliya M. 2013. Pressing problems: distribution, threats, and conservation status of the monitor lizards (Varanidae: Varanus spp.) of southeast asia and the indo-australia archipelago. Jurnal Herpetological Conservatiaon and Biology 8 (monograph 3):1-62.

McCoy M. 1980. Reptiles of Solomon Island. Hongkong (HK): Sheok Wah Tong Printing Press Limited.

Palastanga N, Field D, Soames R. 2002. Anatomy and Human Movement.

Melbourne (AU): Butterworth Heinemann.

Romer AS. 1956. The Vertebrate Body. 2nd Ed. Philadelphia (US): W.B. Saunders Company.1-590.

Rooij N De. 1915. The Reptiles of The Indo-Australia Archipelago (Seri Lacertilia, Chelonia, Emydosauria).Leiden: E. J. Brill Ltd.

(29)

19 Shine R, Harlow PS, Koegh JS. 1996. The biology of water monitors Varanus

salvator in Southern Sumatra. Jurnal Biological Conservation. 77(2-3):125-134.

Skerritt GC, Lelland JM. 1984. An Introduction to the Functional Anatomy of the Limbs of the Domestic Animals. England (GB): John Wright & Sons. Surahya S. 1989. Komodo: Studi Anatomi dan Kedudukannya dalam Sistematika

Hewan. Yogyakarta (ID). Gadjah Mada University Press.

Tasoulis. 1983. Observations on the lace monitor Varanus varius. Jurnal Herpetofauna 15 (1): 25.

Taylor EH. 1963. Lizars of Thailand. Univ. Kansas Sci. Bull. 44(14).

Watson LDMS. 1917. The evolution of the tetrapod shoulder girdle and forelimb.

Jurnal Anatomy. 52:1-63.

Welton LJ, Siler CD, Bennett D, Diesmos A, Duya MR, Dugay R, Rico ELB, van Weerd M, and Brown RM. 2010. A spectacular new Philippine monitor lizard reveals a hidden biogeographic boundary and a novel flagship species for conservation. Biology Letters 6:654-658.

Wickramasinghe LJM, Kekulandala LDCB, Peabotuwage PIK, Karunarathna DMSS. 2010. A Remarkable feeding behavior and a new distribution record of Varanus salvator salvator (Laurenti 1768) in eastern Sri lanka.

(30)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Eling Purwanto, lahir di Bantul, 07 November 1992 dari ayah Hadi Wiyanto dan ibu Painem. Penulis merupakan

putra kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD N1 Dlingo, Bantul, Yogyakarta. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP N1 Rantau Pulung dan SMA N1 Rantau Pulung, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Penulis melanjutkan pendidikan S1di Institut Pertanian Bogor

pada tahun 2010 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Selama masa perkuliahan, penulis pernah tergabung ke dalam HIMPRO (Himpunan Minat dan Profesi) Ruminansia. Penulis juga aktif dalam Organisasi

Gambar

Gambar 2 Ilustrasi perpindahan ekor biawak air saat menangkap ikan.
Gambar 3 Biawak air sedang berenang (Borden 2007)
Gambar 5 Rangkaian skelet kaki depan biawak air bagian kiri, os scapula, dan
Gambar 6 Struktur ossa radius et ulna, ossa carpi, ossa metacarpalia, dan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Komodo memiliki penjuluran pada tulangnya yang lebih banyak dan beberapa diantaranya lebih besar dibandingkan pada biawak air seperti crista deltoidea yang tidak ditemukan pada

Pada bagian kaudal masing-masing hemipenis ditemukan otot retraktor yang dalam keadaan tidak ereksi, me- manjang ke arah ekor dan terpisah satu dengan yang lain (Gambar 2B)..

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,