• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pewarisan Karakter Kualitatif Dan Kuantitatif Pada Persilangan Cabai Besar Dan Cabai Rawit Serta Ketahanannya Terhadap Penyakit Layu Fusarium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pewarisan Karakter Kualitatif Dan Kuantitatif Pada Persilangan Cabai Besar Dan Cabai Rawit Serta Ketahanannya Terhadap Penyakit Layu Fusarium"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PEWARISAN KARAKTER KUALITATIF DAN

KUANTITATIF PADA PERSILANGAN CABAI BESAR DAN

CABAI RAWIT SERTA KETAHANANNYA TERHADAP

PENYAKIT LAYU FUSARIUM

SITI HAPSHOH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pewarisan Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Persilangan Cabai Besar dan Cabai Rawit serta Ketahanannya terhadap Penyakit Layu Fusarium adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Siti Hapshoh

(4)

RINGKASAN

SITI HAPSHOH. Pewarisan Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Persilangan Cabai Besar dan Cabai Rawit serta Ketahanannya terhadap Penyakit Layu Fusarium. Dibawah bimbingan YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO, MUHAMAD SYUKUR dan WIDODO

Peranan cabai saat ini selain sebagai tanaman konsumsi mulai mengarah ke tanaman hias. Cabai hias masih memiliki rasa pedas seperti cabai konsumsi tetapi jarang dikonsumsi karena terdapat aroma langu pada saat dikonsumsi. Peluang inilah yang bisa dijadikan salah satu ide untuk mengembangkan tanaman cabai hias sekaligus sebagai cabai konsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) memperoleh informasi keragaman genetik dari cabai besar, cabai rawit dan cabai keriting serta ketahanannya terhadap layu fusarium, dan (2) memperoleh informasi tentang pola pewarisan beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif pada tanaman cabai yang berhubungan dengan kriteria cabai hias dan cabai yang memiliki kualitas buah yang baik.

Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan. Percobaan pertama karakterisasi 24 genotipe cabai yang berasal dari jenis cabai besar, cabai rawit dan cabai keriting serta uji ketahanannya terhadap layu Fusarium. Percobaan kedua adalah studi pola pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif hasil persilangan antara cabai besar dan cabai rawit. Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa populasi yang diamati memiliki keragaman tinggi. Hasil analisis gerombol menggunakan 34 peubah pada tingkat kemiripan 85% membagi genotipe cabai menjadi 6 kelompok. Setiap jenis cabai mengelompok menjadi kelompok cabai rawit, cabai besar, dan cabai keriting kecuali genotipe IPB C174, IPB C15, dan IPB C20. Hasil pengujian ketahanan terhadap penyakit layu fusarium genotipe yang diuji berada pada kisaran tahan hingga agak rentan. Genotipe yang tahan adalah IPB C4, IPB C111, IPB C152, IPB C159, dan IPB C174 sedangkan genotipe yang agak rentan adalah IPB C3, IPB C5, dan IPB C313.

Hasil percobaan kedua menunjukkan bahwa karakter pemendekan ruas (shortened internode), orientasi buah dan warna antosianin pada tangkai anter dikendalikan oleh satu gen sedangkan karakter warna antosianin pada anter dikendalikan oleh dua gen. Nisbah Mendel 1:3 sesuai untuk karakter pemendekan ruas dan orientasi buah ke atas yang menunjukkan bahwa karakter ini dikendalikan oleh satu gen resesif sedangkan nisbah Mendel 3:1 sesuai untuk karakter warna antosianin pada tangkai anter yang menunjukkan bahwa karakter ini dikendalikan oleh satu gen dominan. Nisbah Mendel 13:3 sesuai untuk karakter warna antosianin pada anter yang menunjukan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh dua gen yang bekerja secara dominan dan resesif epistasis. Model genetik aditif-dominan dengan interaksi aditif-aditif dan dominan-dominan sesuai untuk semua karakter. Heritabilitas dalam arti luas pada karakter yang diamati berada pada kisaran tinggi, sedangkan heritabilitas arti sempit berada pada kisaran rendah-tinggi. Peran gen aditif lebih besar dibandingkan gen dominan pada karakter panjang dan diameter buah sedangkan pada karakter tinggi tanaman dan bobot per buah peran gen dominan lebih besar dibandingkan gen aditif.

(5)

SUMMARY

SITI HAPSHOH. Inheritance of Qualitative and Quantitative Characters in Chili Pepper and Bird Pepper Crossing and its Resistance to Fusarium Wilt.

Supervised by YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO, MUHAMAD

SYUKUR dan WIDODO.

Chili pepper has a function of consumption pepper this time began to shift to be ornamental pepper. Ornamental pepper still have a spicy taste like consumption pepper but rarely consumed because there is an unpleasant aroma when consumed. This opportunity could be one idea to develop ornamental pepper as well as consumption peppers. This study aims to (1) obtain information about the genetic diversity of chili pepper, bird pepper and curly pepper also resistance to Fusarium wilt, and (2) to obtain information about the pattern of inheritance some characters of qualitative and quantitative in pepper associated with criteria ornamental pepper and chili pepper that has a good fruit quality.

This study consisted of two experiments. The first experiment characterization of 24 genotypes derived from chili peppers kinds chili pepper, bird pepper and curly pepper also the test for resistance to Fusarium wilt. Then proced with a second trial that studies patterns of inheritance of traits qualitative and quantitative results of a breeding between chili pepper and bird pepper. The first experimental results indicate that the observed population has a high diversity. Results of analysis using 34 variables character at a rate of 85% similarity genotype chili divide into 6 groups. Each type of clustered into groups chili pepper, bird pepper and curly pepper except genotype IPB C174, IPB C15, and IPBC20. Results of testing the resistance to Fusarium wilt disease genotypes were tested in the range resistance-low susceptible. Resistant genotypes are IPB C4, IPB C111, IPB C152, IPB C159, and IPB C174 while low susceptible genotype is IPBC3, IPBC5, and IPB C313.

Results of the second experiment showed that the shortened internode character, the orientation of the fruit and the anthocyanin color on anther stem are controlled by one gene while at anther anthocyanin color character is controlled by two genes. Mendel ratio shortened internode character and orientation of fruit on 1:3 indicates that this character are controlled by a single recessive gene Mendelian, while the ratio of the anthocyanin color on the stem anther 3:1 indicates that this character is controlled by a single dominant gene. Anthocyanin color characters on anther has a Mendelian ratio 13:3 shows that the character is controlled by two genes that work in a dominant and recessive epistasis. The additive-dominant genetic model with the interaction of additives and dominant-dominant suitable for all characters. Heritability in the broad sense on the characters observed in the range of high, whereas narrow sense heritability in the range of low to high. The role of genes greater than the additive dominant gene on the character length and diameter of the fruit, while the plant height and weight per fruit dominant role of genes greater than additive gene.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

PEWARISAN KARAKTER KUALITATIF DAN

KUANTITATIF PADA PERSILANGAN CABAI BESAR DAN

CABAI RAWIT SERTA KETAHANANNYA TERHADAP

PENYAKIT LAYU FUSARIUM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis berjudul Pewarisan Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Persilangan Cabai Besar dan Cabai Rawit serta Ketahanannya terhadap Penyakit Layu Fusarium dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan tugas akhir penulis untuk memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS, Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi dan Dr Ir Widodo, MS selaku dosen pembimbing atas segala arahan, masukan, kesabaran, dan motivasi yang telah diberikan selama ini

2. Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MSc Agr dan Dr Ani Kurniawati, SP MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga tesis ini menjadi lebih baik

3. DIKTI atas beasiswa pendidikan yang telah diberikan melalui program Beasiswa Unggulan 2012 dan Hibah Kompetensi 2014 atas nama M. Syukur untuk dana penelitian

4. Kedua orang tua (Bapak Yunus dan Ibu Cartini) yang selalu berdoa dan memberikan dukungan tiada henti, mamah mertua (Lilis Yunaningsih) dan nenek (Karisah, Iwi Ruswi) yang menyayangi dan menyemangati tanpa lelah, serta adik-adikku tersayang Siti sopiah, Siti Julfah Anissa dan Siti Sadiah 5. Suami tercinta Windu Purnomo, Anak-anakku tercinta Zara Tabita Kinanti

dan Zinedine Irhab Purnomo yang senantiasa memberi dukungan, semangat dan kasih sayang yang berlimpah

6. Teman-teman Lab Pemuliaan Tanaman (Pak Undang, Kak Abdul, Mba Tia, Kak Adi, Andra, Ana, Ntus), Teman-teman PBT 2013 (Dayah, Mba Yusnita, Ami), Teman-teman PBT 2014 (Dea, Arin, Syafi’i), Anti, Ita, Ainun, Teh Yeni, Kang Pudin, Mang Darwa, Bu Markah dan Bu Odeh atas segala bantuannya selama ini

7. Rekan-rekan Program Studi Pemuliaan Tanaman, Sekolah Pascasarjana tahun 2012 atas dukungan dan kerjasama yang solid selama ini

8. Semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya penelitian ini

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang pemuliaan tanaman dan pertanian pada umumnya. Segala kekurangan dan kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini merupakan bukti ketidaksempuranan penulis semoga tidak mengurangi ilmu yang ingin disampaikan.

Bogor, Januari 2016

(11)

DAFTAR ISI

Pemuliaan Tanaman Cabai di Indonesia 4

Penyakit Layu Fusarium 5

Komponen Ragam dan Heritabilitas 6

Karakter Kualitatif dan Karakter Kuantitatif 7

3 KERAGAMAN GENETIK 24 GENOTIPE CABAI DAN

Ketahanan terhadap Penyakit Layu Fusarium 24

Analisis Gerombol 25

Simpulan 27

4 PEWARISAN KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA

PERSILANGAN CABAI BESAR DAN CABAI RAWIT 29

(12)

DAFTAR TABEL

1 Nisbah fenotipik frekuensi karakter resistensi tanaman terhadap penyakit yang dikendalikan oleh gen mayor dalam populasi

bersegregasi F2 8

2 Skoring gejala penyakit layu fusarium pada cabai 17 3 Skala ketahanan cabai terhadap layu fusarium 17 4 Keragaan karakter vegetatif pada 24 genotipe cabai 18 5 Keragaan karakter bunga dan buah pada 24 genotipe cabai 19 6 Keragaan karakter buah pada 24 genotipe cabai 21 7 Kuadrat tengah beberapa karakter vegetatif pada beberapa genotipe

cabai 22

8 Kuadrat tengah komponen hasil beberapa genotipe cabai 22 9 Nilai tengah beberapa karakter kuantitatif pada beberapa genotipe cabai 23 10 Skala ketahanan 24 genotipe cabai terhadap penyakit layu fusarium 25 11 Jumlah tanaman hasil pengamatan pada karakter shortened internode

dan orientasi buah cabai beberapa populasi hasil persilangan IPB C4 ×

IPB C174 34

12 Jumlah tanaman hasil pengamatan pada karakter warna antosianin anter dan warna antosianin tangkai anter cabai beberapa populasi hasil

persilangan IPB C4 × IPB C174 37

13 Nilai X2hitung karakter shortened internode, orientasi buah, warna antosianin anter dan warna antosianin tangkai anter cabai populasi BCP1 (F1 × IPB C174) dan F2 (IPB C4 × IPB C174) 37 14 Uji pengaruh tetua betina populasi F1 dan F1R pada beberapa karakter

cabai 40

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif pada persilangan cabai besar dan cabai rawit serta ketahanannya

terhadap layu fusarium 3

2 Daur hidup Fusarium oxysporum 6

3 Biakan Foc yang siap diinokulasikan 12

4 Proses inokulasi Foc 13

5 Genotipe cabai yang memiliki keunikan 20

6 Keragaman bentuk, ukuran dan warna buah mentah beberapa genotipe

cabai 20

7 Keadaan tanaman cabai 3 minggu setelah inokulasi 25 8 Dendogram 24 genotipe cabai berdasarkan ketidakmiripan

(dissimilarity)karakter kualitatif dan kuantitatif 26

9 Karakteristik genotipe tunggal cabai kelompok II, V, dan VI 27 10 Bagan persilangan dan model genetik untuk gen yang mengendalikan

karakter pemendekan ruas pada cabai hasil persilangan IPB C4 × IPB

C174 33

11 Fenotipe karakter pemendekan ruas (shortened internode) pada cabai 34 12 Bagan persilangan dan model genetik untuk gen yang mengendalikan

karakter orientasi buah pada cabai hasil persilangan IPB C4 × IPB C174 35 13 Bagan persilangan dan model genetik untuk gen yang mengendalikan

karakter warna antosianin anter pada cabai hasil persilangan IPB C4 ×

IPB C174 36

14 Keragaman warna antosianin anter, tangkai anter dan mahkota bunga

pada populasi F2 cabai 36

15 Bagan persilangan dan model genetik untuk gen yang mengendalikan karakter warna antosianin tangkai anter pada cabai hasil persilangan

IPB C4 × IPB C174 37

16 Nilai tengah dan simpangan baku populasi P1, P2, F1, F2, BCP1 dan

BCP2 cabai 39

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai adalah tanaman asli dari wilayah tropika dan subtropika. Tanaman cabai termasuk famili Solanaceae, genus Capsicum. Capsicum annuum L. merupakan salah satu spesies dari 20-30 spesies dalam genus Capsicum. Selain

Capsicum annuum spesies lain yang dibudidayakan adalah C. frutescens, C. baccatum, C. pubescens, dan C. chinense. Capsicum annuum adalah spesies yang paling banyak dibudidayakan dan paling penting secara ekonomis. Berdasarkan karakter buahnya, terutama bentuk dan ukuran buah, C. annuum dapat digolongkan dalam empat tipe yaitu cabai besar, keriting, rawit (hijau), dan paprika (Syukur et al. 2012).

Pemuliaan cabai secara umum diarahkan untuk memperoleh cabai unggul dengan karakter produktivitas tinggi, umur panen genjah, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, daya simpan buah lama, tingkat kepedasan tertentu, dan kualitas buah sesuai selera konsumen (Syukur et al. 2012). Cabai yang memiliki keunggulan kualitas buah yang sesuai selera konsumen dan tahan penyakit salah satunya layu fusarium merupakan salah satu varietas yang diminati pasar saat ini untuk cabai konsumsi.

Peranan cabai saat ini selain sebagai tanaman konsumsi mulai mengarah ke tanaman hias, misalnya cabai yang memiliki warna buah yang berbeda pada tingkat kematangan yang berbeda sangat diminati pecinta tanaman hias. Cabai hias masih memiliki rasa pedas seperti cabai konsumsi tapi jarang dikonsumsi karena terdapat aroma langu pada saat dikonsumsi. Peluang inilah yang dapat dijadikan salah satu ide untuk mengembangkan tanaman cabai hias sekaligus sebagai cabai konsumsi.

Modal awal dalam proses pemuliaan cabai adalah keragaman genetik. Keragaman genetik dapat diperoleh melalui berbagai cara, antara lain introduksi, mutasi, hibridisasi, dan ploidisasi. Menurut Syukur et al. (2010) keragaman genetik yang luas untuk beberapa karakter pada populasi disebabkan latar belakang genetik populasi yang berbeda. Pengetahuan tentang latar belakang genetik populasi sangat penting untuk memulai seleksi. Yunianti et al. (2010) menyatakan bahwa keragaman genetik yang luas pada karakter tertentu menunjukkan bahwa karakter tersebut potensial diperbaiki karena lebih leluasa diseleksi. Hal ini senada dengan Hasan et al. (2014) yang menyatakan bahwa perbedaan genetik adalah dasar untuk seleksi yang efektif dalam populasi yang ada atau populasi yang terbentuk dari hasil hibridisasi.

(16)

Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Memperoleh informasi keragaman genetik dari cabai besar, cabai rawit dan cabai keriting serta ketahanannya terhadap layu fusarium

2. Memperoleh informasi tentang pola pewarisan beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif pada tanaman cabai yang berhubungan dengan kriteria cabai hias dan cabai yang memiliki kualitas buah yang baik

Ruang Lingkup Penelitian

(17)

Gambar 1. Diagram alir penelitian pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif

pada persilangan cabai besar dan cabai rawit serta ketahanannya terhadap layu fusarium

Percobaan 2 :

Ketahanan 24 genotipe cabai terhadap layu fusarium

Plasma nutfah cabai koleksi Lab. Dik Pemuliaan Tanaman

Percobaan 1 :

Karakterisasi 24 genotipe cabai

Percobaan 3 :

Pendugaan parameter genetik enam populasi dasar hasil persilangan

cabai besar dan cabai rawit Uji patogenisitas isolat

Fusarium oxysporum untuk mendapatkan Foc virulen

Koleksi isolat dari daerah Blitar

Keragaman genetik dari cabai besar, cabai rawit dan cabai keriting

Informasi ketahanan 24 genotipe cabai terhadap layu fusarium

Informasi genetik pewarisan karakter kualitatif yang berhubungan dengan cabai hias dan karakter kuantitatif yang berhubungan dengan kualitas buah yang baik

Informasi pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif dan ketahanan penyakit layu fusarium untuk pengembangan

(18)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Cabai

Tanaman cabai termasuk famili Solanaceae, genus Capsicum. Capsicum annuum L. merupakan salah satu spesies dari 20-30 spesies dalam genus

Capsicum. Selain Capsicum annuum spesies lain yang dibudidayakan adalah C. frutescens, C. baccatum, C. pubescens, dan C. chinense. Berdasarkan karakter buahnya, terutama bentuk dan ukuran buah, C. annum dapat digolongkan dalam empat tipe yaitu cabai besar, keriting, rawit (hijau), dan paprika (Syukur et al.

2012). Capsicum merupakan tanaman diploid yang sebagian besar memiliki jumlah kromosom 2n = 2x = 24, namun pada beberapa spesies liar memiliki jumlah kromosom 2n = 2x = 26 (Bosland dan Votava 1999).

Cabai adalah tanaman herba, sebagian besar menjadi berkayu pada pangkal batangnya. Cabai adalah tanaman setahun yang umumnya tumbuh tegak, sangat bercabang, dan tinggi 0.5-1.5 m. Akar tunggang kuat dan dalam, umumnya berkembang sempurna. Daunnya relatif halus berupa daun tunggal dan tipis. Ukuran daun bervariasi dengan helaian daun lanset dan bulat telur lebar (Rubatzky dan Yamaguchi 1997).

Bunga cabai berbentuk seperti lonceng yang merupakan bunga hermaprodit dan bunga lengkap. Diameter bunga cabai berkisar antara 9-15 mm dengan 5-6 helai mahkota dan 5-8 benang sari yang berwarna putih atau ungu. Putik tanaman cabai berada di tengah-tengah dan tertutup oleh benang sari dengan panjang 3.5-6.6 mm. Namun, dijumpai juga putik lebih panjang dari pada benang sari. Bunga cabai memiliki 3 orientasi arah tumbuh yang berbeda, yaitu ke bawah, intermediet, dan tegak ke atas (Bosland dan Votava 1999). Bunga cabai umumnya merupakan bunga tunggal (kecuali pada spesies tertentu berbunga ganda, terletak pada hampir setiap ruas (nodus). Bunga pertama terbentuk pada umur 23-31 hari sesudah tanam (Syukur et al. 2012).

Warna buah cabai sangat bervariasi, yaitu: hijau, kuning, atau bahkan ungu ketika muda dan kemudian berubah menjadi merah, jingga, atau campuran bersamaan dengan meningkatnya umur buah. Karakteristik buah tidak pecah, menggantung atau tegak dan berbiji banyak. Pada C. annuum buah seringkali tumbuh tunggal pada setiap buku. Buah berongga karena kulit buah tumbuh lebih cepat dari jaringan plasenta. Karakteristik biji C. annuum berbentuk pipih, biasanya berwarna kuning pucat, bulat telur, panjang 3-5 mm (Rubatzky dan Yamaguchi 1997).

Pemuliaan Tanaman Cabai di Indonesia

(19)

Cabai dikelompokan ke dalam tanaman menyerbuk sendiri. Hal ini karena tanaman cabai memiliki persentase penyerbukan sendiri yang tinggi. Menurut Sleper dan Poehlman (2006) tanaman menyerbuk sendiri umumnya adalah tanaman yang memiliki tingkat penyerbukan silang alami yang rendah, yaitu 4-5%.

Pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri umumnya lebih sering diarahkan untuk merakit varietas bersari bebas. Namun, menurut Sujiprihati et al. (2007) varietas-varietas cabai yang dihasilkan di Indonesia saat ini didominasi oleh varietas hibrida bukan varietas bersari bebas. Sebanyak 80% varietas cabai yang dilepas di Indonesia merupakan cabai hibrida. Salah satu penyebabnya diduga karena varietas-varietas tersebut dapat memiliki nilai heterosis yang tinggi. Nilai heterosis pada hasil persilangan dialel tanaman cabai dapat mencapai 63% dan nilai heterobeltiosisnya dapat mencapai 44%.

Pemuliaan cabai diarahkan untuk memperoleh cabai unggul. Karakter cabai unggul merupakan karakter-karakter yang mendukung hasil tinggi dan kualitas buah prima. Karakter unggul tersebut diantaranya adalah produktivitas tinggi, umur panen genjah, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, daya simpan buah lama, tingkat kepedasan tertentu, dan kualitas buah sesuai selera konsumen (Syukur et al. 2012).

Pemuliaan tanaman adalah kegiatan untuk memperbaiki atau merakit tanaman dengan karakter yang baik secara kuantitatif maupun kulitatif. Salah satu proses yang sangat penting dalam kegiatan ini adalah proses seleksi terhadap karakter yang diharapkan baik oleh pemulia maupun oleh konsumen. Proses seleksi ini dapat berjalan dengan baik apabila terdapat keragaman genetik yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Crowder (1986) bahwa pemuliaan tanaman akan berhasil jika di dalam populasi tersebut terdapat banyak variasi genetik. Variasi genetik dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu koleksi, introduksi, hibridisasi, dan induksi mutasi.

Penyakit Layu Fusarium

Review yang diadakan atas kerjasama dengan jurnal Molecular Plant Pathology menempatkan Fusarium oxysporum pada urutan kelima dari top 10 fungi berdasarkan kepentingan secara keilmuan maupun secara ekonomi pada skala dunia. Fusarium oxysporum memiliki inang yang sangat luas yang mampu menyebabkan kehilangan hasil seperti pada tomat, kapas dan pisang (Dean et al.

2012).

(20)

Cendawan ini dapat bertahan hidup di tanah dengan membentuk struktur istirahat jika inang tidak ada. Namun, jika inangnya ada maka miselium dari spora yang berkecambah melakukan penetrasi ke akar inang, memasuki sistem jaringan tanaman (xylem) kemudian berkembangbiak dan menyebabkan kelayuan tanaman (Agrios 2005). Gejala yang umum tampak adalah layu termasuk jaringan di sekitar tulang daun memucat (vein clearing) dan daun merunduk ke bawah diikuti dengan kekerdilan, penguningan pada daun paling bawah kemudian layu lebih lanjut, menggugurkan daun dan akhirnya mati (Michielse dan Rep 2009). Secara umum daur hidup F. oxysporum penyebab layu terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Daur hidup Fusarium oxysporum (Sumber : Agrios 2005)

Komponen Ragam dan Heritabilitas

(21)

perbandingan antara ragam aditif dan ragam fenotipe (h2ns = σ2a/σ2p). Umumnya heritabilitas arti sempit banyak mendapat perhatian karena pengaruh aditif dari setiap alelnya diwariskan dari tetua kepada keturunannya (Arif 2010).

Pada tanaman ada banyak metode untuk menduga nilai heritabilitas dan komponen ragam. Heritabilitas dapat diduga dengan menggunakan cara antara lain, perhitungan ragam turunan, regresi parent offspring dan dengan perhitungan komponen ragam dari analisis ragam. Metode yang digunakan tergantung dari populasi yang dimiliki oleh pemulia dan tujuan yang ingin dicapai. Nilai heritabilitas dikatakan rendah apabila kurang dari 20%, cukup tinggi pada 20-50%, tinggi jika lebih dari 50%. Namun, nilai-nilai ini sangat tergantung dari metode dan populasi yang digunakan (Sujiprihati et al. 2003)

Nilai heritabilitas sangat diperlukan dalam memilih karakter yang akan dijadikan kriteria seleksi. Seleksi dapat dilakukan pada karakter daya hasil langsung atau karakter yang mendukung daya hasil dengan nilai heritabilitas yang tergolong sedang atau tinggi. Jika karakter daya hasil memiliki heritabilitas rendah maka seleksi dilakukan secara tidak langsung melalui karakter yang erat hubungan dengan daya hasil dan heritabilitas sedang tinggi (Arif 2010).

Nilai heritabilitas yang rendah menunjukkan bahwa keragaman yang terjadi lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetiknya, sedangkan nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa keragaman yang timbul lebih dipengaruhi oleh faktor genetik dibandingkan lingkungan. Kegiatan seleksi karakter-karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi dapat dilakukan pada generasi awal, sedangkan terhadap karakter-karakter dengan nilai heritabilitas rendah sebaiknya dilakukan seleksi pada generasi lanjut agar gen-gen aditifnya sudah terfiksasi (Sleper dan Poehlman 2006).

Karakter Kualitatif dan Karakter Kuantitatif

Karakter kualitatif adalah karakter yang dapat dibedakan berdasarkan kelas atau jenis. Contoh karakter kualitatif adalah warna bunga, ketahanan terhadap penyakit, bentuk buah dan lain-lain. Bentuk sebaran kualitatif adalah tegas, gen pengendali karakter kualitatif berupa gen mayor, serta karakter kualitatif sangat sedikit dipengaruhi oleh lingkungan (Arif 2010). Pengambilan data pada karakter kualitatif dapat langsung dilakukan secara visual baik dengan kontrol yang sudah distandarisasi maupun dengan skoring. Karakter kualitatif lebih cenderung mengikuti rasio mendel (Mangoendidjojo 2003).

Tanaman pada generasi F2 akan mengalami segregasi sesuai dengan hukum Mendel. Aksi dan interaksi gen yang berbeda akan membuat pola segregasi berbeda. Tipe aksi gen dapat dibedakan menjadi dua yaitu interaksi antar alel pada lokus yang berbeda (interlokus) dan interaksi antar alel pada lokus yang sama (intralokus) (Arif 2010). Pola segregasi pada populasi F2 menghasilkan nisbah fenotipe yang berbeda sesuai dengan aksi gen yang terjadi. Tabel 1 memperlihatkan contoh nisbah fenotipe karakter kualitatif resistensi tanaman terhadap penyakit yang dikendalikan oleh gen mayor dalam populasi bersegregasi F2.

(22)

berhubungan dengan pertumbuhan tanaman atau hasil panen. Karakter kuantitatif umumnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini dapat terjadi karena karakter-karakter ini dikendalikan oleh sejumlah gen dimana pengaruh masing-masing gen terhadap penampilan karakter (fenotipe) lebih kecil dibandingkan pengaruh lingkungan, walaupun secara bersama-sama gen-gen tersebut dapat mempunyai pengaruh yang lebih besar dari pengaruh lingkungan. Gen-gen yang demikian disebut gen minor (Arif 2010). Pengambilan data terhadap karakter kuantitatif memerlukan pengukuran (Mangoendijojo 2003).

Tabel 1. Nisbah fenotipik frekuensi karakter resistensi tanaman terhadap penyakit yang dikendalikan oleh gen mayor dalam populasi bersegregasi F2

Tipe Resistensi Resisten

(23)

3 KERAGAMAN GENETIK 24 GENOTIPE CABAI DAN

KETAHANANNYA TERHADAP LAYU FUSARIUM

Abstrak

Keragaman genetik merupakan modal dasar yang digunakan dalam proses pemuliaan tanaman cabai. Keragaman genetik yang luas memberikan peluang kepada pemulia untuk melakukan seleksi sesuai dengan tujuan perakitan varietas yang akan dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari keragaman genetik pada 24 genotipe tanaman cabai dan ketahanannya terhadap layu fusarium. Penelitian ini menggunakan 24 genotipe cabai yang berasal dari jenis cabai rawit, besar, dan keriting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi yang diamati memiliki keragaman tinggi ditunjukan dengan hasil analisis ragam seluruh karakter berpengaruh nyata pada semua peubah yang diamati. Bobot buah per tanaman paling rendah adalah genotipe IPB C92 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C8, IPB C10, IPB C20, IPB C160, dan IPB IPB C174 sedangkan yang paling tinggi adalah genotipe C143 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C5, IPB C37, IPB C152 dan IPB C313. Bobot buah per tanaman merupakan salah satu karakter yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam perakitan varietas baru khususnya untuk cabai konsumsi. Genotipe IPB C143, IPB C5, IPB C37, IPB C152 dan IPB C313 memiliki potensi untuk dijadikan tetua. Namun, pada perakitan cabai hias karakter khusus dan unik lebih diperhatikan seperti warna buah yang berwarna-warni pada genotipe IPB C92, warna ungu pada beberapa bagian tanaman seperti pada genotipe IPB C20 dan karakter ruas pendek yang membuat kesan buket bunga pada IPB C174 berpotensi untuk dijadikan tetua dalam pemuliaan cabai hias. Hasil pengujian ketahanan genotipe yang diuji berada pada kisaran tahan-agak rentan. Genotipe yang tahan adalah IPB C4, IPB C111, IPB C152, IPB C159, dan IPB C174 sedangkan genotipe yang agak rentan adalah IPB C3, IPB C5, dan IPB C313. Hasil analisis gerombol genotipe terbagi menjadi 6 kelompok menggunakan 34 peubah pada tingkat kemiripan 85%. Setiap jenis cabai mengelompok menjadi kelompok cabai rawit, cabai besar, dan cabai keriting kecuali genotipe IPB C174, IPB C15, dan IPB C20.

Kata kunci: cabai hias, cabai konsumsi, keragaman genetik, layu fusarium

Pendahuluan

Cabai adalah tanaman asli dari wilayah tropika dan subtropika. Capsicum annuum adalah spesies yang paling banyak dibudidayakan dan paling penting secara ekonomis (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Cabai di Indonesia merupakan komoditas hortikultura unggulan dari jenis sayuran berdasarkan nilai ekonomis dan strategis (Direktorat Jendral Hortikultura 2012).

(24)

merupakan penyakit yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum (Salim dan Wahab 2003). Penyakit yang disebabkan oleh Fusarium spp. di daerah tropis menjadi sangat signifikan dengan pertanian yang intensif, sistem produksi yang tinggi dan genetik yang seragam. F. oxysporum dan F. solani adalah patogen tanaman yang paling banyak ditemukan di daerah tropis. Cendawan ini hidup secara saprofit di tanah dan menyebabkan penyakit layu pada tanaman. Penyakit layu ini merupakan penyakit yang sangat merugikan secara ekonomi (Leslie dan Summerell 2006).

Pengendalian terhadap penyakit layu fusarium telah banyak dilakukan dan akan menjadi efektif serta berkelanjutan jika dilakukan dengan tepat dan ramah lingkungan. Penggunaan varietas yang tahan terhadap penyakit merupakan salah satu cara pengendalian yang diharapkan mampu menjaga lingkungan dari residu fungisida yang berlebihan. Perakitan varietas yang tahan terhadap penyakit memerlukan informasi ketahanan dari beberapa genotipe cabai untuk mengetahui kendali genetik ketahanan penyakit pada tanaman

Keragaman genetik merupakan modal awal dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Keragaman genetik dapat diperoleh melalui berbagai cara, antara lain introduksi, mutasi, hibridisasi, dan ploidisasi. Menurut Syukur et al. (2010) keragaman genetik yang luas untuk beberapa karakter pada populasi disebabkan latar belakang genetik populasi yang berbeda. Pengetahuan tentang latar belakang genetik populasi sangat penting untuk memulai seleksi. Yunianti et al. (2010) menyatakan bahwa keragaman genetik yang luas pada karakter tertentu menunjukkan bahwa karakter tersebut potensial diperbaiki karena lebih leluasa diseleksi. Hal ini senada dengan Hasan et al. (2014) yang menyatakan bahwa perbedaan genetik adalah dasar untuk seleksi yang efektif dalam populasi yang ada atau populasi yang terbentuk dari hasil hibridisasi.

Tujuan dari penelitin ini adalah untuk mengetahui keragaman genetik dari cabai besar, cabai keriting, dan cabai rawit melalui pengamatan karakter kualitatif dan kuantitatif pada tanaman serta mengetahui tingkat ketahanan masing-masing genotipe terhadap layu fusarium.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Percobaan karakterisasi di lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2013-Januari 2014 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo. Uji ketahanan bibit terhadap layu Fusarium dilaksanakan pada bulan Februari-Juni 2015 di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura. Persemaian bibit dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura.

Bahan Tanaman

(25)

(Cilibangi 3), IPB C8 (ICPN 7#3), IPB C10 (PBC 495), IPB C15 (0209-4), IPB C18 (Tit Super), IPB C19 (Randu), IPB C20 (CA-MAZ), IPB C37 (Tit Segitiga), IPB C92 (Brazil), IPB C111 (Cabai Keriting Tegar), IPB C120 (Kopay), IPB C140 (Lembang 1), IPB C141 (Trisula), IPB C142 (Gelora), IPB C143 (Tombak), IPB C145 (Bara), IPB C152 (Tanjung 2), IPB C159 (Ferosa), IPB C160 (Genie), IPB C174 (Thai Hot Peppers 5503), IPB C313 (Seloka IPB) dan IPB C316 (SSP IPB). Isolat yang digunakan untuk inokulasi berasal dari Blitar.

Pelaksanaan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada saat bibit dipindahkan ke lahan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) 1 faktor yaitu genotipe cabai. Percobaan ini terdiri dari tiga kelompok dan masing-masing kelompok menyatakan ulangan. Setiap kelompok terdiri dari 24 genotipe cabai yang ditempatkan secara acak sehingga dalam percobaan ini terdapat 72 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 20 individu tanaman sehingga keseluruhan percobaan terdiri dari 1440 individu tanaman.

Percobaan dibagi menjadi dua kegiatan terpisah yaitu penanaman di lahan untuk keperluan karakterisasi dan pengujian ketahanan bibit terhadap layu fusarium di laboratorium. Percobaan pertama yaitu karakterisasi diawali dengan kegiatan penyemaian. Media yang digunakan untuk persemaian benih cabai adalah media tanam komersial. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Pemenuhan kebutuhan nutrisi tanaman di persemaian dengan pemberian pupuk daun dosis 1 g l-1 dan NPK 16:16:16 5 g l-1 setiap 1 kali seminggu. Pengendalian serangan kutu daun, thrips dan tungau dengan insektisida dan akarisida 2 kali seminggu dengan dosis masing-masing 1 g l-1 jika terlihat gejala serangan hama dan penyakit pada persemaian.

Kegiatan pengolahan lahan dan pembuatan bedengan dilakukan bersamaan pada saat melakukan kegiatan penyemaian. Setelah dilakukan pengolahan lahan dan pembuatan bedengan, maka dilakukan pemasangan mulsa. Penanaman dilakukan setelah bibit cabai berumur 35 hari setelah semai (HSS) atau minimal sudah memiliki empat helai daun dewasa. Penanaman (transplanting) dilakukan pada sore hari dengan jumlah tanaman satu tanaman per lubang tanam. Setelah dilakukan penanam, dilakukan pemasangan ajir pada dekat lubang tanam. Penyulaman bibit dilakukan satu minggu setelah tanam.

(26)

mencapai tingkat kematangan 75%. Pemanenan akan dilakukan setiap minggu selama 8 minggu.

Percobaan kedua yaitu ketahanan terhadap layu Fusarium diawali dengan inokulasi bibit dengan inokulum Foc. Kegiatan sebelum inokulasi adalah penyiapan inokulum Foc. Penyiapan inokulum Foc diawali dengan isolasi kemudian perbanyakan. Isolasi dilakukan pada isolat yang berasal dari Blitar. Batang tanaman yang menunjukkan gejala layu fusarium diambil dari lapangan kemudian dipotong akarnya dan dibersihkan. Proses isolasi dilakukan di dalam laminar. Pangkal batang yang sudah bersih dilap dengan alkohol 70% kemudian diiris tipis dengan menggunakan cutter yang steril. Media tanaman yang digunakan adalah potato dextrose agar (PDA) ditambahkan dengan asam laktat 20% 2 tetes setiap petridish. Irisan batang yang sudah steril ditanam ke petridish

sebanyak 3 irisan dalam satu petridish. Petridish yang sudah berisi batang yang menunjukkan gejala kecoklatan diinkubasi selama 7 hari untuk memastikan yang tumbuh di media adalah Foc. Setelah mendapatkan Foc yang tumbuh maka dimurnikan agar biakan hanya Foc saja dengan cara dipindahkan ke petridish lain. Pengamatan mikroskopis diperlukan untuk memastikan bahwa cendawan itu adalah Foc.

Gambar 3. Biakan Foc yang siap diinokulasikan : (a) biakan Foc pada media PDA; (b) bentuk mikroskopis Foc (1.makrokonidia; 2.mikrokonidia) Setelah mendapatkan biakan Foc maka dilakukan penyiapan suspensi inokulum untuk proses inokulasi pada bibit. Koleksi biakan murni Foc yang dimurnikan berumur minimal 1 minggu pada media PDA atau sudah terlihat penuh pada petridish seperti pada Gambar 3 dicampur dengan air steril sebanyak ± 200 ml untuk mendapatkan suspensi konidia dengan konsentrasi 1×106 konidia ml-1. Pengukuran konsentrasi konidia dilakukan dengan alat bantu

haemocytometer.

Proses inokulasi Foc dilakukan pada bibit yang berumur 21 hari. Bibit dilukai bagian akarnya agar memberikan jalan masuknya konidia Foc pada tanaman dengan menggunakan gunting steril. Setelah dilukai bibit direndam ke dalam inokulum yang sudah dipersiapkan selama ± 20 jam seperti pada Gambar 4. Bibit yang telah diinokulasi dipindahkan ke dalam tray besar yang berisi media komersial steril dan ditempatkan di tempat dengan suhu 25 ± 3° C.

(a) (b)

(27)

Gambar 4. Proses inokulasi Foc : (a) bibit yang telah dilukai direndam dalam inokulum Foc; (b) akar terendam dalam inokulum Foc

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Pengamatan kualitatif berdasarkan skoring menurut IPGRI (1995) yang dilakukan pada karakter sebagai berikut.

1 Warna batang : 1 hijau; 2 hijau dengan garis ungu; 3 ungu; 4 lainnya 2 Warna buku : 1 hijau; 3 ungu muda; 5 ungu; 7 ungu tua

3 Bulu batang : 3 jarang; 5 sedang; 7 rapat

3 jarang 5 sedang 7 rapat

4 Tipe pertumbuhan tanaman : 3 prostate; 5 intermediate; 7 erect; 9 lainnya

3 prostate

7 erect

5 intermediate

(28)

5 Tipe percabangan : 3 jarang; 5 sedang; 7 rapat 6 Tunas air : 3 jarang; 5 sedang; 7 rapat

7 Kerapatan daun : 3 jarang; 5 sedang; 7 rapat

8 Warna daun : 1 kuning; 2 hijau muda; 3 hijau; 4 hijau tua; 5 ungu muda; 6 ungu; 7 variegata; 8 lainnya

9 Bulu daun : 3 jarang; 5 sedang; 7 rapat

3 jarang 5 sedang 7 rapat 10Posisi bunga : 3 pendant; 5 intermediate; 7 erect

3 pendant 5 intermediate 7 erect

11Warna mahkota : 1 putih; 2 kuning muda; 3 kuning; 4 kuning kehijauan; 5 ungu dengan dasar putih; 6 putih dengan dasar ungu; 7 putih dengan tepi ungu; 8 ungu; 9 lainnya

12Warna semburat mahkota : 1 putih; 2 kuning; 3 hijau kekuningan; 4 hijau; 5 ungu; 6 lainnya

13Warna anter : 1 putih; 2 kuning; 3 agak biru; 4 biru; 5 ungu; 6 lainnya 14Warna tangkai sari : 1 putih; 2 kuning; 3 hijau; 4 biru; 5 ungu muda; 6

ungu; 7 lainnya

15Posisi stigma : 3 lebih pendek; 5 sama tinggi; 7 lebih tinggi 16Pigmen kelopak : 0 tidak ada; 1 ada

17Bentuk tipe kelopak : 1 entire; 2 intermediate; 3 dentate; 4 lainnya

1 entire 2 intermediate 3 dentate

18Bercak/garis antosianin : 0 tidak ada; 1 ada

Pengamatan pada buah berdasarkan Naktuinbouw (2010) dan EAPVPF (2012) sebagai berikut.

1 Warna buah sebelum matang : 1 putih; 2 kuning; 3 hijau; 4 ungu 2 Orientasi buah : 1 erect; 2 horizontal; 3 drooping

(29)

4 Twisting : 1 tidak ada; 9 ada

5 Bentuk buah longitudinal : 1 oblate; 2 circular; 3 cordate; 4 square; 5

rectangular; 6 trapezoidal; 7 moderatly triangular; 8 narrowly triangular; 9 hornshaped; 10 linear

6 Lekukan pangkal buah dan selain pangkal : 1 tidak ada atau sangat lemah; 3 lemah; 5 medium; 7 kuat; 9 sangat kuat

7 Bentuk ujung buah : 1 acuted; 3 moderatly acuted; 5 rounded; 7 moderatly depressed; 9 very depressed

3: cordate

10: linear 1: oblate 2: circular

4: square 5: rectangular

6: trapezoidal

7: moderatly triangular 8: narrowly triangular 9: horn shaped

1 acuted 3 moderatly acuted 5 rounded 7 moderatly depressed 9 very depressed tidak ada ada

(30)

8 Glossiness : 3 lemah; 5 medium, 7 kuat 9 Lekukan kelopak : 1 tidak ada; 9 ada

10Kedalaman lekukan : 3 shallow; 5 medium; 7 depth

11Jumlah lokul : 1 dominan dua; 3 dominan tiga; 5 dominan empat atau lebih

12Shortened internode : 1 tidak ada; 9 ada

Pengamatan kuantitatif yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Umur berbunga dihitung ketika 50% dari tanaman setiap genotipe berbunga

2. Panjang buah (cm), diukur 10 buah pada panen kedua

3. Diameter buah (cm) pada bagian buah yang paling besar, diukur 10 buah pada panen kedua

4. Bobot per buah (gram), ditimbang 10 buah pada panen kedua

5. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tertinggi, pada 10 tanaman contoh

6. Tinggi dikotomus (cm), diukur dari permukaan tanah sampai titik cabang pertama, pada 10 tanaman contoh

7. Bobot buah per tanaman (gram), buah siap panen ditimbang, pada 10 tanaman contoh selama 10 minggu

8. Tebal kulit buah, diukur 10 buah pada panen kedua

tidak ada ada

dominan dua dominan tiga dominan empat

(31)

Pengamatan ketahanan penyakit menggunakan skoring penyakit untuk mengetahui tingkat keparahan serangan dan pengamatan insidensi penyakit. Setelah itu dikelompokan ke dalam kelas ketahanan. Skoring penyakit ditentukan berdasarkan Tabel 2 dan skala ketahanan penyakit berdasarkan Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 2. Skoring gejala penyakit layu fusarium pada cabai

Skor Keadaan tanaman

0 Tanaman sehat tidak menampakkan gejala layu maupun daun menguning

1 Daun mengalami gejala layu atau menguning <20% dari tajuk tanaman 2 Daun mengalami gejala layu atau menguning 20-40% dari tajuk

tanaman

3 Daun mengalami gejala layu atau menguning >40% dari tajuk tanaman 4 Seluruh daun mengalami gejala layu atau menguning atau tanaman

mati

Tabel 3. Skala ketahanan cabai terhadap layu fusarium Keparahan Penyakit Skala ketahanan

0% Tahan

0%<KP<20% Agak Tahan

20%<KP<40% Agak Rentan

>40% Rentan

Analisis Data

Analisis data menggunakan Analisis Gerombol (Cluster Analysis) menggunakan software SPSS. Analisis data ketahanan terhadap layu Fusarium menggunakan rumus insidensi penyakit dan keparahan penyakit sebagai berikut.

IP : insidensi penyakit; n : jumlah tanaman yang terserang; N : jumlah tanaman total

(32)

Hasil dan Pembahasan

Keragaan Karakter Kualitatif

Karakter kualitatif dibagi ke dalam tiga kelompok besar yaitu karakter vegetatif tanaman, karakter bunga dan karakter buah. Karakter vegetatif tanaman terdiri atas 10 karakter (Tabel 4), karakter bunga terdiri atas 8 karakter dan 4 karakter kuantitatif yang dikualitatifkan (Tabel 5) dan karakter buah terdiri atas 12 karakter (Tabel 6).

Tabel 4. Keragaan karakter vegetatif pada 24 genotipe cabai

Genotipe WBT WBK BBT TPT TPC TA KD WD BD SI sedang, 7 rapat), SI (shortened internode: 1 tidak ada, 9 ada)

(33)

yang lainnya memiliki warna batang hijau dengan garis ungu. Karakter warna buku yang memiliki warna buku hijau hanya satu genotipe yaitu IPB C174, sedangkan yang memiliki warna ungu tua hanya satu genotipe yaitu IPB C20 selebihnya berwarna ungu muda dan ungu.

Tabel 5. Keragaan karakter bunga dan buah pada 24 genotipe cabai

Genotipe PB WM WSM WA WTS PS PK BTK TT BPB DB KP muda, 3 kuning, 4 kuning kehijauan, 5 ungu dengan dasar putih, 6 putih dengan dasar ungu, 7 putih dengan tepi ungu, 8 ungu, 9 lainnya); WSM (Warna semburat mahkota : 1 putih, 2 kuning, 3 hijau kekuningan, 4 hijau, 5 ungu, 6 lainnya);WA (Warna anter : 1 putih, 2 kuning, 3 agak biru, 4 biru, 5 ungu, 6 lainnya);WTS (Warna tangkai sari : 1 putih, 2 kuning, 3 hijau, 4 biru, 5 ungu muda, 6 ungu, 7 lainnya);PS (Posisi stigma : 3 lebih pendek, 5 sama tinggi, 7 lebih tinggi);PK (Pigmen kelopak : 0 tidak ada, 1 ada); BTK (Bentuk tipe kelopak : 1 entire, 2 intermediate, 3 dentate, 4 lainnya); TT (Tinggi tanaman : 1 pendek, 3 sedang, 5 agak tinggi, 7 tinggi, 9 sangat tinggi); BPB (Bobot per buah : 1 kecil, 3 sedang, 5 agak besar, 7 besar, 9 sangat besar); DB (Diameter buah : : 1 sempit, 3 sedang, 5 agak lebar, 7 lebar, 9 sangat lebar); KP (Ketahanan penyakit : 1 tahan, 3 agak tahan, 5 agak rentan, 7 rentan, 9 sangat rentan)

Ada tiga genotipe yang memiliki karakter tipe pertumbuhan tanaman

prostate yaitu IPB C18, IPB C152, dan IPB C316, sedangkan tipe pertumbuhan

(34)

yang memiliki tunas air rapat ada dua genotipe yaitu IPB C20 dan IPB C174 selebihnya memiliki tunas air sedang. Karakter warna daun yang memiliki daun warna ungu hanya satu genotipe yaitu IPB C20 selebihnya berwarna hijau dan hijau tua. Hanya dua genotipe yang memiliki karakter shortened internode yaitu IPB C92 dan IPB C174 pada Gambar 5.

Keragaan posisi bunga ada tujuh genotipe yang memiliki karakter bunga

erect yaitu IPB C8, IPB C10, IPB C20, IPB C92, IPB C145, IPB C160, dan IPB C174 selebihnya memiliki posisi bunga pendant. Karakter warna mahkota ungu hanya satu genotipe yaitu IPB C20 selebihnya berwarna putih sedangkan pada karakter warna semburat mahkota ada tiga genotipe yang memiliki semburat warna ungu yaitu genotipe IPB C4, IPB C20, dan IPB C316 selebihnya berwarna putih.

Gambar 5. Genotipe cabai yang memiliki keunikan (a) IPB C92 dengan warna buah yang berbeda pada tingkat kematangan yang berbeda dan terdapat shortened internode (b) IPB C174 dengan karakter shortened internode (c) IPB C20 dengan warna ungu pada bagian batang, daun, bunga dan buah

Gambar 6. Keragaman bentuk, ukuran dan warna buah mentah beberapa genotipe cabai

Keragaan warna anter ada enam genotipe yang memiliki warna anter agak biru yaitu IPB C5, IPB C15, IPB C140, IPB C145, IPB C160, IPB C174, dan IPB C313 selebihnya memiliki warna anter ungu. Ada satu genotipe yang memiliki warna tangkai sari ungu yaitu IPB C20 dan ada dua genotipe yang memiliki warna tangkai sari ungu muda yaitu IPB C4 dan IPB C111 selebihnya memiliki tangkai sari berwarna putih. Posisi stigma lebih pendek dari anter ada satu genotipe yaitu

(35)

IPB C142 dan ada tiga genotipe yang memiliki posisi stigma sama panjang dengan anter yaitu IPB C5, IPB C19, dan IPB C313 selebihnya lebih panjang dari anter. Ada satu genotipe yang memiliki bentuk tipe kelopak intermediate yaitu IPB C141 selebihnya memiliki bentuk tipe kelopak entire.

Tabel 6. Keragaan karakter buah pada 24 genotipe cabai

Genotipe BAPB WBM OB PB TPB BBL LPBSP BUB GLS LK KL JL

Keterangan : BAPB (Bercak/garis antosianin pada buah: 0 tidak ada, 1 ada), WBM (Warna buah mentah: 1 putih, 2 kuning, 3 hijau, 4 ungu), OB (Orientasi buah: 1 erect, 2 horizontal, 3 drooping), PB

(36)

paling panjang adalah genotipe 120 dan yang paling pendek adalah genotipe IPB C20 dan IPB C92. Genotipe yang memiliki twisting pada buah adalah IPB C15, IPB C111, IPB C120, IPB C140, IPB C159, dan IPB C316.

Analisis Ragam

Hasil analisis ragam karakter vegetatif pada Tabel 7 menunjukkan genotipe berpengaruh sangat nyata pada semua peubah yang diamati. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat keragaman yang sangat tinggi pada populasi yang diamati. Syukur et al. (2010) menyatakan bahwa populasi yang mempunyai keragaman tinggi sangat baik untuk seleksi. Keragaman genetik yang luas merupakan syarat berlangsungnya proses seleksi yang efektif karena akan memberikan keleluasaan dalam proses pemilihan suatu genotipe. Salah satu komponen penting keberhasilan program seleksi dalam program pemuliaan adalah keragaman genetik.

Tabel 7. Kuadrat tengah beberapa karakter vegetatif pada beberapa genotipe cabai

SK db Umur berbunga Tinggi tanaman Tinggi dikotomus Ulangan 2 24.13* 47.78tn 23.73** Genotipe 23 98.04** 614.10** 85.08**

Galat 46 5.01 24.42 2.72

KK 3.01 8.94 6.54

Keterangan : **nyata pada taraf 1%, *nyata pada taraf 5%, tntidak nyata

Hasil analisis ragam komponen hasil pada Tabel 8 menunjukkan genotipe berpengaruh sangat nyata pada semua peubah yang diamati. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat keragaman yang sangat tinggi komponen hasil pada populasi yang diamati. Komponen hasil merupakan komponen yang penting dalam perakitan varietas baru agar memiliki daya saing tinggi di pasar baik dari segi kualitas buah maupun potensi produksi cabai pertanaman.

Tabel 8. Kuadrat tengah komponen hasil beberapa genotipe cabai

SK db Panjang

Keterangan : **nyata pada taraf 1%, *nyata pada taraf 5%, tntidak nyata

(37)

Tinggi dikotomus paling tinggi adalah genotipe IPB C143 dan yang paling pendek adalah genotipe IPB C92 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C15. Karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, dan diameter ujung buah tidak berkorelasi terhadap bobot buah per tanaman (Syukur et al. 2010). Namun, tinggi tanaman dan tinggi dikotomus bisa menjadi salah satu karakter cabai hias dimana cabai hias lebih diminati yang pendek. Genotipe IPB C92 merupakan cabai hias yang memiliki tinggi tanaman ±20 cm dengan umur berbunga 57 hari setelah semai dengan warna buah yang berbeda sesuai tingkat kematangan buah. Tanaman hias biasanya ditanam di pot sehingga kondisi pertumbuhannya lebih terjaga dari hama dan penyakit khususnya yang berasal dari tanah lapang secara langsung.

Tabel 9. Nilai tengah beberapa karakter kuantitatif pada beberapa genotipe cabai Genotipe Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada

(38)

Komponen hasil pada penelitian ini meliputi bobot per buah, panjang buah, diameter buah, tebal kulit buah, dan bobot buah per tanaman. Bobot per buah paling besar adalah genotipe IPB C143 dan paling kecil adalah genotipe IPB C8 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C10, IPB C92, IPB C140, IPB C145, IPB C160 dan IPB C174. Panjang buah paling panjang adalah genotipe IPB C120 dan paling pendek adalah genotipe IPB C20 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C8 dan IPB C92. Diameter paling besar adalah genotipe IPB C5 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C37 dan IPB C143 sedangkan yang paling kecil adalah genotipe IPB C111 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C8, IPB C10, IPB C140, IPB C159, dan IPB C160. Tebal kulit buah yang paling tebal adalah genotipe IPB C143 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C142 dan IPB C5 sedangkan yang paling tipis adalah genotipe IPB C10 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C8, IPB C111, IPB C120, IPB C140, IPB C145, dan IPB C160. Bobot buah per tanaman tertinggi adalah genotipe IPB C143 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C5, IPB C37, IPB C152 dan IPB C313 sedangkan yang paling rendah adalah IPB C92 tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C8, IPB C10, IPB C20, IPB C160, dan IPB C174.

Hasil analisis korelasi dari Syukur et al. 2010 menunjukkan bahwa karakter yang berkorelasi positif dan sangat nyata dengan bobot buah per tanaman adalah diameter pangkal buah, diameter tengah buah, panjang buah, bobot per buah, dan jumlah buah per tanaman. Selain itu menurut Syukur et al. 2010 karakter yang memiliki pengaruh langsung terhadap bobot buah per tanaman adalah jumlah buah per tanaman sedangkan panjang buah dan bobot per buah berpengaruh tidak langsung terhadap bobot buah per tanaman. Hasil penelitian menunjukkan hal yang sama dimana genotipe IPB C143 adalah jenis cabai besar yang memiliki bobot per buah yang tinggi, diameter besar, dan kulit buah yang tebal seperti pada Gambar 8 sehingga bobot pertanamannya juga tinggi.

Bobot buah pertanaman merupakan salah satu karakter yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam perakitan varietas baru khususnya untuk cabai konsumsi. Namun, berbeda halnya dengan perakitan varietas cabai hias, bobot buah per tanaman kurang diperhatikan. Pada perakitan cabai hias karakter khusus dan unik yang lebih diperhatikan misalnya warna buah yang berwarna-warni pada genotipe IPB C92, warna ungu pada beberapa bagian tanaman seperti pada genotipe IPB C20 dan karakter ruas pendek yang membuat kesan buket bunga karena buah menggerombol seperti genotipe cabai rawit IPB C174.

Ketahanan terhadap Penyakit Layu Fusarium

(39)

Ketahanan genotipe yang diuji berada pada kisaran tahan-agak rentan. Genotipe yang tahan adalah IPB C4, IPB C111, IPB C152, IPB C159, dan IPB C174. Genotipe yang agak rentan adalah IPB C3, IPB C5, dan IPB C313. Genotipe yang digunakan untuk mengamati pewarisan ketahanan selanjutnya disarankan untuk mengambil genotipe yang memiliki perbedaan yang tidak terlalu jauh pada morfologi tanamannya sedangkan jarak ketahanannya jauh agar keragaman genetiknya besar dan kemungkinan seleksi lebih besar pada selang ketahanan yang lebih lebar.

Gambar 7. Keadaan tanaman cabai 3 minggu setelah inokulasi : (a) Kontrol tanpa inokulasi; (b) tanaman yang diinokulasi

Tabel 10. Skala ketahanan 24 genotipe cabai terhadap penyakit layu fusarium

Genotipe KP(%) IP(%) Skala

ketahanan Genotipe KP(%) IP(%)

Skala ketahanan

Cabai rawit Cabai besar

IPB C8 3.33 6.67 Agak Tahan IPB C3 32.50 60.00 Agak Rentan IPB C10 18.33 26.67 Agak Tahan IPB C4 0.00 0.00 Tahan IPB C20 20.00 26.67 Agak Tahan IPB C5 28.33 40.00 Agak Rentan IPB C92 10.00 13.33 Agak Tahan IPB C15 13.33 13.33 Agak Tahan IPB C145 6.67 6.67 Agak Tahan IPB C18 10.00 13.33 Agak Tahan IPB C160 6.67 6.67 Agak Tahan IPB C19 1.67 6.67 Agak Tahan IPB C174 0.00 0.00 Tahan IPB C37 11.67 33.33 Agak Tahan

Cabai keriting IPB C141 6.67 13.33 Agak Tahan

IPB C111 0.00 0.00 Tahan IPB C142 1.67 6.67 Agak Tahan IPB C120 13.33 13.33 Agak Tahan IPB C143 3.33 6.67 Agak Tahan IPB C140 6.67 13.33 Agak Tahan IPB C152 0.00 0.00 Tahan IPB C159 0.00 0.00 Tahan IPB C313 36.67 46.67 Agak Rentan IPB C316 3.33 6.67 Agak Tahan

Analisis Gerombol

Analisis pengelompokan antar genotipe berdasarkan data gabungan antara karakter kualitatif dan kuantitatif serta tingkat ketahanan terhadap layu fusarium

(40)

dari 24 genotipe cabai pada Gambar 8. Hasil analisis menggunakan 34 peubah pada tingkat kemiripan 85% membagi genotipe menjadi 6 kelompok. Kelompok I termasuk ke dalam jenis cabai rawit terdiri atas genotipe IPB C8, IPB C10, IPB C92, IPB C145, IPB C160. Kelompok II hanya satu genotipe IPB C174 karena memiliki karakter pemendekan ruas. Kelompok III termasuk ke dalam jenis cabai keriting yang terdiri atas IPB C140, IPB C159, IPB C316, IPB C120 dan IPB C111. Kelompok IV adalah kelompok yang memiliki anggota terbanyak dan semuanya termasuk kedalam jenis cabai besar. Kelompok V hanya satu genotipe yaitu genotipe IPB C15 yang memiliki ciri mendekati cabai keriting karena memiliki sedikit lekukan pada pangkal buahnya tapi cabai ini termasuk jenis cabai besar. Kelompok VI juga hanya satu genotipe IPB C20 yang termasuk jenis cabai rawit hias yang memiliki warna batang, daun, dan buah berwarna ungu.

Gambar 8. Dendogram 24 genotipe cabai berdasarkan ketidakmiripan (dissimilarity) karakter kualitatif dan kuantitatif

Pengelompokan ini menunjukkan bahwa cabai rawit, cabai besar, dan cabai keriting mengelompok dalam kelompok masing-masing kecuali IPB C174, IPB C15, dan IPB C20. Penentu pengelompokan cabai rawit dengan cabai besar dan cabai keriting adalah orientasi buah dimana cabai rawit ke atas sedangkan cabai besar dan cabai keriting ke bawah. Penentu pengelompokan cabai besar dan cabai keriting adalah adanya twisting dimana cabai keriting ada twisting

sedangkan cabai besar tidak ada. Genotipe IPB C174 memisah dalam kelompok

I

II

III

IV

(41)

sendiri karena memiliki karakter pemendekan ruas. Genotipe IPB C15 memisah dalam kelompok sendiri karena memiliki lekukan pada kelopaknya sedangkan genotipe yang lain tidak memiliki lekukan (Gambar 9). Genotipe IPB C20 memisah sendiri karena memiliki warna bunga, warna daun, warna batang dan warna buah sebelum matang berwarna ungu berbeda dengan genotipe yang lainnya seperti pada Gambar 9.

Gambar 9. Karakteristik genotipe tunggal cabai kelompok II, V, dan VI : (a) IPB

C174 memiliki karakter pemendekan ruas (b) IPB C15 memiliki lekukan kelopak; (c) IPB C20 memiliki bunga, buah, daun, dan batang berwarna ungu

Simpulan

Populasi yang diamati memiliki keragaman tinggi ditunjukan dengan hasil analisis ragam seluruh karakter berpengaruh nyata pada semua peubah yang diamati. Genotipe IPB C92 memiliki umur berbunga paling cepat, tinggi tanaman paling pendek, tinggi dikotomus paling pendek tetapi tidak berbeda nyata dengan IPB C15, panjang buah pendek tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C20 dan IPB C8, bobot buah per tanaman paling rendah tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C8, IPB C10, IPB C20, IPB C160, dan IPB C174. Genotipe IPB C143 memiliki tinggi dikotomus paling tinggi, diameter buah besar tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C5 dan IPB C37, tebal kulit yang tebal tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C142 dan IPB C5, bobot buah per tanaman tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C5, IPB C37, IPB C152 dan IPB C313.

Bobot buah per tanaman merupakan salah satu karakter yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam perakitan varietas baru khususnya untuk cabai konsumsi. Genotipe yang memiliki potensi untuk dijadikan tetua untuk pemuliaan cabai konsumsi adalah genotipe IPB C143, IPB C5, IPB C37, IPB C152 dan IPB C313. Namun, berbeda halnya dengan perakitan varietas cabai hias, yang lebih diperhatikan adalah karakter khusus dan unik misalnya warna buah yang berwarna-warni pada genotipe IPB C92, warna ungu pada beberapa bagian tanaman seperti pada genotipe IPB C20 dan karakter ruas pendek yang membuat kesan buket bunga karena buah menggerombol seperti pada genotipe cabai rawit IPB C174 potensial untuk dijadikan tetua dalam pemuliaan cabai hias. Selain itu

(42)

faktor ketahanan terhadap penyakit perlu diperhatikan dalam pemuliaan tanaman salah satunya penyakit layu fusarium. Berdasarkan pengujian ketahanan genotipe yang diuji berada pada kisaran tahan-agak rentan. Genotipe yang tahan adalah IPB C4, IPB C111, IPB C152, IPB C159, dan IPB C174 sedangkan genotipe yang agak rentan adalah IPB C3, IPB C5, dan IPB C313.

(43)

4 PEWARISAN KARAKTER KUALITATIF DAN

KUANTITATIF PADA PERSILANGAN CABAI BESAR DAN

CABAI RAWIT

Abstrak

Metode seleksi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan pemuliaan cabai. Metode seleksi akan lebih efektif jika didukung oleh pengetahuan lengkap tentang pola pewarisan karakter genetik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki pola pewarisan karakter kualitatif dan karakter kuantitatif dengan menggunakan enam populasi. Tetua betina (P1) memiliki antosianin pada bunga, tetua jantan (P2) memiliki karakter pemendekan ruas, P1 × P2 (F1), P2 × P1 (F1R), F1 × P1 (BCP1), F1 × P2 (BCP2), dan selfing

F1 (F2). Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square untuk menentukan rasio Mendel pada populasi F2. Hasil penelitian menunjukkan ada karakter yang dikendalikan oleh satu gen atau dua gen. Karakter pemendekan ruas dan buah ke atas dikontrol oleh gen resesif tunggal dengan perbandingan 1:3. Sebaliknya antosianin pada tangkai anter dikendalikan oleh satu gen dominan dengan perbandingan 3:1. Karakter yang dikendalikan oleh dua gen dominan dan epistasis resesif adalah warna antosianin pada anter dengan rasio 13:3. Pewarisan tinggi tanaman, bobot per buah, panjang buah dan diameter buah tidak dipengaruhi efek maternal. Model genetik aditif-dominan dengan interaksi aditif-aditif dan dominan-dominan sesuai dengan karakter tinggi tanaman, bobot per buah, panjang buah, dan diameter buah. Heritabilitas dalam arti luas pada karakter yang diamati berada pada kisaran tinggi, sedangkan heritabilitas dalam arti sempit berada pada kisaran rendah-tinggi.

Kata kunci : heritabilitas, model genetik, nisbah mendel

Pendahuluan

(44)

serangga, sebagai makanan sehat yang potensial jika terkandung pada bagian yang dikonsumsi.

Proses perbaikan karakter kualitatif maupun kuantitatif pada cabai memerlukan beberapa informasi pewarisan karakter. Analisis pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif berperan penting untuk mengetahui jumlah gen yang mengendalikan karakter tersebut, aksi gen yang mengendalikan, dan informasi genetik lainnya. Informasi genetik diperlukan dalam tahapan seleksi, agar lebih efektif dan efisien. Pewarisan karakter kualitatif pada cabai telah diteliti oleh Arif

et al. (2011) pada karakter posisi bunga, warna buah muda, warna batang muda dan tekstur permukaan buah pada saat panen. Pewarisan karakter kuantitatif pada cabai telah diteliti oleh Arif et al. (2012) pada karakter tinggi dikotomus, umur panen dan bobot per buah.

Analisis pewarisan karakter kuantitatif sangat penting dalam program pemuliaan tanaman. Analisis ini digunakan untuk mendapatkan informasi genetik yang terdiri atas jumlah gen yang mengendalikan karakter tersebut, aksi gen, keragaman genetik, heritabilitas serta informasi-informasi genetik lainnya. Informasi genetik tersebut sangat berguna dalam tahapan seleksi, sehingga seleksi dapat lebih efektif dan efisien (Sujiprihati et al. 2001).

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pola pewarisan beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif pada tanaman cabai hasil persilangan cabai besar dan cabai rawit.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Pembentukan materi genetik dilaksanakan pada bulan Februari-Desember 2014. Studi pewarisan di lapangan dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo. Persemaian bibit di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura.

Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan terdiri atas tetua pertama (P1) adalah cabai besar IPB C4, tetua kedua (P2) adalah cabai rawit IPB C174, P1 × P2 (F1) dan P2 × P1 (F1R) masing-masing 20 tanaman. Populasi silang balik ke tetua betina F1 × P1 (BCP1) dan silang balik ke tetua jantan F1 × P2 (BCP2), masing-masing terdiri atas 100 tanaman. Populasi selfing F1 (F2) sebanyak 200 tanaman.

Pelaksanaan Percobaan

(45)

warna putih dan karakter pemendekan ruas. Penelitian melalui dua tahapan, yaitu pembentukan materi genetik dan studi pewarisan sifat kualitatif di lapangan. Penanaman cabai untuk pembentukan materi genetik dilakukan menggunakan pot sedangkan untuk studi pewarisan ditanam di lapangan.

Genotipe cabai yang digunakan sebagai tetua adalah cabai besar IPB C4 (P1) dan cabai rawit IPB C174 (P2). Persilangan menggunakan rancangan biparental dan silang balik (back cross). Tetua cabai besar dan cabai rawit disilangkan (hibridisasi) untuk mendapatkan tanaman F1 dan F1R. Sebagian benih hasil persilangan disimpan dan sebagian lainnya ditanam untuk keperluan silang balik dengan tetuanya masing-masing, dan sebagian lainnya dibiarkan menyerbuk sendiri. Hasilnya akan diperoleh materi genetik F1, F1R, F2, BCP1, dan BCP2 dimana F2 adalah F1 selfing, BCP1 persilangan antara F1 × P1 dan BCP2 adalah persilangan antara F1 × P2. Setiap populasi ditanam pada bedeng berukuran 5 m × 1 m, masing-masing bedengan terdiri atas 20 tanaman dengan jarak tanam 50 cm × 50 cm.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap karakter kualitatif dan kuantitatif berdasarkan perbedaan sifat masing-masing tetua dan mengacu pada deskripsi cabai. Pengamatan karakter kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan meliputi: 1. Karakter pemendekan ruas (shortened internode) pada cabang pertama setelah

panen pertama

2. Orientasi buah diamati setelah panen pertama

3. Warna antosianin anter setelah memasuki fase generatif

4. Warna antosianin tangkai anter setelah tanaman berbunga 50% dalam satu populasi

5. Tinggi tanaman diukur setelah panen ketiga

6. Bobot per buah ditimbang masing-masing 5 buah per tanaman setelah panen ketiga

7. Panjang buah diukur masing-masing 5 buah per tanaman setelah panen ketiga 8. Diameter buah diukur masing-masing 5 buah per tanaman setelah panen ketiga Analisis Data

Analisis data masing-masing dilakukan pada karakter kualitatif maupun karakter kuantitatif. Analisis pewarisan karakter kualitatif dengan melakukan pendugaan nisbah fenotipe bersegregasi menggunakan uji Chi-square menurut Singh dan Chaudhary (1979). Uji Chi-square untuk menentukan nisbah Mendel pada populasi F2 dan menentukan jumlah pasang gen yang mengendalikan sifat. Analisis pewarisan karakter kuantitatif mengacu pada Limbongan et al. (2008) dan Arif et al. (2012) yang dimodifikasi meliputi uji normalitas, pendugaan pengaruh tetua, komponen ragam, kelayakan model genetik dan nilai heritabilitas. 1. Uji normalitas pada populasi F2

(46)

Uji normalitas menggunakan metode kolmogorov-smirnov menggunakan program Minitab 14.

2. Pendugaan pengaruh tetua betina

Pengaruh tetua betina dilakukan pada karakter kuantitatif dengan cara membandingkan F1 dan F1R dengan uji-t. Rumus uji-t mengacu pada Strickberger (1976) menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 dengan rumus :

Keterangan: YF1 = Nilai tengah populasi F1 YF1R = Nilai tengah populasi F1R

SYF1-YF1R = Simpangan baku selisih populasi F1-F1R 3. Pendugaan kelayakan model genetik

Pendugaan kelayakan model genetik dilakukan dengan melakukan uji skala gabungan. Uji skala gabungan mengacu pada Mather dan Jink (1982) dengan program SAS 9.

4. Pendugaan komponen ragam

Komponen ragam yang dihitung terdiri atas ragam fenotipe (VF2), ragam fenotipe backcros (VBCP), ragam lingkungan (VE), ragam genotipe (VG), dan ragam aditif (VA) menggunakan program Microsoft Office Excel 2007.

5. Pendugaan nilai heritabilitas

Pendugaan nilai heritabilitas meliputi heritabilitas arti luas dan heritabilitas arti sempit. Perhitungan heritabilitas arti luas mengacu pada Allard (1960) sedangkan heritabilitas arti sempit mengacu pada Warner (1952) menggunakan program SAS 9 dengan rumus :

Keterangan:

h2bs = Heritabilitas arti luas VF1 = Ragam populasi F1 h2ns = Heritabilitas arti sempit VF2 = Ragam populasi F2 VBCP1 = Ragam populasi silang balik ke P1 VP1 = Ragam Populasi P1 VBCP2 = Ragam populasi silang balik ke P2 VP2 = Ragam populasi P2

Hasil dan Pembahasan

Pendugaan Nisbah Fenotipe

Gambar

Gambar 1. Diagram alir penelitian pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif
Gambar 2. Daur hidup Fusarium oxysporum (Sumber : Agrios 2005)
Tabel 1. Nisbah fenotipik frekuensi karakter resistensi tanaman terhadap penyakit
Gambar 4. Proses inokulasi  Foc : (a) bibit yang telah dilukai direndam dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hipersomnia yang berhubungan dengan depresi dicatat dengan baik, meskipun insomnia lebih sering terjadi. Beberapa pasien melaporkan keterkaitan antara

9 Berdasarkan uraian tersebut di atas serta dengan pertimbangan bahwa miskonsepsi dapat terjadi dalam semua lingkup bidang pendidikan fisika dan semua orang baik

Pertumbuhan benih udang windu ( Penaeus monodon ) meningkat pesat pada kelompok hewan uji yang diberi pakan yang mengandung tepung cacing lur 30% dan penambahan

Pola komunikasi primer merupakan suatu proses penyampaian oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu simbol sebagai media atau saluran. Dalam pola

Mampu mengelola riset yang hasilnya berpotensi untuk diaplikasikan untuk menyelesaikan permasalahan manusia (khususnya permasalahan perkotaan) dengan menggunakan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh spiritual leadership terhadap kepuasan kerja dan kinerja manajer Bank Syariah di Surabaya.. Populasi dalam

Diantara instrument yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian adalah: (1) lembar observasi aktivitas guru, digunakan observer untuk mendapatkan data penilaian tingkat

Dengan demikian, tinggi rendahnya lay up shoot dalam permaian bola basket dipengaruhi oleh tinggi badan seseorang dasar 37 %, sedangkan sisanya 51 %