• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi elektrokimia melalui model open-ended problems

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi elektrokimia melalui model open-ended problems"

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

OPEN-ENDED PROBLEMS

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Oleh:

IKA HUMAEROH NIM.1111016200016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan mengetahui ketercapaian aspek kemampuan berpikir kreatif siswa dan mengetahui tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi elektrokimia melalui model open-ended problems. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPA 4 SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan yang berjumlah 28 orang. Data penelitian diperoleh dari lembar observasi, tes, dan wawancara. Pada penelitian ini, pencapaian kemampuan berpikir kreatif siswa difokuskan pada tiga aspek berpikir kreatif yaitu fluency, flexibility, dan originality. Hasil penelitian berdasarkan lembar observasi menunjukkan bahwa aspek kemampuan berpikir kreatif siswa pada aspek fluency, flexibility dan originality masing-masing mencapai kategori baik, kategori cukup, dan kategori cukup. Sementara berdasarkan hasil tes open-ended, aspek fluency, flexibility dan originality masing-masing dapat dicapai dengan kategori baik, cukup, dan cukup. Tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa hanya dapat dicapai pada kategori sangat kurang, kurang, dan cukup. Jumlah siswa pada masing-masing tingkatan kategori berpikir kreatif tersebut adalah 10 orang pada kategori sangat kurang, 17 orang pada kategori kurang dan 1 orang pada kategori cukup. Jika dikonversi ke dalam bentuk presentase, 35,71% siswa mencapai kategori sangat kurang, 60,71% siswa pada kategori kurang dan 3,57% siswa pada kategori cukup.

(6)

v

Skripsi. Chemistry Education Program. Science Department. Faculty of

Tarbiya and Teachers’ Training. Islamic State University Syarif Hidayatullah

Jakarta.

This research is aimed to find out students’ achievement in creative thinking ability and to know the level of their ability in creative thinking on electrochemistry through open-ended problems model. The method used in this research is Descriptive Study. The sample of this research is 12 grade students of IPA 4 of SMAN 3 South Tangerang that consists of 28 students. The data of this research was acquired from observation sheet, test and interview. In this research the achievement of students’ creative thinking ability was focused on three aspects of creative thinking: fluency, flexibility and originality. The result of observation sheet showed that students’ achievement on fluency is good, flexibility is sufficient and originality is sufficient. Meanwhile, based on the open ended test result showed that students’ achievement on fluency is good, flexibility is sufficient and originality is also sufficient. Level of students’ ability in creative thinking only can be achieved on very lower, lower and sufficient category. The amount of students in every level of those categories are 10 students on very lower category, 17 students on lower category, and 1 student on sufficient category. If the result is converted into percentage, it was 35,71% students on very lower category, 60,71% students on lower category and 3,57% student on sufficient category.

(7)

vi Bismillahirrohmanirrohim,

Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang senantiasa menuntun kita menuju jalan yang diridhoi oleh-Nya.

Atas segala rahmat, karunia dan pertolongan-Nya, serta bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, sebagai ungkapan rasa hormat yang tulus, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulaah Jakarta.

3. Bapak Burhanudin Milama, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia sekaligus Dosen Penguji I yang telah memberikan banyak pengarahan serta bimbingan kepada penulis.

4. Bapak Dedi Irwandi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan banyak pengarahan, bimbingan serta motivasi kepada penulis. 5. Ibu Nanda Saridewi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan banyak pengarahan, bimbingan serta motivasi kepada penulis. 6. Ibu Evi Sapinatul Bahriah, M.Pd selaku validator yang telah memberikan

arahan, bimbingan dan saran kepada penulis.

7. Bapak Adi Riyadhi, M.Si selaku validator yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran kepada penulis.

(8)

vii

Tangerang Selatan sekaligus Wakasek bidang Kurikulum yang selalu memberikan semangat serta banyak membantu dalam keberlangsungan proses penelitian.

11.Siswa dan siswi SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan yang telah membantu kelangsungan penelitian dan memberikan banyak pelajaran kepada penulis. 12.Kedua orangtua tercinta (Entong Haromaen, M.Pd dan Mutmainah, S.Pd)

yang tak henti-hentinya mengalirkan doa demi kelancaran penelitian dan penyusunan skripsi.

13.Adik-adik tercinta (Tb. Zaki Baihaki dan Rt. Reva Nabilah) yang selalu menghibur, membagi tawa serta candanya.

14.Dosen-dosen Pendidikan Kimia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan, motivasi, serta mengajarkan banyak hal untuk penulis.

15.Para Observer (Riska Fitriyani, Vivi Seftari, Sella Marselyana A, dan Amrina Alhumaira) yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membantu kelangsungan proses penelitian yang dilakukan oleh penulis.

16.Sahabat-sahabat tercinta (Mira Rizki, Asih Kurniasari, Riska Fitriyani, Maried Ayuningtyas, Vivi Seftari, Dyah Indah Rini, Lenny Shintiawati, Anisa Saida dan Rizka Juniar) yang selalu mendukung, menghibur dan memberikan motivasinya kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

(9)

viii

kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para peneliti lain di dunia pendidikan sains pada umumnya.

Jakarta, 16 Desember 2015

Ika Humaeroh

(10)

ix

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori ... 8

1. Kemapuan Berpikir... 8

2. Berpikir Kreatif ... 9

3. Model Open-Ended Problems ... 18

4. Hubungan Model Open-Ended Problems dengan Berpikir Kreatif ... 24

5. Elektrokimia ... 25

B. Penelitian Relevan ... 30

C. Kerangka Berpikir ... 32

(11)

x

E. Instrumen Penelitian ... 41

F. Validitas Instrumen ... 53

G. Teknik Pengumpulan Data... 53

H. Teknik Analisis Data ... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 58

1. Hasi Observasi Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa secara Keseluruhan ... 58

2. Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Berdasarkan Hasil Tes Open-Ended secara Keseluruhan... 59

3. Hasil Tes Open-Ended untuk Mengukur Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa... 60

4. Hasil Wawancara ... 62

B. Pembahasan... 65

Aspek Fluency ... 65

Aspek Flexibilty ... 66

Aspek Originality ... 67

Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

(12)

xi

Tabel 2.1 Karakteristik Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif ... 17

Tabel 3.1 Pembagian Kategori Kelompok Siswa ... 41

Tabel 3.2 Kisi-kisi Format Lembar Observasi ... 42

Tabel 3.3 Instrumen Tes Open-Ended ... 45

Tabel 3.4 Pedoman Wawancara ... 51

Tabel 3.5 Penskoran Tingkat Berpikir Kreatif ... 56

Tabel 3.6 Interpretasi Tingkat Berpikir Kreatif ... 57

Tabel 4.1 Ketercapaian Aspek Berpikir Kreatif Siswa secara Keseluruhan Berdasarkan Lembar Observasi ... 58

Tabel 4.2 Ketercapaian Aspek Berpikir Kreatif Siswa secara Keseluruhan Berdasarkan Tes Open-Ended ... 59

Tabel 4.3 Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa secara Keseluruhan ... 60

Tabel 4.4 Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ... 61

(13)

xii

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 35

Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 39

Gambar 4.1 Tingkat Berpikir Kreatif Siswa secara Keseluruhan ... 69

(14)

xiii

Lampiran 3 Rubrik Penilaian Lembar Observasi ... 99

Lampiran 4 Kisi-kisi Instrumen Tes ... 118

Lampiran 5 Hasil Validasi Instrumen Tes... 133

Lampiran 6 Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 141

Lampiran 7 Pedoman Penskoran Aspek Berpikir Kreatif ... 148

Lampiran 8 Pedoman Penilaian Tingkat Berpikir Kreatif ... 149

Lampiran 9 Jawaban Soal ... 151

Lampiran 10 Pedoman Wawancara ... 159

Lampiran 11 Daftar Nilai Ulangan Harian Siswa ... 161

Lampiran 12 Kedudukan Siswa dalam Kelompok ... 162

Lampiran 13 Hasil Observasi ... 163

Lampiran 14 Hasil Jawaban Siswa pada Tes Open-Ended ... 164

Lampiran 15 Hasil Tes Open-Ended ... 167

Lampiran 16 Penilaian Tingkat Berpikir Kreatif Siswa ... 170

Lampiran 17 Lembar Wawancara ... 173

Lampiran 18 Hasil Wawancara ... 174

Lampiran 19 Hasil Dokumentasi Jawaban Siswa Berdasarkan Observasi ... 187

Lampiran 20 Hasil Dokumentasi Jawaban Siswa Berdasarkan Tes Open-Ended ... 194

Lampiran 21 Hasil Dokumentasi Kegiatan Penelitian ... 197

Lampiran 22 Ujian Referensi ... 200

Lampiran 23 Surat Izin Penelitian ... 212

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang menuntut siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran, karena pada kurikulum ini pembelajaran menitik beratkan pada siswa (student centered). Guru berperan sebagai fasilitator atau mediator serta perancang pembelajaran agar siswa aktif mencari pengetahuan baru (Sani, 2014, hlm. 3). “Mindset kurikulum 2013 adalah ingin menciptakan manusia Indonesia yang kreatif” (Yani, 2014, hlm. 81). Sebagai seorang pendidik, guru juga harus bisa membuat siswa menjadi pribadi yang kompeten, tidak sebatas membuat siswa tahu dan mengerti saja melainkan bisa membuat siswa menjadi pribadi yang kreatif. Hal ini dikarenakan perkembangan zaman yang menuntut individu untuk dapat bersaing secara global. Sehingga diperlukan kemampuan untuk menciptakan ide atau gagasan baru yang diperoleh dari kemampuan berpikir kreatif seorang individu.

Kemampuan inovasi dan kreativitas ternyata juga dibutuhkan untuk bekerja pada abad 21. Di dalam kerangka kompetensi abad 21 menunjukkan bahwa siswa harus memiliki keterampilan hidup dan karir, keterampilan belajar dan berinovasi (kritis dan kreatif), kemampuan memanfaatkan informasi dan berkomunikasi (Partnership for 21st Century, 2009, hlm. 1). Adapun menurut SCANS (The Secretary's Commission on Achieving Necessary Skills) untuk memenuhi tantangan di masa mendatang, siswa harus memenuhi keterampilan yang memadai diantaranya: (i) keterampilan dasar yang mencakup membaca, menulis, aritmatik dan matematika, berbicara, dan mendengar. (ii) keterampilan berpikir yang meliputi berpikir dengan kreatif, membuat keputusan, menyelesaikan masalah, melihat gambaran ide, mengetahui bagaimana belajar, dan menalar. (iii) kepribadian yang mencakup

(16)

aspek tanggung jawab, percaya diri, sikap sosial, managemen diri, dan kejujuran (SCANS, 1991, hlm.13).

Kreativitas siswa juga dituntut dalam proses pembelajaran, karena tujuan kurikulum 2013 yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 69 tahun 2013 adalah “mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia” (hlm. 4). Seorang pelajar yang duduk di bangku SMA telah memiliki kematangan pengetahuan karena telah menempuh pendidikan formal dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, sehingga sudah semakin banyak pengetahuan dan wawasan yang didapatkan. Diiringi dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih, tidak ada alasan bagi siswa merasa kesulitan dalam mencari pengetahuan lebih terkait dengan pelajaran di sekolah. Paradigma pembelajaran harus diubah dengan cara membekali siswa dengan kemampuan untuk belajar sepanjang hayat, belajar dari aneka sumber, belajar bekerja sama, dan menyelesaikan masalah, karena pembelajaran tradisional yang fokus pada penguasaan materi tidak dapat digunakan untuk berkompetensi di masa depan (Sani, 2014, hlm. 3).

Jika siswa masih terpaku pada tingkat mengetahui dan memahami konsep pelajaran saja, maka akan sulit untuk menghadapi persaingan global yang tidak hanya menuntut seorang individu menjadi pintar dan cerdas saja melainkan dituntut juga kreativitasnya. “Musuh utama kreativitas ialah wawasan yang sempit dan insprasi yang dangkal” (Clegg, 2006, hlm. 8). Jika wawasan yang dimiliki sempit, maka individu tersebut akan sulit berkembang. Kemudian jika inspirasi dangkal, maka seorang individu akan lebih mudah menjadi pengikut dan meniru sesuatu yang sudah ada. Hal ini memicu terjadinya plagiarisme.

(17)

dapat terjadi karena rangsangan lingkungan atau karena proses pembelajaran. Sementara kreativitas yang tidak berkembang secara maksimal dari seorang individu disebabkan oleh kurangnya mendapatkan lingkungan yang menantang (Sudarma, 2013, hlm. 6).

Sejauh ini kreativitas siswa belum mendapat perhatian dalam proses pembelajaran terutama pada mata pelajaranilmu sains. Kreativitas siswa yang kurang diperhatikan dan diapreasiasi dalam proses pembelajaran ini menyebabkan siswa tidak mau bahkan takut untuk melakukan suatu hal yang baru. Padahal kreatif bukan hanya kemampuan untuk menghasilkan produk saja melainkan kemampuan menciptakan sebuah solusi yang tidak terpaku pada satu jawaban benar pun dapat dikatakan kreatif. Hal ini selaras dengan pernyataan Bono (2007) bahwa kebutuhan untuk selalu memberikan jawaban yang benar di sekolah menghambat kemampuan berpikir kreatif siswa (hlm. 36). Jadi kemampuan berpikir kreatif siswa tidak akan terhambat jika siswa terbiasa membuat solusi yang beragam atau tidak terpaku pada satu jawaban benar.

Sains merupakan ilmu pasti yang identik dengan rumus, khususnya pada pelajaran kimia. Soal-soal yang diberikan menuntut siswa untuk dapat mengaplikasikan rumus, namun hal tersebut membuat siswa terpaku pada rumus dan jawaban yang diberikannya pun merupakan jawaban yang pasti. Akibatnya kemampuan berpikir kreatif siswa menjadi terbatas. Setiap diberikan permasalahan yang baru, siswa akan sulit untuk menemukan solusinya karena terbiasa dengan soal yang sifatnya tertutup.

(18)

dapat memecahkan suatu masalah dengan menghubungkan teori-teori yang diketahuinya sehingga diperoleh berbagai alternatif penyelesaian yang benar atau beberapa jawaban benar.

Kemampuan berpikir kreatif seseorang dapat diketahui dengan memberikan soal open-ended yaitu soal yang sifatnya terbuka. Dengan pemberian soal terbuka siswa mempunyai banyak pengalaman dalam menafsirkan masalah, dan memungkinkan dapat membangkitkan gagasan yang berbeda bila dihubungkan dengan penafsiran yang berbeda (Silver, 1997, hlm. 77). Dengan pembelajaran open-ended siswa juga memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil eksplorasi daya nalar dan analisanya secara aktif dan kreatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan (Setiawan dkk., tanpa tahun, hlm. 153).

Soal tes tradisional yang biasa diberikan pada siswa berisi pertanyaan yang jawabannya luas dan bersifat penjelasan. Tipe pertanyaan ini terkadang dijawab oleh siswa dengan mengingat penjelasan yang ada tanpa memiliki pemahaman yang mendasari prinsip kimia tersebut (Education Scotland, 2012, hlm. 4). Dalam pertanyaan open-ended siswa diharuskan untuk menggambarkan pemahamannya mengenai kunci dari prinsip dasar kimia untuk menyelesaikan masalah.

(19)

Berdasarkan uraian di atas mengenai keterkaitan antara kemampuan berpikir kreatif siswa dengan masalah open-ended maka peneliti memiliki ketertarikan untuk menganalisis kemampuan berpikir kreatif siswa dengan model open-ended. Oleh karena itu peneliti mengangkat judul peneletian “Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Materi Elektrokimia melalui Model Open-Ended Problems”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Kurikulum 2013 ingin menciptakan manusia yang kreatif, namun kreativitas belum mendapatkan perhatian terutama dalam pembelajaran pada bidang ilmu sains.

2. Soal tes yang diberikan pada siswa cenderung menuntut satu jawaban benar (close-ended) sehingga sulit untuk mengetahui kedalaman pemahaman materi yang telah dikuasai oleh siswa.

3. Soal yang diberikan di sekolah, secara umum menuntut siswa terpaku pada ingatan dan kurang memfasilitasi kemampuan berpikir kreatif siswa.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pembatasan masalah pada: 1. Analisis kemampuan berpikir kreatif siswa dalam aspek fluency

(kelancaran), flexibility (keluwesan) dan originality (kebaruan).

2. Pertanyaan open-ended diberikan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa

(20)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan permasalahan yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimana ketercapaian aspek kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi elektrokimia melalui model open-ended problems?

2. Bagaimana tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi elektrokimia melalui model open-ended problems.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mengetahui ketercapaian aspek kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi elektrokimia melalui model open-ended problems.

2. Mengetahui tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi elektrokimia melalui model open-ended problems

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa

Siswa mampu menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri dan tidak terpaku pada satu jawaban/solusi sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa juga dapat dikembangkan.

2. Bagi Guru

Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk melihat sisi lain dari kemampuan berpikir yang tidak sebatas pada ingatan saja, melainkan dapat juga dilihat dari kemampuan berpikir kreatifnya. Selain itu guru juga dapat melihat kedalaman pemahaman materi yang dimiliki oleh siswa melalui soal yang sifatnya terbuka (open-ended problems).

3. Bagi peneliti

(21)
(22)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Kemampuan Berpikir

Situasi belajar dan mengajar yang dapat mendorong proses-proses yang menghasilkan mental yang diinginkan dari suatu kegiatan disebut kemampuan berpikir. Pernyataan tersebut diperkuat dengan penilaian bahwa campur tangan seorang guru dapat meningkatkan pemikiran serta dengan mensyaratkan adanya penggunaan proses mental untuk merencanakan, mendeskripsikan, dan mengevaluasi proses berpikir dan belajar (Sunaryo, 2011, hlm. 24).

Keterampilan berpikir penting dimiliki oleh setiap orang. Keterampilan berpikir ini menjadi modal untuk dapat memecahkan masalah yang terjadi di dalam kehidupan. Keterampilan berpikir atau kemampuan berpikir yang terampil dapat membangun individu yang demokratis (Sudarma, 2013, hlm. 34-35).

Ada beberapa makna berpikir menurut John Dewey:

a. Pertama, berpikir adalah stream of counsciousness. Arus kesadaran ini muncul dan hadir setiap hari mengalir tanpa terkontrol.

b. Kedua, berpikir adalah imajinasi atau kesadaran. Pada umumnya imajinasi ini muncul secara tidak langsung atau tidak bersentuhan langsung dengan sesuatu yang sedang dipikirkan.

c. Ketiga, berpikir semakna dengan keyakinan yang dimiliki seseorang sehingga dirinya bisa beropini, berpendapat atau bertindak.

d. Keempat, berpikir reflektif adalah rangkaian pemikiran yang dianggap terbaik. Dalam hal ini, terdapat proses memahami masalah, meneliti atau menggali informasi sampai memecahkan masalah (Sudarma, 2013, hlm. 38-39).

Dalam pembelajaran yang menuntut keterampilan berpikir, guru dapat merujuk pada pendekatan melalui strategi khusus dan prosedur

(23)

yang bisa dilaksanakan. Strategi dan prosedur menggunakan spontanitas dan atau dirancang secara sistematis, serta spesifik, luas atau bersifat umum. Ashman Conway mengemukakan bahwa kemampuan berpikir melibatkan enam jenis berpikir, yaitu metakognisi, berpikir kritis, berpikir kreatif, proses kognitif (pemecahan masalah dan pengambilan keputusan), kemampuan berpikir inti (seperti representasi dan meringkas), memahami peran konten pengetahuan. (Sunaryo, 2011, hlm. 24)

2. Berpikir Kreatif

a. Pengertian dan Karakteristik Berpikir Kreatif

“Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk membuat sesuatu dalam bentuk ide, langkah, atau produk” (Sudarma, 2013, hlm. 9). “Menurut Downing kreativitas dapat didefinisikan sebagai “proses” untuk menghasilkan sesuatu yang baru dari elemen yang ada dengan menyusun kembali elemen tersebut” (Sani, 2013, hlm. 13). Terdapat tiga komponen utama yang terkait dengan kreativitas, diantaranya: keterampilan berpikir kreatif, keahlian (pengetahuan teknis, prosedural, dan intelektual), serta motivasi. Keterampilan berpikir kreatif dalam memecahkan suatu permasalahan ditunjukkan dengan pengajuan ide yang berbeda dengan solusi pada umumnya. Pemikiran kreatif masing-masing orang akan berbeda dan terkait dengan cara mereka berpikir dalam melakukan pendekatan terhadap permasalahan. Pemikiran kreatif terkait dengan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dan relevan dengan ide atau upaya kreatif yang diajukan (Sani, 2013, hlm. 13-14).

Sementara menurut Munandar (2012) kreativitas adalah:

(24)

Adapun definisi menurut Torrance (dalam Munandar, 2012, hlm. 27), “kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya”.

Tes berpikir kreatif Torrance (Torrance Test Creative Thinking) adalah salah satu tes kreativitas yang terbaik, paling mapan dan paling populer (Kaplan & Saccuzo, 2005, hlm. 300). Tes Torrance secara terpisah mengukur aspek berpikir kreatif seperti fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), dan originality (kebaruan) (Palaniappan & Torrance dalam Kaplan & Saccuzo, 2005, hlm. 300). Menurut Silver (1997, hlm. 76) tiga komponen dari penilaian kreativitas berdasarkan TTCT adalah fluency, flexibility, dan novelty. Munandar (2012, hlm. 68) menyatakan bahwa “kreativitas atau berpikir kreatif secara operasional dirumuskan sebagai suatu proses yang tercermin dari kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam berpikir”.

1) Fluency (Kelancaran)

(25)

192). Dalam mengukur kelancaran, siswa diminta untuk memikirkan banyak solusi yang berbeda untuk suatu masalah. (Kaplan dan Saccuzo, 2005, hlm. 300). Perilaku siswa pada aspek ini dapat dilihat dari kemampuan siswa menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan dan lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya (Munandar, 1992, hlm. 88).

2) Flexibility (Keluwesan)

“Flexibility to apparent shifts in approaches taken when generating responses to a prompt” (Silver, 1997, hlm. 76). Flexibility adalah perubahan cara atau pendekatan yang diambil saat memberikan tanggapan dengan tepat. Menurut Henry (1958, hlm. 115) individu yang kreatif harus bisa beradaptasi, tidak tetap pada jalannya dan dapat mengambil alternatif solusi pemecahan suatu masalah. Berpikir luwes (fleksibel) artinya mampu menghasilkan gagasan-gagasan yang seragam, mampu mengubah cara atau pendekatan dan memiliki arah pemikiran yang berbeda-beda (Munandar, 2012, hlm. 192). Keluwesan diukur dalam hal kemampuan individu dalam mencoba pendekatan baru untuk memecahkan suatu masalah (Kaplan dan Saccuzo, 2005, hlm. 300). Perilaku siswa pada aspek flexibility saat diberikan suatu masalah adalah ketika siswa memikirkan macam-macam cara yang berbeda untuk menyelesaikannya (Munandar, 1992, hlm. 89).

3) Originality (Kebaruan)

(26)

menghasilkan ide yang tidak umum. Pendekatan kedua dalam hal menghasilkan jawaban yang cakap. Pendekatan ketiga adalah dalam hal kemampuan untuk membuat sedikit asosiasi (Henry, 1958, hlm. 115-116). “Novelty to the originality of the ideas generated in response to a prompt” (Silver, 1997, hlm. 76). Kebaruan adalah keaslian ide-ide yang dihasilkan dalam menanggapi ide dengan tepat. Berpikir orisinal berarti memberikan jawaban yang tidak lazim, lain dari yang lain, dan jawaban jarang diberikan oleh kebanyakan orang (Munandar, 2012, hlm. 192). Aspek kebaruan diukur dengan mengevaluasi solusi yang tidak biasa atau solusi baru yang diberikan oleh siswa (Kaplan dan Saccuzo, 2005, hlm. 300). Perilaku siswa dalam aspek originality terlihat saat siswa mampu memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain (Munandar, 1992, hlm. 89).

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah bagian dari kreativitas yang merupakan kemampuan pengajuan ide atau gagasan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Ada tiga aspek berpikir kreatif didasarkan pada Tes Berpikir Kreatif Torrance yaitu fluency, flexibility, dan originality. Aspek fluency menuntut banyaknya jawaban yang dihasilkan. Aspek flexibility menuntut seseorang untuk menghasilkan gagasan yang bervariasi sehingga tidak ada kekakuan dalam berpikir. Sementara pada aspek originality, seseorang dituntut untuk memberikan jawaban yang berbeda dari yang lain.

b. Dimensi Kreativitas

(27)

yang berkembang dalam diri individu, dalam bentuk sikap, kebiasaan dan tindakan dalam melahirkan sesuatu yang baru dan orisinal untuk memecahkan suatu masalah” (Sudarma, 2013, hlm. 21). Munculnya tindakan kreatif seseorang adalah dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya (Munandar, 2012, hlm. 20).

Dalam dimensi process, kreativitas adalah proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide yang unik atau kreatif. Sebagai suatu proses, ada empat tahap dalam proses kreatif menurut Wallas yaitu:

1) Persiapan yaitu individu melakukan percobaan-percobaan dan melakuan proses berpikir untuk mencari kemungkinan pemecahan masalah yang dialami.

2) Inkubasi yaitu tahap pematangan dan atau pemahaman terhadap masalah yang dihadapi. Proses inkubasi dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun tetapi bisa juga hanya sebentar saja.

3) Iluminasi yaitu munculnya gagasan kreatif dan inspirasi untuk memecahkan masalah. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengamati proses iluminasi ketika ada cetusan spontan, “ya sekarang, aku tahu!”

4) Verifikasi yaitu penyesuaian gagasan baru (hasil iluminasi) dengan realita kehidupannya (Yani, 2014, hlm. 82-83)

Kreativitas dalam dimensi press (dorongan) merupakan kreativitas yang muncul dari faktor internal dan eksternal. Dorongan berupa keinginan atau hasrat seseorang untuk mencipta adalah kreativitas yang muncul dari faktor internal, sedangkan dorongan dari lingungan sosialnya adalah kreativitas yang muncul dari faktor eksternal (Yani, 2014, hlm. 83).

(28)

sosial”. Dari definisi ini menunjukkan bahwa produk tidak harus baru, tetapi dapat dilihat dari kombinasinya. Kreativitas dinilai dari produk yang dihasilkan oleh seseorang baik yang bersifat produk baru (original) maupun hasil dari elaborasi dan penggabungan yang inovatif (Yani, 2014, hlm. 83).

c. Pengembangan Kreativitas

1). Makna dari Pengembangan Kreativitas

a) Dengan berkreasi orang dapat mengaktualisasikan dirinya karena kreativitas merupakan manifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya.

b) Berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah.

c) Dengan berpikir kreatif akan memberikan kepuasan kepada individu itu sendiri.

d) Kreativitas dapat memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya karena kesejahteraan masyarakat bergantung pada sumbangan kreatif yang berupa gagasan, dan penemuan baru (Munandar, 2012, hlm. 31-32).

2). Tahapan Pengembangan Kreativitas

Tahapan pengembangan kreativitas siswa yang dilakukan adalah dapat melatih siswa untuk hal-hal sebagai berikut:

a) Merasakan ketidaksesuaian. Guru perlu melatih siswa untuk mencari elemen yang mengganggu keseimbangan dari sebuah kondisi yang belum sesuai dan mengajak mereka untuk menghilangkan bagian yang mengganggu tersebut.

(29)

terlebih dahulu. Hal-hal yang terkait dengan proses mengumpulkan elemen mencakup:

(1) Imajinasi (2) Intuisi (3) Pengalaman (4) Pengetahuan (5) Bertanya

(6) Berpikir fleksibel (7) Berpikir lancar (8) Berpikir beragam

c) Modifikasi elemen. Dilakukan setelah siswa memiliki ide-ide yang akan dilakukan. Misalnya, jika ide siswa adalah memasang sebuah elemen baru berupa gambar pada sebuah ruang, modifikasi yang dilakukan adalah memikirkan ukurannya dan gambar yang cocok untuk ruangan tersebut. d) Mencari sintesis. Beberapa elemen mungkin merupakan satu

kelompok dan dapat disatukan. Siswa perlu berusaha mencari elemen yang dapat dikelompokkan.

e) Melakukan inkubasi. Tahapan ini merupakan kesempatan istirahat dari upaya mengumpulkan elemen dan mencari sintesis yang dilakukan untuk menghindari kejenuhan dan meningkatkan produktivitas.

f) Inspirasi (menemukan hal baru). Pada tahap ini istirahat yang cukup dibutuhkan setelah melakukan upaya mengombinaksikan elemen-elemen menjadi sebuah karya kreatif.

g) Melakukan verifikasi. Perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui kelayakan karya yang telah diciptakan

(30)

3) Mengembangkan Kreativitas Siswa dalam Pembelajaran

Upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk membuat peserta didik berperilaku kreatif menurut Sani (2014, hlm. 25) adalah sebagai berikut:

a) Memberikan tugas yang tidak hanya memiliki satu jawaban benar.

b) Menoleransi jawaban yang nyeleneh. c) Menekankan pada proses bukan hasil saja.

d) Membuat siswa berani untuk mencoba, menentukan sendiri informasi yang kurang jelas/lengkap, dan memiliki interpretasi sendiri terkait pengetahuan/kejadian.

e) Memberikan keseimbangan antara kegiatan terstruktur dan spontan/ekspresif.

d. Pola Perkembangan Kreativitas

Davis melihat tiga penggunaan utama tes kreativitas, yaitu “untuk mengidentifikasi siswa berbakat kreatif untuk program anak berbakat, untuk tujuan penelitian, dan untuk tujuan konseling”.

1) Identifikasi Anak Berbakat Kreatif

Tes kreativitas paling sering digunakan untuk mengidentifikasi siswa berbakat kreatif untuk program anak berbakat.

2) Penelitian

Penelitian dapat membantu dalam memahami konsep kreativitas, orang-orang kreatif, dan membantu dalam memahami perkembangan kreativitas.

3) Konseling

(31)

e. Karakteristik Tingkat Kemapuan Berpikir Kreatif

Karakteristik dari tingkat kemampuan berpikir kreatif ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel tersebut berisi perbedaan kemunculan aspek berpikir kreatif pada tiap tingkatan.

Tabel 2.1 Karakteristik Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Tingkatan

Siswa dapat menyelesaikan masalah dengan lebih dari satu solusi dan dapat mengembangkan cara lain untuk menyelesaikannya. Salah satu solusi memenuhi aspek originality (kebaruan). Beberapa masalah yang dibangun memenuhi aspek originality, flexibility, dan fluency.

Tingkat 3 (Kreatif)

Siswa dapat menyelesaikan masalah dengan lebih dari satu solusi, tetapi tidak bisa mengembangkan cara lain untuk menyelesaikannya. Satu solusi memenuhi aspek originality. Pada tingkat ini juga siswa dapat mengembangkan cara lain untuk memecahkan permasalahan (flexibility), namun tidak memiliki cara yang berbeda dari yang lain (originality)

Tingkat 2 (Cukup Kreatif)

(32)

Tingkatan Kemampuan

Karakteristik

Tingkat 1 (Kurang Kreatif)

Siswa dapat menyelesaikan permasalahan dengan lebih dari satu solusi (fluency) tetapi tidak dapat mengembangkan solusinya dan tidak memenuhi aspek kebaruan.

Tingkat 0 (Tidak Kreatif)

Siswa tidak dapat menyelesaikan permasalahan dengan lebih dari satu solusi dan tidak dapat mengembangkan cara lain untuk menyelesaikannya. Dia juga tidak bisa menimbulkan solusi baru.

(Siswono, 2011, hlm. 551).

3. Model Open Ended Problems

a. Pengertian Model Open-Ended Problems

(33)

terlatih melalui pembelajaran ini karena siswa dituntut untuk mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban terhadap pemecahan masalah yang diajukan. Oleh karena itu, model pembelajaran ini lebih mengutamakan proses daripada produk yang akan membentuk pola pikir keterpaduan, keterbukaan, dan ragam berpikir (Shoimin, 2014, hlm. 109).

Masalah open-ended adalah permasalahan yang dibentuk sedemikian agar memiliki kemungkinan variasi jawaban benar baik dari aspek cara maupun hasil yang didapatkan (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007, hlm. 180). Pertanyaan open-ended dapat digunakan untuk menilai apakah siswa sudah benar-benar menguasai konsep. Pertanyaan open-ended memberikan tantangan pada siswa untuk menunjukkan kedalaman pemahaman dari materi yang telah didapatkan. Pertanyaan open-ended yang baik adalah sebagai berikut:

1) Menampilkan konteks kehidupan nyata yang relevan 2) Harus memiliki lebih dari satu jawaban

3) Siswa seharusnya dapat menjawab pertanyaan dalam waktu 5 menit

4) Jawaban yang diberikan siswa lebih dari mengingat fakta (Education Scotland, 2012, hlm. 5)

Adapun tipe masalah open-ended yang dapat diberikan antara lain:

1) Menemukan hubungan. Soal ini diberikan agar siswa dapat menemukan beberapa aturan atau hubungan

(34)

3) Pengukuran. Siswa diminta untuk menentukan ukuran-ukuran numerik dari suatu kejadian (Becker & Shimada, 1997, hlm. 27).

b. Mengembangkan Rencana Pembelajaran dalam Open-Ended Problems

Untuk mengembangkan rencana pembelajaran yang baik, guru harus mempertimbangkan hal berikut:

1) Daftar respon siswa yang diharapkan terhadap masalah

Siswa diharapkan untuk menanggapi masalah terbuka dengan cara yang berbeda. Kemampuan siswa untuk mengekspresikan ide-ide atau pemkiran mereka mungkin terbatas. Penting bahwa guru membuat daftar respon siswa, meskipun respon mungkin direduksi menjadi proporsi umum yang lebih sedikit.

2) Membuat tujuan menggunakan masalah yang jelas

Guru harus memahami peran masalah dalam RPP secara keseluruhan. Masalah dapat diperlakukan sebagai topik independen, sebagai pengantar konsep baru, atau sebagai ringkasan belajar siswa.

3) Merancang metode pengajuan masalah sehingga siswa dapat dengan mudah memahami makna dalam masalah atau hal yang diharapkan dari siswa

Masalah harus diungkapkan agar siswa dapat dengan mudah memahami dan mencari pendekatan untuk menyelesaikannya. Guru harus memperhatikan cara masalah tersebut diajukan untuk menghindari kebingungan siswa.

4) Membuat masalah semenarik mungkin

(35)

5) Memungkinkan cukup waktu untuk menjelajahi masalah sepenuhnya

Guru perlu memberikan waktu yang cukup untuk siswa mengeksplorasi masalah. Guru dapat menggunakan dua periode untuk satu masalah terbuka. Pada periode pertama para siswa dapat bekerja secara individu maupun kelompok untuk memecahkan masalah. Kemudian pada periode kedua, seluruh kelas membahas pendekatan dan solusi untuk memecahkan masalah (Becker & Shimada, 1997, hlm. 32-33).

c. Langkah-langkah Model Open-Ended Problems 1) Persiapan

Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pertanyaan open-ended.

2) Pelaksanaan: a) Pendahuluan

b) Kegiatan inti yaitu pelaksanaan pembelajaran dengan langkah sebagai berikut:

(1) Siswa membentuk kelompok.

(2) Siswa mendapatkan pertanyaan open-ended.

(3) Setiap perwakilan kelompok mengemukakan pendapat. (4) Siswa menganalisis jawaban yang telah dikemukakan

dan menentukan jawaban-jawaban yang benar dan efektif.

(5) Kegiatan akhir yaitu siswa membuat kesimpulan. c) Evaluasi

(36)

d. Gagasan tentang Pengajaran Masalah

Guru harus mempertimbangkan hal-hal berikut ketika mengajarkan masalah:

1) Pengajuan masalah

Dalam membantu siswa memahami maksud dari suatu masalah, berikut merupakan pendekatan yang efektif:

a) Mendorong siswa untuk fokus pada persoalan yang sama dengan menampilkan masalah pada proyektor.

b) Menambahkan lebih banyak data untuk generalisasi, misalnya dengan menunjukkan data konkret.

c) Memberikan contoh yang tidak membatasi cara siswa berpikir tentang masalah.

d) Memanfaatkan penggunaan materi yang konkret sebagai model.

2) Mengorganisir pengajaran

Gaya mengajar seperti mengajar biasa terdiri dari kombinasi antara dua hal yaitu kerja individu dan diskusi seluruh kelas. Karena yang dicari bukan solusi tunggal, diharapkan sudut pandang yang belum terjadi pada siswa akan muncul pada tahap pembelajaran dengan diskusi kelas. 3) Merekam tanggapan siswa

(37)

4) Meringkas materi yang telah dipelajari siswa

Siswa harus didorong untuk mengkonfirmasi pekerjaan mereka. Bahkan ketika beberapa pekerjaan mereka tidak lengkap ataupun salah, guru harus menanggapi mereka dengan cara yang positif. Ketika kontribusi siswa dalam meringkas terlalu banyak, guru harus berkonsentrasi pada satu poin dan membuat kesimpulannya (Becker & Shimada, 1997, hlm. 33-34).

e. Kriteria Evaluasi dalam Open-Ended Problems

Karena ada kemungkinan akan terjadi berbagai tanggapan atau reaksi siswa terhadap suatu masalah terbuka, maka kemungkinan akan sulit bagi guru untuk mengevaluasi siswa tersebut. Oleh karena itu guru menggunakan metode untuk mengevaluasi aktivitas siswa. Sebelumnya, guru menyiapkan tabel berisi tanggapan yang diharapkan dari siswa yang diklasifikasikan dan disusun. Kemudian respon siswa diperiksa dan dimasukkan ke dalam sel kosong sesuai tabel, yang selanjutnya dievaluasi sesuai dengan kriteria berikut:

a) Fluency: berapa banyak solusi yang dapat dihasilkan setiap siswa?

b) Flexibility: berapa banyak ide-ide berbeda yang ditemukan oleh siswa?

c) Originality: sampai pada tingkat mana gagasan siswa dapat dikatakan baru?

(38)

f. Keuntungan dan Kerugian dari Model Open-Ended Problems 1) Keuntungan

a) Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan mengemukakan ide lebih sering.

b) Siswa memiliki banyak kesempatan untuk membuat pemahaman menggunakan pengetahuan dan keterampilan matematisnya.

c) Bahkan siswa yang prestasinya kurang dapat merespon masalah dalam beberapa cara yang signifikan.

d) Pada hakekatnya siswa termotivasi untuk memberikan bukti-bukti.

e) Siswa memiliki banyak pengalaman dalam menemukan dan menerima persetujuan dari siswa lainnya

2) Kerugian

a) Sulit untuk membuat atau menyiapkan situasi masalah.

b) Sulit bagi guru untuk mengajukan masalah dengan berhasil. Terkadang siswa memiliki kesulitan dalam memahami bagaimana merespon dan memberikan jawaban.

c) Beberapa siswa dengan kemampuan yang lebih tinggi mungkin mengalami kecemasan tentang jawaban mereka.

d) Siswa dapat merasakan ketidakpuasan dalam pembelajaran karena kesulitan dalam merangkum secara jelas.

(Becker & Shimada, 1997, hlm. 23-24)

(39)

keragaman jawaban. Masalah yang diformulasikan untuk menghasilkan banyak jawaban benar disebut masalah open-ended (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007, hlm. 180). Berdasarkan pendapat para ahli mengenai pengertian open-ended serta berpikir kreatif, dapat ditemukan hubungan antara masalah open-ended dengan kemampuan berpikir kreatif, yaitu maslaah open-ended merupakan bagian dari berpikir kreatif. Berpikir kreatif menurut Tes Berpikir Kreatif Torrance meliputi tiga aspek yaitu fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), dan originality (kebaruan).

Perkembangan berpikir lancar (fluency) didorong melalui penggunaan masalah terbuka (open-ended problems) yang dinyatakan dengan cara yang memungkinkan untuk menghasilkan banyak jawaban khusus dan banyak solusi yang benar (Silver, 1997, hlm. 77). Penggunaan masalah yang memungkinkan siswa untuk menghasilkan banyak solusi ini terkait dengan perkembangan representasional siswa dan keluwesan dalam berpikir (flexibility) (Silver, 1997, hlm. 78). Dalam hubungannya dengan aspek originality adalah bahwa pembelajaran open-ended problems ini melatih dan menumbukan orisinalitas ide (originality), kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan dan sosialisasi (Shoimin, 2014, hlm. 109).

5. Elektrokimia

a. Sel Elektrokimia

Ilmu yang mempelajari perubahan energi, khususnya perubahan energi kimia menjadi energi listrik atau perubahan energi listrik menjadi energi kimia disebut dengan elektrokimia (Sukardjo, 2009, hlm. 45). Ada dua macam sel elektrokimia, yaitu:

1) Sel Volta (Sel Galvani)

(40)

kehidupan sehari-hari, misalnya aki (accu) dan baterai (Sukardjo, 2009, hlm. 45).

a) Aki (accu)

Aki merupakan sel sekunder, karena aki dapat diisi arus listrik kembali. Aki merupakan sel yang terdiri dari elektroda Pb (anoda) dan Pb yang dilapisi PbO2 (katoda) dengan elektrolit H2SO4 (Sukardjo, 2009, hlm. 52). Pada saat aki menghasilkan arus listrik, elektron dilepaskan dari anoda Pb ke katoda Pb yang dilapisi PbO2. Sebaliknya pada saat pengisian aki dengan arus listrik, anoda Pb mengalami reaksi reduksi dan katoda Pb dilapisi PbO2 mengalami reaksi oksidasi sehingga Pb dilapis PbO2 menjadi anoda dan Pb menjadi katoda (Sukardjo, 2009, hlm. 54).

b) Baterai

(1) Baterai Biasa

Jenis baterai biasa yang ada di pasaran tersusun atas kutub positif yang merupakan batang karbon yang dikelilingi oleh campuran mangan dioksida dan bubuk karbon. Lain halnya dengan kutub negatif yang berupa lembaran logam seng, yang memiliki fungsi sebagai wadah atau kontainer. Elektrolit yang digunakan dalam baterai ini yaitu pasta dari seng klorida dan ammonium klorida dalam pelarut air (Rahmawati, 2013, hlm. 48). Reaksi pada baterai berlangsung searah (irreversible), artinya tidak dapat dilakukan pengisian ulang jika arus listrik searah habis. Oleh sebab itu, baterai biasa disebut juga dengan sel primer (Sukardjo, 2009, hlm. 55).

(2) Baterai alkalin

(41)

ini adalah basa kalium hidroksida. Elektrolit tersebut berfungsi sebagai konduktor untuk memindahkan ion-ion hidroksida dari elektroda yang satu ke elektroda yang lain. Baterai alkalin dirancang dengan daya tahan lama, tahan terhadap goncangan, tidak mengeluarkan gas yang bisa menyebabkan korosi, memiliki densitas energi tinggi dan mampu bekerja pada suhu rendah, sehingga sesuai untuk perangkat-perangkat elektronik portable (Rahmawati, 2013, hlm. 49).

(3) Baterai Litium

Baterai litium-mangan dioksida adala baterai litium sekali pakai yang paling umum. Pada baterai ini digunakan batang logam Li (anoda) dan MnO2 (katoda). Elektrolit yang digunakan adalah garam litium terlarut dalam propilen karbonat dan dimethoxyetana (Rahmawati, 2013, hlm. 49).

(4) Baterai Ion-Litium

(42)

2) Sel Elektrolisis

Sel elektrolis adalah perubahan energi listrik menjadi energi kimia (Sukardjo, 2009, hlm. 45). Reaksi pada sel elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan karena hanya berproses apabila memperoleh arus dari sumber arus. Elektrolisis banyak digunakan untuk penyepuhan dan pemurnian logam.

a) Penyepuhan (Electroplating)

Contoh produk industri yang berasal dari pelapisan logam adalah sendok tembaga yang dilapisi perak. Tujuan utama dari penyepuhan adalah untuk keindahan dan mencegah korosi. Proses penyepuhan suatu logam dengan logam lain menggunakan prinsip elektrolisis yaitu sebagai berikut:

Katoda : logam yang akan disepuh Anoda : logam penyepuh

Elektrolit : larutan garam yang mengandung ion logam penyepuh

b) Pemurnian logam

Tujuan proses pemurnian logam secara elektrolisis adalah untuk memperoleh logam murni dari logam yang tidak murni atau logam kotor dengan cara elektrolisis. Misalnya pemurnian tembaga dari tembaga tidak murni (Sukardjo, 2009, hlm. 67-68).

b. Korosi

(43)

dengan adanya bercak-bercak besi yang berwarna merah cokelat, yang umumnya disebut karat besi.

1) Konsep Dasar Terjadinya Korosi a) Kereaktifan Logam

Cepat lambatnya proses korosi yang berlangsung dapat dilihat dari kereaktifan logam dengan asam. Daftar deret logam yang yang mengurutkan kereaktifan logam terhadap asam dinamakan deret volta. Dalam deret volta, dari kiri ke kanan kereaktifan logam terhadap asam akan berkurang.

b) Proses Elektrokimia

Adanya debu karbon (C), hasil pembakaran batu bara dan kayu berpeluang besar menyebabkan terjadinya korosi. Apabila karbon menempel pada besi atau baja maka yang terjadi sebagai berikut:

(1) Logam besi akan berfungsi sebagai anode (-). (2) Karbon akan berfungsi sebagai katode (+).

(3) Gas O2 yang terlarut dalam air akan berfungsi sebagai elektrolit.

(4) Pada proses korosi besi berlangsung reaksi elektrokimia seperti pada sel Volta.

c) Zat-zat yang mempercepat korosi besi

Selain H2O dan O2, ada zat-zat lain yang aktif mempercepat korosi, yaitu zat-zat yang dapat berfungsi sebagai elektrolit. Misalnya NaCl dan zat pembentuk asam (CO2, SO2) (Sukardjo, 2009, hlm. 70-71).

2) Beberapa Cara Mencegah Korosi Logam

a) Mencegah kontak langsung logam dengan zat-zat kimia korosif (H2O, CO2, O2, asam-asam, NaCl, dan sebagainya). Caranya adalah melapisi logam dengan cat.

(44)

b) Melapisi logam dengan logam lain, dengan cara penyepuhan. c) Membuat aloi (campuran logam-logam secara homogen)

misalnya stainless steel yang merupakan campuran homogen logam-logam Fe, Ni, Cr.

d) Memberi perlindungan katode (proteksi katodik). Contohnya pemasangan pipa besi dalam tanah yang dilindungi dengan magnesium untuk mencegah korosi (Sukardjo, 2009, hlm. 71-72). Cara yang dilakukan dalam proteksi katodik adalah logam yang akan dilindungi dikondisikan berada dalam daerah katodik dengan memberikan potensial atau arus katodik (Rahmawati, 2013, hlm. 76).

B. Penelitian Relevan

Ada beberapa penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini. Salah satu penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Dini Kinati Fardah dari Universitas Negeri Semarang dengan Judul “Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika melalui Tugas Open-Ended”. Penelitian yang dilakukan oleh Fardah bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan berpikir kreatif siswa melalui pertanyaan open-ended dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara berbasis tugas dan pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik snowball sampling. Kemampuan berpikir kreatif menekankan pada kritera kelancaran, keluwesan, keaslian dan keterincian (Fardah, 2012). Hasil dari penelitian ini adalah berupa pola berpikir kreatif siswa kategori tinggi sebanyak 20%, sedang 33,33% dan rendah sebanyak 46,67% dari jumlah siswa (Fardah, 2012).

(45)

pengajuan masalah matematika. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan sampel diambil dari kelas VIII SMP dan pengambilan sampel dilakukan dengan teknik snowball (Siswono, 2011, hlm. 550). Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah siswa pada level 4 memenuhi tiga komponen dari indikator berpikir kreatif, siswa pada level 3 memenuhi dua komponen (keluwesan dan kefasihan serta kebaruan dan kefasihan), siswa pada level 2 hanya memenuhi satu aspek (keluwesan atau kebaruan) dan pada level 1 hanya memenuhi aspek kefasihan saja sementara pada level 0 semua aspek tidak terpenuhi (Siswono, 2011, hlm. 552).

Penelitian dengan judul “Pengaruh Pendekatan Open-Ended terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Materi Listrik Dinamis Kelas X di SMAN 1 Gondang Tulungangung” dilakukan oleh Nisa & Wasis dari Universitas Negeri Surabaya. Penelitian yang dilakukan oleh Nisa & Wasis (2013, hlm. 143) bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran, kemampuan berpikir kreatif, kemampuan psikomotor, dan afektif serta respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Open-Ended. Dalam proses pembelajarannya siswa dilatih untuk menyelesaikan soal/masalah dengan beberapa cara penyelesaian. kuantitatif true experimental adalah jenis penelitian yang digunakan (Nisa & Wasis, 2013, hlm. 144). Berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran didapatkan presentase sebesar 83,6% yang artinya pembelajaran dengan pendekatan open-ended terlaksana dengan sangat baik. Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa di dalam kelas eksperimen lebih aktif daripada siswa kelas kontrol. Oleh karena itu, pendekatan open-ended menuntut siswa lebih aktif terutama dalam menyampaikan pendapat (Nisa, 2013, hlm. 145).

(46)

menjadi 82% pada siklus II serta peningkatan prestasi belajar siswa dengan pendekatan open-ended dari 68% pada siklus I menjadi 90% pada siklus II (Marina, tanpa tahun, hlm. 7).

Penelitian yang dilakukan oleh Nahadi, Wiwi Siswaningsih dan Iga Maliga dengan judul “Pengembangan dan Analisis Tes Kimia Berbasis Open-Ended Problem untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa menghasilkan 15 soal open-ended yang diujicobakan. Dari 15 soal uraian yang disiapkan, diuji coba terbatas di lapangan selama dua kali. Setelah didapatkan data, kemudian dilanjutkan dengan proses analisis sehingga diketahui butir soal yang kurang memenuhi syarat sehingga dapat diperbaiki (Nahadi dkk., 2015). Pada soal open-ended yang dikembangkan dalam penelitian ini tidak hanya disesuaikan dengan indikator pembelajaran akan tetapi disesuaikan pula dengan indikator berpikir kreatif. Hal ini ditujukan untuk mengetahui ketercapaian kemampuan berpikir kreatif dengan menggunakan soal open-ended problems tersebut. Hasil uji coba I, perolehan siswa dalam masing-masing indikator berpikir kreatif adalah sebesar 23,93% untuk fluency, 25,66% untuk flexibility, 18,03% untuk elaboration, dan 19,18% untuk originality. Sementara hasil yang didapat pada uji coba II adalah kemampuan fluency sebesar 59,46%, flexibility sebesar 50,13%, elaboration sebesar 53,76%, dan originality sebesar 31,91% (Nahadi dkk., 2015).

C. Kerangka Berpikir

(47)

mengajukan ide/gagasan untuk mengatasinya. Kompetensi dasar tersebut menuntut siswa untuk dapat mengevaluasi gejala atau proses yang terjadi dalam contoh sel elektrokimia (sel volta dan sel elektrolisis) yang digunakan dalam kehidupan dan menganalisis faktor-faktor terjadinya korosi dan mengajukan ide/gagasan untuk mengatasinya. Hal ini dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dan kreatif karena pembelajaran tidak hanya terpaku pada hafalan dan ingatan tentang teori serta rumus saja, melainkan dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata yang ada di sekitar.

Jika materi sudah mendukung siswa untuk dapat berpikir kreatif, selanjutnya diperlukan dorongan dari guru untuk menggali potensi kemampuan berpikir kreatif siswa tersebut, yaitu dengan menerapkan model pembelajaran yang cocok. Model open-ended problems merupakan model yang cocok untuk menggali kemampuan berpikir kreatif siswa. Pada model open-ended problems guru memberikan soal yang sifatnya terbuka sehingga siswa akan lebih terbuka juga dalam mengemukakan pemikirannya. Suatu soal dapat dikatakan terbuka jika menghasilkan jawaban benar lebih dari satu. Tiga komponen yang dinilai dalam kemampuan berpikir kreatif adalah: 1. Kelancaran(fluency)

Kelancaran atau kefasihan dalam berpikir yang dimaksud adalah kemampuan mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah. Penekanannya adalah dalam waktu yang singkat dapat menghasilkan gagasan atau ide tentang objek tertentu dalam jumlah yang banyak.

2. Keluwesan(flexibility)

Fleksibel yang dimaksud adalah kemampuan menghasilkan gagasan, yang bervariasi. Penekanannya pada segi keragaman gagasan, kaya akan alternatif dan bukan kekakuan dalam berpikir.

3. Kebaruan (originality)

(48)

satu gagasan atau produk kreatif, maka semakin orisnil pula pemikiran individu tersebut.

(49)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Soal Open-Ended

Berpikir kreatif

Flexibility Fluency

Originality  Model pembelajaran yang selama ini diterapkan kurang

memfasilitasi kemampuan berpikir kreatif siswa

 Kemampuan berpikir kreatif kurang mendapat perhatian dalam proses pembelajaran

Kompetensi Dasar:

(3.3) Mengevaluasi gejala atau proses yang terjadi dalam contoh sel elektrokimia (sel volta dan sel elektrolisis) yang digunakan dalam kehidupan (3.4) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya korosi dan mengajukan ide/gagasan untuk mengatasinya

Menuntut kemampuan berpikir kreatif siswa

Model Open-Ended Problems Kurikulum 2013

Tipe Masalah Open-Ended

Mengklasifikasi

Menemukan hubungan Pengukuran

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 21 Oktober s.d 28 Oktober 2015 di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan yang beralamat di Jl. Benda Timur XI, Komplek Perumahan Pamulang Permai 2, Pamulang, Tangerang, Banten 15416, Telp. (021) 74633772.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang memusatkan perhatian pada masalah aktual seperti apa adanya yang terjadi saat penelitian berlangsung (Noor, 2011, hlm. 335). Penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 2009, hlm. 54). Dapat dikatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan secara tepat fakta dari objek yang diteliti (Darmadi, 2011, hlm. 145). Penelitian ini dilakukan untuk melihat kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi elektrokimia dalam aspek kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan kebaruan (originality) melalui model open-ended problems.

C. Alur Penelitian

Langkah-langkah dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diawali dengan adanya masalah

Penelitian yang dilakukan didasarkan pada masalah yang sedang dihadapi pendidikan di masa sekarang yaitu kemampuan berpikir kreatif siswa yang kurang mendapat perhatian dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang diterapkan pun kurang memfasilitasi kemampuan berpikir kreatif siswa.

(51)

2. Menentukan jenis informasi yang diperlukan

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan literatur terkait hal yang akan diteliti yaitu buku, jurnal serta referensi lain yang diperlukan dari situs internet.

3. Menentukan prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti diawali dengan pembuatan RPP Kurikulum 2013 pada materi elektrokimia dengan kompetensi dasar “mengevaluasi gejala atau proses yang terjadi dalam contoh sel elektrokimia (sel volta dan sel elektrolisis) yang digunakan dalam kehidupan dan kompetensi dasar menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya korosi dan mengajukan ide/gagasan untuk mengatasinya.” Peneliti kemudian melakukan proses penelitian di kelas selama dua kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, peneliti menerapkan RPP yang telah dibuat untuk proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar, pengumpulan data dilakukan dengan lembar observasi. Kemudian pada pertemua kedua, siswa diberikan evaluasi berupa soal open-ended elektrokimia untuk mengukur tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa. Setelah proses evaluasi peneliti mengumpulkan data tambahan dari wawancara terhadap beberapa orang siswa.

4. Pengolahan informasi atau data

Data yang diperoleh berupa hasil observasi, hasil tes dan wawancara. Berdasarkan hasil observasi, peneliti melakukan penskoran dan menghitung ketercapaian aspek berpikir kreatif yang didapatkan oleh siswa.

(52)

5. Menarik kesimpulan penelitian

(53)

Gambar 3.1 Alur Penelitian Adanya suatu

permasalahan

Membuat rumusan masalah

Menentukan prosedur pengumpulan data

Membuat instrumen penelitian (Soal, lembar observasi dan pedoman wawancara)

Validasi instrumen penelitian

Revisi

Observasi di lapangan

Pengolahan data dengan mengkategorisasi tingkat berpikir kreatif siswa Menganalisis jawaban siswa dengan berpatokan pada rubrik

penilaian

Wawancara secara mendalam

Analisis hasil wawancara

(54)

D. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMA kelas XII IPA, sementara sampel yang diambil untuk penelitian adalah siswa kelas XII IPA 4 yang berjumlah 28 orang di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan dengan jumlah siswa laki-laki sebanyak 8 orang dan siswa perempuan sebanyak 20 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan teknik purposive sampling yang merupakan teknik dalam menentukan sampel dengan membuat pertimbangan secara khusus sehingga layak dijadikan sampel (Noor, 2011, hlm. 155). Sampel yang diambil merupakan siswa kelas XII dari kelas pilihan yang memiliki nilai rata-rata ulangan harian yang lebih tinggi dibandingkan terhadap empat kelas XII IPA lainnya. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses pembelajaran dan penerapan model open-ended problems dalam penelitian ini.

Sampel penelitian dikelompokkan menjadi tiga kategori kelompok, yaitu kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa. Siswa dikelompokkan berdasarkan hasil standar deviasi yang diolah dari data ulangan harian melalui pengelompokan 3 ranking menurut Arikunto (1999, hlm. 263-264), yaitu sebagai berikut:

1. Kelompok atas adalah semua siswa yang mempunyai skor diatas skor rata-rata +1 SD

2. Kelompok sedang adalah semua siswa yang mempunyai skor antara -1 SD dan +1 SD

(55)

Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 12) diperoleh data penggolongan kelompok sebagai berikut:

Tabel 3.1 Pembagian Kategori Kelompok Siswa

Kelompok Kriteria Jumlah Siswa

Tinggi ≥ 93,28 4 orang

Sedang 60,08 ˂ nilai ˂ 93,28 21 orang

Rendah ≤ 60,08 3 orang

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar observasi, soal tes open-ended dan pedoman wawancara.

1. Lembar Observasi

Observasi atau pengamatan langsung dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap. Dalam penelitian, observasi dapat dilakukan dengan memberikan tes, kuesioner, rekaman gambar dan rekaman suara (Arikunto, 2010, hlm. 199-200). Cara yang paling efektif dalam metode observasi melengkapinya dengan format atau blanko pengamatan. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Arikunto, 2010, hlm. 272).

(56)

Berikut ini merupakan format lembar observasi yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa melalui model open-ended problems.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Format Lembar Observasi

No Tipe Masalah

Open-Ended Kegiatan Siswa

Aspek Berpikir

Kreatif

1 Mengklasifikasi

Mengemukakan pendapat mengenai perbedaan baterai sekali pakai dengan baterai isi ulang mengenai cara kerja aki sehingga dapat menggerakkan mesin pada mobil

Fluency

3

Menemukan hubungan

Menjawab pertanyaan mengenai hubungan sel volta dengan baterai

Flexibility

4 Pengukuran

Memberikan jawaban mengenai cara menyalakan sebuah lampu dengan elektroda Ag dalam AgNO3 dan elektroda Mg dalam Mg(NO3)2 mengenai contoh sel volta dalam kehidupan

(57)

No Tipe Masalah

Open-Ended Kegiatan Siswa

Aspek mengenai cara untuk

mendapatkan tembaga murni dengan proses pemurnian

Fluency

7

Menemukan hubungan

Mengemukakan pendapat mengenai cara untuk mendapatkan uang berlapis perak dari uang yang berbahan dasar tembaga dengan proses penyepuhan

Fluency

8

Menemukan hubungan

Memberikan jawaban mengenai hubungan antara pemurnian tembaga, pelapisan perak pada tembaga, dan sel elektrolisis

Flexibility

9

Menemukan hubungan

Menemukan cara untuk

mendapatkan larutan KOH dan padatan I2 dengan cara

elektrolisis, jika disediakan zat elektrolit berupa KI serta elektroda C pada katoda dan anoda mengenai contoh sel elektrolisis dalam kehidupan

Originality

(58)

No Tipe Masalah

Open-Ended Kegiatan Siswa

Aspek Berpikir

Kreatif mengenai perbedaan sel volta

dan sel elektrolisis

12

Menemukan hubungan

Siswa memberikan jawaban proses galvanisasi dalam pencegahan karat

Flexibility

13 Mengklasifikasi

Siswa menjawab cara lain untuk mencegah korosi (selain cara yang telah disebutkan dalam video: pengecatan, melumuri dengan oli, dan galvanisasi)

Fluency

14

Menemukan hubungan

Siswa mengajukan pendapat mengenai cara mengatasi perkaratan pada paku

Originality

15 Pengukuran

Siswa menjawab pertanyaan mengenai pengaruh posisi logam dalam volta dan E0 standar terhadap perkaratan

Fluency

2. SoalTes Open-Ended

Tes adalah sejumlah pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok (Arikunto, 2010, hlm. 193)

(59)

yang jawabannya bersifat terbuka. Soal dibuat untuk melihat ketiga aspek dalam berpikir kreatif siswa berdasarkan jawaban yang diberikan yaitu aspek kefasihan (fluency), keluwesan (flexibility), dan kebaruan (originality). Masing-masing aspek memiliki acuan dalam hal penilaiannya (terdapat pada Lampiran 7). Adapun instrumen soal tes open-ended untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Instrumen Tes Open-Ended Aspek menjadi barang asing lagi. Setiap orang dapat berkomunikasi melalui handphone. Jika handphone mati akibat kehabisan baterai, cukup mencharger handphone tersebut sehingga

handphone dapat menyala kembali. Berbeda dengan baterai pada jam dinding yang tidak dapat diisi ulang

ketika jam mati. Berikan tanggapanmu mengenai perbedaan dari kedua jenis bateraitersebut!

Fluency, Flexibility,

Originality

2* Mesya memiliki hobi mengoleksi anting-anting yang terbuat dari emas. Suatu hari Mesya merasa gatal pada telinganya dan muncul ruam merah. Setelah mengecek di toko emas,

(60)

Aspek Berpikir

Kreatif

No

Soal Butir Soal

yang tidak murni (emas imitasi). Emas

imitasi ini merupakan campuran emas

dengan logam lain. Mengapa emas imitasi dapat menyebabkan iritasi pada

kulit? lebih berkilau. Apa yang seharusnya

dilakukan oleh Pak Budi untuk

membuat cincin emas menjadi seperti yang diinginkan oleh pelanggannya tersebut?

Fluency, Flexibility,

Originality

4* Budi memiliki sebuah kunci yang sudah tidak menarik lagi karena pada kunci tersebut terdapat banyak goresan dan warna yang sudah pudar. Jika Budi

ingin membuat kunci tersebut menjadi lebih menarik, apa cara yang dapat dilakukan oleh Budi?

Fluency,

logam tembaga, kabel, lampu kecil dan

(61)

Aspek Berpikir

Kreatif

No

Soal Butir Soal

Bagaimana potensial sel pada reaksi tersebut?

negatifnya terhadap lingkungan sangat

kecil karena dapat mengurangi polusi

udara. Berbeda dengan bahan bakar pada umumnya yang mengakibatkan

polusi udara. Apa penyebab bahan bakar fuel cell berbeda dengan bahan

bakar pada umumnya?

Fluency, Flexibility,

Originality

7* Tembaga murni adalah salah satu bahan penyusun kabel. Berdasarkan proyeksi Kementrian Perindustrian, Indonesia membutuhkan sedikitnya 1,68 juta ton tembaga murni pertahun. Kebanyakan tembaga yang tersedia adalah tembaga dalam bentuk bijih atau tembaga yang

tidak murni (mengandung campuran

logam lain). Bagaimana proses yang

dilakukan untuk mendapatkan tembaga

murni?

Fluency, Flexibility,

Originality

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir  ...................................................................
Tabel 2.1 Karakteristik Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif
tabel, yang selanjutnya dievaluasi sesuai dengan kriteria berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

kemampuan berpikir kreatif kriteria fleksibilitas. Siswa dapat menjawab soal dengan lebih dari satu cara penyelesaian yang berbeda. 2 Memberikan jawaban dengan satu cara

Suherman dkk (2003) mengatakan bahwa masalah yang di formulasikan memiliki multi jawaban yang betul disebut soal terbuka (open ended problem). Saat siswa diberikan

Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dimilki oleh siswa untuk dapat melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa: (1) Kemampuan berpikir kreatif siswa kelas XII SMA Negeri 1 Telaga menggunakan soal tes Open Ended Problem termasuk dalam

Selanjutnya fleksibilitas siswa berkemampuan matematika sedang dalam menyelesaikan soal open ended dengan dengan membuat menunjukan tiga cara penyelesaian yang

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Hasil analisis jawaban 32 subjek penelitian ini dalam problem posing yang dikaitkan berpikir kreatif matematis aspek flexibility mencapai 31,25% atau sebanyak 10 siswa

Untuk aspek berpikir luwes, siswa pada kategori sedang juga berada pada kriteria baik artinya pada umumnya mampu menentukan satu cara dalam menyelesaikan