• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh metode bercerita terhadap pengenalan emosi anak usia pra-sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh metode bercerita terhadap pengenalan emosi anak usia pra-sekolah"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH METODE BERCERl1-Jl1 TERHADAP

PENGENALAN EMOSI ANAK USIA

PRA-SEKOLAH

Oleh:

AYI WIDIASTUTI

NIM : 103070028985

Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULL,AH

JAKARTA

(2)

PENGESAHAN PANITIA U,JIAN

Skripsi yang berjudul PENGARUH METODE BERCERITA TERHADAP

PENGENALAN EMOSI ANAK USIA PRA-SEKOl.AH telah diajukan

dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Univm::;itas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Agustus 2.0QZ. Skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Psikologi.

Jakarta, 14 Agustus 2007

Sidang Munaqasyah Ketua Mer ngkap Anggota,

/

7

/

.

Pra. H". Nett

セ。イエ。エゥN@

M.Psi. NIP.150215 38

Penguji I

Pembimbing I

dGセセGmsゥ@

NIP.1502"15283

SP.kretaris Merangkap Anggota

Dra Hi.

コLーL、セN@

M.Si.

NIP. 150 238 773

Anggota: Penguji II

dセfセNmsゥ@

NIP.150215283

Pembimbing II

(3)

Pengaruh

\Vletode

Bercerita Te:rhadap

ャGᄋセョァ・ョ。ャ。ョ@

l::rnosi Anak Usia P1:a-Sekolah

Skripsi

Diajukan kepada

F101!wlt2us

Psikologi untuk

memenuhi

syarat-syarat

memperoleh

gelar S•mrjana Psikologi

PemiJimbing I,

J•J!P. '150 215 2e:1

Oleh. Ayi Widi;ir.tuti

NIM : QPSPWイjセャ_NXY\ャU@

Dibawah Bimbingan

Pembimbing II,

ゥセセ@

(4)

KATA PENGANTAR

Limpahan puji serta syukur senantiasa terpanjatkan kepada Sang Maha

Pencipta, Allah SWT, yang tiada henti mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya

kepada setiap insan. Shalawat serta salam tak lupa kita sampaikan kepada

junjungan kita Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad saw. bE,serta keluarga dan

sahabat-sahabatnya yang telah menyampaikan risalah Allah dan

membimbing kita hingga kita dapat merasakan nikmatnya Iman dan Islam.

Alhamdulil/ah, sebuah fase dari 1·angkaian panjang proses kehidupan kembali

terlewati. Skripsi yang dijadikan sarana pembuktian intelektualitas berhasil

peneliti selesaikan. Walaupun dalam perjalana1111ya, rasa h'lah, ma/as dan

jenuh sering peneliti rasakan.

Skripsi ini tidak akan selesai tan pa ada bantuan dari individu-individu di

sekitar peneliti. Berikut ini, rangkaian ucapan terima kasih peneliti kepada

"mereka" yang memiliki andil besar, baik dalam proses perkuliahan hingga

terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Terima kasil1 peneliti ucapkan

kepada:

1. Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si., Oekan Fakultas Psiko/09i Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ora. Hj. Zahrotun Nihayah, M.Si., Pembantu Oekan Faku/tas Psiko/ogi

sekaligus dosen pembimbing seminar, yang karena kritik dan sarannya

(5)

..

3. Ora. Fadhilah Suralaga, M.Si., Ketua Bidang Psikologi Pendidikan

Fakultas Psikologi sekaligus dosen pembimbing I yang telah

memberikan banyak masukan yang korektif pada Sl(ripsi ini.

4. lbu Yunita Faela Nisa, M.Si., pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktu pribadinya untuk memberi koreksi pada skripsi

peneliti.

5. Seluruh staff pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

bersedia membagi ilmunya selama proses perkuliahan.

6. Bu Sri dan pak Miftah, yang dengan sabar membantu menyusun

nilai-nilai peneliti yang berceceran. Juga untuk bu Syariah dan bu Nur,

terima kasih atas semangat dan nasehatnya selama ini

7. Petugas perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Perpustakaan Umum Gandaria, atas segala fasilitas dan

pelayanannya.

8. Kedua orang tuaku, Bapak M.Agus Purwanto dan lbu Cipriowati, yang

telah mernberikan dukungan dan selalu ikhlas mendoakan peneliti.

Tanpa mereka, mustahil peneliti dapat menjadi seperti ini. Ya Jl,llah,

sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku.

9. Adik-adikku sayang : Anto, Tias dan "si bontot" Di1·a, yang selalu

menebarkan canda ketika peneliti lelah dengan rutin.itas. Semoga

kelak kalian menjadi orang yang berguna, bail< di dunia maupun di

akhirat.

10.Alm. mbah kakung Suyarno, aim. Mbah kakung Kascli, aim. Mbah putri

Warsi dan juga mbah putri Sus, yang mengharapkan peneliti menjadi

kebanggaan keluarga. Ya, Allah, semoga aku bisa.

11. Mas ku tersayang, Arif Nur Prabowo, yang selalu setia dan sabar

memberikan dukungan serta pengorbanan yang membuat skripsi

peneliti dapat selesai tepat pada w2ktunya. Perhatian dan kasih

(6)

12. lbu Kepala TK Nurul Falah, lbu Titin Rustini beserta para guru yang

telah menyediakan wal<tu dan tempat serta data yang dibutuhkan

peneliti, serta tak lupa adik-adikku di TK Nurul Falah kelompok B, yang

dengan kepolosan dan keceriaannya menjadikan skripsi ini terwujud.

13. Yeyen dan Ramdan, yang dengan ikhlas terjun ke lapangan

membantu guna kelengkapan data peneliti. Thank you so much, Guys!

·14. l<awan-kawan seperjuangan di kelas A, Syali, Eli "lbu Negara",

Neneng, Rida, Sugih, Adil, Tika, Catur, Mas Badru dll (maaf ya ga

kesebut satu-satu), juga untuk sahabat baikku Nisa Farisa, Nenden

dan Agung, terima kasih kalian sudah memberikan warna dalam hidup

ku.

15. Dian, Vita, Kiki dan lntan, terima kasih sudah menerima aku apa

adanya dan semoga kebersamaan kita yang baru sebentar ini セ・エ。ー@

terjalin hingga akhir hayat.

Dan untuk semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi yang tidak

dapat disebutkan satu persatu namanya karena keterbatasan ruang. Hanya

doa yang bisa peneliti panjatkan, semoga bantuan dan kebaikan y<rng telah

merel<a berikan menjadi amal ibadah yang diterima di sisi J\llah SWT.

Jakarta, 17 Juli 2007

(7)

,,

DAFTAR ISi

Halaman Judul

Halaman Persetujuan

Halaman Pengesahan

Motto

Kata Pengantar ... . . . . ' . . . ' . . . i

Abstraksi ... . .. ... iv

Daftar lsi ... , ... , ... , ... , ... vi

Daftar Tabel ....

Daftar Bagan ..

. ... x

Daftar Lampiran ... xi

BABl.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masai ah. . ... 1

1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah .... . 11

1.2.1 Pembatasan Masalah ... . . ... , ... , ... ···' 11

1.2.2 Perumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1.3.1 Tujuan Penelitian ... .

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.4 Sisternatika Penulisan ....

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Emosi ... .

··· 12

··· .... 12

. 13

. ... ,. 15

2.2.1 Definisi Emosi ... 15

(8)

.,

2.2.3 Macam-Macam Emosi ... .. ... 2·1

2.2 Anal< Usia Pra-Sekolah ... 24

2.1.1 Karakteristil< Perl<embangan Anak Usia Pra-Sekolah ... 25

2.1.2 Tugas Perkembangan pada Anak Usia Pra-Sekolah ... 30

2.3 Metode Bercerita .. . ... 31

2.3.1 Definisi Bercerita ... 31

2.3.2 Batasan Tema dalam Bercerita.. 32

2.3.3 Metode Bercerita ... .. ... 34

2.3.4 Manfaat Metode Bercerita bagi Anal< TK ... 35

2.3.5 Macam-Macam Teknik Bercerita ... 36

2.3.6 Rancangan Kegiatan Bercerita bagi anak TK ... 38

2.4 Pengarul1 Metode Bercerita Terhadap Pengenalan Emosi Anal< Usia Pra-Sekolah ... 39

2.5 Kerangka Berpikir ... . . ... 44

2.6 Hipotesis ... 46

BAB Ill. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 47

3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian . . ... 47

3.1.2 Rancangan Penelitian ... .. ... 47

3.2 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ... 49

3.3 Pengambilan Sampel ... 50

3.3.1 Populasi dan Sampel. .. ... 50

3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 51

3.4 Pengumpulan Data ... 51

3.4.1 Metode dan lnstrumen Pengumpulan Data ... 51

3.4.2 Prosedur Penellitian ... 53

3 .4 .3 Aparatus Penelitian ... 57

(9)

3.4.t"

Sel<under Variabel dan Teknik Kontrolnya ... 58

3.4.6 Teknik Uji lnstrumen ... 59

3.5 Metode Pengolahan data ... 61

BAB IV PRESENTASI DAN ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Um um Subjek Penelitian ... 62

4.2 Presentasi dan Analisis Data ... 64

4.2.1 Presentasi Data ... 64

4.2.2 Uji Persyaratan ... 66

4.2.3 Uji Hipotesis ... 68

4.3 Has ii Tambahan ... 70

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesirnpulan ... . 5.2 Diskusi ... 5.3 Saran ... . .. ··· ... ··· .... 72

··· 72

··· 74

DAFT AR PUST AKA ... 76

(10)

..

DAFT

AR T

ABEL

[image:10.595.34.431.149.511.2]

Tabel 3.1 Randomized Pre Test-Post Test Control Group Design ... 47 Tabel 3.2 Jadwal Pelaksanaan PreTest-Post-Test dan Pemberian Treatment

... 52

Tabel 3.3 Tal1ap Pelaksanaan Pre-Test dan Post-Test... .. ... 53

Tabel 3.4 Tahap Pelaksanaan Pemberian Treatment Bercerita Untuk

Kelompok Eksperimen ... 54

Tabel 3.5 Tahap Pelaksanaan Belajar Mengajar Pada l<elompok

Kontrol ... 55

Tabel 3.6 Variabel Sekunder dan Teknik Kontrolnya ... 58

Tabel 4.1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 61

Tabel 4.2 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Kelas

dan Jen is Kela min ... 62

Tabel 4.3 Data Hasil Kelompok Eksperimen. .. ... 63

(11)

.•

DAFTAR BAGAN

(12)

DAFT AR LAMPI RAN

Lampiran 1. Surat bukti penelitian

Lampiran 2. Tahapan pemberian treatment kegiatan bercerita

Lampiran 3. Draft pengenalan emosi diri

Lampiran 4. Draft pengenalan emosi orang lain

Lamoiran 5. Pedoman skoring

l.ampiran 6. Hasil test pengenalan emosi kelompok kontrol

L.ampiran 7. Has ii test pengenalan emosi kelompok kontrol

Lampiran 8. Data mentah hasil pre-post-test kelompok kontrol

Lampiran 9. Data rnentah hasil pre-post-test kelompok kontrol

l.arnpiran 10. Reliabilitas dan validitas item

Lampiran 11. Korelasi item

Lampiran 12. Uji normalitas dan homogenitas

l.arnpiran 13. Uji hipotesis

Lampiran 14. Hasil tambahan

(13)

ABSTRAKSI

(C) Ayi Widiastuti

(A) Fakultas Psikologi (B) Juli 2007

(D) Pengaruh Metode Bercerita Terhadap Pengenalan Emosi Anak Usia Pra-Sekolah

(E) 78 halaman + lampiran

(F) Bercerita merupakan cara belajar yang menyenangkan dan sangat digemari anak-anak usia pra-sekolah. Seraya mendengarkan cerita, anak dapat mengembangl<an kemampuan imajinasi dan bahasanya. Tanpa sadar, anak telah merespon berbagai stimulus yang ada pada cerita tersebut, baik secara kognisi, afeksi maupun konasi, termasuk emosi di dalamnya.

Pendidikan emosi anak sejak dini akan membantu anal<-anak untuk lebih mengenal diri sendiri dan perasaannya, mampu mengungkapkan perasaan orang lain serta dapat mempelajari cara orang lain bereaksi terhadap perasaannya tersebut.

Buku cerita merupakan media yang baik untuk belajar emosi bagi anak. Melalui buku cerita yang disajikan dengan bahasa yang sederhana berikut gambar yang menarik, anak dapat dilatih untuk mengenal emosi, baik emosi yang timbul dalam dirinya maupun emosi orang lain dalam tokoh cerita. Selain itu, anak dapat dengan bebas mengekspresikan perasaannya melalui apa yang ia dapat dari buku cerita tersebut.

Pengenalan emosi anak melalui buku cerita dapat juga diperoleh lewat ekspresi tokoh yang ada dalam gambar-gambar buku cerita. Dengan bantuan orang dewasa, anak dapat belajar membuat kosal<ata untuk berempati terhadap perasaan orang lain. Dengan demikian,

pengenalan emosi melalui bercerita dapat memberil\an suasana belajar yang baru dan menyenangkan bagi anak-anak usia pra-sekolah.

[image:13.595.53.442.77.500.2]
(14)

penelitian ini adalah anak didik dengan usia antara 5-6 tahun, yang berada di kelompok B. Jumlah subjek sebanyak 40 orang, yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol sebanyak 20 orang dan kelompok eksperimen sebanyak 20 orang

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan

menggunakan metode eksperimen. Rancangan eksperimen yang digunakan pada penelitian ini adalah Randomized pre-post test control

group design. Teknik analisis data menggunakan T-test dengan taraf

signifikansi 0,05.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, diperoleh nilai Thit 2,59 ; p>0,05. Dimana t hit (2,59) > t tab (1,68). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan metode bercerita terhadap pengenalan emosi anak usia pra-sekolah.

(15)

BABI

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak usia pra-sekolah merupakan bagian dari masa kanak-kanak yang

sering disebut masa kanak-kanak awal, yakni antara usia 2-6 tahun. lstilah

usia pra-sekolah ini digunakan oleh para pendidik yang dimaksudkan untuk

membedakan anak-anak di mana mereka dianggap cukup tua secara fisik

dan mental (Hurlock, 1980).

Anal< usia 4-6 tahun merupal<an bagian dari anak usia clini yang beracla pacla

rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pacla usia ini, secara terminologi clisebut

sebagai anal< usia pra-sekolah. Taman kanak-kanak aclalah salah satu

bentuk satuan pencliclikan anak usia pra-sekolah pada jalur pencliclikan formal

yang menyelenggarakan program

pencliclikan bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun (Depcliknas,

(16)

2

Taman kanak-kanak (TK) adalah dunia bermain untuk anak-anak. Oleh

karena itu, pendekatan pendidikan di TK dilaksanakan dengan teknik bermain

sambil belajar sehingga tidak heran kalau anak-anak lebih mudah belajar

dengan cara bermain daripada dengan cara yang serius. Dalam suasana

bermain sambil belajar yang menyenangkan, anak memiliki kesempatan

untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi dan

belajar secara menyenangkan. Selain itu, bermain sambil belajar dapat

membantu anak mengenal dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.

Dewasa ini, banyak sekali kita jumpai anak-anak yang kehilangan waktu

bermain karena padatnya jadwal belajar yang harus dilakukannya setiap hari.

Anak dituntut untuk dipacu perkembangannya dengan jalan melibatkan

aktivitas merel<a dalam kegiatan sekolah sedini mungkin. Seolah dengan

begitu, anak-anak sedang dipersiapkan sebaik mungkin guna menghadapi

era globalisasi. Akibatnya tidak jarang kita temui timbul rasa jenuh pada

anak, uring-uringan, mogok sekolah dan sebagainya (Emotional Intelligence,

2006)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mulai tahun

ajaran 1999-2000 mengadakan perubahan kurikulum untuk jenjang

pendidikan TK sampai SL TA. Menurut Indra Djati Sidi (dalam Dinas lnformasi

(17)

pada pembentukan Emotional Quotient (EQ) dan interaksi siswa dengan

keluarganya. Konsekuensinya, perlu pembenahan jenis mata pelajaran dan

pengurangan jam pelajaran.

3

Khusus kurikulum, berdasarkan pengamatan akhir tahun ini ada beberapa TK

yang memberikan materi pelajaran beberapa bahasa asing dan teknologi

komputer. lronisnya, TK yang semacam itu yang dianggap favorit dan banyak

diminati (Dinas lnformasi dan Komunikasi, 2005).

Kecenderungan tersebut bisa timbul karena adanya anggapan bahwa materi

belajar yang ditawarkan dapat menjadi bekal intelektualitas anak sejak dini

dalam menghadapi era globalisasi.

Gardner, ahli psikologi dari Harvard mengatakan bahwa salah satu cara

paling sehat untuk mengajar anak-anak adalah dengan mE,mberi motivasi

dari dalam diri mereka bukannya dengan ancaman atau iming-iming. Bila

mereka bosan belajar, mereka akan berkelahi dan berlaku tidak pantas,

demikian juga bila mereka didesak akan tugas-tugas sekolahnya yang jauh

dari tugas perkembangan anak seusianya(Shapiro, 2000).

Sebagaimana dijelaskan dalam Garis-Garis Besar Program Kegiatan Belajar

TK (Depdikbud 1994), bahwa tujuan program kegiatan belajar anak TK

(18)

pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik

dalam menyesuail<an diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan dan

perkembangan selanjutnya (Moeslichatoen, 2004).

Pentingnya metode belajar memang memiliki andil yang cukup besar guna

tercapainya tujuan dalam penyampaian materi pelajaran baik di rumah

ataupun di sel<olah dengan tetap memperhatikan usia perkembangan anak.

Metode merupakan bagian dari strategi kegiatan. Metode dipilih berdasarkan

strategi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Metode merupakan cara,

yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan.

Metode yang sesuai dengan pengembangan keterampilan anak TK adalah

metode yang memungkinkan munculnya kreativitas pada anak. Oleh karena

itu, perlu diidentifikasi metode belajar yang tepat dan sesuai dengan

kemampuan anak. Hal ini diharapkan agar anak dapat belajar dengan

nyaman dan lebih terbuka dalam menyampaikan ekspresi mereka

(Moeslichatoen, 2004).

Kecerdasan atau angka IQ yang tinggi, bukan merupakan satu-satunya

jaminan bagi kesuksesan anak di masa depan. Ada faktor lain yang sangat

(19)

5

sekarang cenderung mulai banyak yang mengalami kesulitan emosi, seperti

misalnya mudah merasa kesepian dan pemurung, mudah cemas, mudah

bertindak agresif dan sebagainya. lni semua tentunya akan sangat merugikan

perkembangan anak-anak itu, mesl<ipun mungkin mereka tampil sebagai

anak-anak yang pintar di kelas (Mulyadi, 2006).

Hal tersebut dinyatakan pula oleh Goleman, bahwa kecerdasan akademis

praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak atau

kesempatan yang ditimbulkan oleh kesulitan hidup. Bahkan IQ yang tinggi

pun tidak menjamin kesejahteraan atau l<ebahagiaan hidup (Goleman, 2003).

Pendidikan emosi anak sejak dini akan membantu anak untuk lebih

mengenal diri sendiri dan perasaannya, mampu ュ・ョァオョァセZ。ーォ。ョ@ perasaan

orang lain serta dapat mempelajari cara orang lain bereaksi terhadap

perasaannya tersebut.

Menurut Hetterington & Parke (dalam Moeslichatoen, 2004), emosi anak

mempunyai berbagai fungsi guna mengkomunikasikan kebutuhan, suasana

hati dan perasaan. Oleh karena itu, pemilihan metode yang sesuai dengan

pengembangan keterampilan emosi anak harus disesuaikan dengan program

(20)

6

Gordon dan Browne menambahkan bahwa, emosi yang berkembang pada

anak TK adalah kemampuan mengenal perasaan, baik kemampuan

memberikan nama perasaan maupun menerima perasaan. Dalam

perkembangan selanjutnya bila anak dapat menerima perasaannya, ia akan

belajar bagaimana menggunakan kedalaman perasaan dan tidak

mengekspresikannya secara berlebihan (Moeslichatoen, 2004). Terkait

dengan upaya meningkatkan kecerdasan emosi anak, salah satunya dapat

dilakukan dengan pelibatan anak secara emosional melalui bercerita sebagai

metode pembelajaran.

Cerita merupakan medium yang sangat baik untuk menginspirasikan suatu

tindakan, membantu perkembangan apresiasi kultural, kec:erdasan emosi,

memperluas pengetahuan atau hanya menimbulkan kesenangan saja.

Mendengarkan cerita, membantu anak-anak memahami perasaan mereka

dan bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain.

Cerita anak adalah cerita yang ditulis untuk anak, yang berbicara mengenai

kehidupan dan dunia anak dan sekeliling yang mempengaruhi anak, dan

tulisan itu dapat dinikmati oleh anak dengan bantuan dan pengarahan dari

(21)

7

Ketika anak berada pada tahun pertama TK, ia belum mampu membaca

cerita sendiri dengan baik dan benar. Sebagai gantinya maka tugas gurulah

untuk menceritakannya. Jika penyampaian cerita dilakukan dengan baik dan

penuh kesabaran, sebuah cerita akan dapat membangkitkan kehidupan yang

baru dan menambah nilai seni. Anal< sebagai pendengar dapat

menikmatinya, asalkan isi cerita sesuai dengan tingkat usia dan kemampuan

mencerna isi cerita untuk anak TK. lni perlu dilakukan agar mereka dapat

memahami isi cerita dan dengan mudah dapat menangkap maksud dari

cerita tersebut.

f<egiatan bercerita menjadi bagian yang sangat penting bagi anak-anak,

bulrnn hanya dapat mengembangkan kemampuan imajinasi dan bahasa

anak, tetapi juga dapat membentuk watak dan kepribadian anak melalui

pesan-pesan moral yang terdapat di dalamnya.

Sebagaimana ditekankan pula oleh Lewis, bahwa bercerita berperan penting

bagi perkembangan anak. Selama berpuluh tahun, para psikolog telah

mengemukakan pengaruh positif dari membacakan cerita atau bercerita

kepada anak-anak. Bercerita merupakan cara yang efektif untuk

mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku anak karena mereka senang

mendengarkan cerita, bahkan hingga diceritakan atau dibaeakan secara

(22)

Kecerdasan emosi bukanlah sesuatu yang dimiliki anak secara genetis atau

bawaan. Akan tetapi, merupakan sesuatu yang dapat dipelajari dan

dikembangkan. Kecerdasan emosi pada anak dapat dilatih sejak dini. Bila

setiap keterampilan-keterampilan kecerdasan emosi berlangsung bertahap

pada masa kanak-kanak, maka menjadi kesempatan yang baik untul<

membantu anak memulai kebiasaan emosi yang bermanfaat.

Pengenalan emosi pada anak merupakan kesempatan pertama untuk

membentuk unsur-unsur kecerdasan emosi pada tahap-tahap selanjutnya.

Mengenali emosi, baik kemampuan memberikan nama perasaan maupun

menerima perasaan, dapat digunakan untuk belajar membedakan

perasaan-perasaan, sehingga tidak mengekspresikannya secara be1·lebihan (Goleman,

2003).

Buku cerita anak merupakan cara yang baik sekali bagi anak-anak untuk

mempelajari emosi. Kisah-kisah di dalamnya dapat menolong anak-anak

membina kosakata untuk berbicara tentang emosi. Penyajian buku cerita

dengan bahasa yang sederhana berikut gambar yang menarik, anak dapat

dilatih untuk mengenal emosinya serta dapat dengan bebas

mengekspresikan perasaannya melalui apa yang ia dapat dari buku cerita

tersebut.

(23)

Semakin terbuka seorang anak terhadap perasaannya, maka semakin

terampil ia mengenali perasaan orang lain. Kemampuan memahami

perasaan orang lain merupakan wujud kemampuan bergaul yang penting,

atau yang sering disebut dengan empati.

9

Pada tahap perkembangannya, anak-anak mulai berbeda kepekaan terhadap

perasaan orang lain. Yarrow (1991) pada National Institute of Mental Health

memperlihatkan bahwa sebagian besar perbedaan dalam kepekaan empati

ada kaitannya dengan bagaimana penerapan pembelajaran dan kedisiplinan

pada anak.

Lewat aneka ekspresi yang ada dalam gambar cerita, anal< dapat pula be/ajar

mengenal emosi, baik emosi yang timbu/ da/am dirinya maupun emosi orang

lain. Dari situ, anak bisa menyatakan emosinya dengan benar dan

mengontrolnya. Bila anak dapat menyampaikan perasaannya, maka ia akan

lebih mudah berempati pada orang lain (Rahayu, 2006).

Namun saat ini, seiring dengan kemajuan zaman dan tuntutan dari orang tua

akan kemampuan anal<-anak mereka, maka kegiatan be/ajar mengajar (KBM)

pada TK lebih menekankan pada kegiatan be/ajar akademik, seperti be/ajar

(24)

JO

bercerita sebagai salah satu metode kegiatan belajar mengajar di TK

dikurangi. Padahal dengan bercerita, anak didik dapat meningkatkan

kemampuannya termasuk kemampuan dalam mengenal emosi diri dan emosi

orang lain, yang nantinya akan ikut menunjang kegiatan akademiknya.

Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Mccown, pengembang kurikulum

"Self Science", bahwa proses belajar tidak berlangsung terpisah dari

perasaan anak. Dalam proses belajar, kemahiran emosi sama pentingnya

dengan mempelajari matematika dan membaca (Goleman, 2003).

National Center for Clinical Infant Programs juga menyatal<an bahwa

keberhasilan di sekolah bukanlah diramalkan oleh kumpulan fakta seorang

anak atau kemampuan dininya untuk membaca, melainkan oleh ukuran

emosi dan sosialnya (Goleman, 2003).

Dari runtutan pemikiran di alas, diduga metode bercerita mempunyai

pengaruh terhadap pengenalan emosi pada anak usia pra-sekolah. Karena

itu, penulis sangat tertarik untuk meneliti "Pengaruh Metode Bercerita

(25)

1.2 Perurnusan dan Pernbatasan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

I. Bercerita sebagai metode adalah kegiatan bercerita yang dilakukan

dalam kegiatan belajar mengajar di TK yang berkaitan langsung

dengan materi pelajaran. Cerita yang akan digunakan merupakan

cerita yang sesuai dengan tingkat perkembangan usia anak

pra-sekolah dan mendukung tingkat emosi, fantasi dan nilai-nilai moral. 11

2. Pengenalan Emosi adalah kemampuan dalam rnengenali emosi, baik

emosi yang tirnbul dalam dirinya maupun emosi orang lain dengan

memberi nama emosi-emosi sewaktu ernosi itu tirnbul.

3. Penelitian dilakukan pada anak usia pra-sekolah dalam kategori usia

5-6 tahun di TK Nurul Falah, Sawah Baru-Ciputat.

1.2.2 Perumusan IVlasalah

Dari pembatasan masalah di atas dapat dirurnuskan masalah dalarn

penelitian, yaitu: "Apakah ada pengaruh yang signifikan penggunaan

(26)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan metode bercerita

terhadap kemampuan anak usia pra-sekolah dalam mengenali emosi, bail<

emosi yang timbul dalam dirinya maupun emosi orang lain.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Teoritis : Diharapkan dapat dijadikan rujukan dan bahan perbandingan

bagi pengembangan teori-teori psikologi yang berkaitan dengan metode

bercerita.

12

2. Praktis : Diharapkan dapat dijadikan pedoman dan metode pembelajaran

bagi orang tua dan guru dalam mendidik anak usia pra.-sekolah sesuai

dengan tahap-tahap perkembangannya guna menciptakan generasi yang

cerdas emosi dan berakhlak mulia.

1.4 Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian da11 sistematika

(27)

13

BAB II Landasan Teori

Yang berisi pengenalan emosi, yang meliputi, definisi emosi,

pengenalan emosi, macam-macam emosi; anak usia pra-sekolah,

yang meliputi karakteristik perkembangan anak usia pra-sekolah,

tugas perkembangan pada anak usia pra-sekolah; metode bercerita,

yang meliputi definisi bercerita, batasan tema dalarn bercerita, metode

bercerita, manfaat metode bercerita bagi anak tk, macam-macam

teknik bercerita, rancangan kegiatan bercerita bagi anak tk; pengaruh

metode bercerita terhadap pengenalan emosi anak usia pra-sekolah;

kerangka berpikir; hipotesis

BAB Ill Metodologi Penelitian

Yang berisi jenis penelitian, yang meliputi pendekatan dan metode

penelitian dan rancangan penelitian; definisi konseptual dan

operasional variabel; pengambilan sampel, yang meliputi populasi dan

sampel, teknik pengambilan sampel; pengumpulan data, yang meliputi

metode dan instrumen pengumpulan data, prosedur penelitian,

aparatus penelitian, cara mengukur dependen variabel, sekunder

variabel dan teknik kontrolnya, teknik uji instrumen; metode

(28)

14

BAB IV Presentasi dan Analisis Data

Yang berisi gambaran umum subjek penelitian; presentasi dan analisis

data, yang meliputi presentasi data, uji persyaratan, uji hipotesis dan

hasil tambahan.

BAB V Kesimpulan, Diskusi dan Saran

(29)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan memaparkan kajian teoritis yang relevan dengan penelitian ini.

Subbab pertama membahas tentang pengenalan emosi, subbab kedua

membahas tentang anak usia pra-sekolah clan subbab ke!iga membahas

tentang metode bercerita. Di akhir bab diuraikan tentang kerangka berpikir

penelitian ini, yang dilanjutkan dengan hipotesis penelitian.

2.1 Pengenalan Emosi

2.1.1 Definisi Emosi

Sebelum dibahas mengenai pengenalan emosi, terlebih dahulu akan

diuraikan kajian teori tentang emosi. Emosi berasal dari bahasa Latin yang

menunjukkan l<ata kerja; "movere" yang berarti "menggerakkan, bergerak",

ditambah awalan -e- untuk memberi arti" bergerak menjauh", yang

menyiratkan bahwa emosi kitalah yang membebaskan diri kita dari

ketidakberdayaan (Goleman, 2003).

(30)

Goleman mengartikan emosi sebagai suatu perasaan dan pikiran-pikiran

khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian

kecenderungan untuk bertindak (Goleman, 2003).

I <>

Emosi menurut Davidoff, merujuk pada suatu keadaan dalam diri seseorang

yang memperlihatkan ciri-ciri kognisi tertentu; penginderaan; reaksi fisiologis;

pelampiasan dalam perilaku (Davidoff, 1991 ).

Dalam buku Emotional Intelligence (Goleman, 2003), Oxford English

Dictionary mendefinisikan emosi dengan " setiap kegiatan atau pergolakan

pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau

meluap-luap."

Dari beberapa pengertian di alas dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan

reaksi perasaan dalam diri seseorang yang timbul karena ada suatu stimulus,

baik reaksi psikologis, reaksi biologis dan bahkan reaksi behavioral tertentu.

Respon emosi pada setiap orang dapat berbeda karena ada respon emosi

yang dipelajari atau berdasarkan pengalaman. Seseorang dengan kendali

(31)

17

Salovey (1990) mengembangkan teori kecerdasan emosi Gardner menjadi 5

wilayah utama, yaitu :

I) Mengenali emosi diri. Kesadaran diri yaitu mengenali perasaan

sewaktu perasaan itu terjadi dan merupakan dasar kecerdasan emosi.

2) Mengelola emosi. Menangani perasaan agar perasaan dapat

terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada

kesadaran diri.

3) Memotivasi diri sendiri. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai

tujuan. Kendali diri emosi yaitu menahan diri terhadap kepuasan dan

mengendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan dalam

berbagai bidang.

4) Mengenali emosi orang lain. Empati, kemampuan yang bergantung

pada kesadaran diri emosi, merupakan "keterampilan bergaul."

5) Membina hubungan merupakan keterampilan ュ・ョセQ・ャッャ。@ emosi orang

lain (disebut juga keterampilan sosial).

2.1.2 Pengenalan Emosi

Pembelajaran emosi dimulai pada saat-saat awal kehidupan, dan terus

berlanjut sepanjang masa kanak-kanak. Salah satu di antara pelajaran emosi

yang paling penting pada masa kanak-kanak adalah dengan mulai

mengajarkan anak untuk mengidentifikasi emosi yang sedang dirasakan

(32)

Gordon dan Browne menambahkan bahwa, emosi yang berkembang pada

anak adalah kemampuan mengenal perasaan, baik kemampuan memberikan

nama perasaan maupun menerima perasaan. Dalam perkembangan

selanjutnya bila anak dapat menerima perasaannya, ia akan belajar

bagaimana menggunakan kedalaman perasaan dan lidak

mengekspresikannya secara berlebihan (Moeslichatoen, 2004).

Hal senada diungkapkan pula oleh Gattman, bahwa kesempatan pertama

untuk membentuk kecerdasan emosi terletak pada tahun-f:ahun pertama

kanak-kanak. Sedangkan langkah awal untuk melatih emosi anak adalah

membantunya mengenali emosinya, dengan memberi nama emosi-emosi,

sewaktu emosi-emosi itu mereka alami. Studi-studi memperlihatkan bahwa

tindakan memberi nama emosi itu dapat berefek menenteramkan sistem

saraf, sehingga membantu anak-anak untuk pulih kembali lebih cepat dari

peristiwa-peristiwa yang merisaukannya (Gattman, 2001).

l<etika seorang anak mampu mengidentifikasi perasaan, dengan

menyebutkan nama-nama perasaan, maka ia memiliki kemampuan yang

lebih baik untuk membedakan perasaan-perasaan itu. Hal itu merupakan

(33)

I 'l

Untul< menyadari emosinya, yang dibutuhkan anak-anak adalah

perbendaharaan emosi yang lebih luas. Sebagian anak tampak mempunyai

masalah transmisi. Mereka hanya tahu "on" atau "off' sualu emosi, tetapi

tidak menyadari selang reaksi di antara keduanya. Sebagai contoh, seorang

anak hanya tahu "baik" atau "marah". Jika diganggu dengan cepat, dia

berubah dari "baik" menjadi "marah" tanpa sadar bahwa ada selang emosi di

antara keduanya, misalnya kesal, tidak nyaman, tersinggung, sedih dan

terluka (Elias, 2000).

Kebiasaan mengenali emosi yang berulang-ulang selama masa kanak-kanak,

dengan sendirinya akan membentuk kecenderungan emosi seumur hidup.

Seperti dijelaskan oleh Gollman, bahwa dengan melatih anal< dalam hal

emosi, akan membantunya untuk lebih terampil dalam meredam respon.

Dengan demikian, anak dapat berperilaku dengan baik.

Selain itu, kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu

merupakan hal yang penting bagi pemahaman diri. Seorang anak yang

memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya adalah pilot yang handal

bagi kehidupannya, karena mereka mempunyai kepekaan yang lebih tinggi

(34)

20

Emosi jarang diungkapkan dengan kata-kata, melainkan lebih sering

diungkapkan melalui isyarat. Kunci untuk memahami emosi adalah mampu

membaca pesan non-verbal, seperti ekspresi wajah, nada bicara, gerak-gerik,

dan sebagainya. Dari beberapa penyampaian pesan nonverbal tersebut,

ekspresi wajah seseorang merupakan ungkapan yang paling utama dalam

menjelaskan emosi tertentu.

Semakin terbuka seorang anak terhadap emosinya, maka semakin terampil

ia mengenali emosi orang lain. Kemampuan mengenal emosi orang lain

merupakan wujud kemampuan bergaul yang penting, atau yang sering

disebut dengan empati.

Pada tahap perkembangannya, anak-anak mulai berbeda kepekaan terhadap

perasaan orang lain. Yarrow (1991) pada National Institute of Mental Health

memperlihatkan bahwa sebagian besar perbedaan dalam kepekaan empati

ada kaitannya dengan bagaimana penerapan pembelajaran dan kedisiplinan

pada anak (Goleman, 2003) .

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pengenalan emosi

merupakan kesadaran diri untuk mengenali emosi, baik emosi yang timbul

(35)

21

merupakan keterampilan dasar pembentukan kecerdasan emosi pada

anak-anak.

2.1.3 Macam-macam emosi

Goleman mengikuti pemikiran Ekman dan yang lainnya, menggolongkan

emosi sebagai berikut (Goleman, 2003) :

I. Amarah

Golongan emosi amarah ini, yaitu beringas, mengamuf<, benci, marah,

jengkel, kesal hati, terganggu, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak

kekerasan dan kebencian patologis.

2. Kesedihan

Golongan emosi ini yaitu pedih, sedih, muram, suram, melankolis,

mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa bahkan clepresi berat.

3. Rasa takut

Termasuk golongan ini, yaitu cemas, takut, gugup, khawatir, was-was,

waspada, sedih, tidak tenang, ngeri dan panik.

4. Kenikmatan

Emosi yang termasuk golongan ini, yaitu bahagia, gembira, ringan, puas,

senang, riang, bangga, terhibur, kenikmatan inderawi, takjub, rasa

(36)

5. Cinta

Golongan emosi ini, yaitu penerimaan, persahabatan, kepercayaan,

kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.

6. Terkejut

22

Yang termasuk dalam golongan emosi ini, yaitu terkejut, terkesiap, takjub,

terpana.

7 Jengkel

Emosi yang termasuk dalam golongan ini, yaitu hina, jijik, muak, benci,

tidak suka, mual, mau muntah.

8. Malu

Dalam golongan emosi ini terdapat rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal,

hina, aib dan hati hancur lebur.

Namun, daftar ini tidak menyelesaikan pertanyaan bagaimana

mengelompokkan emosi. Misalnya tentang perasaan campur aduk seperti iri

hati sampai marah yang juga mengandung sedih dan takut. Oleh karena itu,

Ekman menyatakan ada beberapa emosi inti (marah, takut, sedih dan

senang) yang dapat dikena/i melalui ekspresi wajah tertentu (Goleman,

2003).

Menurut Mayer, seseorang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam

(37)

I. Sadar diri. Kejernihan pikiran tentang emosi menjadi landasan ciri-ciri

kepribadian lain. Mereka mandiri dan yakin akan batas-batas yang

mereka bangun, l<esehatan jiwanya bagus dan cenderung

berpendapat positif akan kehidupannya.

2. Tenggelam dalam permasalahan. Mereka adalah orang-orang yang

seringkali merasa dikuasai oleh emosi dan tak berdaya untuk

melepaskan diri, seolah-olah mereka telah dikuasai oleh suasana

hati mereka.

3. Pasrah. Seringkali orang-orang ini peka akan apa yang mereka

rasakan, mereka juga cenderung menerima begitu saja suasana hati

mereka tanpa berusaha untuk mengubahnya.

Pada manusia, amigdala adalah kelompok struktur yang saling terkoneksi

berbentuk buah almond yang bertumpu pada batang otak. Amigdala

merupakan spesialis masalah emosi.

LeDoux, ahli saraf di Center for Neural Science di New York University

adalah orang pertama yang menemukan peran kunci amigdala tersebut

dalam otak emosional. Penemuannya menumbangkan ans1gapan bahwa

amigdala harus bergantung seluruhnya pada sinyal-sinyal neokorteks untul<

(38)

24

" Pertama-tama sinyal visual dikirim dari retina ke thalamus yang bertugas :-;enenemankan sinyal itu ke dalam bahasa otak. Sebagian besar pesan itu, kemudian dikirim ke korteks visual yang menganalisis dan menentukan makna dan respon yang cocok; jika respon bersifat emosional, suatu sinyal dikirim ke amigdala untuk mengaktifkan pusat emosi. Tetapi sebagian kecil sinyal asli langsung menuju amigdala dari thalamus dengan transmisi yang /ebih cepat, sehingga memungkinkan adanya respon yang lebih cepat (meski kurang akurat). Jadi, amigdala dapat memicu suatu respon emosional

sebelum pusat-pusat korteks memahami betul apa yang terjadi." (Goleman,

2003).

Dari penelitiannya tersebut, LeDoux meninjau peran amigdala dalam masa

kanak-kanak; menurutnya berbagai interaksi pada tahun-tahun awal dalam

kehidupan menjadi dasar serangkaian pembelajaran emosi.

Bila setiap keterampilan-keterampilan kecerdasan emosi berlangsung

bertahap pada masa kanak-kanak, maka menjadi kesempatan yang baik

untuk membantu anak memulai kebiasaan emosional yanu bermanfaat, atau

bila terlewatkan akan menyebabkan kesulitan dalam menerima serangkaian

pelajaran yang bersifat korektif dalam hidupnya nanti (Goleman, 2003).

2.2

Anak Usia Pra-Sekolah

Anak usia pra-sekolah merupakan bagian dari masa kanak-kanak yang

sering disebut masa kanak-kanak awal, yakni antara usia 2-6 tahun. lstilah

(39)

25

membedakan anak-anak dimana mereka dianggap cukup tua secara fisik dan

mental (Hurlock, 1980).

2.2.1 Karakteristik Perkembangan Anak Usia Pra-Sekolah

Masa kanak-kanak sendiri terdiri dari dua fase, yaitu masa kanak-kanak awai

dan masa kanak-kanak akhir. Dalam pembahasan ini, hanya akan dibahas

mengenai perkembangan masa kanak-kanak awal.

1. Perkembangan Fisik

Selama kanak-kanak awal berlangsung lambat dibandingkan dengan

pertumbuhan pada masa bayi. Namun, perkembangannya relatif

seimbang atau proporsional, sehingga perkembangan psikomotoriknya

sangat ideal untuk pembelajaran keterampilan.

2. Perkembangan lntelektual

Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode

pra-operasional, yaitu tahapan dimana anak belum marnpu menguasai

operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan perkembangan

representasional (symbolic function), yaitu kemampuan menggunakan

sesuatu untuk merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan

(40)

Yang menjadi karakteristik pada periode pra-operasional adalah :

I. Egosentrisme, yang dimaksud bukan "selfishness" (egois atau

arogan), namun, merujuk pada ; (1) Differensiasi diri, lingkungan orang

lain yang tidak sempurna; (2) Kecenderungan untuk mempersepsikan,

memahami dan menafsirkan sesuatu berdasarkan sudut pandang

sendiri.

2. Kaku dalam berpikir (Rigridity of thought), contohnya berpikir yang

bersifat memusat (centration), yaitu kecenderungan berpikir alas dasar

satu dimensi dan menolak dimensi yang lain.

3. Semilogical Reasoning, anak-anak mencoba untuk menjelaskan

peristiwa-peristiwa alam yang misterius, yang dialarninya dalam

kehidupan sehari-hari dengan menganalogikannya berdasarkan

tingkah laku manusia (Yusuf, 2000).

3. Perkembangan Emosi

Anak usia empat tahun biasanya sudah mulai menyadari "akunya". Bahwa

akunya (dirinya) berbeda dengan "bukan aku" (orang lain atau benda).

Kesadaran ini diperoleh dari pengalamannya, bahwa ticlak setiap

keinginannya itu berhadapan dengan keinginan orang lain, sehingga

orang lain lidak selamanya memenuhi keinginannya. Bersamaan dengan

(41)

2'1

lingkungannya. Jika lingkungannya (terutama orang tua) tidal< mengakui

harga diri anak, seperti memperlakukan anak secara keras atau kurang

menyayanginya, maka pada diri anak akan berkembang sikap-sikap keras

kepala atau menentang.

4. Perkembangan Bahasa

Perkembangan bahasa pada anak usia pra-sekolah dapat diklasifikasikan

dalam dua tahap :

1. Tahap Pertama (2,0 tahun - 2,6 tahun) dengan ciri-ciri:

1) Anak sud ah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sernpurna

2) Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan

3) Anak banyak menanyakan nama dan tempat

4) Anak sudah banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan

berakhiran

2. Tahap Kedua (2,6 tahun - 6,0 tahun) dengan ciri-ciri :

1) Anak sud ah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak

kalimat

2) Tingkat berpikir sudah lebih maju, dimana anak banyak

(42)

28

5. Perkembangan Sosial.

Pada usia pra-sekolah, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas

terhadap kelompok sosialnya (terutama pada usia empat tahun),

perkembangan sosial anal< sudah nampak jelas, karena mereka sudah

mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya, sudah memiliki dasar

tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orangtua, saudara

dan teman sebaya) dan belajar memahami tentang kegiatan atau

perilaku mana yang baik atau buruk.

6. Perkembangan Bermain

Anak usia pra-sekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena

setiap waktunya diisi dengan kegiatan bermain. Yang dimaksud kegiatan

bermain disini adalah suatu kegiatan yang dilakukan dEmgan l<ebebasan

batin untuk memperoleh kesenangan. Menurut Ahmadi, terdapat

beberapa permainan anal<, yaitu sebagai berikut :

I. Permainan fungsi (gerak), seperti meloncat-loncat, bermain tali

dan berlari-larian.

2. Permainan fiksi, seperti main sel<olah-sekolahan,

perang-perangan dan masak-masakan,

3. Permainan reseptif atau apresiatif, seperti mendengarkan cerita

(43)

4. Permainan membentuk atau konstruksi, seperti membuat kue

dari tanah liat, membuat kapal-kapalan dari kertas dan

membuat senjata dari pelepah pisang.

5. Permainan prestasi, seperti sepak bola, bola voli dan bola

basket (Yusuf, 2000).

7. Perkembangan Moral

29

Perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam

tingkatan yang rendah, karena perkembangan intelektual anak-anak

belum mencapai titik dimana ia dapat mengetahui manfaat dari peraturan··

peraturan yang ada. Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang

sikap moralitas. la menilai semua perbuatan sebagai benar atau salah

berdasarkan akibatnya dan bukan berdasarkan motiva8i yang

mendasarinya.

8. Perkembangan Kesadaran Beragama

Perkembangan kesadaran beragama menurut Syamsuddin, pada usia

anak pra-sekolah ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :

I. Sikap agamanya bersifat reseptif (menerima), meskipun banyak

bertanya.

2. Pandangan ke-Tuhanannya bersifat "anthropormorph"

(44)

.\II

3. Penghayatan secara rohaniyah masih superficial (belum mendalam)

meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam kegiatan

ritual.

4. Hal ke-Tuhanan dipahami menurut khayalan pribadinya sesuai dengan

taraf berpikirnya yang masih egosentrik (Yusuf, 2000).

2.2.2 Tugas Perl«embangan Pada Anak Usia Pra··Sekolah

Menurut Havighurts, yang dimaksud dengan tugas perkernbangan adalah

tugas-tugas yang rnuncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari

kehidupan individu, yang jika berhasil akan rnenirnbulkan rasa bahagia dan

akan rnembawa ke arah keberhasilan dalarn melaksanakan tugas-tugas

perkembangan. Akan tetapi kalau gaga!, menimbulkan kesulitan dalam

melaksanakan tugas-tugas berikutnya ( Hurlock, 1993).

Tugas-tugas perkembangan pada masa ini menurut Gunarsa adalah sebagai

berikut :

1) Berjalan

2) Belajar makan makanan padat

3) Belajar berbicara

4) Belajar untuk mengatur dan mengurangi gerak-gerak tubuh yang

tidak perlu

(45)

6) Mencapai stabilitas fisiologis

7) Membentuk konsep-konsep sederhana mengenai realitas-realitas

sosial dan fisik

8) Belajar untuk melibatkan diri secara emosional dengan orang tua,

saudara dan orang lain

9) Belajar untuk membedakan mana yang benar dan mana yang

salah

10) Membentuk nurani (Gunarsa, 1997).

2.3

Metode Bercerita

2.3.1 Definisi Bercerita

Menurut Abdul Azis Abdul Majid, cerita merupakan salah satu bentuk sastra

yang bisa dibaca atau hanya didengar, baik oleh orang yang bisa membaca

maupun yang tidak bisa membaca (Majid, 2005).

Sedangkan bercerita adalah kegiatan menyampaikan cerita kepada

pendengar, yang mencakup kondisi pendengar apakah duduk atau berdiri,

tingkat perhatian mereka apakah terpaksa atau kemauan sendiri, tingkat

[image:45.595.35.435.143.476.2]

keterpengaruhan cerita terhadap jiwa mereka, sikap respek terhadap

gambaran tokoh dalam cerita dan gambaran jiwa mereka alas pengaruh

cerita.

(46)

32

2.3.2 Batasan Terna Dalam Bercerita

Oalam bercerita, kesenangan saja rnernang tidak cukup untuk rnewujudkan

tujuan dari bercerita itu sendiri, tetap harus ada birnbinuan, pengernbangan

dan pengarahan. Hal itu dijadikan dasar untuk rnengetahui sejauh rnana

pengaruh bercerita dalarn perturnbuhan akal dan ernosi anak rnelalui terna

yang beragarn. Pernilihan salah satu jenis terna cerita yang akan

disarnpaikan pada anak harus disesuaikan dengan usia perkernbangan anak

tersebut.

Berikut dijelaskan batasan-batasan terna dalarn bercerita:

1) Terna peristiwa yang dibatasi oleh lingkungan, ditujukan bagi anak

kira-kira usia 3-5 tahun. Pada usia ini, anak biasanya sudah dapat

berjalan, rnenggerakkan ototnya, rnulai rnerniliki l<epekaan rasa yang

rnernbantunya rnernilih lingkungan yang terbatas. Oleh karena itu,

cerita yang sesuai baginya adalah cerita yang tokoh-tokohnya

dikarang, binatang dan turnbuhan atau tokoh-tokoh rnanusia seperti

ibu, ayah dan anak-anak seusianya. Ceritanya harus berupa cerita

pendek yang rnengisahkan peristiwa yang berlangsung cepat dan

rnenakjubkan.

2) Terna irnajinasi bebas, ditujukan pada anak kira-kira usia 5-8 tahun.

(47)

33

yang terbatas. la rnulai rnernbayangkan sesuatu yang tidak

diketahuinya, yang tidak ada di lingkungannya. la lalu terbang rnenuju

fantasi yang bebas, seperti rnernbayangkan rnalaikat, bidadari,

raksasa dan orang kerdil.

3) Terna petualangan dan kepahlawanan, ditujukan pada anak usia 8-19

tahun atau lebih. Pada fase ini seorang anal< cenderung rnenyukai

hal-hal yang imajiner-romantic dengan tetap dibatasi oleh kenyataan

sesungguhnya. Melalui kekuatan instingnya, rnereka rnulai rnengenal

perjuangan dan keinginan rnenguasai. Oleh karena itu, harus hati-hati

dalarn rnernilih ide cerita. Sebaiknya cerita berisi rnuatan yang

rnenjadikan pendorong pada hal-hal yang baik dan bertujuan mulia.

4) Terna percintaan, ditujukan pada anak usia 12-18 tahun lebih.

Merupakan rnasa peralihan rnenuju rnasa yang penuh kebirnbangan.

Dari rnasa anak-anak yang penuh ketergantungan rnenjadi pernuda

yang rnandiri karena dorongan pubertas sangat dorninan pada fase ini,

rnaka seorang pernuda akan sangat rnenyukai cerita percintaan. Terna

percintaan yang baik seharusnya menceritakan hubungan yang suci

antara pernuda-pemudi dan pengetahuan tentang pernikahan.

5) Terna keteladanan, ditujukan pada anak usia 18 atau 19 tahun dan

sesudahnya. Pada terna ini seorang pernuda rnemasuki rnasa

kernatangan berpikir dan berrnasyarakal. Biasanya juga sernakin jelas

(48)

34

dirinya pandangan yang luas mengenai lingkungan sosialnya dan

segala hal yang berkaitan dengan hidupnya. Oleh karena itu, agak

sulit membatasi bentuk cerita yang memiliki kecenclerungan seperti ini.

Selain pengetahuan, pelajaran, hobi dan kegiatan sosial dalam

kehidupan, lingkungan dan orang yang bersangkutan dengannya, baik

teman maupun individu keluarga ikut mempengaruhi. Mereka memberi

pengaruh karena masing-masing dapat dirujuk sebagai teladan, baik

dalam budi pekerti maupun dalam kehidupan sosialnya.

2.3.3 Metode Bercerita

Metode bercerita menurut Karim, adalah cara penyampaian bahan

pengajaran dalam bentuk penuturan dan penerangan secara lisan oleh guru

terhadap muridnya (Majid, 2005).

Sedangkan menurut Moeslichatoen, metode bercerita merupakan salah satu

pemberian pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita

kepada anak secara lisan (Moeslichatoen, 2004).

Ketika anal< berada pada tahun pertama TK, ia belum mampu membaca

cerita sendiri dengan baik dan benar. Sebagai gantinya, maka tugas gurulah

(49)

35

kesabaran, sebuah cerita akan dapat membangkitkan kreativitas, menambah

nilai seni dan anak sebagai pendengar dapat menikmatinya.

Cerita yang dibawakan guru harus menarik dan mengundang perhatian anal<

dan tidal< lepas dari tujuan pendidikan bagi anak TK. Dalam bercerita

biasanya dipermudah oleh adanya media peraga seperti halnya gambar,

bagan, sketsa dan alat bantu lainnya, serta dapat dikemas dengan variasi

seni bermain, bercerita dan bernyanyi, sehingga diharapkan dapat

menggetarkan perasaan anak dan memotivasinya untuk mengikuti cerita itu

sampai tuntas.

Dalam metode bercerita ini, anak dapat mengembangkan :sisi moral dari

cerita yang disampaikan oleh guru. Bercerita yang baik juga akan mendidik

rasa, imajinasi, akhlak dan mengembangkan pengetahuan mereka dengan

mengadopsi dan mengadaptasi tokoh cerita sesuai dengan kepribadiannya

dan menjauhi sikap buruk yang diperankan oleh tokoh tidak baik dalam cerita

tersebut (Majid, 2005).

2.3.4 Manfaat Metode Bercerita Bagi Anak TK

Manfaat metode bercerita dalam kegiatan pengajaran anak: TK mempunyai

(50)

I) Untuk menanamkan kejujuran, keberanian, keramahan dan sikap

positif lainnya dalarn kehidupan keluarga, sekolah dan luar sekolah.

36

2) Kegiatan bercerita memberikan pengalaman belajar untuk berlatih

mendengarkan. Melalui mendengarkan, anak memperoleh bermacam

informasi tentang pengetahuan, nilai-nilai moral dan keagamaan yang

dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Kegiatan bercerita memungkinkan pengembangan dimensi perasaan

anak.

2.3.5 Macam-Macam Teknik Bercerita

1) Membaca langsung dari buku bercerita

Teknik bercerita dengan membacakan langsung sangat bagus bila

guru mempunyai puisi atau prosa yang sesuai untuk dibacakan untuk

anak TK. Ukuran kebagusan puisi atau prosa itu terutama ditekankan

pada pesan-pesan yang disampaikan yang dapat ditangkap anak.

2) Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku.

Bila cerita yang disampaikan kepada anak terlalu panjang dan terinci

dengan menambahkan ilustrasi gambar dari buku yang dapat menarik

perhatian anak. Mendengarkan cerita tanpa ilustrasi gambar menuntut

pemusatan perhatian yang lebih besar dibandingl<an bila anak

[image:50.595.51.442.144.483.2]

mendengarkan cerita dari buku bergambar. Penggunaan ilustrasi

(51)

pesan-pesan yang dituturkan, juga untuk mengikat perhatian anak pada

jalannya cerita.

3) Menceritakan dongeng.

Bercerita dongeng merupakan bentuk kesenian yang paling lama.

Dongeng dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan

kebajikan pada anak. Oleh karena itu, seni 、ッョァ・ョQセ@ perlu

dipertahankan dalam kehidupan anak.

4) Bercerita dengan menggunakan papan flanel.

37

Guru dapat membuat papan flanel yang mewakili perwatakan gambar

tokoh-tokoh dalam ceritanya. Gambar tokoh dengan papan flanel itu

disesuaikan dengan tema dan pesan-pesan yang ingin disampaikan

melalui bercerita.

5) Bercerita dengan rnenggunakan media boneka.

Pemilihan bercerita dengan menggunakan boneka akan tergantung

pada usia dan pengalaman anak. Biasanya boneka itu terdiri dari

ayah, ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, nenek, kakek dan bisa

ditambahkan anggota keluarga yang lain. Boneka yang dibuat itu

masing-masing menunjukkan perwatakkan pemegang peran tertentu.

6) Dramatisasi suatu cerita

Guru dalam bercerita memainkan perwatakan tokoh-tokoh dalam

suatu cerita yang disukai anak dan merupakan daya tarik yang bersifat

(52)

2.3.6 Rancangan Kegiatan Bercerita bagi anal< TK

I) Menetapkan tujuan dan tema yang akan dipilih untuk kegiatan

bercerita.

38

2) Tujuan pengajaran melalui bercerita ada dua macam, yaitu memberi

informasi atau menanamkan nilai-nilai sosial, moral atau keagamaan.

Setelah menetapkan tema bercerita yang dipilih, maka kemudian

harus mempelajari isi cerita yang akan dituturkan.

3) Menetapkan rancangan bentuk bercerita yang akan dipilih.

Bentuk-bentuk bercerita, antara lain dengan menggunakan ilustrasi gambar,

membaca majalah atau buku, dengan menggunakan papan flanel dan

lain sebagainya.

4) Menetapkan bahan dan alat yang diperlukan untuk kegiatan bercerita.

5) Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita.

6) Dalam memberikan pengalaman belajar melalui penuturan cerita,

terlebih dahulu perlu ditetapkan rancangan Jangkah-langkah yang

harus dilalui dalam bercerita,

Langkah pertama, mengkomunikasikan tujuan dan tema clalam kegiatan

bercerita kepacla anak.

Langkah kedua, mengatur tempat duduk anak. Kemudian mengatur bahan

dan alat yang dipergunakan sebagai alat bantu bercerita sesuai dengan

(53)

Langkah ketiga, merupakan pembukaan kegiatan bercerita dengan

menggali pengalaman-pengalaman anak dalam kaitannya dengan tema

bercerita.

Langkah keempat, merupakan pengembangan cerita yang disampaikan.

Langkah kelima, merupakan langkah penutup kegiatan bercerita dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan cerita

(Moeslichatoen, 2004).

2.4 Pengaruh Metode Bercerita Terhadap Pengenalan Emosi

Anal< Usia Pra-Sekolah

39

Selama ini banyak orang yang mengagung-agungkan kecerdasan intelektual

atau yang dikenal dengan IQ sebagai faktor yang berpengaruh terhadap

kesuksesan seseorang. Namun akhir-akhir ini, para ahli sepakat bahwa IQ

bukanlah faktor utama yang menentukan keberhasilan seseorang. Bahkan

dikatakan IQ hanya menyumbang 20 %, sedangkan 80 % sisanya ditentukan

faktor lain yang kemudian dikenal dengan istilah kecerdasan emosi

(Puspitosari, 2005).

Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi berarti memiliki

kecakapan-kecakapan personal yang menjadi ciri personalitas yang kaya dan seimbang.

(54)

agar seseorang bisa membangun hubungan dengan baik. Kemampuan ini

bisa dipelajari seumur hidup. Akan tetapi masa yang paling optimal adalah

pada masa kanak-kanak.

Pendidikan emosi anak sejak dini akan membantu anak untuk lebih

mengenal diri sendiri dan perasaannya, mampu mengungkapkan perasaan

orang lain serta dapat mempelajari cara orang lain bereaksi terhadap

perasaannya tersebut.

40

Pada fase perkembangannya, masa kanak-kanak awal (3-6 tahun) adalah

masa dimana anak sudah mulai belajar mengendalikan emosinya,

kemampuan berempatinya pun semakin berkembang dan egosentrisme-nya

berkurang (Mulyadi, 2006).

Menurut Gordon dan Browne, emosi yang berkembang pada anak TK adalah

kemampuan mengenal perasaan, baik kemampuan memb13rikan nama

perasaan maupun menerima perasaan. Dalam perkembangan selanjutnya

bila anak dapat menerima perasaannya, ia akan belajar bagaimana

menggunakan kedalaman perasaan dan tidak mengekspresikannya secara

(55)

Masalah yang paling umum dihadapi anak adalah bagaimana

mengekspresikan emosi dengan cara yang dapat lebih diterima oleh orang

lain. Anal< dengan kendali emosi yang baik, dalam hal ini disebut "cerdas

emosi" akan lebih mudah mengatasi berbagai permasalahan hidup dan

meraih keberhasilan dibandingkan mereka yang tidak dapat mengelola

emosinya dengan tepat (Mulyadi, 2006).

41

Untuk mengembangkan emosi anak didiknya, guru dapat menggunakan

metode-metode yang menggerakkan anak untuk mengekspresikan perasaan

yang menyenangkan dan tidak menyenangkan secara verbal dan tepat.

Metode bercerita merupakan salah satu metode yang digunakan untuk

anak-anak usia pra-sekolah. Cerita yang baik akan memberikan pengaruh yang

positif terhadap perkembangan jiwa anak karena dalam cerita terdapat

nilai-nilai kebaikan untuk penyampaian pesan-pesan moral yan(J berguna untuk

pembentukan watak dan kepribadian anak selanjutnya (Majid, 2005).

Melalui metode bercerita, anak dapat menumpahkan seluruh perasaannya,

seperti marah, takut, sedih, cemas dan gembira. Dalam metode bercerita,

anak juga dapat berfantasi sehingga memungkinkannya untuk menyalurkan

(56)

kehidupan nyata ataupun menetralisir berbagai emosi-emosi negatif yang

ada pada dirinya, seperti rasa takut, ma rah dan cemas (Gollman, 2001 ).

42

Buku cerita anak-anak merupakan cara yang baik sekali bagi anak-anak

untuk mempelajari emosi. Kisah-kisah di dalamnya dapat menolong

anak-anak membina kosakata untuk berbicara tentang emosi--ernosi dan

memperjelas berbagai macam cara orang menangani emosi-emosi mereka.

Lewat aneka ekspresi yang ada dalam gambar cerita, anal< dapat pula belajar

mengenal emosi orang lain. Dari situ, anal< bisa menyatakan emosinya

dengan benar dan mengontrolnya. Bila anak dapat menyampaikan emosinya,

maka ia akan lebih mudah berempati pada orang lain (Rahayu, 2006).

Pengenalan emosi pada anak merupakan kesempatan pertama untuk

membentuk unsur-unsur kecerdasan emosi pada tahap-tahap selanjutnya.

Mengenali emosi, baik kemampuan memberikan nama perasaan maupun

menerima perasaan, dapat digunakan untuk belajar membedakan

perasaan-perasaan, sehingga tidak mengekspresikannya secara berlebihan (Goleman,

2003).

Ketika seorang anak mampu mengidentifikasi perasaan, dengan

(57)

lebih bail< untuk membedakan perasaan-perasaan itu. Dan hal itu,

merupakan keterampilan emosi yang pokok (Goleman, 2003).

43

Semakin terbuka seorang anak terhadap perasaannya, maka semakin

terampil ia mengenali perasan orang lain. Kemampuan memahami perasaan

orang lain merupakan wujud kemampuan bergaul yang penting, atau yang

sering disebut dengan empati.

Pada tahap perkembangannya, anak-anak mulai berbeda kepekaan terhadap

perasaan orang lain. Yarrow (1991) pad a National Institute of Mental Health

memperlihatkan bahwa sebagian besar perbedaan dalam kepekaan empati

ada kaitannya dengan bagaimana penerapan pembelajaran dan kedisiplinan

pada anal<.

Dengan metode bercerita dapat melatih kemampuan berempati dan belajar

menjadi pendengar yang aktif. Pendengar yang aktif tidak hanya

mengandalkan apa yang ia dengar, tetapi juga harus memperhatikan

ekspresi muka, bahasa tubuh orang yang didengarkannya (Puspitosari,

2006).

Dunia anak yang sesungguhnya adalah dunia bermain, maka potensinya

(58)

Dengan bercerita yang baik dapat membangun hubungan emosi yang baik

pada anak, bermain sambil belajar yang dapat memotivasi dan membimbing

anak agar dapat berkembang seoptimal mungkin.

2.5

Kerangka Berpikir

Mendengarkan cerita merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Dengan

duduk bersandar pada kursi maupun seraya berbaring di kasur yang empuk

pada malam hari sebelum tidur atau pada waktu-waktu santai merupakan

kegiatan yang mungkin harus dilalui oleh anak-anak usia pra-sekolah.

Dengan mendengarkan cerita, tanpa sadar seseorang telah merespon

berbagai stimulus yang ada pada cerita tersebut, baik secara kognisi, afeksi,

maupun konasi.

Taman Kanak-Kanak (TK) menjadi salah satu tempat bagi anak-anak untuk

memperoleh pendidikan setelah keluarga dan menjadi dasar bagi pendidikan

selanjutnya. Di tempat ini, anak lebih cepat mendapat pengaruh dan mudah

dibentuk pribadinya. Oleh karena itu, dibutuhkan metode pengajaran yang

tepat untuk menjauhkan anak dari lingkungan yang buruk, baik secara

(59)

Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode

pra-operasional, yaitu tahapan dimana anal< belum mampu menguasai

operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan perkembangan

representasional (symbolic function), yaitu kemampuan menggunakan

sesuatu untuk merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang Jain dengan

menggunakan simbol (kata-kata, gesture atau bahasa gerak dan benda).

45

Bercerita sebagai metode dapat dijadikan alternatif dalam metode belajar

mengajar untuk anak usia pra-sekolah. Sesuai dengan karakteristik

perkembangan kognitifnya, imajinasi, gaya bahasa juga gambar-gambar

dalam buku cerita dapat digunakan sebagai simbol untuk merepresentasikan

isi cerita sehingga dapat memudahkan penyampaian pesan dalam cerita oleh

anak usia pra-sekolah. Hal tersebut diperkuat oleh Piget (dalam Santrock,

2002), bahwa bila tugas-tugas dibuat menarik dan sederhana, anak-anak

dapat menunjukkan kematangan kognitifnya yang lebih besar.

Buku cerita anak merupakan cara yang baik sekali bagi anak-anak untuk

mempelajari emosi. Menurut Santrock (2002), pada masa kanak-kanak awal,

mereka sudah belajar mengidentifikasi berbagai keadaan emosional.

Perasaan-perasaan seperti marah, malu, empati dan rasa bersalah, bila

(60)

sesuai standar baik dan buruk yang nantinya akan memberi landasan bagi

nilai-nilai moral anak.

46

Melalui kisah-kisah juga aneka ekspresi yang ada dalam cHrita, dapat

menolong anak-anak membina kosakata untuk berbicara tentang emosi.

Agar lebih menarik, metode bercerita dapat dikemas dengan bantuan alat

peraga, seperti : gambar, boneka dan gerak tubuh sehingga memungkinkan

anak untuk dapat memusatkan perhatiannya pada isi cerita kemudian

mengekspresikan perasaannya dengan terbuka.

Dengan demikian, mendengarkan cerita merupakan kegiatan yang

mengasyikkan dan sangat digemari anak-anak. Umumnya, anak-anak yang

senang mendengarkan cerita, lebih mudah dalam mengekspresikan

emosinya, sehingga perbendaharaan kata untuk mengenali berbagai macam

emosi, baik emosi yang timbul dalam dirinya maupun ernosi orang lain lebih

(61)

Berikut penggambaran kerangka berpikir:

Metode Bercerita

セ@

2.6

Hipotesis

Pengenalan

Emosi

47

Diri

=1

Orang Lain

Ha : Ada pengaruh yang signifikan penggunaan metode bercerita terhadap

pengenalan emosi anak usia pra-sekolah.

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan metode bercerita

(62)

·•

BAB Ill

METODOLOGI PENELITl.AN

3.1 Jenis Penelitian

3.1.1 Pendekatan dail Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif. Penelitian ini diawali dengan studi yang bertujuan

untuk mencari teo1·i-teori, konsep-konsep dan generalisasi yang dapat

dijadikan landasan teoritis bagi penelitian ini. Data yang cliperoleh kemudian

dikuantitatifkan dengan metode statistik. Setelah itu, dilakuka11 interpretasi

serta analisis untuk membuat kesimpulan. Jenis penelitian in1 adalah

penelitian eksperimen, sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin

membuktikan hubungan sebab akibat.

3.1.2 Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini, rancangan eksperimen yang digunakan adalah

(63)

48

Pemilihan kelompok dilakukan secara random. Pengukuran dilakukan

sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) pemberian treatment. Dan skor

yang di1adil<an penghitungan adalah Gain Score, yaitu selisih antara skor

post-test dan pre-test

Tabel 3.1

(Randomized Pre Test-Post Test Control Group Design)

Gambar

Tabel 3.1 Randomized Pre Test-Post Test Control Group Design ........ 47
gambar dari buku. Lol<asi pelaksanaan penelitian di TK Nurul Falah,
gambaran tokoh dalam cerita dan gambaran jiwa mereka alas pengaruh
gambar dalam bercerita dimaksudkan untuk memperjelas pesan-
+7

Referensi

Dokumen terkait

penting bagi suatu sekolahan untuk meningkatkan angka kelulusan siswa didiknya, try out atau uji coba juga merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seorang siswa agar dapat

Telah dilakukan penelitian tentang uji efektivitas kombinasi ekstrak kulit batang dan kulit buah manggis (Gracinia mangostana L.) sebagai antibakteri Shigella

Penetapan Ma- jelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat ter- sebut dinilai tidak sesuai dengan Pasal 17 ayat (2) UU K-PKPU yang menyatakan imbalan jasa kurator ditentukan oleh

Untuk melihat referensi indikator dilakukan dengan klik Indikator pada

Alat Kesehatan 2020-2024 TUJUAN SASARAN STRATEGIS INDIKATOR REGULASI TERKAIT Terwujudnya Kemandirian Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Meningkatnya alat kesehatan

Kedepan perlu dilaksanakan Dynamic Updating Data, agar diperoleh sistem database yang baik dan terpercaya, sehingga data yang dimiliki Kementerian Sosial bisa

Beberapa hal tersebut adalah “persediaan, bahan baku, Economic Order Quantity (EOQ), Safety Stock (SS), dan Reorder Point (ROP)”. 131) mengatakan bahwa

Debit yang dihasilkan oleh sistem yang direalisasikan pada tugas akhir ini masih terlalu kecil untuk dapat mengoptimalkan kerja turbin untuk dapat menghasilkan tegangan