PENGARUH METODE BERCERl1-Jl1 TERHADAP
PENGENALAN EMOSI ANAK USIA
PRA-SEKOLAH
Oleh:
AYI WIDIASTUTI
NIM : 103070028985
Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULL,AH
JAKARTA
PENGESAHAN PANITIA U,JIAN
Skripsi yang berjudul PENGARUH METODE BERCERITA TERHADAP
PENGENALAN EMOSI ANAK USIA PRA-SEKOl.AH telah diajukan
dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Univm::;itas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Agustus 2.0QZ. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Psikologi.
Jakarta, 14 Agustus 2007
Sidang Munaqasyah Ketua Mer ngkap Anggota,
/
7
/
.
Pra. H". Nett
セ。イエ。エゥN@
M.Psi. NIP.150215 38Penguji I
Pembimbing I
dGセセGmsゥ@
NIP.1502"15283
SP.kretaris Merangkap Anggota
Dra Hi.
コLーL、セN@
M.Si.
NIP. 150 238 773Anggota: Penguji II
dセfセNmsゥ@
NIP.150215283
Pembimbing II
Pengaruh
\Vletode
Bercerita Te:rhadap
ャGᄋセョァ・ョ。ャ。ョ@
l::rnosi Anak Usia P1:a-Sekolah
Skripsi
Diajukan kepada
F101!wlt2us
Psikologi untuk
memenuhi
syarat-syarat
memperoleh
gelar S•mrjana Psikologi
PemiJimbing I,
J•J!P. '150 215 2e:1
Oleh. Ayi Widi;ir.tuti
NIM : QPSPWイjセャ_NXY\ャU@
Dibawah Bimbingan
Pembimbing II,
ゥセセ@
KATA PENGANTAR
Limpahan puji serta syukur senantiasa terpanjatkan kepada Sang Maha
Pencipta, Allah SWT, yang tiada henti mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada setiap insan. Shalawat serta salam tak lupa kita sampaikan kepada
junjungan kita Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad saw. bE,serta keluarga dan
sahabat-sahabatnya yang telah menyampaikan risalah Allah dan
membimbing kita hingga kita dapat merasakan nikmatnya Iman dan Islam.
Alhamdulil/ah, sebuah fase dari 1·angkaian panjang proses kehidupan kembali
terlewati. Skripsi yang dijadikan sarana pembuktian intelektualitas berhasil
peneliti selesaikan. Walaupun dalam perjalana1111ya, rasa h'lah, ma/as dan
jenuh sering peneliti rasakan.
Skripsi ini tidak akan selesai tan pa ada bantuan dari individu-individu di
sekitar peneliti. Berikut ini, rangkaian ucapan terima kasih peneliti kepada
"mereka" yang memiliki andil besar, baik dalam proses perkuliahan hingga
terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Terima kasil1 peneliti ucapkan
kepada:
1. Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si., Oekan Fakultas Psiko/09i Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ora. Hj. Zahrotun Nihayah, M.Si., Pembantu Oekan Faku/tas Psiko/ogi
sekaligus dosen pembimbing seminar, yang karena kritik dan sarannya
..
3. Ora. Fadhilah Suralaga, M.Si., Ketua Bidang Psikologi Pendidikan
Fakultas Psikologi sekaligus dosen pembimbing I yang telah
memberikan banyak masukan yang korektif pada Sl(ripsi ini.
4. lbu Yunita Faela Nisa, M.Si., pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu pribadinya untuk memberi koreksi pada skripsi
peneliti.
5. Seluruh staff pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
bersedia membagi ilmunya selama proses perkuliahan.
6. Bu Sri dan pak Miftah, yang dengan sabar membantu menyusun
nilai-nilai peneliti yang berceceran. Juga untuk bu Syariah dan bu Nur,
terima kasih atas semangat dan nasehatnya selama ini
7. Petugas perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Perpustakaan Umum Gandaria, atas segala fasilitas dan
pelayanannya.
8. Kedua orang tuaku, Bapak M.Agus Purwanto dan lbu Cipriowati, yang
telah mernberikan dukungan dan selalu ikhlas mendoakan peneliti.
Tanpa mereka, mustahil peneliti dapat menjadi seperti ini. Ya Jl,llah,
sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku.
9. Adik-adikku sayang : Anto, Tias dan "si bontot" Di1·a, yang selalu
menebarkan canda ketika peneliti lelah dengan rutin.itas. Semoga
kelak kalian menjadi orang yang berguna, bail< di dunia maupun di
akhirat.
10.Alm. mbah kakung Suyarno, aim. Mbah kakung Kascli, aim. Mbah putri
Warsi dan juga mbah putri Sus, yang mengharapkan peneliti menjadi
kebanggaan keluarga. Ya, Allah, semoga aku bisa.
11. Mas ku tersayang, Arif Nur Prabowo, yang selalu setia dan sabar
memberikan dukungan serta pengorbanan yang membuat skripsi
peneliti dapat selesai tepat pada w2ktunya. Perhatian dan kasih
12. lbu Kepala TK Nurul Falah, lbu Titin Rustini beserta para guru yang
telah menyediakan wal<tu dan tempat serta data yang dibutuhkan
peneliti, serta tak lupa adik-adikku di TK Nurul Falah kelompok B, yang
dengan kepolosan dan keceriaannya menjadikan skripsi ini terwujud.
13. Yeyen dan Ramdan, yang dengan ikhlas terjun ke lapangan
membantu guna kelengkapan data peneliti. Thank you so much, Guys!
·14. l<awan-kawan seperjuangan di kelas A, Syali, Eli "lbu Negara",
Neneng, Rida, Sugih, Adil, Tika, Catur, Mas Badru dll (maaf ya ga
kesebut satu-satu), juga untuk sahabat baikku Nisa Farisa, Nenden
dan Agung, terima kasih kalian sudah memberikan warna dalam hidup
ku.
15. Dian, Vita, Kiki dan lntan, terima kasih sudah menerima aku apa
adanya dan semoga kebersamaan kita yang baru sebentar ini セ・エ。ー@
terjalin hingga akhir hayat.
Dan untuk semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi yang tidak
dapat disebutkan satu persatu namanya karena keterbatasan ruang. Hanya
doa yang bisa peneliti panjatkan, semoga bantuan dan kebaikan y<rng telah
merel<a berikan menjadi amal ibadah yang diterima di sisi J\llah SWT.
Jakarta, 17 Juli 2007
,,
DAFTAR ISi
Halaman Judul
Halaman Persetujuan
Halaman Pengesahan
Motto
Kata Pengantar ... . . . . ' . . . ' . . . i
Abstraksi ... . .. ... iv
Daftar lsi ... , ... , ... , ... , ... vi
Daftar Tabel ....
Daftar Bagan ..
. ... x
Daftar Lampiran ... xi
BABl.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masai ah. . ... 1
1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah .... . 11
1.2.1 Pembatasan Masalah ... . . ... , ... , ... ···' 11
1.2.2 Perumusan Masalah ... 12
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12
1.3.1 Tujuan Penelitian ... .
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.4 Sisternatika Penulisan ....
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengenalan Emosi ... .
··· 12
··· .... 12
. 13
. ... ,. 15
2.2.1 Definisi Emosi ... 15
.,
2.2.3 Macam-Macam Emosi ... .. ... 2·1
2.2 Anal< Usia Pra-Sekolah ... 24
2.1.1 Karakteristil< Perl<embangan Anak Usia Pra-Sekolah ... 25
2.1.2 Tugas Perkembangan pada Anak Usia Pra-Sekolah ... 30
2.3 Metode Bercerita .. . ... 31
2.3.1 Definisi Bercerita ... 31
2.3.2 Batasan Tema dalam Bercerita.. 32
2.3.3 Metode Bercerita ... .. ... 34
2.3.4 Manfaat Metode Bercerita bagi Anal< TK ... 35
2.3.5 Macam-Macam Teknik Bercerita ... 36
2.3.6 Rancangan Kegiatan Bercerita bagi anak TK ... 38
2.4 Pengarul1 Metode Bercerita Terhadap Pengenalan Emosi Anal< Usia Pra-Sekolah ... 39
2.5 Kerangka Berpikir ... . . ... 44
2.6 Hipotesis ... 46
BAB Ill. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 47
3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian . . ... 47
3.1.2 Rancangan Penelitian ... .. ... 47
3.2 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ... 49
3.3 Pengambilan Sampel ... 50
3.3.1 Populasi dan Sampel. .. ... 50
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 51
3.4 Pengumpulan Data ... 51
3.4.1 Metode dan lnstrumen Pengumpulan Data ... 51
3.4.2 Prosedur Penellitian ... 53
3 .4 .3 Aparatus Penelitian ... 57
3.4.t"
Sel<under Variabel dan Teknik Kontrolnya ... 583.4.6 Teknik Uji lnstrumen ... 59
3.5 Metode Pengolahan data ... 61
BAB IV PRESENTASI DAN ANALISIS DATA 4.1 Gambaran Um um Subjek Penelitian ... 62
4.2 Presentasi dan Analisis Data ... 64
4.2.1 Presentasi Data ... 64
4.2.2 Uji Persyaratan ... 66
4.2.3 Uji Hipotesis ... 68
4.3 Has ii Tambahan ... 70
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesirnpulan ... . 5.2 Diskusi ... 5.3 Saran ... . .. ··· ... ··· .... 72
··· 72
··· 74
DAFT AR PUST AKA ... 76
..
DAFT
AR T
ABEL
[image:10.595.34.431.149.511.2]Tabel 3.1 Randomized Pre Test-Post Test Control Group Design ... 47 Tabel 3.2 Jadwal Pelaksanaan PreTest-Post-Test dan Pemberian Treatment
... 52
Tabel 3.3 Tal1ap Pelaksanaan Pre-Test dan Post-Test... .. ... 53
Tabel 3.4 Tahap Pelaksanaan Pemberian Treatment Bercerita Untuk
Kelompok Eksperimen ... 54
Tabel 3.5 Tahap Pelaksanaan Belajar Mengajar Pada l<elompok
Kontrol ... 55
Tabel 3.6 Variabel Sekunder dan Teknik Kontrolnya ... 58
Tabel 4.1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 61
Tabel 4.2 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Kelas
dan Jen is Kela min ... 62
Tabel 4.3 Data Hasil Kelompok Eksperimen. .. ... 63
.•
DAFTAR BAGAN
DAFT AR LAMPI RAN
Lampiran 1. Surat bukti penelitian
Lampiran 2. Tahapan pemberian treatment kegiatan bercerita
Lampiran 3. Draft pengenalan emosi diri
Lampiran 4. Draft pengenalan emosi orang lain
Lamoiran 5. Pedoman skoring
l.ampiran 6. Hasil test pengenalan emosi kelompok kontrol
L.ampiran 7. Has ii test pengenalan emosi kelompok kontrol
Lampiran 8. Data mentah hasil pre-post-test kelompok kontrol
Lampiran 9. Data rnentah hasil pre-post-test kelompok kontrol
l.arnpiran 10. Reliabilitas dan validitas item
Lampiran 11. Korelasi item
Lampiran 12. Uji normalitas dan homogenitas
l.arnpiran 13. Uji hipotesis
Lampiran 14. Hasil tambahan
ABSTRAKSI
(C) Ayi Widiastuti
(A) Fakultas Psikologi (B) Juli 2007
(D) Pengaruh Metode Bercerita Terhadap Pengenalan Emosi Anak Usia Pra-Sekolah
(E) 78 halaman + lampiran
(F) Bercerita merupakan cara belajar yang menyenangkan dan sangat digemari anak-anak usia pra-sekolah. Seraya mendengarkan cerita, anak dapat mengembangl<an kemampuan imajinasi dan bahasanya. Tanpa sadar, anak telah merespon berbagai stimulus yang ada pada cerita tersebut, baik secara kognisi, afeksi maupun konasi, termasuk emosi di dalamnya.
Pendidikan emosi anak sejak dini akan membantu anal<-anak untuk lebih mengenal diri sendiri dan perasaannya, mampu mengungkapkan perasaan orang lain serta dapat mempelajari cara orang lain bereaksi terhadap perasaannya tersebut.
Buku cerita merupakan media yang baik untuk belajar emosi bagi anak. Melalui buku cerita yang disajikan dengan bahasa yang sederhana berikut gambar yang menarik, anak dapat dilatih untuk mengenal emosi, baik emosi yang timbul dalam dirinya maupun emosi orang lain dalam tokoh cerita. Selain itu, anak dapat dengan bebas mengekspresikan perasaannya melalui apa yang ia dapat dari buku cerita tersebut.
Pengenalan emosi anak melalui buku cerita dapat juga diperoleh lewat ekspresi tokoh yang ada dalam gambar-gambar buku cerita. Dengan bantuan orang dewasa, anak dapat belajar membuat kosal<ata untuk berempati terhadap perasaan orang lain. Dengan demikian,
pengenalan emosi melalui bercerita dapat memberil\an suasana belajar yang baru dan menyenangkan bagi anak-anak usia pra-sekolah.
[image:13.595.53.442.77.500.2]penelitian ini adalah anak didik dengan usia antara 5-6 tahun, yang berada di kelompok B. Jumlah subjek sebanyak 40 orang, yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol sebanyak 20 orang dan kelompok eksperimen sebanyak 20 orang
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
menggunakan metode eksperimen. Rancangan eksperimen yang digunakan pada penelitian ini adalah Randomized pre-post test control
group design. Teknik analisis data menggunakan T-test dengan taraf
signifikansi 0,05.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, diperoleh nilai Thit 2,59 ; p>0,05. Dimana t hit (2,59) > t tab (1,68). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan metode bercerita terhadap pengenalan emosi anak usia pra-sekolah.
BABI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Anak usia pra-sekolah merupakan bagian dari masa kanak-kanak yang
sering disebut masa kanak-kanak awal, yakni antara usia 2-6 tahun. lstilah
usia pra-sekolah ini digunakan oleh para pendidik yang dimaksudkan untuk
membedakan anak-anak di mana mereka dianggap cukup tua secara fisik
dan mental (Hurlock, 1980).
Anal< usia 4-6 tahun merupal<an bagian dari anak usia clini yang beracla pacla
rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pacla usia ini, secara terminologi clisebut
sebagai anal< usia pra-sekolah. Taman kanak-kanak aclalah salah satu
bentuk satuan pencliclikan anak usia pra-sekolah pada jalur pencliclikan formal
yang menyelenggarakan program
pencliclikan bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun (Depcliknas,
2
Taman kanak-kanak (TK) adalah dunia bermain untuk anak-anak. Oleh
karena itu, pendekatan pendidikan di TK dilaksanakan dengan teknik bermain
sambil belajar sehingga tidak heran kalau anak-anak lebih mudah belajar
dengan cara bermain daripada dengan cara yang serius. Dalam suasana
bermain sambil belajar yang menyenangkan, anak memiliki kesempatan
untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi dan
belajar secara menyenangkan. Selain itu, bermain sambil belajar dapat
membantu anak mengenal dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
Dewasa ini, banyak sekali kita jumpai anak-anak yang kehilangan waktu
bermain karena padatnya jadwal belajar yang harus dilakukannya setiap hari.
Anak dituntut untuk dipacu perkembangannya dengan jalan melibatkan
aktivitas merel<a dalam kegiatan sekolah sedini mungkin. Seolah dengan
begitu, anak-anak sedang dipersiapkan sebaik mungkin guna menghadapi
era globalisasi. Akibatnya tidak jarang kita temui timbul rasa jenuh pada
anak, uring-uringan, mogok sekolah dan sebagainya (Emotional Intelligence,
2006)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mulai tahun
ajaran 1999-2000 mengadakan perubahan kurikulum untuk jenjang
pendidikan TK sampai SL TA. Menurut Indra Djati Sidi (dalam Dinas lnformasi
pada pembentukan Emotional Quotient (EQ) dan interaksi siswa dengan
keluarganya. Konsekuensinya, perlu pembenahan jenis mata pelajaran dan
pengurangan jam pelajaran.
3
Khusus kurikulum, berdasarkan pengamatan akhir tahun ini ada beberapa TK
yang memberikan materi pelajaran beberapa bahasa asing dan teknologi
komputer. lronisnya, TK yang semacam itu yang dianggap favorit dan banyak
diminati (Dinas lnformasi dan Komunikasi, 2005).
Kecenderungan tersebut bisa timbul karena adanya anggapan bahwa materi
belajar yang ditawarkan dapat menjadi bekal intelektualitas anak sejak dini
dalam menghadapi era globalisasi.
Gardner, ahli psikologi dari Harvard mengatakan bahwa salah satu cara
paling sehat untuk mengajar anak-anak adalah dengan mE,mberi motivasi
dari dalam diri mereka bukannya dengan ancaman atau iming-iming. Bila
mereka bosan belajar, mereka akan berkelahi dan berlaku tidak pantas,
demikian juga bila mereka didesak akan tugas-tugas sekolahnya yang jauh
dari tugas perkembangan anak seusianya(Shapiro, 2000).
Sebagaimana dijelaskan dalam Garis-Garis Besar Program Kegiatan Belajar
TK (Depdikbud 1994), bahwa tujuan program kegiatan belajar anak TK
pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik
dalam menyesuail<an diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya (Moeslichatoen, 2004).
Pentingnya metode belajar memang memiliki andil yang cukup besar guna
tercapainya tujuan dalam penyampaian materi pelajaran baik di rumah
ataupun di sel<olah dengan tetap memperhatikan usia perkembangan anak.
Metode merupakan bagian dari strategi kegiatan. Metode dipilih berdasarkan
strategi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Metode merupakan cara,
yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan.
Metode yang sesuai dengan pengembangan keterampilan anak TK adalah
metode yang memungkinkan munculnya kreativitas pada anak. Oleh karena
itu, perlu diidentifikasi metode belajar yang tepat dan sesuai dengan
kemampuan anak. Hal ini diharapkan agar anak dapat belajar dengan
nyaman dan lebih terbuka dalam menyampaikan ekspresi mereka
(Moeslichatoen, 2004).
Kecerdasan atau angka IQ yang tinggi, bukan merupakan satu-satunya
jaminan bagi kesuksesan anak di masa depan. Ada faktor lain yang sangat
5
sekarang cenderung mulai banyak yang mengalami kesulitan emosi, seperti
misalnya mudah merasa kesepian dan pemurung, mudah cemas, mudah
bertindak agresif dan sebagainya. lni semua tentunya akan sangat merugikan
perkembangan anak-anak itu, mesl<ipun mungkin mereka tampil sebagai
anak-anak yang pintar di kelas (Mulyadi, 2006).
Hal tersebut dinyatakan pula oleh Goleman, bahwa kecerdasan akademis
praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak atau
kesempatan yang ditimbulkan oleh kesulitan hidup. Bahkan IQ yang tinggi
pun tidak menjamin kesejahteraan atau l<ebahagiaan hidup (Goleman, 2003).
Pendidikan emosi anak sejak dini akan membantu anak untuk lebih
mengenal diri sendiri dan perasaannya, mampu ュ・ョァオョァセZ。ーォ。ョ@ perasaan
orang lain serta dapat mempelajari cara orang lain bereaksi terhadap
perasaannya tersebut.
Menurut Hetterington & Parke (dalam Moeslichatoen, 2004), emosi anak
mempunyai berbagai fungsi guna mengkomunikasikan kebutuhan, suasana
hati dan perasaan. Oleh karena itu, pemilihan metode yang sesuai dengan
pengembangan keterampilan emosi anak harus disesuaikan dengan program
6
Gordon dan Browne menambahkan bahwa, emosi yang berkembang pada
anak TK adalah kemampuan mengenal perasaan, baik kemampuan
memberikan nama perasaan maupun menerima perasaan. Dalam
perkembangan selanjutnya bila anak dapat menerima perasaannya, ia akan
belajar bagaimana menggunakan kedalaman perasaan dan tidak
mengekspresikannya secara berlebihan (Moeslichatoen, 2004). Terkait
dengan upaya meningkatkan kecerdasan emosi anak, salah satunya dapat
dilakukan dengan pelibatan anak secara emosional melalui bercerita sebagai
metode pembelajaran.
Cerita merupakan medium yang sangat baik untuk menginspirasikan suatu
tindakan, membantu perkembangan apresiasi kultural, kec:erdasan emosi,
memperluas pengetahuan atau hanya menimbulkan kesenangan saja.
Mendengarkan cerita, membantu anak-anak memahami perasaan mereka
dan bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain.
Cerita anak adalah cerita yang ditulis untuk anak, yang berbicara mengenai
kehidupan dan dunia anak dan sekeliling yang mempengaruhi anak, dan
tulisan itu dapat dinikmati oleh anak dengan bantuan dan pengarahan dari
7
Ketika anak berada pada tahun pertama TK, ia belum mampu membaca
cerita sendiri dengan baik dan benar. Sebagai gantinya maka tugas gurulah
untuk menceritakannya. Jika penyampaian cerita dilakukan dengan baik dan
penuh kesabaran, sebuah cerita akan dapat membangkitkan kehidupan yang
baru dan menambah nilai seni. Anal< sebagai pendengar dapat
menikmatinya, asalkan isi cerita sesuai dengan tingkat usia dan kemampuan
mencerna isi cerita untuk anak TK. lni perlu dilakukan agar mereka dapat
memahami isi cerita dan dengan mudah dapat menangkap maksud dari
cerita tersebut.
f<egiatan bercerita menjadi bagian yang sangat penting bagi anak-anak,
bulrnn hanya dapat mengembangkan kemampuan imajinasi dan bahasa
anak, tetapi juga dapat membentuk watak dan kepribadian anak melalui
pesan-pesan moral yang terdapat di dalamnya.
Sebagaimana ditekankan pula oleh Lewis, bahwa bercerita berperan penting
bagi perkembangan anak. Selama berpuluh tahun, para psikolog telah
mengemukakan pengaruh positif dari membacakan cerita atau bercerita
kepada anak-anak. Bercerita merupakan cara yang efektif untuk
mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku anak karena mereka senang
mendengarkan cerita, bahkan hingga diceritakan atau dibaeakan secara
Kecerdasan emosi bukanlah sesuatu yang dimiliki anak secara genetis atau
bawaan. Akan tetapi, merupakan sesuatu yang dapat dipelajari dan
dikembangkan. Kecerdasan emosi pada anak dapat dilatih sejak dini. Bila
setiap keterampilan-keterampilan kecerdasan emosi berlangsung bertahap
pada masa kanak-kanak, maka menjadi kesempatan yang baik untul<
membantu anak memulai kebiasaan emosi yang bermanfaat.
Pengenalan emosi pada anak merupakan kesempatan pertama untuk
membentuk unsur-unsur kecerdasan emosi pada tahap-tahap selanjutnya.
Mengenali emosi, baik kemampuan memberikan nama perasaan maupun
menerima perasaan, dapat digunakan untuk belajar membedakan
perasaan-perasaan, sehingga tidak mengekspresikannya secara be1·lebihan (Goleman,
2003).
Buku cerita anak merupakan cara yang baik sekali bagi anak-anak untuk
mempelajari emosi. Kisah-kisah di dalamnya dapat menolong anak-anak
membina kosakata untuk berbicara tentang emosi. Penyajian buku cerita
dengan bahasa yang sederhana berikut gambar yang menarik, anak dapat
dilatih untuk mengenal emosinya serta dapat dengan bebas
mengekspresikan perasaannya melalui apa yang ia dapat dari buku cerita
tersebut.
Semakin terbuka seorang anak terhadap perasaannya, maka semakin
terampil ia mengenali perasaan orang lain. Kemampuan memahami
perasaan orang lain merupakan wujud kemampuan bergaul yang penting,
atau yang sering disebut dengan empati.
9
Pada tahap perkembangannya, anak-anak mulai berbeda kepekaan terhadap
perasaan orang lain. Yarrow (1991) pada National Institute of Mental Health
memperlihatkan bahwa sebagian besar perbedaan dalam kepekaan empati
ada kaitannya dengan bagaimana penerapan pembelajaran dan kedisiplinan
pada anak.
Lewat aneka ekspresi yang ada dalam gambar cerita, anal< dapat pula be/ajar
mengenal emosi, baik emosi yang timbu/ da/am dirinya maupun emosi orang
lain. Dari situ, anak bisa menyatakan emosinya dengan benar dan
mengontrolnya. Bila anak dapat menyampaikan perasaannya, maka ia akan
lebih mudah berempati pada orang lain (Rahayu, 2006).
Namun saat ini, seiring dengan kemajuan zaman dan tuntutan dari orang tua
akan kemampuan anal<-anak mereka, maka kegiatan be/ajar mengajar (KBM)
pada TK lebih menekankan pada kegiatan be/ajar akademik, seperti be/ajar
JO
bercerita sebagai salah satu metode kegiatan belajar mengajar di TK
dikurangi. Padahal dengan bercerita, anak didik dapat meningkatkan
kemampuannya termasuk kemampuan dalam mengenal emosi diri dan emosi
orang lain, yang nantinya akan ikut menunjang kegiatan akademiknya.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Mccown, pengembang kurikulum
"Self Science", bahwa proses belajar tidak berlangsung terpisah dari
perasaan anak. Dalam proses belajar, kemahiran emosi sama pentingnya
dengan mempelajari matematika dan membaca (Goleman, 2003).
National Center for Clinical Infant Programs juga menyatal<an bahwa
keberhasilan di sekolah bukanlah diramalkan oleh kumpulan fakta seorang
anak atau kemampuan dininya untuk membaca, melainkan oleh ukuran
emosi dan sosialnya (Goleman, 2003).
Dari runtutan pemikiran di alas, diduga metode bercerita mempunyai
pengaruh terhadap pengenalan emosi pada anak usia pra-sekolah. Karena
itu, penulis sangat tertarik untuk meneliti "Pengaruh Metode Bercerita
1.2 Perurnusan dan Pernbatasan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
I. Bercerita sebagai metode adalah kegiatan bercerita yang dilakukan
dalam kegiatan belajar mengajar di TK yang berkaitan langsung
dengan materi pelajaran. Cerita yang akan digunakan merupakan
cerita yang sesuai dengan tingkat perkembangan usia anak
pra-sekolah dan mendukung tingkat emosi, fantasi dan nilai-nilai moral. 11
2. Pengenalan Emosi adalah kemampuan dalam rnengenali emosi, baik
emosi yang tirnbul dalam dirinya maupun emosi orang lain dengan
memberi nama emosi-emosi sewaktu ernosi itu tirnbul.
3. Penelitian dilakukan pada anak usia pra-sekolah dalam kategori usia
5-6 tahun di TK Nurul Falah, Sawah Baru-Ciputat.
1.2.2 Perumusan IVlasalah
Dari pembatasan masalah di atas dapat dirurnuskan masalah dalarn
penelitian, yaitu: "Apakah ada pengaruh yang signifikan penggunaan
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan metode bercerita
terhadap kemampuan anak usia pra-sekolah dalam mengenali emosi, bail<
emosi yang timbul dalam dirinya maupun emosi orang lain.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Teoritis : Diharapkan dapat dijadikan rujukan dan bahan perbandingan
bagi pengembangan teori-teori psikologi yang berkaitan dengan metode
bercerita.
12
2. Praktis : Diharapkan dapat dijadikan pedoman dan metode pembelajaran
bagi orang tua dan guru dalam mendidik anak usia pra.-sekolah sesuai
dengan tahap-tahap perkembangannya guna menciptakan generasi yang
cerdas emosi dan berakhlak mulia.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian da11 sistematika
13
BAB II Landasan Teori
Yang berisi pengenalan emosi, yang meliputi, definisi emosi,
pengenalan emosi, macam-macam emosi; anak usia pra-sekolah,
yang meliputi karakteristik perkembangan anak usia pra-sekolah,
tugas perkembangan pada anak usia pra-sekolah; metode bercerita,
yang meliputi definisi bercerita, batasan tema dalarn bercerita, metode
bercerita, manfaat metode bercerita bagi anak tk, macam-macam
teknik bercerita, rancangan kegiatan bercerita bagi anak tk; pengaruh
metode bercerita terhadap pengenalan emosi anak usia pra-sekolah;
kerangka berpikir; hipotesis
BAB Ill Metodologi Penelitian
Yang berisi jenis penelitian, yang meliputi pendekatan dan metode
penelitian dan rancangan penelitian; definisi konseptual dan
operasional variabel; pengambilan sampel, yang meliputi populasi dan
sampel, teknik pengambilan sampel; pengumpulan data, yang meliputi
metode dan instrumen pengumpulan data, prosedur penelitian,
aparatus penelitian, cara mengukur dependen variabel, sekunder
variabel dan teknik kontrolnya, teknik uji instrumen; metode
14
BAB IV Presentasi dan Analisis Data
Yang berisi gambaran umum subjek penelitian; presentasi dan analisis
data, yang meliputi presentasi data, uji persyaratan, uji hipotesis dan
hasil tambahan.
BAB V Kesimpulan, Diskusi dan Saran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini akan memaparkan kajian teoritis yang relevan dengan penelitian ini.
Subbab pertama membahas tentang pengenalan emosi, subbab kedua
membahas tentang anak usia pra-sekolah clan subbab ke!iga membahas
tentang metode bercerita. Di akhir bab diuraikan tentang kerangka berpikir
penelitian ini, yang dilanjutkan dengan hipotesis penelitian.
2.1 Pengenalan Emosi
2.1.1 Definisi Emosi
Sebelum dibahas mengenai pengenalan emosi, terlebih dahulu akan
diuraikan kajian teori tentang emosi. Emosi berasal dari bahasa Latin yang
menunjukkan l<ata kerja; "movere" yang berarti "menggerakkan, bergerak",
ditambah awalan -e- untuk memberi arti" bergerak menjauh", yang
menyiratkan bahwa emosi kitalah yang membebaskan diri kita dari
ketidakberdayaan (Goleman, 2003).
Goleman mengartikan emosi sebagai suatu perasaan dan pikiran-pikiran
khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak (Goleman, 2003).
I <>
Emosi menurut Davidoff, merujuk pada suatu keadaan dalam diri seseorang
yang memperlihatkan ciri-ciri kognisi tertentu; penginderaan; reaksi fisiologis;
pelampiasan dalam perilaku (Davidoff, 1991 ).
Dalam buku Emotional Intelligence (Goleman, 2003), Oxford English
Dictionary mendefinisikan emosi dengan " setiap kegiatan atau pergolakan
pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau
meluap-luap."
Dari beberapa pengertian di alas dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan
reaksi perasaan dalam diri seseorang yang timbul karena ada suatu stimulus,
baik reaksi psikologis, reaksi biologis dan bahkan reaksi behavioral tertentu.
Respon emosi pada setiap orang dapat berbeda karena ada respon emosi
yang dipelajari atau berdasarkan pengalaman. Seseorang dengan kendali
17
Salovey (1990) mengembangkan teori kecerdasan emosi Gardner menjadi 5
wilayah utama, yaitu :
I) Mengenali emosi diri. Kesadaran diri yaitu mengenali perasaan
sewaktu perasaan itu terjadi dan merupakan dasar kecerdasan emosi.
2) Mengelola emosi. Menangani perasaan agar perasaan dapat
terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada
kesadaran diri.
3) Memotivasi diri sendiri. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Kendali diri emosi yaitu menahan diri terhadap kepuasan dan
mengendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan dalam
berbagai bidang.
4) Mengenali emosi orang lain. Empati, kemampuan yang bergantung
pada kesadaran diri emosi, merupakan "keterampilan bergaul."
5) Membina hubungan merupakan keterampilan ュ・ョセQ・ャッャ。@ emosi orang
lain (disebut juga keterampilan sosial).
2.1.2 Pengenalan Emosi
Pembelajaran emosi dimulai pada saat-saat awal kehidupan, dan terus
berlanjut sepanjang masa kanak-kanak. Salah satu di antara pelajaran emosi
yang paling penting pada masa kanak-kanak adalah dengan mulai
mengajarkan anak untuk mengidentifikasi emosi yang sedang dirasakan
Gordon dan Browne menambahkan bahwa, emosi yang berkembang pada
anak adalah kemampuan mengenal perasaan, baik kemampuan memberikan
nama perasaan maupun menerima perasaan. Dalam perkembangan
selanjutnya bila anak dapat menerima perasaannya, ia akan belajar
bagaimana menggunakan kedalaman perasaan dan lidak
mengekspresikannya secara berlebihan (Moeslichatoen, 2004).
Hal senada diungkapkan pula oleh Gattman, bahwa kesempatan pertama
untuk membentuk kecerdasan emosi terletak pada tahun-f:ahun pertama
kanak-kanak. Sedangkan langkah awal untuk melatih emosi anak adalah
membantunya mengenali emosinya, dengan memberi nama emosi-emosi,
sewaktu emosi-emosi itu mereka alami. Studi-studi memperlihatkan bahwa
tindakan memberi nama emosi itu dapat berefek menenteramkan sistem
saraf, sehingga membantu anak-anak untuk pulih kembali lebih cepat dari
peristiwa-peristiwa yang merisaukannya (Gattman, 2001).
l<etika seorang anak mampu mengidentifikasi perasaan, dengan
menyebutkan nama-nama perasaan, maka ia memiliki kemampuan yang
lebih baik untuk membedakan perasaan-perasaan itu. Hal itu merupakan
I 'l
Untul< menyadari emosinya, yang dibutuhkan anak-anak adalah
perbendaharaan emosi yang lebih luas. Sebagian anak tampak mempunyai
masalah transmisi. Mereka hanya tahu "on" atau "off' sualu emosi, tetapi
tidak menyadari selang reaksi di antara keduanya. Sebagai contoh, seorang
anak hanya tahu "baik" atau "marah". Jika diganggu dengan cepat, dia
berubah dari "baik" menjadi "marah" tanpa sadar bahwa ada selang emosi di
antara keduanya, misalnya kesal, tidak nyaman, tersinggung, sedih dan
terluka (Elias, 2000).
Kebiasaan mengenali emosi yang berulang-ulang selama masa kanak-kanak,
dengan sendirinya akan membentuk kecenderungan emosi seumur hidup.
Seperti dijelaskan oleh Gollman, bahwa dengan melatih anal< dalam hal
emosi, akan membantunya untuk lebih terampil dalam meredam respon.
Dengan demikian, anak dapat berperilaku dengan baik.
Selain itu, kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu
merupakan hal yang penting bagi pemahaman diri. Seorang anak yang
memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya adalah pilot yang handal
bagi kehidupannya, karena mereka mempunyai kepekaan yang lebih tinggi
20
Emosi jarang diungkapkan dengan kata-kata, melainkan lebih sering
diungkapkan melalui isyarat. Kunci untuk memahami emosi adalah mampu
membaca pesan non-verbal, seperti ekspresi wajah, nada bicara, gerak-gerik,
dan sebagainya. Dari beberapa penyampaian pesan nonverbal tersebut,
ekspresi wajah seseorang merupakan ungkapan yang paling utama dalam
menjelaskan emosi tertentu.
Semakin terbuka seorang anak terhadap emosinya, maka semakin terampil
ia mengenali emosi orang lain. Kemampuan mengenal emosi orang lain
merupakan wujud kemampuan bergaul yang penting, atau yang sering
disebut dengan empati.
Pada tahap perkembangannya, anak-anak mulai berbeda kepekaan terhadap
perasaan orang lain. Yarrow (1991) pada National Institute of Mental Health
memperlihatkan bahwa sebagian besar perbedaan dalam kepekaan empati
ada kaitannya dengan bagaimana penerapan pembelajaran dan kedisiplinan
pada anak (Goleman, 2003) .
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pengenalan emosi
merupakan kesadaran diri untuk mengenali emosi, baik emosi yang timbul
21
merupakan keterampilan dasar pembentukan kecerdasan emosi pada
anak-anak.
2.1.3 Macam-macam emosi
Goleman mengikuti pemikiran Ekman dan yang lainnya, menggolongkan
emosi sebagai berikut (Goleman, 2003) :
I. Amarah
Golongan emosi amarah ini, yaitu beringas, mengamuf<, benci, marah,
jengkel, kesal hati, terganggu, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak
kekerasan dan kebencian patologis.
2. Kesedihan
Golongan emosi ini yaitu pedih, sedih, muram, suram, melankolis,
mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa bahkan clepresi berat.
3. Rasa takut
Termasuk golongan ini, yaitu cemas, takut, gugup, khawatir, was-was,
waspada, sedih, tidak tenang, ngeri dan panik.
4. Kenikmatan
Emosi yang termasuk golongan ini, yaitu bahagia, gembira, ringan, puas,
senang, riang, bangga, terhibur, kenikmatan inderawi, takjub, rasa
5. Cinta
Golongan emosi ini, yaitu penerimaan, persahabatan, kepercayaan,
kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
6. Terkejut
22
Yang termasuk dalam golongan emosi ini, yaitu terkejut, terkesiap, takjub,
terpana.
7 Jengkel
Emosi yang termasuk dalam golongan ini, yaitu hina, jijik, muak, benci,
tidak suka, mual, mau muntah.
8. Malu
Dalam golongan emosi ini terdapat rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal,
hina, aib dan hati hancur lebur.
Namun, daftar ini tidak menyelesaikan pertanyaan bagaimana
mengelompokkan emosi. Misalnya tentang perasaan campur aduk seperti iri
hati sampai marah yang juga mengandung sedih dan takut. Oleh karena itu,
Ekman menyatakan ada beberapa emosi inti (marah, takut, sedih dan
senang) yang dapat dikena/i melalui ekspresi wajah tertentu (Goleman,
2003).
Menurut Mayer, seseorang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam
I. Sadar diri. Kejernihan pikiran tentang emosi menjadi landasan ciri-ciri
kepribadian lain. Mereka mandiri dan yakin akan batas-batas yang
mereka bangun, l<esehatan jiwanya bagus dan cenderung
berpendapat positif akan kehidupannya.
2. Tenggelam dalam permasalahan. Mereka adalah orang-orang yang
seringkali merasa dikuasai oleh emosi dan tak berdaya untuk
melepaskan diri, seolah-olah mereka telah dikuasai oleh suasana
hati mereka.
3. Pasrah. Seringkali orang-orang ini peka akan apa yang mereka
rasakan, mereka juga cenderung menerima begitu saja suasana hati
mereka tanpa berusaha untuk mengubahnya.
Pada manusia, amigdala adalah kelompok struktur yang saling terkoneksi
berbentuk buah almond yang bertumpu pada batang otak. Amigdala
merupakan spesialis masalah emosi.
LeDoux, ahli saraf di Center for Neural Science di New York University
adalah orang pertama yang menemukan peran kunci amigdala tersebut
dalam otak emosional. Penemuannya menumbangkan ans1gapan bahwa
amigdala harus bergantung seluruhnya pada sinyal-sinyal neokorteks untul<
24
" Pertama-tama sinyal visual dikirim dari retina ke thalamus yang bertugas :-;enenemankan sinyal itu ke dalam bahasa otak. Sebagian besar pesan itu, kemudian dikirim ke korteks visual yang menganalisis dan menentukan makna dan respon yang cocok; jika respon bersifat emosional, suatu sinyal dikirim ke amigdala untuk mengaktifkan pusat emosi. Tetapi sebagian kecil sinyal asli langsung menuju amigdala dari thalamus dengan transmisi yang /ebih cepat, sehingga memungkinkan adanya respon yang lebih cepat (meski kurang akurat). Jadi, amigdala dapat memicu suatu respon emosional
sebelum pusat-pusat korteks memahami betul apa yang terjadi." (Goleman,
2003).
Dari penelitiannya tersebut, LeDoux meninjau peran amigdala dalam masa
kanak-kanak; menurutnya berbagai interaksi pada tahun-tahun awal dalam
kehidupan menjadi dasar serangkaian pembelajaran emosi.
Bila setiap keterampilan-keterampilan kecerdasan emosi berlangsung
bertahap pada masa kanak-kanak, maka menjadi kesempatan yang baik
untuk membantu anak memulai kebiasaan emosional yanu bermanfaat, atau
bila terlewatkan akan menyebabkan kesulitan dalam menerima serangkaian
pelajaran yang bersifat korektif dalam hidupnya nanti (Goleman, 2003).
2.2
Anak Usia Pra-Sekolah
Anak usia pra-sekolah merupakan bagian dari masa kanak-kanak yang
sering disebut masa kanak-kanak awal, yakni antara usia 2-6 tahun. lstilah
25
membedakan anak-anak dimana mereka dianggap cukup tua secara fisik dan
mental (Hurlock, 1980).
2.2.1 Karakteristik Perkembangan Anak Usia Pra-Sekolah
Masa kanak-kanak sendiri terdiri dari dua fase, yaitu masa kanak-kanak awai
dan masa kanak-kanak akhir. Dalam pembahasan ini, hanya akan dibahas
mengenai perkembangan masa kanak-kanak awal.
1. Perkembangan Fisik
Selama kanak-kanak awal berlangsung lambat dibandingkan dengan
pertumbuhan pada masa bayi. Namun, perkembangannya relatif
seimbang atau proporsional, sehingga perkembangan psikomotoriknya
sangat ideal untuk pembelajaran keterampilan.
2. Perkembangan lntelektual
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode
pra-operasional, yaitu tahapan dimana anak belum marnpu menguasai
operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan perkembangan
representasional (symbolic function), yaitu kemampuan menggunakan
sesuatu untuk merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan
Yang menjadi karakteristik pada periode pra-operasional adalah :
I. Egosentrisme, yang dimaksud bukan "selfishness" (egois atau
arogan), namun, merujuk pada ; (1) Differensiasi diri, lingkungan orang
lain yang tidak sempurna; (2) Kecenderungan untuk mempersepsikan,
memahami dan menafsirkan sesuatu berdasarkan sudut pandang
sendiri.
2. Kaku dalam berpikir (Rigridity of thought), contohnya berpikir yang
bersifat memusat (centration), yaitu kecenderungan berpikir alas dasar
satu dimensi dan menolak dimensi yang lain.
3. Semilogical Reasoning, anak-anak mencoba untuk menjelaskan
peristiwa-peristiwa alam yang misterius, yang dialarninya dalam
kehidupan sehari-hari dengan menganalogikannya berdasarkan
tingkah laku manusia (Yusuf, 2000).
3. Perkembangan Emosi
Anak usia empat tahun biasanya sudah mulai menyadari "akunya". Bahwa
akunya (dirinya) berbeda dengan "bukan aku" (orang lain atau benda).
Kesadaran ini diperoleh dari pengalamannya, bahwa ticlak setiap
keinginannya itu berhadapan dengan keinginan orang lain, sehingga
orang lain lidak selamanya memenuhi keinginannya. Bersamaan dengan
2'1
lingkungannya. Jika lingkungannya (terutama orang tua) tidal< mengakui
harga diri anak, seperti memperlakukan anak secara keras atau kurang
menyayanginya, maka pada diri anak akan berkembang sikap-sikap keras
kepala atau menentang.
4. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa pada anak usia pra-sekolah dapat diklasifikasikan
dalam dua tahap :
1. Tahap Pertama (2,0 tahun - 2,6 tahun) dengan ciri-ciri:
1) Anak sud ah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sernpurna
2) Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan
3) Anak banyak menanyakan nama dan tempat
4) Anak sudah banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan
berakhiran
2. Tahap Kedua (2,6 tahun - 6,0 tahun) dengan ciri-ciri :
1) Anak sud ah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak
kalimat
2) Tingkat berpikir sudah lebih maju, dimana anak banyak
28
5. Perkembangan Sosial.
Pada usia pra-sekolah, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas
terhadap kelompok sosialnya (terutama pada usia empat tahun),
perkembangan sosial anal< sudah nampak jelas, karena mereka sudah
mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya, sudah memiliki dasar
tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orangtua, saudara
dan teman sebaya) dan belajar memahami tentang kegiatan atau
perilaku mana yang baik atau buruk.
6. Perkembangan Bermain
Anak usia pra-sekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena
setiap waktunya diisi dengan kegiatan bermain. Yang dimaksud kegiatan
bermain disini adalah suatu kegiatan yang dilakukan dEmgan l<ebebasan
batin untuk memperoleh kesenangan. Menurut Ahmadi, terdapat
beberapa permainan anal<, yaitu sebagai berikut :
I. Permainan fungsi (gerak), seperti meloncat-loncat, bermain tali
dan berlari-larian.
2. Permainan fiksi, seperti main sel<olah-sekolahan,
perang-perangan dan masak-masakan,
3. Permainan reseptif atau apresiatif, seperti mendengarkan cerita
4. Permainan membentuk atau konstruksi, seperti membuat kue
dari tanah liat, membuat kapal-kapalan dari kertas dan
membuat senjata dari pelepah pisang.
5. Permainan prestasi, seperti sepak bola, bola voli dan bola
basket (Yusuf, 2000).
7. Perkembangan Moral
29
Perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam
tingkatan yang rendah, karena perkembangan intelektual anak-anak
belum mencapai titik dimana ia dapat mengetahui manfaat dari peraturan··
peraturan yang ada. Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang
sikap moralitas. la menilai semua perbuatan sebagai benar atau salah
berdasarkan akibatnya dan bukan berdasarkan motiva8i yang
mendasarinya.
8. Perkembangan Kesadaran Beragama
Perkembangan kesadaran beragama menurut Syamsuddin, pada usia
anak pra-sekolah ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
I. Sikap agamanya bersifat reseptif (menerima), meskipun banyak
bertanya.
2. Pandangan ke-Tuhanannya bersifat "anthropormorph"
.\II
3. Penghayatan secara rohaniyah masih superficial (belum mendalam)
meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam kegiatan
ritual.
4. Hal ke-Tuhanan dipahami menurut khayalan pribadinya sesuai dengan
taraf berpikirnya yang masih egosentrik (Yusuf, 2000).
2.2.2 Tugas Perl«embangan Pada Anak Usia Pra··Sekolah
Menurut Havighurts, yang dimaksud dengan tugas perkernbangan adalah
tugas-tugas yang rnuncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari
kehidupan individu, yang jika berhasil akan rnenirnbulkan rasa bahagia dan
akan rnembawa ke arah keberhasilan dalarn melaksanakan tugas-tugas
perkembangan. Akan tetapi kalau gaga!, menimbulkan kesulitan dalam
melaksanakan tugas-tugas berikutnya ( Hurlock, 1993).
Tugas-tugas perkembangan pada masa ini menurut Gunarsa adalah sebagai
berikut :
1) Berjalan
2) Belajar makan makanan padat
3) Belajar berbicara
4) Belajar untuk mengatur dan mengurangi gerak-gerak tubuh yang
tidak perlu
6) Mencapai stabilitas fisiologis
7) Membentuk konsep-konsep sederhana mengenai realitas-realitas
sosial dan fisik
8) Belajar untuk melibatkan diri secara emosional dengan orang tua,
saudara dan orang lain
9) Belajar untuk membedakan mana yang benar dan mana yang
salah
10) Membentuk nurani (Gunarsa, 1997).
2.3
Metode Bercerita
2.3.1 Definisi Bercerita
Menurut Abdul Azis Abdul Majid, cerita merupakan salah satu bentuk sastra
yang bisa dibaca atau hanya didengar, baik oleh orang yang bisa membaca
maupun yang tidak bisa membaca (Majid, 2005).
Sedangkan bercerita adalah kegiatan menyampaikan cerita kepada
pendengar, yang mencakup kondisi pendengar apakah duduk atau berdiri,
tingkat perhatian mereka apakah terpaksa atau kemauan sendiri, tingkat
[image:45.595.35.435.143.476.2]keterpengaruhan cerita terhadap jiwa mereka, sikap respek terhadap
gambaran tokoh dalam cerita dan gambaran jiwa mereka alas pengaruh
cerita.
32
2.3.2 Batasan Terna Dalam Bercerita
Oalam bercerita, kesenangan saja rnernang tidak cukup untuk rnewujudkan
tujuan dari bercerita itu sendiri, tetap harus ada birnbinuan, pengernbangan
dan pengarahan. Hal itu dijadikan dasar untuk rnengetahui sejauh rnana
pengaruh bercerita dalarn perturnbuhan akal dan ernosi anak rnelalui terna
yang beragarn. Pernilihan salah satu jenis terna cerita yang akan
disarnpaikan pada anak harus disesuaikan dengan usia perkernbangan anak
tersebut.
Berikut dijelaskan batasan-batasan terna dalarn bercerita:
1) Terna peristiwa yang dibatasi oleh lingkungan, ditujukan bagi anak
kira-kira usia 3-5 tahun. Pada usia ini, anak biasanya sudah dapat
berjalan, rnenggerakkan ototnya, rnulai rnerniliki l<epekaan rasa yang
rnernbantunya rnernilih lingkungan yang terbatas. Oleh karena itu,
cerita yang sesuai baginya adalah cerita yang tokoh-tokohnya
dikarang, binatang dan turnbuhan atau tokoh-tokoh rnanusia seperti
ibu, ayah dan anak-anak seusianya. Ceritanya harus berupa cerita
pendek yang rnengisahkan peristiwa yang berlangsung cepat dan
rnenakjubkan.
2) Terna irnajinasi bebas, ditujukan pada anak kira-kira usia 5-8 tahun.
33
yang terbatas. la rnulai rnernbayangkan sesuatu yang tidak
diketahuinya, yang tidak ada di lingkungannya. la lalu terbang rnenuju
fantasi yang bebas, seperti rnernbayangkan rnalaikat, bidadari,
raksasa dan orang kerdil.
3) Terna petualangan dan kepahlawanan, ditujukan pada anak usia 8-19
tahun atau lebih. Pada fase ini seorang anal< cenderung rnenyukai
hal-hal yang imajiner-romantic dengan tetap dibatasi oleh kenyataan
sesungguhnya. Melalui kekuatan instingnya, rnereka rnulai rnengenal
perjuangan dan keinginan rnenguasai. Oleh karena itu, harus hati-hati
dalarn rnernilih ide cerita. Sebaiknya cerita berisi rnuatan yang
rnenjadikan pendorong pada hal-hal yang baik dan bertujuan mulia.
4) Terna percintaan, ditujukan pada anak usia 12-18 tahun lebih.
Merupakan rnasa peralihan rnenuju rnasa yang penuh kebirnbangan.
Dari rnasa anak-anak yang penuh ketergantungan rnenjadi pernuda
yang rnandiri karena dorongan pubertas sangat dorninan pada fase ini,
rnaka seorang pernuda akan sangat rnenyukai cerita percintaan. Terna
percintaan yang baik seharusnya menceritakan hubungan yang suci
antara pernuda-pemudi dan pengetahuan tentang pernikahan.
5) Terna keteladanan, ditujukan pada anak usia 18 atau 19 tahun dan
sesudahnya. Pada terna ini seorang pernuda rnemasuki rnasa
kernatangan berpikir dan berrnasyarakal. Biasanya juga sernakin jelas
34
dirinya pandangan yang luas mengenai lingkungan sosialnya dan
segala hal yang berkaitan dengan hidupnya. Oleh karena itu, agak
sulit membatasi bentuk cerita yang memiliki kecenclerungan seperti ini.
Selain pengetahuan, pelajaran, hobi dan kegiatan sosial dalam
kehidupan, lingkungan dan orang yang bersangkutan dengannya, baik
teman maupun individu keluarga ikut mempengaruhi. Mereka memberi
pengaruh karena masing-masing dapat dirujuk sebagai teladan, baik
dalam budi pekerti maupun dalam kehidupan sosialnya.
2.3.3 Metode Bercerita
Metode bercerita menurut Karim, adalah cara penyampaian bahan
pengajaran dalam bentuk penuturan dan penerangan secara lisan oleh guru
terhadap muridnya (Majid, 2005).
Sedangkan menurut Moeslichatoen, metode bercerita merupakan salah satu
pemberian pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita
kepada anak secara lisan (Moeslichatoen, 2004).
Ketika anal< berada pada tahun pertama TK, ia belum mampu membaca
cerita sendiri dengan baik dan benar. Sebagai gantinya, maka tugas gurulah
35
kesabaran, sebuah cerita akan dapat membangkitkan kreativitas, menambah
nilai seni dan anak sebagai pendengar dapat menikmatinya.
Cerita yang dibawakan guru harus menarik dan mengundang perhatian anal<
dan tidal< lepas dari tujuan pendidikan bagi anak TK. Dalam bercerita
biasanya dipermudah oleh adanya media peraga seperti halnya gambar,
bagan, sketsa dan alat bantu lainnya, serta dapat dikemas dengan variasi
seni bermain, bercerita dan bernyanyi, sehingga diharapkan dapat
menggetarkan perasaan anak dan memotivasinya untuk mengikuti cerita itu
sampai tuntas.
Dalam metode bercerita ini, anak dapat mengembangkan :sisi moral dari
cerita yang disampaikan oleh guru. Bercerita yang baik juga akan mendidik
rasa, imajinasi, akhlak dan mengembangkan pengetahuan mereka dengan
mengadopsi dan mengadaptasi tokoh cerita sesuai dengan kepribadiannya
dan menjauhi sikap buruk yang diperankan oleh tokoh tidak baik dalam cerita
tersebut (Majid, 2005).
2.3.4 Manfaat Metode Bercerita Bagi Anak TK
Manfaat metode bercerita dalam kegiatan pengajaran anak: TK mempunyai
I) Untuk menanamkan kejujuran, keberanian, keramahan dan sikap
positif lainnya dalarn kehidupan keluarga, sekolah dan luar sekolah.
36
2) Kegiatan bercerita memberikan pengalaman belajar untuk berlatih
mendengarkan. Melalui mendengarkan, anak memperoleh bermacam
informasi tentang pengetahuan, nilai-nilai moral dan keagamaan yang
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Kegiatan bercerita memungkinkan pengembangan dimensi perasaan
anak.
2.3.5 Macam-Macam Teknik Bercerita
1) Membaca langsung dari buku bercerita
Teknik bercerita dengan membacakan langsung sangat bagus bila
guru mempunyai puisi atau prosa yang sesuai untuk dibacakan untuk
anak TK. Ukuran kebagusan puisi atau prosa itu terutama ditekankan
pada pesan-pesan yang disampaikan yang dapat ditangkap anak.
2) Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku.
Bila cerita yang disampaikan kepada anak terlalu panjang dan terinci
dengan menambahkan ilustrasi gambar dari buku yang dapat menarik
perhatian anak. Mendengarkan cerita tanpa ilustrasi gambar menuntut
pemusatan perhatian yang lebih besar dibandingl<an bila anak
[image:50.595.51.442.144.483.2]mendengarkan cerita dari buku bergambar. Penggunaan ilustrasi
pesan-pesan yang dituturkan, juga untuk mengikat perhatian anak pada
jalannya cerita.
3) Menceritakan dongeng.
Bercerita dongeng merupakan bentuk kesenian yang paling lama.
Dongeng dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan
kebajikan pada anak. Oleh karena itu, seni 、ッョァ・ョQセ@ perlu
dipertahankan dalam kehidupan anak.
4) Bercerita dengan menggunakan papan flanel.
37
Guru dapat membuat papan flanel yang mewakili perwatakan gambar
tokoh-tokoh dalam ceritanya. Gambar tokoh dengan papan flanel itu
disesuaikan dengan tema dan pesan-pesan yang ingin disampaikan
melalui bercerita.
5) Bercerita dengan rnenggunakan media boneka.
Pemilihan bercerita dengan menggunakan boneka akan tergantung
pada usia dan pengalaman anak. Biasanya boneka itu terdiri dari
ayah, ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, nenek, kakek dan bisa
ditambahkan anggota keluarga yang lain. Boneka yang dibuat itu
masing-masing menunjukkan perwatakkan pemegang peran tertentu.
6) Dramatisasi suatu cerita
Guru dalam bercerita memainkan perwatakan tokoh-tokoh dalam
suatu cerita yang disukai anak dan merupakan daya tarik yang bersifat
2.3.6 Rancangan Kegiatan Bercerita bagi anal< TK
I) Menetapkan tujuan dan tema yang akan dipilih untuk kegiatan
bercerita.
38
2) Tujuan pengajaran melalui bercerita ada dua macam, yaitu memberi
informasi atau menanamkan nilai-nilai sosial, moral atau keagamaan.
Setelah menetapkan tema bercerita yang dipilih, maka kemudian
harus mempelajari isi cerita yang akan dituturkan.
3) Menetapkan rancangan bentuk bercerita yang akan dipilih.
Bentuk-bentuk bercerita, antara lain dengan menggunakan ilustrasi gambar,
membaca majalah atau buku, dengan menggunakan papan flanel dan
lain sebagainya.
4) Menetapkan bahan dan alat yang diperlukan untuk kegiatan bercerita.
5) Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita.
6) Dalam memberikan pengalaman belajar melalui penuturan cerita,
terlebih dahulu perlu ditetapkan rancangan Jangkah-langkah yang
harus dilalui dalam bercerita,
Langkah pertama, mengkomunikasikan tujuan dan tema clalam kegiatan
bercerita kepacla anak.
Langkah kedua, mengatur tempat duduk anak. Kemudian mengatur bahan
dan alat yang dipergunakan sebagai alat bantu bercerita sesuai dengan
Langkah ketiga, merupakan pembukaan kegiatan bercerita dengan
menggali pengalaman-pengalaman anak dalam kaitannya dengan tema
bercerita.
Langkah keempat, merupakan pengembangan cerita yang disampaikan.
Langkah kelima, merupakan langkah penutup kegiatan bercerita dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan cerita
(Moeslichatoen, 2004).
2.4 Pengaruh Metode Bercerita Terhadap Pengenalan Emosi
Anal< Usia Pra-Sekolah
39
Selama ini banyak orang yang mengagung-agungkan kecerdasan intelektual
atau yang dikenal dengan IQ sebagai faktor yang berpengaruh terhadap
kesuksesan seseorang. Namun akhir-akhir ini, para ahli sepakat bahwa IQ
bukanlah faktor utama yang menentukan keberhasilan seseorang. Bahkan
dikatakan IQ hanya menyumbang 20 %, sedangkan 80 % sisanya ditentukan
faktor lain yang kemudian dikenal dengan istilah kecerdasan emosi
(Puspitosari, 2005).
Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi berarti memiliki
kecakapan-kecakapan personal yang menjadi ciri personalitas yang kaya dan seimbang.
agar seseorang bisa membangun hubungan dengan baik. Kemampuan ini
bisa dipelajari seumur hidup. Akan tetapi masa yang paling optimal adalah
pada masa kanak-kanak.
Pendidikan emosi anak sejak dini akan membantu anak untuk lebih
mengenal diri sendiri dan perasaannya, mampu mengungkapkan perasaan
orang lain serta dapat mempelajari cara orang lain bereaksi terhadap
perasaannya tersebut.
40
Pada fase perkembangannya, masa kanak-kanak awal (3-6 tahun) adalah
masa dimana anak sudah mulai belajar mengendalikan emosinya,
kemampuan berempatinya pun semakin berkembang dan egosentrisme-nya
berkurang (Mulyadi, 2006).
Menurut Gordon dan Browne, emosi yang berkembang pada anak TK adalah
kemampuan mengenal perasaan, baik kemampuan memb13rikan nama
perasaan maupun menerima perasaan. Dalam perkembangan selanjutnya
bila anak dapat menerima perasaannya, ia akan belajar bagaimana
menggunakan kedalaman perasaan dan tidak mengekspresikannya secara
Masalah yang paling umum dihadapi anak adalah bagaimana
mengekspresikan emosi dengan cara yang dapat lebih diterima oleh orang
lain. Anal< dengan kendali emosi yang baik, dalam hal ini disebut "cerdas
emosi" akan lebih mudah mengatasi berbagai permasalahan hidup dan
meraih keberhasilan dibandingkan mereka yang tidak dapat mengelola
emosinya dengan tepat (Mulyadi, 2006).
41
Untuk mengembangkan emosi anak didiknya, guru dapat menggunakan
metode-metode yang menggerakkan anak untuk mengekspresikan perasaan
yang menyenangkan dan tidak menyenangkan secara verbal dan tepat.
Metode bercerita merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
anak-anak usia pra-sekolah. Cerita yang baik akan memberikan pengaruh yang
positif terhadap perkembangan jiwa anak karena dalam cerita terdapat
nilai-nilai kebaikan untuk penyampaian pesan-pesan moral yan(J berguna untuk
pembentukan watak dan kepribadian anak selanjutnya (Majid, 2005).
Melalui metode bercerita, anak dapat menumpahkan seluruh perasaannya,
seperti marah, takut, sedih, cemas dan gembira. Dalam metode bercerita,
anak juga dapat berfantasi sehingga memungkinkannya untuk menyalurkan
kehidupan nyata ataupun menetralisir berbagai emosi-emosi negatif yang
ada pada dirinya, seperti rasa takut, ma rah dan cemas (Gollman, 2001 ).
42
Buku cerita anak-anak merupakan cara yang baik sekali bagi anak-anak
untuk mempelajari emosi. Kisah-kisah di dalamnya dapat menolong
anak-anak membina kosakata untuk berbicara tentang emosi--ernosi dan
memperjelas berbagai macam cara orang menangani emosi-emosi mereka.
Lewat aneka ekspresi yang ada dalam gambar cerita, anal< dapat pula belajar
mengenal emosi orang lain. Dari situ, anal< bisa menyatakan emosinya
dengan benar dan mengontrolnya. Bila anak dapat menyampaikan emosinya,
maka ia akan lebih mudah berempati pada orang lain (Rahayu, 2006).
Pengenalan emosi pada anak merupakan kesempatan pertama untuk
membentuk unsur-unsur kecerdasan emosi pada tahap-tahap selanjutnya.
Mengenali emosi, baik kemampuan memberikan nama perasaan maupun
menerima perasaan, dapat digunakan untuk belajar membedakan
perasaan-perasaan, sehingga tidak mengekspresikannya secara berlebihan (Goleman,
2003).
Ketika seorang anak mampu mengidentifikasi perasaan, dengan
lebih bail< untuk membedakan perasaan-perasaan itu. Dan hal itu,
merupakan keterampilan emosi yang pokok (Goleman, 2003).
43
Semakin terbuka seorang anak terhadap perasaannya, maka semakin
terampil ia mengenali perasan orang lain. Kemampuan memahami perasaan
orang lain merupakan wujud kemampuan bergaul yang penting, atau yang
sering disebut dengan empati.
Pada tahap perkembangannya, anak-anak mulai berbeda kepekaan terhadap
perasaan orang lain. Yarrow (1991) pad a National Institute of Mental Health
memperlihatkan bahwa sebagian besar perbedaan dalam kepekaan empati
ada kaitannya dengan bagaimana penerapan pembelajaran dan kedisiplinan
pada anal<.
Dengan metode bercerita dapat melatih kemampuan berempati dan belajar
menjadi pendengar yang aktif. Pendengar yang aktif tidak hanya
mengandalkan apa yang ia dengar, tetapi juga harus memperhatikan
ekspresi muka, bahasa tubuh orang yang didengarkannya (Puspitosari,
2006).
Dunia anak yang sesungguhnya adalah dunia bermain, maka potensinya
Dengan bercerita yang baik dapat membangun hubungan emosi yang baik
pada anak, bermain sambil belajar yang dapat memotivasi dan membimbing
anak agar dapat berkembang seoptimal mungkin.
2.5
Kerangka Berpikir
Mendengarkan cerita merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Dengan
duduk bersandar pada kursi maupun seraya berbaring di kasur yang empuk
pada malam hari sebelum tidur atau pada waktu-waktu santai merupakan
kegiatan yang mungkin harus dilalui oleh anak-anak usia pra-sekolah.
Dengan mendengarkan cerita, tanpa sadar seseorang telah merespon
berbagai stimulus yang ada pada cerita tersebut, baik secara kognisi, afeksi,
maupun konasi.
Taman Kanak-Kanak (TK) menjadi salah satu tempat bagi anak-anak untuk
memperoleh pendidikan setelah keluarga dan menjadi dasar bagi pendidikan
selanjutnya. Di tempat ini, anak lebih cepat mendapat pengaruh dan mudah
dibentuk pribadinya. Oleh karena itu, dibutuhkan metode pengajaran yang
tepat untuk menjauhkan anak dari lingkungan yang buruk, baik secara
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode
pra-operasional, yaitu tahapan dimana anal< belum mampu menguasai
operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan perkembangan
representasional (symbolic function), yaitu kemampuan menggunakan
sesuatu untuk merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang Jain dengan
menggunakan simbol (kata-kata, gesture atau bahasa gerak dan benda).
45
Bercerita sebagai metode dapat dijadikan alternatif dalam metode belajar
mengajar untuk anak usia pra-sekolah. Sesuai dengan karakteristik
perkembangan kognitifnya, imajinasi, gaya bahasa juga gambar-gambar
dalam buku cerita dapat digunakan sebagai simbol untuk merepresentasikan
isi cerita sehingga dapat memudahkan penyampaian pesan dalam cerita oleh
anak usia pra-sekolah. Hal tersebut diperkuat oleh Piget (dalam Santrock,
2002), bahwa bila tugas-tugas dibuat menarik dan sederhana, anak-anak
dapat menunjukkan kematangan kognitifnya yang lebih besar.
Buku cerita anak merupakan cara yang baik sekali bagi anak-anak untuk
mempelajari emosi. Menurut Santrock (2002), pada masa kanak-kanak awal,
mereka sudah belajar mengidentifikasi berbagai keadaan emosional.
Perasaan-perasaan seperti marah, malu, empati dan rasa bersalah, bila
sesuai standar baik dan buruk yang nantinya akan memberi landasan bagi
nilai-nilai moral anak.
46
Melalui kisah-kisah juga aneka ekspresi yang ada dalam cHrita, dapat
menolong anak-anak membina kosakata untuk berbicara tentang emosi.
Agar lebih menarik, metode bercerita dapat dikemas dengan bantuan alat
peraga, seperti : gambar, boneka dan gerak tubuh sehingga memungkinkan
anak untuk dapat memusatkan perhatiannya pada isi cerita kemudian
mengekspresikan perasaannya dengan terbuka.
Dengan demikian, mendengarkan cerita merupakan kegiatan yang
mengasyikkan dan sangat digemari anak-anak. Umumnya, anak-anak yang
senang mendengarkan cerita, lebih mudah dalam mengekspresikan
emosinya, sehingga perbendaharaan kata untuk mengenali berbagai macam
emosi, baik emosi yang timbul dalam dirinya maupun ernosi orang lain lebih
Berikut penggambaran kerangka berpikir:
Metode Bercerita
セ@
2.6
Hipotesis
Pengenalan
Emosi
47
Diri
=1
Orang Lain
Ha : Ada pengaruh yang signifikan penggunaan metode bercerita terhadap
pengenalan emosi anak usia pra-sekolah.
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan metode bercerita
·•
BAB Ill
METODOLOGI PENELITl.AN
3.1 Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan dail Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Penelitian ini diawali dengan studi yang bertujuan
untuk mencari teo1·i-teori, konsep-konsep dan generalisasi yang dapat
dijadikan landasan teoritis bagi penelitian ini. Data yang cliperoleh kemudian
dikuantitatifkan dengan metode statistik. Setelah itu, dilakuka11 interpretasi
serta analisis untuk membuat kesimpulan. Jenis penelitian in1 adalah
penelitian eksperimen, sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin
membuktikan hubungan sebab akibat.
3.1.2 Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, rancangan eksperimen yang digunakan adalah
48
Pemilihan kelompok dilakukan secara random. Pengukuran dilakukan
sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) pemberian treatment. Dan skor
yang di1adil<an penghitungan adalah Gain Score, yaitu selisih antara skor
post-test dan pre-test
Tabel 3.1
(Randomized Pre Test-Post Test Control Group Design)