• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya Patriarki Terhadap Partisipasi Politik Perempuan Di Dprd Kabupaten Nias Pada Pemilihan Legislatif Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Budaya Patriarki Terhadap Partisipasi Politik Perempuan Di Dprd Kabupaten Nias Pada Pemilihan Legislatif Tahun 2014"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BUDAYA PATRIARKI TERHADAP PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN DI DPRD KABUPATEN NIAS PADA

PEMILIHAN LEGISLATIF TAHUN 2014

Nota Patrit Karsa Halawa 110906052

Dosen Pembimbing: Adil Arifin, S.Sos, M.A

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NOTA PATRIT KARSA HALAWA (110906052)

PENGARUH BUDAYA PATRIARKI TERHADAP PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN DI DPRD KABUPATEN NIAS PADA PEMILIHAN

LEGISLATIF TAHUN 2014

Rincian isi Skripsi, 120 Halaman,41 Tabel, 8 Gambar, 17 Buku, 2 Undang-undang, 4 dokumen, 3 situs internet.

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan fakta-fakta tentang pengaruh budaya patriarki terhadap partisipasi politik perempuan di DPRD kabupaten nias pada pemilihan legislatif tahun 2014. Penelitian ini di latar belakangi oleh budaya patriarki yang sangat kuat di kabupaten Nias yang tampak dari kehidupan sosial budaya masyarakat nias seperti pada sistem pemargaan atau garis keturunan ayah/laki-laki, pesta adat dan pembagian warisan yang lebih mengutamakan laki-ayah/laki-laki, Hal ini berdampak besar terhadap perkembangan kualitas perempuan Nias terutama dalam bidang politik.

Teori yang digunakan dalam menganalisis budaya tersebut adalah Teori budaya patriarki oleh Mansour Fakih, yang menguraikan dampak budaya patriarki terhadap perempuan. Kemudian teori Partisipasi politik politik oleh Michael Rush dan Philip Althof, Samuel P Huntington dan juan M Nelson, Gabriel A Almond, Max weber Untuk menganalisis lebih jelas alasan seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam politik dan hal-hal yang mempengaruhinya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menngunakan kuesioner dan dokumen dalam pengumpulan data.Dalam kuesioner tersebut “Budaya Patriarki” sebagai variabel X dan “partisipasi politik perempuan” sebagai variabel Y.

Hasil penelitian dan pengolahan data menggunakan software SPSS 22 menunjukan bahwa koefisien korelasi r xy bernilai negatif (-0.841) kuat dan signifikan dengan jumlah sampel 270 orang, hal ini berarti jika adanya peningkatan terhadap budaya patriarki maka akan terjadi penurunan terhadap partisipasi politik perempuan begitupun sebaliknya. Pada pengujian hipotesis

dengan regresi, uji T dan uji F memperlihatkan bahwa nilai sig. 0,000 ≤

0.1.Dengan demikian, Tolak H0 dan terima Ha yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Budaya Patriarki (X) terhadap Partisipasi Politik Perempuan di Kabupaten Nias. Kemudian hasil koefisien

determinananya (r2) adalah 70.7 % budaya patriarki mempengaruhi partisipasi

perempuan sedangkan sisanya, 29.3 % dipengaruhi oleh faktor lain.

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

NOTA PATRIT KARSA HALAWA (110906052)

PENGARUH BUDAYA PATRIARKI TERHADAP PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN DI DPRD KABUPATEN NIAS PADA PEMILIHAN

LEGISLATIF TAHUN 2014

Content 120 pages, 41 tables, 8 Pictures, 17 Books, 2 Constitution, 4 Document, 3 Websites.

ABSTRACT

This research review the facts about the influence of patriarchal culture to women's participation in Nias regency on the legislative elections in 2014. The background of this research because seeinga very strong patriarchal culture in Nias district looks of social and cultural life of society as the system of patrilineal, traditional feast and the inheritance that prefers men, This is a great impact on the development of women's quality of Nias, especially in politics.

The theory used in analyzing the culture is patriarchal culture theory by Mansour Fakih, who described the impact of the culture of patriarchy against women. Then the political theory of political participation by Michael Rush and Philip Althof, Samuel P Huntington and Nelson M Nelson, Gabriel A Almond, Max Weber to analyze more clearly the reasons forsomeone to participate in politics and the things that affect it. The method used in this research is quantitative method with the questionnaire and documents in the collection of data. In the questionnaire "Patriarchal culture" as a variable X and "women's political participation" as a variable Y.

The results of the study with data processing using SPSS 22 software shows that the correlation coefficient r xy is negative (-0841) strong and significant with a sample of 270 people, this means that if an increase of the patriarchal culture, there will be a decline of the political participation of women and vice versa. In regression hypothesis testing, T test and F test showed that the sig. 0.000 ≤ 0.1. Thus, reject H0 and accept Ha who expressed a significant Influencebetween a patriarchal culture variables (X) of the Political Participation of Women in Nias. Then results of coefficient determinant (r2) was 70.7%. it’s mean patriarchal culture affect women's participation and the rest, 29.3% are influenced by other factors.

(4)

Karya Ini Dipersembahkan Untuk

(5)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Budaya Patriarki Terhadap Partisipasi

Politik Perempuan di Dprd Kabupaten Nias Pada Pemilihan Legislatif Tahun

2014. Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan

pendidikan strata satu (S1) pada Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Puji Syukur atas berkat rahmat Allah, yang senantiasa menolong,

menghibur dan memberkati.Sehingga penulis diberikan kesehatan, kemampuan

dan kesempatan untuk menyelesaikan tahap demi tahap dalam pembuatan skripsi

ini.Semoga namamu semakin ditinggikan. Amin

Skripsi ini menjelaskan tentang budaya patriarki yang berkembang dalam

kehidupan masyarakat, serta dampaknya terhadap partisipasi politik perempuan di

kabupaten Nias. Adat istiadat Patrilineal yang sangat kental di nias berdampak

terhadap Subordinasi perempuan,Marginalisasi perempuan,Membentuk Stereotip,

Peran ganda dan melahirkan kekerasan bagi kaum perempuan. Keadaan ini

disebabkan oleh dominasi laki-laki dalam adat Patriarki Nias yang telah

dikonstruksikan, dilembagakan, dan disosialisasikan lewat institusi-institusi

seperti keluarga, sekolah, masyarkat, agama, tempat kerja. Membuat perempuan

tidak mampu bersaing dengan laki-laki dalam politik, peran wanita dalam politik

sangat minim dan terbatas karna tidak ada ruang bagi perempuan dalam adat Nias

untuk menjadi seorang pemimpin. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

demi perbaikan skripsi ini kedepan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh keluarga tercinta,

Ibunda yang selalu mendoakan,menyemangati dan juga memenuhi kebutuhan

selama masa pendidikan, Nenek yang selalu buat tertawa, kak Vian, adek Enos,

epin yang selalu menjadi semangat bagi penulis, dan sahabat-sahabat yang selalu

membantu. Dan yang sangat special untuk Alm.Ayah atas nasehat-nasehat yang

(6)

Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin , M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu. Dra. T Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Adil Arifin S,Sos. M.A selaku Dosen Pembimbing yang telah

mengarahkan, mengkritik dan memberikan saran yang sangat berguna

dalam penulisan skripsi ini.

4. Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

5. Kak Ema, Kak Siti, Pak Burhan yang selalu membantu dalam urusan

administrasi.

6. Seluruh responden di kabupaten Nias, yang rela meluangkan waktunya

untuk mengisi Kuesioner dan diwawancarai.

7. Teman-teman Seperjuangan Ilmu Politik stambuk 2011, “Setiap orang

pasti akan datang dan pergi tetapi kebersamaan kita akan selalu terkenang

dalam sanubari”.

Medan, 8 April 2015

Nota Patrit K Halawa

(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul……… i

Halaman Persetujuan……….. ii

Halaman Pengesahan……….. iii

Abstrak………. iv

Abstract……… v

Lembar Persembahan………. vi

Kata Pengantar……… vii

Daftar Isi………... viii

Daftar Tabel dan Gambar……….. xi

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang………..……… 1

B. Perumusan Masalah……… 9

C. Pembatasan Masalah……… 9

D. Tujuan Penelitian………. 10

E. Manfaat Penelitian……….. 10

F. Kerangka Teori……… 11

F.1 Partisipasi Politik………. 11

F.2 Budaya Politik………. 16

F.3 Feminisme……… 21

G. Hipotesis……….. 26

H. Metode Penelitian……… 27

H.1 Jenis Penelitian……… 28

H.2 Lokasi Penelitian……….. 28

H.3 Populasi dan Sampel……… 28

(8)

H.5 Defenisi Konsep………... 34

H.6 Defenisi Operasional……… 37

H.7 Teknik Pengumpulan Data………... 40

H.8 Pengukuran Variabel Penelitian……….41

I. Teknik Analisa Data……….. 41

I.1 Analisis Tabel Frekuensi……… 42

I.2 Korelasi Product Moment………... 42

I.3 Uji Asumsi Klasik……….. 43

I.4 Analisis Regresi Sederhana……… 44

I.5 Koefisien Determinasi………... 45

I.6 Pengujian Hipotesis………... 45

J. Sistematika Penulisan……….... 46

BAB II Profil Kabupaten Nias,Gambaran Umum Pemilih, Gambaran Umum Dprd dan Budaya Patriarki A. Gambaran Umum Kabupaten Nias ………. 8

B. Gambaran Umum Pemilih pada Pemilihan Legislative 2014……… 54

C. Gambaran Perolehan Suara Partai Politik, Calon legislatif, danPenetapan Anggota Terpilih DPRD Kabupaten Nias.. 56

D. Gambaran Umum DPRD Kabupaten Nias periode 2014 – 2015………... 69

E. Gambaran Budaya Patriarki di Kabupaten Nias……… 76

BAB III Pengaruh Budaya Patriarki Terhadap Partisipasi Politik Perempuan Di Dprd Kabupaten Nias Tahun 2014 A. Analisis Tabel Frekuensi……….. 88

(9)

C. Korelasi Product Moment………... 98

D. Uji Normalitas ……… 101

E. Uji Hipotesis Penelitian……… 104

F. Analisis Teoritis……… 111

BAB IV Penutup A.Kesimpulan……… 16

B.Saran……….. 17

C.Kelemahan………. 19

Daftar Pustaka……….. xvii Daftar Lampiran

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Master Data Variabel X dan Y

(10)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR Daftar Tabel

Tabel 1.1Penentuan jumlah sampel dari populasi ……….. 30

Tabel 1.2 Jumlah Sampel Tiap Kecamatan……… 33

Tabel 1.3 Alur Pemikiran……….. Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin…………. 50

Tabel 2.2Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa……… 51

Tabel 2.3Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan……….. 52

Tabel 2.4Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian…… 53

Tabel.2.5Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama………... 53

Tabel 2.6Daftar Pemilih Tetap/ Kecamatan……… 54

Tabel 2.7Partisipasi Pemilih L dan P………... 55

Tabel 2.8Rekapitulasi Jumlah perolehan Suara Sah Partai Politik….. 56

Tabel 2.9DPRD Terpilih……….…………. 58

Tabel 2.10Partai Nasdem……….……….. 60

Tabel 2.11Partai KebangkitanBangsa……… 60

Tabel2.12Partai Keadilan Sejahtera…….……… 61

Tabel 2.13PDI Perjuangan ……… 62

Tabel 2.14 Partai Golongan Karya……… 63

(11)

Tabel 2.16Partai Demokrat……… 64

Tabel 2.17Partai Amanat Nasional……… 65

Tabel 2.18Partai Persatuan Pembangunan………. 66

Tabel 2.19Partai Hati Nurani Rakyat………. 66

Tabel 2.20Partai Bulan Bintang………. 67

Tabel 2.21Partai Keadilan Dan Persatuan Indonesia………. 68

Tabel 3.1Karakteristik berdasarkan pekerjaan……… 89

Tabel 3.2Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan……… 90

Tabel 3.3Karakteristik Responden Berdasarkan Usia……….. 91

Tabel 3.4Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan…… 91

Tabel 3.5Jawaban Responden Bahwa Seorang Ayah/Laki-Laki yang Berhak Menentukan dan Mengambil Keputusan……… 92

Tabel 3.6Jawaban responden tentang jenis kelamin pemimpin yang disukai.93 Tabel 3.7Jawaban Responden bahwa Anak laki-laki harus berpendidikan tinggidibanding perempuan, karena laki-laki sebagai tulang punggung keluarga………. 94

Tabel 3.8Jawaban responden bahwa Budaya Nias Membuat Peran Laki-Laki Lebih Dominan dari Pada Perempuan……….... 94

(12)

menjadi anggota DPRD………..……… 95

Tabel 3.10Jawaban responden bahwa Perempuan Harus berpartisipasi dalam politik……….……… 96

Tabel 3.11Jawaban responden tentang Calon Legislatif seorang Perempuan………. 97

Tabel 3.12Jawaban responden bahwa Perempuan mempunyai kemampuan memimpin yang sama dengan laki-laki……… 97

Tabel 4.1Koefisien Korelasi Product Moment (r)………. 99

Tabel 4.2 Regresi Linier Sederhana………. 105

Tabel 4.3 Uji SecaraParsial (Uji-t) ………. 107

Tabel 4.4Uji Serempak/Simultan (Uji-F)……… 108

Tabel 4.5Goodness of Fit (R2)………. 110

Daftar Gambar Gambar 1.1 Keterwakilan perempuan di DPR RI 2014-2019……….. ..3

Gambar 1.2 Persentase anggota DPR RI 2014-2019 dari tiap partai politik berdasarkan jenis Kelamin………4

Gambar 1.3 Hierarki Partisipasi Politik………..… 13

Gambar 1.4Bentuk Partisipasi Politik………... 15

Gambar 2.1Peta Wilayah Kabupaten Nias………… ……… 48

(13)

Gambar 4.1 Pegujian Normalitas………. 103

(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NOTA PATRIT KARSA HALAWA (110906052)

PENGARUH BUDAYA PATRIARKI TERHADAP PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN DI DPRD KABUPATEN NIAS PADA PEMILIHAN

LEGISLATIF TAHUN 2014

Rincian isi Skripsi, 120 Halaman,41 Tabel, 8 Gambar, 17 Buku, 2 Undang-undang, 4 dokumen, 3 situs internet.

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan fakta-fakta tentang pengaruh budaya patriarki terhadap partisipasi politik perempuan di DPRD kabupaten nias pada pemilihan legislatif tahun 2014. Penelitian ini di latar belakangi oleh budaya patriarki yang sangat kuat di kabupaten Nias yang tampak dari kehidupan sosial budaya masyarakat nias seperti pada sistem pemargaan atau garis keturunan ayah/laki-laki, pesta adat dan pembagian warisan yang lebih mengutamakan laki-ayah/laki-laki, Hal ini berdampak besar terhadap perkembangan kualitas perempuan Nias terutama dalam bidang politik.

Teori yang digunakan dalam menganalisis budaya tersebut adalah Teori budaya patriarki oleh Mansour Fakih, yang menguraikan dampak budaya patriarki terhadap perempuan. Kemudian teori Partisipasi politik politik oleh Michael Rush dan Philip Althof, Samuel P Huntington dan juan M Nelson, Gabriel A Almond, Max weber Untuk menganalisis lebih jelas alasan seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam politik dan hal-hal yang mempengaruhinya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menngunakan kuesioner dan dokumen dalam pengumpulan data.Dalam kuesioner tersebut “Budaya Patriarki” sebagai variabel X dan “partisipasi politik perempuan” sebagai variabel Y.

Hasil penelitian dan pengolahan data menggunakan software SPSS 22 menunjukan bahwa koefisien korelasi r xy bernilai negatif (-0.841) kuat dan signifikan dengan jumlah sampel 270 orang, hal ini berarti jika adanya peningkatan terhadap budaya patriarki maka akan terjadi penurunan terhadap partisipasi politik perempuan begitupun sebaliknya. Pada pengujian hipotesis

dengan regresi, uji T dan uji F memperlihatkan bahwa nilai sig. 0,000 ≤

0.1.Dengan demikian, Tolak H0 dan terima Ha yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Budaya Patriarki (X) terhadap Partisipasi Politik Perempuan di Kabupaten Nias. Kemudian hasil koefisien

determinananya (r2) adalah 70.7 % budaya patriarki mempengaruhi partisipasi

perempuan sedangkan sisanya, 29.3 % dipengaruhi oleh faktor lain.

(15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

NOTA PATRIT KARSA HALAWA (110906052)

PENGARUH BUDAYA PATRIARKI TERHADAP PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN DI DPRD KABUPATEN NIAS PADA PEMILIHAN

LEGISLATIF TAHUN 2014

Content 120 pages, 41 tables, 8 Pictures, 17 Books, 2 Constitution, 4 Document, 3 Websites.

ABSTRACT

This research review the facts about the influence of patriarchal culture to women's participation in Nias regency on the legislative elections in 2014. The background of this research because seeinga very strong patriarchal culture in Nias district looks of social and cultural life of society as the system of patrilineal, traditional feast and the inheritance that prefers men, This is a great impact on the development of women's quality of Nias, especially in politics.

The theory used in analyzing the culture is patriarchal culture theory by Mansour Fakih, who described the impact of the culture of patriarchy against women. Then the political theory of political participation by Michael Rush and Philip Althof, Samuel P Huntington and Nelson M Nelson, Gabriel A Almond, Max Weber to analyze more clearly the reasons forsomeone to participate in politics and the things that affect it. The method used in this research is quantitative method with the questionnaire and documents in the collection of data. In the questionnaire "Patriarchal culture" as a variable X and "women's political participation" as a variable Y.

The results of the study with data processing using SPSS 22 software shows that the correlation coefficient r xy is negative (-0841) strong and significant with a sample of 270 people, this means that if an increase of the patriarchal culture, there will be a decline of the political participation of women and vice versa. In regression hypothesis testing, T test and F test showed that the sig. 0.000 ≤ 0.1. Thus, reject H0 and accept Ha who expressed a significant Influencebetween a patriarchal culture variables (X) of the Political Participation of Women in Nias. Then results of coefficient determinant (r2) was 70.7%. it’s mean patriarchal culture affect women's participation and the rest, 29.3% are influenced by other factors.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budaya patriarki yang mengakar dan sistem politik yang didominasi oleh

laki-laki memiliki dampak negatif yang besar bagi upaya perempuan untuk

mendapatkan hak dalam partisipasi politiknya.Hubungan patriarki tidak hanya

terjadi dalam lingkup kekerabatan saja, tetapi juga dalam semua aspek kehidupan

manusia seperti ekonomi, politik, sosial, dan keagamaan, bahkan

seksualitas.Akibatnya, kaum perempuan selalu berada di bawah kuasa kaum

laki-laki dalam pembuatan keputusan publik.

Setiap kekuasaan dalam masyarakat yang menganut sistem patriarki

dikontrol oleh laki-laki.Perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh dalam

masyarakat atau bisa dikatakan tidak memiliki hak pada wilayah-wilayah umum

dalam masyarakat.Mereka secara ekonomi, sosial, politik, dan psikologi

tergantung pada laki-laki, khususnya dalam institusi pernikahan.Sehingga dalam

keluarga maupun masyarakat perempuan diletakkan pada posisi subordinat atau

inferior.Budaya patriarki memosisikan perempuan pada peran-peran domestik

seperti peran pengasuhan, pendidik, dan penjaga moral.Sementara itu, peran

laki-laki sebagai kepala rumah tangga, pengambil keputusan, dan pencari nafkah.Dari

berbagai peran yang dilekatkan pada perempuan tersebut membuat mereka

(17)

dunia laki-laki.Apabila perempuan masuk kepanggung politik kerap dianggap

sesuatu yang kurang lazim atau tidak pantas bahkan arena politik dianggap dunia

yang keras, sarat dengan persaingan bahkan terkesan sangat ambisius.1

Bila dicermati kancah perpolitikan perempuan di Indonesia dari segi

keterwakilan perempuan baik di tataran eksekutif, yudikatif, maupun legislatif

sebagai badan yang memegang peranan kunci menetapkan kebijakan publik,

pengambil keputusan, dan penyusun berbagai piranti hukum, perempuan masih

jauh tertinggal bila dibandingkan dengan laki-laki.Sejak reformasi tahun 1999,

jumlah anggota dewan perempuan sebenarnya mengalami peningkatan. Pada

tahun 1999 hanya 9,2% kursi DPR RI yang diduduki perempuan. Tahun 2004

jumlahnya meningkat menjadi 11,81%. Pada tahun 2009 jumlahnya kembali

meningkat menjadi 18%. Lalu pada tahun 2014 justru turun menjadi 17,32%.2

1

Romany Sihite. 2007. Perempuan, Kesetaraan, keadilan : Suatu Tinjauan Berwawasan Gender. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. hal.158.

Namun peningkatan dari tahun 1999 sampai pada tahun 2014 tidaklah signifikan

Peran dan keterwakilan perempuan dalam proses pembuatan kebijakan publik

selama ini masih dirasa kurang. Untuk itu dilakukan berbagai upaya untuk

mendorong peran dan keterwakilan perempuan melalui penerapan kuota minimal

30% bagi perempuan di parlemen. Agar tujuan tersebut tercapai, dibuatlah UU

No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu.Yaitu Pasal 8 ayat 2 e “ menyertakan

sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan padakepengurusan

2

Dina Martiany, SH, MSi. 2014.Signifikasi Representasi Perempuan di Parlemen Indonesia

(18)

partai politik tingkat pusat” Kemudian Pasal 55 “Daftar bakal calon sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 53 memuat paling sedikit 30% (tiga puluh

persen)keterwakilan perempuan.”3Namun Jika kita lihat pada pemilihan umum

legislatif terakhir pada 09 April 2014 hasilnya masih belum menunjukan

perubahan yang signifikan. Bahkan tidak mencapai kuota 30% sebagaimana

tercermin pada Gambar 1.1 dan 1.2 dibawah ini.

Gambar 1.1

Komposisi Anggota DPR RI 2014-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin4

Dari tabel tersebut, PDI-P menjadi partai yang paling banyak

menempatkan anggota dewan perempuan dengan jumlah 21 orang.Sementara

yang paling sedikit adalah PKS hanya memiliki satu orang anggota dewan

perempuan.

3

Undang-undang No. 8 Tahun 2012 pasal 8 dan 53.

(19)

Gambar 1.2

Persentase Anggota DPR RI 2014-2019 dari Tiap Partai Politik Berdasarkan Jenis Kelamin.5

Gambaran partisipasi politik perempuan diatas memperlihatkan bahwa

secara formal adanya minoritas yang cukup besar untuk perempuan berpatisipasi

aktif dalam politik yang legal.Menurut Harmona daulaybila di telusurikendala

yang dapat dijelaskan dari kondisi ini adalahPertama, sistem negara yang

patriarki. Kedua, Sistem politik yang sangat patriarkhis dan sangat identik dengan

nilai maskulin.Ketiga, Berlanjut pada partai politik yang hanya melihat

Tabel di atas menunjukkan, bahwa tidak ada satu pun partai politik yang

memenuhi kuota keterwakilan perempuan sebesar 30% di parlemen seperti yang

diharapkan (menyentuh garis biru) atau mencapai 30%. Yang paling tinggi adalah

PPP dengan 25,6% kursi, lalu diikuti dengan Partai Demokrat dan PKB dengan

21,3% kursi. Sedangkan yang paling rendah adalah PKS dengan hanya 2,5%

kursi.

5

(20)

perempuan sebagai pengumbul suara.Keempat, Sistem sosial budaya yang sangat

seksis, misalnya perempuan tertinggal dalam pendidikan, lemahnya persiapan

mental untuk berkompetisi, diskriminasi, stereotip sosial dan marginalisasi di

partai dan institusi lainnya.6

Perempuan harus sadar bahwa ketika mereka tidak peduli kepada politik

mereka telah menggantungkan hidup mereka pada keputusan Negara yang sangat

bias gender karena diputuskan total oleh laki-laki atau oleh perempuan yang

belum sensitif gender. Eksistensi politik terwujud dalam aspek kehidupan bersama

pada tingkat lokal dan kepekaan terhadap masalah yang ada.Asumsi pentingnya

perempuan berpatisipasi dalam politik maka kaum perempuan sendiri memang Undang-undangpemilu yang disahkan tentang kuota 30% perempuan telah

memberikan pencerahan terhadap partisipasi politik perempuan dalam legislatif.

Namun kerja keras dalam mendongkrat kualitas perempuan untuk tampil di

politik,untuk bisa mempunyai posisi tawar yang seimbang dengan partai serta

untuk merubah paradigma politik Indonesia yang syarat dengan ukuran laki-laki

bukanlah pekerjaan yang sederhana. Kuota yang diberikan bukan menjadi sisi

yang membuat politisi laki-laki terpaksa memberikan ruang untuk perempuan atau

disiasati dengan memilih perempuan yang gampang diatur dan tetap pada isu

mengangkat perempuan karena unsur kasihan dan unsur kuantitas yang besar yang

wajib didengar aspirasinya sebagai pengumpul suara.

6

(21)

harus berjuang untuk bisa melawan pada kondisi, sistem sosial masyarakat, sistem

politik, sistem negara dan partai politik yang sangat kental nilai

patriarki.7

Ada beberapa alasan yang penting bagi perempuan untuk berpatisipasi

dalam politik, yaitu :Pertama, Perempuan memiliki pengalaman khusus yang

dipahami dan dirasakan oleh perempuan. Seperti isu diskriminasi, marginalisasi,

kesehatan reproduksi, isu kekerasan dalam rumah tangga, isu kekerasan seksual

dan lain-lain.Kedua, Partisipasi perempuan diharapkan bisa mencegah kondisi

yang tidak menguntungkan perempuan dalam mengatasi permasalahan stereotip

terhadap perempuan, diskriminasi dibidang hukum, kehidupan sosial dan

kerja,marginalisasi di dunia karier dan eksploitasi yang terjadi pada

perempuan.Ketiga, Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan politik

dapat berpengaruh pada pengambilan keputusan politik yang mengutamakan

perdamaian.

Partisipasi perempuan dalam politik secara aktif, menyumbangkan

pemikiran sampai kepada kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan politik

sangatlah diperlukan.

8

Kabupaten Nias merupakan salah satu daerah yang sangat kental dengan

kehidupan budaya yang patriarki. Dalam adat Nias, terikat kuatoleh adanya

sistem kekerabatan yang seringdisebut dengan marga.Marga adalah sebuahsilsilah

keluarga yang menjadi identitas suku Nias sejak lahir. Dalam suatu keluargasetiap

7

Ibid. hal.31-32. 8

(22)

anak akan mengikuti marga dari ayahyang diperoleh sang ayah dari

leluhur-leluhursebelumnya.Marga merupakan identitas penting bagi masyarakat

Nias.Dengan adanya marga maka suku Nias dapatmengetahui hubungan

kekerabatan dan statuskekerabatan mereka.Hal inilah yang menjadiawal

pembentukan budaya patriarki dalamsuku Nias.Dimulai dari pengambilan garis

keturunan ayah atau marga ayah yang akan menjadi marga anak, pembagian harta

dan sampai pada adat istiadat pernikahan.

Contoh lainya Budaya patriarki Nias adalah membuat semua pesta yang

dilaksanakan selalu dalam konteks kebutuhan kaum laki-laki.Puncak dari semua

pesta yang harus ditunaikan oleh laki-laki Nias adalah Owasa, pesta

terbesarnya.Meskipun pelakunya harus menanggung resiko ekonomi yang serius,

demi harga diri pesta itu harus ditunaikan. Dampak sosial pelaksanaan Owasa

tersebut sangat berdampak pada pelapisan sosial seorang laki-laki yang akan

menikah.Oleh karena itu peran dominasi laki-laki sangat tampak dan didukung

oleh budaya patriarki masyarakat yang semakin membuat peran perempuan

menjadi minoritas dan terkurung dalam peran domestik, mengurus anak dan

dapur.Urusan politik, hubungan dengan masyarakat diserahkan kepada laki-laki.

Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum tentang penetapan

nama-nama anggota DPRD terpilih untuk periode 2014-2019, terdapat 25 anggota

DPRD yang lolos sebagai pemenang pada pemilihan umum legislatif pada 9 april

(23)

medapatkan kursi, tidak seorang pun yang mewakili kaum perempuan semuanya

di dominasi laki-laki atau dengan kata lain 100% anggota DPRD terpilih

kabupaten nias adalah laki-laki. Tidak jauh berbeda pada pemilihan umum tahun

2009 silam yang hasilnya hanya 2 orang perempuan yang berhasil duduk di kursi

legislatif dari 40 orang yang lolos menjadi anggota dewan. Hal ini menunjukan

bahwa minoritas kaum perempuan di DPRD kabupaten Nias tidak hanya terjadi

pada pemilihan umum tahun 2014 melainkan juga pada pemilihan umum tahun

2009 silam. Padahal Jika dibandingkan berdasarkan berita acara Nomor

156/BA/VI/2014 tentang rekapitulasi daftar pemilih tetap (DPT) di kabupaten nias

maka di peroleh hasil DPT perempuan di kabupaten nias sebanyak 47.222 dan

DPT laki-laki adalah 42.759 yang tersebar dalam 10 kecamatan.9

9

KPU Kabupaten Nias.2014. Berita Acara nomor 156/BA/VI/2014 Tentang Rapat pleno rekapitulasi

penentapan daftar pemilih tetap (DPT) 2014.

Dari data

tersebut menunjukan bahwa pemilih perempuan di kabupaten nias sebenarnya

lebih banyak dari pada pemilih laki-laki, namun ironisnya tidak satupun dari calon

legislatif perempuan yang berhasil mendapatkan kursi di DPRD Kabupaten

Nias.Dengan pemilih perempuan yang lebih dominan dari laki-laki seyogianya

sudah mampu untuk menempatkan wakil-wakil perempuan untuk duduk dalam

jajaran pembuat keputusan atau anggota legislatif.Hal inilah yang menjadi

ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian tentang pengaruh budaya

(24)

terhadap partisipasi politik perempuan di DPRD kabupaten Nias pada pemilihan

umum legislatif tahun 2014.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan secara tersurat

pertanyaan-pertanyaan penelitian yang perlu dijawab dan dicarikan jalan

pemecahannya dan perumusan masalah merupakan konteks dari penelitian dimana

memberikan arah terhadap penelitian yang dilakukan.Berdasarkan pemaparan

pada bagian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini yaitu, Bagaimana pengaruh budaya patriarki di kabupaten Nias

terhadap partisipasi politik perempuan di DPRD kabupaten Nias pada pemilihan

umum tahun 2014?

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam

batasan penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk

mengidentifikasi faktor mana saja yang tidak termasuk kedalam ruang penelitian

tersebut.Maka untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan

tujuan menghasilkan uraian yang sistematis diperlukan adanya batasan masalah.

Adapun masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Budaya patriarki yang berkembang dalam hubungan

(25)

2. Bagaimana Pengaruh Budaya patriarki terhadap Partisipasi Politik perempuan

di DPRD kabupaten nias pada pemilihan legislatif tahun 2014?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengeksplorasi budaya patriarki yang berkembang dalam

kehidupan bermasyarakat di kabupaten nias.

2. Untuk menganalisis pengaruh budaya patriarki terhadap partisipasi politik

perempuan di DPRD kabupaten Nias pada pemilihan legislatif tahun 2014

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

• Secara Teoritis, Penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang dapat

memberikan kontribusi pemikiran mengenai pengaruh budaya terhadap

partisipasi politik.

• Secara Lembaga, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam kajian tentang

pengaruh budaya patriarki terhadap partisipasi politik perempuan di DPRD

kabupaten Nias. Serta dapat menjadi referensi bagi departemen Ilmu

(26)

• Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu membantu masyarakat

kabupaten Niassecara khusus dalam memahami pengaruh budaya patriarki

terhadap keterwakilan politik perempuan.

F. Kerangka Teori

Dalam sebuah penelitian, teori-teori merupakan alat atau “tool”untuk

menjelaskan fenomena yang akan diteliti. Teori-teori yang digunakan harus

mampu untuk menjelaskan gejala-gejala yang terjadi dalam sebuah peristiwa

dalam hal ini adalah peristiwa politik. Menurut Miriam Budiardjo, teori adalah

bahasan dan renungan atas tujuan kegiatan, cara-cara mencapai tujuan,

kemungkinan-kemungkinan atau prediksi dan kewajiban yang diakibatkan oleh

tujuan.10

Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk

ikut secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin

negara dan secara langsung atau tak langsung mempengaruhi kebijakan

pemerintah (Public Policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberi

suara dalam pemelihan umum, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (

contacting) atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen,

menjadi anggota partai atau salah satu gerakan sosial dengan direct actionnya, dan

sebagainya.

F.1Partisipasi Politik

11

10

Miriam Budiardjo. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka. Hal. 30. 11

Ibid. hal. 367.

(27)

keterlibatan secara aktif (the active angagement) dari individu atau kelompok ke

dalam proses pemerintahan. Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses

pengambilan keputusan maupun berlaku oposisi terhadap pemerintahan. 12

• Partisipasi aktif, yaitu partisipasi yang berorientasi pada proses input dan

output. Artinya setiap orang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan

kepada pemerintah tinggi. Warga negara secara aktif mengajukan usul

mengenai kebijakan publik, mengajukan alternatif kebijakan publik yang

berlainan dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan

untuk meluruskan kebijakan umum, memilih pemimpin pemerintah dan

lain-lain.

F.1.1 Bentuk-bentuk Partisipasi Politik

Secara umum bentuk-bentuk partisipasi sebagai kegiatan dibedakan sebagai

berikut :

• Partisipasi pasif, yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada output,

dalam arti hanya mentaati peraturan pemerintah, menerima dan

melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.

• Golongan putih (golput) atau kelompok apatis, karena menganggap sistem

politik yang ada telah menyimpang dari apa yang di cita-citakan.

Michael Rush dan Philip Althoffmengidentifikasi bentuk-bentuk

partisipasi politik sebagai suatu tipologi politik. Hirarki tertinggi dari partisipasi

politik menurut Rush dan Althoff adalah menduduki jabatan politik atau

12

(28)

administratif. Sedangkan hierarki yang terendah dari suatu partisipasi politik

adalah orang yang apati secara total, yaitu orang yang tidak melakukan aktivitas

politik apapun secara total. Semakin tinggi hierarki partisipasi politik maka

semakin kecil kuantitas dari keterlibatan orang-orang, seperti yang diperlihatkan

oleh Bagan Hierarki Partisipasi Politik, dimana garis vertikal segitiga

menunjukkan hierarki, sedangkan garis horizontalnya menunjukkan kuantitas dari

keterlibatan orang-orang.13

Menduduki jabatan politik atau administrasi.

Bentuk dan hierarki partisipasi politik itu sendiri dalam kerangka konsep Rush dan Althoff, secara berturut-turut adalah:

Gambar 1.3 Hierarki Partisipasi Politik

Mencari jabatan politik atau administrasi,

Keanggotaan aktif suatu organisasi politik

Keanggotaan pasif suatu organisasi politik,

Keanggotaan aktif suatu organisasi semu

politik(quasi political),

Keanggotaan pasif suatu organisasi semu

politik (quasi political),

Partisipasi dalam rapat umum

Ikut serta dalam diskusi politik informal minat

umum dalam politik

Voting (pemberian suara),

Apati total

Sumber : Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media. hal. 185.

13

(29)

Samuel P.Huntington dan Juan M.Nelsonjuga menemukan bentuk-bentuk

partisipasi politik yang berbeda. Adapun bentuk-bentuk partisipasi politik

meliputi :

• Kegiatan Pemillihan, mencakup suara, juga sumbangan-sumbangan untuk

kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi

seoranng calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil

proses pemilihan.

• Lobbying, mencakup upaya perorangan atau kelompok untuk

menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik

dengan maksud mempengaruhi keputusan politik mereka mengenai

persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang.

• Kegiatan organisasi menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat

dalam suatu organisasi yang tujuannya yang utama adalah mempengaruhi

pengambilan keputusan pemerintah.

• Mencari koneksi, merupakan tindakan peorangan yang ditujukan terhadap

pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh

manfaat bagi hanya satu atau segelintir orang.

• Tindak kekerasan, merupakan upaya untuk mempengaruhi pengambilan

keputusan pemerintah dengan jalan menimbukan kerugian fisik terhadap

orang-orang atau harta benda14

14

(30)

Gabriel A. Almondjugamembedakan partisipasi atas dua bentuk,

yaitu :

• Partisipasi Politik konvensional, yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang

“normal“ dalam demokrasi modern.

• Partisipasi politik nonkonvensional, yaitu suatu bentuk partisipasi politik

yang tidak lazim dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat berupa

kegiatan illegal, penuh kekerasan dan revolusioner.15

Adapun rincian dari pandangan Almond tentang dua bentuk partisipasi

[image:30.595.111.514.437.662.2]

dapat dilihat pada Gambar 1.4berikut :

Gambar 1.4

Bentuk Partisipasi Politik

Kovensional Tradisional

• Pemungutan suara

• Diskusi Politik

• Kegiatan Kampanye

• Membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan

• Komunikasi Individual dengan pejabat politik dan administratif

• Pengajuan Petisi

• Demonstrasi

• Konfrontasi

• Mogok

• Tindak kekerasan politik terhadap benda (Perusakan,Pembakaran)

• Tindak kekerasan Politik terhadap Manusia(Penculikan, Pembunuhan

• Perang Gerilya dan Revolusi

Sumber : Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media. hal.189

15

(31)

F.1.2 Alasan Partisipasi Politik

Menurut Max weber terdapat empat alasan mengapa masyarakat ikut berpatisipasi

politik yaitu:

• Alasan Rasional nilai, yaitu alasan yang didasarkan atas penerimaan secara

rasional akan nilai-nilai suatu kelompok.

• Alasan emosional afektif, yaitu alasan yang didasarkan atas kebencian atau

sukacita terhadap suatu ide,organisasi, partai atau individu.

• Alasan tradisional, yaitu alasan yang yang didasarkan atas penerimaan

norma tingkah laku individu atau tradisi tertentu dari suatu kelompok

sosial. Pada kelompok tertentu tradisi dijunjung tinggi, misalnya kaum

laki-laki yang hanya dibolehkan aktif diranah publik,sedangkan

perempuan diharapkan lebih mendominasi ranah domestik, sehingga

mempengaruhi pola partisipasi politik mereka.

• Alasan rasional instrumental, yaitu alasan yang didasarkan atas kalkulasi

untung rugi secara ekonomi. 16

F.2 Budaya Politik

Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu.17

16

Op.cit. hal 193-198. 17

Gabriel A. Almond & Sidney Verba. 1990. Budaya Politik. Jakarta: Bumi Aksara hal. 16.

(32)

sistem politik serta keterikatanya. Dalam hal ini, budaya politik terlihat dari bagaimana sikap individu terhadap sistem politik dan bagaimana pula sikapnya terhadap individu didalam sistem politik.Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen obyek politik sebagai berikut.

Orientasi kognitif : yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan

pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.Orientasi afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan pe-nampilannya.Orientasi evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan. Objek Orientasi Politik dapat digolongkan dalam beberapa unsur. Pertama, adalah sistem politik secara umum. Kedua, adalah pribadi sebagai aktor politik yang meliputi dan kualitas, norma-norma kewajiban politik seseorang, serta isi dan kualitas kemampuan diri setiap orang dalam berhadapan dengan sistem politik.Ketiga, adalah Peranan atau struktur khusus seperti badan legislatif, eksekutif atau birokrasi yudikatif. Kemudian Pemegang jabatan dan kebijakan timbal balik yang dapat diklasifikasikan dalam proses atau input politik dan proses administratif atau output politik.18

18

(33)

F.2.1 TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK

F 2.1.1 Budaya Politik Parokial

Budaya Politik parokialmerupakan tipe budaya politik yang paling rendah, yang didalamnya masyarakat bahkan tidak merasakan bahwa mereka adalah warga negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Tidak terdapat kebanggaan terhadap sistem politik tersebut. Mereka tidak memiliki perhatian terhadap apa yang terjadi dalam sistem politik, pengetahuannya sedikit tentang sistem politik, dan jarang membicarakan masalah-masalah politik.Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika berhadapan dengan institusi-institusi politik. Oleh karena itu terdapat kesulitan untuk mencoba membangun demokrasi dalam budaya politik parokial, hanya bisa bila terdapat institusi-institusi dan perasaan kewarganegaraan baru. Budaya politik ini bisa dtemukan dalam masyarakat suku-suku di negara-negara belum maju, seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.

F.2.1.2 Budaya Politik Subjek

(34)

berita-berita politik, tetapi tidak bangga terhadap sistem politik negaranya dan perasaan komitmen emosionalnya kecil terhadap negara. Mereka akan merasa tidak nyaman bila membicarakan masalah-masalah politik.

Demokrasi sulit untuk berkembang dalam masyarakat dengan budaya politik subyek, karena masing-masing warga negaranya tidak aktif. Perasaan berpengaruh terhadap proses politik muncul bila mereka telah melakukan kontak dengan pejabat lokal. Selain itu mereka juga memiliki kompetensi politik dan keberdayaan politik yang rendah, sehingga sangat sukar untuk mengharapkan artisipasi politik yang tinggi, agar terciptanya mekanisme kontrol terhadap berjalannya sistem politik.

F.2.1.3 Budaya Politik Partisipan

Masyarakat dalam budaya politik partisipanmengerti bahwa mereka berstatus warga negara dan memberikan perhatian terhadap sistem politik. Mereka memiliki kebanggaan terhadap sistem politik dan memiliki kemauan untuk mendiskusikan hal tersebut. Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan publik dalam beberapa tingkatan dan memiliki kemauan untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok-kelompok protes bila terdapat praktik-praktik pemerintahan yang tidak fair.

(35)

karena mereka merasa memiliki setidaknya kekuatan politik yang ditunjukan oleh warga negara. Oleh karena itu mereka merasa perlu untuk terlibat dalam proses pemilu dan mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Selain itu warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam masyarakat secara sukarela, karena adanya saling percaya (trust) antar warga negara. Oleh karena itu dalam konteks politik, tipe budaya ini merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik.19

a. Budaya politik subyek-parokial (the parochial- subject culture)

Namun dalam kenyataan tidak ada satupun negara yang memiliki budaya politik murni partisipan, pariokal atau subyek. Melainkan terdapat variasi campuran di antara ketiga tipe-tipe tersebut, ketiganya menurut Almond dan Verba tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik, yaitu

Tipe budaya politik ini sebagian besar penduduknya menolak tuntutan-tuntutan ekslusif (khusus) masyarakat kesukuan atau desa atau otoritas feodal dan telah mengembangkan kesetiaan terhadap sistem politik yang kompleks dengan struktur-struktur pemerintahan pusat yang bersifat khusus.Budaya ini merupakan peralihan dari budaya Parokial menuju budaya Subyek.

b. Budaya politik subyek-partisipan (the subject-participant culture)

Tipe budaya ini sebagian besar penduduk telah memperoleh orientasi-orientasi input yang bersifat khusus dari serangkaian orientasi-orientasi sebagai seorang aktivis, sementara itu penduduk lainnya terus diorientasikan kea rah suatu struktur pemerintahan otoritarian dan secara relatif memiliki orientasi pribadi yang pasif.

19

(36)

c. Budaya politik parokial-partisipan (the parochial-participant culture)

Tipe budaya ini banyak terdapat pada negara-negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan politik. Disejumlah negara ini pada umumnya buday politik yang dominan adalah budaya parokial. Norma-norma struktural yang diperkenalkan biasanya bersifat partisipan, dan demi keselarasan mereka menuntut suatu budaya partisipan Persoalan yang muncul adalah sering kali terjadi ketimpangan antara struktur yang yang menghendaki sifat partisipan dengan budaya alamiah yang masih bersifat parokial. Oleh karena itu satu hal yang harus ditanggulangi adalah upaya mengembangkan orientasi input dan output secara perlahan sehingga tidak mengherankan jika sistem politik ini berjalan tidak stabil, yang suatu ketika kearah otoritarian, namun saat yang lain ke arah demokrasi.20

Aliran Fungsional struktural atau sering disebut aliran Fungsionalisme,

adalah mazhab arus utama (mainstream) dalam ilmu sosial yang dikembangkan

oleh Rober Merton dan Talcott Parsons. Teori ini memang tidak secara langsung

menyinggung kaum perempuan.Namun keyakinan mereka bahwa masyarakat

adalah suatu sistem yang terdiri atas bagian dan saling berkaitan (Agama,

pendidikan, struktur politik sampai keluarga) dan masing-masing bagian secara

terus menerus mencari keseimbangan.(equilibrium) dan harmoni dalam

F.3 Teori Feminisme

F.3.1 Paradigma Fungsionalisme dalam Feminisme

20

(37)

menjelaskan posisi mereka tentang kaum perempuan. Interelasi itu terjadi karena

konsensus. Pola yang nonnormatif dianggap akan melahirkan gejolak. Jika hal

tersebut terjadi, maka masing-masing bagian berusaha secepatnya menyesuaikan

diri untuk mencapai keseimbangan kembali.Bagi penganut teori ini masyarakat

berubah secara evolusioner.Konflik dalam suatu masyarakat dilihat sebagai tidak

berfungsinya integrasi sosial dan keseimbangan.Oleh karena itu harmoni dan

integrasi dipandang sebagai fungsional bernilai tinggi dan harus ditegakan

sedangkan konflik harus dihindarkan.Teori ini menolak setiap usaha yang

menggoncangkan status quo, termasuk berkenan dengan hubungan antara laki-laki

dan perempuan dalam masyarakat.Pengaruh fungsionalisme ini dapat kita lihat

pada pemikiran Feminisme Liberal.

Feminisme Liberalis

Feminisme Liberal. Dalam lingkup sosial, kebebasan (freedom) dan

kesamaan (equlity) berakar dari rasionlitas dan pemisahan antara

dunia privat dan public yang didalamnya ada hak perempuan dan laki-laki

sehingga sisi pembedaan tidak ada. Perempuan pun adalah makhluk rasional,

maka kalaupun perempuan terbelakang atau tertinggal, feminisme liberal

beranggapan bahwa hal itu disebabkan kaum perempuan sendiri.Pemecahannya

adalah menyiapkan kaum perempuan agar bisa bersaing dalam situasi dunia yang

penuh dengan persaingan bebas.Sebagian usaha ini dapat dilihat dari

pembangunan (Women in Development) dengan menyediakan “program

(38)

keterampilan “serta” kebijakan yang dapat meningkatkan kaum perempuan

sehingga mampu berpartisipasi dalam pembangunan.

F.2.2 Paradigma Konflik dalam Feminisme

Paradigma konflik percaya bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki

kepentingan (interest) dan kekuasaan ( power) yang adalah pusat dari setiap

hubungan sosial termasuk hubungan kaum laki-laki dan perempuan. Yang

termasuk dalam paradigm konflik yaitu:

Feminisme Radikal

Munculnya aliran ini dilatarbelakangi oleh adanya kultur diskriminasi

sosial berdasarkan jenis kelamin di barat pada tahun 60-an.Penganut aliran ini

muncul sebagai bentuk perlawanan atas kekerasan seksual dan pornografi yang

terjadi pada waktu itu21

Sejumlah penganut feminis radikal, menyebutkan ada dua sistem kelas

sosial: pertama, sistem kelas ekonomi didasarkan pada hubungan produksi,

kedua, Sistem kelas seks yang didasarkan pada hubungan reproduksi. Sistem

kelas seks dianggap menyebabkan penindasan terhadap perempuan.Konsep

patriarki menunjuk pada kekuasaan atas kaum perempuan oleh kaum laki-laki,

yang didasarkan pada pemilikan dan control laki-laki atas kapasitas reproduksi

perempuan.Para penganut feminism radikal tidak melihat adanya perbedaan atara

tujuan personal dan politik, unsur-unsur sosial atau biologis, sehingga dalam .

21

(39)

melakukan analisis tentang penyebab penindasan terhadap kaum perempuan oleh

laki-laki, akar permasalahannya pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta

ideology patriarkinya.Berasal dari pemahaman ini, aliran feminism menganggap

bahwa penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki, seperti hubungan seksual,

adalah bentuk penindasan terhadap kaum perempuan.Lebih lanjut aliran

feminism radikal, menyebutkan bahwa patriarki adalah sumber ideologi

penindasan yang merupakan sistem hierarki seksual dimana laki-laki memiliki

kekuasaan superior dan privilege ekonomi.22

Feminisme Marxis

Kelompok ini menolak keyakinan kaum feminis radikal yang menyatakan

biologis sebagai dasar pembedaan gender.Bagi kaum ini penindasan perempuan

adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi. Menurut marx,

hubungan antara suami dan istri serupa dengan hubungan antara proletar dan

borjuis, serta tingkat kemajuan masyarakat dapat diukur dari status

perempuannya.

Adapun Engels mengulas masalah ini dalam sejarah prakapitalisme, yang

menjelaskan bahwa sejarah terpuruknya status perempuan bukan disebabkan oleh

perubahan teknologi, melainkan karna perubahan organisasi kekayaan.Oleh

karena sejak awal, laki-laki mengontrol produksi untuk perdagangan, maka

mereka mendominasi hubungan sosial dan politik dan perempuan direduksi

menjadi bagian dari property belaka.Sejak itulah dominasi laki-laki dimulai.

22

(40)

Pada zaman kapitalisme, penindasan perempuan malah dilanggengkan

oleh berbagai cara dan alasan karena mengutungkan. Pertama, eksploitasi pulang

kerumah, yaitu suatu proses yang diperlukan guna membuat laki-laki yang

dieksploitasi di pabrik bekerja lebih produktif. Buruh laki-laki yang dieksploitasi

oleh kapitalis ini, setelah sampai dirumah terlibat hubungan kerja dengan

istrinya. Dalam analisis ini sistem dan struktur hubungan antara kapitalis,buruh,

dan istrinya akhirnya menguntungkan pihak kapitalis. Kedua, Kaum perempuan

dianggap bermanfaat bagi sistem kapitalisme dalam reproduksi buruh

murah.Ketiga, Masuknya perempuan sebagai buruh juga dianggap oleh mereka

menguntungkan sistem kapitalisme karena dua alasan, yaitu upah buruh

perempuan sering kali lebih rendah daripada upah buruh laki-laki.Rendahnya

upah buruh perempuan ini lebih diperparah karena adanya anggapan masyarakat

bahwa perempuan pekerja tidak berupah (unpaid worker).Selain itu masuknya

permpuan dalam sektor perburuhan juga menguntungkan sistem kapitalisme,

karena perempuan dianggap sebagai tenaga cadangan yang tak

terbatas.Akibatnya, posisi tawar buruh semakin rendah, dan sekaligus

mengancam solidaritas kaum buruh, dan akhirnya akumulasi kapital menjadi

semakin cepat.Sehingga banyak analisis yang menyimpulkan bahwa salah satu

musuh kapitalisme adalah feminisme.23

Oleh karena itu, menurut feminism marxis, penindasan perempuan

merupakan kelanjutan dari eksploitasi yang bersifat struktural.Aliran ini

23

(41)

menganggap sistem kapitalisme sebagai penyebab penindasan perempuan.Maka

emansipasi perempuan tejadi jika perempuan terlibat dalam produksi dan

berhenti mengurus rumah tangga. Perubahan struktur kelas inilah yang disebut

sebagai revolusi

Feminisme Sosialis

Aliran ini menurut melakukan sintesa antara metode historis materialistik

Marx dan Engels dengan gagasan personal is political (kaum radikal).24

G. Hipotesis

Bagi

mereka penindasan perempuan terjadi di kelas manapun, dan tidak serta merta

menaikkan posisi perempuan (pandangan ini lahir dari 2 tipe gerakan

sebelumnya yang secara tidak langsung saling berkesinambungan atau simbiosis

mutualisme) karena tanpa kesadaran kelas juga menimbulkan masalah (dari tipe

Marx). Oleh karena itu kedua tipe sebelumnya perlu dikawinkan yaitu analisis

patriarki dan analisis kelas, dengan demikian kritik terhadap eksploitasi kelas

dari sistem kapitalisme harus dilakukan pada saat yang sama dengan disertai

kritik ketidakadilan gender yang mengakibatkan dominasi, subordinasi dan

marginalisasi atas kaum perempuan.

Hipotesis adalah pernyataan yang bersifat dugaan sementara atau tentative

answer yang hendak dibuktikan kebenaranya melalui suatu penelitian. Adapun

hipotesis dalam penelitian ini adalah :

24

(42)

• Adanya pengaruh budaya patriarki terhadap partisipasi politik perempuan di

DPRD Kabupaten Nias tahun 2014

Maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini untuk membuktikannya

yaitu:

Hipotesis Nol (Ho) : Pernyataan yang menyatakan tidak ada hubungan budaya

patriarki (Variabel x) dengan partisipasi politik perempuan di DPRD (Variabel y)

yang akan diteliti, atau Variabel independen tidak mempengaruhi variable

dependen.

Hipotesis alternative (Ha) : Pernyataan yang menyatakan terdapat hubungan

antara budaya patriarki (Variabel x) dengan partisipasi politik perempuan di

DPRD (Variabel y) atau variabel independen mempengaruhi variabel dependen.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kuantitatif.Penelitian kuantitatif adalah metode yang lebih menekankan

pada aspek pengukuran secara obyektif terhadap fenomena sosial.Untuk dapat

melakukan pengukuran, setiap fenomena sosial di jabarkan kedalam beberapa

komponen masalah, variabel dan indikator. Setiap variabel yang di tentukan di

ukur dengan memberikan simbol-simbol angka yang berbeda- beda sesuai dengan

kategori informasi yang berkaitan dengan variable tersebut. Dengan menggunakan

(43)

dapat di lakukan sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang belaku

umum di dalam suatu parameter.

H.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian deskriptitif.Jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang

bertujuan untuk menjelaskan hal ihwal masalah atau objek tertentu secara

rinci.Penelitian deskriptif dilakukan untuk menjawab sebuah atau beberapa

pertanyaan mengenai keadaan objek atau subjek amatan secara rinci.25

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang mempunyai

karakteristik tertentu dalam suatu penelitian atau keseluruhan gejala/satuan yang

ingin di teliti.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Penduduk Perempuan

kabupaten Nias yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP). Berdasarkan data

daftar pemilih tetap dari Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Nias tahun 2014,

maka jumlah DPT perempuan di kabupaten nias berjumlah 47.222 orang yang

tersebar di sepuluh kecamatan.

H.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Nias, yang

terdiri dari 10 kecamatan.

H.3 Populasi dan Sampel

25

(44)

H.4 Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian terkecil dari populasi yang menjadi contoh

ataupun yang dapat mewakili keseluruhan populasi.Oleh karena itu,sampel harus

dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan populasi itu

sendiri.Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan metode penarikan

sampel stratified random sampling atau metode acak terlapis, untuk menentukan

jumlah responden pada 10 kecamatan yang tersebar di kabupaten nias, kemudian

akan dilakukan teknik Quota samplinguntuk memilih sampel dari masing-masing

kecamatan, teknik sampel quota ini adalah teknik yang sama dengan stratified

random samplinghanya saja bedanya penarikan sampel secara yang

berartisampeldapat terpilih karena berada pada waktu, situasi dan tempat yang

tepat, dalam arti siapa saja yang kebetulan bertemu dengan peneliti dapat

digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang ditemui itu cocok sebagai

sumber data. 26

Banyak metode yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya sampel,

dalam artikel ini akan dibahas cara menghitung besar sampel dengan metode yang

dikembangkan oleh Isaac danMichael.Metode yang dikembangkan oleh Isaac

dan Michael adalah cara untuk menentukan jumlah sampel yang memenuhi syarat

berikut:

26

(45)

(1) diketahui jumlah populasinya;

(2) pada taraf kesalahan (significance level) 1%, 5% dan 10%; dan

(3) cara ini khusus digunakan untuk sampel yang berdistribusi normal, sehingga

cara ini tidak dapat digunakan untuk sampel yang tidak berdistribusi normal,

seperti sampel yang homogen.

Cara menggunakan metode ini sangat praktis, cukup dengan mencocokkan jumlah

[image:45.595.128.510.393.659.2]

populasi dengan taraf kesalahan (significance level) yang dikehendaki.27

Tabel 1.1

Penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu Dengan taraf kesalahan, 1, 5, dan 10 %

Sumber

20.00 wib.

(46)

Dikarenakan Jumlah populasinya adalah 47.222 maka sampel yang

diambil adalah sebanyak 270 orang ( dengan tingkat kesalahan sebesar 10% dan

tingkat kepercayaan adalah 90 %.)

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus table Isaac dan

Michael maka diperoleh sampel sebanyak 270 orang. Tetapi karena kabupaten

nias yang populasinya 47.222 orang terdiri dari 10 kecamatan , maka dilakukan

lagi penentuan jumlah sampel pada tiap-tiap kecamatan. Penentuan jumlah

sampel ini menggunakan teknik stratified random sampling atau metode acak

terlapis ini disebabkan populasi yang hendak diteliti bersifat heterogen atau

bervariasi. Dari jumlah tersebut , maka akan diperoleh jumlah responden dari

masing-masing kecamatan dengan menggunakan rumus:

������ 1 = �������� 1

�����ℎ�������� ������������

1. Kecamatan bawolato

������ 1 =

7868

47222� 270

=44.98 dibulatkan menjadi 50

2. Kecamatan Botomuzoi

������ 1 = 2987

47222� 270

(47)

3. Kecamatan Gido

������ 1 =

6876

47222� 270

= 39.31 dibulatkan menjadi 39

4. Kecamatan Hiliduho

������ 1 = 3249

47222� 270

= 18.57 dibulatkan menjadi 19

5. Kecamatan Hiliserangkai

������ 1 =

4727

47222� 270

= 27.02 dibulatkan menjadi 27

6. Kecamatan Idanogawo

������ 1 =

8822

47222� 270

= 50.44 dubulatkan menjadi 51

7. Kecamatan Ma’u

������ 1 = 3531

47222� 270

= 20.28 dibulatkan menjadi 20

8. Kecamatan Sogae’adu

������ 1 =

3580

47222� 270

(48)

9. Kecamatan Somolo-molo

������ 1 =

2118

47222� 270

= 12.16 dibulatkan menjadi 12

10. Kecamatan Ulugawo

������ 1 =

3464

47222� 270

= 19.80 dibulatkan menjadi 20

[image:48.595.113.516.353.680.2]

Jumlah sampel tiap-tiap kecamatan dapat juga dilihat pada Tabel 1.2

Tabel 1.2

Jumlah Sampel Tiap Kecamatan

No Kecamatan Populasi Sampel

1 Bawolato 7868 50

2 Botomuzoi 2987 17

3 Gido 6876 39

4 Hiliduho 3249 19

5 Hiliserangkai 4727 27

6 Idanogawo 8822 51

7 Ma’u 3531 20

8 Sogaeadu 3580 20

9 Somolo-molo 2118 12

10 Ulugawo 3464 20

Total 47222 270

(49)

Setelah mendapatkan jumlah sampel tiap-tiap kecamatan dengan

menggunakan teknik stratified random sampling atau metode acak terlapis, maka

selanjutnya pemilihan sampel berdasarkan kuota hasil perhitungan, dengan

menggunakan teknik Quota Sampling atau sampel Quota. Teknik penarikan

sampel kuota merupakan teknik penarikan sampel yang sejenis dengan teknik

penarikan sampel stratifikasi. Perbedaannya adalah ketika menarik anggota

sampel dari masing-masing lapisan, tidak menggunakan cara acak melainkan

melalui cara aksidental. Sampel berada pada waktu, situasi dan tempat yang tepat.

H.5 Defenisi Konsep

Defenisi konsep merupakan proses yang digunakan untuk menunjukan

secara tepat tentang apa yang kita maksudkan bila kita menggunakan suatu istilah

tertentu. 28

Budaya Patriarki

Untuk mendapatkan batasan istilah yang jelas dari masing-masing konsep yang

diteliti, maka defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:

Secara umum patriarki dapat didefenisikan sebagai suatu sistem yang

bercirikan laki-laki (ayah).Dalam sistem ini, laki-laki yang berkuasa untuk

menentukan dan mengambil keputusan. Ada yang meyakini bahwa budaya

patriarki sebagai suatu sistem yang bertingkat, yang telah dibentuk oleh suatu

28

(50)

kekuasaan yang mengontrol dan mondominasi pihak lain. Pihak lain ini adalah

kelompok miskin,lemah, rendah, tidak berdaya, juga lingkungan hidup dan

perempuan.29

Patriarki dikonstruksikan, dilembagakan, dan disosialisasikan lewat

institusi-institusi seperti keluarga, sekolah, masyarkat, agama, tempat kerja hingga

kebijakan negara. Patriarki merupakan bentuk cara pandang yang umum dan

membudaya di masyarakat Indonesia, yang kemudian dikenal dengan istilah

ideologi atau budaya patriarki. Ideologi ini merupakan sebuah sistem yang

dikendalikan oleh laki-laki.Pemahaman atas laki-laki dan perempuan di sini,tidak

mengacu pada jenis kelamin namun lebih pada peran gender.Gender adalah

sebuah bentuk perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang lebih bersifat

perilaku (behavioral differences) yang dikonstruksi secara sosial dan kultural dan

berlangsung dalam sebuah proses yang panjang. Jadi, gender merupakan bentukan

sosial, maka penempatannya selalu berubah dari waktu ke waktu dan tidak

bersifat universal, artinya antara masyarakat yang satu dengan yang lain

mempunyai pengertian yang berbeda-beda dalam memahami gender. Gender

berbeda dengan istilah seks.Seks merujuk pada perbedaan jenis kelamin yang

secara biologis melekat pada diri perempuan dan laki-laki.30

29

Nunuk P Murniati. 2004. Getar Gender. Magelang: Yayasan Indonesia Tera hal.80. 30

Mansour Fakih, 2004. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar hal. 71-72.

Implikasi dari patriarki tersebut menyebabkan beberapa manifestasi

(51)

• Perbedaan dan pembagian gender yang mengakibatkan, termanifertasi

dalam posisi subordinasi kaum perempuan dihadapan laki-laki. Subordinasi

ini berkaitan dengan politik terutama menyangkut soal proses pengambilan

keputusan dan pengendalian kekuasaan. Meskipun jumlah penduduk dunia,

perempuan seimbang dengan penduduk laki-laki. Subordinasi tersebut tidak

saja secara khusus terdapat dalam birokrasi pemerintahan, masyarakat atau

di masing-masing rumah tangga, tetapi juga secara global.

• Secara ekonomis, perbedaan dan pembagian gender juga melahirkan proses

marginalisasi perempuan. Proses marginalisasi perempuan terjadi dalam

kultur, birokrasi maupun program-program pembangunan.

• Membentuk penandaan atau Stereotip terhadap kaum perempuan yang

berakibat pada penindasan terhadap mereka. Stereotip merupakan satu

bentuk penindasan ideologi dan kultural, yakni pemberian label yang

memojokan kaum perempuan sehingga berakibat kepada posisi dan kondisi

kaum perempuan. Misalnya stereotip perempuan sebagai ibu rumah tangga,

sangat merugikan mereka. Akibatnya jika mereka hendak aktif dalam

kegiatan yang dianggap sebagai bidang kegiatan laki-laki seperti kegiatan

politik, bisnis ataupun di pemerintahan maka dianggap bertentangan atau

tidak sesuai dengan kodrat perempuan. Sedangkan stereotip laki-laki

sebagai pencari nafkah mengakibatkan apa saja yang di hasilkan oleh

(52)

• Membuat kaum perempuan bekerja lebih keras karena berperan ganda yaitu

mengurusi pekerjaan rumah dan pekerjaan nya di luar rumah.

• Melahirkan kekerasan dan penyiksaan terhadap kaum perempuan baik

secara fisik maupun mental.31

Partisipasi Politik Perempuan di DPRD

Partisipasi Politik politik perempuan di DPRD adalah ikut serta secara

aktif dalam kehidupan politik, yang secara langsung mempengaruhi kebijakan

pemerintah.Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik adalah

faktor Rasional, emosional, tradisional,Rasional instrumental.

H.6 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan pengambaran prosedur untuk memasukan

unit-unit analisis kedalam kategori-kategori tertentu dari tiap-tiap variabel.32

a. Variabel Independen ( Budaya Patriarki) yaitu variabel yang sering juga

disebut sebagai variabel prediktor ialah ialah variabel yang mempengaruhi

variabel dependen baik secara positif maupun negatif. Budaya patriarki di

kabupaten Nias dilihat dari sistem adat dan pola hidup masyarakat

kabupaten Nias.

.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang diteliti yaitu:

31

Ibid. hal.147-151. 32

(53)

Implikasi dari Budaya patriarki sebagai variabel independen yaitu :

• Subordinasi perempuan. Subordinasi ini berkaitan dengan politik

terutama menyangkut soal proses pengambilan keputusan dan

pengendalian kekuasaan.

• Marginalisasi perempuan. Proses marginalisasi perempuan terjadi

dalam kultur, birokrasi maupun program-program pembangunan.

• Membentuk Stereotip. Stereotip merupakan satu bentuk penindasan

ideologi dan kultural, yakni pemberian label yang memojokan kaum

perempuan sehingga berakibat kepada posisi dan kondisi kaum

perempuan. Misalnya stereotip perempuan sebagai ibu rumah tangga,

sangat merugikan mereka. Akibatnya jika mereka hendak aktif dalam

kegiatan yang dianggap sebagai bidang kegiatan laki-laki seperti

kegiatan politik, bisnis ataupun di pemerintahan maka dianggap

bertentangan atau tidak sesuai dengan kodrat perempuan.

• Peran ganda. Budaya patriarki Membuat kaum perempuan bekerja

lebih keras karna mempunyai peran ganda yaitu mengurusi pekerjaan

rumah dan pekerjaan nya di luar rumah.

• Melahirkan kekerasan. kekerasan dan penyiksaan terhadap kaum

perempuan baik secara fisik maupun mental sangat didukung dan

dipengaruhi oleh budaya patriarki yang menjadikan laki-laki dalam

(54)

b. Variabel dependen ( Partisipasi politik perempuan di DPRD) yaitu

variabel yang sering juga disebut variabel kriteria ( criterion variable)

adalah variabel yang nilai atau valuenya dipengaruhi oleh nilai variabel

lain.33

Partisipasi politik perempuan di DPRD sebagai variabel dependen

dipengaruhi oleh:

• Rasional nilai, yaitu alasan yang didasarkan atas penerimaan secara

rasional akan nilai-nilai suatu kelompok.

• Emosional afektif, yaitu alasan yang didasarkan atas kebencian atau

sukacita terhadap suatu ide,organisasi, partai atau individu.

• Tradisional, yaitu alasan yang yang didasarkan atas penerimaan norma

tingkah laku individu atau tradisi tertentu dari suatu kelompok sosial.

Pada kelompok tertentu tradisi dijunjung tinggi, misalnya ka

Gambar

Gambar 1.4 Bentuk Partisipasi Politik
Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 1.3 Alur Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

PELAYANAN IZIN PENDIRIAN RUMAH SAKIT SWASTA SETARA RUMAH SAKIT KELAS C DAN D DILINGKUNGAN BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU..

diketahui nilai korelasi Kendall-Tau adalah p value 0,002 < 0,05 yang menunjukkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga ada hubungan yang bermakna antara

Penelitian Ks bambu kuning dilakukan pada 6 perlakuan, yaitu lapisan epider mis dan endoder mis t idak dikikis (C1); lapisan epider mis dan endodermis dikikis sampai setebal 0,5 cm

Terlepas dari barang dagangan yang didagangkan, kondisi lingkungan sekitar jalur pejalan kaki juga akan mempengaruhi pejalan kaki untuk tetap melewati jalur tersebut seperti

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa permainan kolaboratif dalam pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah dasar memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimana model persamaan regresi dengan metode Partial Least Square (PLS) untuk mengatasi multikolinearitas; (2) Bagaimana model

Berdasarkan hasil observasi bahwa hambatan yang dihadapi berupa kurang disiplin dalam pelaksanaan brifing dan masih minimnya tempat dan jarak untuk melaksanaan

Oleh karenaperusahaan adalah pekerjaan tetap, sedangkan tidak setiap pekerjaan tetapadalah perusahaan dalam arti mengejar keuntungan pribadi,