• Tidak ada hasil yang ditemukan

Satuan Pendidikan Sekolah by AM.Mirfani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Satuan Pendidikan Sekolah by AM.Mirfani"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH

DALAM KONSTELASI PEMBANGUNAN NASIONAL

( Kajian Visi, Misi, Nilai, dan Tujuan )

Oleh: Aceng Muhtaram Mirfani

Pendahuluan

Manusia telah secara kodrati tumbuh dan berkembang dalam proses hidup dan kehidupan

yang dialaminya. Suatu hal yang pasti terjadi dalam pengalaman hidup dan kehidupan

manusia adalah terjadinya perubahan. Dalam pada itu kenyataanya manusia memiliki

potensi untuk menyadari dirinya dan menjadikan perubahan agar searah dengan apa yang

disadarinya.

Dalam kaitannya dengan perubahan perilaku manusia, di kalangan para psikolog antara

lain dikenal terminologi ajar (learning). Dengan demikian belajar atau learning process

mengan-dung arti perkembangan aspek-aspek kemanusian. Maka sejalan dengan adanya

kesadaran kemanuasiaan yang ada pada seorang atau sekelompok manusia untuk

memanusiakan seorang atau sekelompok manusia lainnya, sesuai dengan norma

kemanusiaan yang diyakininya dikenallah apa yang disebut “pendidikan”. Engkoswara

(1987:17-18) mendefinisikan pendidikan sebagai “upaya untuk mengarahkan

perkem-bangan peserta didik sesuai dengan norma-norama dan nilai-nilai yang berkembang dan

diterima oleh masyarakat”.

Penjabarannya yang lebih khusus dirumuskan dalam UUSPN tahun 1989, Pasal 1:1,

bahwa: ”Pendidikan adalah usaha untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.

Sebagai suatu sistem, pendidikan terdiri atas sejumlah satuan dan kegiatan yang berkaitan

satu dengan lainnya dalam usaha mencapai tujuan.

Disuratkan bahwa satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang

(2)

berjenjang dan berkesinambungan dalam kajian manajemen stratejik sudah semestinya

sekolah-sekolah memiliki visi, misi, nilai, dan tujuan yang hendak diwujudkannya. Dalam

kaitan itulah, makalah ini mencoba mengedepankan kajian manajemen stratejik pada

satuan-satuan pendidikan sekolahan dalam konstalasi pembangunan pendidikan nasional

memasuki era millenium ketiga.

Rumusan tentang visi, misi, nilai-nilai dan tujuan pendidikan merupakan salah satu

landasan pemikiran dalam menyusun rencana strategis penyelenggaraan pendidikan.

Sekolah sebagai satuan pendidikan dan sebagai suatu sistem yang terbuka memerlukan

kejelasan tentang visi, misi, nilai-nilai dan tujuannya, agar pendidikan yang dilaksanakan di

sekolah mempunyai arah sasaran yang jelas dan tidak menyimpang dari tujuan yang telah

ditetapkan. Berikut ini adalah konsep tentang visi, misi, nilai-nilai, dan tujuan sekolah.

Mengembangkan Visi Sekolah

Visi adalah cita-cita akhir yang ingin dicapai oleh seseorang, masyarakat (bangsa), atau

lembaga di masa yang akan datang, yang didasarkan pada suatu pandangan hidup yang

teguh yang berkaitan dengan perkembangan masa depan. Visi sekolah adalah cita-cita

akhir yang ingin dicapai oleh sekolah di masa yang akan datang, yang didasarkan pada

suatu pandangan bahwa “mengembangakan kecerdasan, kepribadian, keterampilan dan

sikap peserta didik” merupakan salah satu tugas utama sekolah guna menghasilkan

lulusan yang lebih baik di masa datang.

Tidak seorang pun tahu secara pasti apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

Karena itu kewaspadaan dalam mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi amatlah

penting, terutama dalam kaitannya dengan upaya pendidikan. Sebab pendidikan memang

diorientasikan bagi kepentingan peserta didik dalam memasuki kehidupannya pada masa

depan.

Tidak dipungkiri kalau pendidikan telah terbukti sangat ampuh dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia. Namun antisipasi yang salah terhadap tuntutan perubahan

(3)

para peserta didik. Dan pada gilirannya juga memperburuk lingkungan kehidupan yang

lebih luas. Era millenium ketiga akan segera kita masuki. Globalisasi telah nampak

sema-kin terjadi pada hampir segala aspek kehidupan. Seiring dengan itu tuntutan kehidupan

bagi setiap orang juga sangat cepat berubah. Dalam pada itu jika upaya pendidikan

sekolah masih tetap konvensional dalam penyelenggaraannya, maka dapat diduga kualitas

SDM yang dihasilkan semakin sulit untuk dapat diunggulkan dalam persaingan antar

bangsa-bangsa.

Sehubungan dengan itu visi persekolahan harus dikembangkan dalam kaitannya dengan

setiap komponen utama sistem sekolah. Dari seluruh komponen sistem sekolah yang

penting untuk diprioritaskan adalah visi profesionalitas personil sekolah, terutama guru.

Guru harus terus mendapat pembinaan. Dalam hal ini sistem pembinaan profesional guru

mengandung dua maksud, yaitu pengembangan dan perbaikan. Apa yang dikembangkan

atau ditingkatkan tiada lain ialah potensi positif yang berupa keunggulan-keunggulan yang

telah dimiliki guru dalam menjalankan tugas profesinya. Sedangkan yang diperbaiki

adalah potensi negatif yang berupa kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan

yang ada pada guru yang juga dalam menjalankan tugas profesinya.

Upaya-upaya pembinaan profesionalitas (kadar kemampuan profesional) guru kini sudah

saatnya lebih bermuatan dan berorientasi pada perubahan peranannya sesuai dengan

tuntutan kondisi abad-21 atau era limminium ketiga. Untuk kepentingan itu

pengetahuan-pengetahuan antisipatif sangat dibutuhkan.

Ada tiga komponen pendidikan yang senantiasa dihadapi seorang guru dalam menjalankan

tugas profesinya, yaitu peserta didik, kurikulum, dan fasilitas pendidikan. Ketiga komponen

tersebut nampak akan sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi seiring

dengan fenomena kehidupan yang mengglobalisasi. Karena itu profesionalitas guru-guru

pun sudah semestinya sarat dengan visi atau wawasan, keterampilan, dan sikap yang

(4)

Jika di antara fenomena yang amat menonjol di era globalisasi memasuki abad-21 ini

ditandai dengan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi, informasi dan transportasi yang

kemudian disusul oleh terjadinya pergeseran kekuasaan dalam budaya "super simbolik",

maka guru-guru akan segera tercengang menghadapi sosok komponen-komponen

pendidikan yang sama sekali berbeda dari apa yang ia bayangkan saat masih mengikuti

pendidikan persiapan. Murid-murid yang dihadapi saat ini bukanlah tipe murid-murid seperti

lima-sepuluh tahun lalu. Berbagai informasi yang demikian gencar terus-menerus menerpa

mereka di manapun mereka berada. Bahkan mereka telah dihadapkan kepada berbagai

alat dan produk teknologi untuk segala kepentingan hidup dan yang dengan cepat terus

berganti. Demikian pula tentunya komponen kurikulum dan fasilitas pendidikan. Akan tiba

saatnya terus menerus diredefinisi.

Tatanan sistem pendidikan yang ada selama ini nampak relatif lambat dalam melakukan

upaya-upaya penyesuaian. Hal tersebut sehubungan dengan kerumitan dalam berbagai

hal internal sistem pendidikan. Ini sungguh merupakan suatu kendala bagi fungsi

pendidikan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Oleh karenanya tidak

heran kalau berbagai kritik tajam acap kali terlontarkan terhadap dunia pendidikan,

terutama pendidikan jalur sekolah.

Maka dari itu andalannya kembali kepada guru untuk secara mandiri siap mengembangkan

kemampuan profesionalnya. Guru sebagai pendidik memiliki tiga fungsi: sebagai pengajar,

sebagai pembimbing, sebagai pelatih. Jika selama ini peranan guru SD dalam menjalankan

fungsi-fungsi tersebut lebih terbatas menurut aturan-aturan birokratis/administratif, maka

kini tiba saatnya peranan mereka lebih ditumpukan pada kompetensi atau kewenangan

profesional.

Tindakan seorang profesionalis ditandai dengan adanya disiplin, etos kerja yang tinggi,

kecermatan, dan ketelitian. Sudah barang tentu unsur-unsur tindakan tersebut telah

dengan sendirinya mengandung arti memliki visi atau wawasan jauh ke depan. Maka dari

(5)

komponen-komponen pendidikan yang senantiasa terkait langsung dengan tugas guru, perlu

pene-kanan atau perluasan peranan-peranan yang selama ini terabaikan.

Di antara perluasan peranan yang paling penting adalah sebagai peneliti, sebagai

pengujicoba, dan sebagai suhu (master) pembaharuan. Ketiga peranan tersebut satu sama

lainnya saling terkait. Untuk dapat menjadi seorang pendidik yang berhasil, guru pada

abad-21 mutlak mengu-asai dan melaksanakan penelitian, mengujicobakan, dan

memper-baharui tugas utama profesinya. Bagaimana guru mengetahui dan menentukan secara

pasti upaya yang cocok untuk keberhasilan belajar murid-muridnya pada setiap saat. Maka

terlebih dahulu ia harus meneliti perubahan dan kebutuhan yang berkaitan dengan

faktor-faktor murid, materi, dan fasilitas pendidikan/pengajaran.

Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian tersebut, ia dituntut

mengerah-kan kreativitasnya guna merumusmengerah-kan inovasi-inovasi untuk kemudian ia ujicobamengerah-kan dan

kembangkan. Dan apabila ia konsisten atau tetap melakukannya dengan disiplin,

semangat, cermat, dan teliti, maka tantangan-tantangan abad-21 akan dengan sendirinya

berarti dapat diatasi.

Dengan demikian pengembangan visi sekolah dalam kaitannya dengan kewenangan

profesional guru dapat memberikan jaminan mutu. Maka dari itu dinamika operasional

sistem pembinaan profesional guru patut lebih diarahkan dengan penerapan asas-asas

manajemen kooperatif. Di antara asas-asas yang pokok dan esensial adalah:

1. Asas partisipasi aktif

2. Asas hubungan insani

3. Asas kepuasan diri

4. Asas sukarela.

Mengembangkan Misi Sekolah

Misi adalah tugas pokok atau tugas utama serta langkah-langkah strategis lembaga yang

dilaksanakan untuk mencapai visi (cita-cita). Tugas utama sekolah adalah membina

(6)

sebagaimana dicita-citakan (cerdas, berkepribadian, terampil dan dapat menyikapi

kehi-dupan masa datang secara lebih kompetitif).

Misi sekolah adalah sebagai tujuan (goal) yang menbedakan dirinya dengan satuan

pendi-dikan luar sekolah. Sekalipun maksud (purpose) pendidikan baik yang diselenggarakan di

satuan pendidikian sekolah maupun di satuan pendidikan luar sekolah adalah sama, yakni

mengop-timalisasikan pertumbuhkembangan potensi kemanusiaan manusia, yang dalam

konteks sistem pendidikan nasional kita dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa

dan mewujudkan manusia indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Uud 1945,

namun misi dari masing-masing satuan pendidikan tersebut adalah berbeda.

Maksud yang sama di antrara penyelenggaraan satuan-satuan pendidikan yang mengarah

pada penumbuhkembangan potensi insani sebagai totalitas manusia, diperuntukkan bagi

kemanusian itu sendiri atau disebuthuman development, adalah juga dikenal sebagai misi

intrinsik pendidikan (A. Sanusi 1990). Di samping itu, dikenal pula misi instrumentalis

pendidikan, yaitu yang mengarah pada penumbuhkembangan potensi insani sebagai

sumberdaya yang diperuntukkan bagi kepentingan di luar kemanusiaan diri manusia

sendiri atau disebuthuman resources development.

Bertolak dari tiga kegiatan utama pendidikan, yakni: bimbingan, pengajaran, dan latihan,

dan dihubungkan dengan pandangan teoritik adanya tiga ranah (domain) pendidikan,

yaitu: kognitif, afektif, dan konatif atau psikomotorik, maka secara umum dapat dikatakan

bahwa kaitan kegiatan pengajaran untuk mengoptimalkan penumbuhkembangancognitive

domain adalah menjadi misi utama dari satuan pendidikan sekolah. Sementara kaitan

kegiatan bimbingan dengan optimalisasi penumbuhkembangan affective domain adalah

menjadi misi utama satuan pendidikan luar sekolah di keluarga dan kaitan kegiatan latiah

dengan psychomotor domain menjadi misi utamanya satuan pendidikan luar sekolah di

masyarakat.

Namun demikian, yang penting untuk diperhatikan dalam pengembangan misi

(7)

satuan-satuan pendidikan tersebut. Sementara ini ada kesan yang cukup kuat kalau

penyeleng-garaan satuan pendidikan sekolah terlalu dominan. Akibatnya yang nampak pada

fenomena umum kehidupan masyarakat adalah kecenderungan terjadinya

penyimpangan-penyimpangan perilaku (behavioral alliances) dari norma dan nilai-nilai yang dianut

masyarakat Indonesia.

Karena itu di antara upaya penting dalam pengembangan misi pendidikan sekolah yang

harus mendapat perhatian adalah bagaimana agar adanya sinkronisasi yang kental dalam

kebijakan dan implementasi kurikulum sekolah dengan yang diberlakukan di luar sekolah.

katerkdi antara satuan-satuan pendidikan. Untuk itu koordinasi dalam manajemen sistem

pendidikan nasional harus betul-betul dapat berjalan secara proporsional dan

komprehensif.

Pengembangan Norma dan Nilai-Nilai di Sekolah

Nilai-nilai atau prinsip yang dianut adalah keyakinan dan aspirasi lembaga yang menjadi

dasar strategis untuk melaksanakan misi dan usaha mencapai visi. Sosok manusia

Indo-nesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang hendak diwujudkan melalui

pendidikan, implisit di dalamnya norma dan nilai budaya bangsa Indonesia yang tentunya

sebagai seperangkat norma dan nilai yang dinamis perlu untuk terus dikembangkan.

Pengembangan perangkat norma dan nilai budaya bangsa merupakan tunutan imperatif di

tengah pola kehidupan berbangsa yang kian kompetitif. Karena itu pula tantangan

pengem-bangan norma dan nilai di sekolah adalah menyelaraskan antara kepentingan memelihara

norma dan nilai-nilai luhur budaya bangsa di satu sisi dan kepentingan adaptasi dengan

perkembangan norma dan nilai-nilai global di sisi lain. Persoalan yang bisa muncul adalah

manakala terdapat benturan di antara kedua tuntutan tersebut.

Sehubungan dengan itu bagaimana sekolah memiliki strategi yang handal yang mampu

meminimalkan benturan beserta akibatnya dari kedua kepentingan norma dan nilai-nilai di

(8)

sebagai stanionary equilibrium dan dynamic equilibrium (Robert Chin dalam Warren

Bennis: 1969).

Sejalan dengan pengembangan visi dan misi sekolah sebagaima dipaparkan dalam kedua

paragraf sebelumnya, maka secara strategis pengembangan nilai di sekolah adalah

penting diarahkan pada orientasi menghasilkan manusia Indonesia berkelas dunia (

world-class men). Sehubungan dengan itu Koentjaraningrat (1974) menyarankan harus

beru-saha agar banyak wagra negara Indonesia yang bersikap sebagai berikut:

1. Lebih berorientasi ke masa depan. Dengan demikian ia akan bersifat lebih hemat dan

berhati-hati serta lebih teliti memperhitungkan hidupnya di masa depan.

2. Lebih menilai tinggi hasrat eksplorasi untuk memprtinggi kapasitas berinovasi.

3. Lebih menilai tinggi orientasi ke arah keberhasilan (achievement) dari karya.

4. Lebih menilai tinggi mentalitas berusaha atas kemampuan sendiri.

5. Percaya pada diri sendiri.

6. Berdisiplin murni, bukan hanya bila ada yang mengawasi.

7. Berani bertanggungjawab sendiri.

Adapun secara substansial nilai-nilai yang penting untuk dikembangkan di sekolah adalah

yang mengarah pada eksistensi manusia sebagai makhluk Tuhan yang bercirikan sebagai

makhluk universal, manusia sebagai makhluk sosiali, dan manusia sebagai makhluk

pribadi (Engkoswara, 1997). Untuk itu budaya yang harus dibangun di sekolah minimal

meluputi keterpaduan iman, ilmu amaliah dan indah.

Tujuan Kelembagaan Pendidikan Sekolah

Tujuan sistem persekolahan atau tujuan sekolah merupakan pernyataan tentang situasi

atau keadaan dan posisi sistem yang diharapkan (mungkin, niscaya, pasti) terjadi di masa

yang akan datang. Jika pernyataannya bersifat umum dan batasan waktunya tak

ditentukan, maka lazim disebut cita-cita (aims, goals, mission), seperti tujuan pendidikan

nasional yang tertera dalam Undang-undang SPN, tahun 1989). Jika pernyataannya masih

(9)

Visi (wawasan), seperti pernyataan dalam GBHN tentang wajar dikdas 9 tahun dalam

kurun waktu tiga Repelita. Jika pernyataannya telah bersifat spesifik(teramati dan terukur)

dalam jangka waktu dekat tertentu, maka lazim disebut sasaran (targets, objectives).

Tujuan kelembagaan pendidikan dibedakan menurut jejang dan jenisnya, sebagaimana

dimuat dalam PP No. 27 pasal (3) untuk pendidikan pra sekolah; PP No. 28 pasal (3)

untuk pendidikan dasar; PP No. 29 pasal (2 dan 3) untuk pendidikan menengah; dan PP

No. 30 pasal (2) untuk pendidikan tinggi.

Tujuan adalah capaian-capaian yang dapat diukur, dan yang merupakan terjemahan dari

visi, misi, dan nilai-nilai yang dianut. Tujuan pendidikan di sekolah merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari tujuan pendidikan nasional, yang berorientasi pada upaya untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,

yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi

pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,

kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan

kebangsaan.

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut kemudian dijabarkan tujuan pendidikan

menurut jenjang dan jenisnya, yang antara lain meliputi jenjang (1) pendidikan pra sekolah,

(2) pendidikan dasar, (3) pendidikan menengah, dan (4) pendidikan tinggi.

Pendidikan pra sekolah bertujuan untuk membantu meletakkan dasar ke arah

perkem-bangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik

dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta

perkem-bangan selanjutnya.

Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta

didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, angota masyarakat, warga

negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti

pendidikan menengah. Pengembangan kemampuan siswa sebagai pribadi

(10)

1. memperkuat dasar keimanan dan ketaqwaan;

2. membiasakan untuk berprilaku yang baik;

3. memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar;

4. memelihara kesehatan jasmani dan rohani;

5. memberikan kemampuan untuk belajar;

6. membentuk kepribadian yang mantap dan mandiri.

Pengembangan kehidupan peserta didik sebagai anggota masyarakat

sekurang-kurang-nya mencakup upaya untuk:

1. memperkuat kesadaran hidup beragama dalam masyarakat;

2. menumbuhkan rasa tanggungjawab dalam lingkungan hidup;

3. memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk berperan

serta dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengembangan kehidupan peserta didik sebagai warga negara sekurang-kurangnya

mencakup upaya untuk:

1. mengembangkan perhatian dan pengetahuan tentang hak dan kewajibannya sebagai

warga negara Republik Indonesia;

2. menanamkan rasa ikut bertanggungjawab terha-dap kemajuan bangsa dan negara;

3. memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk

berperanserta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dan, pengembangan kehidupan peserta didik sebagai anggota umat manusia mencakup

upaya untuk:

1. meningkatkan harga diri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat;

2. meningkatkan kesadaran tentang hak asasi manusia;

3. memberikan pengertian tentang ketertiban dunia;

4. meningkatkan kesadaran akan pentingnya persahabatan antar bangsa. Sedangkan

mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah harus

(11)

Pendidikan menengah bertujuan untuk (a) Meningkatkan pengetahuan siswa untuk

me-lanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri

sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian; (b)

Mening-katkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan

timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya. Terdapat lima bentuk

satuan pendidikan pada jenjang menengah, yaitu (1) Sekolah Menengah Umum; (2)

Sekolah Menengah Kejuruan; (3) Sekolah Menengah Keagamaan; (4) Sekolah Menengah

Kedinasan; dan (5) Sekolah Menengah Luar Biasa. Kelima bentuk satuan pendidikan

menengah tersebut mempunyai orientasi tujuan yang berbeda.

Pendidikan menengah umum mengutamakan penyiapan siswa untuk melanjutkan

pendi-dikan pada jenjang pendipendi-dikan tinggi. Pendipendi-dikan menengah kejuruan mengutamakan

penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional.

Pendidikan menengah keagamaan mengutamakan penyiapan siswa dalam penguasaan

pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan. Pendidikan menengah

kedinasan mengutamakan peningkatan kemampuan pegawai negeri atau calon pegawai

negeri dalam pelaksanaan tugas kedinasan. Sedangkan sekolah menengah luar biasa

diselenggarakan khusus untuk siswa yang menyandang kelainan fisi dan/atau mental

tertentu.

Pendidikan Tinggibertujuan untuk (1) menyiapkan peserta didik menjadi anggota

masya-rakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,

mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian; serta

(2) mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau

kese-nian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan

masya-rakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

Penutup

Demikian pokok-pokok pikiran yang dapat penulis kemukakan berkenaan denagn kajian

manajemen strategik terhadap satuan-satuan pendidikan sekolah dalam konstelasi

pembangunan nasional memasuki era millenium ketiga. Semoga kertas kerja ini ada

(12)

RUJUKAN

Abin Syamsuddin M. dkk., (1998), The Empowerment of The School Planning and Management Systems To Improve The Quality of School Performances, Dirjen Dikti Depdikbud.

Achmad Sanusi dkk., (1990), Studi Pengembangan Model Pendidikan Progesional Tenaga Kependidikan, PPS IKIP Bandung.

Chin, Robert (1969), The Utility of Systems Models and Development Model for Practitionres, dalam Warren Bennis: Palnning of Change, New York Holt , Renihart & Winston Inc.

Engkoswara, (1987), Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan, Jakarta: P2LPTK Dikti Depdikbud.

---, (1997), Iman Ilmu Indah (Bekal Manusia Berkarya), Bandung: Yayasan Amal Keluarga.

Koentjaraningrat, (1974), Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta: PT Gramedia.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan-Pertauran pelaksanaannya.

Referensi

Dokumen terkait

Studi berjudul Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Ganti Rugi Kasus Pembakaran Hutan (Studi Putusan Hakim Pengadilan Tinggi Palembang Nomor 51/PDT/2016/PT.PLG) Kebakaran

Melihat fenomena di atas, membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Komunikasi Efektif antara Guru dengan Siswa dalam Pembelajaran IPS Bidang

Perencanaan struktur gedung bertingkat tinggi berdasarkan SNI 03-1726-2012 pada Laporan Tugas Akhir ini didisain pada zonasi gempa wilayah Kota Semarang menggunakan

Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas (dengan cara mengurangi variabilitas) dari kinerja

Evaluasi Sistem Pelaksanaan Program Perawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Kota Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003 (Skripsi).. Medan:

Luas serangan kedua jenis hama pada tegakan damar menunjukan bahwa luas serangan sangat berat pada tegakan damar disebabkan oleh Valanga nigricormis yaitu pada tingkat

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap dalam suatu penelitian. Yang dimaksud dengan Thurstone “1.) Pengaruh atau penolakan, 2) Penilaian 3) suka atau tidak suka, 4)

Dengan berkembangnya industri eceng gondok dan produk turunannya, permintaan akan bahan baku eceng gondok meningkat sehingga dapat merangsang berkembangnya bisnis