OLEH RIMA JAILANI
H14103033
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKTOR-FAKTOR PENENTU HARGA RUMAH
DI KOTA BOGOR
(Penerapan Metode Harga Hedonik)
Oleh RIMA JAILANI
H 14103033
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Rima Jailani
Nomor Registrasi Pokok : H14103033
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Penentu Harga Rumah Di Kota Bogor (Penerapan Metode Harga Hedonik)
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. D.S. Priyarsono, M.S., Ph.D. NIP. 131 578 814
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Padang, Sumatera Barat. Penulis anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan
Abd. Lamid dan Yunina. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan,
penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN 27 Sei. Sapih, kemudian
melanjutkan melanjutkan ke SLTP Negeri 12 Padang dan lulus pada tahun pada
tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 3 Padang dan lulus
pada tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan
studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi
pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan
mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi
pembangunan Kota Padang tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada organisasi Hipotesa. Penulis juga
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Faktor-faktor Penentu Harga Rumah di Kota Bogor (Penerapan Metode Harga Hedonik)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Ir. D.S. Priyarsono, M.S., Ph.D., sebagai pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoretis dalam proses
pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2. Parulian Hutagaol, Ph.D., sebagai penguji utama sidang yang telah
memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulisan skripsi agar
menjadi lebih baik.
3. Muhammad Findi A, M.Si. selaku penguji komisi pendidikan, terutama atas
perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.
4. Papa dan Mama atas doa, pengorbanan, kesabaran, kasih sayang, dukungan,
perhatian, waktu untuk berbagi suka dan duka sangat besar artinya dalam
proses penyelesaian skripsi ini. Semua yang telah Papa dan Mama berikan
tiada taranya dan tidak dapat dinilai dengan apapun, hanya Allah SWT yang
dapat membalasnya. Adik-adikku tercinta, Nia dan Fuji atas semangat dan
dukungan yang telah diberikan selama ini.
5. Teman-teman satu bimbingan skripsi, Ricca, Reni (Jo), Anto, dan mbak
Mahila yang telah memberi dukungan serta semangat dalam penyusunan
skripsi ini. Dan temanku Evi, Uttie, Echa serta semua rekan-rekan IE
satu.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih banyak
kekurangannya. Namun, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2007
Rima Jailani
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal manusia. Sedangkan
perumahan adalah kumpulan beberapa buah rumah atau rumah-rumah untuk
tempat tinggal. Perumahan tidak sekedar tempat berlindung tetapi juga adalah
sebidang lahan tempat tinggal/residential dengan peralatan yang ada di lokasi
tersebut (air bersih, listrik, tempat sampah dan lain-lain) dan kemudahan yang
memungkinkan pelayanan di luar lokasi (pendidikan, pusat kesehatan dan
sebagainya) tempat bekerja dan fasilitas lainnya. Di daerah perkotaan masalah
perumahan biasanya dikaitkan dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan
membutuhkan standar pelayanan yang tinggi bagi lingkungan sekitarnya.
Meningkatnya permintaan rumah khususnya di wilayah Bogor
menyebabkan harga rumah menjadi meningkat. Meningkatnya permintaan rumah
terjadi karena Bogor adalah wilayah hinterland dari Jakarta. Dengan
meningkatnya harga rumah maka banyak dibangun rumah-rumah baru, sehingga
harga rumah menjadi beragam karena banyaknya rumah-rumah baru dengan
berbagai fasilitas yang ditawarkan.
Harga jual rumah dibentuk melalui suatu proses negosiasi antara penjual
dan pembeli, penjual menentukan harga rumah berdasarkan biaya yang
dikeluarkan untuk membangun suatu rumah misalnya harga tanah, harga bahan
bangunan, dan harga komponen lain yang membentuk rumah tersebut. Sedangkan
mereka akan suatu rumah, misalnya akses ke pusat kota (tempat kerja), fasilitas
rumah, luas bangunan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan Metode Harga Hedonik dapat dilihat faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi harga rumah. Metode Harga Hedonik digunakan untuk
mengevaluasi jasa/servis lingkungan, dimana kehadiran jasa lingkungan secara
langsung mempengaruhi harga pasar tertentu. Harga rumah dipengaruhi oleh
banyak faktor : jumlah kamar, luas bangunan rumah, akses, dan lain-lain. Metode
Harga Hedonik secara umum dapat diaplikasikan untuk mengevaluasi biaya dari
lingkungan, dimana data dari harga lingkungan tidak bisa terlihat secara langsung
di pasar (Turner, Pearce, dan Batemen, 1994).
Untuk menganalisis faktor-faktor yang menentukan harga rumah di Kota
Bogor dengan penerapan Metode Harga Hedonik, maka dilakukan penelitian
dengan judul “Faktor-Faktor Penentu Harga Rumah Di Kota Bogor (Penerapan
Metode Harga Hedonik)”.
1.2. Perumusan Masalah
Lokasi perumahan di wilayah Bogor memiliki kelebihan iklim dan
topografi dibandingkan wilayah lain di Jakarta, Tangerang, Depok, Bekasi.
Udaranya sejuk dengan curah hujan yang cukup tinggi, sementara topografinya
berbukit-bukit. Hal itulah yang memberikan nilai positif bagi wilayah Bogor.
Kelebihan ini oleh pengembang kemudian dimanfaatkan dengan membangun
3
Jika dilihat berdasarkan segmentasi harga tipe rumah yang ditawarkan,
maka di Kota Bogor lebih banyak ditawarkan perumahan untuk segmen
menengah ke atas dengan harga rumah di atas Rp 200 juta, sedangkan untuk
Kabupaten Bogor lebih banyak ditawarkan perumahan untuk kalangan menengah
ke bawah. Lokasi yang bagus, lingkungan yang asri, akses yang cepat ke jalan tol
Jagorawi, membuat areal perumahan di Kota Bogor menjadi semakin banyak
peminatnya. (Republika, Maret 2005)
Sesuai dengan teori permintaan, maka meningkatnya permintaan terhadap
perumahan yang ada di Kota Bogor akan mendorong timbulnya
perumahan-perumahan baru. Kualitas perumahan-perumahan yang ditawarkan oleh pengembang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan konsumen mereka. Perberbeda-bedaan ini akan
menyebabkan perbedaan harga rumah yang ditawarkan oleh setiap pengembang.
Faktor apa saja yang paling mempengaruhi pengembang dalam menentukan harga
rumah di Kota Bogor? Faktor-faktor apa yang menentukan harga rumah
berdasarkan Metode Harga Hedonik?
Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan utama yang diangkat dalam
penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang menjadi penentu harga rumah di
Kota Bogor dengan penerapan Metode Harga Hedonik.
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor
penentu harga rumah di Kota Bogor dengan penerapan Metode Harga Hedonik.
OLEH RIMA JAILANI
H14103033
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKTOR-FAKTOR PENENTU HARGA RUMAH
DI KOTA BOGOR
(Penerapan Metode Harga Hedonik)
Oleh RIMA JAILANI
H 14103033
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Rima Jailani
Nomor Registrasi Pokok : H14103033
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Penentu Harga Rumah Di Kota Bogor (Penerapan Metode Harga Hedonik)
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. D.S. Priyarsono, M.S., Ph.D. NIP. 131 578 814
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Padang, Sumatera Barat. Penulis anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan
Abd. Lamid dan Yunina. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan,
penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN 27 Sei. Sapih, kemudian
melanjutkan melanjutkan ke SLTP Negeri 12 Padang dan lulus pada tahun pada
tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 3 Padang dan lulus
pada tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan
studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi
pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan
mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi
pembangunan Kota Padang tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada organisasi Hipotesa. Penulis juga
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Faktor-faktor Penentu Harga Rumah di Kota Bogor (Penerapan Metode Harga Hedonik)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Ir. D.S. Priyarsono, M.S., Ph.D., sebagai pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoretis dalam proses
pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2. Parulian Hutagaol, Ph.D., sebagai penguji utama sidang yang telah
memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulisan skripsi agar
menjadi lebih baik.
3. Muhammad Findi A, M.Si. selaku penguji komisi pendidikan, terutama atas
perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.
4. Papa dan Mama atas doa, pengorbanan, kesabaran, kasih sayang, dukungan,
perhatian, waktu untuk berbagi suka dan duka sangat besar artinya dalam
proses penyelesaian skripsi ini. Semua yang telah Papa dan Mama berikan
tiada taranya dan tidak dapat dinilai dengan apapun, hanya Allah SWT yang
dapat membalasnya. Adik-adikku tercinta, Nia dan Fuji atas semangat dan
dukungan yang telah diberikan selama ini.
5. Teman-teman satu bimbingan skripsi, Ricca, Reni (Jo), Anto, dan mbak
Mahila yang telah memberi dukungan serta semangat dalam penyusunan
skripsi ini. Dan temanku Evi, Uttie, Echa serta semua rekan-rekan IE
satu.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih banyak
kekurangannya. Namun, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2007
Rima Jailani
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal manusia. Sedangkan
perumahan adalah kumpulan beberapa buah rumah atau rumah-rumah untuk
tempat tinggal. Perumahan tidak sekedar tempat berlindung tetapi juga adalah
sebidang lahan tempat tinggal/residential dengan peralatan yang ada di lokasi
tersebut (air bersih, listrik, tempat sampah dan lain-lain) dan kemudahan yang
memungkinkan pelayanan di luar lokasi (pendidikan, pusat kesehatan dan
sebagainya) tempat bekerja dan fasilitas lainnya. Di daerah perkotaan masalah
perumahan biasanya dikaitkan dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan
membutuhkan standar pelayanan yang tinggi bagi lingkungan sekitarnya.
Meningkatnya permintaan rumah khususnya di wilayah Bogor
menyebabkan harga rumah menjadi meningkat. Meningkatnya permintaan rumah
terjadi karena Bogor adalah wilayah hinterland dari Jakarta. Dengan
meningkatnya harga rumah maka banyak dibangun rumah-rumah baru, sehingga
harga rumah menjadi beragam karena banyaknya rumah-rumah baru dengan
berbagai fasilitas yang ditawarkan.
Harga jual rumah dibentuk melalui suatu proses negosiasi antara penjual
dan pembeli, penjual menentukan harga rumah berdasarkan biaya yang
dikeluarkan untuk membangun suatu rumah misalnya harga tanah, harga bahan
bangunan, dan harga komponen lain yang membentuk rumah tersebut. Sedangkan
mereka akan suatu rumah, misalnya akses ke pusat kota (tempat kerja), fasilitas
rumah, luas bangunan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan Metode Harga Hedonik dapat dilihat faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi harga rumah. Metode Harga Hedonik digunakan untuk
mengevaluasi jasa/servis lingkungan, dimana kehadiran jasa lingkungan secara
langsung mempengaruhi harga pasar tertentu. Harga rumah dipengaruhi oleh
banyak faktor : jumlah kamar, luas bangunan rumah, akses, dan lain-lain. Metode
Harga Hedonik secara umum dapat diaplikasikan untuk mengevaluasi biaya dari
lingkungan, dimana data dari harga lingkungan tidak bisa terlihat secara langsung
di pasar (Turner, Pearce, dan Batemen, 1994).
Untuk menganalisis faktor-faktor yang menentukan harga rumah di Kota
Bogor dengan penerapan Metode Harga Hedonik, maka dilakukan penelitian
dengan judul “Faktor-Faktor Penentu Harga Rumah Di Kota Bogor (Penerapan
Metode Harga Hedonik)”.
1.2. Perumusan Masalah
Lokasi perumahan di wilayah Bogor memiliki kelebihan iklim dan
topografi dibandingkan wilayah lain di Jakarta, Tangerang, Depok, Bekasi.
Udaranya sejuk dengan curah hujan yang cukup tinggi, sementara topografinya
berbukit-bukit. Hal itulah yang memberikan nilai positif bagi wilayah Bogor.
Kelebihan ini oleh pengembang kemudian dimanfaatkan dengan membangun
3
Jika dilihat berdasarkan segmentasi harga tipe rumah yang ditawarkan,
maka di Kota Bogor lebih banyak ditawarkan perumahan untuk segmen
menengah ke atas dengan harga rumah di atas Rp 200 juta, sedangkan untuk
Kabupaten Bogor lebih banyak ditawarkan perumahan untuk kalangan menengah
ke bawah. Lokasi yang bagus, lingkungan yang asri, akses yang cepat ke jalan tol
Jagorawi, membuat areal perumahan di Kota Bogor menjadi semakin banyak
peminatnya. (Republika, Maret 2005)
Sesuai dengan teori permintaan, maka meningkatnya permintaan terhadap
perumahan yang ada di Kota Bogor akan mendorong timbulnya
perumahan-perumahan baru. Kualitas perumahan-perumahan yang ditawarkan oleh pengembang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan konsumen mereka. Perberbeda-bedaan ini akan
menyebabkan perbedaan harga rumah yang ditawarkan oleh setiap pengembang.
Faktor apa saja yang paling mempengaruhi pengembang dalam menentukan harga
rumah di Kota Bogor? Faktor-faktor apa yang menentukan harga rumah
berdasarkan Metode Harga Hedonik?
Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan utama yang diangkat dalam
penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang menjadi penentu harga rumah di
Kota Bogor dengan penerapan Metode Harga Hedonik.
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor
penentu harga rumah di Kota Bogor dengan penerapan Metode Harga Hedonik.
rumah di Kota Bogor. Sehingga bisa dijadikan acuan dalam membeli rumah,
apakah harga rumah sesuai dengan fasilitas yang ditawarkan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Pembaca dapat mengetahui faktor-faktor penentu harga rumah di Kota Bogor
dengan penerapan Metode Harga Hedonik serta dapat dijadikan sebagai bahan
pustaka, informasi dan referensi bagi yang memerlukan serta sebagai bahan
rujukan untuk penelitian selanjutnya.
2. Penulis dapat belajar manganalisis faktor-faktor yang menentukan harga
rumah di Kota Bogor dengan penerapan Metode Harga Hedonik sebagai
penerapan terhadap pemahaman teoritis yang telah diperoleh selama
mengikuti perkuliahan.
3. Sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan pembangunan perumahan
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teoretis
2.1.1. Konsep Rumah dan Perumahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rumah adalah bangunan
untuk tempat tinggal manusia. Sedangkan perumahan adalah kumpulan beberapa
buah rumah atau rumah-rumah untuk tempat tinggal. Perumahan terdiri atas
banyak rumah yang ditempati oleh penduduk di mana rumah-rumah tersebut
berada pada satu lokasi tertentu.
Beberapa landasan yang tidak dapat diabaikan dalam membahas aspek
kebijakan perumahan dan pemukiman di negara kita yakni Undang-Undang
Pokok Agraria No.5/1960, Undang-Undang No. 4/1982 tentang lingkungan hidup,
Undang-undang No.24/1992 tentang penataan ruang dan Undang-undang No.
4/1992 tentang perumahan dan pemukiman.
Pengertian dasar pemukiman dalam Undang-Undang No.4/1992
dimaksudkan sebagai suatu kelompok yang memiliki fungsi lingkungan tempat
hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Sarwono dalam
Wahyuningsih (2003) memilah antara rumah dan perumahan. Rumah adalah suatu
bangunan dimana manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya. Di samping
itu rumah juga merupakan tempat dimana berlangsung proses sosialisasi pada saat
seorang individu diperkenalkan kepada norma dan adat kebiasaan yang berlaku di
dalam suatu masyarakat. Maka tidak mengherankan apabila masalah rumah
dalam suatu masyarakat, maka dalam setiap masyarakat akan terdapat
rumah-rumah yang menampung kebutuhan warganya. Perumah-rumahan merupakan daerah
dimana terdapat sekelompok rumah. Setiap perumahan memiliki sistem nilai dan
kebiasaan yang berlaku bagi setiap warganya. Sistem nilai tersebut berbeda antara
suatu perumahan dengan perumahan lainnya.
Batasan permukiman atau pemukiman (Koestoer, 1995) adalah sama yakni
terkait erat dengan konsep lingkungan hidup dan penataan ruang. Pemukiman
adalah area tanah yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan
penghidupan dan merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan.
Penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia,
dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan perumahan dan pemukiman yang layak dalam lingkungan yang
sehat, aman, serasi dan teratur.
3. Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang
rasional.
4. Menunjang pembangunan dibidang ekonomi, sosial, budaya, dan
bidang-bidang lain (Undang-Undang No.4/1992).
Menurut Silas (2002), aspek yang paling dominan mempengaruhi
perumahan masa kini adalah keberlanjutannya (sustainability). Aspek ini tampak
7
harus memenuhi lima syarat dasar yang dinikmati oleh penghuni saat ini serta
yang akan datang, yaitu:
1. Mendukung peningkatan mutu produktivitas kehidupan penghuni baik secara
sosial, ekonomi dan politik. Artinya setiap anggota penghuni terinspirasi
untuk melakukan tugasnya lebih baik.
2. Tidak menimbulkan gangguan lingkungan dalam bentuk apapun sejak
pembangunan, pemanfaatan dan apabila harus dimusnahkan. Ukuran yang
dipakai terhadap gangguan yang terjadi terhadap lingkungan adalah
efektivitas konsumsi energi.
3. Mendukung peningkatan mobilitas kesejahteraan penghuninya secara fisik
dan spiritual. Berarti penghuni mengalami terus peningkatan mutu
kehidupan fisik dan non-fisik.
4. Menjaga keseimbangan antara perkembangan fisik rumah dengan mobilitas
sosial-ekonomi penghuninya. Pada awalnya keadaan fisik rumah lebih tinggi
dari keadaan non-fisik, namun ini berbalik setelah penghuni mapan di rumah
tersebut.
5. Membuka peran penghuni/pemilik yang besar dalam pengambilan keputusan
terhadap proses pengembangan rumah dan rukun warga tempat ia
berinteraksi dengan tetangga.
Hadirnya rumah juga tergantung dengan status kedudukan sosial-ekonomi
dari penghuninya. Konsumen baru merasa terdesak untuk memiliki rumah saat
anak pertama lahir. Sebuah perkawinan tidak otomatis menimbulkan desakan dan
(pada dasarnya kelompok masyarakat terdiri dari 10% amat kaya; 20% kaya; 30%
menengah dan 40% yang tergolong lapis bawah dengan penghasilan terbatas).
Kaidah merancang perumahan dibagi menjadi kaidah yang terkait dengan
lingkungan rumah (atau perumahan) dan kaidah yang berkait dengan rumah yang
masih dilihat dari bentuk dan tatanan ruang serta tampilan detail yang dapat
berupa simbol.
Bagi kaidah perencanaan kawasan perumahan, yang harus diperhatikan
dan pertimbangkan adalah:
1. Penggunaan lahan yang efektif-efisien dan terkait dengan kegiatan ekonomi
dalam arti luas.
2. Orientasi bangunan/gedung perlu memperhatikan arah angin di samping
posisi dan pergerakan matahari. Jalan dan lorong terutama disearahkan
dengan arah aliran angin sebagai koridor angin yang menjaga kesejukan
lingkungan.
3. Jalan mobil hanya disediakan sebatas kebutuhan nyata untuk keamanan dan
keadaan darurat. Parkir mobil sebaiknya terpusat sehingga jalan/lorong dapat
dijadikan sebagai “taman” komunal.
4. Tersedia fasilitas perumahan yang diadakan dan diselenggarakan secara
komunal, termasuk ruang terbuka hijau serta rekreasi memakai akses utama
melalui berjalan kaki dari perumahan yang ada. Sistem sarana dan prasarana
harus terkait dengan sistem kota yang lebih besar.
5. Ada penghijauan dan badan air yang cukup serta menyebar untuk menjaga
9
dari perumahan warga berpendapatan rendah yang cenderung berkepatan
tinggi.
Beberapa kaidah dasar dalam perancangan rumah yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Ada fleksibilitas penataan ruang, utamanya bagi masyarakat berpenghasilan
rendah. Agar hemat rumah tidak mudah disekat dan terbuka peluang
penggunaan ganda dan over-lapping.
2. Memilih bahan bangunan yang mudah diperoleh dan sudah akrab dipakai
oleh warga dengan kesulitan konstruksi yang mudah diatasi oleh keahlian
setempat.
3. Penataan ruang yang dilakukan fleksibel dan multiguna serta tidak
terkotak-kota kecil berguna untuk menjamin kedinamisan gerak dan berbagai
aktivitas lain dari penghuni serta untuk memberi keleluasaan aliran udara
dan cahaya yang tinggi. Selanjutnya pola penataan ruang yang “terbuka” ini
juga akan memberi kesan luas sehingga tercapai rasa psikologis yang
melegakan guna merangsang produktivitas kehidupan yang tinggi.
4. Tampilan bangunan harus serasi dengan tampilan bangunan yang lazim
berlaku disekitarnya. Prinsip bangunan tropis dengan teritis yang lebar,
teduh dan angin mudah lewat serta tidak tampias oleh terpaan hujan lebat
merupakan dasar yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh. Perlu
pula memberi muatan lokal yang diambil dari prinsip dan unsur arsitektur
tradisional setempat (Silas, 2002).
Menurut O’Sullivan (2000) ada enam hal yang membedakan barang dalam
1. Stock perumahan bersifat heterogen. Maksudnya masing-masing perumahan
yang ditawarkan mempunyai keistimewaan yang berbeda-beda atau ikatan
yang berbeda-beda dari servis perumahan yang lain. Perbedaan ini bisa
mencakup ukuran rumah yang ditawarkan, lokasi, usia rumah, keistimewaan
interior, fasilitas yang ditawarkan, serta manfaatnya.
2. Rumah adalah barang yang tidak bergerak (immobile). Hal ini praktis
membuat rumah tidak bisa dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang
lainnya.
3. Rumah biasanya tahan lama. Sehingga bisa digunakan selama beberapa
periode, tanpa harus diganti dengan rumah yang baru.
4. Rumah adalah barang yang berharga mahal. Dalam pembelian satu rumah
tidak jarang rumah tangga harus meminjam uang dalam jumlah besar.
5. Perpindahan biaya yang relatif tinggi. Maksudnya sebagai tambahan untuk
mendapatkan bangunan yang lebih baik maka diperlukan tambahan biaya
yang lebih besar.
6. Kebanyakan masyarakat peduli terhadap tetangga yang berlatar belakang ras
dan suku bangsa yang berbeda, seperti diskriminasi ras.
2.1.2. Pemasaran Perumahan dan Diskriminasi Harga
Menurut Arnott dalam Wahyuningsih (2003) dalam pemasaran perumahan
11
1. Di dalam karakteristik ruang dan ongkos mobilitas rumah tangga dan unit
perumahan jarang berada di kedua sisi pemasaran dan para penawar serta
permintaan perumahan atau konsumen memiliki beberapa kekuatan pasar.
2. Bila suatu harga pemilikan pasar kompetitif segera menyesuaikan diri di
dalam mengerahkan pasar, maka di dalam pasar perumahan ada hubungan
negatif antara tingkat permintaan dan laju kekosongan. Keadaan ini
mengimplikasikan harga pemilikan tidak segera dapat menyesuaikan diri dan
mekanisme penyesuaian harus dilakukan.
3. Aturan yang mempengaruhi produksi unit perumahan, peredaran dan
konsumsi dan keragaman serta kerumitan ikatan perjanjian perumahan,
menyebabkan ketidaksimetrisan di dalam informasi dan eksternalitas menjadi
signifikan.
4. Kekhasan paket lembaga pasar modal telah berkembang di beberapa negara
di dalam menghadapi pembelian rumah, seperti sebagai barang hipotek
dalam peminjaman uang. Beberapa ciri alat hipotek sebagai syarat bahwa
rumah digunakan sebagai jaminan dan jatah kredit menunjukkan bukti yang
kuat bahwa pasar modal perumahan sangat tidak sempurna di dalam pasar
perumahan. Ketidaksempurnaan pasar modal tersebut berasal dari
ketidaksimetrisan di dalam informasi dan biaya transaksi. Keadaan ini
disebutkan oleh karena yang memberi pinjaman tidak mampu
mengidentifikasikan resiko yang di beri pinjaman, sehingga muncul masalah
sendirinya memantau kegiatan yang diberi pinjaman sehingga mempengaruhi
kemungkinan kelalaian hal ini juga menyangkut bencana moral.
5. Oleh karena ada ongkos pindah, ongkos cari, ongkos iklan, dan ongkos
modifikasi maka hanya sedikit proporsi unit perumahan mungkin ada di
pasar pada waktu tertentu.
6. Adanya campur tangan pemerintah di dalam pasar perumahan sangat
berpengaruh, misalnya berupa peraturan-peraturan perpajakan dan subsidi
bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah.
Diskriminasi harga terjadi jika produsen menjual komoditi yang sama
untuk jumlah komoditi yang berbeda pada harga yang berbeda dan bukan
disebabkan oleh perbedaan biaya. Disamping itu diskriminasi harga adalah
perbedaan harga yang disebabkan penilaian pembeli yang berbeda terhadap
produk yang sama.
Adanya diskriminasi harga dapat disebabkan oleh perbedaan pembeli yang
bersedia membayar dengan harga yang berbeda untuk komoditi yang sama, atau
seorang pembeli yang bersedia membayar dengan harga yang berbeda untuk unit
yang berbeda untuk komoditi yang sama.
Menurut Lipsey (1992), diskriminasi harga terbagi atas dua jenis :
1. Diskriminasi harga sistematis, biasanya dilakukan berdasarkan
pengelompokan lokasi, pendapatan, industri, umur atau penggunaan yang
diinginkan dari komoditi dan kemudian dikenakan harga yang berbeda untuk
13
dilakukan dalam bentuk lain, seperti menetapkan harga yang tertinggi untuk
yang pertama dan lebih rendah untuk unit-unit berikutnya.
2. Diskriminasi harga tidak sistematis adalah diskriminasi harga yang diberikan
secara tidak teratur, misalnya potongan harga. Potongan harga ini biasanya
diberikan oleh perusahaan-perusahaan kepada pelanggan yang disenangi atau
pembelian atau pelanggan baru.
Berdasarkan uraian di atas pada harga rumah terjadi diskriminasi harga
sistematis karena dikelompokkan berdasarkan lokasi, misalnya rumah-rumah yang
terletak di sepanjang jalur utama dalam kompleks perumahan tentu memiliki
harga berbeda dengan rumah-rumah yang letaknya bukan di jalur utama walaupun
dengan tipe yang sama.
2.1.3. Metode Harga Hedonik
Metode Harga Hedonik digunakan untuk mengevaluasi jasa/servis
lingkungan, dimana kehadiran jasa lingkungan secara langsung mempengaruhi
harga pasar tertentu. Di dalam penerapannya, bentuk aplikasi dari Metode Harga
Hedonik adalah pasar properti. Harga rumah dipengaruhi oleh banyak faktor :
jumlah kamar, luas bangunan rumah, akses, dan lain-lain. Satu faktor penting
seperti akses akan menjadi penentu kualitas lingkungan lokal. Jika kita bisa
mengontrol faktor-faktor di luar lingkungan, melihat rumah berdasarkan jumlah
kamar yang sama, luas bangunan yang sama, akses yang sama, dan lain
sebagainya., kemudian perbedaan sisanya di dalam harga rumah akan bisa
menilai harga faktor yang tidak bisa langsung terlihat datanya di pasar, misalnya
harga kualitas lingkungan, harga keindahan taman, juga harga lokasi/jarak ke
pusat kota (Turner, Pearce, dan Batemen, 1994).
Metode Harga Hedonik dikembangkan oleh Griliches ( 1971) dan Rosen
(1974). Pada ekonomi lingkungan, metode ini digunakan untuk menentukan harga
suatu barang konvensional yang bervariasi sebagai jawaban atas perubahan pada
barang lingkungan yang saling berhubungan erat. Sebagai contoh, harga rumah
dipengaruhi oleh mutu udara yang melingkupi lingkungan perumahan. Keputusan
individu untuk membeli rumah merupakan suatu fungsi yang tergantung pada
tingkat polusi pada lingkungan rumah. Polusi a “ tidak baik”, dan individu akan
membayar lebih untuk mendapatkan rumah. Itu dilakukan untuk meningkatkan
mutu udara di lingkungan sekitar rumah. Metode Harga Hedonik
memperbolehkan kita untuk mengukur nilai kesediaan untuk membayar
(willingness to pay) terhadap lingkungan (Patunru, 2004).
Sebagai contoh, berdasarkan penelitian dari National Account Australia
(2001) diketahui bahwa harga notebook ditentukan oleh Hard disk dalam MB,
RAM dalam MB, Kecepatan Prosesor dalam MHz, Dummy Cd-Rom, Dummy
IBM, dan lain-lain. Metode Harga Hedonik ini bisa diterapkan dengan
menggunakan analisis regresi (Ordinary Least Squares/OLS). Rumus umum dari Model Regresi Berganda adalah :
K
15
Dalam hal ini harga P dibentuk oleh variabel-variabel bebas (Xk). Harga P
notebook ditentukan oleh variabel bebas Xk seperti hard disk, RAM, CD-ROM,
Kecepatan Prosesor, dan lain-lain.
Metode Harga Hedonik dapat digunakan untuk mengestimasi keuntungan
ekonomi atau mengasosiasikan harga dengan :
1. Kualitas lingkungan, termasuk polusi udara, polusi air dan kebisingan.
2. Kenyamanan lingkungan, di antaranya nilai estetika atau dekat dengan tempat
rekreasi.
Menurut Malpezzi (2002), alasan dasar menggunakan Metode Harga
Hedonik adalah harga faktor yang baik berhubungan dengan karakteristik atau
jasa yang disediakan. Contohnya harga mobil menggambarkan karakteristik dari
mobil tersebut (kelancaran dalam transportasi, nyaman, gaya, mewah, hemat
bahan bakar, dan lain-lain). Oleh karena itu, kita dapat menilai karakteristik dari
mobil atau yang lain dengan melihat harga dari kemampuan untuk membayar
seseorang untuk dapat ditukar apabila karakteristik mobil juga berubah.
Metode Harga Hedonik selalu selektif dalam menentukan harga rumah
karena :
1. Dalam satu area harga rumah yang baru dikeluarkan berhubungan erat dengan
harga tanah kosong dalam area tersebut.
2. Terdapatnya data dalam transaksi real estate dan area terbuka, membuat
Keuntungan dari Metode Harga Hedonik adalah :
1. Metode ini dititikberatkan untuk menduga nilai berdasarkan pilihan-pilihan
yang aktual.
2. Pasar properti relatif efisien dalam merespon informasi sehingga dapat
menjadi indikasi nilai yang baik.
3. Catatan properti mudah untuk disusun kembali.
4. Data penjualan properti dan karakteristik sudah terdapat seiring dengan
banyaknya sumber yang ada, dan bisa berhubungan juga dengan sumber data
sekunder lainnya untuk memperoleh variabel deskriptif untuk analisisnya.
5. Metode ini serbaguna dan bisa diadaptasi untuk mempertimbangkan beberapa
interaksi yang mungkin antar barang-barang pasar dan kualitas lingkungan.
(Malpezzi, 2002)
Pendekatan Metode Harga Hedonik mempunyai beberapa kekurangan
yaitu :
1. Penggunaan yang tidak bersahabat.
Menduga hubungan antara harga rumah dan kualitas lingkungan membutuhkan
kemampuan statistik yang tinggi untuk memisahkan pengaruh lain terhadap harga
rumah seperti ukuran rumah, aksesibilitas, dan lain-lain.
2. Pasar properti.
Metode yang berdasarkan asumsi bahwa orang mempunyai kesempatan untuk
memilih kombinasi dari keistimewaan rumah (ukuran, aksesibilitas, kualitas
lingkungan), dimana kebanyakan dari mereka lebih suka diberi batasan pada
17
2.2. Tinjauan Empirik
2.2.1. Analisis Makro Properti dan Perumahan Nasional Tahun 2006 dan Prediksi Tahun 2007
Ekspansi bisnis properti selama tahun 2006 mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2005. Sebagian besar pengembang mulai menurunkan
ekspansi bisnisnya sambil melihat peluang pasar untuk tahun 2007. Sebagian
besar pengembang sibuk menyelesaikan proyek yang sudah berjalan sejak tahun
2004. Walaupun demikian masih ada beberapa pengembang besar yang optimis
melihat peluang pasar tahun 2007 dan terus melanjutkan proyeknya.
Nilai kapitalisasi bisnis properti tahun 2006 mencapai Rp 79,51 tliliun dan
tahun 2007 diperkirakan mengalami penurunan sebesar 15,75 persen menjadi Rp
66,99 triliun. Secara umum puncak nilai kapitalisasi bisnis properti terjadi pada
tahun 2005, yang mencapai Rp 92,06 triliun. Sejak tahun itu nilai kapitalisasi
terus mengalami penurunan yang diprediksi bisa terjadi hingga tahun 2009.
Tahun 2007 seluruh sektor properti mengalami penurunan ditinjau dari
nilai kapitalisasi bisnis, kecuali sektor perumahan. Nilai kapitalisasi bisnis
perumahan tahun 2005 mecapai Rp 16,19 triliun, nilai kapitalisasi penjualan
rumah ini mengalami penurunan sebesar 3 persen menjadi Rp 16,07 triliun tahun
2006. Sementara tahun 2007 diprediksikan akan mengalami peningkatan secara
signifikan sebesar 17 persen, seiring dengan turunnya tingkat suku bunga KPR
yang diperkirakan akan mencapai Rp 20,79 triliun.
Nilai transaksi penjualan rumah tahun 2006 dan prediksi tahun 2007
1. Penjualan rumah sederhana melalui KPR BTN bersubsidi tahun 2006
mengalami peningkatan sebesar 21,5 persen dari Rp 2,17 triliun tahun 2005
menjadi Rp 2,64 triliun. Pada tahun 2007 diperkirakan meningkat sebesar 39,8
persen menjadi Rp 3,69 triliun.
2. Penjualan rumah sederhana KPR non subsidi tahun 2006 mengalami
penurunan sebesar 4,5, persen menjadi Rp 1,78 triliun dari Rp 1,87 tahun
2005. Dan tahun 2007 diperkirakan akan meningkat sebesar 19 persen menjadi
Rp 2,13 triliun.
3. Penjualan rumah menengah melalui KPR Swasta tahun 2006 mengalami
penurunan sebesar 5,2 persen menjadi Rp 5,14 triliun dari Rp 5,43 triliun
tahun 2005. Dan tahun 2007 mengalami peningkatan 26 persen menjadi Rp
6,4 triliun.
4. Penjualan rumah menengah ke atas pada tahun 2006 mengalami penurunan
0,9 persen menjadi sebesar Rp 4,48 triliun dari Rp 4,52 triliun tahun 2005.
Dan tahun 2007 diperkirakan mengalami penigkatan 29,5 persen menjadi
sebesar Rp 5,81 triliun.
5. Penjualan rumah besar dan mewah tahun 2006 mengalami penurunan 8,1
persen menjadi sebesar Rp 2,02 triliun dari Rp 2,19 teriliun tahun 2005. Dan
pada tahun 2007 diperkirakan akan mengalami peningkatan 32,7 persen
19
2.2.2. Analisis Harga Jual Rumah Tahun 2006 dan Prediksi 2007 di Bodetabek
Menurut data dari PSPI (Pusat Studi Properti Indonesia) sepanjang tahun
2006 proyek perumahan di Jabodetabek kebanyakan mengarah pada konsep town
house, hal ini disebabkan karena permintaan akan town house cukup tinggi di
Jabodetabek disamping lahan yang mahal dan sukar dicari oleh para pengembang.
Segmen harga town house berkisar antara Rp 600 juta hingga Rp 2,5 milliar.
Konsep town house menarik bagi konsumen, karena para pengembang
menawarkan sistem keamanan dan kenyamanan yang memadai bagi calon
penghuni.
Berdasarkan gambar 1 dan gambar 2 dapat dilihat kecenderungan harga
jual rumah dari tahun 2002 hingga tahun 2006 dan prediksi harga jual rumah
tahun 2007 :
1. Harga rumah sederhana melalui KPR RS-BTN Plus Tipe-28 di Kawasan
Bodetabek pada tahun 2006, berkisar antara Rp 55,8 juta hingga Rp 61,6 juta
per unit. Sedangkan tahun 2007 diperkirakan meningkat sebesar 12 persen
menjadi Rp 55,1 juta hingga Rp 62,9 juta per unit.
2. Harga rumah sederhana KPR RS-BTN Plus Tipe-36 di kawasan Bodetabek
pada tahun 2006 berkisar antara Rp 63,6 juta hingga Rp 71,6 juta per unit.
Pada tahun 2007, diperkirakan meningkat sebesar 12,3 persen menjadi Rp
Gambar 2.1. Harga Jual Rata-Rata Rumah Tipe 28 dan 36 di Bodetabek
3. Harga rumah sederhana KPR RS-Bank Swasta Tipe-36 di kawasan
Bodetabek, pada tahun 2006 berkisar antara Rp 114,4 juta hingga Rp 122,7
juta per unit. Sementara pada tahun 2007, diperkirakan meningkat sebesar
11,6 persen menjadi Rp 125,4 juta hingga Rp 139,2 juta per unit.
4. Harga rumah KPR Bank Swasta Tipe-45 di Bodetabek. Pada tahun 2006,
berkisar antara Rp. 134,4 juta hingga Rp 153,4 juta per unit. Sementara pada
tahun 2007, diperkirakan meningkat sebesar 11,4 persen menjadi Rp 152,2
hingga Rp 169,1 juta per unit.
5. Harga rumah menengah pada tahun 2006 berkisar antara Rp 319 juta per unit
per tahun. Pada tahun 2007 diperkirakan harga rumah menengah berkisar
pada harga Rp 357 per unit.
6. Harga rumah besar untuk tahun 2006 berada pada harga Rp 623 juta per unit,
sedangkan untuk tahun 2007 harga rumah besar diperkirakan pada kisaran
harga Rp 700 juta ke atas per unit. 0
2002 2003 20040 2005 2006 2007P
21
Gambar 2.2. Harga Jual Rata-Rata Rumah Tipe 28 dan 36 di Bodetabek
Koreksi harga rumah tahun 2006 terjadi hampir di seluruh kawasan
perumahan, hal ini disebabkan karena daya beli masyarakat yang menurun karna
naiknya harga BBM pada akhir tahun 2005. Namun konsumen akan menunggu
saat yang tepat untuk membeli rumah sambil mencari perumahan mana yang tepat
untuk dibeli.
2.2.3. Penelitian Perumahan dan Data Cross Section
Penelitian yang dilakukan oleh Verbeek (2000), menggunakan Metode
Harga Hedonik dengan alat analisis Ordinary Least Square (OLS) untuk
menetukan faktor yang mempengaruhi harga rumah (housing price). Berdasarkan
penelitiannya diketahui bahwa yang mempengaruhi harga rumah adalah luas
rumah, kamar tidur, kamar mandi, AC (air conditioning), ruang keluarga,
basement, gas untuk air panas, garasi, area yang disukai, dan sejarah rumah.
Wahyuningsih (2003), mengenai pola preferensi relatif konsumen dalam
memilih lokasi rumah tinggal perkotaan di kompleks perumahan real estate dan 0
2002 2003 2004 2005 2006 2007P
aspek kelembagaan yang mempengaruhinya (studi kasus di Kota Banda Aceh
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam) menunjukkan bahwa alasan seseorang
memilih tinggal di kompleks perumahan real estate adalah karena lokasi yang
dekat dengan tempat kerja, lingkungan hunian yang aman dan nyaman, fasilitas
umum yang memadai, dekat dengan pusat pertumbuhan dan faktor selera untuk
tinggal di kompleks perumahan bagus.
Wiraswara (2005), menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS)
dengan data cross section untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi dan
pengurangan angka kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan penelitiannya di
ketahui bahwa yang berpengaruh nyata terhadap kemiskinan adalah variabel
melek huruf, listrik dan dummy jawa. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi
tidak memiliki pengaruh yang nyata tehadap kemiskinan.
2.3. Kerangka Pemikiran
Meningkatnya permintaan rumah di Kota Bogor, menyebabkan banyaknya
dibangun rumah-rumah baru. Banyaknya pembangunan rumah-rumah baru ini
akan menyebabkan harga rumah menjadi beragam. Ini terjadi karena setiap rumah
mempunyai fasilitas yang berbeda-beda, sehingga harga yang ditawarkan oleh tiap
pengembang perumahan juga berbeda-beda. Secara umum harga rumah
ditentukan oleh luas rumah, fasilitas, kondisi rumah, luas tanah, akses ke pusat
kota, lokasi dan kualitas bangunan.
Pada penelitian ini akan digunakan metode yaitu Metode Harga Hedonik
23
Harga Hedonik menilai harga faktor yang tidak bisa langsung terlihat datanya di
pasar seperti harga kualitas lingkungan atau harga lokasi. Maka dalam melihat
harga rumah variabel yang digunakan seperti jarak ke pusat kota, luas bangunan
(tipe rumah), jumlah kamar tidur, jumlah kamar mandi, kapasitas garasi, dan luas
ruang kelurga. Variabel jarak yang digunakan merupakan proksi dari lokasi,
dimana nilai dari lokasi tidak bisa ditentukan, maka didekati dengan jarak yang
dibakukan. Setelah dianalisis maka akan didapatkan faktor-faktor apa saja yang
menentukan harga rumah di Kota Bogor. Dari hasil yang didapat bisa diberikan
rekomendasi bagi perumahan di Kota Bogor.
Secara konseptual faktor-faktor penentu harga rumah di Kota Bogor dapat
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual Faktor-Faktor Penentu Harga
Rumah di Kota Bogor Harga Rumah Beragam di Kota Bogor
Rekomendasi
Metode Harga Hedonik : menilai harga faktor yang tidak bisa langsung terlihat
datanya di pasar
Harga Rumah Secara Umum dipengaruhi oleh : 1. Fasilitas
2. Luas bangunan 3. Akses ke pusat kota 4. Kualitas bangunan 5. Lokasi
25
2.4. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan menurut teori dan literatur adalah sebagai
berikut :
a. Variabel jarak ke pusat kota, luas bangunan (tipe rumah), jumlah kamar
tidur, jumlah kamar mandi, kapasitas garasi, dan luas ruang kelurga
berpengaruh nyata terhadap harga rumah. Hal ini berarti variabel-variabel
tersebut sangat berpengaruh terhadap harga rumah di Kota Bogor.
b. Variabel luas bangunan (tipe rumah), jumlah kamar tidur, jumlah kamar
mandi, kapasitas garasi, dan luas ruang kelurga. Artinya, peningkatan pada
variabel tersebut akan meningkatkan harga rumah di Kota Bogor.
c. Variabel jarak ke pusat kota bernilai negatif terhadap harga rumah. Hal ini
berarti semakin dekat jarak antara rumah dengan pusat kota maka harga
rumah akan semakin mahal, sedangkan rumah yang semakin jauh dari pusat
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2007 sampai dengan April 2007.
Data untuk mendukung penelitian ini dikumpulkan dari para pengembang
perumahan yang ada di Kota Bogor yaitu perumahan Villa Bukit Golf, Taman
Yasmin, Bukit Villa Cimanggu, Taman Sari Persada, Taman Citra 3, Bogor Lake
Side, Mutiara Bogor Raya, dan Bogor Nirwana Residence. Data dan literatur dari
Pusat Studi Properti Indonesia, perpustakaan IPB, perpustakaan Fakultas Ekonomi
dan Manajemen dan perpustakaan Fakultas Ekonomi UI.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian ini, data yang digunakan merupakan data sekunder. Dalam
penelitian ini data sekunder yang diambil adalah data harga rumah, data jarak dari
rumah ke pusat kota, data luas bangunan rumah, data jumlah kamar mandi, data
jumlah kamar tidur, data kapasitas garasi, dan data luas ruang keluarga.
3.3. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan kuantitatif.
Metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel-variabel yang
digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Untuk mengestimasi parameter
digunakan teknik OLS (Ordinary Least Square). Analisis regresi adalah sebuah
27
atau lebih dengan memperhatikan pengaruh suatu peubah terhadap peubah
lainnya.
Model yang akan digunakan untuk melihat faktor-faktor yang menentukan
harga rumah di Kota Bogor yaitu Metode Harga Hedonik yang dirumuskan
sebagai berikut :
X3 : jumlah kamar tidur pada rumah di Kota Bogor (unit)
X4 : jumlah kamar mandi rumah di Kota Bogor (unit)
X5 : kapasitas garasi pada rumah di Kota Bogor (unit)
X6 : luas ruang keluarga pada rumah di Kota Bogor (m2)
ε : Koefisien galat
Data yang digunakan diubah ke dalam bentuk Sebaran Normal Baku
karena :
1. Satuan variabel berbeda-beda.
2. Keragaman nilai satu variabel berbeda dengan keragaman nilai variabel
lainnya.
Bentuk Sebaran Normal Baku dapat dirumuskan sebagai berikut :
Z = x-
µ
σ
dimana :β
Z
=
Peubah acak normalx
=
Peubah acakµ
=
Nilai tengah populasiσ
=
Simpangan baku populasiDengan catatan nilai tengah populasi dapat didekati oleh rataan contoh (x),
dan simpangan baku populasi (
σ
) dapat didekati dengan simpangan baku contoh(s), dimana :
_ s=
√
∑ (x-x)2n-1
Sehingga bentuk persamaan model Sebaran Normal Baku adalah sebagai berikut :
Zy= β0+ β1 Z1 + β2 Z2 + β3 Z3 + β4 Z4 + β5 Z5 + β6 Z6+ +ε...(3.1)
Untuk lebih mengukur validitas dari persamaan tersebut maka dilakukan
pengujian orde I atau pengujian orde II. Pengujian orde I meliputi uji koefisien
determinasi (R2), uji t, uji F. Uji orde kedua adalah uji penyimpangan klasik yang
meliputi uji mulikolinearitas dan heteroskedastisitas. Uji autokorelasi tidak
dilakukan pada model ini karena data yang digunakan merupakan data cross
section dimana tidak terlalu penting untuk melakukan uji tersebut. Adapun
penjelasan mengenai pengujian tersebut adalah :
A. Koefisien Determinasi (R2)
Uji keragaman digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman
yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Uji ini
juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam
( )
μβ
29
model dapat menerangkan model. Dua sifat R2 adalah merupakan besaran negatif
dan batasnya antara nol sampai satu. Suatu R2 sebesar 1 berarti kecocokan
sempurna sedangkan (R2) yang bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara
variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan. Rumus untuk menghitung
(R2) adalah :
JKT = jumlah kuadrat total
JKG = jumlah kuadrat galat
B. Uji t
Uji t digunakan untuk melihat keabsahan dari hipotesis yang telah
disebutkan dan membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik
bersifat signifikan atau tidak. Melalui uji ini apakah koefisien regresi satu persatu
secara statistik signifikan atau tidak.
)
Jika nilai t hitung lebih kecil dari nilai t label atau p-value lebih besar dari
α tertentu maka hipotesis nol βj= 0 diterima. Namun, jika nilai tj lebih besar dari
nilai t tabel atau p-value lebih kecil dari α yang telah ditentukan maka hipotesis
C. Uji F
Uji F digunakan untuk membuktikan secara statistik bahwa seluruh
koefisien regresi juga signifikan dalam menentukan nilai dari variabel tak bebas.
Untuk uji F hipotesis diuji adalah :
0
Jika seluruh nilai sebenarnya dari parameter regresi sama dengan nol, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan linier antara variabel tak bebas
dengan variabel-variabel bebas. Untuk mengujinya dapat digunakan F statistik
dengan formula sebagai berikut :
(
)
Jika nilai F satistik lebih kecil dari nilai t tabel maka hipotesis diterima. Namun
jika nilai F statistik lebih besar dari nilai F tabel berdasarkan suatu level of
significance tertentu maka hipotesis ditolak.
D. Multikolinier
Multikolinier adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel bebas di
antara satu dengan yang lainnya. Variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal
adalah variabel bebas yang nilai korelasi di antara sesamanya sama dengan nol.
Jika korelasi di antara sesama variabel bebas ini sama dengan satu, maka
konsekuensinya adalah koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir,
nilai standar error setiap koefisien menjadi tidak terhingga. Hal-hal utama yang
31
1. Kesalahan teoritis dalam pembentukan model fungsi regresi yang
dipergunakan.
2. Terlampau kecilnya jumlah pengamatan yang akan dianalisis dengan model
regresi.
Untuk mendeteksi multikolinier dapat dilihat dengan menghitung
koefisien korelasi parsial. Disamping itu untuk melihat variabel eksogen mana
yang saling berkorelasi dilakukan dengan meregresi tiap variabel eksogen dengan
sisa variabel eksogen yang lain dan menghitung nilai R2 yang cocok.
Dalam model regresi :
)
Kita regresikan setiap Xi atas X yang lain dan kemudian menghitung R2 yang
bersangkutan yang kita nyatakan dengan simbol Rxi, kemudian kita tentukan nilai
F masing-masing regresi tersebut dan dinyatakan dengan Fxi. Formula hubungan
antara F dan R2 dinyatakan sebagai berikut :
(
)
N = jumlah observasi
K = jumlah variabel bebas
Jika Fxi lebih besar dari nilai F tabel pada suatu level of significance tertentu,
maka dapat diartikan bahwa variabel bebas Xk tertentu mempunyai variabel bebas
tertentu, maka dapat diartikan bahwa variabel bebas Xk tertentu tidak mempunyai
korelasi dengan variabel bebas lain.
E. Heteroskedastisitas
Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas
(tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama. Gejala
adanya heteroskedastisitas dapat ditunjukkan oleh probability Obs*R-squared
pada uji White Heteroskedastisicity.
0
Probality Obs*R-squared < α, maka tolak H0
Probability Obs*R-squared.> α,maka terima H0
Heteroskadastisitas dapat juga dideteksi dengan menggunakan metode
grafik yang memetakan hubungan antara variabel tak bebas dengan kuadrat
residual. Jika terdapat pola yang sistematis antara dua variabel tersebut maka
dapat dikatakan bahwa persamaan regresi mengandung heteroskedastisitas.
Akibat yang ditimbulkan pada model regresi yang mengandung
heteroskedastisitas pada faktor-faktor gangguannya yang diterapkan adalah
sebagai berikut :
1. Penaksir-penaksir OLS tidak akan bias (unbiased)
Artinya, penaksir-penaksir OLS adalah tidak bias sekalipun dalam kondisi
heteroskedastisitas. Hal ini disebabkan karena tidak menggunakan asumsi
33
2. Varian yang diperoleh menjadi tidak efisien
Artinya, cenderung membesar sehingga tidak lagi merupakan varian yang
terkecil. Kecenderungan semakin membesarnya varian tersebut akan
mengakibatkan uji hipotesis yang dilakukan juga tidak akan memberikan hasil
yang baik (tidak valid). Pada uji t terhadap koefisien regresi, t hitung diduga
terlalu rendah. Kesimpulan tersebut akan semakin buruk jika sampel
pengamatan semakin kecil jumlahnya. Dengan demikian, model diperbaiki
dulu agar pengaruh dari heteroskedastisitasnya hilang.
3.4. Definisi Operasional
Analisis faktor-faktor penentu harga rumah di Kota Bogor dengan
penerapan Metode Harga Hedonik yang dianalisis dengan regresi linier berganda
yang diestimasi dengan teknik OLS (Ordinary Least Square) dan dengan data
cross section yang dapat dipermudah dengan menggunakan software program
Microsoft Excel dan Eviews 4.1. Hasil tersebut dapat dijadikan dasar untuk
mengidentifikasi apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi harga rumah di Kota
Kota Bogor adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini
terletak 54 km sebelah selatan Jakarta, dan wilayahnya berada di tengah-tengah
wilayah Kabupaten Bogor. Luas wilayah Kota Bogor 21,56 km². Bogor dikenal
dengan julukan kota hujan, karena memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Kota
Bogor terdiri atas 6 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 31 kelurahan dan
37 desa.
Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”BT - 106°51’00”BT dan
30’30”LS – 6°41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter,
maksimal 350 meter dengan jarak dari ibu kota kurang lebih 60 km. Kota Bogor
mempunyai luas wilayah 118,5 km² dan mengalir beberapa sungai yang
permukaan airnya jauh di bawah permukaan dataran, yaitu: Ciliwung, Cisadane,
Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi, dan Cibalok. Topografi yang demikian
menjadikan Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir alami.
Kota Bogor berbatasan dengan kecamatan-kecamatan dari Kabupaten
Bogor sebagai berikut:
1. Sebelah utara: Kecamatan Sukaraja, Bojonggede, dan Kemang
2. Sebelah Timur: Kecamatan Sukaraja dan Ciawi
3. Sebelah Selatan: Kecamatan Cijeruk dan Caringin
35
Kota Bogor terdiri dari 6 kecamatan yaitu Kecamatan Bogor Tengah,
Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Barat,
Kecamatan Bogor Timur dan Kecamatan Tanah Sareal. Kecamatan Bogor Tengah
terdiri atas 11 kelurahan, Kecamatan Bogor Utara ada 8 kelurahan, Kecamatan
Bogor Selatan ada 16 kelurahan, Kecamatan Bogor Barat ada 16 kelurahan,
Kecamatan Bogor Timur ada 6 kelurahan dan Kecamatan Tanah Sareal ada 11
kelurahan.
Ketinggian Kota Bogor dari permukaan laut adalah minimal 190 m dan
maksimal 330 m. Disebut Kota Hujan dengan keadaan cuaca dan udara yang sejuk
dengan suhu udara rata-rata setiap bulannya adalah 26°C dan kelembaban
udaranya kurang lebih 70 persen. Suhu terendah di Bogor adalah 21,8°C, yang
paling sering terjadi pada Bulan Desember dan Januari.
Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0–15 persen dan sebagian kecil
daerahnya mempunyai kemiringan antara 15–30 persen. Jenis tanah hampir di
seluruh wilayah adalah lotosil coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah
lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap
erosi. Kedudukan topografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten
Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibu kota negara, Jakarta, merupakan
potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi.
Adanya Kebun Raya yang di dalamnya terdapat Istana Bogor merupakan tujuan
wisata yang menarik. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak/Cianjur
Jumlah penduduk Kota Bogor sampai dengan tahun 2005 adalah 844.778
jiwa, yang terdiri dari 429.627 laki-laki dan sisanya sebanyak 415.151 perempuan.
Kalau berdasarkan persentase maka jumlah kaum laki-laki adalah sebanyak 50,86
persen, dan kaum perempuan sebanyak 49,14 persen.
4.2. Perekonomian Kota Bogor
Berdasarkan Perda Kota Bogor nomor 1 tahun 2000 tentang rencana tata
ruang wilayah 1999-2000. Kota Bogor memiliki fungsi sebagai kota perdagangan,
kota industri, kota pemukiman, kota wisata ilmiah dan kota pendidikan.
Kota Bogor yang sedang giat-giatnya ingin mengantarkan masyarakatnya
menuju kota internasional, memasukkan perdagangan ke dalam aspek keempat
pembangunan, yaitu ekonomi. Aspek pembangunan tersebut adalah fisik dan
lingkungan, sumber daya manusia, sosial budaya, ekonomi, dan politik.
Untuk mengarah sebagai kota internasional, pemerintah kota memberikan
banyak peluang usaha dan pengembangan bisnis dengan nilai investasi mencapai
ratusan milyar rupiah. Mulai dari pengembangan industri pengolahan makanan
hingga pembangunan infrastruktur. Semua anggaran digunakan untuk
mempersiapkan infrastruktur menuju kota internasional.
Struktur perekonomian Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan
yang menyerap sekitar 49.000 atau 18 persen penduduk usia kerja, hotel dan
restoran yang memberikan kontribusi sebesar 29,93 persen terhadap PDRB Kota
Bogor, disusul kemudian oleh sektor industri yang memberikan kontribusi sebesar
37
Kehadiran industri dalam skala besar yang mampu menyerap ribuan
tenaga kerja juga menjadi faktor yang menyebabkan aktivitas perekonomian
tinggi. Kecamatan Bogor Selatan menjadi sentra industri kerajinan dengan bahan
baku kulit dan kayu. Kecamatan Tanah Sareal menjadi lokasi industri besar
seperti Unitex yang bergerak dalam bidang pertekstilan, Garmen Perkasa dalam
bidang garmen, dan Goodyear dalam bidang industri ban. Meskipun secara
langsung belum memberikan nilai berarti bagi pembangunan daerah, namun
dengan tenaga kerja yang diserap telah memberikan andil kemajuan ekonomi.
Laju pertumbuhan industri pengolahan memiliki dampak ganda, baik itu
produksi terhadap bahan baku maupun perdagangan. Kebutuhan bahan baku
industri makanan dan minuman seperti sayur-sayuran dan buah-buahan akan
membuat petani semakin terpacu berproduksi. Dengan kata lain, Bogor akan
mampu memberikan dampak secara ekonomis bagi daerah sekitarnya seperti
Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kabupaten Sukabumi.
Industri makanan yang masih dapat dikembangkan seperti industri keripik
talas, es krim talas, dan dodol talas yang berlokasi di Kecamatan Bogor Barat dan
Tanah Sareal. Selain itu, peluang usaha untuk pengembangan industri sepatu dan
tas masih terbuka di Kecamatan Bogor Selatan dan Timur. Sementara
pembangunan infrastruktur yang masih menunggu investor antara lain
pembangunan underpass dan flyover dengan total investasi sekitar Rp 30 milyar.
Industri pengolahan dan perdagangan yang menjadi tumpuan
perekonomian daerah memiliki perkembangan yang potensial. Industri ini akan
wisatawan tercermin dari keramaian pusat perdagangan makanan dan
buah-buahan, serta factory outlet sepatu dan tas yang terdapat di Jalan Surya Kencana,
Siliwangi, Pajajaran, dan Tajur.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian adalah
sejarah. Peninggalan sejarah seperti istana presiden, kebun raya, museum, dan
prasasti Batu Tulis membuat Kota Bogor berkembang dalam bidang pariwisata.
Kota Bogor memiliki relatif banyak obyek wisata diantaranya Kebun Raya
Bogor merupakan obyek wisata alam, ilmiah dan budaya seluas 87 ha. Istana
kepresidenan obyek wisata sejarah dan budaya seluas 231,34 m2. Plaza Kapten
Muslihat, obyek wisata taman rekreasi seluas 17.690 m2. Museum Zoologi Bogor,
Obyek wisata ilmiah dan budaya seluas 1.600 m2. Museum Perjuangan, obyek
wisata sejarah dan budaya seluas 800 m2. Museum Pembela Tanah Air, obyek
wisata sejarah dan budaya seluas 7.400 m2 dan museum tanah seluas 30 m2
sebagai obyek wisata ilmiah.
Seiring dengan perjalanan waktu, kota Bogor terus berkembang hingga
saat ini bukan lagi menjadi sekedar tempat peritirahatan, tetapi telah menjadi kota
modern yang dinamis dengan multifungsi. Banyak fungsi yang diemban oleh kota
Bogor sedikit banyak menunjukan kompeleksitas perkembangan fisik Kotanya.
4.3. Perumahan Di Kota Bogor
Kini Kota Bogor sedang menuju era kota baru yang disebut Kota
Metropolitan. Setiap tahun tanah-tanah dipusat kota mulai diperebutkanan oleh
39
kota menjadi gedung-gedung baru dan berdirilah mall, plaza, perumahan elit,
pusat-pusat perdagangan, perkantoran, dan sebagainya. Otonomi Daerah juga ikut
memacu pemerintah kota menggali sumber-sumber pendapatan daerah seoptimal
mungkin agar dapat membiayai pembangunan di daerahnya, termasuk dengan
pemanfaatan lahan-lahan yang kini diperhitungkan bagaimana cara agar lahan itu
dapat menghasilkan sumber pendapatan daerah yang lebih besar.
Kota Bogor memiliki cukup banyak pilihan rumah yang tersedia. Untuk
rumah berharga Rp200 jutaan banyak terdapat di Bogor Utara, meliputi daerah di
Jalan Raya Baru dan Jalan Raya Bogor. Disana tercatat perumahan Bukit
Cimanggu Villa, Tamansari Persada Bogor, Taman Yasmin, Vila Bogor Indah
dan Bumi Sentosa. Empat perumahan yang disebut pertama tergolong perumahan
lama, sudah dikembangkan sebelum krisis ekonomi.
Sebagai contoh yaitu Perumahan Bumi Cimanggu Villa (BCV) yang
dibangun oleh PT Gapura Prima Perdana dan berlokasi di Jalan Raya Baru,
Bogor, merupakan perumahan yang terus berkembang pesat. Dengan areal seluas
200 hektar, BCV sudah dilengkapi beragam fasilitas antara lain klub olah raga,
spa, lapangan tenis indoor, kolam renang. Rumah-rumah yang tersedia juga
bervariasi tipe dan harga.
Untuk rumah mungil tersedia rumah dengan luas bangunan 45 meter
persegi dan tanah 96 meter persegi di Villa Taman Boulevard seharga Rp 102
juta. Di sini rumah-rumah dibangun dengan sistem cluster, sehingga keamanan
lingkungan lebih terjamin. Ingin yang rumah lebih besar bisa dijumpai tipe rumah
139 juta. Dan yang jauh lebih besar lagi adalah rumah seluas 128 meter persegi
dengan tanah 180 meter persegi dengan harga Rp 376 juta/unit.
Beberapa developer perumahan di Bogor diantaranya adalah PT Inti Karsa
Daksa yang membangun Perumahan Bogor Asri Cibinong, Perumahan Bogor
Rivaria yang dikembangkan oleh PT Abadi Mukti, Perumahan Bukit Cimanggu
Villa seluas kurang lebih 200 hektare yang dibangun oleh PT Perdana Gapura
Prima, PT Jaringan Selera Asia (JSA) yang membangun tahap pertama dari
perumahan Griya Cendekia di wilayah Parung. Masih banyak lagi developer yang
terlibat di bisnis perumahan di kawasan Bogor antara lain PT Badilany Parti
(Perumahan Bumi Indraprasta II). Dan dari sekian banyak perumahan di atas,
Perumahan Danau Bogor Raya (PT Sejahtera Ekagraha) dan Villa Duta Indah
merupakan dua contoh perumahan mewah yang ada di wilayah Bogor.
Lokasi perumahan-perumahan tersebut paling cocok untuk bermukim
orang yang bekerja di Bogor. Bagi mereka yang bekerja di Jakarta, dapat
mengaksesnya melalui tol Jagorawi, keluar di pintu tol Sentul Utara (sikuit
Sentul). Yang terdekat Bumi Sentosa (sekitar 3 km), sedangkan yang terjauh
Tamansari Persada Bogor (sekitar 10 km). Diakses dari gerbang tol Bogor juga
bisa, namun harus melewati kemacetan di depan Terminal Baranangsiang hingga
Tugu Kujang.
Pola penggunaan lahan kota Bogor didominasi oleh lahan pemukiman
selua 8.296,83 ha atau 70,01 persen dari luas keseluruhan kota. Umumnya
wilayah pemukiman ini berkembang secara linier mengikuti jaringan yang ada,
41
pertanian baik sawah maupun ladang seluas 1.288,66 ha (10,87 persen) dan
penggunaan lahan untuk kebun campuran seluas 154,55 ha (1,30 persen)
sedangkan penggunaan lahan hutan kota seluas 141,50 ha (1,19 persen) dan
sisanya untuk kegiatan lain seperti fasilitas sosial perdagangan dan jasa,
perkantoran, kuburan, taman dan lapangan olah raga dengan lokasi yang
menyebar di wilayah Kota Bogor.
Untuk menunjang aktivitas penduduk yang tinggal di Kota Bogor, tersedia
sejumlah prasaran transportasi darat. Jaringan ini berupa jaringan jalan meliputi
jalan Negara, jalan privinsi, jalan kota dan jalan lingkungan. Jalan Negara
sepanjang 30.199 km, jalan provinsi sepanjang 26.752 km, jalan kota sepanjang
564.193 km dan jalan lingkungan sepanjang 212,704 km. Untuk melayani
angkutan umum Kota Bogor memiliki dua terminal, yaitu terminal tipe A
Baranangsiang dan terminal tipe B Bubulak. Sementara transportasi darat lainnya
berupa jaringan rel kereta yang melayani pergerakan dari stasiun kereta api Bogor
5.1. Model Harga Rumah Berdasarkan Metode Harga Hedonik
Model harga rumah berdasarkan Metode Harga Hedonik yang diolah
dengan analisis regresi linear berganda, maka didapatkan nilai dari koefisien
determinasi sebesar 87,42 persen. Artinya model yang melibatkan variabel jarak
ke pusat kota, luas bangunan rumah, jumlah kamar tidur, jumlah kamar mandi,
kapasitas garasi, dan luas ruang keluarga dapat menjelaskan sebesar 87,42 persen
keragaman harga rumah, ceteris paribus sedangkan 12,58 persen dijelaskan oleh
variabel diluar model. Keseluruhan variabel yang digunakan sesuai dengan
penelitian sebelumnya mengenai harga rumah dengan menggunakan Metode
Harga Hedonik yang dilakukan oleh Verbeek.
Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel eksogen terhadap model.
Nilai probabilitas F statistik adalah sebesar 0,000000. Nilai probabilitas lebih
rendah dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
secara keseluruhan variabel eksogen dalam model secara signifikan berpengaruh
terhadap harga rumah. Untuk mengetahui apakah terdapat variabel bebas dalam
model yang secara signifikan berpengaruh terhadap harga rumah dapat dilihat dari
nilai F. Nilai F dari model adalah sebesar 74,13yang berarti lebih besar dari nilai
taraf nyata 5 persen yaitu 2,447. Hal ini berarti minimal terdapat satu variabel