POLA PEMBERIAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24
BULAN DI DESA GINOLAT KECAMATAN SIANJUR MULA MULA KABUPATEN SAMOSIR, TAHUN 2010
SKRIPSI
Oleh:
NETTI F LIMBONG 051000182
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
POLA PEMBERIAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24
BULAN DI DESA GINOLAT KECAMATAN SIANJUR MULA MULA KABUPATEN SAMOSIR, TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
NETTI F LIMBONG 051000182
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripisi Dengan Judul :
POLA PEMBERIAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24
BULAN DI DESA GINOLAT KECAMATAN SIANJUR MULA MULA KABUPATEN SAMOSIR, TAHUN 2010
Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh :
NETTI F LIMBONG
Telah Diuji dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 27 Agustus 2010 dan Dinyatakan telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
051000182
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Dr.Ir.Albiner Siagian, Msi Dra. Jumirah, Apt, Mkes
NIP. 19670613 199303 1 004 NIP. 19580315 198811 2 001
Penguji II Penguji III
Dr.Ir.Evawany Y Aritonang, Msi Dr.Ir.Zulhaida Lubis, Mkes
NIP. 19680616 199303 1 004 NIP. 19620529 198903 2 001
Medan, Agustus 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Dekan
ABSTRACT
Feeding pattern can provide the information and description about the type, amount, and frequency of the meal eaten by some one. This study was intended to know the description feeding pattern and the nutritional status of the infant of 0-24 months old in Ginolat Village, Sianjur Mulamula, Samosir District.
This is a descriptive study with cross-sectional design. The feeding pattern includes the type, amount, and frequency of meal. Nutritional status of the infants was measured by antropometric method. The samples for this study were all of the 40 infants of 0-24 months old in Ginolat Village.
The result of this study showed that 55.0% of the kind of meal in the infants of 0-24 months old in Ginolat Village belonged to good category and 45.0% belonged to poor category, in terms of amount of meal, 55.0% belonged to good category and 45.0% belonged to poor category, and in terms of meal frequency, 90.0% belonged to good category and 10.0% belonged to poor category. 7.5% of the infants of 0-24 months old in Ginolat Village were administered exclusive breastfeeding while the remaining 92.5% were not. Based on nutritional (body weight/length of body), 17.5% of the infants of 0-24 months old in Ginolat Village were heavy, 20.0% were at risk of obesity, 52.5% normal, 2.5% thin, and 7.5% very thin. Based on nutritional (body weight/age), 85.0% of the infants of 0-24 months old in Minolta Village were normal, 10.0% were less heavy and 5.0% were very thin. Based on nutritional (length of body/age), 55.0% of the infants of 0-24 months old in Ginolat Village were normal and 45.0% were short.
Some cases of malnutrition of 0-24 infants with the categories of wasting, very wasting, underweight, very underweight and stunted were found in infants with lack of nutritious food. Therefore, it was recommended that the mothers and the families should pay more attention to preparing and giving various kinds of nutritious food to the 0-24 month old accordingly.
ABSTRAK
Pola pemberian makanan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai jenis dan jumlah serta frekuensi makan yang dimakan oleh seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola pemberian makan dan status gizi anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Kabupaten Samosir.
Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional. Pola pemberian makanan meliputi jenis, jumlah dan frekuensi makan sedangkan status gizi anak diukur dengan menggunakan indeks BB/PB, BB/U dan PB/U. Sampel dalam penelitian adalah seluruh populasi yaitu sebanyak 40 anak usia 0-24 bulan yang ada di Desa Ginolat.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui jenis makanan pada anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat sebanyak 55,0% baik dan 45,0% tidak baik, jumlah makanan 55,0% baik dan 45,% tidak baik serta frekuensi makan 90,0% baik dan 10,0% tidak baik. Pemberian ASI eksklusif pada anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat sebanyak 7,5% yang diberi dan 92,5% tidak diberi. Status gizi (BB/PB) pada anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat sebanyak 17,5% gemuk, 20,0% resiko gemuk, 52,5% normal, 2,5% kurus, dan 7,5% sangat kurus. Status gizi (BB/U) pada anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat sebanyak 85,0% normal, 10,0% kurang dan 5,0% sangat kurang. Status gizi (PB/U) pada anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat sebanyak 55,0% normal dan 45,0% pendek.
Status gizi anak usia 0-24 bulan dengan kategori kurus, sangat kurus, berat badan kurang, berat badan sangat kurang dan kategori pendek pada umumnya ditemukan pada anak yang asupan pangannya terbatas. Oleh karena itu, dianjurkan kepada ibu dan keluarga agar lebih memperhatikan penyiapan dan pemberian makanan yang beraneka ragam kepada anak usia 0-24 bulan dan disesuaikan dengan umur anak.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Netti F Limbong
Tempat/Tanggal Lahir : Limbong, 8 September 1986
Agama : Katolik
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah Anggota Keluarga : Anak ke 4 dari 5 bersaudara
Alamat Rumah : Limbong, Desa Sarimarrihit Kecamatan
Sianjur Mulamula, Samosir
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1993-1999 : SD Inpres No 173782 Na 40/90
2. Tahun 1999-2002 : SMP Swasta Budi Mulia Pangururan
3. Tahun 2002-2005 : SMA Negri 1 Sianjur Mulamula
4. Tahun 2005-2010 : Fakultas Kesehatan Masyarakat
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pola Pemberian Makan dan Status Gizi Anak Usia 0-24
Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Kabupaten Samosir, Tahun 2010” ini.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi ini masih
belum sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan dari berbagai pihak
untuk menyempurnakan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi dan Ibu
Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.
Selanjutnya tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara,
2. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan
Masyarakat,
3. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Dosen Pembimbing
4. Seluruh dosen dan staf FKM-USU, khususnya pada Departemen Gizi
Kesehatan Masyarakat, yang telah banyak memberikan bimbingan dan
membantu penulis selama proses pengerjaan skripsi ini,
5. Bapak Abdon Sinaga selaku Kepala Desa di Desa Ginolat beserta staf yang
telah banyak membantu saya dalam pelaksanaan penelitian,
Secara khusus, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan
dalam kepada:
- Orang tua tercinta dan terkasih : A.Limbong (Bapak) dan E.Manalu (Ibu) yang
telah membesarkan dan memberi bantuan doa, semangat, materi sepanjang
hidup saya,
- Abang-abangku tersayang, Josafat Limbong dan Sudianto Limbong dengan
doa dan dorongan semangat yang selalu diberikan kepada saya,
- Kakak tercinta, Dorkas Limong atas dukungan dan motivasi selama saya
mengerjakan skripsi ini,
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, saya berharap
hasil yang diperoleh dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Medan, September 2010
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jenis-jenis Makanan Anak Usia 0-24 Bulan ... 6
2.4.2.1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)... 18
2.4.2.2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) ... 19
2.4.2.3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan(BB/TB) ... 19
2.5. Kaitan Pola Makan dan Status Gizi... 20
BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 29
4.1.2. Geografis ... 29
4.4. Pola Pemberian Makanan Pada Anak Usia 0-24 Bulan ... 32
4.4.1. Jenis Makanan Anak Usia 0-24 Bulan ... 32
4.6. Pola Pemberian Makanan Anak Usia 0-24 Bulan Berdasarkan Status Gizi ... 35
Berdasarkan Status Gizi (BB/U) ... 37
4.6.3. Pola Pemberian Makanan Anak Usia 0-24 Bulan Berdasarkan Status Gizi (PB/U) ... 39
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Jenis Makanan Anak Usia 0-24 Bulan ... 41
5.2. Frekuensi Makan Anak Usia 0-24 Bulan ... 42
5.3. Angka Kecukupan Energi dan Protein ... 43
5.4. Pemberian ASI Eksklusif Pada Anak Usia 0-24 Bulan ... 44
5.5. Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan ... 45
VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 47
6.2. Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1. Kuesioner
2. Master data
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 2.1. Jumlah Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi... 15 Tabel 2.2. Kebutuhan Air Bayi dan Balita dalam Sehari ... 16 Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan Terakhir di
Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 29 Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa
Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 30 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa
Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 30 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di
Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 31 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Terakhir di
Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 31 Tabel 4.6. Distribusi Kelompok Umur Berdasarkan Jenis Kelamin
Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan
Sianjur Mulamula Tahun 2010... 31 Tabel 4.7. Distribusi Jenis Makanan Berdasarkan Kelompok Umur
Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur
Mulamula Tahun 2010 ... 32 Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Makan Berdasarkan Kelompok Umur
Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur
Mulamula Tahun 2010 ... 32 Tabel 4.9. Distribusi Angka Kecukupan Energi Berdasarkan Kelompok
Umur Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan
Sianjur Mulamula Tahun 2010... 33 Tabel 4.10. Distribusi Angka Kecukupan Protein Berdasarkan Kelompok
Umur Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan
Sianjur Mulamula Tahun 2010... 33 Tabel 4.11.Distribusi Pemberian ASI eksklusif Berdasarkan Kelompok
Umur Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan
Sianjur MulamulaTahun 2010... 34 Tabel 4.12.Distribusi Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan Berdasarkan
Indeks BB/PB di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur
Mulamula Tahun 2010 ... 34 Tabel 4.13.Distribusi Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan Berdasarkan
Indeks PB/U di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 35 Tabel 4.15.Distribusi Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Jenis Makanan
Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur
MulaMula Tahun 2010 ... 36 Tabel 4.16.Distribusi Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Frekuensi Makan
Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur
Mulamula Tahun 2010 ... 36 Tabel 4.17.Distribusi Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Angka Kecukupan
Energi Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan
Sianjur Mulamula Tahun 2010... 37 Tabel 4.18.Distribusi Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Angka Kecukupan
Protein Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan
Sianjur Mulamula Tahun 2010... 37 Tabel 4.19.Distribusi Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Pemberian ASI
Eksklusif Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010... 38 Tabel 4.20.Distribusi Status Gizi (BB/U) Berdasarkan Jenis Makanan Anak
Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 38 Tabel 4.21.Distribusi Status Gizi (BB/U) Berdasarkan Frekuensi Makan Anak
Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 39 Tabel 4.22.Distribusi Status Gizi (BB/U) Berdasarkan Angka Kecukupan
Energi Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat
Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 39 Tabel 4.23.Distribusi Status Gizi (BB/U) Berdasarkan Angka Kecukupan
Protein Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat
Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 40 Tabel 4.24.Distribusi Status Gizi (BB/U) Berdasarkan Pemberian ASI
eksklusif Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010... 40 Tabel 4.25.Distribusi Status Gizi (PB/U) Berdasarkan Jenis Makanan Anak
Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 41 Tabel 4.26.Distribusi Status Gizi (PB/U) Berdasarkan Angka Kecukupan
Energi Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan
Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 41 Tabel 4.27.Distribusi Status Gizi (PB/U) Berdasarkan Angka Kecukupan
Protein Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan
Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 42 Tabel 4.29.Distribusi Status Gizi (PB/U) Berdasarkan Pemberian ASI
Eksklusif anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010 ... 43
ABSTRACT
Feeding pattern can provide the information and description about the type, amount, and frequency of the meal eaten by some one. This study was intended to know the description feeding pattern and the nutritional status of the infant of 0-24 months old in Ginolat Village, Sianjur Mulamula, Samosir District.
This is a descriptive study with cross-sectional design. The feeding pattern includes the type, amount, and frequency of meal. Nutritional status of the infants was measured by antropometric method. The samples for this study were all of the 40 infants of 0-24 months old in Ginolat Village.
The result of this study showed that 55.0% of the kind of meal in the infants of 0-24 months old in Ginolat Village belonged to good category and 45.0% belonged to poor category, in terms of amount of meal, 55.0% belonged to good category and 45.0% belonged to poor category, and in terms of meal frequency, 90.0% belonged to good category and 10.0% belonged to poor category. 7.5% of the infants of 0-24 months old in Ginolat Village were administered exclusive breastfeeding while the remaining 92.5% were not. Based on nutritional (body weight/length of body), 17.5% of the infants of 0-24 months old in Ginolat Village were heavy, 20.0% were at risk of obesity, 52.5% normal, 2.5% thin, and 7.5% very thin. Based on nutritional (body weight/age), 85.0% of the infants of 0-24 months old in Minolta Village were normal, 10.0% were less heavy and 5.0% were very thin. Based on nutritional (length of body/age), 55.0% of the infants of 0-24 months old in Ginolat Village were normal and 45.0% were short.
Some cases of malnutrition of 0-24 infants with the categories of wasting, very wasting, underweight, very underweight and stunted were found in infants with lack of nutritious food. Therefore, it was recommended that the mothers and the families should pay more attention to preparing and giving various kinds of nutritious food to the 0-24 month old accordingly.
ABSTRAK
Pola pemberian makanan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai jenis dan jumlah serta frekuensi makan yang dimakan oleh seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola pemberian makan dan status gizi anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Kabupaten Samosir.
Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional. Pola pemberian makanan meliputi jenis, jumlah dan frekuensi makan sedangkan status gizi anak diukur dengan menggunakan indeks BB/PB, BB/U dan PB/U. Sampel dalam penelitian adalah seluruh populasi yaitu sebanyak 40 anak usia 0-24 bulan yang ada di Desa Ginolat.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui jenis makanan pada anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat sebanyak 55,0% baik dan 45,0% tidak baik, jumlah makanan 55,0% baik dan 45,% tidak baik serta frekuensi makan 90,0% baik dan 10,0% tidak baik. Pemberian ASI eksklusif pada anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat sebanyak 7,5% yang diberi dan 92,5% tidak diberi. Status gizi (BB/PB) pada anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat sebanyak 17,5% gemuk, 20,0% resiko gemuk, 52,5% normal, 2,5% kurus, dan 7,5% sangat kurus. Status gizi (BB/U) pada anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat sebanyak 85,0% normal, 10,0% kurang dan 5,0% sangat kurang. Status gizi (PB/U) pada anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat sebanyak 55,0% normal dan 45,0% pendek.
Status gizi anak usia 0-24 bulan dengan kategori kurus, sangat kurus, berat badan kurang, berat badan sangat kurang dan kategori pendek pada umumnya ditemukan pada anak yang asupan pangannya terbatas. Oleh karena itu, dianjurkan kepada ibu dan keluarga agar lebih memperhatikan penyiapan dan pemberian makanan yang beraneka ragam kepada anak usia 0-24 bulan dan disesuaikan dengan umur anak.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan terciptanya
masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk hidup
dalam lingkungan dan perilaku sehat, mempunyai kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang optimal (Depkes RI, 2004).
Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan manusia. Kurang gizi pada anak mengakibatkan
gangguan pertumbuhan, seperti kenaikan berat badan yang tidak normal,
pertambahan tinggi badan berkurang dan perkembangan massa tubuh lainnya.
Tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh kecukupan zat-zat gizi yang
dikonsumsi oleh anak-anak. Sementara yang menjadi sasaran penting sumber
daya manusia adalah anak termasuk diantaranya adalah anak usia 0-24 bulan.
Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis.
Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh
asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi
dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya,
tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya
(Uripi, 2004).
Memberikan hanya Air Susu Ibu (ASI) dalam enam bulan pertama
kehidupan bayi adalah yang paling baik dalam memenuhi kebutuhan gizi bayi,
dilanjutkan dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan ASI
dilanjutkan pemberiannya sampai usia dua tahun, merupakan kunci agar anak
dapat tumbuh kembang secara optimal (Dinkes Prop SU, 2006). Anjuran Badan
Kesehatan Dunia (WHO) memberikan ASI secara maksimal, tetapi sampai usia
tertentu ASI tidak dapat lagi memenuhi seluruh kebutuhan, karena bayi
memerlukan makanan tambahan sebagai pendamping ASI.
Secara nasional, diketahui bahwa hanya 40% ibu yang memberi ASI
kepada bayi mereka, sementara Penelitian Kesehatan Indonesia Tahun 2002
disebutkan bahwa balita Indonesia hanya diberi ASI selama kurang dari dua bulan
(Siswono, 2007). Survei Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 1997 dan
2000 menunjukkan pemberian ASI kepada bayi satu jam setelah kelahiran
menurun dari 8% menjadi 3,7%. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
menurun dari 42,2% menjadi 39,5%, sedangkan penggunaan susu formula
meningkat tiga kali lipat dari 10,8% menjadi 32,5% (Kustiani, 2006).
Terdapat sekitar 98% balita dan anak-anak kekurangan gizi di Indonesia
diakibatkan oleh pola asuh anak (balita) yang tidak benar. Pola asuh yang tidak
benar dikarenakan ibu sibuk bekerja sehingga tidak sempat memperhatikan pola
makan dan gizi balita (Marpaung, 2003).
Berdasarkan data dari 39 Puskesmas di Kota Medan Tahun 2008, jumlah
masih jauh dibawah target yang ditentukan (Profil Dinas Kesehatan Kota Medan
Tahun 2008).
Penelitian Firdaus dkk pada ibu yang bekerja di Aceh Tahun 1996
mengatakan bahwa 40,7% ibu yang bekerja memberikan ASI pada bayinya,
sedangkan 55,6% memberikan ASI bersama Pengganti Air Susu Ibu(PASI) dan
3,7% memberikan PASI. Ada dua kecenderungan yang terjadi akhir-akhir ini
dalam pemberian makanan bayi. Pertama, kecenderungan pemberian makanan
bayi dengan ASI dan kedua, kecenderungan pemberian makanan bayi dengan
susu botol dan makanan bayi hasil industri. Kecenderungan-kecenderungan ini
terjadi karena adanya kekuatan sosial yang mempengaruhi kehidupan ibu dan
keluarga. Kekuatan-kekuatan sosial ini ada yang mendorong terjadinya
kecenderungan kedua (Khumaidi, 1994).
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Irwansyah (2000) di Desa Alue
Awe Kecamatan Muara Dua Aceh, hanya 16,4% responden pola pemberian
makanan pendamping ASI yang dikategorikan baik.
Menurut data Puskesmas di Kabupaten Samosir Tahun 2008, cakupan ASI
Eksklusif di Kabupaten Samosir masih jauh dibawah standard nasional (80%).
Dari 3.122 bayi, hanya 1.240 (39,72%) bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif
(Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir, 2008).
Status gizi umumnya dan status gizi balita khususnya merupakan refleksi
keadaan yang lalu atau merupakan resultan dari masukan dan penggunaan zat gizi.
Zat gizi diperoleh dari makanan sehari yang dimakan. Makanan pada gilirannya
bawah usia dua tahun, sangat sensitif terhadap perubahan sosial ekonomi dan
lingkungan dimana ia tinggal (Soekirman, 2000).
Dari 209 kepala keluarga penduduk Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mula
Mula, 185 (88,5%) penduduk mata pencahariannya bertani dan mempunyai pola
makan yang lebih memprioritaskan kepada kepala keluarga karena kepala
keluarga merupakan pencari nafkah keluarga, sedangkan anggota keluarga yang
lain terutama anak balitanya belum tentu mendapatkan makanan yang baik.
Padahal anak balita merupakan salah satu golongan rawan gizi yang sangat
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya.
Desa Ginolat berada di wilayah kerja Puskesmas Limbong, dimana
Puskesmas ini mencakup wilayah kerja sebanyak 11 desa. Berdasarkan data
semua Posyandu yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Limbong pada Tahun
2009, dari 1.008 anak balita terdapat 5,34% balita yang berada dibawah garis
merah, 0,79% balita yang mengalami gizi kurang dan 0,39% balita yang
mengalami gizi buruk. Sementara untuk Desa Ginolat, dari 53 anak usia 0-24
bulan terdapat 25 anak yang berasal dari keluarga miskin (Puskesmas Limbong
Tahun 2009).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk melihat pola
pemberian makan dan status gizi anak umur 0-24 bulan di Desa Ginolat
Kecamatan Sianjur Mula Mula Kabupaten Samosir dimana pemberian ASI
Eksklusif juga masih sangat rendah di daerah ini.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka yang menjadi
makanan dan status gizi anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur
Mula Mula Kabupaten Samosir.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pola pemberian makanan dan status gizi anak usia 0-24
bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mula Mula Kabupaten Samosir tahun
2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pemberian ASI/PASI di Desa Ginolat Kecamatan
Sianjur Mula Mula Kabupaten Samosir tahun 2010.
2. Untuk mengetahui gambaran tentang jumlah, frekuensi dan jenis MP-ASI
yang diberikan kepada anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat Kecamatan
Sianjur Mula Mula Kabupaten Samosir tahun 2010.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan kepada petugas kesehatan dalam perencanaan
program gizi mengenai pola pemberian makanan pada anak usia 0-24
bulan.
2. Sebagai pengetahuan kepada masyarakat khususnya ibu yang mempunyai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jenis-jenis Makanan Anak Usia 0-24 Bulan
1. Air Susu Ibu (ASI)
ASI adalah makanan lengkap yang dapat memenuhi kebutuhan zat gizi
bayi yang baru lahir dan pada umur selanjutnya, apabila diberikan dalam jumlah
yang cukup (Maclean, 1998). ASI juga merupakan makanan terbaik dan sempurna
untuk bayi, karena mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi (Dinkes Prop SU,2005).
ASI diberikan segera setelah bayi lahir, biasanya 30 menit setelah bayi
lahir. Sampai bayi berumur enam bulan, bayi hanya diberi ASI saja tanpa
tambahan makanan dan minuman lain (Sulistijani, 2001).
Pemberian ASI secara eksklusif berarti bayi hanya diberikan ASI tanpa
memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi
berusia enam bulan, kecuali obat dan vitamin sesuai dengan rekomendasi
WHO/UNICEF tahun 1997 yaitu pemberian ASI Eksklusif sejak lahir sampai
enam bulan. Pemberian ASI sebaiknya juga tetap dilanjutkan hingga bayi berusia
dua tahun (Dinkes Prop SU, 2005).
Dibandingkan dengan susu lainnya, ASI memiliki beberapa keunggulan,
yaitu:
1. Mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi.
2. Tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal.
4. Ekonomis dan praktis. Tersedia setiap waktu pada suhu ideal dan dalam
keadaan segar serta bebas dari kuman.
5. Berfungsi menjarangkan kehamilan.
6. Membina hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang antara ibu dan bayi.
Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya secepatnya diberikan. ASI yang
diproduksi pada 1 sampai 5 hari pertama dinamakan kolostrum, yaitu cairan
kental yang berwarna kekuningan. Kolostrum ini sangat menguntungkan bayi,
karena mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral dan vitamin A.
Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat (As’ad, 2002).
Data UNICEF menunjukkan sekitar 30 ribu kematian anak balita di
Indonesia setiap tahunnya dan 10 juta kematian balita diseluruh dunia setiap
tahunnya, yang sebenarnya dapat dicegah melalui pemberian ASI Eksklusif
selama enam bulan sejak kelahiran.
Pola asuh juga berkaitan dengan status gizi anak. Pemberian kolostrum
pada bayi di hari-hari pertama kehidupan berdampak positif pada keadaan anak di
umur-umur selanjutnya. Anak-anak dengan keadaan gizi yang lebih baik berkaitan
erat dengan perilaku pemberian ASI. Mereka yang sudah tidak diberikan ASI lagi
ternyata keadaan gizinya lebih rendah (Jahari, dkk, 2000).
Sementara, bukti ilmiah yang dikeluarkan oleh jurnal Paediatrics pada
tahun 2006 mengungkapkan bahwa bayi yang diberi susu formula (susu bayi)
memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kehidupan 25
kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang disusui ibunya secara eksklusif (Anonim,
2. Makanan Pengganti Air Susu Ibu (PASI)
Walaupun ASI adalah makanan paling ideal bagi bayi, namun tidak semua
ibu dapat memberikan ASI pada bayinya. Menurut Sulistijani (2001), pemberian
PASI dapat dimengerti jika alasannya adalah:
- Bayi sakit seperti kekurangan cairan, radang mulut atau infeksi paru-paru
- Bayi lahir dengan berat badan rendah
- Bayi lahir sumbing (bawaan)
Pemberian PASI juga dapat disebabkan oleh masalah pada pihak ibu :
- Jumlah dan mutu ASI kurang memadai sehingga tidak mencukupi kebutuhan
bayi
- Ibu menderita sakit dan karena sakitnya dilarang menyusui oleh dokter baik
untuk kepentingan ibu maupun bayinya, seperti ginjal atau penyakit menular
- Ibu menderita infeksi, luka puting (mastitis)
- Ibu mengalami gangguan jiwa atau epilepsi
- Ibu sedang menjalani terapi obat yang tidak aman bagi bayi.
Untuk alasan-alasan tersebut, pada umumnya bayi harus diberi makanan
pengganti ASI (PASI) berupa susu formula. Pada umumnya susu formula untuk
bayi terbuat dari susu sapi yang susunan zat gizinya diubah sedemikian rupa
sehingga dapat diberikan kepada bayi tanpa menimbulkan efek samping. Oleh
karena ASI yang paling ideal untuk bayi maka perubahan yang dilakukan pada
komponen gizi susu sapi harus mendekati susunan zat gizi ASI.
Meskipun para ahli teknologi pangan telah berusaha untuk memperbaiki
sampai saat ini usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang baik (Krisnatuti,
2004).
Dibandingkan dengan ASI, susu formula memiliki banyak kelemahan
terutama dalam hal kandungan gizinya. Selain itu penggunaan susu formula harus
di kontrol dari kemungkinan masuknya organisme-organisme patogen atau
terjadinya kontaminasi yang dapat menyebabkan diare.
Pengaturan makanan bayi dengan PASI sama dengan pengaturan makanan
dengan ASI. Pemberian PASI dilakukan berdasarkan kebutuhan gizi bayi
terutama dalam hal kebutuhan air, energi dan protein (RSCM dan Persagi, 1992).
Untuk mencukupi kebutuhan bayi, susu diberikan sesuai dengan
takarannya. Takaran akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur bayi.
Jadwal menyusu dengan susu formula tetap seperti pada bayi yang diberi ASI
(Nadesul, 2005).
3. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan
pada bayi yang telah berusia enam bulan atau lebih karena ASI tidak lagi
memenuhi gizi bayi. Pemberian makanan pendamping dilakukan secara
berangsur-angsur untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan
menelan serta menerima macam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan
rasa.
Pemberian makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi, mulai dari
bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat,
Memasuki usia enam bulan bayi telah siap menerima makanan bukan cair,
karena gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat.
Disamping itu, lambung juga telah lebih baik mencerna zat tepung. Menjelang
usia sembilan bulan bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasukkan
benda ke dalam mulut. Karena itu jelaslah, bahwa pada saat tersebut bayi siap
mengkonsumsi makanan (setengah padat) (Arisman, 2004). Selain itu saat bayi
berumur enam bulan ke atas, sistem percernaannya juga sudah relatif sempurna
dan siap menerima MP-ASI. Beberapa enzim pemecah protein seperti asam
lambung, pepsin, lipase, enzim amilase dan sebagainya juga telah diproduksi
sempurna pada saat ia berumur enam bulan (Anonim, 2005).
Ada dua tujuan pengaturan makanan untuk anak usia 0-24 bulan (As’ad,
2002) :
1. Untuk mendidik kebiasaan makan anak yang baik
2. Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup yaitu untuk
pemeliharaan atau pemulihan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan,
perkembangan fisik dan psikomotor serta melakukan aktivitas fisik.
Makanan untuk anak usia 0-24 bulan harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut (As’ad, 2002) :
1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur
2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan
yang tersedia setempat, kebiasaan makan dan selera makan
3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi dan
keadaan faali anak
Pemberian makanan padat sebaiknya diberikan pada umur yang tepat.
Resiko pemberian makanan padat sebelum umur adalah :
1. Kenaikan berat badan yang terlalu cepat hingga menjurus ke obesitas
2. Alergi terhadap salah satu zat gizi yang terdapat dalam makanan tersebut
3. Mendapat zat-zat tambahan seperti garam dan nitrat yang dapat merugikan
4. Mungkin saja dalam makanan padat yang dipasarkan terdapat zat pewarna atau
zat pengawet yang tidak diinginkan
5. Kemungkinan pencemaran dalam penyediaan atau penyimpanannya.
Sebaliknya, penundaan pemberian makanan padat menghambat
pertumbuhan jika energi dan zat-zat gizi yang dihasilkan oleh ASI tidak
mencukupi lagi kebutuhannya (Pudjiadi, 1990).
Makanan tambahan untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai
berikut : nilai energi dan kandungan protein cukup, dapat diterima dengan baik,
harganya relatif murah, sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang
tersedia secara lokal. Makanan tambahan pada bayi hendaknya juga bersifat padat
gizi dan mengandung serat kasar serta bahan lain yang sukar dicerna sedikit
mungkin. Sebab serat kasar yang terlalu banyak jumlahnya akan mengganggu
pencernaan (Muchtadi,1994).
2.2.Pola Pemberian Makanan Anak Usia 0-24 Bulan 2.2.1. Makanan Bayi Umur 0-6 bulan
Berikan hanya ASI saja sampai berumur enam bulan (ASI Eksklusif).
Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang produksi ASI terutama 30 menit
gizi bayi. Berikan ASI dari kedua payudara. Berikan ASI dari satu payudara
sampai kosong, kemudian pindah ke payudara lainnya (Depkes, 2000).
Kolostrum jangan dibuang tetapi harus segera diberikan pada bayi.
Walaupun jumlahnya sedikit, namun sudah memenuhi kebutuhan gizi bayi pada
hari-hari pertama. Waktu dan lama menyusui tidak perlu dibatasi dan
frekuensinya tidak perlu dijadwal (diberikan pagi, siang, dan malam hari). Serta
sebaiknya jangan memberikan makanan atau minuman (air kelapa, air tajin, air
teh, madu, pisang dan lain-lain) pada bayi sebelum diberikan ASI karena sangat
membahayakan kesehatan bayi dan mengganggu keberhasilan menyusui (Dinkes
Prop SU, 2005).
2.2.2. Makanan Bayi Umur 6-9 Bulan
a. Pemberian ASI diteruskan
b. Bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk lumat halus karena bayi
sudah memiliki refleks mengunyah. Contoh MP-ASI terbentuk halus antara
lain bubur susu, biskuit yang ditambah air atau susu, pisang dan pepaya yang
dilumatkan. Berikan untuk pertama kali salah satu jenis MP-ASI dan berikan
sedikit demi sedikit mulai dengan jumlah 1-2 sendok makan, 1-2 kali sehari.
Berikan untuk beberapa hari secara tetap, kemudian baru dapat diberikan jenis
MP-ASI yang lainnya.
c. Perlu diingat tiap kali berikan ASI lebih dulu baru MP-ASI, agar ASI
dimanfaatkan seoptimal mungkin.
d. Memperkenalkan makanan baru pada bayi, jangan dipaksa. Kalau bayi sulit
menerima, ulangi pemberiannya pada waktu bayi lapar, sedikit demi sedikit
2.2.3.Makanan Bayi Umur 9-12 Bulan
a. Pemberian ASI diteruskan
b. Bayi mulai diperkenalkan dengan makanan lembek yaitu berupa nasi tim
saring/bubur campur saring dengan frekuensi dua kali dalam sehari
c. Untuk mempertinggi nilai gizi dalam makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit
demi sedikit dengan sumber zat lemak, yaitu santan atau minyak
kelapa/margarin. Bahan makanan ini dapat menambah kalori makanan bayi,
disamping memberikan rasa enak juga mempertinggi penyerapan vitamin A
dan zat gizi lain yang larut dalam lemak.
d. Kepadatan nasi tim bayi harus diatur secara berangsur, lambat laun mendekati
bentuk dan kepadatan makanan keluarga.
e. Berikan makanan selingan satu kali sehari, dipilih makanan selingan yang
bernilai gizi tinggi, seperti bubur kacang ijo, buah dan lain-lain dan diusahakan
agar makanan selingan dibuat sendiri agar kebersihannya terjamin.
f. Bayi perlu diperkenalkan dengan beraneka ragam bahan makanan. Pengenalan
berbagai bahan makanan sejak usia dini akan berpengaruh baik terhadap
kebiasaan makan yang sehat dikemudian hari.
2.2.4.Makanan Anak Umur 12-24 bulan
a. Pemberian ASI diteruskan.
b. Pemberian MP-ASI atau makanan keluarga sekurang-kurangnya 3 kali sehari
dengan porsi separuh makanan orang dewasa setiap kali makan. Disamping itu
tetap berikan makanan selingan 2 kali sehari.
d. Menyapih anak harus dilakukan secara bertahap dan jangan secara tiba-tiba.
Kurangi frekuensi pemberian ASI sedikit demi sedikit.
2.3. Kebutuhan Gizi Anak Usia 0-24 Bulan
Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk
memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi
ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktifitas, berat badan dan tinggi badan
(Uripi,2004).
Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Oleh karena itu, pangan harus tersedia
pada setiap saat dan tempat dengan jumlah dan mutu yang memadai (Soekirman,
2000).
Kebutuhan energi dan protein bayi dan balita relatif besar jika
dibandingkan dengan orang dewasa sebab pada usia tersebut pertumbuhannya
masih sangat pesat. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak perempuan
dan laki-laki dalam hal kebutuhan energi dan protein. Kecukupan akan semakin
menurun seiring dengan bertambahnya usia. Namun untuk protein, angka
kebutuhannya bergantung pada mutu protein. Semakin baik mutu protein,
semakin rendah angka kebutuhan protein. Mutu protein bergantung pada susunan
asam amino yang membentuknya, terutama asam amino essensial.
(Sulistijani,2001).
Konsumsi pangan anak bayi dan balita harus cukup dan seimbang karena
anak balita sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat.
Menurut Widyakarya Pangan dan Gizi (2004) bahwa jumlah zat gizi yang
protein. Demikian juga zat-zat gizi lainnya yang dibutuhkan seperti vitamin,
niasin, dan lain-lain dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut :
Tabel 2.1. Jumlah Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi
Zat Gizi Kelompok Umur (bulan)
Nama Satuan 0-6 7-12 12-36
Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi (2004)
Air merupakan zat gizi yang penting bagi bayi dan anak karena (As,ad,
2002) :
a. Bagian terbesar dari tubuh adalah air.
b. Kehilangan air melalui kulit dan ginjal pada bayi dan anak lebih besar daripada
orang dewasa.
c. Bayi dan anak lebih mudah terserang penyakit yang menyebabkan kehilangan
air dalam jumlah banyak (dehidrasi seperti yang terjadi pada muntah-muntah
dan diare berat).
Kandungan air bayi pada waktu lahir adalah 75% berat badan, sedangkan
cairan ekstraselular. Kebutuhan air bagi bayi dan balita dalam sehari akan
berfluktasi seiring dengan bertambahnya usia (Sulistijani, 2001).
Tabel 2.2. Kebutuhan Air Bayi dan Balita dalam Sehari
Kelompok Umur Kebutuhan Air (ml/kg BB/hari)
3 hari
Sumber: Nelson, Textbook of Pediatrics. Dalam : Penuntun Diit Anak, 1992
2.4.Status Gizi
2.4.1.Pengertian Status Gizi
Menurut Santoso (1999) yang dikutip dari Ellyana, status gizi adalah
keadaan kesehatan anak akibat interaksi antara makanan dalam tubuh dengan
lingkungan sekitarnya. Nilai keadaan gizi anak sebagai refleksi kecukupan gizi,
merupakan salah satu parameter yang penting untuk nilai tumbuh kembang fisik
anak dan nilai kesehatan anak tersebut.
Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi
dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan
fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Sehingga status gizi
dapat diartikan sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu
2.4.2.Penilaian Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan
keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang
bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku
yang telah tersedia (Arisman, 2004).
Menurut Supariasa dkk (2001), penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu:
1. Penilaian status gizi secara langsung, dapat dibagi menjadi empat penilaian
yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik
2. Penilaian status gizi secara tidak langsung, dapat dibagi tiga yaitu: survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan
adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan
status gizi anak balita menggunakan metode antropometri, sebagai cara untuk
menilai status gizi.
Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.
Terdapat beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat
Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat
Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).
Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan, termasuk air, lemak,
Lengan Atas) adalah pengukuran terhadap otot, lemak, dan tulang pada area yang
diukur. Hasil pengukuran tissue mass (dalam hal ini adalah BB dan LLA) dapat
berubah relatif cepat, naik atau turun tergantung makanan anak dan status
kesehatannya. Tapi diantara keduanya, BB lebih cepat terpengaruh oleh perbedaan
konsumsi makanan sehari-hari dibanding LLA. Sebaliknya, TB perubahannya
terjadi perlahan-lahan dan perbedaannya dapat diukur setelah beberapa waktu
lamanya (Aritonang, 1996).
2.4.2.1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Untuk anak, pada umumnya pengukuran berat badan menurut umur
(BB/U) merupakan cara standar yang digunakan untuk pertumbuhan. Berat badan
adalah salah satu parameter yang sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan
ang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu
makan, atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah
parameter antropometri yang sangat labil, oleh sebab itu indeks BB/U lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini.
Kelebihan indeks BB/U antara lain:
a. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum
b. Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis
c. Berat badan dapat berfluktuasi
d. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil
e. Dapat mendeteksi kegemukan (over weight)
Kelemahan Indeks BB/U antara lain:
a. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema
b. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima
tahun
c. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau
gerakan anak pada saat penimbangan.
2.4.2.2. Panjang Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu
yang relatif lama.
Berdasarkan karakteristik di atas, maka indeks ini menggambarkan status
gizi masa lalu. Menurut Bealon dan Bengoa (1973) yang dikutip dari Ellyana
menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi
masa lampau, juga erat kaitannya dengan status sosial ekonomi.
Keuntungan Indeks TB/U
a. Baik untuk menilai status gizi masa lampau
b. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa.
Kelemahan Indeks TB/U
a. Tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak cepat turun.
b. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga
diperlukan dua orang untuk melakukannya.
2.4.2.3. Berat Badan Menurut Panjang Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan
tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang
baik untuk menilai status gizi saat kini (sekarang). Indeks BB/TB adalah
merupakan indeks yang independen terhadap umur.
Keuntungan indeks BB/TB:
a. Tidak memerlukan data umur
b. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus)
Kelemahan indeks BB/TB:
a. Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi
badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena faktor umur tidak
dipertimbangkan
b. Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran
panjang/tinggi badan pada akelompok balita
c. Membutuhkan dua macam alat ukur
d. Pengukuran relatif lebih lama.
2.5.Kaitan Pola Makan dan Status Gizi
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Kondisi
status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang akan
digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat kesehatan optimal
(Roesli, 2005). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Munawaroh (2006) di
tidak baik mempunyai risiko untuk mengalami status gizi kurang 8,1 kali lebih
besar daripada balita dengan pola makan baik.
Pengetahuan ibu tentang makanan yang bergizi akan sangat berperan
terhadap baiknya tumbuh kembang anak balita. Pola asuh (meliputi sikap dan
perilaku ibu dalam hal memberi makanan, merawat, menjaga kebersihan,
memberi kasih sayang, sikap dan tindakan ibu terhadap anak yang tidak mau
makan dan sebagainya) yang kurang memadai dapat menyebabkan anak tidak
mau makan sehingga konsumsi makan anak kurang. Sikap ketidak pedulian ibu
terhadap gizi dan kesehatan anak juga dapat mempengaruhi status gizi anak balita
sehingga anak tidak mendapat makanan yang jumlahnya cukup, beragam dan
seimbang.
Sementara penelitian Ellyana di Sunggal tahun 2005 menyatakan bahwa
praktik pemberian makan yang baik tidak menjamin status gizi anak akan baik
pula. Dapat saja terjadi, dengan praktik pemberian makan yang tidak baik status
gizi anak akan baik. Praktik pemberian makan yang tidak baik yang dimaksudkan
adalah tidak dipenuhinya salah satu syarat praktik pemberian makan yang baik.
Hal ini terjadi karena baik tidaknya status gizi anak dipengaruhi oleh konsumsi
makanan dan kesehatan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mastaria di Desa Sipolha
Horisan Tahun 1998 diperoleh adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi
energi dan status gizi balita. Hal ini sesuai dengan pendapat Sediaoetama (1991)
bahwa keadaan gizi tergantung pada tingkat konsumsi. Bila konsumsi energi
cukup, pemecahan jaringan tidak terjadi dan berat badan dapat dipertahankan
apabila konsumsi energi kurang, tubuh akan membakar energi tubuh dan
menyebabkan pertumbuhan terganggu.
Sementara penelitian Arnita di Desa Serapuh Asli Tahun 2007 menyatakan
adanya hubungan antara penyapihan dengan status gizi anak, dimana gizi buruk
dan gizi kurang terdapat pada anak yang disapih dan mengganti ASInya dengan
memberi teh manis dan air tajin. Walaupun terdapat 72,4 % anak yang disapih
mendapat susu botol, ada kemungkinan ukuran dari susu tersebut tidak sesuai
sehingga tidak mencukupi kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan penelitian
Gambrio 1976 yang menyebutkan adanya hubungan usia penyapihan dengan
tingkat gizi anak dan dalam Khumaidi 1994 disebutkan juga bahwa kurang gizi
dapat terjadi bila anak terlalu cepat disapih.
Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Harsiki di Padang Luar
Tahun 1991 menyatakan bahwa timbulnya masalah KKP dalam umur penyapihan
dapat diakibatkan dari usia penyapihan yang terlalu dini, atau usia penyapihan
yang teralu lama tanpa diimbangi dengan pemberian makanan tambahan yang
memadai.
Menurut penelitian Harsiki jenis makanan tambahan yang diberikan pada
anak, 80,0% ibu menggunakan jenis makanan dapur ibu dengan bentuk dan
frekuensi pemberian yang baik. Tetapi jika dilihat dari status gizi anak, gizi buruk
dan gizi kurang terdapat pada anak yang diberi makanan dapur ibu. Hal ini
disebabkan karena makanan dapur ibu yang diberikan kepada anak diolah menjadi
makanan lumat hanya terdiri dari tepung beras tanpa campuran lauk pauk dan
2.6.Kerangka Konsep
Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini, maka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Keterangan Gambar : Pola pemberian makanan pada anak usia 0-24 bulan yang terdiri dari pola pemberian ASI/PASI dan pola pemberian MP-ASI akan menggambarkan status gizi anak usia 0-24 bulan.
Pola Pemberian Makanan pada Anak Usia 0-24 bulan
- Pola Pemberian ASI/PASI
- Pola Pemberian MP-ASI
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif dengan rancangan
cross sectional, bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pola pemberian
makan dan status gizi anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur
Mula Mula Kabupaten Samosir.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Desa Ginolat pada bulan Maret 2010
sampai Mei 2010, lokasi tersebut dipilih atas dasar pertimbangan :
1. Masih ada ibu-ibu yang memberikan makanan kepada bayi tidak sesuai dengan
umurnya.
2. Adanya kejadian gizi buruk pada anak usia 0-24 bulan pada tahun 2009 yang
terjadi di Desa Ginolat yaitu sebesar 1,88%.
3. Di daerah tersebut belum pernah dilakukan penelitian tentang pola pemberian
makanan anak dan status gizi anak usia 0-24 bulan.
3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1.Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi usia 0-24 bulan di Desa
Ginolat Kecamatan Sianjur Mula Mula Kabupaten Samosir Tahun 2010 yang
berjumlah 37 orang dan yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah
3.3.2.Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi.
3.4.Instrumen Penelitian
1. Kuesioner.
2. Timbangan bayi (Dacin).
3. Meteran.
3.5.Jenis dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1. Jenis Data
a. Data Primer
• Pemberian ASI.
• Keterangan si ibu mengenai makanan anak diberikan MP-ASI atau tidak
mendapat MP-ASI.
• Pola pemberian makanan pada anak usia 0-24 bulan mengenai, frekuensi
makan, bahan makanan dan umur pertama kali makanan diberikan.
• Berat badan dan panjang badan anak.
b. Data Sekunder
Data sekunder meliputi data demografi penduduk yang diperoleh dari
kantor kepala Desa Ginolat.
3.5.2. Cara Pengumpulan Data
1. Identitas anak diperoleh melalui wawancara dengan responden (ibu)
menggunakan kuesioner.
2. Pola makan anak diperoleh melalui wawancara dengan responden dan
3. Status gizi anak diperoleh melalui pengukuran berat badan menggunakan
dacin dan panjang badan seharusnya diukur pengukur panjang badan.
Akan tetapi karena keterbatasan alat ukur di daerah penelitian maka
panjang badan diukur dengan modifikasi, dimana anak diukur di atas meja
yang diberi ukuran meter. Posisi anak ditidurkan di atas meja, kepala
ditegakkan oleh kader dan kaki diluruskan oleh kader yang lain sementara
peneliti dan bidan melakukan pengukuran panjang badan anak.
3.6.Defenisi Operasional
1. Pola pemberian makanan anak usia 0-24 bulan adalah makanan yang
diberikan pada anak usia 0-24 bulan baik jenis dan jumlah makanan
maupun frekuensi makanan dalam sehari.
2. Jenis makanan adalah jenis/macam dan bahan-bahan makanan yang
diberikan kepada anak usia 0-24 bulan.
3. Jumlah makanan adalah jumlah/ banyak makanan dari tiap jenis makanan
yang dikonsumsi anak usia 0-24 bulan dalam satu hari.
4. Frekuensi makan adalah berapa kali pemberian dari tiap jenis makanan
yang dikonsumsi anak usia 0-24 bulan dalam satu hari.
5. ASI eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI tanpa memberikan
makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berusia
enam bulan, kecuali obat dan vitamin.
6. Status gizi anak adalah keadaan gizi anak usia 0-24 bulan yang diukur
dengan membandingkan BB/U, BB/PB, PB/U.
3.7.Aspek Pengukuran
- Baik, apabila jenis makanan yang diberikan berupa :
Umur 0-6 bulan : ASI/PASI
Umur 6-12 bulan : ASI/PASI + Bubur susu, sari buah, nasi tim
Umur 12-24 bulan : ASI/PASI + Makanan keluarga
- Tidak baik, apabila selain ketentuan di atas.
2. Angka kecukupan energi dan protein diukur dengan metode Recall 24 jam
dengan pengkategorian
- Baik : ≥ 100% AKG
- Sedang : 80 – 99% AKG
- Kurang : 70 – 80% AKG
- Defisit : < 70% AKG
3. Frekuensi makan, diukur dengan pengkategorian:
- Baik, apabila:
Umur 0-6 bulan : ASI /PASI 8-10 kali dalam sehari termasuk malam
hari.
Umur 6-12 bulan : ASI/PASI 4-6 kali + Bubur susu 2 kali + Sari buah
1-2 kali + Nasi tim 1 kali
Umur 12-24 bulan :4-6 kali pemberian sehari + makanan selingan
- Tidak baik, apabila selain ketentuan di atas
4. Status gizi diukur berdasarkan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U),
Panjang Badan Menurut Umur(PB/U) dan Berat Badan Menurut Panjang
Badan(BB/PB) dengan menggunakan standar WHO 2005. Kategorinya
Indeks BB/U :
a. Normal : Z Score ≥ -2
b. Kurang : Z Score ≥ -3 s/d < -2
c. Sangat Kurang : Z Score < -3
Indeks PB/U :
a. Lebih : Z Score > 3
b. Normal : Z Score ≥ -2 s/d ≤ 3
c. Pendek : Z Score ≥ -3 s/d < -2
d. Sangat pendek : Z Score < -3
Indeks BB/PB :
a. Sangat gemuk : Z Score > 3
b. Gemuk : Z Score > 2 s/d ≤ 3
c. Resiko gemuk : Z Score ≥ 1 s/d ≤ 2
d. Normal : Z Score ≥ -2 s/d < 1
e. Kurus : Z Score ≥ -3 s/d < -2
f. Sangat kurus : Z Score < -3
4.8.Pengolahan dan Analisa Data
Data yang diperoleh dikumpulkan, diolah secara manual dengan
langkah-langkah editing, koding dan tabulasi frekuensi dan dianalisis secara deskriptif
untuk memperoleh gambaran tentang pola pemberian makan dan status gizi anak
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Geografis
Desa Ginolat merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Sianjur
Mula Mula yang berada di kaki pegunungan Pusuk Buhit terdiri dari 3 lingkungan
dengan luas wilayah 4,75 Ha, dengan batas wilayah :
- Sebelah Utara : Desa Siboro
- Sebelah Selatan : Desa Sianjur Mulamula
- Sebelah Timur : Pegunungan Pusuk Buhit
- Sebelah Barat : KecamatanHarian
4.1.2. Demografi
Desa Ginolat mempunyai jumlah penduduk sebanyak 839 jiwa, terdiri dari
419 laki-laki dan 420 perempuan serta 203 kepala keluarg dan semuanya terdiri
dari suku Batak Toba.
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mula Mula Tahun 2010
No Pendidikan Jumlah (Orang) %
Pada Tabel 4.1. dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan terakhir
penduduk di Desa Ginolat yang terbanyak adalah tamat SD yaitu sebesar 22,1%
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mula Mula Tahun 2010
No Pekerjaan Jumlah (Orang) %
1 Petani 802 95,6
2 Pegawai Negri 28 3,3
3 Pedagang 6 0,7
4 Sopir 3 0,4
Jumlah 839 100,0
Sumber : BPS Samosir 2010
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa mata pencaharian masyarakat di Desa
Ginolat pada umumnya adalah petani yaitu sebesar 95,6%, sedangkan yang paling
sedikit adalah Sopir yaitu sebesar 0,4%.
4.2. Gambaran Umum Responden 4.2.1. Umur Responden
Responden dalam penelitian ini adalah ibu-ibu anak usia 0-24 bulan yang
bertempat tinggal di Desa Ginolat. Penyebaran umur responden terendah adalah
21 tahun dan umur tertinggi adalah 42 tahun.
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mula Mula Tahun 2010
No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) %
1 21-30 21 52,5
2 31-40 17 42,5
3 >40 2 5,0
Jumlah 40 100,0
Dari Tabel 4.4. diatas dapat diketahui bahwa penyebaran umur responden
terbanyak terdapat pada kelompok umur 21-30 tahun yaitu sebesar 52,5% dan
4.2.2. Pendidikan Responden
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mula Mula Tahun 2010
No Pendidikan Terakhir Jumlah (Orang) %
1 Tamat SD 3 7,5
2 Tamat SLTP 12 30,0
3 Tamat SLTA 21 52,5
4 Tamat Perguruan Tinggi 4 10,0
Jumlah 40 100,0
Tabel 4.5. menunjukkan bahwa pendidikan terakhir responden terbanyak
adalah tamat SLTA yaitu sebesar 52,5% dan masih ada yang hanya tamat SD
yaitu sebesar 7,5%.
4.2.3. Pekerjaan Responden
Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mula Mula Tahun 2010
No Pekerjaan Jumlah (Orang) %
1. Bekerja 38 95,0
2. Tidak Bekerja 2 5,0
Jumlah 40 100,0
Pada tabel 4.6. menunjukkan bahwa sebagian besar responden bekerja
sebagai petani yaitu sebesar 95,0% dan 5,0% lagi tidak bekerja atau merupakan
ibu rumah tangga.
4.3. Gambaran Umum Anak
Jumlah 24 60,0 16 40,0 40 100,0 Pada Tabel 4.7. dapat dilihat bahwa distribusi kelompok umur anak
terbanyak antara umur 13-24 bulan yaitu 24 anak (60,0%). Distribusi anak
berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki 24 anak (60,0%) dan perempuan 16 anak
(40,0%).
4.4. Pola Pemberian Makanan pada Anak Usia 0-24 bulan 4.4.1. Jenis Makanan Anak Usia 0-24 bulan
Jenis makanan yang diberikan kepada anak usia 0-24 bulan sebagian besar
merupakan makanan yang dibuat sendiri oleh ibu berupa bubur nasi, nasi tim yang
dicampur dengan berbagai macam sayur-sayuran seperti wortel, bayam, dan
kentang.
Tabel 4.7. Distribusi Jenis Makanan Berdasarkan Kelompok Umur Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur MulaMula Tahun 2010
Kategori jenis pemberian makanan dapat dilihat pada Tabel 4.7. yang
menunjukkan bahwa jenis makanan yang diberikan dengan kategori baik ada
sebanyak 22 anak (55,0%) dan jenis makanan yang diberikan dengan kategori
tidak baik yaitu sebanyak 18 anak (45,0%) terutama pada kelompok umur 13-24
bulan sebanyak 14 anak (58,3%).
4.4.2. Frekuensi Makan Anak Usia 0-24 bulan
No. Umur
Dari Tabel 4.9. di atas menunjukkan bahwa terdapat 4 anak (10,0%)
frekuensi makannya tidak baik yaitu 1 anak (7,7%) umur 7-12 bulan dan 3 anak
(12,5%) umur 13-24 bulan.
4.4.3. Distribusi Angka Kecukupan Energi dan Protein Anak Usia 0-24 Bulan Tabel 4.9. Distribusi Angka kecukupan Energi Berdasarkan Kelompok
Umur Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010
No Umur (Bulan)
Angka Kecukupan Energi Jumlah
Baik Sedang Kurang Defisit Hasil penelitian pada tabel 4.9. menunjukkan bahwa terdapat 6 anak
(15,0%) angka kecukupan energinya kurang dimana pada anak usia 13-24 bulan,
terdapat 5 anak (20,8%) yang angka kecukupan energinya kurang. Sementara
pada anak usia 7-12 bulan terdapat 1 anak (7,7%) dengan angka kecukupan energi
Tabel 4.10. Distribusi Angka kecukupan Protein Berdasarkan Kelompok Umur Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010
No Umur (Bulan)
Angka Kecukupan Protein Jumlah
Baik Sedang Kurang Defisit
Pada tabel 4.10. di atas menunjukkan bahwa terdapat 1 anak (7,7%) pada
usia 7-12 bulan dengan angka kecukupan protein yang defisit dan 1 anak (4,2%)
pada usia 13-24 bulan dengan angka kecukupan protein yang kurang.
4.4.4. Pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4.11. Distribusi Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan Kelompok Umur Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur MulaMula Tahun 2010
No. Umur (Bulan)
Pemberian ASI Eksklusif Jumlah
Diberi Tidak Diberi
Pada Tabel 4.11. dapat dilihat bahwa pada saat penelitian tidak ada anak
umur 0-6 bulan yang diberi ASI Eksklusif yaitu tidak terdapat anak yang diberi
ASI Eksklusif, dan hanya ada 3 anak (7,5%) yang diberi ASI Eksklusif.
4.5. Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan
Status gizi anak usia 0-24 bulan diukur dengan membandingkan berat
badan dan umur anak usia 0-24 bulan pada saat penelitian, membandingkan berat
badan dan tinggi badan anak usia 0-24 bulan yang diperoleh dari hasil pengukuran
4.5.1. Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan Berdasarkan Indeks BB/PB di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010
Tabel 4.12. Distribusi Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan Berdasarkan Indeks BB/PB di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur MulaMula Tahun 2010 Dari Tabel 4.12. dapat dilihat bahwa terdapat 7 anak (17,5%) berstatus gizi
gemuk, 8 anak (20,0%) berstatus gizi resiko gemuk, 21 anak (52,5%) berstatus
gizi normal, 1 anak (2,5%) berstatus gizi kurus dan 3 anak (7,5%) berstatus gizi
sangat kurus. Tidak terdapat status gizi sangat gemuk.
4.5.2. Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan Berdasarkan Indeks BB/U di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010
Tabel 4.13. Distribusi Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan Berdasarkan Indeks BB/U di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur MulaMula Tahun 2010
No Umur (Bulan)
Status Gizi (BB/U) Jumlah
Normal Kurang Sangat Kurang
n % N % n % n %
1. 0-6 3 100,0 0 0,0 0 0,0 3 100,0
2. 7-12 12 92,3 0 0,0 1 7,7 13 100,0
3. 13-24 19 79,2 4 16,7 1 4,1 24 100,0
Jumlah 34 85,0 4 10,0 2 5,0 40 100,0
Hasil penelitian pada Tabel 4.13. di atas menunjukkan bahwa terdapat 34
anak (85,0%) berstatus gizi normal, 4 anak (10,0%) berstatus gizi kurang dan 2
4.5.3. Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan Berdasarkan Indeks PB/U di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mulamula Tahun 2010
Tabel 4.14. Distribusi Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan Berdasarkan Indeks PB/U di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur MulaMula Tahun 2010
No Umur (Bulan)
Status Gizi (PB/U) Jumlah
Normal Pendek
Dari Tabel 4.14. dapat dilihat bahwa terdapat 22 anak (55,0%) yang
tergolong normal dan 18 anak (45,0%) tergolong pendek. Tidak ada anak yang
tergolong pendek pada umur 0-6 bulan.
4.6. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Pola Pemberian Makanan Anak Usia 0-24 Bulan
Zat gizi diperoleh dari makanan sehari yang dimakan. Makanan pada
gilirannya akan menentukan status gizi.
4.6.1. Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Pola Pemberian Makanan Anak Usia 0-24 Bulan
Tabel 4.15. Distribusi Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Jenis Makanan Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur MulaMula Tahun 2010 Dari Tabel 4.15. di atas menunjukkan bahwa 22 anak (100,0%) dengan
(40,9%) dan ada 2 anak (9,1%) dengan status gizi sangat kurus. Sedangkan
dengan jenis makanan tidak baik, terdapat 12 anak (66,7%) yang berstatus gizi
normal dan ada 1 anak (5,5%) yang berstatus gizi sangat kurus.
Tabel 4.16. Distribusi Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Frekuensi Makan Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur MulaMula Tahun 2010 Dari Tabel 4.16. di atas dapat dilihat bahwa 36 anak (100,0%) dengan
frekuensi makan baik, 19 anak (52,8%) diantaranya dengan status gizi normal dan
3 anak (8,3%) dengan status gizi sangat kurus. Sedangkan dengan frekuensi
makan tidak baik hanya terdapat 2 anak (50,0%) dengan status gizi normal dan 2
anak (50,0%) dengan status gizi gemuk.
Tabel 4.17. Distribusi Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Angka Kecukupan Energi Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur MulaMula Tahun 2010
No Angka Kecukupan Energi
Status Gizi (BB/PB) Jumlah
Gemuk Resiko
` Dari hasil penelitian pada tabel 4.17. di atas menunjukkan bahwa pada
dan sangat kurus. Sementara pada anak dengan angka kecukupan energi sedang,
terdapat 1 anak (11,1%) dengan status gizi sangat kurus dan pada angka
kecukupan energi yang kurang dijumpai 3 anak (50,0%) dengan status gizi
normal, 1 anak (16,7%) dengan status gizi kurus serta 2 anak (33,3%) dengan
status gizi sangat kurus.
Tabel 4.18. Distribusi Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Angka Kecukupan Protein Anak Usia 0-24 Bulan di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur MulaMula Tahun 2010
No Angka Kecukupan Protein
Status Gizi (BB/PB) Jumlah
Gemuk Resiko Pada tabel 4.18. dapat dilihat bahwa pada anak dengan angka kecukupan
protein yang sedang terdapat 1 anak (5,6%) dengan status gizi kurus dan 1 anak
(5,6%) dengan status gizi sangat kurus. Sementara pada anak dengan angka
kecukupan protein yang kurang terdapat 1 anak (100,0%) dengan status gizi
sangat kurus dan yang angka kecukupan protein defisit terdapat 1 anak (100,0%)
dengan status gizi sangat kurus.