ANALISIS KADAR COD, BOD DAN ANGKA
PERMANGANAT
DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET YANG TERDAPAT
PADA AIR SUNGAI DENAI DI AMPLAS
TUGAS AKHIR
FITRI PURNAMA SARI
082401019
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS KADAR COD, BOD DAN ANGKA PERMANGANAT DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET YANG TERDAPAT
PADA AIR SUNGAI DENAI DI AMPLAS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : ANALISIS KADAR COD, BOD, DAN ANGKA PERMANGANAT DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI
KARET YANG TERDAPAT PADA AIR SUNGAI
DENAI DI AMPLAS
Kategori : KARYA ILMIAH
Nama : FITRI PURNAMA SARI
Nomor Induk Mahasiswa : 082401019
Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di : Medan, Juli 2011
Diketahui / Disetujui oleh :
Ketua Program Studi D3 Kimia Analis Dosen Pembimbing
(Dra. Emma Zaidar Nasution, M.Si) (Prof. Dr. Harry Agusnar. M.Sc, M. Phil)
NIP. 195512181987012001 NIP. 195308171983031002
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
ANALISIS KADAR COD, BOD DAN ANGKA PERMANGANAT DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET YANG TERDAPAT
PADA AIR SUNGAI DENAI DI AMPLAS
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya
Medan, Juli 2011
PENGHARGAAN
Puji syukur Kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan berkah dan rahmat Nya sehingga penulisan karya ilmiah yang berjudul “Analisis Kadar COD, BOD, dan Angka Permanganat Dari Limbah Cair Industri Karet Yang Terdapat Pada Air Sungai Denai Di Amplas” akhirnya dapat penulis selesaikan. Dalam penyusunan karya imiah ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dari beberapa pihak yang telah banyak membantu baik moril maupun materil. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua Orang Tua (Ayahanda Ir.Sani Hardy dan Ibunda Dian Pudjawati)
2. Bapak Prof.Dr.Harry Agusnar.M.Sc,M.Phill, selaku dosen pembimbing
yang dengan sabar dan ikhlas meluangkan waktunya, dan berkenan memberikan bimbingan dan petunjuk serta dorongan selama penulisan karya ilmiah ini.
3. Ibu Dr.Rumondang Bulan. Ms, selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
4. Ibu Dra.Emma Zaidar, Nst.MSi, selaku ketua Program Studi D3 Kimia
Analis
5. Seluruh staf pengajar dan karyawan FMIPA USU yang telah memberikan
ilmu dan bantuannya kepada penulis.
6. Bapak Ir.Azriadi, pg. Dip. Sc, selaku kepala Seksi Teknologi Industri
Baristand yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melaksanakan PKL.
7. Ibu Suestinah, Bu Sumarni, Bu Mardiani dan Bang Fadhil, selaku
pembimbing PKL yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan banyak masukan kepada penulis.
8. Semua teman-teman Kimia Analis Stambuk 2008 atas kebersamaannya
dan telah membantu penulis di dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
9. Dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya ilmiah ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
ilmiah ini sangat di harapkan untuk kesempurnaan. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi para pembaca.
Medan, Juli 2011
ABSTRAK
ANALYSIS OF COD, BOD AND PERMANGANATE NUMBER OF WASTE RUBBER LIQUID INDUSTRY CONTAINED
IN DENAI RIVER WATER IN AMPLAS
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii
PENGHARGAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACK vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Pembatasan Masalah 3
1.4 Tujuan 3
1.5 Manfaat 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Air 4
2.1.1 Sifat Umum Air 5
2.1.2 Sumber-sumber Air 5
2.1.3 Pembagian Air 6
2.2 Limbah 8
2.2.1 Pengertian Limbah 8
2.2.2 Klasifikasi Limbah 8
2.2.3 Dampak Buruk Air Limbah 10
2.3 Pencemaran Air 11
2.3.1 Pengertian Pencemaran Air 11
2.3.2 Aspek Fisika-Kimia Pencemar Air 11
2.3.3 Jenis Bahan Pencemar Air 12
2.3.4 Pencemaran Air Sungai 14
2.4 Karet 14
2.5 COD 18
2.6 BOD 19
2.7 Angka Permanganat 21
BAB 3 BAHAN DAN METODE 22
3.1 Alat dan Bahan 22
3.1.1 Alat 22
3.1.2 Bahan 23
3.2 Prosedur 24
3.2.1 Pembuatan Pereaksi 24
3.2.2 Standarisasi Ferro Amonuim Sulfat (FAS) 28
3.2.3 Penentuan kadar COD 29
3.2.5 Penentuan kadar BOD 30
3.2.6 Standarisasi KMnO4 32
3.2.7 Penentuan angka permanganat 32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 33
4.1 Data Percobaan 33
4.2 Perhitungan 34
4.3 Pembahasan 47
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 49
5.1 Kesimpulan 49
5.2 Saran 49
DAFTAR TABEL
halaman
TABEL 2.1. Komposisi Lateks Segar dan Lateks Kering 15
TABEL 4.1 Kadar COD, BOD, dan Angka Permanganat dari
Limbah Cair Industri Karet
33
TABEL 4.2 Kadar COD, BOD, dan Angka Permanganat dari
Air Sungai Denai
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Tabel Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Standar Kualitas Air
Bersih Tahun 1990 51
Lampiran 2 Tabel Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2010 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pencemaran Air 53
Lampiran 3 Tabel Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Tahun 1995 56
ABSTRAK
ANALYSIS OF COD, BOD AND PERMANGANATE NUMBER OF WASTE RUBBER LIQUID INDUSTRY CONTAINED
IN DENAI RIVER WATER IN AMPLAS
ABSTRACT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air
harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta
makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus
dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi
sekarang maupun generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian
sumber daya air harus pada segenap pengguna air (Effendi, 2003).
Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah
tertentu dan mengalirkannya ke laut. Sungai itu dapat digunakan juga untuk
berjenis-jenis aspek seperti pembangkit tenaga listrik, pelayaran, pariwisata,
perikanan dan lain-lain (Sosrodarsono, 2003).
Sungai Denai yang terletak di daerah Amplas digunakan oleh masyarakat
sekitar untuk mencuci pakaian. Dimana Sungai Denai juga sebagai tempat
pembuangan limbah pabrik karet yang letaknya tidak jauh dari sungai.
Kehidupan mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak
terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air, tidak berbeda dengan
oksigen dari udara agar tetap dapat bertahan. Air yang tidak mengandung oksigen
tidak akan memberikan kehidupan bagi mikroorganisme, ikan dan hewan air
lainnya. Oksigen yang terlarut di dalam air sangat penting artinya bagi kehidupan.
Kemajuan industri dan teknologi seringkali berdampak pula terhadap
keadaan air lingkungan, baik air sungai, air laut, air danau maupun air tanah.
Salah satu cara untuk menilai seberapa jauh air lingkungan tersebut tercemar
adalah dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air (Ardana,
2001).
Cara yang dilakukan untuk maksud tersebut adalah COD, BOD, dan
Angka Permanganat. Jika kandungan oksigen terlarut berkurang maka akan
mengganggu kehidupan biota di dalam air dan menyebabkan air berbau tidak
enak. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan pencemaran
lingkungan. (Fardiaz, 1992).
Berasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisa kadar COD,
BOD, Angka Permanganat dari limbah cair industri karet yang terdapat pada air
Sungai Denai Di Amplas.
1.2 Permasalahan
Apakah kadar COD, BOD, dan Angka Permanganat dari limbah cair
industri karet yang terdapat pada air Sungai Denai Di Amplas telah memenuhi
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No KEP-51. MENLH/10/1995
nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air, dan Peraturan Menteri kesehatan RI No
416/MENKES/PER/IX/1990.
1.3 Pembatasan masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dibatasi pada analisa kadar COD,
BOD, dan Angka Permanganat yang terdapat dari limbah cair industri karet yang
terdapat pada air Sungai Denai di Amplas
1.4 Tujuan
Untuk mengetahui kadar COD, BOD, dan Angka Permanganat dari limbah cair
industri karet yang terdapat pada air Sungai Denai di Amplas
1.5 Manfaat
Sebagai informasi mengenai kandungan COD, BOD, dan Angka
Permanganat dari limbah cair industri karet yang terdapat pada air Sungai Denai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
2.1.1 Sifat Umum Air
Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa
kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 00 C (320 F) – 1000 C, air
berwujud cair. Suhu 00 C merupakan titik beku dan suhu 1000 C merupakan
titik didih.
2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik.
3. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan
evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini
memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, proses
perubahan uap air menjadi cairan (kondensasi) melepaskan energi panas yang
besar.
4. Air merupakan pelarut yang baik. Air mampu melarutkan berbagai jenis
senyawa kimia. Sifat ini memungkinkan air digunakan sebagai pencuci yang
baik dan pengencer bahan pencemar (polutan) yang masuk ke badan air.
5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Tegangan permukaan yang
6. Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku.
Pada saat membeku, air merenggang sehinga es memiliki nilai densitas
(massa/volume) yang lebih rendah dari pada air (Effendi, 2003).
2.1.2 Sumber-Sumber Air
Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber.
Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air angkasa (hujan), air
permukaan, dan air tanah.
1. Air Angkasa (Hujan)
Air Angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada
saat resipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cendrung
mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang
berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu,
mikroorganisme, dan gas, misalnya, karbondioksida, nitrogen, dan amonia.
2. Air Permukaan
Air permukaan yang meliputi badan-badan air seperti sungai, danau, telaga,
waduk, rawa, terjun, dan laut, sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh
ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami
pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.
3. Air Tanah
Air tanah (Ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi
yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan
hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah
menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan (Chandra,
2006).
2.1.2 Pembagian Air
Pembagian air berdasarkan analisis
a. Air kotor/air tercemar
Air yang bercampur dengan satu atau berbagai campuran hasil buangan
disebut air tercemar/air kotor.
Sumber air kotor / air tercemar
Menurut lokasi pencemaran maka air tercemar ini digolongkan dalam 2
lokasi yaitu:
• Air tercemar di pedesaan. Sumber pencemar adalah hasil sampah
rumah tangga, hasil kotoran hewan, hasil industri kecil.
• Air tercemar perkotaan bersumber dari hasil sampah rumah tangga,
pusat perbelanjaan, industri kecil, industri besar, hotel, restaurant,
tempat keramaian.
b. Air bersih
Air bersih adalah air yang sudah terpenuhi syarat fisik, kimia, namun
bakteriologi belum terpenuhi. Air bersih ini diperoleh dari sumur gali,
sumur bor, air hujan, air dari sumber mata air.
Pemanfaatan air bersih
• Akan diolah menjadi air siap minum
• Untuk keperluan keluarga (cuci, mandi)
• Sarana pariwisata (air terjun)
• Pada industri (sarana pendingin)
• Sebagai alat pelarut (dalam bidang farmasi/kedokteran)
• Pelarut obat-obatan dan infus (apabila air tersebut telah diolah menjadi
air steril)
• Sebagai sarana irigasi
• Sebagai sarana peternakan
• Sebagai sarana olahraga (kolam renang)
c. Air siap diminum/air minum
Air siap diminum/air minum ialah air yang sudah terpenuhi syarat fisik,
kimia, bakteriologi serta level kontaminasi (LKM) (Maximum
Contaminant Level).
Level kontaminasi maksimum meliputi sejumlah zat kimia, kekeruhan dan
bakteri coliform yang diperkenankan dalam batas-batas aman, lebih jelas
lagi bahwa air siap minum/air minum yang berkualitas harus terpenuhi
syarat, sebagai berikut :
• Harus jernih, transparan dan tidak bewarna
• Tidak dicemari bahan organik maupun bahan anorganik
• Tidak berbau, tidak berasa, kesan enak bila diminum
• Mengandung mineral yang cukup sesuai dengan standard
Pembagian air berdasarkan kelas
Menurut peruntukannya, air pada sumber air dapat dikategorikan menjadi
empat golongan yaitu :
1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.
2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan
dan peternakan.
4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian,
usaha di perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air.
2.2 Limbah
2.2.1 Pengertian limbah
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi.
Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan
berbahaya dikenal dengan limbah B-3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam
jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan
2.2.2 Klasifikasi Limbah
Berdasarkan nilai ekonomisnya, limbah dibedakan menjadi 2 bagian :
• Limbah yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu limbah di mana dengan
melalui suatu proses lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Misalnya,
dalam pabrik gula, tetes merupakan limbah yang dapat digunakan sebagai
bahan baku untuk industri alkohol.
• Limbah non-ekonomis, yaitu suatu limbah walaupun telah dilakukan proses
lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali
sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan.
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi tiga
bagian :
1. Limbah Cair
Limbah air bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air
dalam proses produksinya. Di samping itu, adapula bahan baku yang
mengandung air, sehingga dalam proses pengolahannya air tersebut harus
dibuang.
Jenis industri yang menghasilkan limbah cair di antaranya adalah industri pulp
dan rayon, pengolahan crumb rubber, besi dan baja, kertas, minyak goreng,
tekstil, elektroplating, plywood, dan lain-lain.
2. Limbah Gas dan Patikel
Limbah gas dan partikel merupakan limbah yang banyak dibuang ke
akan dibawa angin sehingga akan memperluas jangkauan pemaparannya. Pada
dasarnya limbah
gas dari industri bersumber dari penggunaan bahan baku, proses dan sisa
pembakaran.
Jenis industri yang menjadi sumber pencemaran udara di antaranya adalah
: industri besi dan baja, industri semen, industri kendaraan bermotor, industri
pupuk, industri alumunium, industri pembangkit tenaga listrik, industri kertas,
industri kilang minyak, industri pertambangan.
3. Limbah Padat
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur,
dan bubur yang berasal dari sisa pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan
menjadi dua bagian, yaitu limbah padat yang dapat didaur ulang (misalnya
plastik, tekstil, potongan logam) dan limbah padat yang tidak memiliki nilai
ekonomis.
Sumber limbah padat di antaranya adalah pabrik gula, pulp dan rayon,
plywood, pengawetan buah, ikan, daging, dan lain-lain (Kristanto, 2002).
2.2.3 Dampak Buruk Air Limbah
Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak
buruk bagi mahluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut
1. Gangguan kesehatan
Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan
penyakit bawaan air (waterborne disease). Selain itu di dalam air limbah
mungkin juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan bagi mahkluk hidup yang
mengkonsumsinya.
2. Penurunan kualitas lingkungan
Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya : sungai
dan danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Air
limbah juga dapat merembes ke dalam air tanah, sehingga menyebabkan
pencemaran air tanah.
3. Gangguan terhadap keindahan
Air limbah mengandung polutan yang tidak mengganggu kesehatan dan
ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Contoh yang sederhana adalah
air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan
perubahan warna pada badan air penerima. Walaupun pigmen tersebut
tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, tetapi terjadi gangguan
keindahan terhadap badan air penerima tersebut.
4. Gangguan terhadap kerusakan benda
Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh
bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat
mempercepat proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi
2.3 Pencemaran Air
2.3.1 Pengertian Pencemaran Air
Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001 menyebutkan :
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya (Mulia, 2005).
Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan)
yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Pencemar memasuki
badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run
off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan
lain-lain.
2.3.2 Aspek Fisika-Kimia Pencemaran Air
Sifat-sifat kimia-fisika air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk
menentukan tingkat pencemaran air adalah :
• Nilai pH, keasaman dan alkalinitas.
• Suhu.
• Oksigen terlarut.
• Karbondioksida bebas
• Warna dan kekeruhan
• Jumlah padatan
• Amonia
• Fosfat
• Daya Hantar listrik
• Klorida (Kristanto, 2003).
2.3.3 Jenis Bahan Pencemar
Rao (1991) mengelompokkan bahan pencemar di perairan menjadi
beberapa kelompok, yaitu :
1. Limbah Penyebab Penurunan Kadar Oksigen Terlarut
Semua limbah yang dioksidasi, terutama limbah domestik, termasuk dalam
kategori limbah penyebab penurunan kadar oksigen terlarut (oxygen
demanding waste). Penurunan kadar oksigen di perairan di akibatkan oleh
keberadaan limbah organik yang membutuhkan oksigen untuk melakukan
proses perombakan (dekomposisi).
2. Senyawa Organik
Bahan organik alami maupun sintetis, masuk ke dalam badan air sebagai hasil
dari aktivitas manusia. Berbeda dengan limbah organik yang relatif mudah
diuraikan secara biologis, senyawa organik sintetis pada umumnya tidak dapat
diuraikan secara biologis.
3. Minyak Mineral dan Hidrokarbon
Minyak tersebar di perairan dalam bentuk terlarut, lapisan film yang tipis yang
terdapat di permukaan, emulsi, dan fraksi terserap.
Pestisida merupakan senyawa organik yang biasa ditemukan didalam limbah.
Pestisida masuk ke badan air melalui limpasan dari daerah pertanian yang
banyak menggunakan pestisida.
5. Surfaktan
Surfaktan merupakan bahan organik yang berperan sebagai bahan aktif pada
deterjen, sabun, dan sampo. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan
sehingga memungkinkan partikel-partikel yang menempel pada bahan-bahan
yang dicuci terlepas mengapung atau terlarut dalam air.
6. Senyawa Anorganik
Senyawa anorganik terdiri atas logam dan logam berat yang pada umumnya
bersifat toksik. Davis dan Cornwell (1991) mengemukakan, bahan anoganik
yang di anggap toksik adalah Arsen (As), barium (Ba), cadmium (Cd),
kromium (Cr), lead (Pb), merkuri (Hg), selenium (Se), dan silver (Ag).
7. Sedimen
Sedimen meliputi tanah dan pasir yang masuk ke badan air akibat erosi atau
banjir. Pada dasarnya. Sedimen tidak bersifat toksik, tetapi keberadaanya
mengakibatkan terjadinya kekeruhan dan menghambat penetrasi cahaya dan
transfer oksigen dari atmosfer ke perairan.
8. Radioaktif
Pengaruh radioaktif dapat bersifat akut atau kronis. Pada kadar yang tinggi,
pengaruh radioaktif terhadap makhluk hidup bersifat akut, yakni menganggu
proses pembelahan sel dan mengakibatkan rusaknya kromosom.
Air yang telah terpakai dalam keadaan suhu tinggi kemudian dibuang ke
badan air, sehingga suhu badan air meningkat dan kehidupan komunitas
akuatik terganggu.
10.Limbah Penyebab Penyakit
Air mudah tercemar oleh mikroorganisme berbahaya (pathogen) yang masuk
melalui limbah. Penyakit yang bersumber dari perairan dikenal dengan
sebutan waterborne disease (Effendi, 2002).
2.2.4 Pencemaran Air Sungai
Secara alamiah, sungai dapat tercemar pada daerah permukaan air saja.
Pada sungai yang besar dengan arus yang deras, sejumlah kecil bahan pencemar
akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat
rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan
oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbarui. Tetapi terkadang
sebuah sungai ,mengalami pencemaran yang berat sehingga air mengandung
bahan pencemar yang sangat besar. Akibatnya, proses pengenceran dan
biodegradasi akan sangat menurun jika arus air mengalir perlahan karena
kekeringan atau penggunaan sejumlah air untuk irigasi. Hal ini juga
mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut (Darmono, 2001).
2.4 Karet
Karet adalah sejenis bahan yang digunakan untuk menghasilkan berbagai
produk seperti ban kendaraan, selang karet, tapak sepatu, suku cadang kendaraan,
Sejarah mengenai karet alam bermula ketika Christoper Columbus
menemukannya pada tahun 1493. Kegunaannya mulai dikenal manusia ketika
Goodyear dan Hancock menemukan proses vulkanisasi dalam tahun 1840.
Terdapat lebih dari 200 spesies tumbuhan yang menghasilkan lateks yang
mengandung poliisoprena, tetapi hanya Hevea Brasiliensis saja yang bernilai
komersil. Hevea Brasiliensis yang berasal dari Lembah Amazon di Amerika
Selatan, lalu diperkenalkan ke Asia Tenggara pada tahun 1877. Kebutuhan karet
meningkat sejak tahun 1900-an karena penggunaan ban pneumatic pada
kendaraan bermotor.
Karet alam mengandung seratus persen cis 1,4-poliisoprena, yang terdiri
[image:30.595.107.515.443.726.2]dari rantai polimer lurus dan panjang dengan gugus isoprenik yang berulang.
Tabel 2.1 Komposisi lateks segar dan karet kering disajikan pada tabel berikut
Komponen Komponen dalam lateks
segar (%)
Komponen dalam lateks
kering (%)
Karet hidrokarbon 36 92-94
Protein 1,4 2,5-3,5
Karbohidrat 1,6
Lipida 1,6 2,5-3,5
Persenyawaan organik
lain
0,4
Persenyawaan anorganik 0,5 0,1-0,5
Air 58,5 0,3-1,0
Tabel tersebut secara singkat menjelaskan mengenai sifat-sifat dari karet alam dan
menunjukkan lateks segar
Secara umum, prosedur dari pemrosesan karet mentah (urutan langkah mengubah
karet mentah menjadi produk akhir yang berguna) diilustrasikan pada gambar
dibawah ini :
KARET MENTAH
Mastika
Rubber Chemicals Komponding
KOMPONEN KARET
Pembentukan
Pemvulkanisasian PRODUK AKHIR (VULKANISAT) KARET
Skema 1. Pemrosesan Karet menjadi Produk Akhir (Surya, 2006) Dalam pengolahan karet alam banyak sekali digunakan bahan-bahan kimia.
a) Bahan Pembeku
Untuk proses pembekuan lateks ada beberapa bahan kimia yang bisa
digunakan. Biasanya adalah jenis-jenis asam, seperti asam format atau
asam semut dan asam asetat atau asam cuka.
b) Bahan Pengelantang
Bahan pengelantang seperti RPA-3 untuk mengurangi warna yang terlalu
kuning pada karet.
c) Bahan Vulkanisasi
Bahan kimia ini diperlukan dalam proses vulkanisasi agar komponen karet
cepat matang. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses vulkanisasi
yaitu belerang, dammar fenolik, peroksida organic, radiasi sinar gamma,
serta uretan.
d) Bahan percepat reaksi
Bahan percepat reaksi digunakan untuk mengatasi kelambatan pada reaksi
vulkanisasi. Berdasarkan jenisnya ada beberapa macam bahan percepat
reaksi, seperti :dari golongan thiazol contohnya MBT dan MBTS. Dari
golongan Guanidin contohnya DPG dan DOTG.
e) Bahan penggiat
Fungsi bahan penggiat adalah menambah cepat kerja bahan pencepat
reaksi. Seng oksida dan asam stearat adalah contoh bahan penggiat yang
paling banyak dipakai.
Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh
oksigen maupun ozon yang terdapat di udara. Golongan antioksidan
turunan difenil amina contohnya Nonox OD.
g) Bahan pelunak
Berfungsi memudahkan pembuatan karet dan pemberian bentuk. Bahan
pelunak yang banyak digunakan antara lain minyak naftenik, minyak
nabati, minyak aromatic, terpinus, lilin paraffin, faktis, dammar dan
bitumen.
h) Bahan Pengisi
Bahan pengisi aktif atau penguat contonya karbon hitam, silica,
alumunium silikat, dan magnesium silikat. Kegunaannya adalah untuk
menambah kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan kikisan, serta tegangan
putus yang tinggi pada karet yang dihasilkan.
i) Bahan Peniup
Fungsinya membentuk pori halus yang menyebabkan karet menjadi ringan
dan empuk. Contohnya adalah Porofor BSH dan Vucacel BN.
j) Bahan pencegah pravulkanisasi
Fungsinya untuk mencegah terjadinya pravulkanisasi yang tidak
diinginkan pada bagian estrude mesin acuan injeksi. Contohnya Santogard
PVI dan Vulcalent A.
k) Bahan pewangi
Fungsinya adalah untuk menghilangkan bau yang tidak enak pada karet.
2.5 COD (Chemical Oxygen Demand)
Chemical Oxygen demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK)
adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organis yang ada dalam 1 L sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan
sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis
yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Alaerts, 1987).
Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut
ini :
CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+
Kat
Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalisator perak sulfat
(Ag2SO4) untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan buangan organik
diperkirakan ada unsur klorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu
ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Klorida
dapat mengganggu karena akan ikut teroksidasi oleh kalium bikromat sesuai
reaksi berikut ini :
6 Cl- + Cr2O72- + 14 H+ 3Cl2 + 2 Cr3+ + 7 H2O
Apabila dalam larutan air terdapat klorida, maka oksigen yang diperlukan
pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya. Seberapa jauh
tingkat pencemaran oleh bahan buangan organik tidak dapat diketahui secara
Penambahan merkuri sulfat adalah untuk mengikat ion klor menjadi
merkuri klorida mengikuti reaksi berikut ini :
Hg2+ + 2 Cl- HgCl2 (Wisnu, 2001).
Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih
tinggi daripada uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi
dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sebagai contoh
selulosa sering tidak terukur melalui uji BOD karena sukar dioksidasi melalui
reaksi biokimia, tetapi dapat terukur melalui COD (Fardiaz, 1992).
2.6 BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD (Biochemical Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi
bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah
bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika
konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen
terlarut, maka berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen
tinggi.
Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk
beberapa reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel,
dan oksidasi sel.
1) Oksidasi bahan organik
2) Sintesis sel
(CH2O) + NH3 + O2 enzim komponen sel + CO2 + H2O + panas
3) Oksidasi sel
Komponen sel + O2 enzim CO2 + H2O + NH3 + panas
Sebagai akibat menurunnya oksigen terlarut di dalam air adalah
menurunnya kehidupan hewan dan tanaman air. Hal ini disebabkan karena
makhluk-makhluk hidup tersebut banyak yang mati atau melakukan migrasi ke
tempat lain yang konsentrasi oksigennya cukup tinggi. Jika konsentrasi oksigen
terlarut sudah terlalu rendah, maka mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan
berkembang biak, tetapi sebaliknya mikroorganisme yang bersifat anaerobik akan
menjadi aktif memecah bahan-bahan tersebut secara anaerobik karena tidak
adanya oksigen.
Senyawa-senyawa hasil pemecahan secara anerobik seperti amin, H2S
berbau busuk. Oleh karena itu perubahan badan air dari kondisi aerobik menjadi
anaerobik tidak dikehendaki (Fardiaz, 1992).
Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya adalah :
• Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan
organik atau bahan-bahan tereduksi lainnya, yang disebut juga Intermediate
Oxygen Demand.
• Uji BOD membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu lima hari.
• Uji BOD yang dilakukan selama lima hari masih belum dapat menunjukkan
• Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air tersebut,
misalnya germisida seperti klorin yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga
uji BOD kurang teliti (Kristanto, 2002).
2.7 Angka Permanganat
Kalium Permanganat (KMnO4) telah lama dipakai sebagai oksidator pada
penentuan konsumsi oksigen untuk mengoksidasi bahan organik, yang dikenal
sebagai parameter nilai permanganat atau sering disebut sebagai bahan organik
total atau TOM (Total Organic Matter). Akan tetapi, kemampuan oksidasi oleh
permanganat sangat bervariasi, tergantung pada senyawa-senyawa yang
terkandung di dalam air (Effendi, 2003).
Uji coba ini dengan cepat menunjukkan kebutuhan langsung oksigen yang
di sebabkan oleh zat-zat anorganik yang dioksidasi, seperti nitrit, sulfida, sulfit
dan sebagainya, maupun oleh zat-zat organik yang dapat dioksidasi dengan
mudah. Uji coba permanganat, yang dapat dikerjakan dengan cepat, dengan
demikian, dapat dipergunakan untuk memberikan gambaran kasar tentang BOD.
Uji coba permanganat selama empat jam merupakan uji coba kimia murni dan
mengukur jumlah zat pencemar yang dioksidasi secara kimiawi oleh potasium
permangananat. Uji coba permanganat menunjukkan jumlah yang sesungguhnya
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Inkubator dengan kisaran suhu 100 – 500 C dan telah distabilkan pada suhu
200 C pada saat pengujian
- Botol KOB (botol Winkler) 300 ml
- Gelas ukur 1000 ml, 100 ml, 25 ml
- Beaker glass 250 ml
- Buret 50 ml
- Labu takar 1000 ml, 100 ml
- Bola karet
- Corong
- Erlenmeyer 250 ml, 300 ml, 500 ml
- Pipet ukur 1 ml
- Cawan petri
- Pipet tetes
- Neraca Analitik
- Tabung COD
- Statif dan klem
- Pipet volume 100 ml, 20 ml, 10 ml; 5 ml
- COD Destruction Block
- Botol akuades
- Hot Plate
- Termometer 1000C
- Batu didih
3.1.2 Bahan
- Akuades
- KH2PO4
- K2HPO4
- Na2HPO4
- NH4Cl
- CaCl2
- MgSO4
- FeCl3
- MnSO4
- NaOH
- KI
- Amilum
- Asam salisilat
- Na2SO3.5H2O
- Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O
- H2SO4 (p)
- Serbuk Merkuri Sulfat (HgSO4)
- K2Cr2O7
- Ag2SO4
- KMnO4
- KMnO4 0,01 N
- (COOH)2.2H2O
- Asam oksalat 0,01 N
- H2SO4 8 N
- Limbah karet
- Air Sungai Denai Amplas
3.2 Prosedur
3.2.1 Pembuatan Pereaksi
1. Pembuatan larutan Buffer posfat
- Ditimbang 2,125 gram KH2PO4, 5,4375 gram K2HPO4, 8,35 gram
Na2HPO4, dan 0,425 gram NH4Cl
- Dimasukkan satu persatu ke dalam beaker glass
- Dilarutkan dengan akuades dan dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml
dengan menggunakan corong
- Ditambahkan akuades hingga garis tanda
2. Pembuatan larutan Kalsium klorida
Ditimbang 6,875 gram CaCl2
- Dimasukkan satu persatu ke dalam beaker glass
- Dilarutkan dengan akuades lalu dimasukkan kedalam labu takar 250 ml
dengan menggunakan corong
- Ditambahkan akuades hingga garis tanda
- Dihomogenkan.
3. Pembuatan larutan Magnesium sulfat
- Ditimbang 5,625 gram MgSO4
- Dimasukkan satu persatu ke dalam beaker glass
- Dilarutkan dengan akuades lalu dimasukkan kedalam labu takar 250 ml
dengan menggunakan corong
- Ditambahkan akuades hingga garis tanda
- Dihomogenkan.
4. Pembuatan larutan Feri klorida
- Ditimbang 0,0625 gram FeCl3
- Dimasukkan ke dalam beaker glass
- Dilarutkan dengan akuades lalu dimasukkan kedalam labu takar 250 ml
dengan menggunakan corong
- Ditambahkan akuades hingga garis tanda
- Dihomogenkan.
- Ditimbang 91 gram MnSO4, dimasukkan kedalam beaker glass
- Dilarutkan dengan akuades lalu dimasukkan kedalam labu takar 250 ml
dengan menggunakan corong
- Ditambahkan akuades hingga garis tanda
- Dihomogenkan.
6. Pembuatan larutan Alkali azida (NaOH/KI)
- Ditimbang 125 gram NaOH, 37,5 gram KI
- Dimasukkan satu persatu kedalam beaker glass
- Dilarutkan dengan akuades lalu dimasukkan kedalam labu takar 250 ml
dengan menggunakan corong
- Ditambahkan akuades hingga garis tanda
- Dihomogenkan.
7. Pembuatan Indikator amilum
- Ditimbang 2 gram amilum, 0,2 gram asam salisilat
- Dimasukkan satu persatu ke dalam beaker glass
- Dilarutkan dengan akuades yang telah dipanaskan lalu dimasukkan
kedalam labu takar 100 ml dengan menggunakan corong
- Ditambahkan akuades hingga garis tanda
- Dihomogenkan.
8. Pembuatan larutan Natrium thio sulfat 0,025 N
- Ditimbang 6,205 gram Na2S2O3.5H2O
- Dilarutkan dengan akuades lalu dimasukkan kedalam labu takar 250 ml
dengan menggunakan corong
- Ditambahkan akuades hingga garis tanda
- Dihomogenkan.
9. Pembuatan Ferro Amonium Sulfat (FAS) 0,1 N
- Ditimbang 39,2 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O
- Dimasukkan ke dalam beaker glass
- Dilarutkan dengan akuades lalu dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml
dengan menggunakan corong
- Ditambahkan 20 ml H2SO4(p)
- Didinginkan
- Ditepatkan volumenya sampai garis tanda dengan akuades
- Dihomogenkan.
10.Pembuatan K2Cr2O7 0,25 N
- Ditimbang 12,259 g K2Cr2O7, dimasukkan ke dalam beaker glass
- Dilarutkan dengan akuades lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 ml
dengan menggunakan corong
- Ditambahkan akuades hingga garis tanda
- Dihomogenkan.
11.Pembuatan larutan Asam sulfat – Perak sulfat
- Ditimbang 10,12 g Ag2SO4
- Dimasukkan ke dalam beaker glass
- Dilarutkan
- Dimasukkan kedalam labu ukur 1000 ml dengan menggunakan corong
- Ditambahkan H2SO4 (p) hingga garis tanda
- Dihomogenkan dan dibiarkan 1 hari sampai 2 hari untuk melarutkannya.
12.Pembuatan larutan KMnO4 0,1 N
- Ditimbang 31,16 gram KMnO4
- Dimasukkan ke dalam beaker glass
- Dilarutkan dengan akuades lalu dimasukkan kedalam labu ukur 1000 ml
dengan menggunakan corong
- Ditambahkan dengan akuades hingga garis tanda
- Dihomogenkan dan disimpan dalam botol gelap.
13.Pembuatan larutan KMnO4 0,01 N
- Dipipet 10 ml KMnO4 0,1 N lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml
- Ditambahkan dengan akuades hingga garis tanda
- Dihomogenkan.
14.Pembuatan larutan Asam oksalat 0,1 N
- Ditimbang 6,302 gram (COOH)2.2H2O
- Dimasukkan ke dalam beaker glass
- Dilarutkan dengan akuades lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 ml
dengan menggunakan corong
- Ditambahkan akuades hingga garis tanda
15.Pembuatan larutan Asam Oksalat 0,01 N
- Dipipet 10 ml larutan asam oksalat 0,1 N, kemudian dimasukkan ke dalam
labu takar 100 mL
- Ditambahkan akuades hingga garis tanda
- Dihomogenkan.
3.2.2 Standarisasi Ferro Amonuim Sulfat (FAS)
- Dipipet K2Cr2O7 0,25 N sebanyak 10 ml
- Dimasukkan kedalam Erlenmayer 500 ml
- Ditambahkan 90 ml akuades
- Ditambahkan 20 ml H2SO4 (p) dan didinginkan
- Ditambahkan 3 tetes indikator ferroin dam dititrasi dengan Ferro
Amonium sulfat (FAS) hingga bewarna merah kecoklatan
- Dicatat volume yang terpakai
- Dihitung normalitasnya
3.2.3 Penentuan kadar COD
- Dipipet 10 ml sampel, dimasukkan kedalam tabung COD
- Ditambahkan batu didih
- Ditambahkan 0,2 g serbuk HgSO4
- Ditambahkan 5 ml larutan K2Cr2O7 0,25 N sambil diaduk hingga
- Ditambahkan 15 ml larutan Ag2SO4 – H2SO4 sedikit demi sedikit
melalui dinding tabung sambil didinginkan kemudian diaduk hingga
homogen
- Dihubungkan dengan pendingin dan didihkan di atas COD Destruction
Block selama 2 jam
- Didinginkan sampai temperatur kamar
- Dicuci bagian pendingin dengan akuades hingga volume sampel
menjadi 70 ml
- Dimasukkan kedalam erlenmayer 500 ml
- Ditambahkan 3 tetes indikator ferroin
- Dititrasi dengan larutan FAS 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
menjadi merah kecoklatan
- Dicatat volume FAS yang terpakai
- Dilakukan langkah yang sama terhadap akuades sebagai blanko
3.2.4. Standarisasi Natrium thio sulfat (Na2S2O3)
- Ditambahkan 80 ml air suling dalam Erlenmeyer
- Dimasukkan 10 ml larutan K2Cr2O7 0,025 N ke dalam Erlenmeyer
- Ditambahkan ± 0,2 gram KI, diaduk
- Ditambahkan 1 ml H2SO4 (p) sambil diaduk
- Ditutup
- Dibiarkan sampai dingin
- Ditambahkan 2 sampai 3 tetes indikator amilum dan dititrasi kembali
dengan Na2S2O3 0,025 N hingga tidak berwarna
- Dihitung normalitas larutan Na2S2O3
3.2.5 Penentuan kadar BOD
- Disediakan sampel yang telah disiapkan
- Dipipet sampel sesuai dengan kepekatan sampel tersebut dan dimasukkan
kedalam labu volumetrik 1000 ml
- Ditambahkan buffer posfat, MgSO4, CaCl2, FeCl3 kedalam sampel
masing-masing sebanyak 1 ml,
- Ditambahkan dengan akuades sampai tepat pada garis tanda
- Diaduk hingga homogen
- Setelah itu dimasukkan sampel kedalam botol KOB (botol Winkler) 300
ml dengan menggunakan corong sampai melimpah agar tidak terdapat
gelembung udara
- Botol KOB yang satu dieramkan dalam inkubator pada suhu 18-200C
selama 5 hari dan yang satu lagi ditentukan kadar oksigen terlarut nol hari
- Ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml NaOH/KI kedalam sampel
- Kemudian dikocok hingga larutan homogen
- Didiamkan beberapa saat hingga endapannya semua turun sempurna
- Setelah itu ditambahkan 1 ml H2SO4 (p) pada masing-masing sampel
- Ditutup dan dihomogenkan hingga endapan larut sempurna
- Kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N hingga berwarna kuning
muda
- Ditambahkan 2 sampai 3 tetes indikator amilum dan dititrasi kembali
dengan Na2S2O3 0,025 N hingga berwarna bening
- Setelah 5 hari dikeluarkan botol KOB (botol Winkler) yang telah
dieramkan dalam inkubator
- Setelah itu ditambahkan masing-masing 1 ml MnSO4 dan 1 ml NaOH/KI
kedalam sampel
- Kemudian dikocok hingga larutan homogen
- Didiamkan beberapa saat hingga endapannya semua turun sempurna
- Setelah itu ditambahkan 1 ml H2SO4 (p) pada masing-masing sampel
- Dihomogenkan hingga endapan larut sempurna
- Dipipet 50 ml dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer
- Kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N hingga berwarna kuning
muda
- Ditambahkan 2 sampai 3 tetes indikator amilum dan dititrasi kembali
dengan Na2S2O3 0,025 N hingga tidak berwarna
3.2.6 Standarisasi KMnO4
- Dipipet 100 ml akuades lalu dimasukkan ke dalam erlenmayer
- Dipanaskan hingga 700C
- Ditambahkan 10 ml asam oksalat 0,01 N
- Dititrasi dengan KMnO4 0,01 N sampai bewarna merah muda
- Dicatat volume KMnO4 yang terpakai
3.2.7 Penentuan angka permanganat
- Dipipet 100 ml sampel, lalu dimasukkan ke dalam erlenmayer
- Ditambahkan 3 butir batu didih
- Ditambahkan KMnO4 0,01 N beberapa tetes ke dalam sampel hingga
bewarna merah muda
- Ditambahkan 5 ml H2SO4 8 N
- Dipanaskan di atas pemanas listrik pada suhu 1050C, bila terdapat bau
H2S, pendidihan diteruskan beberapa menit
- Ditambahkan 10 ml larutan KMnO4 0,01 N
- Dipanaskan hingga mendidih selama 10 menit
- Ditambahkan 10 ml larutan asam oksalat 0,01 N
- Dititrasi dengan larutan KMnO4 0,01 N hingga bewarna merah muda
- Dicatat volume KMnO4 yang terpakai
- Apabila pemakaian larutan baku KMnO4 lebih dari7 ml, ulangi pengujian
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
[image:50.595.120.519.331.488.2]4.1 Data Percobaan
Tabel 4.1 Kadar COD, BOD, dan Angka Permanganat dari Limbah Cair Industri
Karet
NO Parameter Minggu I Minggu II Minggu III
1 COD 338,01 mg/L 70,41 mg/L 78,24 mg/L
2 BOD 86,5 mg/L 29,5 mg/L 39 mg/L
[image:50.595.123.516.559.715.2]3 Angka Permanganat 124,50 mg/L 199,20 mg/L 46,38 mg/L
Tabel 4.2 Kadar COD, BOD dan Angka Permanganat dari Air Sungai Denai
NO Parameter Minggu I Minggu II Minggu III
1 COD 38,92 mg/L 37,56 mg/L 35,20 mg/L
2 BOD 10 mg/L 8,8 mg/L 10,5 mg/L
4.2 Perhitungan
a) Penentuan kadar COD
• Standarisasi FAS
N FAS =
2 1 1
V
N
V
Dimana : V1 = volume K2Cr2O7
V2 = volume larutan FAS yang terpakai
N1 = Normalitas K2Cr2O7
• Penentuan kadar COD
N FAS =
sampel
Volume
8000
N
)
B
A
(
−
×
×
Dimana : A = Volume larutan FAS yang terpakai untuk blanko
B = Volume larutan FAS yang terpakai untuk sampel
N = Normalitas FAS
b) Penentuan kadar BOD
• Standarisasi Na2S2O3
2 1 1 3 2 2
V
N
V
O
S
Na
N
=
Dimana : V1 = Volume K2Cr2O7
N1 = Normalitas K2Cr2O7
V2 = Volume Na2S2O3 yang terpakai
BOD mg/l =
{
(
DO
0−
DO
s)
−
k(DO
0blanko
−
DO
sblanko
)
}
×
P
sampel
Volume
8000
O
S
Na
N
O
S
Na
V
DO
=
2 2 3×
2 2 3×
o
sampel
Volume
8000
O
S
Na
N
O
S
Na
V
DO
5=
2 2 3×
2 2 3×
Dimana : DO0 = Kadar oksigen terlarut mg/l nol hari sampel
DO5 = Kadar oksigen terlarut mg/l lima hari sampel
DO0 blanko = Kadar oksigen terlarut mg/l nol hari blanko
DO5 blanko = Kadar oksigen terlarut mg/l lima hari blanko
K = Faktor koreksi sebesar (P – 1) / P
P = Faktor pengenceran
c) Penentuan kadar Angka permanganat
• Standarisasi KMnO4
2 1 1 4
V
N
V
KMnO
N
=
Dimana : V1 = Volume asam oksalat
N1 = Normalitas asam oksalat
V2 = Volume larutan KMnO4 yang terpakai
• Penentuan kadar angka permanganat
[
]
p 4F
sampel
Volume
100
6
,
31
1
c)
(10
-a)b
(10
mg/l
KMnO
=
+
×
×
×
×
×
Dimana : a = Volume KMnO4 yang terpakai
c = Normalitas asam oksalat
Fp = faktor pengenceran
a) Penentuan kadar COD
1. Sampel Limbah karet (Minggu I)
• Standarisasi FAS
N
1004
,
0
24,9
0,25
10
N
1=
×
=
N
1008
,
0
24,8
0,25
10
N
2=
×
=
N FAS = 0,1006 N
• Penentuan kadar COD
COD mg/l =
sampel
Volume
8000
N
)
B
A
(
−
×
×
=10
8000
0,1006
)
8
12,2
(
−
×
×
= 338,01 mg/L
2. Sampel Limbah karet (Minggu II)
• Standarisasi FAS
N
0980
,
0
25,5
0,25
10
N
1=
×
=
N
0976
,
0
25,6
0,25
10
N
2=
×
=
• Penentuan kadar COD
COD mg/l =
sampel
Volume
8000
N
)
B
A
(
−
×
×
=10
8000
0978
,
0
)
6
,
11
5
,
12
(
−
×
×
= 70,41 mg/L
3. Sampel Limbah karet (Minggu II)
• Standarisasi FAS
N
0980
,
0
25,5
0,25
10
N
1=
×
=
N
0976
,
0
25,6
0,25
10
N
2=
×
=
N FAS = 0,0978 N
• Penentuan kadar COD
COD mg/l =
sampel
Volume
8000
N
)
B
A
(
−
×
×
=10
8000
0978
,
0
)
65
,
11
65
,
12
(
−
×
×
= 78,24 mg/L
4. Sampel Air Sungai Denai (Minggu I)
• Standarisasi FAS
N
0972
,
0
25,7
0,25
10
N
0974
,
0
25,65
0,25
10
N
2=
×
=
N FAS = 0,0973 N
• Penentuan Kadar COD
COD mg/l =
sampel
Volume
8000
N
)
B
A
(
−
×
×
=10
8000
0973
,
0
)
12
5
,
12
(
−
×
×
= 38,92 mg/L
5. Sampel Air Sungai Denai (Minggu II)
• Standarisasi FAS
N
0939
,
0
26,6
0,25
10
N
1=
×
=
N
0939
,
0
26,6
0,25
10
N
2=
×
=
N FAS = 0,0939 N
• Penentuan kadar COD
COD mg/l =
sampel
Volume
8000
N
)
B
A
(
−
×
×
=10
8000
0939
,
0
)
12
5
,
12
(
−
×
×
6. Sampel Air Sungai Denai (Minggu III)
• Standarisasi FAS
N
0980
,
0
25,5
0,25
10
N
1=
×
=
N
0976
,
0
25,6
0,25
10
N
2=
×
=
N FAS = 0,0978 N
• Penentuan kadar COD
COD mg/l =
sampel
Volume
8000
N
)
B
A
(
−
×
×
=10
8000
0978
,
0
)
2
,
12
65
,
12
(
−
×
×
= 35,20 mg/L
b) Penentuan kadar BOD Standarisasi Na2S2O3
N
0241
,
0
10,35
0,25
10
O
S
Na
N
1 2 2 3=
×
=
N
0238
,
0
10,5
0,25
10
O
S
Na
N
2 2 2 3=
×
=
N Na2S2O3 = 0,0239 N
1. Sampel limbah karet (Minggu I)
50
8000
0239
,
0
2
blanko
DO
o=
×
×
= 7,64 mg/L
50
8000
0239
,
0
9
,
1
blanko
DO
5=
×
×
= 7,26 mg/L
50
8000
0239
,
0
8
,
1
sampel
DO
o=
×
×
= 6,88 mg/L
50
8000
0239
,
0
25
,
1
sampel
DO
5=
×
×
= 4,78 mg/L
BOD =
{
(
6
,
88
−
4
,
78
)
−
(
0
,
98
)
(7,64
−
7
,
26
)
}
×
50
= (2,1 – 0,37) x 50
= 86,5 mg/L
2. Sampel limbah karet (Minggu II)
Penentuan kadar BOD
50
8000
0239
,
0
2
blanko
DO
o=
×
×
= 7,64 mg/L
50
8000
0239
,
0
9
,
1
blanko
DO
5=
×
×
50
8000
0239
,
0
9
,
1
sampel
DO
o=
×
×
= 7,26 mg/L
50
8000
0239
,
0
65
,
1
blanko
DO
5=
×
×
= 6,30 mg/L
BOD =
{
(
7
,
26
−
6
,
30
)
−
(
0
,
98
)
(7,64
−
7
,
26
)
}
×
50
= (0,96 – 0,37) 50
= 29,5 mg/L
3. Sampel Limbah karet (Minggu III)
Penentuan kadar BOD
50
8000
0239
,
0
2
blanko
DO
0=
×
×
= 7,64 mg/L
50
8000
0239
,
0
9
,
1
blanko
DO
5=
×
×
= 7,26 mg/L
50
8000
0239
,
0
9
,
1
sampel
DO
0=
×
×
= 7,26 mg/L
50
8000
0239
,
0
6
,
1
sampel
= 6,11 mg/L
BOD = {(7,26 – 6,11) – (0,98) (7,64 – 7,26)} x 50
= (1,15 – 0,37) 50
= 39 mg/L
4. Sampel Air Sungai Denai (Minggu I)
Penentuan kadar BOD
50
8000
0239
,
0
1
,
2
blanko
DO
0=
×
×
= 8,03 mg/L
50
8000
0239
,
0
2
blanko
DO
5=
×
×
= 7,64 mg/L
50
8000
0239
,
0
8
,
1
sampel
DO
0=
×
×
= 6,88 mg/L
50
8000
0239
,
0
65
,
1
sampel
DO
5=
×
×
= 6,30 mg/L
BOD = {(6,88 – 6,30) – (0,98) (8,03 – 7,64)} x 50
= (0,58 – 0,378 50
= 10 mg/L
5. Sampel Air Sungai Denai (Minggu II)
50
8000
0239
,
0
35
,
2
blanko
DO
0=
×
×
= 8,98 mg/L
50
8000
0239
,
0
05
,
2
blanko
DO
5=
×
×
= 7,83 mg/L
50
8000
0239
,
0
25
,
2
sampel
DO
0=
×
×
= 8,60 mg/L
50
8000
0239
,
0
85
,
1
sampel
DO
5=
×
×
= 7,07 mg/L
BOD = {(8,60 – 7,07) – (0,95) (8,98 – 7,83)} x 20
= (1,53– 1,09) 50
= 8,8 mg/L
6. Sampel Air Sungai Denai (Minggu III)
Penentuan kadar BOD
50
8000
0239
,
0
2
,
2
blanko
DO
0=
×
×
= 8,41 mg/L
50
8000
0239
,
0
1
,
2
blanko
DO
5=
×
×
= 8,03 mg/L
8000
0239
,
0
1
,
2
sampel
= 8,03 mg/L
50
8000
0239
,
0
95
,
1
sampel
DO
5=
×
×
= 7,45 mg/L
BOD = {(8,03 – 7,45) – (0,98) (8,41 – 8,03)} x 50
= (0,58 – 0,37) 50
= 10,5 mg/L
c) Penentuan Angka permanganat 1. Sampel limbah karet (Minggu I)
• Standarisasi KMnO4
N
0096
,
0
10,4
0,01
10
KMnO
N
1 4=
×
=
N
0095
,
0
10,5
0,01
10
KMnO
N
2 4=
×
=
N KMnO4 = 0,0095 N
• Penentuan Angka Permanganat
[
]
p 4F
sampel
Volume
100
6
,
31
1
c)
(10
-a)b
(10
KMnO
=
+
×
×
×
×
×
[
]
20
100
100
6
,
31
)
01
,
0
(10
-0,0095
2.6)
(10
+
×
×
×
×
=
=
= 124,50 mg/L
2. Sampel limbah karet (Minggu II)
0096
,
0
10,4
01
,
0
10
KMnO
N
1 4=
×
=
0096
,
0
10,5
01
,
0
10
KMnO
N
2 4=
×
=
N KMnO4 = 0,0096 N
• Penentuan Angka permanganat
[
]
p 4F
sampel
Volume
1000
6
,
31
1
c)
(10
-a)b
(10
KMnO
=
+
×
×
×
×
×
[
]
20
100
1000
6
,
31
)
01
,
0
(10
-0,0096
)
7
,
3
(10
×
×
×
×
+
=
= [(0,13152 – 0,1)] x 6320
= 199,20 mg/L
3. Sampel limbah karet (Minggu III)
• Standarisasi KMnO4
N
0098
,
0
10,2
01
,
0
10
KMnO
N
1 4=
×
=
N
0099
,
0
10,15
01
,
0
10
KMnO
N
2 4=
×
=
N KMnO4 = 0,0098 N
• Penentuan Angka permanganat
[
]
p 4F
sampel
Volume
1000
6
,
31
1
c)
(10
-a)b
(10
[
]
20
100
1000
6
,
31
)
01
,
0
(10
-0,0098
)
2
,
3
(10
+
×
×
×
×
=
= [(0,12936 – 0,1)] x 1580
= 46,38 mg/L
4. Sampel Air Sungai Denai (Minggu I)
• Standarisasi KMnO4
N
0098
,
0
10,2
01
,
0
10
KMnO
N
1 4=
×
=
N
0099
,
0
10,15
01
,
0
10
KMnO
N
2 4=
×
=
N KMnO4 = 0,0098 N
• Penentuan Angka permanganat
[
]
p 4F
sampel
Volume
1000
6
,
31
1
c)
(10
-a)b
(10
KMnO
=
+
×
×
×
×
×
[
]
5
100
1000
6
,
31
)
01
,
0
(10
-0,0098
)
6
,
1
(10
×
×
×
×
+
=
= [(0,11368 – 0,1)] x 1580
= 21,61 mg/L
5. Sampel Air Sungai Denai (Minggu II)
• Standarisasi KMnO4
N
0099
,
0
10,1
01
,
0
10
KMnO
N
1 4=
×
=
N
0099
,
0
10
01
,
0
10
KMnO
N KMnO4 = 0,0099 N
• Penentuan Angka permanganat
[
]
p 4F
sampel
Volume
1000
6
,
31
1
c)
(10
-a)b
(10
KMnO
=
+
×
×
×
×
×
[
]
5
100
1000
6
,
31
)
01
,
0
(10
-0,0099
)
9
,
1
(10
×
×
×
×
+
=
= [(0,1178 – 0,1)] x 1580
= 28,13 mg/L
6. Sampel Air Sungai Denai (Minggu III)
• Standarisasi KMnO4
N
0098
,
0
10,2
01
,
0
10
KMnO
N
1 4=
×
=
N
0099
,
0
10,15
01
,
0
10
KMnO
N
2 4=
×
=
N KMnO4 = 0,0099 N
• Penentuan Angka permanganat
[
]
p 4F
sampel
Volume
1000
6
,
31
1
c)
(10
-a)b
(10
KMnO
=
+
×
×
×
×
×
[
]
5
100
1000
6
,
31
)
01
,
0
(10
-0,0098
)
9
,
1
(10
+
×
×
×
×
=
= 43,29 mg/L
4.3 Pembahasan
Dari hasil analisis, diperoleh kadar COD dari limbah karet yaitu pada
minggu I sebesar 338,01 mg/L, minggu II = 70,41 mg/L, minggu III == 78,24
mg/L. Kadar BOD pada minggu I sebesar 86,5 mg/L, minggu II = 29,5 mg/L,
minggu III = 39 mg/L. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan hidup tahun 1995
tentang Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Karet kadar COD dan BOD yang
diperbolehkan sebesar 250 mg/L dan 100 mg/L. Dapat ditunjukkan pada minggu I
kadar COD pada limbah karet telah melewati baku yaitu sebesar 338,01 mg/L
karena sampel diambil pada saat pabrik berproduksi dan tidak mengalami hujan
dan pada minggu berikutnya mengalami penurunan dan memenuhi standar. Kadar
BOD juga telah memenuhi standar. diperoleh kadar Angka Permanganat pada
minggu I sebesar 124,50 mg/L, minggu II = 199,20 mg/L, minggu III = 46,38
mg/L dapat ditunjukkan bahwa kadar COD BOD dan Angka Permanganat dari
limbah cair industri karet tiap minggunya mengalami penurunan, hal ini
disebabkan karena pada saat pengambilan sampel, pabrik karet tidak berproduksi
dan cuaca pada saat itu mengalami peningkatan curah hujan.
Diperoleh kadar COD dari air Sungai Denai yaitu pada minggu I 38,92
mg/L, minggu II = 37,56 mg/L, minggu III = 35,20 mg/L dan kadar BOD pada
minggu I = 10 mg/L, minggu II = 8,8 mg/L, minggu III = 10,5 mg/L. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas II kadar COD dan BOD yang
diperbolehkan adalah 25 mg/L dan 3 mg/L. Berdasarkan hasil analisa tersebut
kadar COD dan BOD pada air sungai Denai telah mengalami pencemaran.
Sedangkan kadar Angka Permanganat yang diperoleh pada minggu I sebesar
21,61 mg/L, minggu II = 28,13 mg/L, minggu III = 43,29 mg/L. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 / MENKES / PER IX / 1990 Tentang
Standar Kualitas Air Bersih kadar Angka Permanganat telah melewati batas yang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Dari analisis yang dilakukan pada kadar COD dari limbah karet yaitu
untuk minggu I = 338,01 mg/L, minggu II = 70,41 mg/L, minggu III = 8,24 mg/L,
kadar BOD pada minggu I = 86,5 mg/L, minggu II = 29,5 mg/L, minggu III = 39
mg/L, sedangkan kadar angka permanganat pada minggu I = 124,50 mg/L,
minggu II = 199,20 mg/L, minggu III = 46,38 mg/L. Pada sampel air Sungai
Denai diperoleh kadar COD pada minggu I = 38,92 mg/L, minggu II = 37,56
mg/L, minggu III = 35,20 mg/L. Kadar BOD pada minggu I = 10 mg/L, minggu II
= 8,8 mg/L, minggu III = 10,5 mg/L, sedangkan diperoleh kadar angka
permanganat pada minggu I = 21,61 mg/L, minggu II = 28,13 mg/L, minggu III =
43,29 mg/L. Dari hasil analisis yang dilakukan bahwa pada minggu I kadar COD
pada limbah karet melewati baku mutu, sedangkan pada minggu berikutnya kadar
COD, BOD dan angka Permanganat pada limbah karet memenuhi standar.
Sedangkan kadar COD, BOD dan angka permanganat pada air Sungai Denai
sudah melewati baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah.
5.2 SARAN
Air Sungai Denai sebaiknya diteliti seminggu sekali karena nilai angka
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional.
Ardana. W. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Andi.
Chandra. B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta ; UI Press. Effendi. H. 2002. Telaah Kualitas Air. Jakarta : Kanisius.
Fardiaz. S. 1992. Polusi Air dan Udara. Jakarta : Kanisius.
Gabriel. J. F. 2001. Fisika Lingkungan. Cetakan I. Jakarta : Hipokrates.
Indra. S. 2006. Buku Ajar Teknologi Karet. Medan : Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Kristanto. P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta : Andi.
U. N. Mahida. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Cetakan I.
Jakarta : C.V Rajawali.
Morton. M. 1987. Rubber Technology. Editin Third. New York : Van Norstand Reinhold.
Mulia. R. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu.
Sosrodarsono. S. 2003. Hidrologi Untuk Perairan. Cetakan I. Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Tim Penulis. 1993. Strategi Pemasaran Tahun 2000 Budidaya dan Pengolahan Karet.