i
MAKNA EKARISTI BAGI SPIRITUALITAS PELAYANAN PRODIAKON PAROKI SANTA PERAWAN MARIA TAK BERCELA NANGGULAN
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh
Fransiska Siki
NIM. 141124025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang
senantiasa dengan penuh kasih membimbing, menuntun dan menyertai perjalanan
proses pendidikan serta hidup penulis.
Kedua orang tua penulis bapak Theodurus Siki dan ibu Nanci Agnes, abang
Rafael Siki, adik Bartolomeus Daytim Siki dan Angelia Novita Siki serta
Korbinianus Fritz C.N yang senantiasa mendukung, memberikan semangat dan
mendoakan penulis
Sahabat-sahabatku yang terkasih Sesilia Selpiana, Juli Sunarti, Yunita Fuin
Pomarci, Sr. Maxima PI, Sr. Elisa PPYK, Retno Wulandari, Santi Utami,
Andrianus Heriskurniawan, Sirniko, FX. Adswi Fransibena, Kristianus Lejiw
serta seluruh teman-teman angkatan 2014
Keluarga besar Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan, Paroki
Santa Gemma Galgani dan keuskupan Ketapang serta keluarga besar Program
Studi Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
v MOTTO
Milikilah kesabaran dalam setiap hal, tetapi yang paling pertama adalah dengan
diri sendiri.
viii ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “MAKNA EKARISTI BAGI SPIRITUALITAS
PELAYANAN PRODIAKON PAROKI SANTA PERAWAN MARIA TAK
BERCELA NANGGULAN”. Judul ini mengacu dari kehidupan prodiakon
paroki yang memiliki kedekatan hubungan dengan Ekaristi. Begitupula bagi para prodiakon yang ada di Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan. Kedekatan hubungan prodiakon dengan Ekaristi ini dapat dilihat dari tugas utama pelayanannya yakni membantu imam membagikan komuni. Jangan sampai kedekatan hubungan ini hanya sebatas tugas semata, tetapi prodiakon perlu menghayati makna yang ada di dalam Ekaristi. Makna Ekaristi yang dihayati prodiakon dapat membantu memperkembangkan spiritualitas pelayanannya. Hal ini dikarenakan Ekaristi merupakan sumber dan puncak seluruh hidup Gereja termasuk hidup pelayanan prodiakon. Sebab melalui Ekaristi, prodiakon menimba kekuatan, semangat dan inspirasi dari Kristus sendiri yang telah mengorbankan diri-Nya bagi banyak orang.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah menemukan gambaran makna Ekaristi bagi spiritualitas pelayanan prodiakon Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan serta usaha apa yang dibutuhkan untuk membantu meningkatkan penghayatan dan pelaksanaan prodiakon terhadap Ekaristi. Menanggapi pokok persoalan tersebut, penulis melakukan studi pustaka dan penelitan secara langsung di lapangan. Studi pustaka yang penulis gunakan bersumber dari Kitab Suci, dokumen-dokumen Gereja serta pandangan para ahli mengenai Ekaristi dan spiritualitas pelayanan prodiakon. Sedangkan penelitian yang digunakan penulis adalah kualitatif melalui wawancara terhadap prodiakon berdasarkan lamanya masa jabatan sebagai prodiakon. Pemilihan responden ini berdasarkan disuksi dan kesepakatan bersama dengan romo paroki serta ketua bidang pewartaan.
ix
ABSTRACT
The title of this thesis is “THE MEANING OF THE EUCHARIST FOR SERVICE SPIRITUALITY OF PRODIAKON PARISH OF SANTA PERAWAN
MARIA TAK BERCELA NANGGULAN.” This title was referring from the lives of
the prodiakon at the parish who have close relations with the Eucharist. Likewise the prodiakon who are in the Parish of Santa Maria Tak Bercela Nanggulan. The closeness relationship of prodiakon with the Eucharist can be seen from the main task of their ministry which is to help the priests sharing the communion. Do not let the closeness of this relationship be limited to the task alone, but prodiakon needs to live up to the meaning in the Eucharist. The Eucharistic meaning experienced by the prodiakon can help them develop the spirituality of their service. This is because the Eucharist is the source and the peak of the whole life of the Church including the life service of prodiakon. Since through the Eucharist, prodiakon draw strength, enthusiasm and inspiration from Christ Himself who sacrificed Himself for many people.
The main problem in this thesis is to found the meaning of the Eucharist for service spirituality of prodiakon Parish of Santa Maria Tak Bercela Nanggulan and what efforts are needed to help them increase the appreciation and implementation of the Eucharistic. Responding to the subject matter, writer conducted a literature study and research directly in the field. The literature study that the writer used comes from the Scriptures, Church documents and the views of experts on the Eucharist and the service spirituality of prodiakon. While the research used by writer is qualitative through interviews with prodiakon based on the length of tenure as a prodiakon. The selection of respondents was based on the discussion and mutual agreement with the parish priest and the head of the preaching department.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas
segala berkat, bimbingan dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul MAKNA EKARISTI BAGI
SPIRITUALITAS PELAYANAN PRODIAKON PAROKI SANTA
PERAWAN MARIA TAK BERCELA NANGGULAN. Skripsi ini ditulis
sebagai sumbangan bagi perkembangan spiritualitas pelayanan prodiakon dengan
menjadikan Ekaristi sebagai sumber inspirasi dan puncak pelayanannya. Penulis
menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat dukungan
berbagai pihak yang dengan sabar dan setia mendampingi, memberikan semangat
serta kritikan yang membangun. Maka dari itu penulis ingin menyampaikan
terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Drs. F.X Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed., selaku dosen pembimbing
skripsi yang dengan penuh kesabaran membimbing, mendampingi,
memberikan masukan serta motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan
skripsi.
2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku kaprodi Pendidikan Agama Katolik
yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat bagi penulis.
3. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik dan
dosen penguji II yang dengan setia mendampingi, membimbing serta
xi
4. Dr. C. Putranto, SJ, selaku dosen penguji III yang telah bersedia menjadi
dosen penguji pada pertanggungjawaban skripsi ini.
5. Para staff dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Agama Katolik,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang dengan penuh kasih membimbing, mendidik dan
memperkembangkan penulis selama menjalankan studi di kampus.
6. Romo Modestus Supriyanta, Pr dan romo Petrus Sajiyono, Pr selaku romo
Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan, bapak Agustinus
Susiyantoro selaku ketua bidang pewartaan, bapak Paulus Marjana selaku
ketua tim kerja prodiakon serta seluruh anggota prodiakon yang telah
mendukung dan mau bekerja sama selama penulis melakukan penelitian di
paroki.
7. Orang tuaku bapak Theodurus Siki dan ibu Nanci Agnes yang dengan
setia menemani, mendukung, mendoakan dan berkorban bagi penulis.
8. Romo Paroki Santa Gemma Galgani dan Keuskupan Ketapang yang telah
mendukung penulis untuk menempuh studi di Program Studi Pendidikan
Agama Katolik dengan memberikan beasiswa.
9. Teman-teman angkatan 2014 dengan segala keunikannya dan ciri khasnya
masing-masing yang memperkembangkan serta meneguhkan penulis
selama menjalani masa studi.
10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu,
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
BAB II. POKOK-POKOK-POKOK EKARISTI DAN SPIRITUALITAS PELAYANAN PRODIAKON... 9
c. Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus ... 17
3. Dasar Teologis Ekaristi ... 19
xiv
b. Ensiklik Ecclesia de Eucharistia ... 21
c. Kitab Hukum Kanonik ... 23
4. Ekaristi dalam Hidup Beriman ... 25
B. Gambaran Spiritualitas dalam Pelayanan Prodiakon ... 27
1. Hakikat Spiritualitas ... 27
2. Pelayanan ... 31
3. Prodiakon ... 34
4. Spiritualitas Pelayanan Prodiakon ... 40
C. Ekaristi sebagai Dasar Pelayanan Prodiakon ... 43
D. Fokus Penelitian ... 47
BAB III. GAMBARAN MAKNA EKARISTI BAGI SPIRITUALITAS PELAYANAN PRODIAKON PAROKI SANTA PERAWAN MARIA TAK BERCELA NANGGULAN ... 49
A. Gambaran Umum Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan ... 50
1. Profil Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan ... 50
a. Letak Geografis Paroki ... 50
b. Sejarah Paroki ... 50
c. Visi dan Misi Paroki ... 53
2. Pelaksanaan Ekaristi di Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan ... 55
3. Gambaran Prodiakon Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan ... 55
B. Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian Gambaran Makna Ekaristi bagi Spiritualitas Pelayanan Prodiakon ... 57
xv
f. Responden ... 62
g. Tempat dan Waktu Penelitian ... 62
h. Teknik Pengolahan Data ... 63
2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian ... 63
a. Gambaran makna Ekaristi bagi spiritualitas pelayanan prodiakon ... 64
1) Mendeskripsikan makna Ekaristi ... 64
2) Mensyukuri panggilan sebagai prodiakon ... 67
3) Makna spiritualitas pelayanan bagi prodiakon ... 68
4) Makna Ekaristi bagi spiritualitas pelayanan prodiakon .. 70
b. Faktor pendukung dan penghambat dalam Ekaristi ... 71
1) Faktor pendukung ... 71
2) Faktor penghambat ... 73
c. Harapan untuk Ekaristi dan hubungannya bagi spiritualitas pelayanan prodiakon ... 74
1) Harapan akan perkembangan sprititualitas pelayanan prodiakon melalui Ekaristi ... 74
2) Harapan akan Ekaristi ... 75
3. Kesimpulan Penelitian ... 76
BAB IV. UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PENGHAYATAN DAN PELAKSANAAN EKARISTI BAGI PRODIAKON PAROKI SANTA PERAWAN MARIA TAK BERCELA NANGGULAN ... 78
A. Pemikiran Dasar Kegiatan... 79
B. Rekoleksi sebagai Upaya untuk Meningkatkan Penghayatan dan Pelaksanaan Ekaristi bagi Prodiakon Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan ... 81
1. Latar Belakang Kegiatan Rekoleksi Prodiakon ... 81
2. Tema dan Tujuan Rekoleksi ... 82
3. Peserta ... 83
4. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 83
5. Matriks Kegiatan Rekoleksi ... 84
xvi
6. Contoh Satuan Pertemuan I ... 88
BAB V. PENUTUP ... 95
A. Kesimpulan ... 95
B. Saran ... 97
DAFTAR PUSTAKA ... 100
LAMPIRAN ... Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian ... (1)
Lampiran 2 : Surat Keterangan Selesai Penelitian ... (2)
Lampiran 3 : Daftar Pertanyaan Wawancara ... (3)
Lampiran 4 : Hasil Transkip Wawancara ... (5)
Lampiran 5 : Daftar Nama Prodiakon ... (46)
xvii
DAFTAR TABEL
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A.Singkatan Dokumen Resmi Gereja
EE : Ecclesia de Eucharistia
Surat Ensiklik Paus Yohanes Pulus II kepada para uskup, imam dan
diakon, penyandang hidup bakti, pria dan perempuan dan segenap para
beriman tentang Ekaristi dan hubungannya dengan Gereja tanggal 17
April 2003
SC : Sacrosanctum Concilium
Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci tanggal 4 Desember
1963.
LG : Lumen Gentium
Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja tanggal 21
November 1964.
CD : Christus Dominus
Dekrit tentang tugas pastoral para uskup dalam Gereja tanggal 28
Oktober 1965.
AG : Ad Gentes
Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja tanggal 18 November 1965.
xix
Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.
KGK : Katekismus Gereja Katolik edisi Indonesia, diterjemahkan oleh Herman
Embuiru berdasarkan edisi Jerman tahun 1995.
DV : Dei Verbum
Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi. Diresmikan oleh Paus Paulus
VI pada 18 November 1965.
B.Singkatan lain
KAS : Keuskupan Agung Semarang
kan : kanon
dll : dan lain-lain
KLMTD : Kecil Lemah Miskin Tersingkir dan Difabel
WIB : Waktu Indonesia Barat
R : Responden
HP : Hand Phone
art. : artikel
dsb. : dan sebagainya
bdk. : bandingkan
DSA : Doa Syukur Agung
G30S : Gerakan 30 September
xx MSF : Missionarium a Sacra Familia
SJ : Serikat Jesus
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ekaristi merupakan poros kehidupan umat beriman. Poros kehidupan
merupakan daya yang mampu menggerakkan seluruh hidup umat beriman. Karena
merupakan poros kehidupan maka umat beriman hendaknya menjadikan Ekaristi
sebagai pusat hidupnya. Melalui Ekaristi umat menimba kekuatan rohani dari
Kristus sendiri. Hidup umat beriman akan dikuatkan serta dibangun dalam terang
iman apabila senantiasa berakar pada perayaan Ekaristi. Semua perayaan ibadat,
pekerjaan, pelayanan dalam kehidupan Kristiani berkaitan erat dengan perayaan
Ekaristi: bersumber dari padanya dan tertuju kepadanya (PUMR, 2002: 30).
Ekaristi juga merupakan sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani. Hal
ini sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II yang terdapat dalam LG 11, SC 10,
CD 30 dan AG 9. Hal ini dikarenakan Ekaristi merupakan pengungkapan iman
Gereja yang paling resmi dan penuh. Ekaristi merangkum seluruh sikap
penyerahan dan pembaktian umat beriman. Disebut sumber dan puncak, karena
Ekaristi merupakan pengungkapan iman Gereja yang paling penuh dan menjadi
dasar bagi segala bentuk pengungkapan iman lainnya. Pengungkapan iman lain
yang dimaksud misalnya sakramen-sakramen, doa maupun devosi. Iman umat
beriman tentu tidak hanya diungkapkan dalam doa-doa dan perayaan yang khusus
melainkan, diwujudnyatakan dalam tindakan dan perbuatan setiap hari.
Perayaan Ekaristi bukanlah tindakan perorangan, melainkan perayaan
diundang untuk hadir dan ambil bagian dalam perayaan tersebut. Oleh karena itu,
perayaan Ekaristi bukan hanya milik petugas liturgi atau para imam melainkan
seluruh umat yang hadir. Perayaan Ekaristi mempertandakan kehadiran Tuhan
dalam hidup umat. Ekaristi tidak hanya menghubungkan masing-masing orang
secara pribadi dengan Allah, tetapi juga menjadi ikatan persatuan antar umat
sebagai Gereja (Martasudjita, 2000: 34).
Dari hakikatnya liturgi menuntut partisipasi penuh, sadar dan aktif seluruh
umat beriman (SC 14). Dan salah satu bentuk partisipasi itu adalah menjadi
petugas liturgi yakni sebagai prodiakon. Prodiakon adalah kaum awam yang
diperkenankan melayani diseputar altar, yaitu membantu imam atau diakon untuk
menerimakan komuni kepada umat (Sugiyana, 2006: 69-70). Tugas resmi
prodiakon yang paling sering dan teratur di paroki-paroki adalah membantu
menerimakan komuni. Tugas tersebut bisa berlangsung saat perayaan Ekaristi hari
Minggu. Selain itu prodiakon biasanya juga memimpin Ibadat Sabda, mengirim
komuni kepada orang yang sakit termasuk mereka yang di penjara. Prodiakon
pada umumnya juga bertugas memberikan homili pada saat Ibadat Sabda,
memimpin upacara pemakaman, serta memimpin doa untuk berbagai ujud dan
keperluan di lingkungan.
Setiap tugas pelayanan yang dilakukan oleh prodiakon berhubungan erat
dengan hidup rohaninya. Hidup rohani tentu bukan hanya berkaitan dengan
pengetahuan tetapi, sejauh mana pribadi seseorang memiliki relasi yang dekat dan
mendalam dengan apa yang ia imani. Salah satu penghayatan iman yang baik
hidup dapat membantu prodiakon menjiwai tugas pelayanannya dengan
bimbingan Roh Kudus dalam Kristus. Prodiakon juga perlu memiliki spiritualitas
pelayanan, seperti Tuhan Yesus sendiri yang datang bukan untuk dilayani
melainkan melayani. Dengan memiliki spiritualitas pelayanan, prodiakon dapat
melihat dan memaknai bahwa tugas yang ia lakukan bukanlah suatu pekerjaan,
melainkan pelayanan bagi Tuhan dan sesama.
Ada berbagai macam sumber spiritualitas yang dihidupi umat beriman
dan diyakini memiliki daya penggerak. Salah satunya dengan menimba
spiritualitas melalui perayaan Ekaristi. Ada banyak kekayaan makna yang terdapat
dalam Ekaristi yang dapat meneguhkan pribadi umat beriman baik itu awam,
biarawan/biarawati maupun kaum tertahbis. Karena melalui kurban Ekaristi
seluruh umat beriman yang percaya kepada Yesus Kristus telah ditebus. Begitu
pula dengan para prodiakon paroki yang diperkenankan melayani Tuhan secara
sangat dekat dalam Ekaristi. Mereka mendapatkan kesempatan yang sangat
berharga untuk memaknai Ekaristi secara lebih mendalam.
Prodiakon yang baik mengikuti Perayaan Ekaristi bukan hanya karena ia
sedang bertugas untuk ikut menerimakan komuni dalam Perayaan Ekaristi tetapi,
ia mengikutinya sebagai sumber dan puncak hidup serta pelayananannya
(Martasudjita, 2010: 32). Prodiakon dipanggil untuk menimba kekuatan dan
sumber inspirasi pelayanannya melalui Ekaristi. Dengan demikian, perayaan
Ekaristi sungguh menjadi sumber dan puncak hidup serta pelayanan prodiakon
Prodiakon bukanlah suatu jabatan supaya dilihat orang tetapi merupakan
sebuah pelayanan secara tulus, tanpa pamrih dan menampilkan wajah Kristus bagi
orang-orang yang dilayani. Hal itu pula yang dihayati para prodiakon di Paroki
Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan. Sebagian besar prodiakon di paroki
ini terdiri dari guru, petani serta pensiunan. Para prodiakon yang ada di Paroki
Nanggulan ini secara keseluruhan sudah memahami tugas dan tanggung
jawabnya. Mereka juga menyadari bahwa panggilan sebagai prodiakon
merupakan suatu pelayanan. Banyak di antara prodiakon yang ada meskipun
sudah berusia lanjut tetapi dengan penuh semangat tetap setia dalam pelayanan.
Kedekatan hubungan antara prodiakon dengan Ekaristi perlu sungguh
dihayati sebagai sumber kekuatan hidup pelayanannya. Prodiakon tidak hanya
dekat dengan Ekaristi sebatas kewajiban tetapi perlu menghidupinya sebagai dasar
dan pusat pelayanannya. Sebagai seorang pelayan, prodiakon tentunya tidak
hanya sekedar tahu dan memahami tugas serta tanggung jawabnya tetapi perlu
sungguh menghidupi makna hidup sebagai seorang pelayan yang terpanggil.
Prodiakon dipanggil untuk memiliki kedekatan hubungan rohani dengan Yesus
sang sumber hidup yang memberikan diri-Nya secara penuh bagi keselamatan
banyak orang. Oleh karena itu, prodiakon perlu menggali dan mendalami Ekaristi
demi perkembangan spiritualitas pelayanannya agar tidak menjadi kering dan
hanya dijalankan sebatas tugas. Dengan melihat kedekatan hubungan antara
prodiakon dengan Ekaristi, penulis tertarik untuk menulis “MAKNA EKARISTI BAGI SPIRITUALITAS PELAYANAN PRODIAKON PAROKI SANTA
B. Rumusan Masalah
1. Apa pokok-pokok Ekaristi dan hubungannya dengan spiritualitas pelayanan
prodiakon?
2. Apakah makna Ekaristi dihayati sebagai spiritualitas pelayanan bagi
prodiakon Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan?
3. Upaya macam apa yang perlu diusahakan untuk memupuk perkembangan
spiritualitas pelayanan prodiakon Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela
Nanggulan?
C. Tujuan Penulisan
1. Mendalami pokok-pokok Ekaristi dan hubungannya dengan spiritualitas
pelayanan prodiakon.
2. Mendapatkan gambaran makna Ekaristi bagi spiritualitas pelayanan
prodiakon Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan.
3. Mengemukakan upaya yang dilakukan untuk memupuk perkembangan
spiritualitas pelayanan prodiakon paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela
Nanggulan melalui Ekaristi.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan
Membantu Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan agar
dapat merencanakan atau mengagendakan kegiatan yang dapat membantu dan
makna Ekaristi. Selain itu, juga membantu menggali dan menemukan apa yang
menjadi kerinduan serta harapan-harapan prodiakon.
2. Bagi Prodiakon Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan
Membantu prodiakon Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan
untuk semakin mendalami dan menghayati makna Ekaristi bagi perkembangan
spiritualitas pelayanannya
3. Bagi program studi PAK USD
Mengajak mahasiswa untuk semakin mendalami makna Ekaristi sebagai
sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani yang mengarah kepada perkembangan
spiritualitas untuk melayani Tuhan dan sesama serta menyiapkan mahasiswa
untuk dapat mengkader prodiakon.
4. Bagi penulis
Semakin diperkaya dengan menemukan makna yang terkandung dalam
Ekaristi terhadap perkembangan spiritualitas untuk melayani umat serta apa yang
didapat melalui pengalaman bersama prodiakon paroki Santa Perawan Maria Tak
Bercela Nanggulan dapat dijadikan bekal untuk pelayanan sebagai katekis.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang akan digunakan oleh penulis dalam skripsi adalah
menganalisis data yang diperoleh melalui studi pustaka dan diperkuat dengan
adanya penelitian. Dalam rangka mendapatkan data yang valid, penulis akan
terlibat langsung dan melakukan wawancara kepada beberapa prodiakon Paroki
Santa Perawan Maria Tak Bercela Nanggulan.
F. Sistematika Penulisan
Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II menguraikan hasil studi pustaka dengan berdasarkan
dokumen-dokumen Gereja, pandangan para ahli serta Kitab Suci yang mendukung
penulisan skripsi terkait dengan pokok-pokok Ekaristi dan spiritualitas pelayanan
prodiakon. Penulis membaginya kedalam 4 bagian pokok. Pokok bahasan
pertama yaitu pokok-pokok Ekaristi yang meliputi hakikat, dasar biblis, dasar
teologis serta Ekaristi dalam hidup beriman. Pokok bahasan kedua membahas
tentang gambaran spiritualitas dalam pelayanan prodiakon yang terdiri dari
hakikat, pelayanan, prodiakon dan spiritualitas pelayanan prodiakon. Pokok
bahasan ketiga yakni Ekaristi sebagai dasar pelayanan prodiakon. Pokok bahasan
terakhir membahas fokus penelitian yang menjadi dasar panduan pertanyaan
wawancara dalam penelitian.
Bab III berisi uraian tentang gambaran penghayatan prodiakon dalam
Ekaristi demi perkembangan spiritualitas pelayanannya. Penulis membaginya
kedalam 2 pokok bahasan. Pokok bahasan pertama membahas tentang gambaran
dari: letak geografis, sejarah paroki serta visi misi Paroki Santa Perawan Maria
Tak Bercela Nanggulan. Pokok bahasan kedua adalah penelitian dan pembahasan
hasil penelitian penghayatan prodiakon dalam Ekaristi demi perkembangan
spiritualitas pelayanannya. Bagian ini meliputi: metodologi penelitian, laporan
dan pembahasan hasil penelitian serta kesimpulan.
Bab IV berisi tindak lanjut dari hasil penelitan yang berupa sumbangan
pemikiran melalui kegiatan rekoleksi sebagai usaha untuk meningkatkan
penghayatan dan pelaksanaan Ekaristi bagi prodiakon Paroki Santa Perawan
Maria Tak Bercela Nanggulan. Penulis membagi bab IV ini dalam 2 pokok
bahasan. Pokok bahasan pertama menguraikan latar belakang pemilihan kegiatan
rekoleksi. Pokok bahasan kedua berisi gambaran usulan kegiatan rekoleksi.
Bab V merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini. Penulis
membaginya kedalam 2 pokok bahasan. Pokok bahasan pertama berisi tentang
kesimpulan terkait makna Ekaristi terhadap perkembangan spiritualitas pelayanan
prodiakon. Pokok bahasan kedua berisi saran bagi pihak-pihak yang terkait demi
BAB II
POKOK-POKOK EKARISTI DAN SPIRITUALITAS PELAYANAN PRODIAKON
Bab II merupakan tindak lanjut dari bab sebelumnya dan akan menjawab
permasalahan yang pertama yaitu terkait dengan pokok-pokok Ekaristi dan
hubungannya dengan spiritualitas pelayanan prodiakon. Penulis akan
mendeskripsikan pokok-pokok Ekaristi dan hubungannya dengan spiritualitas
pelayanan prodiakon, berdasarkan hasil studi pustaka, dokumen-dokumen Gereja,
pandangan para ahli serta Kitab Suci yang mendukung.
Pada bab II ini, penulis akan membaginya ke dalam tiga pokok bahasan.
Pokok bahasan pertama mendeskripsikan tentang pokok-pokok Ekaristi meliputi:
hakikat Ekaristi, dasar biblis Ekaristi, dasar teologis Ekaristi dan Ekaristi dalam
hidup beriman. Pokok bahasan kedua mendeskripsikan tentang spritualitas
pelayanan prodiakon yang meliputi: hakikat spiritualitas, pelayanan, prodiakon
dan spiritualitas pelayanan prodiakon. Pokok bahasan ketiga menjelaskan tentang
Ekaristi sebagai dasar pelayanan prodiakon.
A. Pokok-pokok Ekaristi
1. Hakikat Ekaristi
Martasudjita (2005: 28) menegaskan bahwa istilah Ekaristi berasal dari
bahasa Yunani eucharistia yang berarti puji syukur. Kata eucharistia adalah
sebuah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa Yunani eucharistein yang
berarti memuji, mengucap syukur. Ekaristi merupakan ucapan syukur atas karya
Allah sungguh mengasihi umat manusia. Ia rela mengutus Putera Tunggal-Nya ke
dalam dunia untuk menyelamatkan mereka. Puncak karya penyelamatan Allah
terjadi dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus. Kristus sendiri harus
menderita sengsara sampai wafat di kayu salib dan pada akhirnya dapat bangkit
mulia demi menyelamatkan umat manusia. Dengan demikian, melalui Ekaristi
umat beriman bersama-sama mengungkapakan syukur dan terimakasih atas karya
penyelamatan Allah melalui misteri penebusan Kristus.
KGK (1995: 373) nomor 1358 mengatakan “Dengan demikian kita harus
memandang Ekaristi sebagai syukuran dan pujian kepada Bapa, sebagai kenangan
akan Kurban Kristus dan tubuh-Nya, sebagai kehadiran Kristus oleh kekuatan
perkataan-Nya dan Roh-Nya.” Perlu ditegaskan bahwa Ekaristi merupakan
syukuran dan pujian kepada Bapa atas segala kebaikan-Nya. Melalui Kristus yang
adalah jalan kebenaran dan hidup, Gereja dapat mempersembahkan pujian kepada
Bapa sebagai ungkapan terimakasih. Ekaristi sebagai kenangan akan Kurban
Kristus dan tubuh-Nya dapat dipahami sebagai kenangan Paska Kristus yang
dihadirkan dan menjadi hidup lagi serta akan selalu tinggal dan berbuah.
Kehidupan seluruh umat beriman yang adalah Gereja dipersatukan dengan Kristus
berkat kurban diri-Nya. Ekaristi sungguh menghadirkan Kristus melalui kekuatan
Sabda dan Roh-Nya. Kehadiran Kristus menjadi nyata dalam kekuatan Sabda
Kitab Suci yang kita dengar dan melalui komuni suci. Ia hadir di mana dua atau
tiga orang berkumpul dalam nama-Nya (Mat.18:20), terutama dalam orang
Ekaristi termasuk salah satu dari ketujuh sakramen yang ada dalam Gereja
Katolik. Dalam diktat mata kuliah sakramentologi (Madya Utama: 3) sakramen
diartikan sebagai tanda yang menghasilkan rahmat. Konferensi Waligereja
Indonesia (1996: 402-403) dalam buku Iman Katolik mempertegas kembali
bahwa Ekaristi merupakan tanda dan sarana, artinya sakramen persatuan dengan
Allah dan kesatuan antarmanusia. Sebagai sakramen, Ekaristi bukan hanya
sekedar tanda tetapi menghadirkan apa yang ditandakan yakni Kristus. Melalui
Ekaristi, rahmat Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus ditandakan dan
dihadirkan dalam kurban Ekaristi, sehingga berkat merayakan Ekaristi dan
menerima komuni suci umat beriman dipersatukan dengan Kristus dan Gereja
(umat beriman).
Perayaan Ekaristi dibagi dalam 2 bagian besar yakni Liturgi Sabda dan
Liturgi Ekaristi (SC 56). Suharyo (2011: 33) mengatakan umat yang berhimpun
akan mendapat makanan dari meja Sabda karena manusia hidup bukan dari roti
saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah. Dengan
mendengarkan Sabda Allah dan meresapkannya, iman kita dapat semakin
dihidupkan dan diteguhkan. Suharyo (2011: 35) menegaskan bahwa Sabda tidak
hanya informatif (menerangkan), tetapi berdaya transformatif (mengubah,
membarui). Hal ini mau menjelaskan bahwa Sabda Allah tidak hanya terbatas
pada mendengarkan dan menerangkan. Sabda Allah berdaya transformatif bagi
hidup iman umat-Nya. Sabda Allah yang berdaya transformatif misalnya:
menjadikan umat semakin teguh dan setia mengikuti Yesus, mampu memperbaiki
Suharyo (2011: 33) menegaskan bahwa Yesus, Sang Roti Hidup diterima
dari dua meja yaitu meja Sabda dan meja Ekaristi (bdk. DV 21). Maksudnya
Tuhan sendiri yang adalah roti kehidupan, diterima oleh umat beriman melalui
meja Sabda maupun komuni. Ia sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan dalam
Gereja, maka Ia hadir dalam Sabda-Nya (SC 7). Melalui Sabda-Nya yang kita
dengar, Yesus Kristus sendiri berbicara, menyapa dan selanjutnya mengundang
kita ke perjamuan Ekaristi. Oleh karena itu, setelah umat dikenyangkan dengan
Sabda Allah, perayaan Ekaristi dilanjutkan dengan Liturgi Ekaristi. Liturgi
Ekaristi, diawali dengan persiapan persembahan sampai pada doa sesudah
komuni. Sedangkan puncak dari perayaan Ekaristi adalah Doa Syukur Agung
yang dilanjutkan dengan menerima tubuh dan darah Kristus. Roti dan anggur
sebagai lambang tubuh dan darah Kristus menunjukkan pemberian diri-Nya
seutuhnya bagi keselamatan banyak orang. Penting untuk dipahami bersama
bahwa roti dan anggur dalam Ekaristi bukan hanya melambangkan tubuh dan
darah Kristus, tetapi sungguh menjadi tubuh dan darah Kristus (Hadisumarta
2013: 107).
Hakikat Ekaristi dapat ditegaskan sebagai ungkapan syukur dan pujian
atas karya penyelamatan Allah bagi umat manusia dan merupakan tanda yang
menghadirkan Kristus. Umat beriman bersyukur kepada Allah berkat karya
penyelamatan-Nya yang terjadi dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus
serta atas segala kebaikan karya penciptaan-Nya. Ekaristi yang adalah sakramen,
bukan hanya sekedar tanda tetapi menghadirkan apa yang ditandakan yakni
Ekaristi (SC 7). Selain itu, Kristus juga hadir melalui Sabda-Nya yang kita dengar
karena Ia sendirilah yang berbicara dan menyapa semua umat beriman. Oleh
karena itu, Ekaristi dibagi dalam 2 bagian besar yakni Liturgi Sabda dan Liturgi
Ekaristi (SC 56).
2. Dasar Biblis Ekaristi
a. Injil Sinoptik
Martasudjita (2005: 219) menegaskan bahwa Luk. 22:15-20, Mrk.
14:22-25, Mat. 26:26-29 merupakan teks dalam Injil Sinoptik yang mengisahkan tentang
tindakan dan perkataan Yesus pada waktu perjamuan malam terakhir. Teks Kitab
Suci tersebut menjadi dasar perayaan Ekaristi yang dirayakan oleh Gereja. Tuhan
Yesus sendiri bersabda “Perbuatlah ini guna memperingati Aku” (Luk.22: 19).
Dengan demikian, perayaan Ekaristi dalam Gereja, pertama-tama didasarkan pada
tindakan dan Sabda Yesus sendiri.
Perjamuan malam dapat dimaknai sebagai penetapan Ekaristi.
Martasudjita (2005: 233) menjelaskan bahwa kata-kata Yesus, “Perbuatlah ini
guna memperingati Aku”, dipandang sebagai kata-kata penetapan Ekaristi. Dari
kata-kata Yesus tersebut dapat disimpulkan bahwa Yesus memberikan perintah
kepada Gereja untuk mengenangkan seluruh hidup, pelayanan bahkan karya
penebusan-Nya melalui perayaan Ekaristi. Melalui perjamuan malam terakhir
Tuhan Yesus sendiri yang menetapkan Ekaristi. Oleh sebab itu, perayaan Ekaristi
yang dirayakan Gereja ditetapkan oleh Tuhan sendiri dan bukan sebatas keinginan
Eko Riyadi (2011: 206) menegaskan bahwa Mrk. 14:22-25 merupakan
perikop Kitab Suci yang berbicara mengenai penetapan perjamuan. Markus secara
khusus menggarisbawahi peristiwa pemecahan roti dan pembagian cawan anggur
yang diartikan sebagai tubuh dan darah Yesus sendiri. Markus memaknai
pemberian tubuh dan darah Yesus bagi banyak orang sebagai pembaharuan yang
mengokohkan perjanjian antara Allah dan umat-Nya. Darah Yesus yang
ditumpahkan menyatukan banyak orang dalam kesatuan perjanjian dengan Allah
(Eko, 2011: 213). Umat beriman mengalami persatuan dengan Allah berkat
makan tubuh dan minum darah Yesus. Dengan demikian, Markus memaknai
Ekaristi sebagai persatuan umat beriman dengan Yesus Kristus berkat makan
tubuh dan minum darah-Nya.
Injil Matius mengisahkan secara singkat mengenai penetapan perjamuan
malam yakni terdapat dalam Mat. 26:26-29. Eko Riyadi (2011: 228) memberikan
perhatian khusus pada kata-kata Yesus yang menyertai pembagian roti dan
anggur. Kata-kata Yesus tersebut berkaitan dengan liturgi dalam jemaat. Kita juga
mendengar kata-kata tersebut dalam DSA yakni Ia mengambil roti, mengucap
berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikan kepada para murid sambil
berkata “Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku”. Hal yang sama juga Ia lakukan
terhadap cawan anggur. Selain itu, Matius juga mau menegaskan bahwa wafat
Kristus merupakan kematian untuk pengampunan dosa. Ia yang adalah Sang
Juruselamat rela memberikan diri sehabis-habisnya demi membebaskan umat
manusia dari dosa. Melalui sengsara hingga wafat-Nya, Tuhan Yesus tidak hanya
Martasudjita (2005: 227) menjelaskan bahwa perjamuan malam terakhir
juga merupakan perjamuan paskah baru, sebagaimana disebutkan dalam Luk.
22:15. Perjamuan paskah baru ini berarti paskah lama telah diganti dengan paskah
baru yang berpuncak pada penyerahan diri Yesus Kristus di kayu salib. Tindakan
Allah yang menyelamatkan bangsa Israel dari perbudakan Mesir adalah inti
kenangan perayaan paskah lama. Sedangkan yang menjadi inti paskah baru adalah
tindakan penyelamatan Allah yang membebaskan seluruh umat manusia dari
perbudakan dosa dan maut melalui wafat dan kebangkitan Yesus Kristus
(Martasudjita, 2005: 228). Dengan demikian, perayaan Ekaristi berciri eskatologis
maksudnya umat beriman ikut mencicipi perjamuan eskatologis yang berupa
kebersamaan dengan Allah secara kekal.
Dasar biblis Ekaristi dalam Injil Sinoptik terdapat dalam Luk. 22:15-20,
Mrk. 14:22-25, Mat. 26:26-29. Ketiga Injil Sinoptik tersebut berbicara mengenai
perjamuan malam terakhir. Perjamuan malam terakhir yang terdapat dalam ketiga
Injil Sinoptik tersebut dimaknai sebagai penetapan Ekaristi. Markus 14:22-25
memaknai Ekaristi sebagai persatuan umat beriman dengan Yesus Kristus berkat
makan tubuh dan minum darah-Nya. Sedangkan Matius 26:26-29 mau
menegaskan bahwa wafat Kristus sebagai kurban Ekaristi merupakan kematian
untuk pengampunan dosa banyak orang. Lukas 22:15-20 mau mengaskan bahwa
Ekaristi merupakan tindakan penyelamatan Allah yang membebaskan seluruh
umat manusia dari perbudakan dosa dan maut melalui wafat dan kebangkitan
b. Injil Yohanes
Injil Yohanes membicarakan Ekaristi secara berbeda dari Injil Sinoptik
maupun tulisan Paulus (1Kor). Yohanes 6 dipandang sebagai ajaran pokok
Ekaristi. Perikop ini berbicara mengenai diri Yesus sebagai roti hidup. Lebih
mendalam lagi, teks yang menunjukkan inti Ekaristi terdapat dalam Yoh. 6:51-58.
Prasetyantha (2008: 55) kembali mempertegas pendapat Bultmann yang
tanpa ragu menyatakan bahwa Yoh. 6:51-58 menunjuk pada perjamuan Ekaristi di
mana daging dan darah Anak Manusia disantap dengan akibat bahwa santapan ini
memberikan kehidupan kekal. Mereka yang berpartisipasi di dalam perjamuan
dijamin dengan kebangkitan yang akan datang. Pendapat ini kembali memperkuat
bahwa dalam rupa roti dan anggur, Yesus sungguh hadir karena itu benar-benar
tubuh dan darah Kristus. Hal ini kembali memperjelas bahwa roti dan anggur
yang ada dalam perayaan Ekaristi bukanlah hanya simbol belaka. Buah yang
didapat dari makan daging dan minum darah-Nya bukan hanya sekedar
menghilangkan rasa lapar dan haus tetapi menjamin bahwa mereka mempunyai
hidup kekal dan Yesus akan membangkitkan mereka pada akhir zaman. Hidup
kekal yang dimaksud adalah keselamatan yang berupa kesatuan dengan Allah.
Dengan beriman dan percaya kepada Yesus, hidup kekal sudah diberikan dan ada
dalam diri orang tersebut. Iman dan kepercayaan itu menjadi konkret dengan
menerima tubuh dan darah Kristus saat perayaan Ekaristi. Prasetyantha (2008: 64)
menjelaskan bahwa Yohanes menampilkan refleksi Ekaristi yang agak berbeda
dari para penulis Perjanjian Baru. Yohanes menampakkan bahwa keselamatan itu
Yesus; artinya mereka yang menyambut Ekaristi. Maka Ekaristi merupakan
peristiwa persatuan dengan Yesus yang membuahkan keselamatan.
Dengan demikian, keselamatan pertama-tama terjadi ketika setiap orang
beriman tinggal dalam kesatuan dengan Yesus sendiri. Hidup yang diberikan oleh
Yesus tidak hanya terjadi pada akhir zaman nanti, tetapi juga untuk saat ini.
Ekaristi menjadi momen ketika seorang beriman menyambut daging dan
darah-Nya dan dengan demikian tinggal dalam kesatuan erat dengan sang Sumber Hidup
(Prasetyantha, 2008: 66).
Makna Ekaristi dalam Yoh. 6:51-58 menegaskan mengenai Yesus roti
hidup. Yesus sebagai roti hidup bukan hanya sekedar menghilangkan rasa lapar
dan haus tetapi menjamin bahwa umat beriman mempunyai hidup kekal. Hidup
kekal yang dimaksud adalah keselamatan yang berupa kesatuan dengan Allah.
Yohanes menampakkan bahwa keselamatan itu dianugerahkan sekarang bagi
mereka yang makan daging dan minum darah Kristus dalam komuni. Roti dan
anggur dalam Ekaristi sungguh-sungguh menghadirkan Kristus karena itu
benar-benar tubuh dan darah-Nya.
c. Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus
Teks tentang Ekaristi dalam tulisan Paulus terdapat dalam 1Kor.
10:1-5.14-22 dan 1Kor. 11:17-34. Surat Rasul Paulus yang pertama kepada jemaat di
Korintus pada saat itu bertujuan untuk menjawab pertanyaan jemaat. Ada banyak
Paulus menjawab berbagai persoalan tersebut dengan menyampaikan banyak
pengajaran tentang iman Kristiani.
Ada beberapa makna yang bisa kita ambil melalui surat pertama rasul
Paulus kepada jemaat di Korintus, terkait dengan Ekaristi. Martasudjita (2005:
236-237) menjelaskan 1Kor. 10:16 sebagai pernyataan iman akan realis
praesentia (kehadiran Kristus yang nyata dalam rupa roti dan anggur) dan Ekaristi
merupakan kesatuan kebersamaan dengan warga Gereja. Ajaran realis praesentia
menyatakan bahwa yang ada bukan lagi roti dan anggur, tetapi tubuh dan darah
Tuhan sendiri. Kehadiran Kristus dalam Ekaristi dipahami sebagai kehadiran
secara sungguh, real dan substansial. Melalui Ekaristi kita berjumpa dan bersatu
dengan Kristus sendiri. Kebersamaan dalam Ekaristi pertama-tama dibangun oleh
Kristus sendiri sebagai Tuan Rumah melalui hidangan-Nya, yang adalah Diri-Nya
sendiri.
Ekaristi tidak hanya menjadi pemersatu dan kebersamaan kita dengan
Kristus tetapi juga sebagai kesatuan kebersamaan dengan warga Gereja.
Martasudjita (2005: 238) mengajak kita melihat dan memaknai cara berpikir
Paulus yakni “Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah
partisipasi/persekutuan kita dengan tubuh Kristus (ekaristis). Karena roti adalah
satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh (Gereja), karena kita semua
mendapat bagian dalam roti yang satu itu” (1Kor. 10:16-17). Dengan demikian,
Gereja menjadi tubuh Kristus berkat disatukan melalui Ekaristi.
Dalam teks 1Kor. 11:17-30 kita dapat menemukan bahwa perjamuan
dan anggur adalah tubuh dan darah Kristus sendiri yang diserahkan bagi kita. Ia
memberikan diri sehabis-habisnya demi keselamatan banyak orang. Tuhan Yesus
sendiri juga memberikan perintah yakni “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan
Aku” (1Kor. 11:24.25). Dengan demikian, melalui Ekaristi Yesus sungguh hadir
bersama kita berkat pemberian diri-Nya sendiri dan apa yang telah Ia perintahkan
kepada umat-Nya.
Makna Ekaristi dalam surat Rasul Paulus yang pertama kepada jemaat di
Korintus (1Kor. 10:1-5.14-22 ;1Kor. 11:17-34) dapat ditegaskan sebagai
pemersatu dan kebersamaan umat beriman dengan Kristus serta kesatuan
kebersamaan dengan seluruh warga Gereja. Berkat Ekaristi kita menerima roti
yang satu dari tubuh Tuhan sendiri. Oleh karena itu, Gereja menjadi tubuh Kristus
sendiri berkat disatukan melalui Ekaristi.
3. Dasar Teologis Ekaristi
a. Sacrosanctum Concilium
SC 47 secara ringkas merumuskan ajaran mengenai Ekaristi. Artikel
tersebut menegaskan bahwa Tuhan Yesus sendiri yang menetapkan Ekaristi, yakni
pada malam perjamuan terakhir. Penetapan Ekaristi oleh Yesus sendiri mau
menekankan bahwa Ekaristi bukanlah hasil pemikiran manusia. Peristiwa
perjamuan malam terakhir menjadi saat penyerahan diri Yesus kepada Bapa dan
demi keselamatan dunia. Penyerahan diri Yesus kepada Bapa-Nya sebagai bentuk
kasih dan ketaatan-Nya sampai Ia rela menyerahkan nyawa-Nya (Yoh. 10:17-18).
demi keselamatan banyak orang tetapi, pertama-tama sebagai penyerahan diri
kepada Bapa.
Tuhan Yesus sendiri juga mempercayakan kepada Gereja mempelai-Nya
yang terkasih, untuk mengabadikan kurban salib dan mengenangkan karya
penebusan-Nya yang berpuncak pada wafat dan kebangkitan-Nya. Tindakan yang
dikenangkan dalam perjamuan Ekaristi adalah tindakan penyelamatan Allah. Kini
tindakan penyelamatan Allah di masa lampau, dihadirkan secara nyata, itulah
yang menjadi objek pengenangan (Martasudjita, 2005: 296). Karya penyelamatan
Allah bagi umat-Nya ini akan mendapat kepenuhannya pada akhir zaman. Dengan
demikian, dalam perayaan Ekaristi, kurban salib Kristus yang sekali dan untuk
selamanya kini dikenang dan dirayakan bersama Kristus dan Gereja-Nya dalam
rupa roti dan anggur.
SC 47 menegaskan bahwa Ekaristi adalah sakramen cintakasih, lambang
kesatuan dan ikatan cintakasih. Istilah “sakramen” menunjuk kehadiran Kristus
dalam Sakramen Mahakudus atau hosti suci (Martasudjita, 2005: 297). Pendapat
ini semakin menguatkan kehadiran Yesus yang sungguh nyata dalam rupa roti dan
anggur. Dikatakan sebagai sakramen cintakasih karena di dalamnya Tuhan Yesus
sendiri mengorbankan diri-Nya sebagai bentuk kasih kepada Bapa dan umat
manusia. Sedangkan dikatakan sebagai lambang kesatuan dan ikatan cintakasih
karena Ekaristi merupakan lambang kesatuan baik dengan Allah maupun dengan
Gereja. Menerima tubuh dan darah Kristus dalam komuni menjadikan kita
dan Gereja-Nya dalam Ekaristi memampukan umat beriman untuk semakin
bersatu serta mengasih Allah maupun sesamanya.
Kalimat terakhir SC 47 mengatakan “Dalam perjamuan itu Kristus
disambut, jiwa dipenuhi rahmat dan kita dikaruniai jaminan kemuliaan yang akan
datang”. Kalimat ini kembali mempertegas bahwa dalam rupa roti dan anggur
yang diterima dalam komuni adalah sungguh Kristus sendiri. Dengan menyambut
tubuh dan darah Kristus jiwa kita dipenuhi rahmat. Maksud dipenuhi rahmat
adalah semakin dipersatukan dengan Allah melalui Yesus Kristus dan bersama
semua umat beriman. Berkat Ekaristi kita juga dikaruniai jaminan kemuliaan yang
akan datang. Jaminan kemuliaan yang akan datang dapat kita pahami sebagai
kedatangan Kristus yang kedua kalinya pada akhir zaman.
SC 48 menegaskan kepada kita semua untuk ikut serta secara aktif ambil
bagian dalam perayaan Ekaristi dan bukan menjadi penonton yang bisu.
Tujuannya agar melalui upacara dan doa-doa kita sungguh memahami misteri
iman itu dengan baik. Kita juga diajak untuk rela diajar oleh Allah dan disegarkan
melalui santapan Tubuh Tuhan yang melahirkan syukur kepada Allah. Selain itu,
SC 48 juga mengajak kita semua untuk belajar mempersembahkan diri dari hari
ke hari kepada Allah, seperti yang telah dilakukan oleh Kristus sendiri.
b. Ensiklik Ecclesia de Eucharistia
EE art. 1 menegaskan bahwa Gereja hidup dari Ekaristi. Gereja menjadi
hidup berkat berakar dan berpusat pada Ekaristi. Hal ini dikarenakan melalui
pemberi hidup. Sudah semestinya Ekaristi juga menjadi pusat hidup setiap paroki,
komunitas dan pusat hidup setiap pribadi umat Kristiani. EE art. 34 kembali
menegaskan bahwa Gereja akan terus hidup dan berkembang berkat Ekaristi.
Gereja akan terus hidup dan berkembang sebab dalam Ekaristi terkandung seluruh
kekayaan rohani Gereja yakni Kristus sendiri. Kita sebagai Gereja dipersatukan
dan ikatan persaudaraan kita semakin diperkuat melalui Ekaristi. Hendaknya baik
bersama-sama maupun secara pribadi kita senantiasa mengarahkan pandangan
kita kepada Tuhan melalui Ekaristi sebagi sumber hidup dan kekuatan kita.
Ekaristi adalah sungguh misteri iman, yang mengatasi pemahaman kita
dan hanya dapat diterima oleh iman. Secara tegas dalam Kitab Suci, Tuhan Yesus
sendiri mengatakan bahwa yang diberikan demi keselamatan banyak orang adalah
sungguh tubuh dan darah-Nya. Ekaristi tidak hanya menjadi peringatan atau
kenangan akan sengsara dan wafat Tuhan, tetapi penghadiran sakramental Kristus
sendiri (EE art. 11). Sebab kehadiran-Nya pada misa adalah yang paling penuh:
kehadiran substantial, di mana Kristus, Allah-Manusia, seluruhnya hadir secara
penuh (EE art. 15). Hanya oleh iman yang dapat memampukan kita sungguh
meyakini kehadiran Kristus yang nyata dalam rupa roti dan anggur yang kita
santap.
EE menegaskan bahwa Ekaristi tidak hanya menghadirkan misteri
sengsara dan wafat Juruselamat, tetapi juga misteri kebangkitan-Nya, yang
memahkotai pengurbanan-Nya (EE art. 14). Berkat kebangkitan-Nya, Yesus
mengalahkan maut. Melalui Ekaristi, Yesus yang bangkit juga senantiasa hidup
juga mengalami sukacita berkat Yesus yang bangkit mengalahkan maut. Oleh
karena itu, melalui Ekaristi kita dipanggil untuk mewartakan Kristus yang bangkit
dalam hidup kita.
c. Kitab Hukum Kanonik
Sakramen yang terluhur ialah Ekaristi mahakudus, di dalamnya Kristus
Tuhan sendiri yang dihadirkan, dipersembahkan dan disantap, dan melaluinya
Gereja selalu hidup dan berkembang. Kurban Ekaristi, kenangan wafat dan
kebangkitan Tuhan, dimana Kurban salib diabadikan sepanjang masa, adalah
puncak seluruh ibadat dan kehidupan kristiani dan sumber yang menandakan serta
menghasilkan kesatuan umat Allah dan menyempurnakan pembangunan tubuh
Kristus. Sedangkan sakramen-sakramen lain dan segala karya kerasulan gerejawi
berhubungan erat dengan Ekaristi Mahakudus dan diarahkan kepadanya (KHK
Kan.897).
KHK kanon 897 ini kembali menegaskan kepada kita semua bahwa Tuhan
Yesus sendiri sungguh hadir dan disantap melalui Ekaristi mahakudus. Melalui
Ekaristi Gereja selalu hidup dan berkembang. Selain itu, Ekaristi ditetapkan
sebagai puncak dan pusat seluruh kehidupan Kristiani. Prasetyantha (2008: 82)
menjelaskan bahwa baik sakramen-sakramen lain, semua pelayanan gerejani
maupun karya kerasulan Gereja, bertalian erat dengan Ekaristi dan semuanya
terarah ke sana. Oleh karena itu, kehidupan dan perkembangan Gereja selalu
Berkaitan dengan Ekaristi dalam KHK kanon 899, Prasetyantha (2008:
83-84) membahasnya berdasarkan masing-masing paragraf. Paragraf pertama
berbicara mengenai Ekaristi sebagai tindakan Kristus dan tindakan Gereja.
Dikatakan sebagai tindakan Kristus karena Ia sungguh hadir secara nyata dalam
rupa roti dan anggur. Ia sendiri yang dipersembahkan sebagai santapan rohani.
Dan berkat menerima tubuh dan darah-Nya umat beriman dipersatukan dengan
Kristus sendiri. Dikatakan sebagai tindakan Gereja karena melalui pelayanan
seorang imam, Kristus sendiri mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah.
Paragraf kedua dalam kan. 899 berbicara mengenai seluruh umat Allah
secara bersama-sama dan dengan caranya sendiri ikut ambil bagian dalam
perayaan Ekaristi. Penting untuk disadari bahwa perayaan Ekaristi adalah
perayaan bersama seluruh umat beriman yang hadir, di bawah pimpinan Uskup
atau imam. Setiap pribadi yang hadir dalam perjamuan diundang menghidupi
peranannya masing-masing. Uskup atau imam adalah kaum tertahbis yang
mewakili Kristus sehingga hanya mereka yang berhak memimpin perayaan
Ekaristi tersebut.
Paragraf ketiga dalam kan. 899 menegaskan bahwa perayaan Ekaristi
menghasilkan buah-buah rohani yang melimpah bagi mereka yang berpartisipasi.
Tuhan Yesus sendiri mengadakan kurban Ekaristi agar kita bisa memetik hasil
buahnya yang menjadikan kita semakin mencintai Kristus dan mengasihi sesama.
Selain itu, buah yang kita terima melalui Ekaristi memampukan kita menjalani
tingkah laku dan tutur kata kita serta menjadikan kita sebagai saksi Kristus di
tengah dunia.
4. Ekaristi dalam Hidup Beriman
Suharyo (2011: 11-12) mempertegas kembali apa yang dikatakan dalam
salah satu dokumen tentang Ekaristi (Eucharisticum Mysterium no. 13) mengenai
dampak perayaan Ekaristi pada kehidupan sehari-hari umat beriman yakni:
Apa yang diterima umat dengan iman dan secara sakramental dalam perayaan Ekaristi, harus memberikan dampak nyata dalam tingkah laku mereka. Oleh karena itu, hendaklah umat berusaha menempuh seluruh hidup mereka dengan gembira dan penuh rasa syukur ditopang oleh santapan surgawi, sambil turut serta dalam wafat dan kebangkitan Tuhan. Sebab tidak ada satu umat Kristiani pun dapat dibangun, kecuali kalau berakar dan berporos pada perayaan Ekaristi Mahakudus.
Salah satu nomor dalam dokumen Eucharisticum Mysterium tentang
Ekaristi yang dikeluarkan pada tanggal 25 Mei 1967 membahas mengenai dampak
perayaan Ekaristi pada kehidupan sehari-hari umat beriman (Suharyo, 2011: 11).
Apa yang disampaikan dalam dokumen Eucharisticum Mysterium no. 13 ini,
semakin mempertegas LG 11 bahwa Ekaristi merupakan sumber dan puncak
seluruh hidup Kristiani. Seluruh perjalanan hidup umat Kristiani dapat dibangun
dengan berakar dan berporos pada perayaan Ekaristi Mahakudus. Karena melalui
perayaan Ekaristi, umat beriman dipersatukan dengan Kristus dan sesama. Berkat
persatuan dengan Kristus dan sesama ini diwujudnyatakan dalam tingkah laku
sehari-hari. Umat beriman yang telah turut serta dalam wafat dan kebangkitan
menjadi saksi Kristus dalam segala hal. Dengan demikian, melalui Ekaristi hidup
umat Kristiani senantiasa dipenuhi oleh sikap syukur kepada Allah yang
melahirkan sukacita dalam tugas perutusan menjadi saksi Kristus.
Ekaristi juga menghasilkan banyak buah bagi umat yang ikut ambil bagian
dalam perayaan syukur tersebut, terutama melalui Sabda dan santapan rohani.
Berbuah melalui Ekaristi berarti orang yang mengalami kasih Tuhan secara
mendalam dalam perayaan suci didorong untuk meneruskan kasih kepada sesama
(Martasudjita, 2012: 146). Hal ini dikarenakan Allah terlebih dahulu telah
mengasihi kita dengan mengutus Putera tunggal-Nya ke dalam dunia. Kasih
tersebut terlaksana dan terwujud nyata dalam diri Yesus Kristus. Sebelum pada
akhirnya dibangkitkan, Ia rela menderita sengsara bahkan wafat di kayu salib
sebagai bentuk kasih-Nya yang begitu besar bagi umat manusia. Dengan
demikian, berkat merayakan kurban kasih Yesus, hati umat beriman dipenuhi
kasih dan diutus untuk membagikan kasih kepada sesama. Karena mengalami
kasih Tuhan yang begitu mendalam melalui kurban Ekaristi, seharusnya umat
beriman semakin mengasihi keluarganya, sahabat, kenalan, tetangga, serta mampu
memaafkan orang yang membencinya. Martasudjita (2012: 146) menegaskan
bahwa:
Pendapat ini menegaskan bahwa Ekaristi memiliki implikasi bagi
kehidupan sosial. Umat beriman yang telah ikut ambil bagian dalam Ekaristi
dipanggil untuk membuka mata terhadap realitas sosial yang terjadi dalam
masyarakat dan lingkungan. Ekaristi sebagai perjamuan cinta kasih seharusnya
menjadi dasar bagi umat beriman untuk semakin peduli pada kehidupan
masyarakat yang lebih damai, adil dan penuh kasih.
Tuhan Yesus dalam hidup-Nya di dunia juga menunjukkan bentuk
kepedulian terhadap sesama terutama mereka yang berkekurangan, miskin dan
tersingkir. Perikop dalam Kitab Suci mengenai Yesus memberi makan lima ribu
orang mengajak kita semua para murid-Nya untuk bertanggungjawab bagi sesama
yang kesusahan dan tidak melimpahkan tanggungjawab tersebut kepada orang
lain. Selain itu, Tuhan Yesus juga mengajak kita semua untuk menghidupi
semangat berbagi. Dengan menghidupi semangat berbagi memapukan kita untuk
berkorban bagi sesama, sehingga memungkinkan tidak ada seorang pun yang
berkekurangan dan merasa tersingkir.
B. Gambaran Spiritualitas dalam Pelayanan Prodiakon
1. Hakikat Spiritualitas
Spiritualitas berasal dari kata sifat Latin spiritualis atau Inggris
Pendapat ini kembali dipertegas pula oleh Piet Go, dkk (1994: 18) yang
menyatakan bahwa spiritualitas harus dikaitkan dengan Roh Allah sebagai hidup
menurut dan dalam Roh. Sedangkan transenden adalah suatu hal yang tidak bisa
dijangkau oleh penglihatan maupun pemikiran manusia dan hanya berkat kuasa
Allah, sehingga manusia dapat sampai kepada-Nya. Tidak bisa dijangkau oleh
pemikiran manusia karena Allah maupun rencana-Nya sungguh begitu besar.
Martasudjita (2010: 27) menegaskan bahwa spiritualitas menunjuk bentuk
kehidupan rohani yang dilandasi oleh bimbingan Roh Kudus sendiri. Spiritualitas
Kristiani selalu menunjuk hidup rohani yang dipimpin oleh Roh Kudus untuk
semakin mengimani dan mencintai Tuhan Yesus Kristus dan semakin
berkembang dalam iman, harapan dan kasih. Orang yang hidup dengan memiliki
spiritualitas, bersedia dituntun dan mendengarkan bimbingan Roh Kudus sendiri.
Bersedia mendengarkan tuntunan dan bimbingan Roh Kudus menjadikan
seseorang tidak asal bertindak sesuai dengan keinginan dirinya sendiri. Orang
yang bersedia dituntun berdasarkan bimbingan Roh Kudus akan semakin
mengenal dan mencintai Kristus secara mendalam. Dengan semakin mengenal
dan mencintai Kristus secara mendalam, hidup umat beriman akan semakin
berkembang dalam iman, harapan dan kasih baik kepada Tuhan, sesama maupun
alam semesta. Iman, harapan dan kasih merupakan tanda nyata bahwa orang
memiliki spiritualitas di dalam hidupnya. Prasetyantha (2008: 139-140)
menegaskan bahwa
berziarah, berpuasa, dll. Selain itu, spiritualitas kristiani yang sehat akan menjaga hubungan dengan sumber-sumber asli, antara lain merenungkan Kitab Suci.
Hubungan yang telah dibangun dengan Allah tidak hanya berhenti dan
disimpan bagi diri sendiri, tetapi diwujudnyatakan dalam hidup bersama orang
lain melalui pikiran, perkataan dan perbuatan. Karena iman tanpa perbuatan pada
hakikatnya adalah mati. Dengan menyatukan hubungan pribadi umat beriman
dengan Allah dan mewujudnyatakannya dalam pikiran, perkataan maupun
perbuatan menjadikan spiritulitas sungguh hidup dan sehat. Banawiratma SJ, dkk
(1994: 169) juga menegaskan bahwa keterpautan hati pada Tuhan memampukan
umat beriman untuk membangun gaya hidup yang benar-benar mewujudkan
semangat kesatuan dengan Allah.
Secara lebih jelas dan sederhana Heryatno Wono Wulung dalam buku
mata kuliah PAK sekolah (77-78) memberikan kesimpulan bahwa spiritualitas
berkaitan dengan penyatuan seluruh daya dan aspek pengalaman hidup manusia
yang berusaha memperkembangkan hidupnya ke arah lebih baik dan hal itu
dikaitkan dengan relasinya pada Tuhan, sesama dan lingkungannya. Pendapat
tersebut mau mempertegas bahwa selain mencakup hidup doa dan penghayatan
iman, spiritualitas juga mencakup seluruh pengalaman hidup manusia.
Pengalaman hidup manusia menjadikan spiritualitas itu seperti air hidup yang
mengalir dari sumber terdalamnya yakni pengalaman perjumpaan orang dengan
Kristus (Madya Utama, 2018: 236).
Pengalaman perjumpaan orang dengan Kristus dipadukan dengan hidup
mengarahkan hidupnya ke arah yang lebih baik. Maksudnya adalah mau
meninggalkan hal yang buruk dan memperbaharui diri menjadi lebih baik. Tujuan
dari memadukan hidup doa dengan sosial-politik adalah membangun relasi yang
semakin mendalam dengan Tuhan dan diwujudnyatakan dalam kehidupan konkret
sehari-hari. Inilah yang menjadi pusat dan dasar spiritualitas Kristiani yakni
membangun relasi yang mendalam dengan Yesus Kristus.
Spiritualitas berfungsi sebagai sumber inspirasi, motivasi dan animasi
untuk menghayati hidup dan karya yang diharapkan sungguh menyatu dan dapat
memancar sebagai kesaksian (Hadisumarta, 2013: 94). Hidup umat beriman
semakin diperkaya dan diteguhkan apabila ia memiliki spiritualitas dalam
menjalani kehidupannya. Umat beriman yang memiliki spiritualitas akan
menjalani kehidupannya dengan gembira, penuh rasa syukur, bersemangat dan
tidak mudah putus asa dalam menghadapi persoalan hidup. Pada akhirnya
spiritualitas menjadikan umat beriman siap menjadi saksi Kristus dalam segala
hal, sehingga seluruh hidup dan karya pelayanan umat beriman tersebut senantiasa
berakar dan berpusat pada Yesus Kristus.
Spiritualitas dapat ditegaskan sebagai daya hidup yang digerakkan oleh
Roh Kudus. Daya hidup yang digerakkan oleh Roh Kudus tersebut menghantar
umat beriman untuk membangun relasi yang mendalam dengan Tuhan. Relasi
yang mendalam dengan Tuhan membuat umat beriman semakin dekat dan
mencintai-Nya. Hubungan pribadi umat beriman dengan Tuhan diwujudkan
dalam sikap hidup sehari-hari melalui pikiran, perkataan dan perbuatan yang
Tuhan disatukan pula dengan seluruh daya dan aspek pengalaman hidup umat
beriman yang berusaha memperkembangkan hidup iman maupun hidup sosialnya
ke arah yang lebih baik.
2. Pelayanan
Ignatius Suharyo melukiskan dengan sangat indah mengenai makna
pelayanan Paulus. Paulus menegaskan bahwa hidup seorang pelayan sejati adalah
menyatakan kehidupan Kristus. Pernyataan tersebut memberikan penegasan
kepada kita semua bahwa dalam pelayanan yang kita nyatakan adalah hidup
Kristus sendiri dan bukan diri pribadi kita. Suharyo (1994: 36) menegaskan bahwa
dalam 1Kor.1:12 St. Paulus mau menunjukkan bahwa kita jangan hanya melihat
hikmah manusiawi yang tampak dalam diri para pelayan, tetapi pada kekuatan
Allah (1Kor.2:5). Apa yang kita wartakan dalam pelayanan, bukanlah diri pribadi
supaya dikagumi banyak orang karena pendidikan dan kepandaian kita, melainkan
mewartakan Kristus sendiri, sehingga semakin banyak orang mengenal dan
mencintai Kristus secara mendalam. Pribadi kita sebagai seorang pelayan
hanyalah alat atau sarana supaya orang sampai pada merasakan dan mengalami
cinta Kristus yang sungguh nyata dalam hidupnya.
Paulus menyebut Gereja sebagai Kristus, karena merupakan kelanjutan
pelayanan Yesus. Maka dari itu Gereja memiliki bentuk dasar pelayanan, karena
Gereja adalah Kristus di dunia. Gereja tidak ada demi dirinya sendiri melainkan
mempunyai misi. Paulus memberikan jawaban secara tegas dalam Flp. 2: 14-16
berbantah-bantah sehingga kamu bercahaya seperti bintang-bintang (Suharyo,
1994: 31). Karya misi tersebut dilaksanakan tidak hanya dengan kata-kata
melainkan melalui kekuatan Roh Kudus serta dengan memberikan seluruh diri.
Kita semua adalah Gereja yang menjadi perpanjangan tangan pelayanan Yesus di
dunia. Sebagai pelayan kita perlu memberikan seluruh diri dengan mohon
kekuatan Roh Kudus, sehingga tidak hanya mengandalkan kemampuan pribadi
saja. Kekuatan Roh Kudus yang hadir menjadikan pelayanan kita tidak hanya
tugas semata yang mengandalkan pengetahuan tetapi mampu menghantar umat
yang kita layani semakin mencintai Kristus. Oleh karena itu, dalam tugas
pelayanan kita perlu memohon rahmat Allah yang mengalir dari misteri Paskah
Kristus. Rahmat adalah pertolongan sukarela yang Allah berikan, agar kita dapat
menjawab panggilan-Nya (KGK 1996).
Teladan utama Paulus dalam pelayanannya adalah Kristus sendiri. Ciri
khas pelayanan Kristus adalah melayani dan bukan dilayani (Mat.20:28). Seluruh
hidup Kristus merupakan suatu pelayanan sebagai bentuk ketaatan dan kasih-Nya
kepada Bapa serta semua umat manusia. Ia yang adalah Putera Allah Mahatinggi
rela merendahkan diri bahkan sampai wafat di kayu salib. Yesus adalah
penyelamat dari dalam yang lemah dan bukan penyelamat yang ada di luar
(Suharyo, 1994: 32). Penyelamat dari dalam yang lemah maksudnya adalah Yesus
datang ke dunia dan tinggal bersama umat manusia. Hidup dan perutusan Yesus
tertuju pada mereka yang lemah, miskin dan tersingkir. Ia memperhatikan banyak
orang dalam kebutuhan-kebutuhan mereka yang paling pribadi. Ia memperhatikan
pulang ke Emaus sehingga hati mereka berkobar-kobar ketika Ia berbicara dengan
mereka (Nouwen, Hendri J.M 1986: 86). Pribadi seorang pelayan dipanggil untuk
terutama meneladani hidup Yesus yang memperhatikan dan mengenali kebutuhan
umat paling dalam, sehingga mereka sungguh merasakan cinta kasih Allah.
Peristiwa pembasuhan kaki merupakan bentuk perendahan diri Yesus yang
disimbolkan dengan pelayanan seorang hamba yang membasuh kaki para peserta
perjamuan (Martasudjita, 2005: 241). Kisah pembasuhan kaki para murid hanya
ada di dalam Injil Yohanes, yang selalu dibacakan pada hari Kamis Putih. Kisah
tentang Yesus membasuh kaki para murid-Nya ini terdapat dalam Yohanes 13.
Pada saat itu Yesus mengadakan perjamuan terakhir bersama murid-murid-Nya.
Eko Riyadi, 2011: 302 menyampaikan bahwa kemudian Yesus bangkit dari
perjamuan dan menanggalkan jubah-Nya. Jubah adalah simbol keagungan si
pemakainya. Orang menanggalkan jubah berarti juga menanggalkan
kemapanannya.
Peristiwa pembasuhan kaki ini mengingatkan kita akan kerendahan hati
dan kedatangan Yesus ke dalam dunia untuk melayani. Ia yang adalah Putera
Tunggal Allah Mahatinggi rela melakukan apa yang dilakukan seorang budak
pada saat itu. Apa yang diperbuat Yesus pada saat itu merupakan tindakan Tuhan
dan Guru yang memberikan teladan kepada para murid-Nya. Yesus yang adalah
Guru dan Tuhan telah menanggalkan jubah-Nya dan membasuh kaki para murid,
mengajak kita semua untuk menanggalkan kekuasaan dan tidak menjadi orang
yang sombong. Yesus mewujudnyatakan di dalam diri-Nya apa yang
Riyadi, 2011: 306). Pembasuhan kaki merupakan sebuah cara hidup yang harus
dilaksanakan oleh murid-murid Kristus yakni saling membasuh kaki. Saling
membasuh kaki maksudnya adalah antara murid yang satu dan lainya harus saling
melayani. Dengan demikian, lewat pembasuhan kaki Tuhan Yesus juga mau
mengajarkan kepada kita semua untuk saling mengasihi yaitu dengan saling
melayani.
Pelayanan dapat ditegaskan sebagai pemberian seluruh diri untuk siap
melayani sesama, terutama mereka yang lemah, miskin dan tersingkir. Teladan
utama dalam pelayanan adalah Kristus yang datang bukan untuk dilayani
melainkan melayani (Mat.20:28). Selain itu, peristiwa pembasuhan kaki (Yoh.13)
juga mengajarkan kepada kita semua untuk menjadi seorang pelayan yang rendah
hati. Pribadi seorang pelayan merupakan alat atau sarana supaya umat yang
dilayani merasakan dan mengalami cinta kasih Kristus yang sungguh nyata dalam
hidupnya. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas pelayanan kita perlu
memohon kekuatan dari Roh Kudus agar kita mampu menyatakan kehidupan
Kristus. Dengan memohon kekuatan dari Roh Kudus kita dimampukan untuk
melayani dengan gembira, rendah hati, tidak bersungut-sungut, tidak hanya
mementingkan diri sendiri, ingin dipuji, dll.
3. Prodiakon
Martasudjita (2010: 10) menjelaskan bahwa:
Prodiakon merupakan bentukan kata dari bahasa Latin pro dan